ResearchPDF Available

Simulasi Infeksi COVID-19 untuk Menunjang Aturan Work-from-Office berbasis Model SIRV

Authors:

Abstract

Pandemi COVID-19 masih menjadi salah satu topik hangat karena banyak perubahan signifikan yang harus dilakukan oleh masyarakat untuk dapat menekan pandemi ini, salah satunya adalah kebijakan kerja dari rumah atau WFH. Pandemi yang telah berlangsung sejak akhir 2019 ini dirasa mulai mereda setelah dilakukan berbagai upaya oleh pemerintah seperti pemberlakuan PPKM dan WFH dan dirasa sudah waktunya untuk mulai kembali melakukan kerja dari kantor atau WFO. Berdasarkan hasil simulasi menggunakan model SIRV, pada skenario dengan tingkat infeksi yang tinggi pada periode 13 Juli 2021 s.d. 21 Juli 2021, dengan kecepatan vaksinasi saat ini tidak akan cukup untuk menekan naiknya tingkat infeksi virus COVID-19 dengan kemungkinan terjadi kenaikan hingga 717,23%% individu yang akan terinfeksi dengan populasi terinfeksi awal 5%. Pada skenario yang berdasarkan tingkat transmisi dan pemulihan terakhir pada periode 25 Agustus 2021 s.d. 09 September 2021, didapatkan hasil tingkat infeksi sekitar 8,63% yang berarti laju vaksinasi sudah cukup untuk menghasilkan herd immunity. Simpulan tersebut berdasarkan asumsi bahwa individu yang telah divaksinasi dan telah sembuh tidak akan terinfeksi kembali atau dapat menularkan kembali (carrier) COVID-19 kepada individu lain dan tingkat vaksinasi tetap dapat terjaga secara konstan.
Simulasi Infeksi COVID-19 untuk Menunjang Aturan
Work-from-Office berbasis Model SIRV
Evangelion
Fahmi Noor Fiqri
Program Studi Ilmu Komputer
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Pakuan
Kabupaten Bogor, Jawa Barat
fahmi.065118116@unpak.ac.id
AbstrakPandemi COVID-19 masih menjadi salah satu
topik hangat karena banyak perubahan signifikan yang harus
dilakukan oleh masyarakat untuk dapat menekan pandemi ini,
salah satunya adalah kebijakan kerja dari rumah atau WFH.
Pandemi yang telah berlangsung sejak akhir 2019 ini dirasa
mulai mereda setelah dilakukan berbagai upaya oleh
pemerintah seperti pemberlakuan PPKM dan WFH dan dirasa
sudah waktunya untuk mulai kembali melakukan kerja dari
kantor atau WFO. Berdasarkan hasil simulasi menggunakan
model SIRV, pada skenario dengan tingkat infeksi yang tinggi
pada periode 13 Juli 2021 s.d. 21 Juli 2021, dengan kecepatan
vaksinasi saat ini tidak akan cukup untuk menekan naiknya
tingkat infeksi virus COVID-19 dengan kemungkinan terjadi
kenaikan hingga 717,23%% individu yang akan terinfeksi
dengan populasi terinfeksi awal 5%. Pada skenario yang
berdasarkan tingkat transmisi dan pemulihan terakhir pada
periode 25 Agustus 2021 s.d. 09 September 2021, didapatkan
hasil tingkat infeksi sekitar 8,63% yang berarti laju vaksinasi
sudah cukup untuk menghasilkan herd immunity. Simpulan
tersebut berdasarkan asumsi bahwa individu yang telah
divaksinasi dan telah sembuh tidak akan terinfeksi kembali
atau dapat menularkan kembali (carrier) COVID-19 kepada
individu lain dan tingkat vaksinasi tetap dapat terjaga secara
konstan.
Kata Kunci: COVID-19, simulasi, SIRV.
I. PENDAHULUAN
Pada tahun 2021 ini dunia masih dihebohkan oleh
fenomena COVID-19 yang telah berlangsung sejak 18
Desember 2019 dan menyebabkan banyak korban jiwa [1].
COVID-19 merupakan penyakit pernapasan yang berasal dari
Wuhan, Cina dan memiliki simtom yang mirip seperti
penyakit influenza seperti demam, batuk kering dan berdahak,
serta sulit bernafas atau sesak nafas [2]. Dari segi fatalitas,
COVID-19 memiliki tingkat kematian sebesar 16,9% dan
5,8% pada influenza [3].
Saat ini pandemi COVID-19 sudah berlangsung selama
hampir dua tahun. Banyak terjadi perubahan sosial yang jika
tidak dilakukan perubahan untuk mengadaptasi pola hidup
normal baru. Berbagai usaha preventif telah dilakukan oleh
pemerintah untuk menurunkan tingkat infeksi dan fatalitas
yang disebabkan oleh pandemi COVID-19, seperti
pemberlakuan physical distancing dan aturan Pemberlakuan
Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) [4].
Untuk membantu mengurangi angka kematian dan infeksi
COVID-19, selain peraturan untuk melakukan physical
distancing, pemerintah juga melakukan usaha vaksinasi untuk
mencegah infeksi virus pada masyarakat. Saat ini terdapat
lima merek vaksin yang marak digunakan di Indonesia, yaitu
Sinopharm, CanSino, Moderna, AstraZeneca, dan Sinovac
[5]. Dengan melakukan vaksinasi, masyarakat diharapkan
dapat lebih tahan dari infeksi virus dan mengurangi gejala
yang ditimbulkan oleh virus apabila terinfeksi.
Banyak sekolah, kantor, dan pasar sekarang sudah beralih
mengadopsi sistem kerja menjadi work from home (WFH).
Meskipun pada kasus-kasus tertentu penerapan WFH dapat
menggantikan sistem kerja work from office (WFO), tetapi
banyak pekerjaan yang mewajibkan pekerja untuk tetap hadir
di tempat untuk memenuhi kewajibannya. Pemberlakuan
aturan WFO ini menjadi sebuah tantangan baru khususnya
bagi siswa sekolah karena proses kegiatan belajar menjadi
kurang efektif karena tidak terjadi interaksi secara langsung
antara siswa dan guru dan pekerja khususnya pedagang yang
utamanya berinteraksi dengan pembeli secara langsung.
