Available via license: CC BY-SA 4.0
Content may be subject to copyright.
F
on
:
Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Diterbitkan Oleh :
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
FKIP Universitas Kuningan
Volume 16 Nomor 2 Tahun 2020
Halaman 57-64
p-ISSN 2086-0609
e-ISSN 2614-7718 57
https://journal.uniku.ac.id/index.php/FON/index |
Journal.fon@uniku.ac.id |
ANALISIS GANGGUAN FONOLOGI DAN VARIASI PELAFALAN
FONEM /R/ PADA PENDERITA CADEL
Andriyana
Pendidikan Bahasa Indonesia
Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Malang
Andriyana03@gmail.com
ABSTRAK: Fonologi sebagai kajian bunyi mentanskripsikan bunyi secara detail secara fonetik dari yang
dihasilkan artikulator pembicara. Penelitian sebelumnya berkaitan dengan cadel cenderung memukul rata
karena hanya menggunakan transkripsi ortografis dan fonemis namun tidak sampai melakukan transkripsi
fonetik. Untuk penyebab dari cadel itu sendiri sudah banyak dibahas oleh peneliti lain sehingga penulis
hanya melihat tanpa meneliti lebih dalam penyebab dari cadel. Gangguan cadel yang dialami oleh Aden
Eka Pradana dan Ilham Maulana Irsyad yang akan dilihat perbedaan dan variasi pengucapan fonem /r/
yang mereka ucapkan untuk membedakan pendapat umum tentang cadel yang hanya mengubah fonem /r/
menjadi /l/. Penelitian ini megunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus dengan proses
pencarian data menggunakan wawancara terbuka untuk mendalami kasus cadel dan wawancara tertutup
untuk menguji pengucapan fonem /r/ dengan posisinya dalam kata. Data tersebut kemudian diolah
menggunakan teknik Miles dan Huberman. Hasil penelitian menunjukan posisi /r/ dan kondisi individu
membedakan pelafalan /r/ sehingga pada tes menggunakan fonem konsonan partisipan pertama
menimbulkan bunyi aspirasi dan partisipan kedua menimbulkan retopleks. Tes kedua dengan
menggunakan kluster kembali memiliki perbedaan pada partisipan pertama menyebutkan dengan
sempurna sementara partisipan kedua masih memiliki gangguan yaitu lateral release. Hal ini
membuktikan bahwa posisi dan jenis fonem /r/ mempengaruhi pengucapan pada penderita cadel.
KATA KUNCI: cadel; fonologi; gangguan fonologi; trill apikoalveolar;
ANALYSIS OF PHONOLOGICAL DISORDERS AND VARIATIONS OF FONEM /R/
IN LISP PATIENTS
ABSTRACT: Phonology as the study of sound describes sounds in phonetic detail from the speaker
articulator. Previous research related to slurred tended to flatten because it only used orthographic and
phonemic transcription but did not make phonetic transcription. For the cause of lisp itself has been
widely discussed by other researchers so that the authors only look without examining deeper the causes
of lisp. Slurred disorder experienced by Aden Eka Pradana and Ilham Maulana Irshad that will be seen
differences and variations in pronunciation of the phonemes /r/ they say to distinguish general opinions
about lisp which only changes the phoneme /r/ to /l/. This study uses a qualitative method with a case
study approach with the process of finding data using open interviews to explore slurred cases and closed
interviews to test phoneme /r/ pronunciation with its position in words. The data is then processed using
Miles and Huberman techniques. The results showed that the position /r/ and individual conditions
differentiate pronunciation /r/ so that in the test using the consonant phoneme the first participant raises
the sound of aspiration and the second participant gives rise to retoplex. The second test using the cluster
again has a difference where the first participant mentions perfectly while the second participant still has
the disorder namely lateral release. This proves that the position and type of phoneme /r/ affect
pronunciation in slurred sufferers.
KEYWORDS: apicoalveolar trill; lisp; phonology; phonological disorders;
Diterima:
10-04-2020
Direvisi:
18-09-2020
Distujui:
21-09-2020
Dipublikasi:
28-10-2020
Pustaka
:
Andriyana
(2020
).
