ArticlePDF Available

Karakteristik Morfologi Rusa timor (Rusa timorensis) dengan Pemeliharaan Ex Situ di Kota Kupang

Authors:

Abstract

Rusa merupakan salah satu sumber daya genetik yang ada di Indonesia. Keberadaan populasi rusa timor semakin menurun sebagai akibat adanya perburuan liar untuk berbagai kepentingan. Usaha yang dilakukan agar populasi rusa di alam tetap lestari ialah dengan melakukan pengembangan rusa timor melalui konservasi ex situ. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik morfologi rusa timor dan sistem pemeliharaan pada penangkaran di Kota Kupang. Sampel yang digunakan adalah 35 ekor rusa timor yang dipelihara pada dua penangkaran di Kota Kupang. Metode yang digunakan adalah metode observasi, wawancara, dan pengukuran menggunakan pita ukur meliputi: pengukuran panjang badan (cm), tinggi badan (cm), lingkar dada (cm), panjang ekor (cm), panjang telinga (cm), panjang kepala (cm), panjang ranggah (cm), dan bobot badan (kg) menggunakan rumus winter. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan antara rusa timor jantan dan betina. Secara morfologi, rusa timor jantan memiliki warna dasar kuning kecoklatan pada seluruh area tubuh dan tidak memiliki corak tertentu, sedangkan rusa timor betina memiliki warna coklat, dan berwarna coklat keabuan pada area ventral yaitu bagian kaki, perut, dagu dan bagian bawah leher. Secara morfometri, menunjukan adanya perbedaan nyata pada bagian-bagian luar tubuh rusa jantan dan betina yaitu : bobot badan, lingkar dada, panjang badan, dan tinggi badan. Rusa timor dewasa di Kota Kupang memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dibandingkan rusa timor dewasa di Manokwari. Anak rusa timor di Kota Kupang memiliki ukuran tubuh yang lebih besar bila dibandingkan dengan anak rusa timor di Ciawi. Sistem pemeliharaan rusa timor pada dua kawasan penangkaran di Kota Kupang merupakan penangkaran semi terkurung (mini ranch) yang dipelihara di area pekarangan rumah.
© 2021 Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana http://www.journal.ipb.ac.id/indeks.php/actavetindones
ACTA VETERINARIA INDONESIANA
Vol. 9, No. 1: 1-13, Maret 2021
P-ISSN 2337-3202, E-ISSN 2337-4373
Penelitian
Karakteristik Morfologi Rusa timor (Rusa timorensis) dengan
Pemeliharaan Ex Situ di Kota Kupang
Morphology Characteristics of Timor Deer (Rusa timorensis) with Ex Situ
Conservation Condition in Kupang City
Inggrid Trinidad Maha1*, Rizky Y. Manafe2, Filphin A. Amalo1, Yulfia N. Selan1
1Departemen Anatomi, Fisiologi, Farmakologi dan Biokimia
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang
2Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang
*Penulis untuk korespondensi: inggridiong@gmail.com
Diterima 27 Juni 2020, Disetujui 12 Januari 2021
ABSTRAK
Rusa merupakan salah satu sumber daya genetik yang ada di Indonesia. Keberadaan populasi rusa timor semakin
menurun sebagai akibat adanya perburuan liar untuk berbagai kepentingan. Usaha yang dilakukan agar populasi rusa di
alam tetap lestari ialah dengan melakukan pengembangan rusa timor melalui konservasi ex situ. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui karakteristik morfologi rusa timor dan sistem pemeliharaan pada penangkaran di Kota Kupang.
Sampel yang digunakan adalah 35 ekor rusa timor yang dipelihara pada dua penangkaran di Kota Kupang. Metode yang
digunakan adalah metode observasi, wawancara, dan pengukuran menggunakan pita ukur meliputi: pengukuran
panjang badan (cm), tinggi badan (cm), lingkar dada (cm), panjang ekor (cm), panjang telinga (cm), panjang kepala
(cm), panjang ranggah (cm), dan bobot badan (kg) menggunakan rumus winter. Hasil penelitian menunjukkan adanya
perbedaan antara rusa timor jantan dan betina. Secara morfologi, rusa timor jantan memiliki warna dasar kuning
kecoklatan pada seluruh area tubuh dan tidak memiliki corak tertentu, sedangkan rusa timor betina memiliki warna
coklat, dan berwarna coklat keabuan pada area ventral yaitu bagian kaki, perut, dagu dan bagian bawah leher. Secara
morfometri, menunjukan adanya perbedaan nyata pada bagian-bagian luar tubuh rusa jantan dan betina yaitu : bobot badan,
lingkar dada, panjang badan, dan tinggi badan. Rusa timor dewasa di Kota Kupang memiliki ukuran tubuh yang lebih besar
dibandingkan rusa timor dewasa di Manokwari. Anak rusa timor di Kota Kupang memiliki ukuran tubuh yang lebih besar bila
dibandingkan dengan anak rusa timor di Ciawi. Sistem pemeliharaan rusa timor pada dua kawasan penangkaran di Kota
Kupang merupakan penangkaran semi terkurung (mini ranch) yang dipelihara di area pekarangan rumah.
Kata kunci: Rusa timor, karakteristik morfologi, morfometri, penangkaran, ex situ
ABSTRACT
Deer are one of the genetic resources in Indonesia. The existence of the Timor deer population is decreasing as a
result of illegal hunt for various purpose. Efforts are being made so that the deer population in nature remains
sustainable, is by developing timor deer through ex situ conservation. This study aims to determine the morphological
characteristics of timor deer and maintenance systems in captivity in Kupang city. The sample used 35 Timor deer kept
in two captivity in the city of Kupang. The method used observation method, interviews, and measurements using
measuring tape includes: measurement of body length (cm), height (cm), chest circumference (cm), tail length (cm),
ear length (cm), head length(cm), partner length (cm), and body weight (kg) using the winter formula. The results
showed the difference between male and female timor deer. Morphologically, male timor deer has a brownish-yellow
base color in all areas of the body and does not have a certain pattern, while female timor deer has a brown color, and
grayish brown in the ventral area such as the legs, abdomen, chin and lower neck. By morphometry, there are
significant differences in the outer parts of the body of male and female deer such as: body weight, chest
circumference, body length, and height. Adult timor deer in Kupang city has a larger body size than adult timor deer in
Manokwari. Timor deer calves in the city of Kupang have a larger body size when compared to timor deer calves in
Ciawi. The timor deer rearing system in two captivity areas in Kupang city is a semi-confinement breeding (mini farm)
that is maintained in the area of the house yard.
Keywords: Timor deer, characteristic morphology, morphometry, breeding, ex situ
2 | Maha et al.
http://www.journal.ipb.ac.id/indeks.php/actavetindones
PENDAHULUAN
Rusa merupakan salah satu sumber daya genetik
yang ada di Indonesia. Terdapat empat spesies rusa
endemik di Indonesia yaitu: rusa sambar (Cervus uni-
color), rusa timor (Rusa timorensis), rusa bawean (Axix
kuhli) dan muncak (Muntiacus muntjak). Rusa timor
(Rusa timorensis) termasuk jenis rusa yang mudah be-
radaptasi dengan lingkungan di luar habitatnya
dibandingkan jenis rusa lainnya (Thohari et al., 2011).
Rusa awalnya merupakan satwa liar akan tetapi saat
ini pemerintah telah melakukan perlindungan dengan
menetapkan status rusa sebagai hewan liar yang
dapat didomestikasi melalui SK Menteri Pertanian No
362/KPTS/TN/12/V/1990 pada tanggal 20 Mei 1990.
Rusa timor (Rusa timorensis) merupakan salah
satu keanekaragaman dan kekayaan satwa yang ada
di NTT, namun sayangnya keberadaan populasi rusa
timor semakin menurun sebagai akibat adanya per-
buruan liar untuk berbagai kepentingan. Masyarakat
NTT mengkonsumsi daging rusa sebagai salah satu
sumber protein. Menurut Maharani dan siswadi
(2017), pemanfaatan rusa dapat dilihat sebagai sa-
lah satu sumber pemenuhan kebutuhan protein
masyarakat karena rusa mempunyai potensi sebagai
penghasil daging dengan kualitas tinggi, kadar le-
mak rendah dan harga yang tinggi pada segmen
pasar tertentu. Selain diburu, pertambahan jumlah
penduduk serta penyempitan habitat asli rusa
mengakibatkan penurunan populasi. Usaha yang
dilakukan agar populasi rusa di alam tetap lestari,
diantaranya melalui konservasi ex situ atau sering
disebut juga kegiatan penangkaran yang didukung
pemerintah dengan mengeluarkan Peraturan Men-
teri Kehutanan (Permenhut) No. P.19/Menhut-
II/2005 Tanggal 19 Juli 2005 tentang Penangkaran
Tumbuhan dan Satwa Liar.
Rusa Timor mempunyai ukuran tubuh kecil, dahi
cekung, tungkai pendek, gigi seri relatif besar, ekor
panjang, dan bulu atau rambut berwarna coklat
kekuning-kuningan. Rusa jantan memiliki ranggah
yang relatif besar, ramping, panjang dan bercabang
(Schroder, 1976; Thohari et al., 2011). Rusa betina
tidak memiliki ranggah, ukuran tubuh yang lebih
kecil, dan memiliki waktu kebuntingan selama 8 bu-
lan, dengan jumlah kelahiran tunggal. Keragaman
genetik ternak dalam suatu wilayah yang telah be-
radaptasi dengan lingkungan dalam wilayah terse-
but sangat potensial dikembangkan. Dengan
demikian, sangat perlu mengetahui karakteristik
morfologi rusa timor (Rusa timorensis) yang ada di
NTT, sehingga data yang didapat bisa dimanfaatkan
sebagai informasi dasar dalam pengembangan
produktivitas ternak rusa timor di NTT.