Dengan pemberlakuan PPKM yang sudah cukup lama dan
meningkatnya jumlah warga yang telah divaksinasi,
pengembalian sistem WFO menjadi salah satu strategi untuk
mengembalikan produktivitas masyarakat. Untuk dapat
mengambil keputusan untuk mengembalikan skema kerja
dari WFH ke WFO tentu akan membutuhkan kajian yang
mendalam untuk mencegah agar usaha-usaha yang telah
dilakukan oleh masyarakat dan pemerintah untuk
menanggulangi COVID-19 tidak menjadi sia-sia.
Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk
mengangkat penelitian untuk membuat model simulasi untuk
mengetahui berapa persentase masyarakat yang mungkin akan
terinfeksi COVID-19 apabila dilakukan skema kerja WFO.
II. PEMBAHASAN
A. COVID-19
COVID-19 merupakan virus jenis baru dari famili
coronavirus (SARS-CoV-2) yang mulai menyebar pada akhir
2019 [2]. Virus ini pertama kali ditemukan di Wuhan, Cina.
Sumber kontaminasi diduga berasal dari hewan, utamanya
kelelawar dan vektor lain seperti tikus, unta, dan musang.
Simtom umum yang menandai gejala infeksi di antaranya
adalah demam, batuk, dan kesulitan bernafas. Simtom klinis
dari infeksi virus ini adalah penumonia. World Health
Organization (WHO) menyatakan bahwa COVID-19
memiliki Basic Reproductive Rate (R0) antara 2-4 [6],
sedangkan influenza musiman memiliki median R0 antara
1,19-1,37 [7] yang berarti COVID-19 dapat menular lebih
cepat dibandingkan influenza.
Tercatat per tanggal 10 September 2021 terdapat 118.534
kasus aktif (2,85%), 3.901.766 sembuh (93,82%%), dan
138.431 meninggal dunia (3,33%) dari total kasus yang telah
tercatat di Indonesia sebanyak 4.158.731 kasus [8]. Secara
umum terjadi penurunan 63.73% kasus aktif dibandingkan
dengan penelitian sebelumnya [9]. Penurunan kasus aktif ini
menjadi salah satu motivasi untuk memberlakukan kembali
kebijakan work from office (WFO) setelah diberlakukannya
work from home (WFH) sebagai upaya menekan kasus
terinfeksi COVID-19.
B. Model SIRV
Model SIRV (Susceptible – InfectiousRecovered
Vaccinated) merupakan perkembangan dari model SIR
(Susceptible – Infectious – Removed). Model SIR merupakan
salah satu model kompartemen sederhana untuk memodelkan
epidemi [10]. Model SIR terdiri atas tiga komponen, yaitu:
Susceptible (S), merepresentasikan jumlah individu
yang memiliki risiko terinfeksi. Saat individu yang
terinfeksi mengalami kontak dengan orang yang
susceptible, maka individu tersebut akan pindah ke
kompartemen terinfeksi.
Infectious (I), merepresentasikan individu yang telah
terinfeksi dan dapat menginfeksi individu yang
susceptible.
Removed (R), merepresentasikan individu yang
pernah terinfeksi dan dibuang dari kompartemen
terinfeksi, karena sembuh dan mendapat imunitas
atau meninggal dunia.
Gambar 1. Model Kompartemen SIR.
Secara umum, model SIR memiliki hubungan yang
konstan antara kompartemen S, I, dan R terhadap populasi.
Artinya, pada model SIR jumlah individu pada setiap
kompartemen akan selalu sama dengan banyaknya populasi
seperti formulasi yang terdapat pada Persamaan (1).
()+()+()=(1)
Tiap-tiap komponen pada model SIR merupakan fungsi
yang terikat waktu dengan variabel adalah tingkat transmisi
dan adalah invers dari lamanya waktu untuk pulih. Model
SIR kemudian dapat diformulasikan seperti pada Persamaan
(2), (3), dan (4).

 =
(2)

 =
 (3)

 = (4)
Senada seperti penjelasan sebelumnya, model SIRV juga
merupakan model untuk melakukan simulasi epidemi dengan
menambahkan satu kompartemen baru, yaitu Vaccinated (V).
Kompartemen ini merepresentasikan populasi individu yang
telah mendapat vaksinasi dan memiliki imunitas sehingga
tidak akan terinfeksi.
Gambar 2. Model Kompartemen SIRV.
Pada model SIRV, untuk memodelkan kompartemen
Vaccinated, terdapat variabel tambahan yaitu v yang
merepresentasikan tingkat vaksinasi. Dengan menambah
variabel v, model SIRV dapat diformulasikan seperti pada
Persamaan (5), (6), (7), dan (8).

 =()
 ()(5)

 =()
 ()(6)

 =()(7)

 =()(8)
C. Regresi Linier
Regresi linier merupakan persamaan matematis yang
memungkinkan untuk meramalkan nilai-nilai suatu variabel
tak bebas dari nilai-nilai suatu variabel bebas [11]. Pada
regresi linier satu variabel, persamaan regresi linier
merupakan persamaan garis lurus. Secara umum persamaan
untuk regresi linier satu variabel terdapat pada Persamaan (9).
= +(9)
Pada Persamaan (9), variabel adalah koefisien atau
gradien dari garis regresi, variabel merupakan tebakan awal
ketika variabel dependen = 0 , dan variabel adalah
prediksi dari variabel bebas. Pada kasus ini, koefisien akan
digunakan sebagai tingkat vaksinasi.
Untuk mengestimasi koefisien pada regresi linier, berlaku
Persamaan (10) dan (11) sebagai berikut.
= ()()
()(10)
=   (11)
Selain persamaan garis regresi, untuk mengukur seberapa
baik garis regresi untuk mengestimasi variabel dependen dari
variabel bebas dan mengukur seberapa besar korelasi antara
dua variabel tersebut, dapat digunakan persamaan koefisien
korelasi Pearson seperti yang terdapat pada Persamaan (12).