Analisis Gangguan Fonologi d
an Variasi Pelafalan Fonem /R/ Pada
Penderita Cadel. Fon : Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, 16(2), 57-64.
DOI : https://doi.org/10.25134/fjpbsi.v16i2.2700
PENDAHULUAN
Fonologi sebagai satuan terkecil
dalam susunan linguistik memiliki peran
penting dalam komunikasi. Fonologi
menjadi dasar pembentukan satuan bahasa
selanjutnya sehingga struktur morfologi
F
on
:
Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Diterbitkan Oleh :
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
FKIP Universitas Kuningan
Volume 16 Nomor 2 Tahun 2020
Halaman 57-64
p-ISSN 2086-0609
e-ISSN 2614-7718 58
https://journal.uniku.ac.id/index.php/FON/index |
Journal.fon@uniku.ac.id |
bisa terbentuk, dan selanjutnya terus
berurut ke sintaksis dan wacana. Kajian
yang membedakan makna ini dalam
fonologi dinamakan kajian fonetetik.
Menurut Chaer (2009, Hlm. 3) Secara
umum fonetik bisa dijelaskan sebagai
cabang fonologi yang mengkaji bunyi-
bunyi bahasa tanpa memperhatikan
statusnya, apakah bunyi-bunyi bahasa itu
dapat membedakan makna (kata) atau
tidak. Sementara itu kajian lebih dalam
tentang fonologi yang mengatur
bagaimana bunyi dari setiap fonem yang
ada diatur dalam kajian fonemik yang
menurut Chaer (2009, Hlm. 3) fonemik
adalah cabang kajian fonologi yang
mengkaji bunyi-bunyi bahasa dengan
memperhatikan fungsinya sebagai
pembeda makna (kata).
Kajian tentang fonetik dan fonemik
ini sangat berkaitan erat dengan sebuah
analisis bunyi bagi mereka yang memiliki
gangguan berbahasa. Chaer (2019, Hlm.
7) berpendapat bahwa hasil kajian
fonologi juga diperlukan dalam bidang
klinis yaitu dalam membantu mereka yang
mendapat hambatan dalam berbicara
maupun mendengar. Artikulator sebagai
penghasil alat ucap manusia adalah
sumber kajian gangguan fonologi yang
jika ditranskripsi lebih jelas ke satuan fon
dan alofon harus ditranslasikan secara
fonetis tidak hanya otograsfis. Hal ini
bertujuan agar bunyi yang dikeluarkan
oleh penutur lebih detail
pentranskripsianya dan memberikan setiap
perbedaan pada fon dan alofon yang
mucul. Contohnya saja dalam fonem /u/
yang direalisasikan dalan alofon [u] dan
[U] dalam kata <buku> buku dan <libur>
[libUr] dimana [u] adalah silabel tak
berkoda (terbuka) dan [U] silabel berkoda
(tertutup).
Fonem yang seharusnya dibunyikan
normal pada kasus tertentu dengan
berbagai pengaruh seperti stoke sebagai
penyakit berat mengalami gangguan dan
menimbulkan ketidak jelasan pada
pendengar ketika melakukan proses
dekoding. Penelitian seperti yang
dilakukan Yuliastuti (2020) dengan judul
Lsvt Loud Meningkatkan Kemampuan
Komunikasi Verbal Pasien Stroke Iskemik
Dengan Disartria Di Rsi Jemursari
Surabaya. Dewi (2019) Perubahan Bunyi
Bahasa Pada Penderita Afasia Wernicke
(Kajian pada Pasien Mr. D). Johan (2018)
Gangguan Berbahasa Pada Penderita
Strok Suatu Kajian: Neurolinguistik.
Purba (2018) Pemerolehan Fonologi Anak
Usia 6 Tahun Dengan Riwayat Kejang
Demam (Studi kualitatif pemerolehan
fonologi pada Nazwa). Adalah contoh
ganguan berbahasa yang didalamnya
terdapat kajian fonologi dan sumber
gangguan berbahasa dengan penyakit
tertentu. Penelitian lain yang membahas
fonologi dilakukan oleh Devianty (2016)
Pemerolehan Bahasa dan Gangguan
Bahasa pada Anak Usia Batita. Maharany
(2016) Gejala Fonologis Bahasa
Indonesia pada Anak Usia 3-4 Tahun di
Paud Permata Hati Kota Kendari.
