Available via license: CC BY 4.0
Content may be subject to copyright.
LAPORAN KASUS
151
Jurnal Penyakit Dalam Indonesia | Vol. 8, No. 3 | September 2021 |
Antraks Kulit di Gunung Kidul, Yogyakarta: Laporan
Kasus
Cutaneous Anthrax in Gunung Kidul, Yogyakarta: A Case Report
Riswanto, Dhani Redhono, Evi Nurhayatun
Sub Bagian Penyakit Tropik dan Infeksi, Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta
Korespondensi:
Riswanto. Jl. Kolonel Sutarto No.132, Jebres, Jebres, Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia. Email: riswanto_interna@yahoo.com
ABSTRAK
Bacillus anthracis merupakan bakteri aerob, gram positif, dan dapat membentuk spora. Manifestasi klinis paling banyak
di kulit. Infeksi biasanya berkembang beberapa hari setelah kontak dengan binatang yang terinfeksi, manifestasi di kulit
berupa borok hitam yang tidak nyeri dan ada pembekakan di sekitar luka. Kasus seorang laki-laki 60 tahun alamat Gunung
Kidul Yogyakarta dengan luka hitam di tengah bengkak di sekitar luka di jari jempol kiri, pada bulan Desember tahun 2019.
Diperiksa antibodi antraks dengan cara ELISA. Pasien diterapi dengan antibiotik setelah didiagnosis. Pasien memiliki riwayat
kontak dengan kambing yang terinfeksi antraks. Kami mempresentasikan kasus ini untuk update kasus tentang antraks
kutaneus. Dengan terapi yang tepat hasil kesembuhannya bagus.
Kata Kunci: Antraks kulit, Bacillus anthracis, Gunung Kidul.
ABSTRACT
Bacillus anthracis is an aerobic, gram-positive, and spore-forming Bacillus species. The most common form of anthrax
infection is the cutaneous form. The infection usually develops several days after exposure to products of infected animals
and manifest as a black sore with severe swelling on the skin. In this report, a 60-year-old man with a black and swollen
lesion on her index nger presented in Gunung Kidul in December 2019. ELISA antibody anthrax serum was performed. The
patient was then treated with antibiotics after diagnosis. This patient had a history of contact with the beef of a slaughtered
sheep. The patient was treated after making a correct and rapid diagnosis and sufcient antibiotic therapy. We presented
this case to update our information about cutaneous anthrax, which are become a current issue again. With appropriate
management, cutaneous anthrax can heal with a good result.
Keywords: Bacillus anthracis, Cutaneus anthrax, Gunung Kidul.
PENDAHULUAN
Angka kejadian antraks di Indonesia cukup nggi
dikarenakan komunitas agrikultural sebagai sektor utama
mata pencaharian. Menurut data Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, pada tahun 2010-2016 dilaporkan
terdapat 172 kasus antraks dan 97% merupakan antraks
kutaneus/antraks kulit terutama pada petani dan
peternak.1 Bacillus anthracis adalah agen penyebab
penyakit zoonosis antraks yang dapat muncul pada kulit,
pencernaan, dan pernapasan pada manusia.2-4 Penyakit
ini sangat umum ditemukan di daerah peternakan domba,
kambing, dan sapi yang merupakan hewan yang paling
umum terkena penyakit ini.5-7
Antraks dibagi menjadi ga kategori sesuai dengan
lokasi masuknya B. anthracis ke dalam tubuh, yaitu
antraks kulit, antraks saluran napas, dan antraks sistem
pencernaan. Bentuk antraks yang paling umum pada
manusia adalah antraks kulit dengan ngkat kejadian
95%.8 Bacillus anthracis itu sendiri telah menjadi salah
satu senjata paling memakan yang digunakan di seluruh
dunia untuk tujuan bioterorisme.9 Penularan penyakit ini
pada manusia terjadi melalui kontak langsung kulit yang
rusak dengan produk hewan atau darah dan pada kasus
yang jarang yaitu melalui serangga.3,5
Seseorang dapat menderita antraks kulit segera
setelah spora antraks masuk ke kulit, biasanya melalui luka.
Oleh karena itu, menangani hewan yang terinfeksi atau
produk hewan yang terkontaminasi dapat menyebabkan
kontaminasi pada manusia. Antraks kulit sebagian besar
dapat dilihat pada kepala, leher, lengan, dan tangan. Hal
ini dianggap sebagai bentuk antraks yang paling dak
berbahaya. Antraks kulit dapat memengaruhi kulit dan
jaringan di sekitar lokasi infeksi, dan infeksi biasanya
berkembang 1 hingga 7 hari setelah paparan.10,11
152 | Jurnal Penyakit Dalam Indonesia | Vol. 8, No. 3 | September 2021
Riswanto, Dhani Redhono, Evi Nurhayatun
Dengan terapi anbiok dini dan tepat, ngkat
kemaan antraks kulit biasanya <1%, tetapi jika dak
dioba, angka kemaan dapat mencapai 20%.10,11 Antraks
kulit dimulai sebagai papula tanpa rasa sakit, gatal, dan
eritematosa, kemudian berubah menjadi vesikel, yang
akhirnya membentuk lesi hitam. Penyakit ini sering dak
menimbulkan rasa sakit tanpa adanya infeksi sekunder.