=  
(())(())(12)
Koefisien korelasi Pearson () berada pada interval 1
  1, nilai korelasi yang sama dengan nol berarti tidak
terdapat korelasi linier antara dua variabel peubah.
D. Mobilitas Penduduk
Mobilitas penduduk secara umum dapat didefinisikan
sebagai berpindahnya seseorang dari daerah A ke daerah B
pada suatu periode waktu tertentu [12]. Tingkat mobilitas ini
dipengaruhi oleh jumlah, komposisi, dan pertumbuhan
penduduk. Pada konteks ini mobilitas penduduk mencakup
pada aktivitas masyarakat sehari-hari seperti pergi keluar
rumah untuk membeli barang untuk memenuhi kebutuhan
hidup, bekerja, maupun aktivitas lainnya.
Mobilitas masyarakat ini memiliki hubungan yang erat
terhadap penyebaran virus COVID-19 karena dengan semakin
tingginya mobilitas penduduk, maka virus ini akan lebih cepat
menyebar melalui droplet ketika seseorang batuk atau bersin
[2]. Oleh sebab itu, mobilitas penduduk merupakan salah satu
indikator untuk mengukur bagaimana pandemi COVID-19 ini
akan berlanjut di kemudian hari. Selain itu, mobilitas ini akan
secara langsung memengaruhi nilai dari variabel-variabel
pada model SIRV, yaitu tingkat transmisi dan lamanya waktu
untuk pulih.
E. Vaksinasi
Vaksinasi merupakan upaya persiapan biologis yang
menyediakan imunitas aktif yang didapatkan melalui vaksin
terhadap suatu penyakit tertentu [13]. Hal ini dapat terjadi
karena vaksin dapat berisi material virus atau bakteri yang
dapat memicu reaksi sistem kekebalan (imun) tubuh untuk
membentuk antibodi dan menciptakan kekebalan terhadap
virus tersebut di kemudian hari [14].
Metode vaksinasi merupakan cara aman untuk
mendapatkan kekebalan tubuh tanpa harus terinfeksi terlebih
dahulu oleh virus untuk mendapatkan kekebalan sehingga
vaksinasi menjadi pilihan preventif yang utama terhadap
infeksi virus. Secara umum balita akan mendapatkan
vaksinasi mulai usia 0 s.d. 18 tahun untuk membentuk
imunitas terhadap penyakit seperti polio, BCG, hepatitis, dan
influenza [15].
Vaksinasi dipandang menjadi salah satu solusi untuk
menekan jumlah kasus infeksi COVID-19. Saat ini terdapat
lima merek vaksin yang marak digunakan di Indonesia, yaitu
Sinopharm, CanSino, Moderna, AstraZeneca, dan Sinovac
[5]. Per tanggal 5 September 2021 tercatat 66.781.416 orang
sudah vaksinasi pertama dan 38.222.022 orang sudah
vaksinasi kedua. Pada pemodelan menggunakan model SIRV
ini individu yang telah divaksinasi dianggap memiliki
imunitas sehingga tidak akan terinfeksi oleh COVID-19.
Sifat populasi yang menjadi kebal atau mengurangi jumlah
infeksi suatu penyakit ketika jumlah populasi yang sudah
divaksinasi mencapai titik tertentu disebut sebagai herd
immunity [16]. Sifat herd immunity ini akan menjadi salah satu
parameter penting dalam simulasi menggunakan model SIRV
ini, karena pada model ini orang yang sudah divaksinasi
dianggap tidak akan bisa terinfeksi dan tidak dapat
mentransmisikan penyakit kepada individu lainnya.
F. Data Mining
Data mining merupakan metode-metode yang digunakan
untuk mengekstrak informasi dari data dalam jumlah besar
[17]. Metode data mining dikenal juga sebagai knowledge
discovery in database (KDD). Metode ini merupakan salah
satu metode analisis data yang lazim digunakan untuk
mengekstrak informasi dari dalam data.
Gambar 3. Proses Data Mining.
Tahapan pada proses data mining ini terbagi menjadi
beberapa proses, yaitu:
1. Seleksi Data
Tahap awal dari proses data mining adalah seleksi data
yang dilakukan untuk menyiapkan data dari basis data ke
berkas terpisah untuk dianalisis.
2. Praproses Data
Sebelum proses data mining dapat dilakukan, data perlu
dibersihkan terlebih dahulu seperti membuang
inkonsistensi data, noise, duplikasi data, normalisasi, dan
memperbaiki kesalahan data.
3. Transformasi
Transformasi data dilakukan untuk mengubah format data
agar dapat digunakan dan sesuai dengan metode data
mining yang akan dilakukan.
4. Data Mining
Setelah data siap digunakan, tahap selanjutnya adalah
melakukan data mining berupa estimasi parameter dari
basis data COVID-19 dan melakukan simulasi
menggunakan model SIRV.
5. Interpretasi/Evaluasi
Hasil simulasi kemudian divisualisasikan menjadi grafik-
grafik dan tabel-tabel sebagai insight.
III. HASIL DAN DISKUSI
Berdasarkan data kasus COVID-19 yang didapatkan dari
Kawal Covid-19 [8], akan diamati data deret waktu kasus
COVID-19 beserta vaksinasi di Indonesia yang tercatat mulai
pada 27 Januari 2021 s.d. 5 September 2021 untuk
menentukan tingkat transmisi virus, kecepatan pemulihan
pasien terinfeksi dan kecepatan vaksinasi.
Gambar 4. Grafik Kasus Harian COVID-19.
Pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa dibandingkan dengan
periode sebelumnya pada 31 Juli 2021 s.d. 20 Agustus 2021
dan 20 Agustus 2021 s.d. 10 September 2021, terjadi tren
penurunan kasus harian COVID-19. Hal ini menjadi salah satu
pendukung keputusan untuk mengembalikan skema WFO.