BAHAN DAN METODE
Pengambilan data dilakukan di dua responden
yang berada di sekitar Kota Kupang yang memeliha-
ra rusa dengan pola pemeliharaan ex situ. Alat yang
digunakan dalam penelitian ini antara lain kamera,
bolpoin, buku, kandang jepit dan pita ukur. Semen-
tara bahan yang digunakan yaitu 35 ekor rusa timor.
Metode yang digunakan adalah metode survei
dengan mengunjungi dua responden yang
memelihara rusa timor. Observasi dan wawancara
semi struktural, Survei awal dilakukan untuk
mengumpulkan informasi lokasi penangkar yang
memelihara rusa di Kota Kupang. Pengamatan
langsung di lapangan meliputi identifikasi jenis
kelamin rusa dan pendugaan umur. Pengumpulan
informasi tata laksana pemeliharaan rusa dilakukan
melalui wawancara terhadap penangkar. Penelitian
ini telah mendapat persetujuan dari Komisi Etik He-
wan Fakultas Kedokteran Hewan Undana yang ter-
lampir dengan Surat Kelayakan Etik Hewan
No.KEH/FKH/NPEH/011/2019.
Variabel Pengamatan
Pola warna rambut
Pengamatan secara visual sebaran pola warna
pada seluruh badan mulai dari kepala sampai kaki.
Sebaran pola warna dibagi ke dalam warna dasar
dominan dan warna belang. Observasi dilakukan
dengan pengambilan gambar atau foto
menggunakan kamera. Pengamatan pola wama
rambut dilakukan untuk melengkapi pengamatan
karakteristik morfologi yang lain.
Umur
Pendugaan umur rusa dilakukan dengan
memperhatikan formula dan struktur gigi dengan
acuan Djanah (1984) dengan memperhatikan
struktur pertumbuhan gigi seri.
Karakteristik morfologi rusa timor
Pengamatan karakteristik morfometri dilakukan
terhadap beberapa karakter tubuh bagian luar yang
dianggap mewakili karakteristik diantaranya:
Pengukuran panjang badan (cm), tinggi badan (cm),
lingkar dada (cm), panjang ekor (cm), panjang
telinga (cm), panjang kepala (cm), panjang ranggah
(cm), bobot badan (kg) yang akan dihitung
menggunakan rumus winter. Dalam pelaksanaannya
rusa dimasukkan dalam kandang jepit sehingga
memudahkan untuk mengontrol pergerakannya dan
pengukuran karakteristik morfologi dapat dilakukan
dengan baik.
Karakteristik Morfologi Rusa timor (Rusa timorensis) | 3
© 2021 Fakultas Kedokteran Hewan IPB
Gambar 1 A) Rusa Timor Jantan; B) Rusa Timor Betina
Gambar 2 Ranggah Rusa Timor Jantan. Ranggah Pedicle (A), Ranggah muda (B), Ranggah Keras (C)
Sistem Pemeliharaan
Pengamatan terhadap sistem pemeliharaan
dilakukan dengan mengunjungi dua responden yang
memelihara rusa timor. Wawancara semi struktual
terhadap para peternak dilakukan untuk
mengetahui teknik pemeliharaan rusa oleh
responden. Data yang diperoleh dari hasil penelitian
dianalisis secara deskriptif dan menggunakan
program Microsoft Excel untuk mendapatkan nilai
rata-rata dan standar deviasi selanjutnya data
disajikan dalam bentuk tabel dan gambar.
HASIL
Morfologi Rusa Timor
Warna rambut
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan
pada dua (2) penangkaran, rusa timor jantan
memiliki warna dasar kuning kecoklatan pada
seluruh area tubuh dan tidak memiliki corak tertentu
(Gambar 1A). Pada rusa betina terdapat sedikit perbe-
daan yaitu memiliki warna coklat, dan pada area
ventral yaitu bagian kaki, perut, dagu dan bagian
bawah leher berwarna coklat keabuan (Gambar 1B).
Pendugaan umur
Pendugaan umur penting dilakukan untuk
mengetahui umur rusa serta untuk mengetahui
masa produktivitas ternak. Pendugaan umur pada
penelitian ini dilakukan dengan melakukan
wawancara terhadap peternak dan dengan
mengacu pada metode pendugaan umur menurut
Djanah (1984) yaitu dengan melihat struktur
ertumbuhan gigi seri. Populasi rusa timor
berdasarkan pengelompokan umur di dua (2)
penangkaran dapat dilihat pada Tabel 1. Berdasar-
kan penelitian ini pengelompokan rusa dewasa ber-
dasarkan umur > 2 tahun dan pengelompokan anak
rusa berdasarkan umur < 2 tahun.
Morfometri rusa timor
Berdasarkan Tabel 2a dan 2b terlihat bahwa
terdapat perbedaan yang besar pada beberapa
bagian tubuh rusa jantan dewasa dan betina dewasa
4 | Maha et al.
http://www.journal.ipb.ac.id/indeks.php/actavetindones
pada kedua penangkaran yaitu bobot badan,lingkar
dada, panjang badan, dan tinggi badan. Rerata
morfometri rusa timor dewasa dapat dilihat pada
Tabel 2 dan rerata morfometri anak rusa timor dapat
dilihat pada Tabel 3. Pada Tabel 3a terlihat adanya
perbedaan yang cukup besar antara anak rusa jantan
dan betina di penangkaran I yaitu tinggi badan, ling-
kar dada, bobot badan dan panjang badan.
Perbedaan antara anak rusa jantan dan betina pa-
da penangkaran II yang disajikan pada Tabel 3a tidak
menunjukan perbedaan yang nyata. Hal ini sesuai
dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan Adiati
dan Brahmantiyo (2015) di Ciawi dan Pattiselanno et
al. (2008) di Manokwari bahwa keseluruhan
morfometri anak jantan dan anak betina relatif sa-
ma. Berbeda dengan hasil penelitian yang terlihat
pada Tabel 3b, ada perbedaan yang nyata antara
rusa jantan dan betina pada tinggi badan, bobot ba-
dan, lingkar dada, dan panjang badan. Hal ini
dikarenakan, populasi anak rusa pada penangkaran
II yaitu satu (1) ekor rusa jantan berusia <1 tahun dan
dua (2) ekor rusa betina berusia 1 tahun dan <1 ta-
hun. Berdasarkan hasil penelitian diketahui adanya
hubungan antara peningkatan umur yang berban-
No
Rusa Timor
Kawasan Penangkaran
I
II
1
Jantan Dewasa
7
1
2
Betina Dewasa
10
5
3
Anak Jantan
3
1
4
Anak Betina
6
2
Total
26
9
Parameter
Standar Deviasi dan
Panjang badan (cm)
74,7 ± 2,19
59,4± 1,96
7,66
Tinggi badan (cm)
79,3 ± 2,43
64,9 ± 2,74
7,19
Lingkar dada (cm)
94,7 ± 3,45
77,6 ± 4,20
8,56
Panjang kepala (cm)
27,6 ± 1,29
20,1 ± 1,81
3,74
Panjang ekor (cm)
23,6 ± 1,99
17,7 ± 2,19
2,94
Panjang telinga (cm)
13,0 ± 1,31
11,2 ± 1,08
0,90
Panjang ranggah
(cm)
26,1 ± 6,87
-
-
Bobot badan (kg)
67,2 ± 6,46
35,9 ± 4,24
15,65
Parameter
Standar Deviasi dan
Panjang badan (cm)
75
59,8 ± 2,48
7,60
Tinggi badan (cm)
80
65,6 ± 4,03
7,20
Lingkar dada (cm)
101
80,0 ± 3,85
10,50
Panjang kepala (cm)
28
21,2 ± 3,12
3,40
Panjang ekor (cm)
25
19,0 ± 2,68
3,00
Panjang telinga (cm)
15
11,4 ± 1,36
1,80
Panjang ranggah (cm)
34
-
-
Bobot Badan (kg)
76,5
38,5 ± 5,04
19,01
Karakteristik Morfologi Rusa timor (Rusa timorensis) | 5
© 2021 Fakultas Kedokteran Hewan IPB
ding lurus dengan peningkatan sifat-sifat kuantitatif.
Secara fisiologis, pertambahan umur sejalan dengan
peningkatan ukuran tubuh akibat dari proses per-
tumbuhan (Bukhoriet et al., 2017).
Berdasarkan hasil penelitian, anak rusa timor± 1
tahun sudah mengalami pertumbuhan ranggah yang
dimulai dengan pertumbuhan ranggah pada tahap
pedisel (pedicle) (Gambar 2A). Terlihat juga rusa ti-
mor dengan ranggah muda (velvet) (Gambar 2B),
dan ranggah keras (Gambar 2C). Ranggah utama
terpanjang rusa timor yaitu 35 cmpada usia 6 tahun
(Tabel 4 ).
Panjang badan rusa
Rerata panjang badan rusa jantan dewasa di pe-
nangkaran I adalah 74,7 ± 2,19 cm tidak jauh berbeda
dengan rusa jantan di penangkaran II yaitu 75 cm.
Pada rusa betina di penangkaran I adalah 59,4± 1,96
cm dan di penangkaran II yaitu 59,8 ± 2,48 cm, mem-
iliki hasil yang tidak jauh berbeda. Perbandingan
panjang badan anak rusa yang ditampilkan pada
Tabel 3a dan 3b tidak memiliki perbedaan yang be-
sar, memiliki kesamaan dengan penelitian yang dil-
akukan Adiati dan Brahmantiyo (2015) dan
Pattiselanno et al. (2008).
