Content uploaded by Soeharjoto Soekapdjo
Author content
All content in this area was uploaded by Soeharjoto Soekapdjo on Dec 31, 2020
Content may be subject to copyright.
Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, ISSN: 2477-6157 ; E-ISSN 2579-6534
Available at http://jurnal.stie-aas.ac.id/index.php/jie
Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 5(03), 2019, 137-144
Fintech Di Era Digital Untuk Meningkatkan Kinerja ZIS di Indonesia
1*Soeharjoto, 2 Debbie Aryani Tribudhi, 3 Lucky Nugroho
1,2Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Trisakti, Indonesia
3 Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Mercu Buana, Indonesia
*Email korenpondensi: ryoto16@yahoo.com
Abstract
Purpose of this study is to predict trend value of collecting ZIS with fintech and non fintech. Data taken from
BAZNAs from 2002-2017 and using descriptive statistics with linear trend and parabolic, inference statistic
with paired sample test. Result shown that fintech trend like parabolic and non fintech like linear. There is a
significant and power full correlation at ZIS revenue with fintech and non fintech. Thus, there is difference
average of ZIS revenue before and after using fintech. Using SIMBA fintech will be affecting the revenue of ZIS.
Average prediction of ZIS collecting funds from 2018-2025 with fintech is greater than using non fintech.
Average growth of ZIS revenue with fintech is 9.98 percent and 5.78 percent with non fintech.
Keywords: ZIS, Fintech, SIMBA, BAZNAS
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk memprediksi nilai trend pengumpulan ZIS dengan menggunakan fintech dan non
fintech. Metode yang digunakan statistik deskriptif dengan membuat trend linier dan parabola, serta statistik
inferensia dengan paired sample test, dengan data yang berasal dari BAZNAS pada 2002-2017. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa trend fintech berbentuk parabola dan non fintech berbentuk linier. Penerimaan
ZIS menggunakan fintech dan non fintech terdapat korelasi yang kuat dan signifikan. Dengan demikian, rata-
rata penerimaan ZIS sebelum dan sesudah menggunakan fintech adalah tidak sama (berbeda). Penggunaan
fintech berupa SIMBA akan mempengaruhi jumlah penerimaan ZIS. Prediksi rata-rata dari pertumbuhan
pengumpulan dana ZIS pada 2018-2025 dengan menggunakan fintech lebih besar dari pada non fintech. Rata-
rata pertumbuhan penerimaan ZIS dengan fintech sebesar 9,98 persen dan non fintech sebesar 5,78 persen.
Kata Kunci: ZIS, Fintech, SIMBA, BAZNAS
Saran Sitasi: Soeharjoto., Tribudhi, D., & Santosa, L. (2019). Fintech Di Era Digital Untuk
Meningkatkan Kinerja ZIS di Indonesia. Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 5(03), 137-144. doi:
http://dx.doi.org/10.29040/jiei.v5i3.529
DOI: http://dx.doi.org/10.29040/jiei.v5i3.529
1. Pendahuluan
Pasca era globalisasi, dengan semakin
berkembangnya teknologi informasi, membuat
dunia menjadi tanpa batas (Soeharjoto, 2016).
Kondisi ini, ditunjang dengan adanya kemudahan
atas bantuan teknologi yang merupakan peluang
bagi negara untuk dapat maju lebih pesat lagi,
terutama bagi umat Islam (Walter, 2004).
McKeon dan Weir (2000), mengungkapkan
penggunaan ilmu pengetahuan dalam melakukan
persaingan akan mempercepat kesejahteraan,
karena adanya inovasi dalam pemanfaatan
sumber daya, sehingga akan tercapainya efisiensi
dan efektifitas. Namun demikian, apabila hanya
mengandalkan pada ilmu pengetahuan saja
dalam mengelola ekonomi akan terjadi
Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 5(02), 2019, 138
Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, ISSN: 2477-6157 ; E-ISSN 2579-6534
kegagalan, karena mengabaikan aspek nilai
sosial dan etika (Buarque, 1993). Ekonomi
modern yang mengabaikan etika dan spiritual,
merupakan suatu kesalahan fatal, karena manusia
merupakan mahluk yang berperasaan dan berakal
(Hamilton, 1994). Adanya fairness, dapat
dijadikan sebagai sumber keadilan dan efisiensi
dalam ilmu ekonomi (Rothchild, 1993). Chapra
(2001), mengungkapkan adanya pendekatan
mikro ekonomi tanpa memperhatikan makro
ekonomi yang didasarkan pada pandangan dunia
dan agama, hanya akan memikirkan kepentingan
individu, dengan demikian dalam menjalankan
ekonomi, sebaiknya juga mengunakan prinsip
ekonomi Islam, karena dalam ekonominya bukan
hanya terletak pada watak pelakunya saja, tetapi
pada sistem yang harus dipedomani para pelaku
ekonomi, yakni semua faktor ekonomi
merupakan kepunyaan Allah dan kepada-Nya
dikembalikan segala urusannya.