Akan tetapi, tren yang mulai turun ini bukan menjadi satu-
satunya parameter untuk melonggarkan atau mengubah skema
kerja menjadi WFO kembali. Data mobilitas, tingkat transmisi
virus, pemulihan pasien yang terinfeksi, dan tingkat kecepatan
vaksinasi beserta faktor lainnya harus diperhitungkan matang-
matang sebelum membuat keputusan yang signifikan.
A. Mobilitas Penduduk
Mobilitas penduduk merupakan salah satu indikator untuk
melacak bagaimana aktivitas masyarakat selama pandemi
COVID-19 berlangsung. Informasi ini dapat memberikan
gambaran alasan masyarakat bepergian dan bagaimana
hubungannya degan jumlah kasus aktif COVID-19. Data
mobilitas yang digunakan pada penelitian ini bersumber dari
Google Mobility Index [18]. Secara umum daya yang
disajikan merupakan perubahan berupa presentasi maupun
jumlah volume pencarian nama lokasi melalui mesin pencari
Google, sehingga data yang disajikan mungkin tidak
representatif untuk menggambarkan mobilitas masyarakat
secara nyata.
Gambar 5. Indeks Mobilitas Google (Harian).
Berdasarkan data indeks mobilitas yang diterbitkan oleh
Google, secara umum terjadi kenaikan pada lokasi
retail/rekreasi, pusat perbelanjaan/farmasi, stasiun
transportasi, dan tempat kerja [18]. Kenaikan pada mobilitas
ke tempat kerja kemungkinan disebabkan oleh beberapa
perusahaan yang sudah mulai menerapkan WFO secara
bergiliran dan terbatas bagi karyawannya.
B. Estimasi Parameter SIRV
Sebelum simulasi dapat dilakukan, parameter model SIRV
yaitu ,, dan harus ditentukan terlebih dahulu. Untuk
mengestimasi parameter dan , digunakan data dari
agregasi dari beberapa sumber [19][21] dan untuk
mengestimasi parameter , digunakan data vaksinasi pertama
dari Kawal Covid-19 [8].
Gambar 6. Grafik Estimasi , dan .
Berdasarkan hasil estimasi, peneliti mengambil dua titik
data pada grafik estimasi dan sebagai pembanding
simulasi. Hal ini bertujuan untuk membandingkan kondisi
paling parah ketika terjadi lonjakan infeksi COVID-19 pada
periode 13 Juli 2021 sampai dengan 21 Juli 2021 (skenario I)
dan kondisi terakhir pada 25 Agustus 2021 sampai dengan 09
September 2021 (skenario II). Untuk parameter , akan
digunakan koefisien regresi linier dari data vaksinasi
pertama yang akan digunakan pada kedua skenario.
Didapatkan nilai = 0,891 yang menandakan terdapat
hubungan korelasi positif yang kuat antara waktu dan tingkat
vaksinasi.
Skenario
I
0.156533
0.018125
0.0041
II
0.037300
0.092772
0.0041
Tabel 1. Tabel Variabel SIRV.
C. Skenario Simulasi
Skenario simulasi dirancang untuk menentukan berapa
jumlah populasi yang optimal dalam suatu lokasi tertentu
untuk meminimalisasi jumlah individu terinfeksi. Pada kasus
ini akan diambil sampel skenario pada pusat perbelanjaan
[22], [23].
Simulasi
Skenario
Infeksi Awal
1
I, II
5%
2
I, II
5%
3
I, II
5%
4
II
5%
5
II
5%
6
II
5%
Tabel 2. Tabel Skenario Simulasi.
Simulasi akan dilakukan berdasarkan beberapa rancangan
skenario, pada simulasi yang memiliki dua skenario, simulasi
akan digunakan sebagai pembanding. Target yang ingin
dicapai adalah mencari berapa jumlah populasi yang aman
untuk menekan tingkat infeksi COVID-19 tetapi
memperbolehkan sebanyak mungkin individu agar dapat
berkumpul di suatu tempat untuk bekerja secara WFO.
D. Simulasi SIRV
Simulasi dilakukan selama 100 hari berdasarkan skenario
yang telah ditentukan sebelumnya. Beberapa simulasi tidak
mencapai akhir infeksi nol, sehingga total infeksi mungkin
lebih besar daripada yang dilaporkan pada tabel. Hasil
simulasi beberapa skenario model SIRV dapat dilihat pada
Tabel 3. Untuk memudahkan penamaan simulasi, setiap
simulasi diberi kode yang terdiri atas tiga komponen yaitu
nomor simulasi (SIM1, SIM2, dst.), skenario (S1, S2), dan
jumlah populasi (dalam ribuan, 7, 11, dst.).
Simulasi
Infeksi
Awal
Puncak
Infeksi
Total
Terinfeksi
Kenaikan
Infeksi
SIM1-
S1-P7
325
(4,64%)
1.147
2.656
(37,94%)*
717,23%%
SIM1-
S2-P7
325
(4,64%)
325
390
(5,57%)
20%
SIM2-
S1-P11
525
(4,77%)
1.358
3.371
(30.65%)*
542,10%
SIM2-
S2-P11
525
(4,77%)
525
582
(5.29%)
10,86%
SIM3-
S1-P30
1.421
(4,74%)
2.072
5.380
(17,93%)*
287,61%
SIM3-
S2-P30
1.421
(4,74%)
1.421
1.557
(5,19%)
9,57%
SIM4-
S2-P65
3.185
(4.9%)
3.185
3.329
(5,12%)
4,52%
SIM5-
S2-P85
4.165
(4.9%)
4.165
4.289
(5,05%)
2,98%
SIM6-
S2-P120
5.925
(4.94%)
5.925
6.152
(5,13%)
3,83%
Tabel 3. Tabel Hasil Simulasi Model SIRV.
*) Simulasi belum mencapai kondisi tidak ada infeksi baru.
**) Kenaikan infeksi dibandingkan dari infeksi awal dengan total infeksi.
Gambar 7. Grafik Simulasi Infeksi.
