Content uploaded by F. Fahrurrozi
Author content
All content in this area was uploaded by F. Fahrurrozi on Aug 18, 2021
Content may be subject to copyright.
dx.doi.org/10.21082/jtidp.v8n2.2021.p67-78 P-ISSN : 2356-1297
E-ISSN : 2528-7222
Volume 8, Nomor 2, Juli 2021
67
PENGARUH TINGKAT KEMATANGAN BUAH TERHADAP KEHILANGAN HASIL
DAN MUTU GREEN BEAN KOPI ROBUSTA
THE EFFECT OF FRUIT MATURITY LEVELS ON THE YIELD LOSSES AND QUALITY OF
ROBUSTA COFFEE GREEN BEAN
* Taufik Hidayat1), Prasetyo2), Fahrurrozi2)
1) Pascasarjana Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu
1) BPTP Balitbangtan Bengkulu,
Jalan Irian Km 6,5 Kel. Semarang, Kec Sungai Serut, Kota Bengkulu 38119
2) Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu
Jalan WR Supratman, Kel. Kandang Limun, Kec. Muara Bangkahulu, Kota Bengkulu 38371
* taufikhidayatveydo@gmail.com
(Tanggal diterima: 13 November 2020, direvisi: 31 Mei 2021, disetujui terbit: 30 Juli 2021)
ABSTRAK
Kopi Robusta Kepahiang telah mendapatkan sertifikat Indikasi Geografis (IG). Upaya untuk mempertahankan mutu kopi beras
dilakukan dengan menerapkan teknologi panen yang baik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi pengaruh tingkat
kematangan buah saat dipanen terhadap kehilangan hasil akibat serangan penggerek buah kopi (PBKo) dan mutu kopi beras. Penelitian
dilaksanakan pada bulan Desember 2019 sampai Agustus 2020 di Desa Bukit Sari, Kecamatan Kabawetan, Kabupaten Kepahiang,
Provinsi Bengkulu. Tingkat kematangan buah kopi yang dipanen dibuat menjadi 3 kategori, yaitu: merah (K1), kuning kemerahan
(K2), dan hijau kekuningan (K3). Parameter yang diamati adalah buah terserang PBKo, rendemen, mutu fisik kopi beras dan
kandungan kimianya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat serangan PBKo tertinggi terjadi pada buah panen merah sebesar
34,33%, sedangkan rendemen tertinggi pada buah panen hijau kekuningan sebesar 20,52%. Persentase kehilangan hasil akibat
serangan PBKo tertinggi terjadi pada buah merah sebesar 30,23%. Mutu fisik dan kandungan kimia yang terbaik diperoleh pada buah
panen merah.
Kata kunci: Kehilangan hasil; kopi Robusta; panen; mutu
ABSTRACT
Kepahiang Robusta coffee has received a Geographical Indication (GI) certificate. Maintaining the quality of green coffee bean has been achieved
through the application of proper harvesting technology. This study aimed to evaluate the effect of fruit maturity level when harvested on yield losses
due to coffee berry borer (CBB) and the quality of green coffee bean. The research was conducted from December 2019 to August 2020 in Bukit Sari
Village, Kabawetan District, Kepahiang Regency, Bengkulu Province. The harvested beans were categorized into 3 groups based on their maturity
level, namely: red (K1), reddish yellow (K2), and yellowish green (K3). The parameters observed were the CBB infecteds, yield, physical quality of
green coffee bean and chemical content. The results showed that the highest attack rate of CBB found in the red berry about 34.33%, whereas the
highest rendement was 20.52% found in yellowish-green berry. The highest percentage of yield loss due to CBB attacks occurred in red berry at
30.23%. However, the best physical quality and chemical content was also found in the red berry.
Keywords: Harvest; Robusta coffee; quality; yield loss
J. TIDP 8(2), 67-78, Juli 2021
dx.doi.org/10.21082/jtidp.v8n2.2020.p67-68
68
PENDAHULUAN
Kopi adalah salah satu komoditas unggulan
tanaman perkebunan di Provinsi Bengkulu. Luas
perkebunan kopi di Provinsi Bengkulu tahun 2017
adalah 90.704 ha yang didominasi oleh kopi Robusta
yaitu seluas 86.687 ha (95,57 %). Produksi kopi
Robusta pada tahun 2017 mencapai 54.941 ton dengan
produktivitas rata-rata 747,04 kg/ha (Bengkulu, 2018).
Pertanaman kopi di Provinsi Bengkulu yang paling luas
berada di Kabupaten Kepahiang. Pada tahun 2018, luas
pertanaman kopi di Kabupaten Kepahiang adalah
24.678 ha atau 30% dari luas total pertanaman kopi di
Provinsi Bengkulu (Bengkulu, 2019).
Pengembangan kopi Robusta di Kabupaten
Kepahiang mengarah ke Kampung Kopi Kecamatan
Kabawetan karena memiliki keunggulan spesifik
dibandingkan dengan wilayah lain, yakni jenis kopi
Robusta yang mampu beradaptasi dengan baik pada
dataran tinggi, seperti yang dikemukakan juga oleh
Randriani & Wardiana (2015). Keunikan ini membuat
kopi Robusta Kepahiang mempunyai citarasa yang khas.
Jaminan stabilitas mutu kopi Robusta Kepahiang telah
mendapatkan sertifikat Indikasi Geografis (IG) dari
Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia
(Kemenkumham) Republik Indonesia nomor
000000072. Upaya untuk mempertahankan stabilitas
mutu produk kopi Robusta Kepahiang ini terus
dilakukan oleh Masyarakat Perlindungan Indikasi
Geografis (MPIG). Salah satu upaya tersebut adalah
mensosialisasikan teknologi panen buah merah dan
proses penanganan pascapanen dengan cara olah basah.
Cara panen kopi yang selama ini dilakukan oleh
petani di Kabupaten Kepahiang, Provinsi Bengkulu,
adalah dengan memetik semua buah kopi yang dianggap
telah bernas (petik pelangi). Sementara penanganan
pascapanen umumnya dikeringkan dengan penjemuran
langsung di bawah sinar matahari pada lantai jemur, alas
terpal, bahkan ada yang diserakan di jalan, baik dalam
bentuk buah butiran maupun pecah kulit. Panen petik
pelangi oleh petani dianggap lebih menguntungkan
dibandingkan dengan melakukan panen petik merah
baik dari segi waktu, proses panen, tenaga kerja
maupun hasil yang didapat, karena pada umumnya
petani menjual kopi dalam bentuk kopi beras (green
bean) dengan harga yang sama.