Indonesia merupakan negara dengan
mayoritas penduduknya beragama Islam
(Soekapdjo et. al, 2018). Jumlah penduduk yang
banyak merupakan potensi yang besar dalam
penggalangan dana Zakat (Romdhoni, 2017).
Kewajiban membayar zakat bagi muslim di
dalam Al Quran, telah disebut sebanyak 30 kali,
yakni terdapat pada Surat Makiyah sebanyak 8
kata dan Surat Madaniyah sebanyak 22 kata.
Anjuran zakat yang terdapat pada Surat At
Taubah ayat 103 menyatakan bahwa “Ambilah
zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat
itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka,
dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa
kamu itu menjadi ketentraman jiwa bagi mereka.
Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui”. Namun, terdapat beberapa syarat
harta yang dapat dijadikan objek zakat, yakni
memenuhi syarat hartanya yang halal, dimiliki
secara penuh, berkembang, cukup nisab dan haul,
bebas dari hutang, dan merupakan kelebihan dari
kebutuhan pokok. Ketetapan ini, menunjukkan
bahwa zakat yang diberikan tidak membebani
pihak yang memberikan zakat dan yang
menerimanya juga akan mendapatkan
keberkahan.
Zakat dalam ketentuannya terdapat dua jenis,
yakni fitrah dan harta (maal) (Wahyuni dan
Chintya, 2017). Zakat fitrah merupakan
kewajiban bagi umat muslim pada bulan
ramadhan yang pemberiannya sebelum sholat
idul fitri dan zakat harta dapat dibayarkan pada
waktu kapan saja. Dengan demikian,
pengumpulan dana zakat dapat dilakukan
sepanjang waktu. Zakat merupakan cara untuk
mengurangi ketimpangan antara yang kaya dan
miskin (Marimin dan Fitria, 2015). Dengan
demikian, peruntukkan zakat dapat diberikan
secara prioritas, sesuai dengan Surat At-Taubah
ayat 8 yang diperuntukan bagi kaum fakir,
Miskin, Amil, Mualaf, Rigab, Gharin,
Fisabillilah dan Ibnu Sabil. Disamping itu, dapat
juga diberikan dengan kondisi khusus, bagi
mereka yang dalam kondisi tertentu dan
membutuhkan pertolongan dan pemberdayaan
dengan ketentuan memenuhi kriteria Mustahik.
Berkembangnya pengelolaan zakat di
Indonesia, tidak terlepas dari adanya pihak yang
menghimpun dana zakat, yang dilakukan oleh
organisasi pengelola zakat (OPZ) (Marzuki dan
Qomar, 2015). Untuk mengatur pengelolaan
zakat, pemerintah mengeluarkan Peraturan
Perundang-undangan No. 38 Tahun 1999, yang
menyatakan bahwa pemerintah membagi dua
jenis OPZ, yakni Badan Amil Zakat (BAZ) yang
dibentuk pemerintah dan Lembaga Amil Zakat
(LAZ) yang dibentuk masyarakat (Rahmawati,
2011). Kemudian, berkembang Undang-undang
No. 23 Tahun 2011, yang menyatakan bahwa
kedudukan BAZ dan LAZ berbeda. Setelah
dikeluarkan undang-undang ini, OPZ mengalami
pertumbuhan yang pesat, karena adanya faktor
penarik dan pendorong (Karim dan Syarief,
2008). Faktor penariknya adalah spirit of
consciousness, spirit of innovation, dan spirit of
empowering. Faktor pendorongnya huge market
potential, friendly regulation, IT Infrastructure,
dan awareness increasing. OPZ sebagai lembaga
publik, dalam melakukan aktivitasnya terkait
dengan Undang-undang No. 14 tahun 2008,
Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 5(02), 2019, 139
Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, ISSN: 2477-6157 ; E-ISSN 2579-6534
tentang keterbukaan informasi. Dengan demikian,
OPZ dapat lebih akuntabel.