Sebelumnya telah diperlihatkan bahwa bisul menjadi
kultur-negaf beberapa jam setelah injeksi penisilin
intravena.12 Kadang-kadang, isolasi bakteri dimungkinkan
dalam periode terbatas. Oleh karena itu, terapi anbiok
selama 7-10 hari dianjurkan untuk pemberantasan antraks
kulit.
Arkel ini membahas mengenai sebuah kasus
antraks kulit pada ibu jari tangan. Arkel ini diharapkan
dapat menjadi pembelajaran mengenai diagnosis dan
terapi yang tepat pada kasus antraks kulit.
ILUSTRASI KASUS
Seorang laki-laki berusia 60 tahun, yang nggal
di Gunung Kidul, Yogyakarta mengeluh adanya luka
kehitaman yang dak nyeri pada ibu jari tangan kirinya
sejak lima hari yang lalu, luka juga dirasakan gatal. Terdapat
riwayat wabah antraks di lingkungan tempat nggalnya
sejak satu minggu sebelumnya. Selain itu, pasien juga
sempat menyembelih sapi satu minggu yang lalu.
Tidak terdapat keluhan sesak napas maupun gejala
gastrointesnal. Pada pemeriksaan sik, didapatkan ulkus
hitam di ibu jari tangan kiri dengan pembengkakan dan
pruritus. Pada pemeriksaan ELISA, ditemukan adanya ter
anbodi terhadap antraks yang meningkat hampir ga
kali lipat (10 hari setelah paparan adalah 38 dan 15 hari
setelah paparan menjadi 89).
Pasien ini menjalani terapi anbiok berupa
ciprooxacin 500 mg per oral seap 12 jam selama 7
hari. Selain itu, ia juga mendapatkan parasetamol untuk
mengoba dan menghilangkan rasa sakit yang disebabkan
oleh lukanya. Pada 45 hari evaluasi, terdapat resolusi
komplit dari luka tersebut.
DISKUSI
Penanganan dini dari penderita antraks kulit dapat
dilakukan dengan diagnosis penyakit sedini mungkin.
Diagnosis antraks yaitu dengan deskripsi klinis dan melihat
hubungan epidemiologis dengan kasus atau diduga kasus
hewan atau produk hewani yang terkontaminasi. Jika
seseorang dengan gejala, seper papula tanpa rasa sakit
bersama dengan pruritus yang kadang-kadang dikelilingi
oleh vesikel pada area kulit yang terkena, kita harus
mencurigai penyakit antraks dan dirujuk ke laboratorium.
Lesi kulit pada antraks sebagian besar terjadi pada
lengan dan tangan, diiku oleh wajah dan leher. Infeksi
awalnya muncul sebagai papula gatal, seper gigitan
serangga. Papula membesar selama 1 – 2 hari dan
menghasilkan luka, yang mungkin dikelilingi oleh vesikel.
Lesi berbentuk bulat dan teratur dan berdiameter 1 – 3
cm. Akhirnya, produksi racun oleh bakteri menyebabkan
luka berkembang menjadi eschar hitam bersama dengan
edema. Namun, lesi dan edema dak menimbulkan rasa
sakit. Lesi mengering setelah 1 hingga 2 minggu dan eschar
mulai mengendur, tak lama setelah itu bekas luka diama.
Buk laboratorik sangat penng dalam mendiagnosis
antraks kulit. Untuk dapat didiagnosis sebagai antraks
terkonrmasi, maka harus didapatkan gejala-gejala klinis
antraks disertai salah satu dari: (1) kultur B.anthraxis
posif, (2) adanya angen B. anthracis pada pewarnaan
imunohistokimia menggunakan anbodi monoklonal
dinding sel dan kapsul B. Anthracis, (3) peningkatan ter
anbodi selama periode akut dengan pemeriksaan an-PA
IgG ELISA, dan (4) adanya paparan lingkungan terhadap
antraks dan tes PCR posif.13 Pemeriksaan kultur dan
pewarnaan gram pada biopsi jaringan baik dilakukan pada
antraks kulit, tetapi sensivitas pemeriksaan tersebut
dipengaruhi apakah pasien sudah mendapat anbiok
sebelumnya atau belum. Selain itu, semakin lama durasi
penyakit maka semakin kecil dan lama terapi kemungkinan
untuk mendeteksi B. anthracis. Metode laboratorik lain
seper serologi dan PCR juga merupakan alat diagnosk
(a) (b)
Gambar 1. Tampilan jari pasien sebelum perawatan. (a) 10 hari setelah
kontak; (b) 20 hari setelah kontak
Gambar 2. Tampilan jari pasien setelah perawatan (45 hari
setelah kontak)
153
Jurnal Penyakit Dalam Indonesia | Vol. 8, No. 3 | September 2021 |
Antraks Kulit di Gunung Kidul, Yogyakarta: Laporan Kasus
yang penng pada kasus antraks kulit. PCR merupakan
metode yang sensif dan spesik tetapi dak memberikan
korelasi morfologi dengan hasil.