Masalah utama yang dihadapi oleh petani kopi
Robusta di lokasi penelitian adalah tingginya serangan
hama penggerek kopi (PBKo). Menurut Rosmana et al.
(2019) tingkat serangan PBKo di wilayah Provinsi
Bengkulu berkisar antara 20,43 – 45,19%, sementara
hasil penelitian Butar Butar et al. (2017) menunjukkan
bahwa tingkat serangan PBKo pada kopi Robusta di
Kecamatan Kepahiang mencapai 45,84 - 57,65 %, dan
di Kecamatan Ujan Mas 48,50 - 57,65 %. Zahro’in &
Yudi (2013) mengemukakan bahwa pada tingkat
serangan tertinggi hama PBKo, maka kehilangan hasil
dapat mencapai lebih dari 50%.
Proses pematangan buah kopi Robusta dari
mulai kuncup hingga matang memerlukan waktu 8 - 11
bulan, dan tingkat pematangan buah kopi tidak terjadi
secara serentak (Rahardjo, 2017). Sementara itu,
apabila dilakukan panen selektif buah merah pada
periode panen raya akan berlangsung selama 4 sampai 5
bulan, dan frekuensi pemetikan buah bisa setiap 10
sampai 14 hari sekali. Semakin lama buah kopi berada di
pohonnya diduga akan semakin tinggi tingkat serangan
PBKo. Informasi tentang persentase serangan PBKo sera
tingkat kehilangan hasil dan mutu kopi Robusta
berdasarkan tingkat kematangan buah saat dipanen perlu
diketahui, dan hasilnya perlu disosialisasikan kepada
para petani agar mereka mampu mempertahankan
bahkan meningkatkan mutu produk yang akan
dihasilkannya. Penelitian ini bertujuan untuk
mengevaluasi pengaruh tingkat kematangan buah pada
saat panen terhadap kehilangan hasil akibat serangan
PBKo serta mutu green bean yang dihasilkannya.
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilakukan di kampung kopi Desa
Bukit Sari Kecamatan Kabawetan, Kabupaten
Kepahiang dari bulan Desember 2019 sampai bulan
Agustus 2020. Penelitian ini merupakan penelitian
survey observasi dengan metode purposive sampling.
Observasi langsung di lapangan pada sampel tanaman
kopi yang telah ditentukan. Pengambilan sumber bahan
baku dibagi menjadi 3 blok dan masing-masing blok
terdiri dari 4 tanaman dengan total jumlah tanaman
sampel sebanyak 12 pohon. Tanaman dipilih dengan
umur yang seragam dan memiliki pertumbuhan dengan
kondisi yang serupa.
Tingkat kematangan buah kopi dikelompokkan
berdasarkan kriteria warna buah yaitu: merah (K1),
kuning kemerahan (K2), dan hijau kekuningan (K3).
Pengaruh tingkat kematangan buah saat panen terhadap
kehilangan hasil (susut bobot) dan kualitas green bean
kopi Robusta dibagi menjadi 3 tahap yaitu tahap panen,
penanganan pascapanen, serta pengujian kualitas fisik
dan kimia di laboratorium.
Persentase Serangan Hama PBKo pada Berbagai
Tingkat Kematangan Buah Saat Panen
Pengamatan terhadap tingkat serangan hama
PBKo dengan memisahkan buah yang terserang dan
yang tidak terserang. Data diambil dengan menghitung
buah kopi yang telah dikelompokkan, kemudian
Pengaruh Tingkat Kematangan Buah terhadap Kehilangan Hasil dan Mutu Green Bean Kopi Robusta
(Taufik Hidayat, Prasetyo, Fahrurrozi)
69
dihitung nilai persentase serangan hama PBKo
menggunakan rumus :
P =
x 100% ………………………………...(1)
Keterangan :
P = Persentase Serangan (%)
A = Jumlah buah kopi yang terserang
B = Jumlah keseluruhan buah kopi yang diamati
(Anon., 2008)
Rendemen Hasil dan Bobot 100 Biji Green Bean
pada Berbagai Tingkat Kematangan Buah Saat
Panen
Pengeringan biji kopi Robusta dilakukan
dengan 2 cara, yaitu: cahaya matahari di dalam solar
dryer dan menggunakan oven. Pengeringan dengan
cahaya matahari dilakukan pada buah dengan tingkat
kematangan merah (K1), kuning kemerahan (K2), hijau
kekuningan (K3) yang di olah secara kering (dry process)
dan buah dengan tingkat kematangan merah melalui
pengolahan basah (wet process) (PB5). Sementara
pengeringan dengan metode oven tanpa pengolahan
basah (K1, K2, dan K3) yang dikelompokkan
berdasarkan serangan hama PBKo.
Rendemen beras kopi kering (green bean) yang
dihasilkan menggunakan sampel sebanyak 10 kg kopi
segar hasil panen dengan 3 tingkat kematangan berbeda
yang diulang sebanyak 6 ulangan. Pengamatan dilakukan
dengan menimbang bobot awal kopi segar dan bobot
akhir green bean hasil pengolahan kering dan pengolahan
basah. Rendemen hasil dihitung dengan
membandingkan bobot green bean kering pada kadar air
11-12,5 % dengan bobot kopi segar hasil panen dengan
menggunakan rumus:
Rendemen =
x 100% …....……………..(2)
Tingkat Kehilangan Hasil Berdasarkan Susut
Bobot Akibat Serangan Hama PBKo
Persentase kehilangan hasil ditentukan dengan
menimbang bobot green bean kopi yang tidak terserang
PBKo, kemudian menimbang bobot green bean kopi yang
terserang. Masing-masing sampel terdiri dari 100 biji
kopi berwarna merah, 100 biji kopi berwarna kuning
kemerahan, dan 100 biji kopi berwarna hijau
kekuningan hasil proses pengolahan kering, serta 100
biji kopi berwarna merah hasil dari proses pengolahan
basah. Setelah ditimbang, buah kopi tersebut dihitung
persentase kehilangan bobotnya dengan menggunakan
rumus:
L = [
𝑥 100%]………………………….(3)
Keterangan :
L = Persentase kehilangan hasil (losses) (%)
a = Bobot buah utuh (g)
b = Bobot buah terserang (g)
Mutu Green Bean Kopi Robusta
Pengujian mutu biji green bean kopi robusta
hasil pengolahan kering dan pengolahan basah (khusus
tingkat kematangan warna merah) terbagi menjadi tiga
jenis, yaitu: mutu fisik, kimia dan cita rasa. Mutu fisik
ditentukan berdasar nilai fisik biji kopi yang meliputi:
kadar air (International, 1990), persen cacat (trace),
nilai cacat (defect), dan ukuran biji (Badan Standardisasi
Nasional, 2008).
