Available via license: CC BY 4.0
Content may be subject to copyright.
466
Vol. 5 No. 3 De sember 2020
Vol. 5 No. 3 Desember 2020
e-ISSN: 2502-7573 p-ISSN: 2502-8960
Open Acces at: https://ojs.unud.ac.id/index.php/ActaComitas
Proses Pelaksanaan Roya Partial Pada Kantor Notaris
Gilang Bella Saputra1, I Made Dedy Priyanto2
1 Program Studi Magister (S2). Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Udayana,
Bali-Indonesia, Email: gbellasaputra@gmail.com
2Fakultas Hukum Universitas Udayana, Email: dedy.priyanto23@yahoo.com
Info Artikel
Abstract
Masuk : 1 September 2020
Diterima : 11 November
2020
Terbit : 15 Desember 2020
Keywords :
Legal certainty, Partial
Roya, and notary
Roya Partial is a new legal institution formed, by providing an
alternative settlement of repayment on a credit basis by paying
off a portion of the credit that goes by pulling some of its
collateral. “Article 2 of the Law No. 4-year 1996 on land rights
and objects relating to the land”, giving gaps in the performance
of Roya Partial. Whereas article 1163 Civil Code states the rights
of liabilities (mortgages) are not indivisible but bind all parts of
the goods/moving objects. This can actually lead to a conflict of
norms against both regulations. Based on that, formulated 2
problems 1) What is the legal basis of the implementation of a
partial Roya, (2) How to process the implementation of Roya
Partial in notary Office, the purpose of this research is to know
the legal basis in the implementation of a partial roya and to
know the process of implementing Roya Partial in notary office.
The legal research method used is a normative legal research
method of using a statutory approach, and a conceptual
approach. Right to land that can be burdened by article 4 UUHT
Jo article 25, 33, 39 UUPA namely: property rights, business
rights, building rights, rights, houses and property rights in the
unit and there are several procedures regarding the deletion of
liabilities from the settlement to the execution of the force, then
the method of implementation of a partial Roya notary office.
Abstrak
Kata kunci:
Kepastian Hukum, Roya
Partial, dan Notaris
Corresponding Author:
Gilang Bella Saputra,
E-mail:
gbellasaputra@gmail.com
DOI :
10.24843/AC.2020.v05.i03.p03
Roya Partial yang merupakan lembaga hukum baru
terbentuk, dengan memberikan alternatif penyelesaian
pembayaran kembali secara mengangsur suatu kredit
dengan cara melunasi sebagian dari kredit yang berjalan
dengan menarik sebagian dari jaminannya. “Pasal 2
Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang
Berkaitan dengan Tanah”, memberi celah dapat
dilaksanakannya Roya Partial. Padahal Pasal 1163
KUHPerdata menyatakan “Hak Tanggungan (Hipotek)
tidak dapat dibagi-bagi tetapi mengikat seluruh bagian
dari barang/benda bergerak itu”. Hal ini sungguh dapat
menimbulkan konflik norma terhadap kedua peraturan
tersebut. Berdasarkan hal tersebut, dirumuskan 2 rumusan
masalah yaitu 1)Apakah yang menjadi dasar hukum dari
pelaksanaan roya partial, (2)Bagaimanakah proses
pelaksanaan Roya Partial pada kantor Notaris, tujuan
P-ISSN: 2502-8960, E-ISSN: 2502-7573
467
penelitian ini yakni untuk mengetahui dasar hukum dalam
pelaksanaan Roya Partial dan untuk mengetahui segala
proses pelaksanaan Roya Partial pada kantor Notaris.
Metode penelitian hukum yang dipergunakan ialah
metode penelitian hukum normatif mempergunakan
pendekatan perundang-undangan, dan pendekatan
konseptual. Hak Atas Tanah yang dapat dibebani Hak
Tanggungan berdasarkan Pasal 4 UUHT Jo Pasal 25, 33, 39
UUPA yakni : Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna
Bangunan, Hak Pakai, Rumah Susun dan Hak Milik Atas
Satuan Rumah Susun dan terdapat beberapa prosedur
mengenai hapusnya hak tanggungan mulai dari pelunasan
hingga eksekusi secara paksa, kemudian metode
pelaksanaan roya partial pada kantor Notaris.
I. Pendahuluan
Pesatnya laju perekonomian lintas batas negara akan memberi dampak pula terhadap
kemampuan sistem hukum pada suatu negara untuk menyelesaikan masalah-
rmasalah yang muncul. Masalah hukum yang dapat terjadi akibat dari perselisihan
hubungan keperdataan antara pihak yang melakukan suatu transaksi atau
melangsungkan suatu perjanjian.
Untuk memperkuat kedudukan para pihak serta memberi perlindungan dan kepastian
hukum pihak-pihak dalam suatu perjanjian maka jabatan Notaris/PPAT memegang
peran yang sangat penting. Seorang pejabat umum Notaris/PPAT juga harus memiliki
kompetensi terhadap jabatannya. Oleh karena kewenangan seorang Notaris
merupakan wewenang tersendiri dengan dasar hukumnya yakni Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2014 Perubahan atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang
Jabatan Notaris.
Dari banyaknya permasalahan ditemukan di bidang kenotariatan, satu isu hukum
yang menarik untuk dibahas yaitu mengangkat tentang proses dan prosedur
pelaksanaan roya partial melalui kantor Notaris, karena didalam pelaksanaan penulis
merasa bahwa proses peroyaan sertipikat secara partial atas jaminan dari hutang
debitor suatu bank cukup mempunyai permasalahan dan dapat di argumentasikan
secara hukum.