Keseriusan pemerintah dan masyarakat
dalam mengalang dan umat tidak diragukan lagi.
Adapun tindakannya dengan mengeluarkan
Sistem Manajemen Informasi BAZNAS atau
SIMBA pada Nonember 2011. Penggunaan
Fintech ini sangat membantu perkembangan
penggalangan umat. SIMBA memiliki dua sistem,
yakni sistem informasi operasi (SIO) dan sistem
informasi pelaporan (SIP). SIO digunakan
BAZNAS dan LAZ untuk operasi sehari-hari
dengan pendekatan kas masuk dan keluar. Kas
masuk meliputi muzaki, transaksi penghimpun
dana ZIS dan kas keluar meliputi data base
mustahik dan penyaluran ZIS.
Perkembangan pengumpulan dana ZIS
sangat pesat pasca diberlakukannya penggunaan
financial technology (fintech). Rata-rata
pertumbuhan ZIS pra fintech sebesar 41,72
persen, dengan pertumbuhan terbesar pada 2007
sebesar 98,3 persen dan pada 2005 dan 2004
sebesar 96,9 persen dan 76 persen. Pertumbuhan
yang tinggi ini terjadi karena adanya simpati dari
masyarakat atas terjadinya bencana alam berupa
gempa di Yogya pada 2007 dan Tsunami di Aceh
pada 2004 dan 2005. Rata-rata pertumbuhan ZIS
pasca fintech sebesar 24,07 persen dengan
pertumbuhan tertinggi pada 2016 sebesar 37,46
persen dan terendah pada 2015 sebesar 10,61
persen.
Industri keuangan melakukan inovasi
dengan memberikan kemudahan pelayanan di
bidang keuangan berupa fintech. Inovasi ini,
memberikan pelayanan berupa pembayaran,
peminjaman, pembiayaan, perencanaan
keuangan, dan investasi yang dilakukan industri
keuangan yang berbasis teknologi. Adanya
Fintech membuat pelayanan keuangan menjadi
cheaper, faster dan clearance. Kesemuanya tidak
terlepas dari adanya peran darinya sebagai motor
penggerak pertumbuhan e-commerce.
Jumlah penduduk yang banyak yang diikuti
dengan semakin banyaknya usia masyarakat
yang produktif, serta terjadinya pergeseran status
sosial masyarakat merupakan basis pasar yang
potensial buat berkembangnya fintech. Investasi
global terhadap industri fintech selama 2010 –
2015 telah mencapai US$ 49,7 miliar atau setara
dengan Rp 696 triliun dengan tingkat
pertumbuhan tiga kali lipat setiap tahunnya sejak
2013. Perkembangan fintech di Indonesia akan
menggeser e-commerce seiring maraknya
penggunaan fintech untuk produk tabungan dan
investasi, transfer uang dan pembayaran,
peminjaman dan asuransi. Sekjen Asosiasi
Fintech Indonesia (AFI), mengungkapkan bahwa
penetrasi perbankan yang masih 30 persen,
masih kalah jauh dari penetrasi pengguna
handphone yang mencapai 130 persen.
Sementara itu, penetrasi internet yang sebesar 42
persen, sebagian besar traffic-nya berasal dari
mobile. Maka itu, penetrasi perbankan bisa
meningkat dengan mobile. Fintech di Indonesia
yang masih berupa embrionik, perlu terus
melakukan evolusi dengan mencari bentuk yang
terbaik.
Pemain fintech di Indonesia ada sebanyak
165 yang 43 persennya bergerak pada sektor
pembayaran. Namun, pada 2016 hanya terdapat
36 persen orang dewasa di Indonesia yang
memiliki institusi keuangan. Adanya
perkembangan teknologi yang pesat akan
berdampak pada pertumbuhan fintech.