Analisis test kadar air dilakukan dengan
metode timbang di Laboratorium Balitbangtan BPTP
Bengkulu. Sampel yang digunakan adalah buah kopi
segar hasil panen dan biji kopi green bean hasil
pengeringan menggunakan solar dryer pada tiga tingkat
kematangan buah yang berbeda saat panen. Sebagai
pembanding juga dilakukan test kadar air kopi green bean
yang ukur dengan menggunakan alat pengukur kadar air
biji-bijian.
Untuk pengujian mutu kimia hanya dilakukan
pada kopi merah yang diproses dengan pengolahan
kering (K1) dan pengolahan basah (PB5), serta yang
terserang PBKo (PBKo4) meliputi kadar kafein dan
kadar gula pereduksi yang dilakukan di laboratorium
BPOM Provinsi Bengkulu menggunakan metode MA
PPOMN 21/PA/15/KCKT, dan kadar gula pereduksi
dengan metode SNI 01-2891-1992, butir 9 Titrimetri.
Data hasil pengamatan terhadap persentase
serangan hama PBKo, rendemen biji, dan tingkat
kehilangan hasil (losses) dianalisis dengan metode Anova
menggunakan aplikasi SPSS 21, dan apabila terdapat
perbedaan yang nyata akan dilanjutkan dengan uji lanjut
LSD pada taraf 5%. Data hasil pengujian mutu fisik dan
kimia biji kopi green bean dianalisis secara deskriftif dan
dengan Anova yang dilanjutkan dengan uji LSD pada
taraf 5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Persentase Serangan Hama PBKo pada Berbagai
Tingkat Kematangan Buah
Hasil pengamatan terhadap persentase
serangan hama PBKo pada seluruh buah kopi yang
dipanen dan 100 buah sampel yang diambil acak
berdasarkan tingkat kematangannya disajikan pada Tabel
1. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa serangan
J. TIDP 8(2), 67-78, Juli 2021
dx.doi.org/10.21082/jtidp.v8n2.2020.p67-68
70
hama PBKo tertinggi terjadi pada buah merah (K1)
sebesar 37,90%, disusul kuning kemerahan (K2)
sebesar 25,10% dan hijau kekuningan (K3) sebesar
22,52%. Data tersebut relatif konsisten setelah
dilakukan pengamatan terhadap 100 buah kopi sampel
yang diambil secara acak. Hasil pengamatan pada jumlah
sampel 100 butir buah kopi segar (berry) yang diambil
secara acak, menunjukkan bahwa tingkat serangan
tertinggi terjadi pada buah panen merah sebesar
34,33%, disusul kuning kemerahan sebesar 31,00% dan
terendah pada buah berwarna kuning kehijauan sebesar
26,00 %.
Hasil ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Vega et al. (2010) yang menyatakan
bahwa preferensi hama PBKo lebih tinggi pada buah
kopi berwarna merah dan hitam saat dilakukan
pengujian di laboratorium dengan menggunakan buah
berwarna hijau, kuning, merah dan hitam. Lamanya
waktu pematangan buah menyebabkan semakin
tingginya intensitas serangan hama PBKo pada kopi.
Serangan diawali dengan serangga betina masuk ke
dalam buah kopi dengan cara membuat lubang kecil dari
permukaan kulit luar buah kopi (mesocarp) di sekitar
diskus (bagian bawah buah kopi) untuk meletakkan telur
jika buah sudah cukup matang atau telah memiliki
endosperma yang keras (Baker, 1992) dan berkembang
biak didalam buah (Irulandi et al., 2007).
Serangga Hypothenemus hampei Ferr. makan
dan berkembang biak hanya di dalam buah kopi saja.
Serangan pada buah muda menyebabkan gugur buah,
sementara serangan pada buah yang cukup tua
menyebabkan biji kopi cacat berlubang-lubang dan
bermutu rendah. (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao
Indonesia, 2006). Proses pematangan buah dari mulai
kuncup hingga matang yang memerlukan waktu 8 - 11
bulan dan tingkat pematangan buah yang tidak terjadi
secara serentak berakibat pada proses pemanenan juga
memerlukan waktu yang lama.
Periode panen raya berlangsung 4 sampai 5
bulan dengan frekuensi pemetikan buah kopi bisa setiap
10 sampai 14 hari sekali (Drinnan and Menzel 1995).
Lamanya waktu pematangan buah ini menyebabkan
tingkat gerekan pada biji yang sudah mengeras semakin
parah, sehingga tidak mungkin memiliki produksi yang
signifikan di lapangan, karena pada saat kopi mencapai
warna tersebut, kopi telah diserang oleh serangga.
Persentase serangan hama PBKo pada saat
pengamatan berkisar antara 22,52% – 37,90%.
Berdasarkan kriteria penilaian persentase serangan hama
menurut Leatemia & Rumthe, (2011), terbagi ke dalam
lima skala (0-4) yaitu: normal, ringan, sedang, bobot
dan sangat bobot, maka hasil diatas termasuk dalam
skala 1 dan 2 dengan kategori ringan dan sedang.
Menurut (Zahro’in & Yudi, 2013) tingkat serangan
hama PBKo sebesar 20% dapat mengakibatkan
penurunan produksi lebih kurang 10%. Sementara itu,
menurut Prastowo et al. (2010) tindakan pengendalian
harus dilakukan jika persentase serangan di atas 10%.
Tabel 1. Persentase serangan hama PBKo berdasarkan tingkat kematangan buah
Table 1. Percentage of CBB attack based on the fruit maturity level
Tingkat
kematangan
Jumlah buah yang diamati
(butir)
Buah terserang PBKo
(butir)
Persentase serangan
(%)
……………………..………….……..Total buah yang dipanen…………………..……….…………..
K1 577,08 223,42 37,90 a
K2 584,33 153,75 25,10 b
K3 800,50 182,00 22,52 b
………………………….……………..100 buah sampel…………………………………………….