Penggunaan kata roya dapat dijumpai pada penjelasan umum “Undang-Undang No. 4
Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan
dengan Tanah”(UU Hak Tanggungan): “Pada buku tanah Hak Tanggungan yang
bersangkutan dibubuhkan catatan mengenai hapusnya hak tersebut, sedang
sertifikatnya ditiadakan. Pencatatan serupa, yang disebut pencoretan atau lebih
dikenal sebagai (roya), dilakukan juga pada buku tanah dan sertifikat hak atas tanah
yang semula dijadikan jaminan. Sertifikat hak atas tanah yang sudah dibubuhi catatan
tersebut, diserahkan kembali kepada pemegang haknya”. Menurut ketentuan Pasal 18
UU Hak Tanggungan, Pencoretan Hak Tanggungan merupakan suatu pelaksanaan
penghapusan hak tanggungan yang dilaksanakan oleh pemberi Hak Tanggungan.
Acta Comitas : Jurnal Hukum Kenotariatan, Vol. 5 No. 3 Desember 2020, h. 466 - 478 x,
ISSN: 1978-1520
468
Keberadaaan roya tidak lepas dari Hak Tanggungan. Hak ini diawali oleh Hak
Tanggungan yang merupakan hak kebendaan yaitu suatu hak yang dapat diminta
pertanggung jawaban oleh pengguna haknya dari pihak ketiga yang memiliki dan
menguasai objek Hak Tanggungan ini, jika objek Hak Tanggungan itu dipindah
alihkan oleh yang memberi Hak Tanggungan pertama.
1
Pencoretan Hak Tanggungan adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh pemberi Hak
Tanggungan (debitor) setelah Hak Tanggungan yang diberikan olehnya hapus,
menurut ketentuan Pasal 18 UU Hak Tanggungan.
2
Roya partial merupakan lembaga
hukum yang baru terbentuk, dengan memberikan alternatif penyelesaian pembayaran
kembali secara mengangsur suatu kredit dengan cara melunasi sebagian dari kredit
yang berjalan dengan menarik sebagian dari jaminannya. Yang menjadi menarik
adalah asas yang dimuat dalam Pasal 1163 KUH Perdata, Undang-Undang Hak
Tanggungan (UUHT) memberi celah dapat dilaksanakannya Roya Partial. Pasal 2
UUHT menyatakan bahwa Hak Tanggungan mempunyai sifat tidak dapat dibagi-bagi,
kecuali jika diperjanjikan dalam pembebanan Hak Tanggungan. Sesuai dengan Surat
Edaran Menteri Negara Agraria Kepala BPN No. 600-1610-DIV tertanggal 16 Juni 1995
tentang penjelasan terhadap pelaksanaan Roya Partial disebutkan pada salah satu
point bahwa hak atas tanah yang digunakan sebagai jaminan kredit dengan dibebani
Hipotik/Credietverband, apabila telah dilunasi sebagian dapat dilakukan roya partial,
sepanjang yang dibebani Hipotik/Credietverband terdiri dari beberapa bidang tanah.
Apabila yang dibebani Hipotik/Credietverband hanya satu bidang tanah saja, tidak
dapat dilakukan roya partial.
Pengembang dapat meminta roya partial, apabila pengembang telah mengangsur
membayar kepada kreditor yang memberikan Kredit Konstruksi, dengan nominal
yang sama besarnya dengan harga setiap hak atas tanah yang menjadi organ dalam
suatu obyek Hak Tanggungan yang dilakukan pembebasan dari Hak Tanggungan itu,
maka Hak Tanggungan tersebut hanya membebani sisa hutang yang belum dilunasi.
Sangat menarik proses dari pelaksanaan roya partial dimana debitor dapat
mengambil/menarik jaminan atas hutang yang dijamin dengan beberapa agunan
berupa tanah (sertipikat). Beberapa jaminan (lebih dari satu bidang) mempunyai nilai
masing-masing sehingga jika salah satunya dilunasi maka dapat di roya/coret hak
tanggungannya sehingga bisa di pergunakan untuk keperluan lain (dijaminkan di
bank lain/dijual/disewakan). Hal ini memberikan peluang lain kepada debitor untuk
mengembangkan asset melalui kesempatan kompromi terhadap ketentuan dari
KUHPerdata pasal 1163 yang menyatakan Hak Tanggungan (Hipotek) tidak dapat
dibagi-bagi tetapi mengikat seluruh bagian dari barang/benda bergerak itu. Jika di
telaah ketentuan ini mungkin lebih pas berlaku untuk satuan rumah susun yang
hendaknya wajib mengikuti ketentuan ini, karena pada prinsipnya akan sulit
mengeksekusi terhadap bangunan yang berdiri diatas sebidang tanah.
1
Sutan Remy Sjahdeini, (2010),”Hak Tanggungan Asas-Asas, Ketentuan-Ketentuan Pokok dan
Masalah Yang Dihadapi Oleh Perbankan”(Suatu Kajian Mengenai Undang-Undang Hak Tanggungan),
Cet. I, Alumni, Bandung, p.148.
2
Bagus Pramana, (2011), Pembebanan Hak Tanggungan Terhadap Tanah Yang Diatasnya Ada
Bangunan Milik Orang Lain, Universitas Diponegoro, p.61
P-ISSN: 2502-8960, E-ISSN: 2502-7573
469
Pendapat yang sama tentang kemungkinan pelaksanaan roya partial dalam Hak
Tanggungan juga diungkapkan oleh Boedi Harsono yang menyatakan: untuk
kepentingan pemberi Hak Tanggungan (debitor) dapat diperjanjikan dan disebutkan
dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan bahwa pelunasan hutang
yang dijaminkan dapat dilakukan dengan cara angsuran yang besarnya sama dengan
nilai masing-masing satuan yang merupakan bagian dari obyek Hak Tanggungan
tersebut. Bagian yang bersangkutan akan terbebas dari Hak Tanggungan yang semula
membebaninya dan selanjutnya hanya membebani sisa obyeknya untuk menjamin sisa
hutang yang belum dilunasinya, pengecualian ini disebut Roya Partial. Pengertian
roya sendiri menurut J Satrio dalam bukunya adalah penghapusan catatan beban.