Tinggi badan rusa
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
(pada Tabel 2a dan 2b) terlihat bahwa rata-rata
tinggi badan rusa jantan dewasa yaitu 79,3 ± 2,43 cm
dan 80 cm, berbeda dengan rata-rata tinggi badan
rusa betina yaitu 64,9 ± 2,74 cm dan65,6 ± 4,03 cm.
Berbeda dengan tinggi badan rusa sambar yang
dilaporkan Bismark et al. (2011) yang mencapai kis-
aran 120-150 cm. Tinggi badan anak rusa yang
terlihat pada Tabel 3a dan 3b tidak jauh berbeda pa-
da rusa jantan 52,3 ± 10,3 cm dan 48,00 cm, se-
dangkan anak rusa betina 53,8 ± 5,55 dan 54,0 ±
6,00 cm. Dengan demikian, laju pertumbuhan tinggi
badan rusa jantan lebih cepat dibandingkan dengan
rusa betina akibat pertambahan usia.
Lingkar dada rusa
Berdasarkan hasil penelitian, lingkar dada rusa
jantan di penangkaran I adalah 94,7 ± 3,45 cm dan di
penangkaran II yaitu 101 cm. Sedangkan, lingkar da-
da rusa betina di penangkaran I adalah 77,6 ± 4,20
cm dan di penangkaran II yaitu 80,0 ± 3,85 cm. Hasil
ini memiliki kemiripan dengan lingkar dada rusa
timor di Manokwari berdasarkan penelitian yang
dilakukan Pattiselanno et al. (2008) yaitu rata-rata
lingkar dada rusa jantan 96,86±3,40cm dan rusa
Tabel 3a Rerata morfometri anak rusa timor pada kawasan penangkaran I di Kota Kupang
Parameter
Standar Deviasin dan
Panjang badan (cm)
46,7 ± 5,73
47,0 ± 2,94
0,167
Tinggi badan (cm)
52,3 ± 10,3
53,8 ± 5,55
0,750
Lingkar dada (cm)
59,3 ± 8,73
56,2 ± 4,67
1,583
Panjang kepala (cm)
19,7 ± 4,11
19,3 ± 2,75
0,167
Panjang ekor (cm)
14,3 ± 3,30
16,0 ± 3,42
0,833
Panjang telinga (cm)
9,7 ± 0,47
10,3 ± 1,37
0,333
Panjang ranggah (cm)
7,0 ± 0,00
-
-
Bobot Badan (kg)
17,4 ± 7,24
15,1± 3,48
1,150
Tabel 3b Rerata morfometri anak rusa timor pada kawasan penangkaran II di Kota Kupang
Parameter
Standar Deviasi dan
Panjang badan (cm)
45
47,5 ± 5,50
1,25
Tinggi badan (cm)
48
54,0 ± 6,00
3,00
Lingkar dada (cm)
55
58,0 ± 8,00
1,50
Panjang kepala (cm)
18
17,0 ± 2,00
0,50
Panjang ekor (cm)
15
15,0 ± 3,00
0,00
Panjang telinga (cm)
10
10,5 ± 2,50
0,25
Panjang ranggah (cm)
3
-
-
Bobot Badan (kg)
13,6
16,8 ± 6,30
1,60
6 | Maha et al.
http://www.journal.ipb.ac.id/indeks.php/actavetindones
betina 80,43 ± 7,04 cm. Rata-rata lingkar dada anak
rusa jantan dan betina tidak terlalu berbeda (Tabel
3a dan 3b) dengan koefisien variasi 1,58 cm dan 1,50
cm. Tidak jauh berbeda dengan yang dilaporkan
oleh Adiati dan Brahmantiyo (2015) dan pada anak
rusa timor di Ciawi, perbedaan lingkar dada anak
rusa jantan dan betina 0,96 cm.
Panjang ranggah rusa
Berdasarkan hasil penelitian, ranggah utama ter-
panjang rusa timor yaitu 35 cmpada usia 6 tahun.
Namun lebih pendek dibandingkan dengan panjang
ranggah rusa timor di Bogor (Handarini, 2006) yaitu
panjang ranggah utama 63 cm. Penelitian yang
dilakukan oleh Semiadi (1997) menunjukan adanya
perbedaan panjang ranggah pada beberapa sub-
spesies rusa timor (Cervus timorensis) dewasa
dengan hasil panjang ranggah utama yaitu: C.t.
timorensis; 36.6 cm, C.t. macassaricus; 45.3 cm, C.t.
floresiensis; 42.6 cm, C.t. moluccensis; 54.7 cm, dan
C.t. russa; 78.8 cm.
Bobot badan rusa
Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata bobot
badan rusa jantan di penangkaran Iadalah 67,2 ±
6,46 kg dan di penangkaran II yaitu 76,5 kg.
Penelitian terdahulu yang dilakukan di Bogor oleh
Thohari et al. (2011) yaitu bobot badan rusa timor
jantan berkisar antara 40-120kg, dibandingkan
dengan bobot badan rusa sambar (Cervus unicolor)
yaitu 276 kg (Geist, 1998). Menurut Takandjandji dan
Garsetiasih (2002), rusa timor jantan dewasa di NTT
memiliki bobot badan dengan kisaran antara 50 - 70
kg dengan rata-rata berat karkas 44,3 62,0% dari
bobot badan atau 20,0 - 31,0 kg.
Rata-rata bobot badan rusa timor betina dewasa
di penangkaran Iadalah 35,9 ± 4,24 kg dan di pe-
nangkaran II yaitu 38,5 ± 5,04 kg, sedikit lebih besar
dibandingkan bobot badan rusa timor di Manokwari
yaitu 30-35,7 kg (Pattiselanno et al., 2008). Namun,
lebih rendah dibandingkan dengan rusa timor betina
dewasa yang ada di area wisata Balitnak yaitu 54,75
kg (Adiati & Brahmantiyo, 2015). Bobot badan suatu
ternak memiliki hubungan dengan peningkatan
ukuran tubuh seperti panjang badan, tinggi badan
serta lingkar dada.
Rerata bobot badan anak rusa jantan di pe-
nangkaran Iadalah 17,4 ± 7,24 kg dan di penangkaran
II yaitu 13,6kg sedangkan anak rusa betina di pe-
nangkaran Iadalah 15,1± 3,48 dan di penangkaran II
yaitu 16,8 ± 6,30 kg.
Sistem Pemeliharaan
Lingkungan penangkaran
Berdasarkan hasil penelitian pada dua kawasan
penangkaran, sistem penangkaran yang diterapkan
adalah penangkaran semi terkurung (mini ranch)
yang berlokasi di pekarangan rumah. Kedua kawa-
san penangkaran berada pada wilayah pemukiman
warga. Dalam sistem pemeliharaannya, rusa timor
dipelihara bersamaan dengan beberapa ternak
lainnya seperti babi, ayam dan kambing. Sanitasi
pada kedua kawasan penangkaran kurang diper-
hatikan. Hal ini terlihat dari tidak dilakukannya pem-
bersihan secara rutin dan juga pembersihan tanpa
disertai desinfektan.
Aktivitas rusa
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa
aktivitas rusa dimulai dari pagi pukul 07.00 WITA
No
Umur
Panjang Ranggah
Tahapan Ranggah
1
<1 tahun**
3 cm
Pesidel
2
1 tahun*
7 cm
Pesidel
3
2 tahun*
13 cm
ranggah muda
4
3 tahun*
19 cm
ranggah keras
5
4 tahun*
25 cm
ranggah keras
6
4 tahun*
27 cm
ranggah keras
7
5 tahun*
31 cm
ranggah keras
8
5 tahun*
33 cm
ranggah keras
9
5 tahun**
34 cm
ranggah keras
10
6 tahun*
35 cm
ranggah keras
Karakteristik Morfologi Rusa timor (Rusa timorensis) | 7
© 2021 Fakultas Kedokteran Hewan IPB
hingga sore hari pukul 17.00 WITA meliputi aktivitas:
makan, minum, istirahat, dan bergerak. Berdasarkan
wawancara yang dilakukan terhadap peternak, pen-
ingkatan aktivitas rusa terjadi pada musim kawin
pada bulan Maret hingga November. Pada pe-
nangkaran I terdapat 7 ekor pejantan cenderung
melakukan perkelahian pada musim kawin untuk
mendapatkan 10 betina, sedangkan pada pe-
nangkaran II terdapat 1 ekor jantan yang menguasai
5 ekor betina.
Manajemen Pakan
Berdasarkan hasil penelitian, pakan yang dise-
diakan terdiri dari 75% dedaunan dan ranting muda,
serta 25% rerumputan.Jenis dedaunan yang
diberikan yaitu angsana atau sonokembang
(Pterocarpus indicus), kangkung (Ipomoea aquatica
Forsk.), lamtoro (Leucaena leucocephala), dan gamal
(Gliricidia sepium) sedangkan jenis rumput antara
lain rumput lapangan, alang-alang (Imperata
cylindrica) dan rumput gajah (Penisetum
purpureum) serta terdapat pakan tambahan yang
tersedia seperti buah lontar (Borassus flabellifer)
yang terdapat pada area tempat rusa diumbar di
penangkaran I. Berdasarkan pengamatan yang dil-
akukan, teknik pemberian pakan tidak
menggunakan tempat pakan dan frekuensi pem-
berian pakan hanya satu (1) kali dalam sehari dengan
jumlah yang tidak menentu.
Manajemen Reproduksi
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan
terhadap peternak, manajemen reproduksi yang
dilakukan pada kedua penangkaran kurang diper-
hatikan sehingga rusa timor memiliki pola perkawi-
nan inbreeding dengan jumlah kelahiran 1-2 ekor
dalam setahun.