K1 100,00 34,33 34,33 a
K2 100,00 31,00 31,00 b
K3 100,00 26,00 26,00 c
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%
K1 : Tingkat kematangan 1 (merah)
K2 : Tingkat kematangan 2 (kuning kemerahan)
K3 : Tingkat kematangan 3 (hijau kekuningan)
Notes : Numbers followed by the same letters in the sam column are not significantly different at 5% level
K1 : Maturity level of 1 (red)
K2 : Maturity level of 2 (reddish yellow)
K3 : Maturity level of 3 (yellowish green)
Pengaruh Tingkat Kematangan Buah terhadap Kehilangan Hasil dan Mutu Green Bean Kopi Robusta
(Taufik Hidayat, Prasetyo, Fahrurrozi)
71
Tabel 2. Rendemen green bean kopi Robusta berdasarkan tingkat kematangan buah
Table 2. The rendement of Robusta coffee green bean based on the fruit maturity level
Perlakuan Peubah
Bobot segar (g) Kadar air (%) Rendemen kotor (%) Rendemen bersih (%)
K1 1.000 12,1 18,61 b 18.33 b
K2 1.000 12,3 18,35 b 17.86 b
K3 1.000 12,5 20,52 a 19.79 a
PB5 1.000 9,3 17,99 b 17.55 b
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%
K1 : Tingkat kematangan 1 (merah)
K2 : Tingkat kematangan 2 (kuning kemerahan)
K3 : Tingkat kematangan 3 (hijau kekuningan)
Notes : Numbers followed by the same letters in the sam column are not significantly different at 5% level
K1 : Maturity level of 1 (red)
K2 : Maturity level of 2 (reddish yellow)
K3 : Maturity level of 3 (yellowish green)
Rendemen Hasil dan Bobot 100 Biji kopi Green
Bean
Rendemen hasil green bean berbeda-beda
berdasarakan tingkat kematangan buah. Tabel 2
menunjukkan bahwa tingkat tingkat kematangan buah
terhadap rendemen hasil green bean kopi Robusta.
Rendemen tertinggi terdapat pada buah
dengan kriteria warna hijau kekuningan (19,79%). Hal
ini dikarenakan kadar air lebih tinggi dan rendemen
kotor juga lebih tinggi. Tingginya rendemen buah hijau
disebabkan jumlah buah hijau segar lebih banyak
dibanding buah merah. Hal ini terlihat dari 100 butir
kopi merah lebih bobot dibanding 100 butir biji hijau.
Kadar air buah hijau lebih tinggi dikarenakan buah yang
lebih tua (merah) cenderung lebih cepat kering.
Rendemen hasil green bean kopi tertinggi berdasarkan
tingkat kematangan buah adalah 19,79 % pada
kematangan dengan warna hijau kekuningan (K3)
dibanding tingkat kematangan dengan warna merah
(K1) sebesar 18,33 % dan warna kuning kemerahan
(K2) sebesar 17,86 % pada kadar air 12,1-12,5 %
melalui proses pengolahan kering.
Rendemen hasil green bean berdasarkan tingkat
kematangan buah dengan kriteria warna merah yang
dilakukan pengolahan secara basah menghasilkan
rendemen terendah yakni 17,55 % dengan kadar air 9,3
%. Hal ini karena buah telah tersortasi saat dilakukan
pencucian serta pengeringan lebih cepat karena kulit
telah terkupas sehingga kadar air biji lebih rendah.
Hasil analisis terhadap bobot segar kopi
campuran buah tidak terserang dan terserang hama
PBKo tidak berbeda nyata, sementara pada buah yang
tidak terserang atau sehat berbeda nyata antara tingkat
kematangan buah warna merah (SK1) dan merah
kekuningan (SK2) dengan buah tingkat kematangan
warna hijau kekuningan (SK3). Pada buah yang
terserang hama PBKo, bobot buah segar dengan tingkat
kematangan merah (BK1) berbeda nyata dengan buah
tingkat kematangan warna merah kekuningan (BK2) dan
berbeda sangat nyata dengan buah warna hijau
kekuningan (BK3).
Bobot 100 butir kopi segar tertinggi pada buah
dengan tingkat kematangan warna merah, baik buah
campuran CK1 (192,13 g), buah sehat (192,35 g) dan
buah bolong terserang hama PBKo BK1 (192,50 g).
Begitupun halnya dengan bobot 100 butir buah kopi
kering, dimana buah sehat dan buah terserang hama
PBKo tertinggi pada buah dengan tingkat kematangan
buah warna merah dan terendah buah warna hijau
kekuningan. Tetapi tidak pada buah campuran antara
yang tidak terserang dan terserang hama PBKo, bobot
100 butir tertinggi pada buah dengan tingkat
kematangan hijau kekuningan (CK3) sebesar 65,67 g
(Tabel 3). Hal ini diduga karena pada buah hijau,
intensitas serangan hama atau biji yang tergerek lebih
sedikit dibanding dengan buah merah maupun kuning
kemerahan.
Hasil pengamatan dan analisis terhadap bobot
100 butir green bean kopi, tidak berbeda nyata pada
semua perlakuan, kecuali pada biji green bean kopi
campuran buah tidak terserang dan terserang hama
PBKo, dimana buah dengan tingkat kematangan warna
hijau kekuningan (CK3) berbeda nyata dengan buah
campuran tingkat kematangan warna merah (CK1) dan
warna kuning kemerahan (CK2).
Panen merah merupakan bagian dari metode
Good Agricultural Practices (GAP) kopi untuk menghasilkan
mutu produk kopi yang baik sebagai tuntutan IG kopi
robusta Kepahiang. Tingkat serangan PBKo yang lebih
tinggi pada panen merah belum tentu merugikan petani,
dan sebaliknya tingkat serangan PBKo yang rendah pada
panen hijau atau hijau kekuningan tetap merugikan
petani kopi karena mutu hasilnya akan jauh lebih rendah
dari panen merah.
J. TIDP 8(2), 67-78, Juli 2021
dx.doi.org/10.21082/jtidp.v8n2.2020.p67-68
72
Tabel 3. Bobot dan rendemen 100 biji kopi berdasarkan tingkat kematangan dan serangan PBKo
Table 3. Weight and rendement of 100 cofee bean based on the fruit maturity level and attack of CBB
Perlakuan Peubah pengamatan
Bobot segar buah (g) Bobot kering buah (g) Bobot green bean (g) Rendemen (%)
CK1 192,13 a 63,35 ab 28.50 b 14.83 b
CK2 181,27 a 60,63 b 27,83 b 15.34 b
CK3 188,21 a 65,67 a 32,83 a 17.44 a
SK1 192,35 a 63,58 a 28,83 a 14.99 b
SK2 187,24 a 63,08 ab 32,50 a 17.36 a
SK3 167,11 b 58,85 b 28,50 a 17.02 a
BK1 192,50 a 61,94 a 27,17 a 14.11 a
BK2 170,12 b 55,30 b 24,33 a 14.24 a
BK3 149,60 c 50,09 b 23,67 a 15.72 a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5 %
C Campuran biji terserang dan tidak terserang PBKo
S Biji tidak terserang PBKo
B Biji terserang PBKo
K1 Tingkat kematangan 1 (Merah)
K2 Tingkat kematangan 2 (Kuning kemerahan)
K3 Tingkat kematangan 3 (Hijau kekuningan)
Dikeringkan dengan oven pada suhu 70 °C selama 72 jam
Notes : Numbers followed by the same letters in the same coloumn are not significantly differen at 5% level
C Mixed of attacked and not attacked seeds by CBB
S Not attacked seeds by CBB
B Attacked seeds by CBB
K1 Maturity level of 1 (Red)
K2 Maturity level of 2 (Reddish yellow)
K3 Maturity level of 3 (yellowish green)
Dried by the oven at 70 °C for 72 hours
Tingkat Kehilangan Hasil Akibat Serangan
Hama PBKo
Hasil pengamatan terhadap kehilangan hasil
berdasarkan susut bobot akibat serangan hama PBKo
pada berbagai tingkat kematangan buah dapat dilihat
pada Tabel 4.