3
Akan tetapi, pada prakteknya di kantor Notaris terutama yang berkerjasama dan
menjadi rekanan Bank banyak melaksanakan terhadap jaminan atas pembelian tanah
yang kemudian dibangun/dikembangkan perumahan oleh developer (pengembang)
maupun perusahaan/perseorangan yang bidang usahanya jual beli tanah kavlingan
yaitu dengan cara membeli dan menjaminkan tanah yang dibeli kemudian dilakukan
pemecahan per masing-masing kavling, yang kemudian masing-masing kavling
tersebut dipasang Hak Tangungan masing-masing (partial) sehingga jika ada pembeli
yang membeli salah satu bidang kavling maka si debitor dalam hal ini pemberi Hak
Tanggungan melakukan pelunasan secara partial yang kemudian di tarik
jaminan/cabut jaminan kemudian dilaksanakan roya partial sebelum kavling tersebut
di buatkan Akta Jual Beli kepada pembeli oleh PPAT.
Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini, dilakukan oleh Novita
Alviani pada tahun 2008. Penelitian tersebut lebih menekankan pada persyaratan yang
telah disepakati oleh para pihak pada saat pembuatan Akta Pemberian Hak
Tanggungan (APHT). Sedangkan penelitian ini lebih menekankan pada dasar hukum
dan proses pelaksanaan roya partial pada kantor Notaris.
Merujuk pada latar belakang tersebut, maka dalam hal ini penulis tertarik untuk
menulis sebuah paper yang berjudul “Proses Pelaksanaan Roya Partial Pada Kantor
Notaris”. Menjurus pada uraian latar belakang masalah yang telah dipaparkan dengan
jelas di atas, maka dapat dirumuskan pokok-pokok permasalahan sebagai berikut:
(1)Apakah yang menjadi dasar hukum dari pelaksanaan roya partial?
(2)Bagaimanakah proses pelaksanaan Roya Partial pada Kantor Notaris ? Penulisan
jurnal ini memuat tujuan umum dan juga tujuan khusus. Tujuan umum yang
dimaksud, yakni untuk mengetahui dasar hukum dalam pelaksanaan roya partial.
Tujuan khusus penelitian ini untuk mengetahui segala proses pelaksanaan Roya
Partial pada kantor Notaris.
Manfaat Penelitian ini secara khusus ditujukan kepada Notaris, akademisi, mahasiswa,
serta masyarakat, serta untuk menambah pengetahuan bagi penulis. Kemudian bagi
notaris penelitian ini dapat dijadikan bahan dalam praktek terkait adanya pihak yang
ingin melaksanakan roya partial karena menyangkut mengenai dasar hukum
dilaksanakan roya partial dan prosedur pelaksanaan dari roya partial; bagi akademisi
dan mahasiswa ini penelitian ini dapat menjadi bahan penunjang dan/atau untuk
3
Rinaldi Dwi Permata, (2018), Roya Hak Tanggungan Yang Telah Dilunasi Oleh Debitur Dalam Hal
Sertifikat Hak Tanggungan Yang Dikuasai Oleh Kreditur Hilang/Rusak, Universitas Sriwijaya, p.86
Acta Comitas : Jurnal Hukum Kenotariatan, Vol. 5 No. 3 Desember 2020, h. 466 - 478 x,
ISSN: 1978-1520
470
menambah pengetahuan mengenai dasar hukum dilaksanakan roya partial dan
prosedur pelaksanaan dari roya partial sesudah berlakunya Peraturan Pemerintah
tentang pelaksanaan roya partial; penelitian ini memberi manfaat bagi masyarakat
yang ingin memahami lebih dalam tentang roya partial agar dapat mengetahui
mengenai prosedur pelaksanaan roya partial sesudah berlakunya Peraturan
Pemerintah tentang pelaksanaannya dan bagi penulis dari penelitian ini dapat
memberikan pengetahuan mengenai dasar hukum dilaksanakan roya partial dan
prosedur pelaksanaan dari roya partial sesudah berlakunya Peraturan Pemerintah
tentang pelaksanaan roya partial serta sebagai persyaratan dalam menyelesaikan studi
magister kenotariatan Universitas Udayana.
2. Metode Penelitian
Penelitian ini mempergunakan metode penelitian hukum normatif. Metode penelitian
hukum normatif ialah teknik menelaah atas peraturan perundang-perundangan yang
melihat hierarki perundang-undangan secara vertikal, dan horizontal.
4
Penggunaaan
metode penelitian hukum normatif ini dikarenakan adanya norma konflik pada Pasal 2
Undang-Undang Hak Tanggungan (UUHT) memberi celah dapat dilaksanakannya
Roya Partial dan KUHPerdata pasal 1163 yang menyatakan; Hak Tanggungan
(Hipotek) tidak dapat dibagi-bagi tetapi mengikat seluruh bagian dari barang/benda
bergerak itu. Metode pendekatan yang dipergunakan dalam membahas permasalahan
yang diteliti, yakni menggunakan pendekatan perundang-undangan (the statute
approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach).
5
Penulisan ini
mempergunakan bahan hukum, yang terdapat bahan hukum primer dan sekunder
serta bahan-bahan hukum lainnya. Bahan hukum primer terdiri atas UU No. 4 Tahun
1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan
dengan Tanah dan Surat Edaran Menteri Negara Agraria Kepala BPN No. 600-1610-
DIV tertanggal 16 Juni 1995 tentang penjelasan terhadap pelaksanaan roya partial,
selanjutnya bahan hukum sekunder mencangkup buku serta jurnal hukum yang sesuai
terhadap permasalahan, dan bahan lainnya yang dikumpulkan dari internet. Teknik
pengumpulan bahan hukum yang membantu menyelesaikan permasalahan ini ialah
teknik sistematisasi bahan hukum primer serta teknik bola salju pada bahan hukum
sekunder serta bahan hukum lainnya. Metode analisis bahan hukum penulisan ini
ialah teknik deskriptif yang menjelaskan mengenai peristiwa atau kondisi hukum.