PEMBAHASAN
Morfologi Rusa Timor
Warna rambut
Warna adalah kesan yang ditangkap oleh mata
dari cahaya yang dipantulkan oleh benda-benda di
sekitar (Wiwid, 2016). Warna yaitu sifat yang tidak
dapat diukur, namun dapat dikelompokkan dengan
jelas yang dikendalikan oleh satu atau dua pasang
gen dan sedikit sekali dipengaruhi oleh keadaan
lingkungan (Hardjosubroto, 1994).Warna rambut
sangat besar dipengaruhi oleh genetik yang
diturunkan (Bowling & Ruvinsky, 2000). Pola warna
rambut rusa timor Kupang yang diamati tidak jauh
berbeda dengan hasil penelitian Pattiselanno et al.
(2008) terhadap rusa timor di Manokwari. Se-
dangkan, bila dibandingkan dengan rusa asli Indo-
nesia lainnya memiliki pola warna yang berbeda
seperti muncak (Muntiacus muntjak) yang berwarna
merah keemasan (Oka, 1998), rusa sambar (Cervus
unicolor) yang berwarna coklat kehitaman (Idris,
2000), dan rusa bawean (Axix kuhli) berwarna
kekuningan (Stefoff, 2008).
Pendugaan umur
Pendugaan umur penting dilakukan untuk
mengetahui umur rusa serta untuk mengetahui
masa produktivitas ternak. Pendugaan umur pada
penelitian ini dilakukan dengan melakukan
wawancara terhadap peternak dan dengan
mengacu pada metode pendugaan umur menurut
Djanah (1984) yaitu dengan melihat struktur
pertumbuhan gigi seri. Menurut Thohari et al. (2011),
usia produktif rusa timor yaitu 18-24 bulan. Pada usia
tersebut rusa timor sudah memiliki kematangan ke-
lamin sehingga dikategorikan sebagai rusa dewasa
yang siap produksi.
Rusa jantan dewasa memiliki ranggah bercabang
yang merupakan salah satu tampilan karakter sek-
sual sekunder yang khas pada rusa jantan setelah
memasuki pubertas (Handarini, 2006). Rusa betina
dewasa memiliki kematangan seksual dimulai pada
usia 18 bulan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan
dan nutrisi dengan usia kebuntingan selama 8 bulan
(Mahre et al., 2016). Rusa mampu bertahan hidup
hingga umur 15-20 tahun dengan lama masa repro-
duksi dimulai dari umur 1,5 tahun sampai 12 tahun
(Mahre et al., 2016).
Morfometri rusa timor
Morfometri adalah pengukuran bentuk dan
struktur luas untuk pencirian suatu analisis
kuantitatif. Pengukuran morfometri pada penelitian
ini dilakukan pada 23 ekor rusa timor dewasa, dan 12
ekor anak rusa timor pada dua (2) penangkaran di
kota Kupang dengan menggunakan pita ukur dan
dilakukan di dalam kandang jepit. Perbedaan yang
besar antara rusa jantan dan rusa betina ini mem-
iliki kemiripan dengan hasil penelitian yang telah
dilakukan oleh Pattiselanno et al. (2008) pada rusa
timor di Manokwari, bahwa perbedaan jenis kelamin
berpengaruh terhadap bobot badan, panjang
badan, tinggi badan,lingkar dada dan panjang ekor.
Vestergaard et al. (1995) dalam Rudiono (2007)
menyatakan adanya pengaruh hormon testosteron
terhadap peningkatan pertumbuhan ternak jantan
dikarenakan testosteron memiliki kemampuan un-
tuk merangsang pengeluaran Growth Hormone (GH)
dari
8 | Maha et al.
http://www.journal.ipb.ac.id/indeks.php/actavetindones
dari hypophyse dan kemudian testosteron akan
bekerja untuk meningkatkan ukuran tubuh pe-
jantan.
Anak rusa jantan memiliki perbedaan morfometri
yang besar dengan anak rusa betina, menurut Sya-
wal et al. (2013) menjelaskan bahwa setelah
dilahirkan, perkembangan tubuh ternak lebih awal
terjadi pada bagian kepala dan kaki, selanjutnya dii-
kuti dengan bagian badan dan bagian punggung
yang berkembang lambat dan merupakan bagian
yang tumbuh paling akhir dalam mencapai ukuran
dewasa. Menurut Subhandiawan et al. (2016), akibat
terjadinya laju pertumbuhan yang besar dapat
mengakibatkan perbedaan pertumbuhan yang ce-
pat dalam rentang waktu singkat yang disebabkan
oleh hormon dan kesehatan ternak.
Panjang badan rusa
Panjang badan memiliki pengaruh terhadap
kelincahan rusa dan kecepatan saat berlari. Menurut
Gay (1964) dalam Sipul (2017), ternak yang memiliki
panjang badan yang relatif pendek memiliki
pergerakan badan yang lebih cepat serta membantu
dalam kesinambungan saat bergerak. Panjang
badan merupakan bagian dari tubuh rusa yang
berdampak akibat terjadinya penambahan bobot
badan. Ensminger (1962) dalam Sipul (2017) men-
jelaskan bertambahnya panjang badan pada tubuh
ternak dikarenakan perluasan otot-otot yang
menimbun tulang meluas akibat dari penambahan
bobot badan.
Perbedaan yang besar terjadi pada perbandingan
antara panjang badan rusa jantan dan rusa betina
pada kedua penangkaran yaitu 7,66 cm dan 7,60
cm.Menurut Sudibyo et al. (2012), ukuran tubuh rusa
jantan lebih besar dibandingkan dengan ukuran
tubuh rusa betina. Penambahan panjang badan
sangat dipengaruhi oleh bangsa ternak dan jenis ke-
lamin (Novriani, 2016). Pengetahuan tentang ukuran-
ukuran tubuh ternak dapat digunakan sebagai data
untuk menseleksi ternak (Basbeth, 2015).
Tinggi badan rusa
Tinggi badan merupakan salah satu ukuran tubuh
ternak yang dapat digunakan sebagai data
pendukung dalam penentuan performa ternak
(Novriani, 2016). Pengukuran ukuran tubuh secara
umum terhadap rusa timor, rusasambar dan rusa
bawean yang dilakukan pada penangkaran rusa di
BKPH Jonggol oleh Thohari et al., (1993)
menunjukkan bahwa rusa sambar relatif lebih besar
dari rusa timor kemudian rusa bawean. Keadaan
morfologi rusa sangat dipengaruhi oleh keadaan
lingkungan atau habitat rusa (Stefoff, 2008). Akibat
dari terjadinya proses pertumbuhan dan untuk
menjaga keseimbangan biologis, maka setiap
pertumbuhan komponen tubuh akan diikuti dengan
peningkatan ukuran-ukuran tubuh (Malewa, 2009).
Lingkar dada rusa
Secara fisiologis, lingkar dada memiliki pengaruh
yang besar terhadap bobot badan karena dalam
rongga dada terdapat organ-organ yang akan
tumbuh dan mengalami pembesaran sejalan dengan
pertumbuhan ternak (Basbeth, 2015). Lingkar dada
merupakan bagian dari tubuh rusa yang lebih
berpengaruh terhadap bobot badan dibandingkan
dengan panjang badan dan tinggi badan. Pada
kedua penangkaran terlihat perbedaan yang besar
antara rusa jantan dan rusa betina. Peningkatan
ukuran lingkar dada terjadi akibat peningkatan
kekuatan dan kesuburan otot-otot penggantung
Musculus serratus ventralis dan Musculus pectoralis
yang ada di daerah dada yang disebabkan
penambahan bobot badan (Doho, 1994). Menurut
Wahyono et al. (2013), lingkar dada, panjang badan,
dan bobot badan memiliki kolerasi yang erat.
Penggunaan lingkar dada sebagai seleksi dapat
digunakan untuk menentukan sifat ternak yang
berhubungan dengan pakan, pertumbuhan dan
waktu yang diperlukan untuk mencapai bobot
tertentu (Novriani, 2016).
Panjang ranggah rusa
Rusa jantan memiliki ranggah yang relatif besar,
ramping, panjang dan bercabang (Schroder, 1976)
dalam Thohari et al., (2011). Ranggah tumbuh dari
tonjolan tulang tengkorak yang disebut pedicle dan
memiliki bagian dalam yang padat (Suyanto, 2002).
Pada siklus pertumbuhan ranggah selama setahun,
ranggah akan tanggal dan tumbuh baru. Menurut
Mannes (1999), ranggah mempunyai fungsi lain yai-
tu sebagai simbol status sosial pejantan pada saat
musim kawin, selain sebagai alat bertarung.
Menurut Mannes (1999), pertumbuhan ranggah
dimulai pada usia 8 bulan. Setelah dewasa, ranggah
akan menjadi sempurna yang ditandai dengan
terdapatnya 3 ujung runcing (Suyanto, 2002). Rusa
jantan dewasa memiliki ranggah yang bercabang
tiga, dengan ujung-ujungnya yang runcing, kasar
dan beralur memanjang dari pangkal hingga ke
ujung ranggah (Takandjandji dan Garsetiasih, 2002).
Karakteristik Morfologi Rusa timor (Rusa timorensis) | 9
© 2021 Fakultas Kedokteran Hewan IPB
Menurut Handarini (2006), pertumbuhan
ranggah berhubungan dengan tingkat produktivitas
ternak. Hal ini dikarenakan rusa jantan mempunyai
pola aktivitas reproduksi mengikuti siklus ranggah
(annual antler cycle). Pertumbuhan ranggah keras
merupakan suatu indikator memasuki musim kawin
(Garcia et al., 1997) dalam Handarini (2006)
dikarenakan adanya pola peningkatan konsentrasi
hormontestosteron dalam plasma darah yang
terjadi pada tahap ranggah keras (Bubenik &
Bubenik, 1987). Salah satu faktor yang
memengaruhi pertumbuhan ranggah yaitu iklim
atau cuaca. Menurut Takandjandji dan Garsetiasih
(2002), daerah NTT merupakan daerah beriklim
tropis dengan musim kemarau yang panjang
sehingga terjadi pergeseran pertumbuhan ranggah
keras yang lebih lama yaitu sekitar 9 bulan.
