PreprintPDF Available

Overthinking dalam Perspektif Psikologi dan Islam

Authors:
Preprints and early-stage research may not have been peer reviewed yet.

Abstract

Terlalu banyak berpikir adalah lingkaran yang tidak produktif dari proses berpikir. Overthinking bisa dikatakan sebagai kuantitas yang telrlau banyak memproses beragam pikiran yang ada, namun hakikatnya tidak menjadi penting atau bukan merupakan kebutuhan. Overthinking ini bisa termanifestasi pada beberapa konteks yang berbeda, misalnya seseorang menjadi overthinking terhadap masa depan, perilaku yang dilakukan terhadap orang lain, dan tentang pandangan orang lain terhadap dirinya. Pada muaranya, overthinking ini terlahir dari tidak adanya kepastian atau validasi terhadap apa yang diproses dalam pikiran. Seringkali, overthinking yang tidak terkontrol dapat menyebabkan gejala kecemasan (Petric, 2018). Seseorang mulai membentuk pola overthinking ketika sirkulasi pikirannya beruminasi atas apa yang terjadi di waktu lalu dan mengkhawatirkan sesuatu yang belum terjadi. Seringkali orang salah menafsirkan bahwa banyak berpikir dengan adanya refleksi diri atau kemampuannya dalam memecahkan masalah, kedua hal tersebut justru bertujuan untuk mencari solusi dan menggali perspektif baru dari apa yang mereka pikirkan, sedangkan overthinking sangat identik dengan tidak berkutik atas masalah yang ada, dampaknya masalah yang ada akan dipandang semakin rumit tanpa ada penyelesaian. Overthinking tidak akan membantu seseorang untuk mendapatkan pemahaman yang baru terhadap masalah yang mereka hadapi, justru overthinking akan mudah mengundang aspek negatif yang mendorong adanya perasaan "buruk atau bersalah" terhadap diri (Morin, 2020).
Overthinking dalam Perspektif Psikologi dan Islam
Oleh:
Afifah Nurul Karimah, S.Psi
afifah16002@mail.unpad.ac.id
Overthinking terdiri dari dua kata yang berbeda “over” dan “thinking”. “Over” bermakna
“terlalu, berlebih”, sedangkan “thinking” bermakna pikiran atau pemikiran. Terlalu banyak berpikir
adalah lingkaran yang tidak produktif dari proses berpikir. Overthinking bisa dikatakan sebagai
kuantitas yang telrlau banyak memproses beragam pikiran yang ada, namun hakikatnya tidak menjadi
penting atau bukan merupakan kebutuhan. Overthinking ini bisa termanifestasi pada beberapa konteks
yang berbeda, misalnya seseorang menjadi overthinking terhadap masa depan, perilaku yang dilakukan
terhadap orang lain, dan tentang pandangan orang lain terhadap dirinya. Pada muaranya, overthinking
ini terlahir dari tidak adanya kepastian atau validasi terhadap apa yang diproses dalam pikiran.
Seringkali, overthinking yang tidak terkontrol dapat menyebabkan gejala kecemasan (Petric, 2018).
Seseorang mulai membentuk pola overthinking ketika sirkulasi pikirannya beruminasi atas apa
yang terjadi di waktu lalu dan mengkhawatirkan sesuatu yang belum terjadi. Seringkali orang salah
menafsirkan bahwa banyak berpikir dengan adanya refleksi diri atau kemampuannya dalam
memecahkan masalah, kedua hal tersebut justru bertujuan untuk mencari solusi dan menggali
perspektif baru dari apa yang mereka pikirkan, sedangkan overthinking sangat identik dengan tidak
berkutik atas masalah yang ada, dampaknya masalah yang ada akan dipandang semakin rumit tanpa
ada penyelesaian. Overthinking tidak akan membantu seseorang untuk mendapatkan pemahaman yang
baru terhadap masalah yang mereka hadapi, justru overthinking akan mudah mengundang aspek negatif
yang mendorong adanya perasaan “buruk atau bersalah” terhadap diri (Morin, 2020).
Beberapa tanda seseorang telah mengalami overthinking adalah sebagai berikut (Morin,
2020) :
1. Merasa bersalah atau malu terhadap apa yang telah terjadi secara berulang
2. Sering meragukan diri sendiri dengan bertanya pola “what if”
3. Sering tersesat dalam pikiran di masa lalu dan mencoba membayangkan masa depan
4. Memiliki kesulitan untuk tidur dan mengontrol pikiran untuk berhenti
5. Ketika merasakan emosi negatif, cenderung memikirkan secara berlebih masalah yang ada
6. Mengulang pikiran tentang perkataan orang lain terhadap dirinya atau perkataan dirinya terhadap
orang lain
7. Mengkhawatirkan sesuatu yang tiada kontrol atas dirinya
8. Merasa lelah dan sangat kesulitan untuk membuat keputusan
Pada hakikatnya, manusia memiliki kecenderungan secara alami untuk mengalami
“overthinking” karena manusia rentan terhadap bias negatif dan hal ini merupakan bagian dari naluri
“survival instincts” sebagai cara bertahan hidup. Menurut Smith (2020), overthinking perlu untuk
dikhawatirkan atau dalam artian telah melewati batas normal ketika sudah menghalangi kemampuan
diri manusia untuk berfungsi dan berdaya sebagaimana biasanya, misalnya overthinking yang telah
memengaruhi pola tidur seseorang sehingga berdampak kurang baik pada hari berikutnya.
Ada beberapa jenis pola pikiran”unhealthy thoughts” yang bisa menjadi indikator atau faktor
yang menyebabkan seseorang menjadi overthinking, seperti pada gambar berikut :
https://www.psychologytools.com