Amaliah (2017) Pemerolehan Kompetensi
Fonologis dan Gangguan Pemroduksian
Ujaran pada Anak Berusia 3 Sampai 4
Tahun. Penelitian Devianty (2016),
Maharany (2016) dan Amaliah (2017)
membahas objek penelitian berusia balita
dan merupakan khazanah yang penulis
pelajari dalam pendalaman penyebab
gangguan fonologi pada kanak-kanak.
Dalam kasus dilapangan terdapat
kasus cadel pada orang dewasa yang
artikulatornya dapat dikatakan sudah
sempurna dan tidak mungkin berkembang
lagi memiliki gangguan pada pengucapan
fonem /r/ sehingga bunyi yang seharusnya
tril apikoalveolar malah menjadi /l/ yang
lateral apiko alveolar. Dan selanjurnya
setelah diamati narasumber yang bernama
Ilham Maulana Irsyad (23 Tahun) dan
Aden Eka Pradana (22 tahun) memiliki
perbedaan pengucapan fonem /r/ yang itu
harus dibuktikan secara fonetis sehingga
apa yang diucapkan oleh dua narasumber
F
on
:
Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Diterbitkan Oleh :
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
FKIP Universitas Kuningan
Volume 16 Nomor 2 Tahun 2020
Halaman 57-64
p-ISSN 2086-0609
e-ISSN 2614-7718 59
https://journal.uniku.ac.id/index.php/FON/index |
Journal.fon@uniku.ac.id |
ini dapat tertranskripsikan dengan baik.
Arsal (2012 Hlm. 156-166) membuat
penelitian berjudul Analisis Pedigree
Cadel (Studi Kasus Beberapa Kabupaten
di Sulawesi Selatan) membahas tentang
penyebab cadel dari sisi genetis dan
menyimpulkan bahwa penyebab cadel ini
adalah (1) Cadel dapat disebabkan oleh
faktor keturunan. (2) Pola pewarisan gen
cadel adalah resesif autosomal. Dalam
jurlanya penyebab cadel ini sendiri
dikemukakan secara klinis sebagai
gangguan disastri.
Menurut dr. Lily Sidiarto dalam
Arsal (2012) cadel adalah salah
satu bentuk disartri yaitu sebutan
untuk gangguan artikulasi
(pengucapan kata) yang
disebabkan oleh gangguan
struktur atau gangguan fungsi
dari organ artikulasi. Cadel dapat
disebabkan oleh gangguan
struktur antara lain karena ukuran
lidahnya relatif pendek atau
kelainan pada otot yang terdapat
di bawah lidah. Adanya kelainan
kedua otot tadi bisa menyebabkan
gerakan lidahmenjadi kurang baik.
Dalam kasus lain partisipan
bernama Yogi dalam Dewi, Sastra (2015)
dengan penelitian berjdul Gangguan
Fonologis Penderita Ankyloglossia
Penutur Bahasa Melayu Riau ganguan
cadel ini desebabkan oleh tongue-tie
dimana Frenulum linguae yang berada di
bagian bawah lidah menyebabkan ujung
lidah tidak mampu bekerja dengan baik,
seperti kerja lidah anak non-
Ankyloglossia. Penelitian tentang cadel
ditulis juga oleh Janella, Muzzamil, &
Syahrani (2019) yang meneliti anak usia
sekolah dasar dengan keterangan bahwa
pengucapan /r/ adalah kompetensi yang
harus dimiliki anak kelas 1 semester 2
sekolah dasar. Dalam penelitian ini
peneliti hanya mentrankripsika secara
ortografis yang hanya mengambil data
fonem apa saja yang sudah dikuasai dan
belum dikuasai oleh objek penelitian.
Dalam penelitian ini belum ada bahasan
tentang perbedaan secara fonemis atau
variasi dari cadel itu sendiri. Penelitian
lebih spesifik pada orang dewasa
dilakukan oleh Matondang (2019) dengan
objek penelitian berusia 27 tahun.