Rata-rata kehilangan hasil akibat serangan hama
PBKo terbesar terjadi pada buah warna merah (K1)
sebesar 30,23 %, disusul warna kuning kemerahan (K2)
sebesar 21,51% dan buah warna merah yang diproses
secara basah (PB5) sebesar 19,52%, serta yang terkecil
pad warna hijau kekuningan (K3) yaitu 17,33 %. Hal ini
sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Purba et al. (2015) terkait hubungan persentase
serangan dengan estimasi kehilangan hasil akibat
serangan hama PBKo di Kabupaten Simalungun, dengan
kesimpulan bahwa persentase kehilangan hasil tertinggi
terdapat pada buah kopi warna merah (10,74%), dan
terendah pada warna hijau (0,43%).
Tingginya tingkat kehilangan hasil akibat
serangan hama PBKo pada buah dengan tingkat
kematangan berdasarkan kriteria warna merah (K1)
diduga disebabkan karena lama hidup PBKo di dalam
buah lebih lama, sehingga kerusakan biji lebih tinggi.
Sementara pada buah dengan tingkat kematangan K3
(hijau kekuningan), sebagian besar serangga PBKo baru
meletakkan telurnya. Seiring dengan proses pematangan
buah kopi sampai menjadi merah, telur pun
berkembang menjadi larva dan mulai menggerek buah
kopi pada saat buah berwarna kuning dan merah.
Menurut Purba et al. (2015), pada fase buah berwarna
merah, jumlah larva sangat banyak sehingga menggerek
buah dalam jumlah yang tinggi. Sementara pada fase
buah hijau stadia telur yang tertinggi, sehingga belum
terjadi penggerakan pada biji. Selain itu juga telur baru
mulai berkembang menjadi pupa yang selanjutnya
menjadi larva dan imago.
Kehilangan hasil akibat serangan hama PBKo
pada buah dengan tingkat kematangan warna merah
yang diolah secara basah, lebih rendah dibanding buah
dengan kematangan warna merah dan kuning
kemerahan yang diolah secara kering. Hal ini diduga
karena buah yang terserang sangat parah, telah tersortir
pada saat pencucian karena akan mengambang saat
terendam dan hanyut saat air cucian dibuang. Dugaan
ini diperkuat dengan rendemen hasil buah dengan
tingkat kematangan merah yang diolah secara basah
(PB5) adalah yang terkecil.
Pengaruh Tingkat Kematangan Buah terhadap Kehilangan Hasil dan Mutu Green Bean Kopi Robusta
(Taufik Hidayat, Prasetyo, Fahrurrozi)
73
Tabel 4. Kehilangan hasil akibat serangan hama PBKo berdasarkan tingkat kematangan buah
Table 4. Yield loss due to CBB attack based on the fruit maturity level
Perlakuan Parameter
Bobot 100 biji sehat (g) Bobot 100 biji terserang PBKo (g) Kehilangan (%)
K1 27,83 c 19,42 c 30,23 a
K2 30,17 a 23,67 a 21,51 b
K3 26,83 d 22,17 b 17,33 c
PB5 29.00 b 23,33 a 19,52 bc
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%
K1 : Tingkat kematangan 1 (merah)
K2 : Tingkat kematangan 2 (kuning kemerahan)
K3 : Tingkat kematangan 3 (hijau kekuningan)
Notes : Numbers followed by the same letters in the sam column are not significantly different at 5% level
K1 : Maturity level of 1 (red)
K2 : Maturity level of 2 (reddish yellow)
K3 : Maturity level of 3 (yellowish green)
Tabel 5. Hasil analisis kadar air kopi dengan metode timbang dan alat pengukur kadar air biji-bijian
Table 5. The results of the analysis of water content of coffee using the weigh method and measuring device moisture content of grains
Parameter Kadar air (%)
(K1) (K2) (K3) (PB5)
Buah segar (timbang) 67,25 67,91 67,16 67,25
Green bean (timbang) 12,04 11,20 11,30 10,47
Green bean (Alat) 12,10 12,30 12,50 9,30
Keterangan: K1 = Tingkat kematangan 1 (merah)
K2 = Tingkat kematangan 2 (kuning kemerahan)
K3 = Tingkat kematangan 3 (hijau kekuningan)
PB5 = Tingkat kematangan 1 (merah) diproses melalui pengolahan basah
Note: K1 = Maturity level of 1 (red)
K2 = Maturity level of 2 (reddish yellow)
K3 = Maturity level of 3 (yellowish green)
PB5 = Maturity level of 1 (red) processed by wet method
Mutu Fisik Green Bean Kopi Robusta
a. Kadar air
Persentase kadar air yang terkandung dalam
biji kopi Robusta disajikan pada Tabel 5 berikut ini.
Hasil test kadar air buah kopi Robusta segar
dengan tingkat kematangan warna merah (K1) 67,25%,
tingkat kematangan warna kuning kemerahan (K2)
67,91% dan tingkat kematangan warna hijau
kekuningan (K3) 67,16 %. Sementara hasil test kadar
air terhadap biji kopi green bean dengan tingkat
kematangan warna merah (K1) 12,04%, tingkat
kematangan warna kuning kemerahan (K2) 11,20% dan
kematangan warna hijau kekuningan (K3) 11,30 %.
Dari hasil test kadar biji, maka biji kopi green bean
tersebut masuk dalam mutu baik dengan kadar air lebih
kecil 12,5%, seperti yang direkomendasikan oleh SNI
maupun SCAA adalah 11-12,5 %.
b. Persen catat (Test trase)
Hasil pengujian terhadap persentase biji cacat
dalam 100 gram biji kopi yang dilakukan dengan cara
ditimbang dimana akan dipisahkan antara biji cacat
dengan biji normal. Test trase dilakukan pada biji kopi
green bean hasil pengolahan dengan metode kering dan
basah dengan alat pengeringan menggunakan solar
dryer.