6
3. Hasil Dan Pembahasan
3.1 Pengertian Tentang Tanah, Hak Tanggungan dan Roya
Menurut Jhon Salindeho, sederhananya Tanah merupakan benda yang dari sudut
pandang masyarakat Indonesia memiliki nilai ekonomis. Tanah sebagai bagian dari
bumi disebutkan dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA) yaitu : atas dasar menguasai dari
Negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak
4
Laurensius Arliman, S. (2018).”Peranan MetodologiiPenelitian Hukum Dalam Perkembangan Ilmu
Hukummdi Indonesia”. Jurnal Soumatera Law Review, 1 (1). p. 118.
5
Lexy J. Moleong, (2013), Metode Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi), PT. Remaja Rosdakarya,
Bandung, p. 186
6
I Made PasekkDiantha. (2017). Metodelogi Penelitian Hukum Normatif dalam Justifikasi Teori
Hukum. Jakarta: Prenada Media Group, p. 153.
P-ISSN: 2502-8960, E-ISSN: 2502-7573
471
atas permukaan bumi yang disebut tanah, yang dapat diberikan dan dapat pula
dimiliki oleh orang-orang baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta
badan-badan hukum.
7
Hak Atas Tanah yang dapat dibebani Hak Tanggungan berdasarkan Pasal 4 UUHT Jo
Pasal 25, 33, 39 UUPA yakni:
8
Hak Milik bersifat Hak turun temurun,yang dapat
dimiliki seseorang terhadap tanah dan diserahkan kepada Warga Negara Indonesia
tanpa terhalang atau adanya batasan waktu. Hak Guna Usaha yang diserahkan oleh
negara kepada Badan Hukum yang berdirinya tidak bertentangan dengan hukum
Indonesia juga berkedudukan di Indonesia dan atau Warga Negara Indonesia, dengan
jangka waktu terlama yakni 35 (tiga puluh lima) tahun dan dapat diajukan
perpanjangan waktu paling lama 25 (dua puluh lima) tahun. Apabila telah mencapai
batas waktu yang telah diberikan atau dengan kata lain telah usai penguasa haknya
dapat melakukan pembaruan Hak Guna Usaha terhadap tanah tersebut. Hak Guna
Bangunan yang diserahkan oleh negara kepada Warga Negara Indonesia dan atau
Badan Hukum yang berdirinya tidak bertentangan dengan hukum Indonesia juga
berkedudukan di Indonesia, dengan jangka waktu terlama yakni 30 (tiga puluh) tahun
dan dapat diajukan perpanjangan waktu paling lama 20 (dua puluh) tahun.
Apabila telah mencapai batas waktu selesai dapat dilakukan suatu pembaruan Hak
atas tanah tersebut. Hak Pakai atas tanah Negara, sebagaimana dalam ketentuan yang
berlaku Hak Pakai harus terdaftar dan bisa dipindah tangankan. Adapun jangka
waktu yaitu 25 (dua puluh lima) tahun dan waktu perpanjangan paling lama 20
(duapuluh) tahun. Apabila telah mencapai batas waktu selesai dapat dilakukan
pembaharuan Hak Pakai terhadap tanah yang sama tersebut.
Sarusun (Satuan rumah susun) yang berdiri di atas tanah Hak Pakai yang diserahkan
oleh negara kepada Warga Negara Indonesia dan atau Badan Hukum yang berdirinya
tidak bertentangan dengan hukum Indonesia juga berkedudukan di Indonesia, dengan
jangka waktu terlama yakni 25 (dua puluh lima) tahun dan dapat diajukan
perpanjangan waktu paling lama 20 (dua puluh) tahun apabila telah mencapai batas
waktu yang telah diberikan atau dengan kata lain telah usai penguasa haknya dapat
melakukan pembaruan Haknya.
9
Berkaitan dengan hal tersebut Hak Tanggungan juga dapat dibebankan pada hak atas
tanah termasuk dengan hal apapun yang berada diatas tanah tersebut dan tak
terpisah-pisah dengan objek tersebut, dalam hal ini pembebanannya tertulis secara
rinci dalam APHT mengenai objek tersebut. Seperti bangunan, tumbuhan dan lain-
lain.
Jika hal-hal yang berdiri diatas tanah tersebut bukan milik dari pemilik tanah,
pembebanan hak mungkin dilakukan dengan penandatanganan sebagai bukti
7
Urip Santoso. (2010). Hukum Agraria & Hak-hak atas Tanah, Kencana Prenada Media Group,
Jakarta, p. 10
8
Sri Soedewi Masjchoen, (2011), Pokok-pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, Badan
Pembinaan Hukum Nasional Departewmen Kehakiman, p. 72
9
Martha Novanditya, (2010), Jaminan Perlindungan Hukum Pada Perjanjian Kredit Perbankan,
Universitas Sebelas Maret. p.32
Acta Comitas : Jurnal Hukum Kenotariatan, Vol. 5 No. 3 Desember 2020, h. 466 - 478 x,
ISSN: 1978-1520
472
persetujuan oleh pemiliknya pada suatu APHT. Bersinggungan dengan hal tersebut,
Hak tanggungan juga dapat terhapuskan, sebagaimana termaktub dalam Pasal 18
sampai dengan 19 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996. Dari pasal tersebut arti dari
hapusnya Hak Tanggungan yaitu Hak Tanggungan tidak berlaku lagi atau telah
selesai.