Pada kasus ini dilakukan pemeriksaan serologi
ter anbodi terhadap antraks dengan metode ELISA.
Metode ini telah divalidasi dan banyak digunakan sebagai
pemeriksaan serodiagnosk untuk surveilans skala besar.
Pemeriksaan ter anbodi terhadap antraks dengan
metode ELISA dipilih karena lebih mudah dilakukan,
terutama pada skala besar seper pada kondisi adanya
wabah.
Angka kemaan untuk antraks kulit yang dak dirawat
dan dirawat masing-masing adalah 10-20% dan <1%.
6,7,12 Pada kasus ini, pasien diberikan terapi ciprooxacin
oral 200 mg ap 12 jam selama 7 hari mengacu pada
CDC Expert Panel Recommendaons for Treatment of
Cutaneus Anthrax 2014 yang menyebutkan bahwa antraks
kulit dapat diberikan orokuinolon oral (ciprooxacin,
levooxacin, dan moxioxacin) dan doxycycline sebagai
agen lini pertama. Clyndamicin dapat diberikan apabila
terdapat kontraindikasi atau dak tersedia. Penicillin dan
amoxicillin juga dapat diberikan apabila isolat diketahui
peka terhadap penicillin. Pemilihan anbiok ini juga
sesuai dengan pedoman yang dikeluarkan Kementerian
Kesehatan RI tentang penyakit antraks, yaitu ciprooxacin,
penicillin, dan doxycycline.
Pencegahan dan pengelolaan antraks pada dasarnya
cukup sederhana. Untuk mencegah berjangkitnya penyakit
zoonosis ini, penyembelihan ternak harus dilakukan
di rumah jagal dibawah pengawasan dokter hewan.
Adanya penurunan jumlah kasus antraks yang dilaporkan
menunjukkan prakk yang baik dalam sistem kesehatan,
khususnya sistem veteriner provinsi.
SIMPULAN
Antraks non-industri yang muncul sebagai akibat
dari penanganan bangkai yang terinfeksi biasanya
bermanifestasi dalam bentuk kulit. Meskipun sangat
umum, namun pelaporan kasus antraks kulit masih
sedikit. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya wabah dan
menyebabkan kerugian baik sik maupun materiil. Dengan
demikian, klinisi harus lebih teli dalam mengenali antraks
kulit sebab dengan penatalaksanaan yang tepat, antraks
kulit dapat sembuh dengan hasil yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Clarasinta C, Soleha TU. Penyakit antraks: ancaman untuk petani
dan peternak. Med J of Lampung Univ. 2017;7(1):158-63.
2. Mallon E, McKee P. Extraordinary case report: cutaneous anthrax.
Am J Dermatopathol. 1997;19:79-82.
3. Terzioğlu A, Aslan G. Ulnar nerve lesion due to cutaneous anthrax.
Ann Plast Surg. 1999;43:644-5.
4. Wylock P, Jaeken R, Deraemaecker R. Anthrax of the hand: Case
report. J Hand Surg Am. 1983;8(5 Pt 1):576-8.
5. Asian G, Terzioglu A. Surgical management of cutaneous anthrax.
Ann Plast Surg. 1998;41:468-70.
6. Çaksen H, Arabaci F, Abuhandan M, Tuncer O, Cesur Y. Cutaneous
anthrax in eastern Turkey. Cus. 2001;67:488-92.
7. Coban YK, Balk O, Boran C. Cutaneous anthrax of the hand and its
reconstrucon with a reverse-ow radial forearm ap. Ann Plast
Surg. 2002;49:109-11.
8. Mandell GL, J.E. Bennet JE, Dolin R Principles and pracce
of infecous diseases (seventh ed.). Philadelphia: Churchill
Livingstone Elsevier; 2010. p.2715-25.
9. M. Doganay, H. Demiraslan. Human anthrax as a re-emerging
disease. Recent Pat An-Infect Drug Discov. 2015;10(1):10-29.
10. Dogan T, UnzileB A, Gurcan A. Cutaneous anthrax of the hand:
Some clinical observaons. Indian J Plasc Surg. 2004;37:131-3.
11. Öncül O, Özsoy M, Gul H, Koçak N, Cavuslu S, Pahsa A. Cutaneous
anthrax in Turkey: a review of 32 cases. Scand J Infect Dis.
2002;34:413-6.
12. Ronaghy H, Azadeh B, Kohout E, Dutz W. Penicillin therapy of
human cutaneous anthrax. Curr Ther Res Clin Exp. 1972;14:721-5.
13. Holmes RK. Diphtheria, other corynebacterial infecon and anthrax.
In : Fauci AS, Braunwald E, Isselbacher KJ, Wilson JD, Marn JB,
Kasper DL, et al. editors. Harrison’s principles of internal medicine.
16th ed. McGraw-Hill: New York; 2009.p.892–9.