Persentase trase atau persentase biji cacat hasil
green bean kopi dengan tingkat kematangan buah
berdasarkan warna merah yang diproses secara basah
adalah yang tertinggi sebesar 27,67 %, disusul dengan
warna buah kuning kemerahan sebesar 23,33 %, merah
18 % dan hijau kekuningan 17,33 % yang diproses
secara kering (Tabel 6).
c. Nilai cacat (Test defect)
Defect adalah jumlah dari nilai cacat biji kopi,
Test Defect dilakukan pada biji kopi hasil pengeringan
untuk menentukan mutu atau grade kopi tersebut.
Penentuan defect menggunakan system SNI (Standar
Nasional Indonesia). Mutu fisik biji secara garis besar
dibedakan menjadi enam tingkatan., yakni. mutu I
(sangat baik) sampai mutu VI (sangat jelek).
J. TIDP 8(2), 67-78, Juli 2021
dx.doi.org/10.21082/jtidp.v8n2.2020.p67-68
74
Tabel 6. Persentase biji cacat dalam 100 g biji kopi Robusta
Table 6. The percentage of defect bean in 100 g of Robusta coffee bean
Perlakuan Persentase (%)
Biji normal Biji caca
t
K1 (Merah) 82,17 18,00
K2 (Kuning
k
emerahan) 76,67 23,33
K3 (Hijau kekuningan) 82,67 17,33
PB5 (Merah, diolah basah) 72,33 27,67
Tabel 7. Hasil Test defect pada green bean kopi Robusta berdasarkan tingkat kematangan berbeda
Table 7. The result of defect test of Robusta coffee bean based on the different of fruit maturity
Kriteria pengujian K1 K2 K3
1 (satu) biji hitam 10 54 154
1 (satu) biji hitam sebahagian 25 20 44
1 (satu) biji hitam pecah 37 7 7
1 (satu) kopi gelondong 0 0 1
1 (satu) biji cokelat 1,25 5,5 6,75
1 (satu) kulit kopi (husk) besar ukuran 0 0 0
1 (satu) kulit kopi (husk) sedang ukuran 0 0 0,5
1 (satu) kulit kopi (husk) kecil ukuran 0,4 0,2 0,2
1 (satu) biji kulit tanduk 0 0 0
1 (satu) kulit tanduk ukuran besar 0 0 0
1 (satu) kulit tanduk ukuran sedang 0 0 0
1 (satu) ukuran kecil kulit tanduk 0 0 0
1 (satu) biji pecah 2,5 5,4 6,1
1 (satu) biji muda 0 0 0
1 (satu) biji berlubang satu 1 1,7 1,8
1 (satu) biji berlubang lebih dari satu 0,4 0,6 0,2
1 (satu) biji bertutul-tutul (untuk proses basah) 0 0 0
1 (satu) ranting tanah atau batu berukuran besar 0 0 0
1 (satu) ranting tanah atau batu berukuran sedang 0 0 0
1 (satu) ranting tanah atau batu berukuran kecil 0 0 0
Jumlah nilai cacat 77,55 94,4 221,5
Hasil pengamatan jumlah nilai cacat pada Tabel
7, terlihat bahwa mutu green bean kopi Robusta
berdasarkan system Standar Nasional Indonesia (SNI)
pada tingkat kematangan buah dengan kriteria merah
(K1) di klasifikasikan mutu 3, buah dengan kriteria
kuning kemerahan (K2) di klasifikasikan mutu 5 dan
buah dengan kriteria hijau kekuningan (K3)
diklasifikasikan mutu 6. Hal ini membuktikan bahwa
dengan panen petik merah menghasilkan kualitas biji
kopi yang lebih baik.
Berdasarkan kriteria pengujian dimana jumlah
nilai cacat buah merah (K1) lebih kecil dibanding buah
kuning (K2) maupun hijau (K3). Hanya pada kriteria
pengujian biji hitam pecah saja yang buah merah yang
lebih tinggi disbanding buah kuning dan hijau. Hal ini
disebabkan karena pada buah merah tingkat gerekan
oleh hama PBKo sudah sangat tinggi, untuk itulah perlu
dilakukannya penyortiran saat proses pengolahan basah.
d. Test warna dan bau
Test ini dilakukan dengan mengunakan indra
berupa kejelian dalam melihat dan mencium. Biji kopi
yang baik memiliki bau yang segar dan warna yang cerah
serta tidak terkontaminasi dengan bahan asing baik yang
menimbulkan perubahan warna atau bau.
Hasil pengamatan terhadap warna (Gambar 1),
buah dengan kriteria tingkat kematangan merah dan
kuning kemerahan cukup seragam dan cerah dibanding
buah dengan tingkat kematangan hijau kekuningan yang
cenderung coklat dan agak kehitaman. Sementara aroma
kopi kesemuanya segar khas kopi.
e. Test ukuran biji
Penentuan ukuran biji kopi dengan ukuran biji
besar (L), biji sedang (M), dan biji kecil (S) mengunakan
screen yang terdiri dari 3 tingkat dengan ketentuan
tidak lolos ayakan berdiameter 7,5 mm (sieve No. 19),
lolos ayakan 7,5 mm tetapi tidak losos ayakan
berdiameter 6,5 mm (sieve No. 16) dan lolos ayakan
6,5 mm tetapi tidak losos ayakan berdiameter 5,5 mm
(sieve No. 14). Biji kopi yang baik memiliki keseragaman
dalam ukuran tergntung dari sizenya masing-masing.
Hasil pengujian yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel
8.