Adapun penyebab hapusnya hak tanggungan (sering disebut roya), sebagai berikut :
10
1. Pembayaran hutang atau dilunasinya hutang oleh debitur,
2. Wanprestasi, yang berakibat teguran oleh kreditur untuk debitur memenuhi
prestasinya. Teguran tersebut bersifat memaksa agar debitur segera melunasi
utangnya dengan, Cedera janji yang dilakukan oleh Debitur.
3. Terjadinya cidera janji maka memungkinkan seorang kreditur untuk
melaksanakan parate eksekusi yakni melelang barang objek jaminan tanpa
mengikutsertakan pihak pengadilan. Hasil dari lelang tersebut akan dipergunakan
untuk melunasi utangnya,
4. Sebagaimana pasal 224 HIR kemudian disertai pelelangan umum. Dalam hal ini
kreditur mengikutsertakan pengadilan untuk kepentingan pelunasan utang.
Kreditur mengajukan eksekusi ke pengadilan dengan menyertakan Sertifikat Hak
Tanggungan. Dalam hal ini bukan berarti adanya gugatan.
5. Dilayangkannya gugatan oleh kreditur dikarenakan Debitur tidak mau melunasi
utangnya atau hal lain yang menyebabkan cidera janji, yang selanjutnya disertai
dengan putusan pengadilan yang jika memang terbukti debitur bersalah putusan
tersebut dapat dieksekusi secara suka rela demi pelunasan utang.
6. Eksekusi secara paksa, dalam suatu keadaan dimana debitur enggan mengindahkan
putusan pengadilan. Akan dilakukan eksekusi secara paksa berdasarkan putusan
pengadilan tersebut yang juga melibatkan pelelangan umum kemudian hasilnya
akan dipergunakan untuk membayar utang debitur.
3.2. Dasar Hukum Pelaksanaan Roya Partial
Berdasarkan atas ketentuan Pasal 2 ayat (2) Undang-undang No. 4 Tahun 1996 Tentang
Hak Tanggungan sebagaimana berikut: “Apabila Hak Tanggungan dibebankan pada
beberapa hak atas tanah, dapat diperjanjikan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan
yang bersangkutan, bahwa pelunasan utang yang dijamin dapat dilakukan dengan
cara angsuran yang besarnya sama dengan nilai masing-masing hak atas tanah yang
merupakan bagian dari obyek Hak Tanggungan, yang akan dibebaskan dari Hak
Tanggungan tersebut, sehingga kemudian Hak Tanggungan itu hanya membebani sisa
obyek Hak Tanggungan untuk menjamin sisa utang yang belum dilunasi”.
Merujuk pemaparan diatas kita tarik suatu hal bahwa memang pelaksanaan roya
partial dapat dilakukan. Suatu pelaksanaaan kegiatan roya partial mengacu antara lain
pada Surat Edaran Badan Pertanahan Nasional Nomor 600-1610 Tahun 1995 tentang
Pelaksana Roya Partial (Sebagian), tertanggal 16 Juni 1995. Di dalam Surat Edaran
tersebut antara lain sebagai berikut:
11
10
Badriyah Harun, (2010), Tinjauan Yuridis Pemberian Kredit Dengan Hak Tanggungan di Bank BNI
Kota Surabaya, Universitas Muhammadiyah Malang, P.65
11
Juliana Amertha, (2013), Tinjauan Yuridis Mengenai Penghapusan Hak Tanggungan Roya Pada
Bank Selaku Kreditor Yang Dilikuidasi Akibat Penggabungan Diri Dengan Bank Lain, Universitas
Indonesia, p. 96
P-ISSN: 2502-8960, E-ISSN: 2502-7573
473
2. Roya partial merupakan kelembagaan hukum baru, untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat, yang memungkinkan penyelesaian secara praktis terhadap bagian benda
jaminan apabila telah dilunasi sebagian, sehingga dapat dipergunakan untuk
keperluan lainnya. Dengan demikian, sungguhpun roya partial diatur dalam UURS
(UU Rumah Susun), tetapi dapat diterapkan pula untuk menyelesaikan masalah roya
partial di luar rumah susun.
3. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka hak atas tanah yang dipergunakan
sebagai jaminan kredit dibebani Hipotik/CV, apabila telah dilunasi sebagian, dapat
dilakukan roya partial, sepanjang yang dibebani Hipotik/CV terdiri dari beberapa
bidang tanah. Apabila yang dibebani Hipotik/CV hanya satu bidang tanah saja, tidak
dapat dilakukan roya partial.
Aturan tentang prosedur pencoretan hak tanggungan termuat dalam Pasal 22 Undang-
Undang Hak Tanggungan yang menegaskan, :
1. Dengan terhapusnya suatu Hak Tanggungan, segera setelah itu Kantor Pertanahan
wajib melaksanakan pencoretan terhadap buku tanah hak atas tanah berikut
sertifikat tanah tersebut berkenaan dengan catatan Hak Tanggungan.
2. Setelah dilakukannya suatu penghapusan Hak Tanggungan, dapat diberlakukan
penarikan sertifikat Hak Tanggungan bersamaan dengan buku tanah dinyatakan
tidak berlaku lagi oleh Kantor Pertanahan.
3. Dalam suatu keadaan tidak dikembalikannya sertifikat ke Kantor Pertanahan, hal
tersebut dicatat pada buku tanah Hak Tanggungan.
4. Pemohonan pencoretan dilakukan oleh yang memiliki kepentingan dengan
menyertakan bukti sertifikat Hak Tanggungan dengan catatan dibuat oleh kreditor,
berisikan keterangan bahwa Hak Tanggungan itu sudah hapus dikarenakan Hak
Tanggungan yang dijadikan jaminan pelunasan utang telah terbayar lunas, atau
keterangan dari kreditor yang menerangkan bahwa telah hapusnya Hak
Tanggungan karena telah karena kreditor telah melepaskan Hak Tanggungan yang
tersebut.