Gambar 1. Jumlah Perusahaan Fintech di
Indonesia pada 2006-2016
Sumber: Asosiasi Fintech Indonesia dan OJK
(2017)
Penggunaan fintech dengan SIMBA terus
mengalami pertumbuhan yang pesat. Keadaan ini
dapat terlihat dari jumlah pengguna aktifnya
terus mengalami peningkatan dari tahun ketahun
Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 5(02), 2019, 140
Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, ISSN: 2477-6157 ; E-ISSN 2579-6534
dan begitu juga dengan hits transaksi yang
dilakukannya. Rata-rata penggunaan aktifnya
selama 2013-2017, rata-rata pertumbuhannya
sebesar 81,4 persen dan hits transaksinya sebesar
156,33 persen.
Tabel 1. Jumlah Hits Transaksi dan Pengguna
Aktif SIMBA Pada 2013-2017
Sumber: BAZNAS (Data Diolah)
Penggunaan fintech terbukti sangat
membantu pihak yang terkait baik pengelola dan
masyarakat. Agar tidak terjadi kejenuhan dari
pihak pengguna Fintech, pihak BAZNAS pelu
melakukan inovasi teknologi yang lain berupa
kerjasama dengan pihak perbankan dan sektor
keuangan lain, sehingga pemanfaatan
fintechnyanya bukan hanya sampai di tingkat
Kabupaten dan Kota tetapi juga ke Desa. Dengan
adanya dukungan dari pihak terkait dan
masyarakat, diharapkan fintech dapat digunakan
untuk mempercepat kesejahteraan umat Islam di
Indonesia. Adapun yang menjadi permasalahan
dalam penelitian ini adalah bagaimana bentuk
trend dari pengumpulan ZIS yang menggunakan
fintech dan non fintech, sehingga dapat
diprediksi kemungkinan dana yang dapat
dikumpulkan, terutama Indonesia yang pada
2025 dinobatkan sebagai negara maju, yang
dapat mempercepat kesejahteraan umat Islamnya
melalui penggalangan dana ZIS.
2. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan statistik
deskriptif, dengan membuat trend linier dan
parabola. Data di peroleh dari BAZNAS selama
periode 2002-2017 dalam bentuk rasio yakni Rp.
Milyar. Adapun prosedurnya dengan melihat
trend dari grafik, karena bentuknya dapat linier,
parabola, maupun eksponensial. Dari data yang
ada kemudian dibuat grafik ternyata terdapat dua
bentuk yakni linier dan parabola. Trend linier
terjadi pada saat pra penggunan fintech pada
2002-2011 dan trend parabola pada periode
selama pengumpulan ZIS sudah mulai
penggunaan fintech pada 2002-2017. Digunakan
periode 2002-2017 agar trend dari parabola dapat
diperoleh lebih smooth. Adapun formula untuk
trend linier dan parabola (Anderson et. al., 2019):
Trend Linier dengan menggunakan metode
Least square:
Y = a + bX
a =
(1)
b =
(2)
Trend Parabola dengan menggunakan
persamaan:
Y = a +bX +cX2
∑Y = na + c∑X2 (1)
∑XY = b∑X2 (2)
∑X2Y = a∑X2 + c∑X4 (3)
Keterangan:
Y = Variabel tertentu yang ingin di forecast.
X = Waktu yang dirubah dalam bentuk skala.
a = Konstanta yang menunjukkan Y pada tahun
yang dimiliki skala X sebesar 0.
b = Kenaikan atau penurunan nilai X setiap
periode.
c = Kenaikan atau penurunan nilai X setiap
periode dalam bentuk parabola.
Setelah menggunakan statistik deskriptif
dalam bentuk trend kemudian dicari nilainya,
lalu diuji dengan menggunakan statisfik
inferensia. Sebelum melakukan pengujiannya
untuk mengetahui pendekatan dengan
menggunakan statistik paremetrik atau non
parametrik dengan data rasio, perlu dilakukan uji
normalitas, dengan menggunakan one simple
kolmogorof smirnof. Apabila nilai signifikansi
dari datanya di atas 0,05, maka datanya
berdistribusi normal. Dengan adanya data yang
berdistribusi normal pengujian dapat
menggunakan statistik parametrik, yakni paired
sample test (Lind el. al, 2017). Dari
perhitungannya apabila nilai signifikansi lebih
kecil dari 0,05 maka terdapat perbedaan antara
sebelum dan sesudah menggunakan fintech.