Handarini (2006) menjelaskan bahwa hal ini
merupakan suatu mekanisme pertahanan daya
hidup yang alamiah sesuai dengan kondisi iklim.
Bobot badan
Pendugaan bobot badan rusa dilakukan dengan
menggunakan perhitungan rumus Winter yang
membutuhkan variabel lingkar dada dan panjang
badan.
Bobot badan anak rusa timor di kawasan pe-
nangkaran Kota Kupang lebih tinggi dibandingkan
dengan yang laporkan oleh Adiati dan Brahmantiyo
(2015) di Balitnak yaitu anak rusa jantan 5,00 dan
anak rusa betina 4,50± 0,87. Menurut Bukhoriet al.
(2017), bobot badan dapat dipengaruhi oleh umur
dikarenakan adanya hubungan antar bobot badan
dan laju pertumbuhan. Pertumbuhan cepat terjadi
dari periode lahir hingga pubertas, namun setelah
usia pubertashingga usia dewasa akan menurun dan
laju pertumbuhan akan terus menurunhingga usia
dewasa.
Bobot badan rusa penting untuk diketahui kare-
na merupakan salah satu indikator penentu
produktivitas ternak. Menurut Wahyono et al.
(2013), pertumbuhan bobot badan ternak juga
dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya
bangsa, jenis kelamin, pakan, kesehatan, berat lahir,
berat sapih, sertamanajemen pemeliharaan. Bobot
lahir berpengaruh terhadap laju pertumbuhan
prasapih. Anak ternak dengan bobot lahir rendah
biasanya diikuti oleh rendahnya air susu yang
diperolehdari induknya, sehingga laju pertumbuhan
sampai disapih terlihat lebih lambat daripadaanak
ternak yang bobot lahirnya tinggi (Suryadi, 2012).
Bobot badan yang terlalu besar menandakan
asupan gizi yang baik akan tetapi dapat
menghambat aktivitas pergerakan rusa sebagai
hewan liar yang dikenal dengan hewan yang aktif
dan lincah. Sedangkan bobot badan yang kecil
menandakan kurangnya asupan gizi yang
dibutuhkan. Selain itu juga, diakibatkan oleh kawin
sedarah (inbreeding). Menurut Syaputra (2019),
dampak negatif akibat pengaruh perilaku inbreeding
terhadap ukuran tubuh yaitu sebesar 51%, yang
mengakibatkan penurunkan rataan nilai karakteris-
tik yang berhubungan dengan kemampuan repro-
duksi dan produksi.
Sistem Pemeliharaan
Lingkungan penangkaran
Penangkaran rusa terdiri dari sistem pe-
nangkaran terkurung (kandang/pedok), semi terku-
rung (mini ranch), dan sistem bebas (ranch)
(Takandjandji, 2014). Mini ranch merupakan habitat
buatan dalam kandang penangkaran yang berpagar
keliling dilengkapi dengan sumber air, tempat pa-
kan, lapangan perumputan, dan areal pepohonan
(Takandjandji, 2014). Kedua kawasan penangkaran
berada pada wilayah pemukiman warga. Sanitasi
yang kurang sangat berpengaruh terhadap
kesehatan ternak seperti yang dikatakan menurut
BPTP-Ungaran (2000), sanitasi merupakan suatu
kegiatan pencegahan yang meliputi kebersihan
tempat tinggal ternak atau kandang dan ling-
kungannya dalam rangka untuk menjaga kesehatan
ternak sekaligus pemiliknya.
Aktivitas rusa
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa
aktivitas rusa dimulai dari pagi pukul 07.00 WTA
hingga sore hari pukul 17.00 WITA meliputi aktivitas:
makan, minum, istirahat, dan bergerak. Menurut
Santoso (2011), rusa merupakan hewan diurnal atau
hewan yang melakukan aktivitas pada siang hari.
Dalam melakukan aktivitas harian, sebagian besar
waktunya digunakan untuk mencari makan dan
istirahat (Setiawan, 2017). Menurut Sofyan (2018),
rusa timor memiliki tingkah laku berpindah, istira-
hat, tidur, makan, sosial, bermain sendiri dan lainnya
(grooming, defekasi, urinasi).
Aktivitas meningkat pada musim kawin pada bu-
lan Maret hingga November menurut Pattiselanno
et al. (2008), karena kondisi ranggah keras pada ru-
sa timor menandakan rusa sedang dalam siklus
kawin. Hal tersebut menyebabkan rusa lebih aktif
berkelahi untuk mempertahankan teritori dan
mendapatkan pasangan (Mannes, 1999). Akibatnya,
10 | Maha et al.
http://www.journal.ipb.ac.id/indeks.php/actavetindones
banyak perkelahian yang terjadi antar rusa jantan
yang sering mengakibatkan kematian pada rusa.
Perbedaan jumlah jantan dan betina pada suatu
penangkaran sangat mempengaruhi keberhasilan
peningkatan reproduksi. Thohari et al. (2011) men-
jelaskan pada musim kawin pejantan akan men-
guasai 4-5 ekor betina.. Menurut Bismark et al.
(2011), rusa timor mempunyai tingkah laku hirarki
dalam kelompok yang terdiri dari pimpinan dan
bawahan rusa. Rusa jantan besar dengan ranggah
keras umumnya sebagai pimpinan yang membawahi
beberapa induk betina dan anak-anaknya.
Manajemen Pakan
Pakan merupakan salah satu faktor dalam
menentukan keberhasilan pengembangan rusa
dengan teknik penangkaran(Garsetiasih et al.,
2003). Rusa merupakan hewan herbivora atau
pemakan tumbuh-tumbuhan (Stefoff, 2008). Rusa
timor dalam melakukan aktivitas makan, dapat me-
manfaatkan rumput-rumputan, dedaunan dan rant-
ing-ranting pohon yang masih muda (Lelono, 2004).
Di alam liar apabila berada di padang rumput, rusa
termasuk grasser sedangkan pada areal semak dan
hutan, rusa merupakan browser (Setiawan, 2017).
Menurut Bunga et al. (2018), faktor yang
memengaruhi konsumsi pakan adalah kesehatan,
pakan dan lingkungan, serta aktivitas yang juga
memengaruhi tingkat konsumsi pakan. Jumlah
konsumsi pakan merupakan faktor penentu yang
paling penting dalam menentukan jumlah zat-zat
makanan yang didapat satwa. Pada satwa yang
sedang tumbuh, kebutuhan zat-zat makanan akan
bertambah terus sejalan dengan pertambahan
bobot tubuh yang dicapai sampai batas umur
dimana tidak terjadi lagi pertumbuhan.
Pemberian pakan tidak menggunakan tempat pakan
dan frekuensi pemberian pakan hanya satu (1) kali
dalam sehari dengan jumlah yang tidak menentu
belum sesuai dengan teknik pemberian pakan di pe-
nangkaran menurut Takandjandji (2014) yaitu pem-
berian pakan segar pada rusa timor didasarkan pada
perhitungan 10% x bobot badan x 2, dengan frek-
uensi pemberian pakan sebanyak 2 atau 3 kali sehari
(pagi, siang, dan sore), dengan pemberian pakan
tambahan berupa dedak padi diberikan tiga kali da-
lam seminggu, sebanyak 0,5 kg/individu serta pem-
berian vitamin organik, obat-obatan, dan pupuk or-
ganik untuk memacu pertumbuhan dan reproduksi
rusa. Akibatnya, pertumbuhan populasi di kedua
penangkaran berjalan lambat dengan jumlah ke-
lahiran 1-2 ekor dalam setahun. Menurut Bismark et
al. (2011), aspek-aspek yang memengaruhi keber-
hasilan penangkaran antara lain jumlah individu, sex
ratio, perkandangan, pakan, reproduksi, kesehatan,
dan pengelolaan.
Pemberian minum dilakukan secara terus mene-
rus dengan menyediakan tempat minum yang ter-
buat dari ban bekas. Aktivitas minum rusa tidak ter-
lalu tinggi. Rusa timor merupakan rusa tropis yang
memiliki kemampuan untuk lebih sedikit men-
gonsumsi air dibandingkan dengan rusa sambar
(Geist, 1998).
Manajemen Reproduksi
Rusa merupakan satwa liar yang produktif. Usia
reproduksi rusa dimulai dari umur 1,5 - 12 tahun, dan
rusa dapat bertahan hidup antara umur 15 - 20 tahun
(Santoso, 2011). Hasil penelitian Takandjandji et al.
(1997), rusa timor di NTT memiliki rata-rata lama bi-
rahi yaitu 2,2 hari dengan siklus 20,3 hari dan men-
galami dewasa kelamin (pubertas) pada rusa jantan
8 bulan sedangkan pada rusa betina 8,13 bulan. Rusa
melakukan perkawinan pertama pada usia rusa
jantan 12,7 bulan dan pada rusa betina 15,3 bulan
dengan lama kebuntingan 8,4 bulan dan memiliki
jarak kelahiran pertama dan kedua 13,25 bulan.
Pada penangkaran ini rusa timor memiliki pola
perkawinan inbreeding dengan jumlah kelahiran 1-2
ekor dalam setahun. Menurut Samsudewa et al.
(2015), perilaku inbreeding mengakibatkan
penurunan ukuran-ukuran tubuh dan ukuran rang-
gah serta berpengaruh terhadap kecacatan tetap.
Sedangkan menurut Takandjandji et al. (1997), ting-
kat pertambahan anak rusa yang lahir per tahun 0,8
ekor dan ratio kelamin anak yang lahir antara jantan
dan betina 1:1,3 ekor, persentase kelahiran sebesar
96,07% dan tingkat kematian 17,25%. Berdasarkan
hasil wawancara, mengetahui musim kawin rusa
ditandai dengan pertumbuhan ranggah keras.