Pada simulasi menggunakan skenario I (SIM1-S1, SIM2-
S1, dan S3-S1), tingkat infeksi cenderung tinggi hingga
mencapai kenaikan sebesar 717,23%% pada simulasi 1.
Dibandingkan dengan simulasi menggunakan skenario II,
tingkat infeksi cenderung rendah di bawah rata-rata 8,63%
pada semua simulasi. Perbedaan ini disebabkan karena tingkat
transmisi virus yang berbeda seperti yang dijelaskan pada
bagian C. Skenario Simulasi.
Gambar 8. Visualisasi Simulasi 1, Skenario 1, Populasi 7000.
Gambar 9. Visualisasi Simulasi 1, Skenario 2, Populasi 7000.
Merujuk pada hasil simulasi menggunakan skenario II
yang menggunakan nilai variabel ,, dan berdasarkan
periode terakhir pada data di bulan September, semakin
banyak jumlah populasi, maka tingkat infeksinya semakin
rendah. Hal ini disebabkan oleh sifat model SIRV yang
digunakan, saat individu telah masuk ke dalam kompartemen
Vaccinated, maka individu tersebut tidak akan bisa masuk ke
kompartemen Infected.
Hal ini berarti individu yang telah divaksinasi memiliki
imunitas terhadap virus tersebut dan tidak akan
mentransmisikan virus kepada individu lainnya. Dengan kata
lain, individu yang telah mendapat vaksinasi akan
menghasilkan herd immunity, sehingga semakin banyak
populasi yang sudah divaksinasi, maka jumlah individu yang
terinfeksi akan semakin rendah pula.
Hasil dari model ini valid apabila asumsi individu yang
sudah divaksinasi tidak dapat terinfeksi virus kembali,
individu tersebut tidak akan mentransmisikan kembali virus
kepada individu lainnya, dan tingkat vaksinasi terus konstan
dan tidak berkurang. Selain itu tingkat vaksinasi yang
digunakan pada simulasi ini berdasarkan tingkat vaksinasi
pertama, hal ini dipilih karena tidak terdapat cukup data
vaksinasi kedua sebagai landasan untuk menentukan laju
tingkat vaksinasi.
IV. SIMPULAN
Pandemi COVID-19 yang telah berlangsung sejak akhir
2019 di Indonesia telah memakan banyak korban dan
pemerintah sampai saat ini terus memberlakukan berbagai
upaya untuk menanggulangi fenomena ini. Beberapa metode
penanggulangan COVID-19 seperti pemberlakuan aturan
physical distancing, PPKM, dan vaksinasi merupakan
beberapa contoh upaya yang dilakukan oleh masyarakat dan
pemerintah untuk menekan jumlah kasus aktif COVID-19
hingga saat ini. Selain itu, beberapa kebijakan pemerintah
seperti PPKM menyebabkan perubahan drastis pada pola
hidup masyarakat seperti penerapan pola work from home
(WFH) bagi karyawan dan siswa.
Semenjak awal COVID-19 ini dimulai pada akhir 2019
lalu, berbagai usaha untuk menanggulangi COVID-19 telah
diberlakukan dan salah satu program yang menjadi perhatian
adalah vaksinasi. Dibandingkan pada awal pandemi COVID-
19 dan beberapa bulan terakhir, saat ini sudah terjadi
penurunan kasus aktif dan masyarakat sudah dapat
beradaptasi dengan kehidupan normal baru.
Salah satu perubahan yang menjadi perhatian adalah
pelonggaran aturan WFH untuk memperbolehkan tenaga
kerja untuk kembali bekerja ke tempat kerja atau WFO.
Pemberlakuan WFH ini merupakan salah satu usaha untuk
menekan jumlah kasus COVID-19. Akan tetapi setelah
pandemi ini sudah berjalan cukup lama dan jumlah kasus aktif
COVID-19 sudah mulai berkurang, pemerintah mulai
mempertimbangkan untuk memperbolehkan kembali WFO.
Berdasarkan hasil simulasi menggunakan variabel tingkat
transmisi, waktu pemulihan pasien terinfeksi, dan tingkat
kecepatan vaksinasi masyarakat, didapatkan pada kondisi
tingkat infeksi tinggi (skenario I) vaksinasi yang dilakukan
tidak cukup cepat untuk menekan transmisi virus, sehingga
banyak individu yang akan terinfeksi hingga mencapai total
infeksi tertinggi pada simulasi 1 yang mencapai kenaikan
hingga 717,23%. Sedangkan pada simulasi menggunakan
kondisi terakhir COVID-19 (skenario II) didapatkan bahwa
sebesar 8,63% individu dari populasi akan terinfeksi oleh
COVID-19 karena kemungkinan terbentuknya herd immunity
yang menekan jumlah individu terinfeksi.
Simulasi tersebut berdasarkan asumsi bahwa individu
yang telah divaksinasi dan telah sembuh tidak akan terinfeksi
kembali atau dapat menularkan kembali (carrier) COVID-19
kepada individu lain dan tingkat vaksinasi tetap dapat terjaga
secara konstan. Masih diperlukan kajian lebih dalam untuk
menambahkan faktor-faktor eksternal lain yang memengaruhi
transmisi virus COVID-19 dengan lebih sempurna.
TENTANG PENULIS
Penulis merupakan seorang mahasiswa di Universitas
Pakuan program studi Ilmu Komputer Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam yang sekarang sedang
mengerjakan studi di semester 7. Penulis tertarik pada bidang
pemrograman khususnya cloud computing, cloud
infrastrucure, backend, C#, dan data science.
Semua data dan kode yang digunakan pada penelitian ini
dapat diakses di https://github.com/fahminlb33/datathon-ai-
2021.
DAFTAR PUSTAKA
[1] A. Susilo dkk., “Coronavirus Disease 2019: Tinjauan Literatur
Terkini,” Jurnal Penyakit Dalam Indonesia, vol. 1, no. 7, hlm. 45–
67, 2020.