Year Transaction Hits Active Used
2013 92552 15
2014 110160 41
2015 491584 60
2016 1541001 108
2017 2258772 136
Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 5(02), 2019, 141
Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, ISSN: 2477-6157 ; E-ISSN 2579-6534
3. Hasil dan Pembahasan
Perkembangan penerimaan ZIS pada 2002-
20017 terus mengalami peningkatan.
Peningkatan selama 2002-2011 peningkatannya
rendah, tetapi pada 2012-2017 peningkatannya
tinggi. Keadaan ini, terjadi karena pasca 2012
pengumpulan dana ZIS sudah menggunakan
fintech. Pada 2002-2011 terbentuk garis yang
berbentuk linier namun pada 2002-2017
terbentuk garis berbentuk parabola. Pasca
pengumpulan dana ZIS menggukan fintech
diharapkan akan meningkatkan penerimaan ZIS
lebih banyak lagi, sehingga kesejahteraan umat
Islam dapat lebih pesat. Untuk itu, diperlukan
melakukan prediksi agar dapat direncakanan
kapan kesejahteraan Umat dapat tercapai,
setidaknya pada 2025 diketahui kira-kira jumlah
ZIS yang dapat dikumpulkan.
Gambar 2. Jumlah Penerimaan ZIS
Menggunakan Fintech dan Non
Fintech Pada 2002-2017
(Rp. Milyar)
Sumber: Baznas (Data Diolah)
Jumlah penerimaan ZIS dan trend linier pada
2002-2011, memiliki rata-rata yang sama yakni
sebesar Rp. 706.15 milyar, dengan jumlah nilai
maksimum dan minimum yang sama, yakni pada
2011 dan 2002. .Penerimaan ZIS maksimum
sebesar Rp. 1.729 milyar dan minimum sebesar
Rp. 68,39 milyar dengan standar deviasi sebesar
Rp. 609,93 milyar. Trend linier memiliki nilai
maksimum sebesar Rp. 1587,74 milyar dan
minimum sebesar minus Rp. 175,45 milyar.
Gambar 3. Jumlah Penerimaan ZIS dan Trend
Linier Pada 2002-2011
Sumber: Baznas (Data Diolah)
Rata-rata jumlah penerimaan ZIS dan trend
parabola pada 2002-2017 sama, yakni sebesar Rp.
1881,51 milyar. Jumlah penerimaan yang
tertinggi yang diperoleh ZIS pada 2017 sebesar
Rp. 6224,37 milay dan terendah pada 2002
sebesar Rp. 68,39 milyar dengan deviasi standar
sebesar Rp. 1856,146 milyar. Trend parabola
memperoleh jumlag tertinggi pada 2017 sebesar
Rp. 5716,57 milyar dan terendah pada 2004
sebesar Rp. 159,05 milyar, dengan deviasi
standar Rp. 1841,18 milyar.
Gambar 4. Jumlah Penerimaan ZIS dan Trend
Parabola Pada 2002-2017
Sumber: Baznas (Data Diolah)
Prediksi jumlah rata-rata penerimaan ZIS
menggunakan fintech dan non finteh teradapat
selisih sebesar Rp. 2603.55 Milyar, yang
besarnya penerimaan fintech sebesar Rp.
4681,44 Milyar dan yang non fintech sebesar Rp.
2077,89 milyar. Penggunaan finteh akan
menerima jumlah ZIS terebesar pada 2025
sebanyak 14.418,51 milyar dan terendah pada
Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 5(02), 2019, 142
Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, ISSN: 2477-6157 ; E-ISSN 2579-6534
2004 sebanyak 159,05. Non fintech menerima
jumlah terbesar pada 2025 sebanyak 4330,48 dan
terendah pada 2002 sebanyak minus 175,45.