Menurut Semiadi (2006), cara untuk mengetahui
rusa memasuki musim kawin dengan mengekstrapo-
lasi bulan tertinggi pejantan dalam keadaan ranggah
keras, terdapat bekas torehan ranggah pada tum-
buhan sekitar penangkaran, terbentuknya kubangan
dan perilaku pejantan dalam menjaga betina. Pen-
ingkatan manajemen reproduksi dapat dilakukan
dengan pengontrolan terhadap pemberian pakan.
Menurut Santoso (2011), hal ini dikarenakan ke-
buntingan pada rusa betina dapat terjadi apabila
berat badan rusa betina telah mencapai minimal 70%
dari berat dewasanya. Semiadi (2006) melaporkan
bahwa berat minimal untuk kebuntingan pada rusa
timor betina adalah 40-50 kg.
Karakteristik Morfologi Rusa timor (Rusa timorensis) | 11
© 2021 Fakultas Kedokteran Hewan IPB
Secara morfologi, rusa timor jantan memiliki
warna dasar kuning kecoklatan pada seluruh area
tubuh dan tidak memiliki corak tertentu, sedangkan
rusa timor betina memiliki warna coklat keabuan
pada area ventral yaitu bagian kaki, perut, dagu dan
bagian bawah leher. Perbedaan yang nyata pada
rusa timor jantan dan betina terlihat berdasarkan
hasil pengukuran bagian-bagian luar tubuh yaitu:
bobot badan, lingkar dada, panjang badan, dan
tinggi badan. Berdasarkan pengukuran morfometri
didapatkan rusa timor dewasa di kota Kupang mem-
iliki ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan
rusa timor di Manokwari dan anak rusa timor di kota
Kupang memiliki ukuran tubuh yang lebih besar
dibandingkan dengan anak rusa timor di Ciawi. Sis-
tem pemeliharaan rusa timor pada dua kawasan pe-
nangkaran di kota Kupang merupakan penangkaran
semi terkurung (mini ranch) yang dipelihara di area
pekarangan rumah.
“Penulis menyatakan tidak ada konflik
kepentingan dengan pihak-pihak yang terkait dalam
penelitian ini”.
DAFTAR PUSTAKA
Adiati U, Brahmantiyo B. 2015. Karakteristik morfol-
ogi rusa timor (Rusa timorensis) di Balai
Penelitian Ternak Ciawi. Prosiding Seminar Na-
sional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bo-
gor. p596-600.
Basbeth AH, Dilaga WS, Purnomoadi A. 2015. Hub-
ungan antara ukuran-ukuran tubuh terhadap bo-
bot badan kambing jawarandu jantan umur muda
di Kabupaten Kendal Jawa Tengah. Animal Agri-
culture Journal 4(1): 35-40.
Bismark RM, Mukhtar AS, Takandjandji M, Garse-
tiasih R, Setio P, Sawitiri R, et al. 2011. Sintesis
Hasil-Hasil Litbang: Pengembangan Penangkaran
Rusa Timor. Badan Penelitian dan Pengem-
bangan Kehutanan. Jakarta.
Bowling AT, Ruvinsky A. 2000. The Genetics of the
Horse. CABI Publishing. London.
BPTP-Ungaran. 2000. Sanitasi Kandang Sapi Perah.
BPTP Ungaran. Jawa Tengah.
Brahmantiyo, B. Wirdateti, T. Nugraha, A. Trasidi-
harta. 2011. Peningkatan bobot badan dewasa ru-
sa sambar melalui seleksi di penangkaran. Buletin
Plasma Nutfah 17(1): 68-72.
Bubenik GA, Bubenik AB. 1987. Recent Advances in
Studies of Antlers Development and Neuroendo-
crine Regulation on the Antler Cycle. In: Christen
MW (eds). Biology and Management of the Cer-
vidae. p99 111.
Bukhori I, Aka R, Saili T. 2017. Pola pertumbuhan
kambing kacang jantan di Kabupaten Konawe Se-
latan. JITRO 4 (3): 34 - 41.
Bunga R. Kawatu MMH, Wungow RSH, Rompas JJI.
2018. Aktivitas harian rusa timor (Cervus timorensis)
di Taman Marga Satwa Tandurusa Aertembaga, Bi-
tung-Sulawesi Utara. Zootec 38(2): 345 356.
Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Kupang.
2018. Kupang: Diskeminfo http://v8.kupang Ko-
ta.go.id. Download: July 2, 2019.
Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Ber-
encana Kota Kupang. 2018. Kupang: Dinas PPKB
http://v8.kupangKota.go.id/2018/10/15/opd/.
Download: September 4, 2019.
Djanah D. 1984. Menentukan Umur Ternak. CY Yasa-
guna. Jakarta.
Doho SR. 1994. Parameter Fenotipik Beberapa Sifat
Kualitatif dan Kuantitatif pada Domba Ekor
Gemuk. Tesis S2. Sekolah Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Ensminger ME. 1962. Animal Science: Animal Agri-
culture Series. 5th ed. Printers & Publishers, Inc.
Danville, Illinois.
Fitriyanty H, Burhanuddin Masyud, Agus Priyono
Kartono. 2014. Respon rusa timor terhadap
pemberian pakan alternatif di penangkaran. Me-
dia Konservasi 19 (2): 105112.
Garsetiasih R, Heriyanto NM, Atmaja J. 2003. Pem-
anfaatan dedak padi sebagai pakan tambahan
rusa. Buletin Plasma Nutfah 9 (2): 23-27.
Geist V. 1998. Deer of the World: Their Evolution Be-
havior, and Ecology. Stackpole Books. United
States of America.
Handarani R. 2006. Pola dan siklus pertumbuhan
ranggah rusa timor jantan (Cervus timorensis).
Jurnal Agribisnis Peternakan 2 (1): 28-35.
Hardjosubroto W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ter-
nak di Lapangan. Gramedia Widiasarana Indone-
sia. Jakarta.
Idris I, Moin S, Sulah S, Jiwan D. 2000. Some physical
characteristics of sambar deer (Cervus unicolor).
Pertanika J Trap Agric Sci 23(1): 55-59.
International Union for Conservation of Nature and
Natural Reserves. 2018. The Redlist of
Threathened Species. UK: IUCN. http://www.iuc
nredlist.org. Download: January 31, 2019.
12 | Maha et al.
http://www.journal.ipb.ac.id/indeks.php/actavetindones
Kementrian Kehutanan. 2005. Peraturan Menteri
Kehutanan Nomor: P. 19/Menhut-II/2005 tentang
Penangkaran Tumbuhan dan Satwa Liar. Kemen-
trian Kehutanan Republik Indonesia. Jakarta.
Lelono A. 2004. Ekologi perilaku makan rusa (Cervus
timorensis Lyd.) dalam penangkaran di Ranca
Upas Ciwidey. Tesis S2. Sekolah Pascasarjana, In-
stitut Teknologi Bandung. Bandung.
Maharani D, Siswadi. 2017. Pengaruh Pemberian
Kombinasi Pakan Terhadap Pertumbuhan Rusa
Timor (Rusa Timorensis) di KHDTK Rarung Lom-
bok Tengah. Prosiding Seminar Nasional
Perhutanan Sosial. Lombok Barat. p263-269.
Mahre MB, Wahid H, Rosnina Y, Jesse FFA, Jaji AZ,
Ojo NA et al. 2016. Anatomy of the female repro-
ductive system of Rusa deer (Rusa timorensis). So-
koto Journal of Veterinary Sciences 14 (1):15-20.
Malewa A. 2009.Penaksiran bobot badan berdasar-
kan lingkar dada dan panjang domba donggala. J
Agroland 16: 91-97.
Mannes J. 1999. Pemanenan Ranggah Muda (velvet)
Sebagai Tambahan Nilai Usaha Penangkaran Rusa
Timor (cervus timorensis de Blainville) Perum
Perhutani di Jonggol Jawa Barat. Skripsi S1. Fakultas
Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Menteri Pertanian Republik Indonesia. 1990. SK No.
362/KPTS/TN.120/1990 tentang Ketentuan dan
Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin dan Pen-
daftaran Usaha Peternakan. Departemen Per-
tanian Republik Indonesia. Jakarta.
Novriani D. 2016. Perbandingan Karakteristik Mor-
fologi Kambing Saburai Jantan pada Dua Wilayah
Sumber Bibit di Kabupaten Tanggamus. Skripsi
S1. Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
Lampung.
Oka GM. 1998. Factors Affecting The Manage-
ment Of Muntjac Deer (Muntiacus muntjak) in
Bali Barat National Park, Indonesia. Hawkes-
burry. University of Western Sydney. Sydney.
Ordonansi Perlindungan Binatang-binatang Liar. Di-
erenbeschermings ordonnantie 1931 Staatsblad
1931 Nomor: 134 dan 266.
Pattiselanno F, lsir DA, Takege A, Seseray D. 2008.
Kajian awal penangkaran rusa (Cervus timorensis)
sistem back yard di Manokwari, Papua Barat. Bi-
osfera 25 (2): 95-100.
Pattiselannolo F, Tethooll AN, Seseray D. 2008.
Karakteristik morfologi dan praktek pemeli-
haraan rusa timor di Manokwari. Berkala llmiah
Biotogi 7 (2): 61-67.
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar.
Primack RB. 1998. Biologi Konservasi. Yayasan Obor.
Indonesia. Jakarta.
Rudiyono D. 2007. Pengaruh hormon testosteron
dan umur terhadap karakteristik karkas kambing
kacang betina. JITV 12(1): 34-41.