[2] Y. Yuliana, “Corona virus diseases (Covid-19): Sebuah tinjauan
literatur,” Wellness And Healthy Magazine, vol. 2, no. 1, Art. no. 1,
Mar 2020, doi: 10.30604/well.95212020.
[3] L. Piroth dkk., “Comparison of the characteristics, morbidity, and
mortality of COVID-19 and seasonal influenza: a nationwide,
population-based retrospective cohort study,” The Lancet
Respiratory Medicine, vol. 9, no. 3, hlm. 251–259, Mar 2021, doi:
10.1016/S2213-2600(20)30527-0.
[4] Indonesia, “PPKM Level 4, 3 dan 2 di Pulau Jawa dan Bali
Diperpanjang (17-23 Agustus 2021),” Satuan Tugas Penanganan
COVID-19, Agu 17, 2021. https://covid19.go.id/edukasi/masyarakat-
umum/ppkm-level-4-3-dan-2-di-pulau-jawa-dan-bali-diperpanjang-
17-23-agustus-2021 (diakses Agu 21, 2021).
[5] H. K. N. Sumartiningtyas, “5 Vaksin Covid-19 yang Akan
Digunakan di Indonesia dan Perbedaannya Halaman all,”
KOMPAS.com, Mei 18, 2021.
https://www.kompas.com/sains/read/2021/05/18/160100823/5-
vaksin-covid-19-yang-akan-digunakan-di-indonesia-dan-
perbedaannya (diakses Agu 21, 2021).
[6] WHO, “COVID-19 - a global pandemic,” Jun 2020. [Daring].
Tersedia pada: https://www.who.int/docs/default-
source/coronaviruse/risk-comms-updates/update-28-covid-19-what-
we-know-may-2020.pdf
[7] M. Biggerstaff, S. Cauchemez, C. Reed, M. Gambhir, dan L. Finelli,
“Estimates of the reproduction number for seasonal, pandemic, and
zoonotic influenza: a systematic review of the literature,” BMC
Infectious Diseases, vol. 14, no. 1, hlm. 480, Sep 2014, doi:
10.1186/1471-2334-14-480.
[8] Kawal Covid-19, “COVID-19 di Indonesia.” Kementerian Riset dan
Teknologi - Badan Riset dan Inovasi Nasional Republik Indonesia,
Agu 20, 2021. Diakses: Agu 20, 2021. [Daring]. Tersedia pada:
https://sinta.ristekbrin.go.id/covid/datasets
[9] F. N. Fiqri, “Kapan PPKM Bisa Dihentikan? Studi Mobilitas
Masyarakat dan Forecasting Tingkat Vaksinasi menggunakan Model
Exponential Smoothing,” Agu 2021.
[10] M. Kröger dan R. Schlickeiser, “Analytical solution of the SIR-
model for the temporal evolution of epidemics. Part A: time-
independent reproduction factor,” J. Phys. A: Math. Theor., vol. 53,
no. 50, hlm. 505601, Nov 2020, doi: 10.1088/1751-8121/abc65d.
[11] R. E. Walpole dan Bambang. I. Sumatri, Pengantar statistika.
Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, 1992.
[12] M. A. S. S. Djoko dkk., Mobilitas Penduduk Dan Bonus Demografi.
UNPAD PRESS, 2017.
[13] Iowa Administrative Code, “Expanded Practice Standards.” 2019.
Diakses: Agu 21, 2021. [Daring]. Tersedia pada:
https://www.legis.iowa.gov/docs/iac/rule/657.39.11.pdf
[14] NIH, “Overview of the Immune System,” National Institute of
Allergy and Infectious Disease, 2013.
https://www.niaid.nih.gov/research/immune-system-overview
(diakses Agu 21, 2021).
[15] R. Herliafifah, “Jadwal Imunisasi Anak Tahun 2020 untuk Bayi dan
Anak Usia 0-18 Tahun,” Hello Sehat, Apr 26, 2021.
https://hellosehat.com/parenting/kesehatan-anak/imunisasi/jadwal-
imunisasi-bayi-anak/ (diakses Agu 21, 2021).
[16] P. Fine, K. Eames, dan D. L. Heymann, “‘Herd Immunity’: A Rough
Guide,” Clinical Infectious Diseases, vol. 52, no. 7, hlm. 911–916,
Apr 2011, doi: 10.1093/cid/cir007.
[17] R. S. J. d. Baker, “Data Mining,” dalam International Encyclopedia
of Education (Third Edition), P. Peterson, E. Baker, dan B. McGaw,
Ed. Oxford: Elsevier, 2010, hlm. 112–118. doi: 10.1016/B978-0-08-
044894-7.01318-X.
[18] Google, “COVID-19 Community Mobility Report,” Google, Agu 20,
2021. https://www.google.com/covid19/mobility?hl=id (diakses Agu
20, 2021).
[19] L. R.-G. Hannah Ritchie, Edouard Mathieu Cameron Appel, Charlie
Giattino, Esteban Ortiz-Ospina, Joe Hasell, Bobbie Macdonald,
Diana Beltekian dan M. Roser, “Coronavirus pandemic (COVID-
19),” Our World in Data, 2020.
[20] E. Guidotti dan D. Ardia, “COVID-19 data hub,” Journal of Open
Source Software, vol. 5, no. 51, hlm. 2376, 2020, doi:
10.21105/joss.02376.
[21] O. Wahltinez dan others, “COVID-19 Open-Data: curating a fine-
grained, global-scale data repository for SARS-CoV-2,” 2020,
[Daring]. Tersedia pada: https://goo.gle/covid-19-open-data
[22] A. S. B. Putra, “PUSAT PERBELANJAAN BERBASIS
CITYWALK DI SOLO BARU,” other, UNIKA
SOEGIJAPRANATA SEMARANG, 2019. doi:
10/14.A1.0038%20ANDRY%20SEPTIAN%20BAYU%20PUTRA
%20%287.75%29..pdf%20DAPUS.pdf.
[23] G. Mediatama, “APPBI : Rerata kunjungan mall capai 30.000 orang
per hari,” kontan.co.id, Apr 12, 2018.
https://industri.kontan.co.id/news/appbi-rerata-kunjungan-mall-
capai-30000-orang-per-hari (diakses Sep 10, 2021).