Misalnya, jika dilihat dari gambar tersebut. Jika X terbiasa berpikir dengan pola “should-
must”, maka seringkali ia akan mudah mengkritisi dirinya sendiri terhadap apa yang ia lakukan,
sehingga perasan bersalah akan lebih mudah muncul. Pola should-must” ini mungkin berkembang
seiring pengetahuan terkait standar sosial yang ada, seringkali jika terlalu sering berulang, pola berpikir
seperti ini akan mengakibatkan frustasi. Lain hal pada orang dengan pola “overgeneralizing”, misalnya
jika Y dengan tipikal berpikir seperti demikian mungkin akan menganggap bahwa suatu kejadian
spesifik yang membekas dalam memorinya menjadi tolak ukur simpulan pandangan dirinya terhadap
suatu hal yang berbeda. Hal ini tentu saja menjadi ancaman jika terus dialami berulang, karena
terjadinya overgeneralisasi menciptakan kesulitan menilai secara objektif kejadian yang dihadapi.
Dalam perspektif Islam, menurut Menk (2018) overthinking adalah bentuk khusus dari
perasaan takut. Ketakutan yang muncul akan berkembang lebih besar jika dibarengi dengan perasaan
kewaspadaan, cemas, adanya khayalan tertentu serta emosi. Overthinking bisa disebabkan karena
adanya bisikan syaitan yang menjadikan manusia merasa buruk, selain itu hal ini juga bisa disebabkan
karena belum sepenuhnya manusia untuk memiliki keterampilan tawakkal dan bergantung hanya
kepada Allah. Hal ini diperkuat dengan tafsir Surah An-Nas, pada ayat 4 yang artinya : “Dari kejahatan
(bisikan) setan yang biasa bersembunyi.”
Kata “waswas” ini bermakna godaan yang masuk ke dalam jiwa manusia dan seringkali
berulang dan merupakan perbuatan syaitan untuk menganggu manusia. Sedangkan, kata “khannas”
merupakan sifat dari setan yang sering bersembunyi ketika manusia mengingat Allah (Tuasikal, 2020).
Syaitan dapat membisikkan kelemahan pada dada manusia dengan sangat halus. Begitu
tersembunyinya godaan syaitan terhadap hati manusia, maka menjadi sangat lekat dengan prasangka.
Dalam Islam, ada konsep “su’udzan” yang bermakna berburuk sangka baik terhadap dirinya sendiri,
orang lain dan Allah. Sikap ini muncul karena sering terburu menilai atau memikirkan suatu kejadian
yang belum tentu jelas, atau disebut juga kurang tegas dan bijaksana dalam menyikapi suatu kejadian
(Qs. Yusuf : 36). Prasangka buruk yang terus berulang dapat menyebabkan ketidakbersyukuran
terhadap dirinya sendiri ataupun lingkungannya, perilaku yang muncul juga akan semakin jauh dari
akhlak Islam yang diajarkan, misalnya tidak berbangkit dan bersegera dalam kebaikan hanya karena
keraguan atau ketergantungannya kepada selain Allah.
Beberapa solusi dalam menghadapi dan mencegah terjadinya overthinking bisa dengan
mengkombinasikan konsep Islam dan metode intervensi psikologi yang telah teruji keefektifannya,
salah satuya adalah Cogntive Behaviour Therapy. Intervensi tersebut membantu seseorang untuk fokus
terhadap proses berpikir serta keyakinan yang ada dalam dirinya, dari proses berpikir yang muncul
akan dianalisis dampaknya terhadap perasaan serta perilaku dari orang tersebut. Analisis ini dapat
membantu mengatur pola berpikir dan mengubah perilaku atas pikiran yang memprakarsainya. Dengan
mengubah cara berpikir kita, maka secara koordinatif perasaan, persepsi, dan perilaku kita pun juga
akan berubah. Konsep Islam yang kita yakini dapat menjadi sumber daya terhadap keyakinan yang
memengaruhi pikiran, misalnya konsep tawakkal, ridha, husnudzan dan sabar terhadap masalah yang
dihadapi bisa dilatih secara terus menerus untuk diterapkan terhadap pola berpikir.
Salah satu teknis yang bisa dilakukan adalah dengan membuat jurnal khusus tentang proses
berpikir, seperti contoh pada gambar berikut :
https://www.iwanttochangemylife.org/cbt/cognitive-behavioral-therapy-guide.htm
Referensi :
Morin, A. (2020). How to Know When You’re Overthinking retrieved from
https://www.verywellmind.com/how-to-know-when-youre-overthinking-5077069
Petric, D. (2018). Emotional knots and overthinking. 10.13140/RG.2.2.18079.66720.
Smith, G. (2020). The Book of Overthinking. New Zealand: Allen & Unwin.
Tuasikal, A. M. (2020). Setan Punya Sifat Khannas & Waswas (Tafsir Surat An-Naas).
ResearchGate has not been able to resolve any citations for this publication.
Preprint
Full-text available
Overthinking is a loop of unproductive thoughts. Overthinking can also be considered as an excessive amount of thoughts that are unnecessary. Overthinking can be associated with anxiety. To prevent or treat overthinking disorder and anxiety, knots of negative emotions have to be disentangled. Positive emotions such as love, joy, gratitude balance with intellectual capacity of mind so that overthinking does not happen all the time. People that have enough positive emotions can better deal with everyday difficulties and can also be more prepared for stressful events.
How to Know When You're Overthinking
  • A Morin
Morin, A. (2020). How to Know When You're Overthinking retrieved from https://www.verywellmind.com/how-to-know-when-youre-overthinking-5077069