Penelitian berjudul Analisis Gangguan
Berbicara Anak Cadel (Kajian Pada
Perspektif Psikologi dan Neurologi) ini
sesuai judulnya lebih mengedepankan
aspek psikologi dan neorologi, dengan
transkripsi otografis. Simpulan penelitian
ini penyebab dari cadel tersebut adalah
faktor pisikologis ketika kanak-kanak dari
ibunya yang mempengaruhi neorologis
objek penelitian. Kasus yang lebih
bervariasi pada pengucapan fonem /r/
ditulis oleh Rodzi, & Jaafar (2018) yang
berjudul Kajian Fonologi Kesalahan
Bunyi Dalam Bahasa Kanak-Kanak
dengan hasil temuan perubahan konsonan
[r] yang ditemukan (a) konsonan [r]
digantikan dengan konsonan [ɣ], (b)
konsonan [r] digantikan dengan konsonan
[w] dan (c) konsonan [r] digantikan
dengan konsonan [l].
Fonem /r/ yang merupakan
konsonan ini posisi dalam katanya bisa
menduduki semua posisi yaitu awal,
tengah, dan akhir contoh: raja, urat dan
lebar (Chaer, 2009 Hlm. 91). Dilihat
dari proses fonologisnya konsonan juga
memiliki gugus konsonan (kluster) yang
merupakan konsonan rangkap. Khusus
untuk fonem /r/ gugus konsonannya
adalah /br/, /dr/, /fr/, /pr/, /skr/, dan /tr/.
Kesemua gugus konsonan ini posisinya
dalam kata dapat berada di awal dan
ditengah namun tidak bisa berada di
akhir. Dan dua gugus konsonan yang
hanya berada di awal yaitu /gr/, /kr/,
dan /sr/. Dengan adanya teori ini
peneliti akan melihat bunyi fonem /r/
yang dihasilkan partisipan dilihat dari
posisi dan setiap varian gugus fonem
untuk melihat posisi /r/ dalam kata
F
on
:
Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Diterbitkan Oleh :
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
FKIP Universitas Kuningan
Volume 16 Nomor 2 Tahun 2020
Halaman 57-64
p-ISSN 2086-0609
e-ISSN 2614-7718 60
https://journal.uniku.ac.id/index.php/FON/index |
Journal.fon@uniku.ac.id |
berpengaruh atau tidak. Dan seperti
penelitian gugus fonem yang dilakukan
Peishi, Sumarti, & Rusminto, (2018)
pada penutur mandarin yang melihat
ketepatan pelapalan pada semua kluster.
Dari beberapa penelitian yang
sudah dikemukakan di atas dengan
berbagai penyebabnya, peneliti melihat
bahwa penelitian cadel ini lebih banyak
dilakukan pada anak-anak yang secara
fisik alat artukulator mereka masih bisa
berubah atau ada kemungkinan sembuh.
Bahkan bagi mereka yang hanya
mempunyai beban psikologis dan
neurologis sangat bisa sekali berubah
meski sudah berusia dewasa. Namun
Matondang (2019) tidak
mengemukakan saran untuk cara
penyembuhan mereka yang menderita
cadel karena beban pisikologis dan
neorologis. Para peneliti dalam
penelitian cadel rata-rata bahkan dari
semua penelitian cadel yang penulis
temui tidak mentrankripsikan secara
fonetis dengan kajian mendetail dari
pengucapan fonem /r/ itu sendiri.
Peneliti ingin melihat perbedaan
pengucapan fonem dari kedua
partisipan karena dalam istilah sunda
atau istilah desa tempat saya tinggal ada
istilah cadel dan ada istilah garap yang
memiliki perbedaan. Dua partisipan ini
Aden dianggap garap dan ilham
dianggap cadel.
Dengan adanya istilah lokal
tersebut peneliti ingin membuktikan
kedua perbedan tersebut dan mencari
lebih detail dari pengucapan fonem /r/
pada orang cadel dengan melakukan
studi kasus pada dua partisipan yang
ditemui. Karena pada kasus cadel
peneliti belum menemui kasus bunyi
yang berbeda atau mendapatkan istilah
yang lain dari cadel ini. Peneliti juga
akan melihat penyebab gangguan
tersebut sebagai acuan bagi pemunculan
saran agar penderita gangguan cadel
bisa sembuh.