ResearchGate has not been able to resolve any citations for this publication.
Research
Full-text available
Pandemi COVID-19 yang telah berlangsung sejak akhir 2019 di Indonesia telah memakan banyak korban dan pemerintah sampai saat ini terus memberlakukan berbagai upaya untuk menanggulangi fenomena ini. Pandemi ini menyebabkan banyak perubahan dalam pola hidup masyarakat seperti pemberlakuan PPKM dan WFH bagi karyawan dan siswa. Meskipun demikian pandemi COVID-19 sampai saat ini masih berlangsung dan perlu dilakukan tindakan preventif untuk semakin menekan jumlah korban jiwa karena COVID-19. Vaksinasi merupakan salah satu metode preventif untuk mencegah lebih banyak korban jiwa dengan cara memberikan kekebalan tubuh untuk mencegah infeksi atau meringankan gejala apabila terinfeksi di kemudian hari. Dengan asumsi bahwa 50% warga Indonesia sudah mendapat vaksinasi lengkap, diharapkan aturan PPKM bisa diangkat dan masyarakat dapat kembali beraktivitas seperti biasa. Berdasarkan hasil forecasting didapatkan bahwa per 11 Maret 2022 diharapkan 50% populasi Indonesia atau 135.113.897 orang telah mendapat vaksinasi lengkap sebanyak dua dosis. Prediksi ini memiliki selang kepercayaan yang besar sehingga sangat mungkin hasil prediksi bisa di luar realisasi dan model yang digunakan tidak sepenuhnya menguantifikasi faktor-faktor eksternal seperti jumlah ketersediaan vaksin, kecepatan pelayanan vaksinasi, dan faktor-faktor eksternal lain yang berkontribusi terhadap tingkat vaksinasi kedua COVID-19.
Article
Full-text available
Coronavirus Disease (Covid-19). In 2020, a new type of coronavirus (SARS-CoV-2) was spread, called a disease called Coronavirus disease 2019 (COVID-19). This virus was discovered in Wuhan, China for the first time and has infected 90,308 people as of March 2, 2020. The number of deaths reached 3,087 people or 6%, the number of patients recovering 45,726 people. This type of single positive RNA strain infects the human respiratory tract and is sensitive to heat and can effectively be activated by chlorine-containing disinfectants. The source of the host is thought to come from animals, especially bats, and other vectors such as bamboo rats, camels and ferrets. Common symptoms include fever, cough and difficulty breathing. Clinical syndrome is divided into uncomplicated, mild pneumonia and severe pneumonia. Specimen examination is taken from the throat swab (nasopharynx and oropharynx) and lower airway (sputum, bronchial rinse, endotracheal aspirate). Isolation was carried out on patients proven to be infected with Covid-19 to prevent wider spread. Abstrak: Penyakit Virus Corona (Covid-19) tahun 2020 merebak virus baru coronavirus jenis baru (SARS-CoV-2) yang penyakitnya disebut Coronavirus disease 2019 (COVID-19). Virus ini ditemukan di Wuhan, China pertama kali dan sudah menginfeksi 90.308 orang per tanggal 2 Maret 2020. Jumlah kematian mencapai 3.087 orang atau 6%, jumlah pasien yang sembuh 45.726 orang. Virus jenis RNA strain tunggal positif ini menginfeksi saluran pernapasan manusia dan bersifat sensitif terhadap panas dan secara efektif dapat diinaktifkan oleh desinfektan mengandung klorin. Sumber host diduga berasal dari hewan terutama kelelawar, dan vektor lain seperti tikus bambu, unta dan musang. Gejala umum berupa demam, batuk dan sulit bernapas. Sindrom klinik terbagi menjadi tanpa komplikasi, pneumonia ringan dan pneumonia berat. Pemeriksaan spesimen diambil dari swab tenggorok (nasofaring dan orofaring) dan saluran napas bawah (sputum, bilasan bronkus, aspirat endotrakeal). Isolasi dilakukan pada pasien terbukti terinfeksi Covid-19 untuk mencegah penyebaran lebih luas.
Article
Full-text available
We revisit the susceptible-infectious-recovered/removed (SIR) model which is one of the simplest compartmental models. Many epidemological models are derivatives of this basic form. While an analytic solution to the SIR model is known in parametric form for the case of a time-independent infection rate, we derive an analytic solution for the more general case of a time-dependent infection rate, that is not limited to a certain range of parameter values. Our approach allows us to derive several exact analytic results characterizing all quantities, and moreover explicit, non-parametric, and accurate analytic approximants for the solution of the SIR model for time-independent infection rates. We relate all parameters of the SIR model to a measurable, usually reported quantity, namely the cumulated number of infected population and its first and second derivatives at an initial time t = 0, where data is assumed to be available. We address the question of how well the differential rate of infections is captured by the Gauss model (GM). To this end we calculate the peak height, width, and position of the bell-shaped rate analytically. We find that the SIR is captured by the GM within a range of times, which we discuss in detail. We prove that the SIR model exhibits an asymptotic behavior at large times that is different from the logistic model, while the difference between the two models still decreases with increasing reproduction factor. This part A of our work treats the original SIR model to hold at all times, while this assumption will be relaxed in part B. Relaxing this assumption allows us to formulate initial conditions incompatible with the original SIR model.