Pengaruh Tingkat Kematangan Buah terhadap Kehilangan Hasil dan Mutu Green Bean Kopi Robusta
(Taufik Hidayat, Prasetyo, Fahrurrozi)
75
Gambar 1. Warna biji kopi green bean K1 Merah, K2 Kuning Kemerahan dan K3 Hijau Kekuningan
Figure 1. The green bean color of K1 Red, K2 reddish yellow, and K3 yellowish green
Tabel 8. Data pengamatan mutu fisik berdasarkan grading ukuran
Table 8. The physical quality observation data based on size grading
Perlakuan Persentase
Size L Size M Size S
K1 (Merah) 19,08 78,06 2,86
K2 (Kuning kemerahan) 22,78 73,21 4,01
K3 (Hijau kekuningan) 22,96 73,50 3,53
PB5 (Merah diolah basah) 13,21 82,97 3,83
Tabel 9. Hasil analisis kadar kafein dan gula pereduksi pada tingkat kematangan buah yang berbeda
Table 9. The results of the analysis of caffeine and reducing sugar contents at the different of fruit maturity levels
Perlakuan Kafein % bobot kering
(1,6 – 2,4)
Gula pereduksi
(%)
K1 2,56 33,00
K2 3,13 33,00
K3 3,19 33,00
Keterangan: K1 = Tingkat kematangan merah diolah kering
K2 = Tingkat kematangan kuning kemerahahan diolah kering
K3 = Tingkat kematangan hijau kekuningan diolah kering
Notes: K1 = Red fruit maturity level with dry process
K2 = Reddish yellow maturity level with dry process
K3 = Yellowish green maturity level with dry process
Berdasarkan data pada Tabel 8. dapat kita lihat
bahwa ukuran biji tergolong seragam, baik pada buah
dengan kriteria tingkat kematangan warna merah,
kuning kemerahan dan hijau kekuningan yang diproses
secara kering maupun pada buah dengan kriteria tingkat
kematangan warna merah yang diproses secara basah.
Hal ini ditunjukkan dengan biji green bean berukuran M
dan L. Ukuran M berkisar antara 73,21 % - 82,97 %
sementara ukuran L berkisar antara 13,21 % - 22,96 %.
Secara umum, tingkat kematangan buah tidak
berpengaruh terhadap mutu fisik yang meliputi kadar
air, trase, defect dan ukuran biji.
Kandungan Kimia Kopi Robusta
Kematangan buah kopi umumnya dilihat dari
perubahan warna kulit buah dan tingkat kekerasan serta
komponen senyawa gula di dalam daging buah. Buah
kopi yang matang mempunyai daging buah lunak dan
berlendir serta mengandung senyawa gula yang relatif
tinggi sehingga rasanya manis (Gardjito & Rahadian,
2011). Hasil pengujian mutu kimia biji kopi robusta
terhadap kandungan kafein dan kadar gula pereduksi
pada beberapa tingkat kematangan buah berdasarkan
kriteria warna kulit buah (merah, kuning kemerahan
dan hijau kekuningan) yang dilakukan di laboratorium
Balai POM Bengkulu disajikan pada Tabel 9.
Hasil analisis kadar kafein biji kopi dengan
tingkat kematangan buah berdasarkan warna
menunjukkan bahwa semakin matang buah yang
dicirikan dengan warna buah yang semakin merah maka
kadar kafeinnya cenderung menurun, sedangkan kadar
gula pereduksi tetap yakni 33,0 %. Dari ketiga tingkat
kematangan buah saat panen berdasarkan kriteria warna,
kesemua kadar kafein kopi Robusta Kepahiang yang
diuji diatas Standar Nasional Indonesia. Berdasarkan SNI
01-2891-1992, standar kafein biji green bean kopi yaitu
J. TIDP 8(2), 67-78, Juli 2021
dx.doi.org/10.21082/jtidp.v8n2.2020.p67-68
76
Tabel 10. Hasil analisis kadar kafein dan gula pereduksi pada kriteria tingkat kematangan buah, serangan hama PBKo, metode
pengolahan
Table 9. The results of the analysis of caffeine and reducing sugar contents at the different of fruit maturity levels, CBB attack, and processing
methods
Perlakuan Kafein % bobot kering
(1,6 – 2,4)
Gula pereduksi
(%)
K1 2,56 33,00
PBKo4 2,78 33,30
PB5 2,19 21,92
Keterangan: K1 = Tingkat kematangan merah diolah kering
PBKo4 = Tingkat kematangan merah, serangan PBKo, diolah kering
PB5 = Tingkat kematangan merah diolah segar
Notes: K1 = Red maturity level with dry process
K2 = Red maturity level, CBB attack, dry process
PB5 = Red maturity level with dry process
1,6-2,4 % bobot kering. Sementara kadar kafein hasil
pengujian terendah adalah 2,56% pada biji berdasarkan
tingkat kematangan buah saat panen dengan kriteria
warna merah (K1), warna hijau kekuningan (K3)
sebesar 3,13%, dan tertinggi pada biji berdasarkan
tingkat kematangan saat panen dengan kriteria warna
hijau kekuningan (K3) sebesar 3,19%.
Berdasarkan hasil uji laboratorium di BPOM
Provinsi Bengkulu, perbandingan kadar kafein dan kadar
gula pereduksi biji green bean kopi dengan kriteria
tingkat kematangan warna merah melalui pengolahan
kering, tingkat kematangan dengan kriteria warna
merah melalui pengolahan kering yang terserang hama
PBKo dan tingkat kematangan dengan kriteria warna
merah melalui teknologi pengolahan basah disajikan
pada tabel 10.
Data pada tabel 10 menunjukkan bahwa kadar
kafein biji green bean kopi berdasarkan tingkat
kematangan buah saat panen dengan kriteria warna
merah yang tidak terserang maupun terserang hama
PBKo yang diproses melalui teknologi pengolahan
kering, kadar kafein nya masih diatas Standar Nasional
Indonesia yakni 2,56 % dan 2,78 % bobot kering.
Sementara kadar gula pereduksi adalah 33,00% dan
33,30 %. Cara pengolahan berpengaruh nyata terhadap
kandungan kimia gula pereduksi green bean kopi. Kopi
dengan tingkat kematangan buah merah yang diolah
secara basah memiliki kadar kafein 2,19 dengan kadar
gula pereduksi 21,92 %, sesuai dengan Standar Nasional
Indonesia (SNI 01-2891-1992) yang berkisar antara
1,6-2,4 % bobot kering (Badan Standardisasi Nasional,
1992).
Menurut Rubio et al, (2008) biji kopi yang
cacat sangat berpengaruh negatif terhadap susunan
senyawa kimianya, terutama pada kafein dan gula
pereduksi. Biji berlubang merupakan salah satu
penyebab utama kerusakan mutu kimia, sedangkan
citarasa kopi dipengaruhi oleh kombinasi komponen-
komponen senyawa kimia yang terkandung dalam biji.
Beberapa faktor yang mempengaruhi kadar kafein dan
kadar gula pereduksi diantaranya adalah suhu,
kelembaban dan terjadi fermentasi saat pengolahan.
Kopi Robusta memerlukan waktu fermentasi lebih lama
(lebih dari 48 jam) disebabkan oleh hemisellulosa,
substansi pektin dan gula pada biji kopi Robusta sulit
untuk dipisahkan saat demusilasi (proses degradasi
mucilage). Pada fermentasi alami kopi Robusta, proses
demusilasi pada 1 jam fermentasi terjadi 8% pektin yang
terdekomposisi dan terus berlangsung sampai 48 jam
terjadi 100% pektin yang terdekomposisi (Murthy &
Naidu, 2011).