METODE
Metode penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah deskriptip
kualitatif yang dijelaskan . Bogan dan
Tailor dalam Pentury (2017 Hlm. 19)
bahwa penelitian deskriptif adalah
Prosedur penelitian yang menghasilkan
data deskriptif berupa katakata tertulis
atau lisan dari orang-orang atau perilaku
yang dapat diamati. Adapun pendekatan
yang digunakan dalam penelitian ini
adalah studi kasus yang menurut Dhofir
dalam Hidayat (2014) Studi kasus adalah
studi yang mendalam (eksploratif) dan
menyeluruh (integral) mengenai suatu
obyek tertentu yang menarik secara
khusus dan tersendiri. Adapun tujuan dari
penelitian deskriptif kualitatif adalah
untuk menggambarkan, meringkas
berbagai kondisi, berbagai situasi, atau
berbagai fenomena realitas sosial yang
ada di masyarakat yang menjadi objek
penelitian dan berupaya menarik realitas
itu ke permukaan sebagai suatu ciri,
karakter, sifat, model, tanda, atau
gambaran tentang kondisi, situasi, ataupun
fenomena tertentu (Bungin, 2007 Hlm.
68).
Teknik perolehan data dalam
penelitian ini adalah teknik wawancara,
dengan pembagian wawancara dibagi
menjadi dua sesi yaitu wawancara terbuka
berkaitan dengan penyebab cadel pada
partisipan dan wawancara tertutup berupa
percobaan pelafalan /r/ pada kata yang
disiapkan oleh peneliti. Adapun yang
menjadi partisipan disini adalah Aden Eka
Pradana (AEP) 22 tahun dan Ilham
Malulana Irsyad 23 tahun (IMI) yang
merupakan mahasiswa Pendidikan Bahasa
dan Sastra Indonesia Fakultass Keguruan
dan Ilmu Pendidikan.
Dalam penelitian ini penulis
memilih analisis data model Miles dan
Huberman yang dikemukakan dalam
Sugiyono (2019 hlm. 438-448) teknik ini
dipilih karena lebih interaktif dan sesuai
dengan tema penelitian yang
F
on
:
Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Diterbitkan Oleh :
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
FKIP Universitas Kuningan
Volume 16 Nomor 2 Tahun 2020
Halaman 57-64
p-ISSN 2086-0609
e-ISSN 2614-7718 61
https://journal.uniku.ac.id/index.php/FON/index |
Journal.fon@uniku.ac.id |
membutuhkan deskripsi dan wawancara
yang lebih intens dan mendalam pada
narasumber. Adapun langkah dari teknik
analisis data model Miles dan Huberman
adalah data coletion, data reduction, data
display, dan conclusion
drawing/verification.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari penelitian yang dilakukan
ditemukan hasil wawancara terbuka dari
dua narasumber berkaitan dengan
penyebab pertanyaan pertama Tahukan
alasan dan penyebab cadel. Kedua
narasumber baik AEP dan IMI tidak
mengetahui penyebab dan alasan mereka
memiliki gangguan cadel. IMI lebih jelas
menjawab pada pertanyaan ini dengan
menjelaskan kalau lidahnya tidak sampai
kelangit-langit (velar). AEP menjelaskan
kondisi lidahnya memang pendek, tapi
ketika pengucapan /r/ sampai kelangit-
langit hanya saja tidak bisa berggetar dan
susah, namun lebih jelas dari AEP
walaupun sampai area velar hanya dalam
kondisi tertentu dan itupun ujungnya saja
dengan sedikit dipaksa.
Pertanyaan kedua berkaitan dengan
percobaan atau cara yang dilakukan untuk
menyembuhkan. hal tersebuh dijawab
oleh AEP,
“Saya sudah banyak
melakukan saran teman-teman
untuk melakukan beberapa senam
lidah seperti berulangkali
mengucapkan /r/ dan mengucapkan
kata yang banyak /r/ seperti laler
luar leor mapai areuy tetap saja
tidak bisa dan tidak merubah cadel
saya”.