12
5. Pihak yang memiliki kepentingan boleh membuat pemohonan pelaksanaan
pencoretan sebagaimana disebutkan sebelumnya kepada Ketua Pengadilan Negeri
jika kreditor tidak bersedia memberikan pernyataan, pernyataan tersebut diajukan di
daerah hukum dimana Hak Tanggungan tersebut terdaftar.
6. Jika“permohonan perintah pencoretan timbul dari sengketa yang sedang diperiksa
oleh Pengadilan Negeri lain, permohonan tersebut harus diajukan kepada Ketua
Pengadilan Negeri yang memeriksa perkara yang bersangkutan.
7. Pemohonan”pencoretan catatan Hak Tanggungan berdasarkan perintah Pengadilan
Negeri diajukan kepada Kepala Kantor Pertanahan dengan melampirkan salinan
penetapan atau putusan Pengadilan Negeri yang bersangkutan.
8. Pencoretan”catatan Hak Tanggungan yang dilakukan kantor pertanahan menurut
ketentuan perundang-undangan yang berlaku”yaitu dalam waktu 7 (tujuh) hari
kerja terhitung sejak diterimanya permohonan.
9. Jika”pelunasan utang dilakukan dengan cara angsuran, hapusnya Hak Tanggungan
pada bagian obyek Hak Tanggungan yang bersangkutan dicatat pada buku tanah
12
Kartini Muljadi, (2011) , Kekuatan dan Kedudukan Akta Hak Tanggungan yang Dibuat oleh PPAT.
Universitas Muhammadiyah Malang, P.121
Acta Comitas : Jurnal Hukum Kenotariatan, Vol. 5 No. 3 Desember 2020, h. 466 - 478 x,
ISSN: 1978-1520
474
dan sertifikat Hak Tanggungan serta pada buku tanah dan sertifikat hak atas tanah
yang telah bebas dari Hak Tanggungan yang semula membebaninya”
13
Selain itu disebutkan juga dalam Pasal 18 ayat (1) UU Hak Tanggungan yang berkaitan
dengan hapusnya Hak Tanggungan antara lain: Terhapusnya utang yang dijamin
dengan Hak Tanggungan, Pemegang hak tanggungan melepaskan hak
tanggungannya, Penetapan Ketua Pengadilan Negeri berkaitan dengan pembersihan
Hak Tanggungan, Terhapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 22 ayat (4), ayat (5), ayat (6), dan ayat (7) Undang-
Undang Hak Tanggungan, suatu pencoretan Hak Tanggungan pada dasarnya dapat
dilakukan oleh debitor tersebut. Dapat disimpulkan bahwa menurut ketentuan Pasal
18 Undang-Undang Hak Tanggungan pencoretan Hak Tanggungan dilakukan setelah
Hak Tanggungan yang diberikan oleh debitur terhapuskan. Dalam pelaksanaan
pencoretan Hak Tanggungan, debitur dapat memanfaatkan semua fasilitas hukum
yang ada termasuk permohonan perintah pencoretan kepada Ketua Pengadilan
Negeri, dan dapat me nggunakan semua alat bukti yang dibutuhkan untuk
membuktikan bahwa Hak Tanggungan tersebut telah hapus.
3.3. Proses Pelaksanaan Roya Partial pada Kantor Notaris.
Roya pada umumnya dilaksanakan pada Kantor Badan Pertanahan, namun beberapa
pihak (masyarakat) awam yang tidak paham proses dan persyaratan atau bank
merekomendasi proses roya kepada kantor Notaris. Dalam pelaksanaannya hal
tersebut juga tidak salah, karena kantor Notaris juga dapat melaksanakan proses
pendaftaran tersebut ke Kantor Pertanahan (BPN). Didalam penulisan laporan ini lebih
menekankan kepada pelaksanaan proses roya partsial di kantor notaris, karena secara
hukum, sertipikat hak tanggungan yang di roya secara partial masih mempunyai
ikatan hukum dengan perjanjian kredit yang menjadi perjanjian pokoknya ( obligatoir),
sedangkan hak tanggungan yang dibuat berdasarkan SKMHT dan APHT hanya
merupakan perjanjian ikutan (accessoir). Karena hak tanggungan yang dipasang secara
partial untuk Perjanjian Kredit tetap dibuat satu dengan menunjuk benda jaminan
lebih dari sebidang, namun nilai hak tanggungannya masing-masing tidak menjadi
satu, Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) tetap dibuat satu, namun
dipasang/didaftar secara partial pada Kantor Pertanahan (BPN), sehingga untuk
royanya otomatis dapat dilaksanakan secara Partial/sebagian.
14
Hal inilah yang membuat Bank sebagai lembaga pemberi pinjaman (penerima Hak
Tanggungan) cederung dan bahkan mewajibkan peroyaan dilaksanakan pada Kantor
notaris rekanan mereka, karena masih ada ikatan antara perjanjian kredit dan sebagian
lagi hak tanggungan yang menjadi benda jaminan di Bank. Disamping itu pihak bank
juga harus membuat suatu perjanjian perubahan perjanjian kredit atau Addendum
13
Rahmat W. Hariyadi, (2017), Kajian Yuridis Pelaksanaan Roya Hak Atas Tanah Dalam Penjaminan
Hak Tanggungan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas
Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (Studi Pada Kantor Pertanahan Kota
Surakarta), Universitas Sebelas Maret, p. 77
14
Yunizar Ghazam Ilyas, (2015), Analisis Pelaksanaan Eksekusi Hak Tanggungan Pada Bank BRI di
Kota Malang, Universitas Brawijaya, p.111
P-ISSN: 2502-8960, E-ISSN: 2502-7573
475
terhadap perjanjian kredit sebelumnya yang menjadi landasan dari pendaftaran atau
pemasangan hak tanggungan dari jaminan yang akan diroya secara partial.