Gambar 5. Prediksi Jumlah Penerimaan ZIS
Menggunakan Fintech dan Non
Fintech Pada 2002-2025
Sumber: Baznas (Data Diolah)
Prediksi rata-rata dari pertumbuhan
pengumpulan dana ZIS pada 2018-2025 dengan
menggunakan fintech lebih besar dari pada non
fintech. Rata-rata pertumbuhan penerimaan ZIS
dengan Fintech sebesar 9,98 persen dan non
fintech sebesar 5,78 persen. Penggunaan fintech
akan meningkatkan pertumbuhan penerimaan
ZIS maksimum pada 2018 sebesar 15,18 persen
dan terendah pada 2025 sebesar 9,98 persen. Non
fintech pertumbuhan penerimaan ZIS maksimum
sebesar 7,09 persen pada 2018 dan minimum
sebesar 4,74 persen pada 2025.
Gambar 6. Pertumbuhan Penerimaan ZIS
Menggunakan Fintech dan Non
Fintech Pada 2018-2025
Sumber: Baznas (Data Diolah)
Setelah dilakukan prediksi periode 2002-
2025 untuk yang fintech dan non fintech
kemudian dilakukan uji normalitas dengan
menggunakan one simple kolmogorof smirnof.
Adapun hasilnya adalah dari data prediksi fintech
dan non fintech berdistribusi normal, karena
signifikansi keduanya diatas 0,05, yakni
0,200>0,05 untuk Non Fintech dan 0,109>0,05
untuk Fintech.
Tabel 2. Hasil Uji Normalitas
Hasil dari uji normalitas dari fintech dan non
fintech berdistribusi normal dapat digunakan uji
statistik parametrik. Uji yang digunakan dalam
penelitian ini adalah paired sample test, karena
dengan uji beda dua sampel berpasangan dapat
diketahui bagaimana bila subjek yang digunakan
sama tetapi mengalami perlakuan yang berbeda,
yakni pengumpulan ZIS dengan fintech dan non
fintech. Adapun hasil pengujian menunjukkan
bahwa korelasi antara non fintech dan fintech
sebesar 0,954 dengan signifikansi sebesar 0.0000.
Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat korelasi
antara dua rata-rata penerimaan ZIS
menggunakan fintech dan non fintech adalah
kuat dan signifikan.
Tabel 3. Hasil Uji Correlations
Paired Samples Correlations
N
Correlation
Sig.
Pair 1
Non Fintech
& Fintech
24
.954
.000
Sumber: Baznas(Data diolah)
Hasil dari uji hipotesis paired sample test
dengan nilai t hitung sebesar minus 3.896 dengan
signifikansi 0,001. Dari hasil uji hipotesis
diperoleh signifikansi lebih kecil dari pada 0,05,
yakni 0,001<0,005, dapat disimpulkan bahwa
rata-rata penerimaan ZIS menggunakan sebelum
dan sesuadah menggunakan fintech adalah tidak
sama (berbeda). Artinya, bahwa dengan
penggunaan fintech akan mempengaruhi jumlah
penerimaan ZIS.
Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 5(02), 2019, 143
Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, ISSN: 2477-6157 ; E-ISSN 2579-6534
Tabel 4. Hasil Uji T
Paired Samples Test
Paired Differences
t
df
Mean
Std.
Deviation
Std. Error
Mean
Sig.
(2-tailed)
Pair 1
Non
Fintech-
Fintech
-2603.545
3273.628
668.2264
-3.896
23
0.001
Sumber: Baznas (Data Diolah)
Pemenfaatan fintech akan mempermudah
dan memperlancar BAZNAS dalam
mengumpulkan dana umat, karena memiliki
multiplier effect yang lebih besar karena
memiligi garis trend yang berbentuk parabola.
Untuk itu, agar dapat mempercepat kesejahteraan
umat BAZNAS dan masyarakat perlu lebih lebih
mengoptimalakan dalam pemanfaatan fintech.