IMI menjawab pertanyaan kedua
dengan menjelaskan bahwa dia pernah
diurut dan ditarik lidahnya yang katanya
supaya panjang dan bisa mencapai langit-
langit ketika pengucapan tril
apikoalveolar. Ternyata tetap tidak bisa
merubah cadel.
Pada pertanyaan ketiga tentang
pengaruh cadel dalam kehidupan sehari-
hari. AEP dan IMI menjelaskah
pengalaman yang sama bahwa beberapa
teman sering mengejek hal ini, dan jika
sedang berbicara di depan kelas atau
mengobrol seringkali diberhentikan hanya
untuk membenarkan huruf /r/ yang itu
berpengaruh jika sedang presentasi atau
penampilan tertentu di depan kelas.
Pertanyaan keempat adalah apakah
mereka pernah berhasil mencapkan /r/
dengan tril apikoalveolar. AEP dengan
ragu menjawab pernah tapi susah dan IAD
menjawab sangat sulit. Jawaban AEP
yang menjawab pernah dijelaskan lagi
bahwa ketika itu sedang melakukan senam
lidah dengan pengucapan huruf /r/.
Selanjutnya adalah wawancara
tertutup tentang ujicoba pengucapan
fonem /r/ berdasarkan posisinya pada kata.
AEP mendapatkan hasil pada table 1
berikut ini.
Tabel 1. Pengucapan Huruf “R” oleh AEP
Huruf “R” di awal
No. Ortografis Fonetik Fonemis
1 Robot [r
Һ
O
Ꞌ
bᴐt] /r(h)O
Ꞌ
b(ᴐ)t/
2 Rumah [r
h
um
Ꞌ
Ah] / r(h)um
Ꞌ
ah/
Huruf “R” di tengah
No. Ortografis Fonetik Fonemis
1 Berjalan [ber
h
Ꞌ
jalan] /ber(h)
Ꞌ
jalan/
2 Terang [tər
h
Ꞌ
Ang] /t(ə)r(h)
Ꞌ
ang/
Huruf “R” di akhir
No. Ortografis Fonetik Fonemis
1 Motor [mO
Ꞌ
tᴐr
h
] /mO
Ꞌ
t(ᴐ)r(h)/
2 Kantor [k
Ꞌ
An
Ꞌ
tᴐr
h
] /k
Ꞌ
an
Ꞌ
t(ᴐ)r(h)/
Dari tes yang dilakukan kepada AEP
ditemukan hasil bahwa pengucapan /r/
oleh partisipan terpengaruh oleh aspirasi
sehingga pengucapan /r/ bercampur
dengan hembusan nafas yang keras
sehingga pengucapan /r/ oleh AEP
terdengar seperti bercampur dengan /h/.
Adanya aspirasi pada bunyi fonem /r/ ini
stabil pada tes yang dilakukan seperti pada
tabel Tabel 1. Pengucapan Huruf “R” oleh
AEP. Adanya aspirasi AEP ternyata masih
F
on
:
Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Diterbitkan Oleh :
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
FKIP Universitas Kuningan
Volume 16 Nomor 2 Tahun 2020
Halaman 57-64
p-ISSN 2086-0609
e-ISSN 2614-7718 62
https://journal.uniku.ac.id/index.php/FON/index |
Journal.fon@uniku.ac.id |
mengucapkan /r/ secara apikoalveolar
hanya saja tidak getar (tril).
Gangguan fonologis yang dialami
oleh AEP ini ternyata berpengaruh pada
pengucaran /r/ yang posisinya ditengah
kata jika dilihat dari unsure supra
segmental. Hasil tes menunjukan pada
kata <berjalan> diucapkan dengan
primary stress (Ꞌ) atau jeda ketika
mendapat fonem /r/ ditengah dengan
transkripsi fonetik sebagai berikut
[berhꞋjalan]. Hasil yang sama juga
ditunjukan pada kata <terang> yang yang
mendapatkan jeda setelah muncul /r/ di
tengah kata yang jika secara fonetis
seperti ini [tərhꞋAng]. Pengucapan /r/ di awal
dan di akhir ternyata konsisten
mendapatkan aspirasi dan tidak
menimbulkan jeda. Berbeda seperti /r/
yang ditengah ketika sudah mendapatkan
aspirasi tetap memiliki jeda sehingga /r/
yang diucapkan AEP dapat pada tengah
kata ditranskripsikan sebagai berikut [rhꞋ].