Hak”Tanggungan merupakan suatu Hak Jaminan yang dibebankan pada hak atas
tanah”sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain
yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan hutang tertentu
yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap
kreditur-kreditur yang lain.“Pemberiannya inheren atau mengikuti Perjanjian Pokok
yaitu perjanjian yang menimbulkan suatu hubungan hukum hutang piutang yang
dijaminkan pelunasannya“
15
Perjanjian utang-piutang antara deibtur dan kreditur yang dibuat dihadapan seorang
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah langkah awal atau syarat dalam
penyaluran kredit dengan menggunakan Hak tanggungan sebagai jaminannya, yang
tertuang dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT). Sebagai awalan, debitur
menyerahkan bukti kepemilikan hak atau sertifikat tanah yang akan dijadikan objek
hak tanggungan sebagai bukti pelunasan utang. Kemudian untuk mengetahui tanah
tersebut masih menanggung beban Hak Tanggungan atau tidak, PPAT bertugas
memeriksa sertifikat hak atas tanah tersebut pada kantor pertanahan. jika tanah
tersebut dinyatakan aman, barulah dibuatnya buku tanah Hak Tanggungan oleh pihak
kantor pertanahan, mencatatkan tanah tersebut pada buku tanah, dan menyalin
catatan tersebut dalam sertifikat Hak Atas Tanah milik debitur yang kemudian
disimpan dikantor pertanahan. Kemudian dikeluarkannya Sertifikat Hak tanggungan
oleh Kantor Pertanahan sebagai bukti bahwa benar adanya Hak tanggungan tersebut.
Kreditur menyimpan Sertifikat Hak Tanggungan beserta Sertifikat Hak Atas Tanah
sebagai bukti jaminan pelunasan utang. Apabila debitur telah membayar lunas
keseluruhan utangnya, barulah kreditor menyampaikan kepada Kantor Pertanahan
untuk dilaksanakannya Roya. Dalam hal ini kreditor membuat surat permohonan
yang berisikan keterangan bahwa segala utang yang dijamin pelunasannya dengan
menggunakan hak tanggungan telah terhapuskan atau terlunasi, maka berdasarkan
hal tersebut kreditur dengan ini memohon untuk dilaksanakannya roya atau
pencoretan catatan beban hak tanggungan pada sertifikat tersebut. Surat permohonan
tersebut juga terlampir asli sertifikat hak tanggungan dan asli sertifikat hak atas tanah.
Setelah semua persyaratan terpenuhi, Kantor Pertanahan selanjutnya melakukan
pencoretan pada catatan Hak Tanggungan tersebut atau biasa disebut melakukan roya.
Dengan ini hapuslah Hak Tanggungan tersebut. Untuk sertifikat Hak Tanggungan
akan ditarik oleh Kantor pertanahan dan sertifikat tersebut dinyatakan tidak berlaku,
Sertifikat hak atas tanah akan dikembalikan oleh debitur jika seluruh proses dan
prosedur pelaksanaan roya telah selesai. Dalam praktek pelaksanaan Roya Partial yang
dilakukan di kantor Notaris biasanya melampirkan data-data sebagai berikut: Asli
Sertipikat Hak Atas tanah, Asli Sertipikat Hak Tanggungan, Fotocopy KTP yang atas
nama di Sertipikat Hak Atas Tanah, Fotocopy Kartu Keluarga yang atas nama di
Sertipikat Hak Atas Tanah, Asli Surat Keterangan Lunas (sebagian) dari Bank yang
15
Sri Soedewi Masjchoen, (2011), Pokok-pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, Badan
Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman , p. 72.
Acta Comitas : Jurnal Hukum Kenotariatan, Vol. 5 No. 3 Desember 2020, h. 466 - 478 x,
ISSN: 1978-1520
476
menunjuk nomor sertipikat Hak Atas tanah dan Sertipikat Hak Tanggungan.
16
Surat
pengantar roya dari Bank yang ditujukan kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional
(BPN) kabupaten/Kota, Surat Kuasa dari pemilik sertipikat Hak Atas Tanah kepada
salah satu Pegawai kantor Notaris yang pada intinya adalah surat kuasa substitusi
untuk pendaftaran dan pengambilan jika royanya telah selesai pada kantor
pertanahan.
Pada prakteknya di Kantor Notaris kelengkapan data untuk proses roya disiapkan dan
didaftarkan oleh staf/pegawai Notaris, termasuk surat/map permohonannya. Setelah
lengkap data-data yang dimaksud maka segera di daftarkan oleh staf Notaris ke
Kantor Badan Pertanahan (BPN) Kabupaten/Kota. Lamanya proses pendaftaran
hingga selesai memakan waktu paling cepat 7 (tujuh) hari kerja dan paling lama 30
(tiga puluh) hari kerja tergantung volume berkas yang masuk pada kantor
pertanahan.
17
Para Pengembang dapat meminta permohonan diselenggarakannya roya partial, hal
ini dapat terjadi jika pengembang telah mengangsur pembayaran kepada pemberi
kredit dengan nominal yang setara dengan nilai tiap-tiap hak atas tanah yang
dijadikan objek Hak Tanggungan, dengan hal ini akan mengakibatkan hak tersebut
terbebaskan dari pembebanannya atau dari hak tanggungannya. Hal ini berimbas
pada Hak Tanggungan hanya membebani sebagian sisa utang yang belum
terlunaskan.