Samsudewa D, Setiatin ET, Ondho YS. 2015. Ipteks
bagi masyarakat usaha penangkaran rusa timor
Desa Margorejo, Kecamatan Dawe, Kabupaten
Kudus melalui Pemanfaatan Teknologi
Reproduksi. Jurnal Info. 17(2):81-86.
Santoso SI. 2011. Rusa Timorensis (Cervus Timoren-
sis): dari Hewan Konservasi menjadi Hewan Ter-
nak menuju Budidaya. Graha Ilmu. Jakarta.
Semiadi G. 1997. Karakteristik ranggah pada rusa
timorensis (Cervus timorensis). Biota 2 (2):82 87.
Semiadi G, Nugraha RTP. 2004. Panduan Pemeli-
haraan Rusa Tropis. Puslit Biologi LIPI. Bogor.
Semiadi G. 2006. Biologi Rusa Tropis. Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia. Bogor.
Septian AD, Arifin M, Rianto E. 2015. Pola pertum-
buhan kambing kacang jantan di Kabupaten Gro-
bogan. Animal Agriculture Journal 4(1):1-6.
Setiawan T. 2017. Studi Produktivitas Hijauan Se-
bagai Sumber Pakan Rusa Sambar (Cervus Uni-
color) di Penangkaran Rusa PT. Gunung Madu
Plantations. Skripsi S1. Fakultas Pertanian, Uni-
versitas Lampung. Lampung.
Sipul AUJ. 2017. Studi Keragaman Warna dan Mor-
fometrik Kuda Sandelwood di Kabupaten Sumba
Tengah. Skripsi S1. Fakultas Kedokteran Hewan,
Universitas Nusa Cendana. Kupang.
Sofyan I. 2018. Studi Perilaku Harian Rusa Timor
(Cervus Timorensis) di Penangkaran Rusa Tahura
Wan Abdul Rachman. Skripsi S1. Fakultas Per-
tanian, Universitas Lampung. Lampung.
Stefoff R. 2008. Deer. New York. Marshall Cavendish
Benchmark.
Subhandiawan H, Komar SB, Suwarno N. 2016.
Persamaan laju pertumbuhan domba lokal jantan
dan betina umur 1-12 bulan yang ditinjau dari
panjang badan dan tinggi pundak (kasus
peternakan domba di Kampung Nenggeng, Desa
Neglasari, Kecamatan Darangdan, Kabupaten
Purwakarta, Jawa Barat). Students e-Journals
5(4):1-13.
Karakteristik Morfologi Rusa timor (Rusa timorensis) | 13
© 2021 Fakultas Kedokteran Hewan IPB
Sudibyo M, Santosa Y, Masy’ud B, Toharmat T. 2012.
Ekologi Habitat Rusa Timor (Rusa Timorensis) di
Kawasan Konservasi Pulau Peucang (Tipologi Ru-
sa Timorensis dan Produk Ranggah Muda).
Laporan Penelitian. Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Me-
dan. Medan.
Suryadi U. 2012. Pengaruh jumlah anak sekelahiran
dan jenis kelamin terhadap kinerja anak domba
sampai sapih. Majalah Ilmiah Peternakan 9(1):1-9.
Suyanto A. 2002. Mamalia di TNGH Jawa Barat. BPC-
JICA. Bogor.
Syamyono O, Purbowati E, Kurnianto E, Samsudewa
D, Setiatin ET, Sutopo. 2013. Uji Keakuratan Ru-
mus Pendugaan Bobot Badan Berdasarkan Uku-
ran Tubuh Pada Kambing Kejobong Jantan Muda
dan Dewasa. Proseding Seminar Nasional Peter-
nakan Fakultas Peternakan. Universitas Padjaja-
ran. Bandung.
Syaputra MA. 2019. Efek Silang Dalam (Kawin Sedarah)
terhadap Ukuran Tubuh Kerbau Murrah (River buf-
falo) di Sumatera Utara. Skripsi S1 Fakultas Per-
tanian, Universitas Sumatera Utara. Medan.
Syawal S, BP Purwanto, IG Permana. 2013. Studi
hubungan respon ukuran tubuh dan pemberian
pakan terhadap pertumbuhan sapi pedet dan da-
ra. JITP 2 (3):175-188.
Takandjandji M, Sutrisno E, Ganardi D. 1997. Prospek
Budidaya Rusa Timor (Cervus timorensis) sebagai
Ternak. Proseding Diskusi Hasil-hasil Penelitian
BPK. Kupang.
Takandjanji M. Garsetiasih R, 2002. Pengembangan
Penangkaran Rusa Timor (Cervus timorensis) dan
Permasalahannya di NTT. Proseding Seminar Na-
sional Bioekologi dan Konservasi Ungulata. Bogor.
Takandjanji M. 2014. Teknik Penangkaran Rusa Ti-
mor (Rusa timorensis). Pusat Litbang Konservasi
dan Rehabilitasi. Badan Litbang Kehutanan, Ke-
menterian Kehutanan. Jakarta.
Thohari AM, Masy’ud B, Takandjandji M. 2011. Teknis
Penangkaran Rusa timor (Cervus timorensis) un-
tuk Stok Perburuan. Seminar Sehari Prospek Pe-
nangkaran Rusa Timor (Cervus timorensis) se-
bagai Stok Perburuan. Bogor. p1-15.
Wahyono T, Kusumaningrum, Widiawati,
Suharyono. 2013. Penampilan Produksi Kambing
Kacang Jantan yang diberi Pakan Siap Saji (PSS)
Berbasis Silase Tanaman Jagung. Seminar
Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.
p363-367.
Wilson DE, Mittermeier R.A. 2011. Handbook of the
Mammals of the World: Hoofed mammals. Lynx
Edicions. Barcelona.
Wiwid R. 2016. Beberapa Pertimbangan dalam
Penentuan Warna Kuda di Arthayasa Stable.
Universitas Pertanian Bogor. Bogor.
Yusuf M. 2004. Hubungan Antara Ukuran Tubuh
dengan Bobot Badan Sapi Bali di Daerah Bima
NTB. Skripsi S1. Fakultas Peternakan, Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta.
Zaman. 1994. Alternatif Konsep Pembibitan dan
Pengembangan Usaha Ternak Kambing. Potensi
Ternak Kambing dan Prospek Agribisnis
Peternakan.
... Rusa dengan ukuran tubuh lebih besar cenderung memiliki ukuran eritrosit yang lebih besar (Hawkey dan Hart 1985). Beberapa studi melaporkan bahwa rusa timor jantan memiliki karakteristik ukuran tubuh dan bobot badan yang secara nyata lebih besar dibandingkan dengan rusa timor betina (Maha et al., 2021;Adiati dan Brahmantiyo, 2015;Pattiselanno et al., 2008). Diameter eritrosit rusa timor jantan yang secara nyata (P<0,05) lebih besar dibandingkan dengan rusa timor betina dalam penelitian ini diduga disebabkan oleh perbedaan ukuran tubuh rusa timor jantan yang lebih besar dibandingkan dengan rusa timor betina. ...
Article
Full-text available
Rusa timor (Rusa timorensis) merupakan salah satu jenis rusa asli Indonesia. Salah satu aspek penting dalam upaya konservasi adalah terkait aspek kesehatan rusa timor. Nilai normal maupun gambaran rujukan terkait karakteristik fisiologis hewan dinilai penting dalam mengevaluasi status kesehatan rusa timor di penangkaran. Salah satu aspek yang penting untuk dipelajari yaitu karakteristik morfologi sel darah. Penelitian ini bertujuan mengetahui morfologi dan morfometri sel darah rusa timor di penangkaran. Sampel darah diperoleh dari 10 ekor rusa timor yang terdiri dari lima ekor rusa timor jantan dan lima ekor rusa timor betina. Sampel darah dipreparasi dalam sediaan ulas darah dengan pewarna Giemsa kemudian diamati di bawah mikroskop. Pengukuran morfometri sel darah dilakukan menggunakan mikroskop digital. Morfologi eritrosit rusa timor pada sediaan ulas darah memperlihatkan adanya poikilositosis berupa sel sabit. Morfometri eritrosit rusa timor jantan secara nyata (P<0,05) lebih besar dibandingkan dengan rusa timor betina. Gambaran morfologi leukosit rusa timor sama dengan leukosit mamalia pada umumnya. Morfologi dan morfometri masing-masing jenis leukosit rusa timor tidak memiliki perbedaan nyata (P>0,05) antar jenis kelamin
... Higher metabolic rate consequences higher oxygen demand and increases total erythrocytes and hemoglobin concentration (Hawkey and Hart 1985;Rawson et al. 1992;Spaargaren 1994). Several studies showed that Timor hinds have significantly smaller body sizes than Timor stags (Maha et al. 2021;Woodford and Dunning 1992). These findings explain why Timor hinds have higher clinical parameters and erythrocyte values than Timor stags. ...
Article
Full-text available
Timor deer (Rusa timorensis) is native species in Indonesia that faces many threatening issues. Studies related to the health aspects of Timor deer are considered essential to provide some information related to deer health management in captivity. Deer handling procedures in captivity in Indonesia are commonly carried out with physical restraint. Physical restraint in animals is known to cause various changes in animals’ clinical and hematological values. This study aimed to determine the clinical and hematological parameters of Timor deer under physical restraint in captivity. This study used ten Timor deer that consisted of five stags and five hinds. The deer was positioned in a chute, then continued with the physical examination and blood sampling. Parameters observed in this study are clinical and hematological parameters. This study showed that clinical parameters of Timor deer under physical restraint have significant differences between sex groups, except for respiration rate parameters. Hematological parameters of physically restrained Timor deer did not show significant differences between sex groups, except for basophil parameters. This study concluded that physical restraint could affect the clinical and hematological parameters of Timor deer.