KESIMPULAN DAN SARAN
Persentase buah yang terserang PBKo pada
buah merah lebih tinggi dibandingkan dengan buah hijau
dan hijau kekuningan, sehingga kehilangan hasilnya
paling besar. Rendemen kopi panen merah paling
rendah dibandingkan dengan panen hijau dan hijau
kekuningan. Panen merah menghasilkan mutu fisik dan
kandungan kimia terbaik dibandingkan dengan panen
hijau dan hijau kekuningan.
Untuk menjaga produktivitas dan mutu kopi
Robusta di kampung kopi Kepahiang, perlu dilakukan
sosialisasi untuk panen merah karena menghasilkan
mutu fisik dan kimia yang lebih baik sesuai tuntutan IG.
Selain itu perlu juga dilakukan pengujian organoleptik
untuk mengetahui kualitas sensorik.
Pengaruh Tingkat Kematangan Buah terhadap Kehilangan Hasil dan Mutu Green Bean Kopi Robusta
(Taufik Hidayat, Prasetyo, Fahrurrozi)
77
UCAPAN TERIMA KASIH
Terimakasih kami sampaikan kepada Bapak
Yudi Sastro, Ibu Tunjung Pamekas dan Bapak Ir. Usman
Krisjoko Suharjo yang telah banyak memberikan saran,
arahan dan dukungan serta memfasilitasi dalam
pelaksanaan penelitian ini, juga kepada Bapak Andi,
Hendri, dan Siti yang telah membantu dalam melakukan
penelitian di lapangan.
KONTRIBUSI PENULIS
1. Taufik Hidayat (Kontributor Utama)
2. Prasetyo (Kontributor Anggota)
3. Fahrurrozi (Kontributor Anggota)
DAFTAR PUSTAKA
Anon. (2008). Pedoman Pengamatan dan Pelaporan
Perlindungan Tanaman Pangan. Jakarta. Cetakan 11.
Badan Standardisasi Nasional. (2008). SNI 01-2907-2008
Syarat Mutu Biji Kopi. Jakarta: Badan Standardisasi
Nasional.
Badan Standardisasi Nasional. (1992). SNI 01-2891-1992
Cara Uji Makanan dan Minuman. Jakarta (ID): Badan
Standardisasi Nasional.
Baker, C. (1992). Thermal tolerance of the coffee berry
borer Hypothenemus hampei: Predictions of climate
change impact on a tropical insect pest. Journal Plos
One, 4(8), 64-87.
Bengkulu (2018). Provinsi Bengkulu Dalam Angka.
Bengkulu: Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu.
Bengkulu (2019). Provinsi Bengkulu Dalam Angka.
Bengkulu: Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu.
Drinnan, J.E., dan Menzel, C.M. (1995). Temperature
affects vegetative growth and flowering of coffee
(Coffea arabica L.). Journal of Horticultural Science,
70(1), 25-34.
Gardjito, M., & Rahadian, D. (2011). Kopi. Kanisius,
Yogyakarta.
Butar, B., Suryani, I., Aprianto, Dwinardi, & Alnopri
(2017). Insidensi penggerek buah kopi robusta
(Hypothenemus hampei Ferr.) di Kecamatan Kepahiang dan
Kecamatan Ujan Mas pada tanaman asal sambung pucuk
(tak-ent) dan seedling. (Thesis, Universitas Bengkulu).
Irulandi, S., Rajendran, R., Chinniah, C., and Samuel, S.D.
(2007). Influence of weather factors on the incidence
of coffee berry borer, Hypothenemus hampei Ferr.
(Scolytidae: Coleoptera) in Pulney hills, Tamil Nadu.
Madras Agricultural Journal, 94 (7/12), 218-231.
Leatemia, J. A., & Rumthe, R. Y. (2011). Studi Kerusakan
Akibat Serangan Hama pada Tanaman Pangan di
Kecamatan Bula, Kabupaten Seram Bagian Timur,
Propinsi Maluku. Jurnal Agroforestri, 6(1), 52–56.
Murthy, P. S., & Naidu, M. M. (2011). Improvement of
robusta coffee fermentation with microbial enzymes.
European Journal of Applied Sciences, 3(4), 130–139.
Prastowo, B., Karmawati, E., Rubijo, S., Indrawanto, C., &
Munarso, S. J. (2010). Budidaya dan pasca panen kopi.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan.
Bogor.
Purba, R. P., Bakti, D., & Sitepu, S. F. (2015). Hubungan
persentase serangan dengan estimasi kehilangan hasil
akibat serangan hama penggerek buah kopi
Hypothenemus Hampei Ferr.(Coleoptera: Scolytidae) di
Kabupaten Simalungun. Jurnal Agroekoteknologi
Universitas Sumatera Utara, 3(2), 104777.
Rahardjo, P. (2017). Berkebun Kopi. Penebar Swadaya.
Randriani, E., & Wardiana, E. (2015). Stabilitas hasil tiga
klon kopi Robusta Bengkulu sebagai klon unggul
lokal. J. TIDP 2(3), 159-168
Rosmana, S., Afrizon, Musaddad, D., Hartono, R., Yuliasari,
S. (2019). Kajian teknologi budidaya dan pascapanen
kopi untuk peningkatan produktivitas dan kualitas
kopi di provinsi Bengkulu. BPTP Bengkulu, Press.
Rubio G., J. D., Bustillo P., A. E., Vallejo E., L. F., Acuña
Z., J. R., & Benavides M., P. (2008). Alimentary
canal and reproductive tract of Hypothenemus hampei
(Ferrari) (Coleoptera: Curculionidae, Scolytinae).
Neotropical Entomology, 37(2), 143–151.
https://doi.org/10.1590/S1519-
566X2008000200006
Vega, F. E., Infante, F., Jaramillo, J., Castillo, A., & Vega,
F. (2010). The coffee berry borer, Hypothenemus
hampei (Ferrari) (Coleoptera: Curculionidae): a short
review, with recent findings and future research
directions. Terrestrial Arthropod Reviews, 2(2), 129–
147.
Zahro’in, E., & Yudi, Y. (2013). Tingkat serangan penggerek
buah kopi (PBKo) Hypothenemus hampei Ferr. di
Propinsi Jawa Timur pada September 2013. Pusat
Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia.
J. TIDP 8(2), 67-78, Juli 2021
dx.doi.org/10.21082/jtidp.v8n2.2020.p67-68
78