4. Kesimpulan
Penerimaan ZIS menggunakan fintech dan
non fintech terdapat korelasi yang kuat dan
signifikan. Dengan demikian, rata-rata
penerimaan ZIS sebelum dan sesudah
menggunakan Fintech adalah tidak sama
(berbeda). Artinya, bahwa dengan penggunaan
Fintech akan mempengaruhi jumlah penerimaan
ZIS. Prediksi rata-rata dari pertumbuhan
pengumpulan dana ZIS pada 2018-2025 dengan
menggunakan fintech lebih besar dari pada non
fintech. Rata-rata pertumbuhan penerimaan ZIS
dengan fintech sebesar 9,98 persen dan non
fintech sebesar 5,78 persen. Pihak BAZNAZ
sebaiknya tetap meningkatkan penggunaan
fintech dengan cara melakukan kerjasma dengan
berbagai institusi baik keuangan maupun non
keuangan dan sekaligus melakukan sosialisasi
pemanfaatan fintech terhadap masyarakat dalam
mengelola ZIS. Penggunaan fintech diharapkan
pertumbuhan penerimaan ZIS dapat lebih pesat
lagi sehingga penurunan pertumbuhannya
menjadi lebih lambat bahkan diharapkan
trendnya dapat berbentuk eksponensial, sehingga
kemaslahatan umat Islam dapat segera diatasai.
5. Daftar Pustaka
Anderson, David R., Dennis J. Sweeney, Thomas
A. Williams, Jeffrey D. Camm, James J.
Cochran. 2019. Statistics for Business &
Economics. Cengage Learning.
Buarque, Christofam. 1993. The End of
Economics: Ethics and Disorter of Progress.
London, Zed Books.
Chapra, M. Umar. 2001. Whats is Islamic
Economics. Jeddah: IRTI-IDB.
Hamilton, Clive. 1994. The Mystic Economist.
Australia, Hamilton.
Karim, Adiwarman A. dan A. Azhar Syarief.
2009. Fenomena Unik di Balik
Menjamurnya LAZ (Lembaga Amil Zakat)
di Indonesia. Jurnal Pemikiran dan Gagasan,
Vol. 1.
Lind, Douglas A., William G. Marchal, Samuel
A. Wathen. 2017. Statistical Techniques in
Business and Economics. McGraw-hill.
McKeon, R. and Weir, T. 2000. Towards KBEs:
Preconditions and Assessments. Paper for
APEC Symposium on Knowledge-based
economies. Seoul, 29-30 June.
Marimin, Agus dan Tira Nur Fitria. 2015. Zakat
Profesi (Zakat Penghasilan) Menurut Islam.
Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam. Vol. 1(1).
Marzuki, Angga dan Ibnu Qomar. 2015. Arah
Baru Kebijakan Publik: Studi Kasus
Pember-dayaan Zakat. Jurnal Bimas Islam
Vol. 8(4).
Rothchild, Kurt W. 1993. Ethics and Economic
Theory. Cambride: Edward Elgar.
Romdhoni, Abdul Haris. 2017. Zakat Dalam
Mendorong Pertumbuhan Ekonomi dan
Pengentasan Kemiskinan. Jurnal Ilmiah
Ekonomi Islam. Vol. 3(1).
Rahmawati, Yuke. 2011. Refleksi Sistem
Distribusi Syariah Pada Lembaga Zakat dan
Wakaf Dalam Perekonomian Indonesia. Al-
Iqtishad. Vol. 3(1).
Soekapdjo, Soeharjoto., Lucky Nugroho,
Ahmad Badawi, Wiwik Utami. 2018. Bad
debt issues in Islamic bank: macro and
micro influencing (Indonesia cases).
International Journal of Commerce and
Finance. Vol. 4(1).
Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 5(02), 2019, 144
Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, ISSN: 2477-6157 ; E-ISSN 2579-6534
Soeharjoto. 2016. Pengaruh Penanaman Modal
Asing dan Daya Saing Terhadap Ekspor
Industri Manufaktur di Indonesia. Media
Ekonomi. Vol. 24(2).
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23
Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 38
Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14
tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi.
Walter, Leimgruber. 2004. Between Global and
Local. Aldershot (England): Ashgate
Publishing Limited.
Wahyuni, Eka Tri dan Aprina Chintya. 2017.
Pembagian Zakat Fitral Kepada Mustahiq:
Studi Komparatif Ketentuan Asnaf Menurut
Imam Syafi’i dan Imam Malik. Muqtasid.
Vol. 8(2).
www.simba.baznas.go.id
www.basnaz.go.id
www.fintech.id
www.ojk.go.id