Article
Full-text available
The study aims to present baseline data on the reproductive anatomy of a poorly known tropical deer species, Rusa deer (Rusa timorensis). The anatomy of female reproductive system is described using seven uniparous hinds, aged between four and eight years. The various reproductive structures were studied via standard descriptive methods. There was a significant difference in the length and width of both right and left ovaries. The left ovary was slightly larger than the right ovary which indicates that it is physiologically more active. The results of the study showed that the anatomy of female reproductive system of R. timorensis was similar to that observed in domestic ruminants except that the uterus did not have an interconual ligament and this implies that the uterine horns are anchored in such a way that sperm deposited into only one uterine horn of the Rusa deer will be transported to the other uterine horn (interconual transport). Unlike the red brocket deer and pampas deer, the cervix of R. timorensis was characterized by six cervical rings projecting into the cervical canal. This feature should be taken into account when designing effective instrumentation and techniques for transcervical passage of semen during artificial insemination in this species. The results from this study have provided baseline data on the reproductive anatomy of this vulnerable species, and the knowledge generated can be useful in the development of appropriate reproductive techniques in order to increase its population in captivity and also enable easy detection of its reproductive anomalies, thus strategies to propagate and conserve the species can be established.
Article
Full-text available
p>Selection on Adult Weight of Sambar Deer (Rusa unicolor). Deer are animals that has potential as producers of meat, through the exploitation of captive deer. Morphometric information and selection to improve the performance of Sambar deer has been done in Technical Implementation Unit of Animal Breeding and Artificial Insemination Institute, Village Api-api, District of Penajam Paser Utara, East Kalimantan. A number of 174 heads from a total population of Sambar deer recorded body weight, body length, width and chest circumference, length and width of head, also length and width of the ear. Results of selection of female and male based on body weight, were 52 females (60%, the intensity of selection 1:40) and six males (10%, the intensity of selection 1.74). Differential selection on males and females were 18.42 kg and 7.73 kg, respectively. Prediction of selection response of Sambar deer was 7845 kg with heritability estimation value (h2) was 0.60. Abstrak Rusa merupakan satwa yang bepotensi sebagai penghasil daging. Melalui penangkaran eksploitasi, perburuan dapat dikontrol. Informasi morfometrik dan upaya seleksi untuk meningkatkan performan rusa Sambar telah dilakukan di UPTD Balai Pembibitan dan Inseminasi Buatan, Desa Api-api, Kab. Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Sejumlah 174 data dari total populasi rusa Sambar dicatat bobot badan, panjang badan, lebar dan lingkar dada, panjang dan lebar kepala serta panjang dan lebar telinga. Berdasarkan seleksi induk dan jantan menurut bobot badan diperoleh 52 ekor induk (60%, intensitas seleksi 1,40) dan 6 ekor jantan (10%, intensitas seleksi 1,74). Diferensial seleksi pada jantan adalah 18,42 kg dan pada betina 7,73 kg, sehingga diperoleh respon seleksi dugaan rusa Sambar sebesar 7.845 kg dengan dugaan nilai h2 0,60.</p
Article
Penangkaran Rusa Tahura Wan Abdul Rachman merupakan salah satu penangkaran rusa di Provinsi Lampung. Dalam upaya pengembangan rusa timor (Cervus timorensis) di penangkaran tersebut perlu diketahui perilaku hariannya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perilaku harian rusa timor di penangkaran tersebut dan membandingkannya dengan rusa timor di Penangkaran Rusa Taman Satwa Lembah Hijau. Penelitian ini dilaksanakan selama 14 hari pada bulan Juli - Agustus 2016, dan 14 hari pada bulan Desember 2017 - Januari 2018, dimulai dari pukul 06.00 - 18.00 WIB. Metode yang digunakan adalah metode scan sampling, dan objek penelitian adalah jantan dewasa, betina dewasa, jantan anakan, dan betina anakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rusa timor melakukan perilaku makan dengan persentase 54,05 %, istirahat 33,10 %, berpindah 9,99 %, lainnya (grooming, defekasi, urinasi) 2,45%, sosial 0,26%, bermain sendiri 0,10%, dan tidur 0,05%. Hasil ini berbeda dengan perilaku harian rusa timor di Penangkaran Rusa Taman Satwa Lembah Hijau yang menunjukkan persentase perilaku makan 27,46 %, istirahat 27,11 %, berpindah 16,72 %, bersuara 14,99 %, tidur 8,65 %, dan lainnya 5,07 %. Hasil ini mengindikasikan bahwa jumlah pakan drop in yang diberikan untuk rusa timor di Penangkaran Rusa Tahura Wan Abdul Rachman lebih banyak dibandingkan dengan Penangkaran Rusa Taman Satwa Lembah Hijau.
Article
Pola pertumbuhan hewan, terutama jantan, merupakan salah satu faktor penting yang harus dipahami dengan baik oleh para peternak untuk beberapa tujuan seperti pemilihan dalam program pemuliaan atau pertimbangan keuntungan. Petani di Kabupaten Konawe Selatan yang membesarkan kambing kacang masih kekurangan informasi yang berhubungan dengan pola pertumbuhan ternak kambing khususnya kambing jantan. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi pola pertumbuhan kambing kacang jantan. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Konawe Selatan meliputi Kecamatan Landono, Moramo Utara dan Kecamatan Laeya selama bulan Juni-Juli 2016. Seratus empat puluh ekor kambing kacang jantan digunakan sebagai sampel dan dikelompokkan ke dalam enam kelompok umur (1-3 bulan , 4-6 bulan, 7-12 bulan, 13-24 bulan, 25-36 bulan, dan 37-48 bulan). Variabel yang diukur adalah bobot badan, lingkar dada, panjang badan, tinggi pundak, dan tinggi pinggul. Hasil penelitian menunjukkan bobot badan tumbuh sesuai dengan persamaan regresi berikut (y = 0,167 – 1,660x + 0.059x2 + 0,00087 x3) dengan koefisien determinasi adalah 94,8%. sementara panjang badan, lingkar dada, tinggi pundak dan tinggi pinggul kambing kacang jantan tumbuh berdasarkan persamaan regresi polinomial (y = 25,20 + 1,931x - 0.032x2 ; y = 31,59 + 2.383x + 0.0392x2 ;y = 31,84 + 1.512x + 0.0231x2 ; y = 32,43 + 1.581x - 0.024x2 dengan koefisien determinasi adalah 71,8%, 75,6%, 71,7%, dan 70,6% masing-masing). Akhirnya, disimpulkan pola pertumbuhan kambing kacang jantan di Kabupaten Konawe Selatan cenderung meningkat seiring bertambahnya umur dan 94,8% faktor umur bisa menentukan bobot badan kambing kacang jantan di Konawe Selatan. Kata kunci: Pola pertumbuhan, Kambing kacang, Jantan, Konawe Selatan.
Article
TIMOR DEER'S DAILY ACTIVITY (Cervus timorensis) AT THE AERTEMBAGA TANDURUSA WILDLIFE SANCTUARY, BITUNG-NORTH SULAWESI. This study aims to describe the daily activities and behavior of Timor deer (Cervus timorensis) at the Tandurusa Wildlife Sanctuary in Aertembaga, Bitung City, North Sulawesi Province. This research was expected to provide information for the community and related agencies about the behavior in supporting the captive breeding business. This study used observation methods requiring direct observation of the field and using techniques Instantinous Animal Sampling. Observations were made 14 repetitions by observing daily activity in 1 minute intervals (60 seconds) on each data retrieval. The results of this study showed the daily feeding activity of Cervus timorensis with a percentage of 17.01% used 32.86 minutes in the morning and 37.86 minutes at noon and 51.79 minutes in the afternoon. The Cervus timorensis’ daily activity was dominated by rest activity with a percentage of 57.52% of total daily activity, divided in 143.57 minutes in the morning, 141.92 minutes at noon and 128.64 minutes in the afternoon. Social activity with a percentage of 18.31% of total spent time, divided in 46.78 minutes spent in the morning 44.5 minutes spent at noon and 40.57 minutes spent in the afternoon. Locomosi activity with a percentage of 7.15% of all time, divided into 16.78 minutes used in the morning 15.71 minutes used in the afternoon and 19 minutes used in the afternoon.Keywords: Daily activity, Timor deer, Tandurusa Wildlife Sanctuary, North Sulawesi
Article
The experiment was conducted to study growth of deer (Cervus timorensis) fed on mixture of grass, nampong leaves and rice bran. Each of four head deers of 6-8 months old with 22.5-34.5 kgs of weight was consecutively feed on grass with nampong (treatment R0), grass with leaves of nampong and 1% rice bran (treatment R1), grass with leaves of nampong and 1,5% rice bran (treatment R2), grass with leaves of nampong and 2% rice bran (treatment R3). Percentages of the rice bran were based on the average initial weight of the deer. The result showed that the treatment of R2 tended to give better growth than other treatments. Statistical analysis result showed that among the treatment to the deer growth are non significant.
Karakteristik morfologi rusa timor (Rusa timorensis) di Balai Penelitian Ternak Ciawi. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner
  • U Adiati
  • B Brahmantiyo
Adiati U, Brahmantiyo B. 2015. Karakteristik morfologi rusa timor (Rusa timorensis) di Balai Penelitian Ternak Ciawi. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor. p596-600.
Hubungan antara ukuran-ukuran tubuh terhadap bobot badan kambing jawarandu jantan umur muda di Kabupaten Kendal Jawa Tengah
  • A H Basbeth
  • W S Dilaga
  • A Purnomoadi
Basbeth AH, Dilaga WS, Purnomoadi A. 2015. Hubungan antara ukuran-ukuran tubuh terhadap bobot badan kambing jawarandu jantan umur muda di Kabupaten Kendal Jawa Tengah. Animal Agriculture Journal 4(1): 35-40.