Article
Full-text available
Background: The potential impact of an influenza pandemic can be assessed by calculating a set of transmissibility parameters, the most important being the reproduction number (R), which is defined as the average number of secondary cases generated per typical infectious case. Methods: We conducted a systematic review to summarize published estimates of R for pandemic or seasonal influenza and for novel influenza viruses (e.g. H5N1). We retained and summarized papers that estimated R for pandemic or seasonal influenza or for human infections with novel influenza viruses. Results: The search yielded 567 papers. Ninety-one papers were retained, and an additional twenty papers were identified from the references of the retained papers. Twenty-four studies reported 51 R values for the 1918 pandemic. The median R value for 1918 was 1.80 (interquartile range [IQR]: 1.47-2.27). Six studies reported seven 1957 pandemic R values. The median R value for 1957 was 1.65 (IQR: 1.53-1.70). Four studies reported seven 1968 pandemic R values. The median R value for 1968 was 1.80 (IQR: 1.56-1.85). Fifty-seven studies reported 78 2009 pandemic R values. The median R value for 2009 was 1.46 (IQR: 1.30-1.70) and was similar across the two waves of illness: 1.46 for the first wave and 1.48 for the second wave. Twenty-four studies reported 47 seasonal epidemic R values. The median R value for seasonal influenza was 1.28 (IQR: 1.19-1.37). Four studies reported six novel influenza R values. Four out of six R values were <1. Conclusions: These R values represent the difference between epidemics that are controllable and cause moderate illness and those causing a significant number of illnesses and requiring intensive mitigation strategies to control. Continued monitoring of R during seasonal and novel influenza outbreaks is needed to document its variation before the next pandemic.
Article
Background To date, influenza epidemics have been considered suitable for use as a model for the COVID-19 epidemic, given that they are respiratory diseases with similar modes of transmission. However, data directly comparing the two diseases are scarce. Methods We did a nationwide retrospective cohort study using the French national administrative database (PMSI), which includes discharge summaries for all hospital admissions in France. All patients hospitalised for COVID-19 from March 1 to April 30, 2020, and all patients hospitalised for influenza between Dec 1, 2018, and Feb 28, 2019, were included. The diagnosis of COVID-19 (International Classification of Diseases [10th edition] codes U07.10, U07.11, U07.12, U07.14, or U07.15) or influenza (J09, J10, or J11) comprised primary, related, or associated diagnosis. Comparisons of risk factors, clinical characteristics, and outcomes between patients hospitalised for COVID-19 and influenza were done, with data also stratified by age group. Findings 89 530 patients with COVID-19 and 45 819 patients with influenza were hospitalised in France during the respective study periods. The median age of patients was 68 years (IQR 52–82) for COVID-19 and 71 years (34–84) for influenza. Patients with COVID-19 were more frequently obese or overweight, and more frequently had diabetes, hypertension, and dyslipidaemia than patients with influenza, whereas those with influenza more frequently had heart failure, chronic respiratory disease, cirrhosis, and deficiency anaemia. Patients admitted to hospital with COVID-19 more frequently developed acute respiratory failure, pulmonary embolism, septic shock, or haemorrhagic stroke than patients with influenza, but less frequently developed myocardial infarction or atrial fibrillation. In-hospital mortality was higher in patients with COVID-19 than in patients with influenza (15 104 [16·9%] of 89 530 vs 2640 [5·8%] of 45 819), with a relative risk of death of 2·9 (95% CI 2·8–3·0) and an age-standardised mortality ratio of 2·82. Of the patients hospitalised, the proportion of paediatric patients (<18 years) was smaller for COVID-19 than for influenza (1227 [1·4%] vs 8942 [19·5%]), but a larger proportion of patients younger than 5 years needed intensive care support for COVID-19 than for influenza (14 [2·3%] of 613 vs 65 [0·9%] of 6973). In adolescents (11–17 years), the in-hospital mortality was ten-times higher for COVID-19 than for influenza (five [1·1% of 458 vs one [0·1%] of 804), and patients with COVID-19 were more frequently obese or overweight. Interpretation The presentation of patients with COVID-19 and seasonal influenza requiring hospitalisation differs considerably. Severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 is likely to have a higher potential for respiratory pathogenicity, leading to more respiratory complications and to higher mortality. In children, although the rate of hospitalisation for COVID-19 appears to be lower than for influenza, in-hospital mortality is higher; however, low patient numbers limit this finding. These findings highlight the importance of appropriate preventive measures for COVID-19, as well as the need for a specific vaccine and treatment. Funding French National Research Agency.
Article
The term “herd immunity” is widely used but carries a variety of meanings [1–7]. Some authors use it to describe the proportion immune among individuals in a population. Others use it with reference to a particular threshold proportion of immune individuals that should lead to a decline in incidence of infection. Still others use it to refer to a pattern of immunity that should protect a population from invasion of a new infection. A common implication of the term is that the risk of infection among susceptible individuals in a population is reduced by the presence and proximity of immune individuals (this is sometimes referred to as “indirect protection” or a “herd effect”). We provide brief historical, epidemiologic, theoretical, and pragmatic public health perspectives on this concept.
  • A Susilo
A. Susilo dkk., "Coronavirus Disease 2019: Tinjauan Literatur Terkini," Jurnal Penyakit Dalam Indonesia, vol. 1, no. 7, hlm. 45-67, 2020.
Satuan Tugas Penanganan COVID-19
  • Indonesia
Indonesia, "PPKM Level 4, 3 dan 2 di Pulau Jawa dan Bali Diperpanjang (17-23 Agustus 2021)," Satuan Tugas Penanganan COVID-19, Agu 17, 2021. https://covid19.go.id/edukasi/masyarakatumum/ppkm-level-4-3-dan-2-di-pulau-jawa-dan-bali-diperpanjang-17-23-agustus-2021 (diakses Agu 21, 2021).
5 Vaksin Covid-19 yang Akan Digunakan di Indonesia dan Perbedaannya Halaman all
  • H K N Sumartiningtyas
H. K. N. Sumartiningtyas, "5 Vaksin Covid-19 yang Akan Digunakan di Indonesia dan Perbedaannya Halaman all," KOMPAS.com, Mei 18, 2021. https://www.kompas.com/sains/read/2021/05/18/160100823/5-vaksin-covid-19-yang-akan-digunakan-di-indonesia-danperbedaannya (diakses Agu 21, 2021).
Expanded Practice Standards
  • Iowa Administrative Code
Iowa Administrative Code, "Expanded Practice Standards." 2019. Diakses: Agu 21, 2021. [Daring]. Tersedia pada: https://www.legis.iowa.gov/docs/iac/rule/657.39.11.pdf