18
4.Kesimpulan
Dari uraian diatas maka dapat ditarik suatu kesimpulan yaitu :
Dasar hukum dari pemberlakuan adanya Roya Partial diatur dalam Pasal 2 ayat (2)
Undang-undang No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tangungan dan Surat Edaran Badan
Pertanahan Nasional Nomor 600-1610 Tahun 1995 tentang Pelaksana Roya Partial
(Sebagian), tertanggal 16 Juni 1995 Proses pelaksanaan Roya Partial di kantor Notaris
dilaksanakan dengan cara pendaftaran pada kantor Pertanahan (BPN) yang di awali
dengan melengkapi segenap data dan surat-surat pendukung. Peroyaan melalui
kantor Notaris berkaitan dengan Hak Tanggungan Partial dalam prakteknya
berhubungan dengan adanya perubahan perjanjian kredit atau take over kredit.
Daftar Pustaka / Daftar Referensi
Buku :
I Made PasekkDiantha. (2017). Metodelogi Penelitian Hukum Normatif dalam Justifikasi
Teori Hukum. Jakarta: Prenada Media Group
16
Desty Devita, (2011), Pelaksanaan Roya Partial Terhadap Jaminan Hak Tanggungan Pada PT. Bank
Pembangunan Daerah Sumatra Selatan di Palembang, Universitas Diponogoro, p.121
17
Fredi Bagus Kusumaning, (2016), Mekanisme Roya Hak Atas Tanah Yang Merupakan Agunan
Debitor Atau Pada Perbankan Yang Dilelang Oleh Pejabat Lelang Karena Kreditnya Macet. Universitas
Islam Sultan Agung, p. 53
18
Sutan Remy Sjahdeini, 2010, Hak Tanggungan Asas-Asas Ketentuan-ketentuan Pokok dan
Masalahnya Yang Dihadapi Oleh Perbankan, Alumni, Bandung, p.22.
P-ISSN: 2502-8960, E-ISSN: 2502-7573
477
Lexy J. Moleong, (2013), Metode Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi), PT. Remaja
Rosdakarya, Bandung
Sri Soedewi Masjchoen, (2011), Pokok-pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan,
Badan Pembinaan Hukum Nasional Departewmen Kehakiman
Sutan Remy Sjahdeini, (2010),”Hak Tanggungan Asas-Asas, Ketentuan-Ketentuan Pokok
dan Masalah Yang Dihadapi Oleh Perbankan”(Suatu Kajian Mengenai Undang-Undang
Hak Tanggungan), Cet. I, Alumni, Bandung
Urip Santoso. (2010). Hukum Agraria & Hak-hak atas Tanah, Kencana Prenada Media
Group, Jakarta
Skripsi atau Tesis :
Badriyah Harun, (2010), Tinjauan Yuridis Pemberian Kredit Dengan Hak Tanggungan di
Bank BNI Kota Surabaya, Universitas Muhammadiyah Malang.
Bagus Pramana, (2011), Pembebanan Hak Tanggungan Terhadap Tanah Yang Diatasnya
Ada Bangunan Milik Orang Lain, Universitas Diponegoro
Desty Devita, (2011), Pelaksanaan Roya Partial Terhadap Jaminan Hak Tanggungan Pada PT.
Bank Pembangunan Daerah Sumatra Selatan di Palembang, Universitas Diponogoro.
Fredi Bagus Kusumaning, (2016), Mekanisme Roya Hak Atas Tanah Yang Merupakan
Agunan Debitor Atau Pada Perbankan Yang Dilelang Oleh Pejabat Lelang Karena
Kreditnya Macet. Universitas Islam Sultan Agung.
Rinaldi Dwi Permata, (2018), Roya Hak Tanggungan Yang Telah Dilunasi Oleh Debitur
Dalam Hal Sertifikat Hak Tanggungan Yang Dikuasai Oleh Kreditur Hilang/Rusak,
Universitas Sriwijaya.
Martha Novanditya, (2010), Jaminan Perlindungan Hukum Pada Perjanjian Kredit
Perbankan, Universitas Sebelas Maret.
Novita Alviani, (2008), Praktek Roya Partial Dalam Penjaminan Hak Tanggungan Menurut
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Di Kota Semarang,
Universitas Diponegoro
Juliana Amertha, (2013), Tinjauan Yuridis Mengenai Penghapusan Hak Tanggungan Roya
Pada Bank Selaku Kreditor Yang Dilikuidasi Akibat Penggabungan Diri Dengan Bank
Lain, Universitas Indonesia.
Kartini Muljadi, (2011) , Kekuatan dan Kedudukan Akta Hak Tanggungan yang Dibuat oleh
PPAT. Universitas Muhammadiyah Malang.
Rahmat W. Hariyadi, (2017), Kajian Yuridis Pelaksanaan Roya Hak Atas Tanah Dalam
Penjaminan Hak Tanggungan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996
Acta Comitas : Jurnal Hukum Kenotariatan, Vol. 5 No. 3 Desember 2020, h. 466 - 478 x,
ISSN: 1978-1520
478
tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan
Tanah (Studi Pada Kantor Pertanahan Kota Surakarta), Universitas Sebelas Maret.
Yunizar Ghazam Ilyas, (2015), Analisis Pelaksanaan Eksekusi Hak Tanggungan Pada Bank
BRI di Kota Malang, Universitas Brawijaya.
Jurnal :
Laurensius Arliman, S. (2018).”Peranan MetodologiiPenelitian Hukum Dalam
Perkembangan Ilmu Hukummdi Indonesia”. Jurnal Soumatera Law Review, 1
Peraturan Perundang- Undangan :
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Diterjemahkan dari Burgerlijk Wetboek (BW)
Oleh Soedharyo Soimin, 2012, Sinar Grafika, Jakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan
Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan Dengan Tanah..
Surat Edaran Menteri Negara Agraria Kepala BPN No. 600-1610-DIV tertanggal 16 Juni
1995 tentang penjelasan terhadap pelaksanaan Roya Partial.