Pada hasil tes yang dilakukan pada
IMI ternyata memiliki perbedaan yang
cukup besar yang ditunjukan dalam tabel
2 bahwa pengucapan /r/ menjadi lateral
apikoalveolar. Yang bisa dilihat
transkripsinya sebagai berikut.
Tabel 2. Pengucapan Huruf “R” oleh IMI
Huruf “R” di awal
No. Ortografis Fonetik Fonemis
1 Robot [
r
lObᴐt] /lOb(ᴐ)t/
2 Rumah [
r
lum
Ꞌ
Ah] / lum
Ꞌ
ah/
Huruf “R” di tengah
No.
Ortografis
Fonetik
Fonemis
1
Berjalan
[be
r
l
Ꞌ
jalan]
/bel
Ꞌ
jalan/
2
Terang
[
t
ə
r
l
Ꞌ
A
ng]
/t(
ə
)l
Ꞌ
ang/
Huruf “R” di akhir
No.
Ortografis
Fonetik
Fonemis
1
Motor
[mOt
ᴐ
l
r
]
/mOt(
ᴐ
)l
(r)
/
2
Kantor
[k
Ꞌ
A
nt
ᴐ
l
r
]
/k
Ꞌ
ant(
ᴐ
)l
(r)
/
Hasil yang diperoleh dari IMI dari
tabel ditas menunjukan bahwa bunyi /r/
mengalami perubahan fonemem dari trill
apikoalveolar menjadi lateral
apikoalveolar atau /l/ namun disertai oleh
retopleks. Pada /r/ yang posisi dalam
katanya di awal dan di tengah, letak
retofleks sebelum /r/ atau yang dibunyikan
/l/ seperti pada kata <berjalan> yang
dilafalkan seperti ini [berlꞋjalan]. Namun
kasus berbeda terjadi pada /r/ di akhir kata
yang menempatkan retofleks sesudah kata
seperti dalam kata <kantor> yang
dilafalkan [kꞋAntᴐlr]. Sama seperti AEP
hasil pada IMI juga menunjukan bahwa
pada /r/ yang ditengah kata menimbulkan
primary stress yang jika ditranskripsikan
IMI mengucapkannya seperti ini [rlꞋ].
Jika pada uji coba pertama peneliti
menggunakan fonem konsonan, pada uji
coba yang kedua peneliti melihat
pengucapan /r/ jika berada dalam gugus
konsonan (Kluster). Yang ternyata fakta
menarik didapatkan pada AEP. Hasil tes
AEP yang dilakukan pada tahap kedua
adalah sebagai berikut.
Tabel 3. Pengucapan gugus konsonan
Huruf “R” oleh AEP
No. Ortografis Fonetik Fonemis
1 Drama [drA
Ꞌ
ma] /drama/
2 Keprok [k
Ꞌ
əprOk] /k
Ꞌ
(ə)prOk/
Hasil tes pada gugus konsonan oleh
AEP ternyata tidak menemukan
hambatan, AEP lancar mengucapkan /r/
pada konsonan rangkap. /r/ pada konsonan
rangkap yang diucapkan secara langsung
baik diawal ataupun ditengah dilafalkan
dengan benar.
Tabel 4. Pengucapan gugus konsonan
Huruf “R” oleh IMI
No. Ortografis Fonetik Fonemis
1 Drama [d
l
ra
Ꞌ
ma] D(l)ra
Ꞌ
ma
2 Keprok [k
Ꞌ
əp
l
rOk] k
Ꞌ
(ə)p(l)rOk
Pada hasil tes kedua yang dilakukan
oleh IMI. ternyata IMI masih mengalami
gangguan fonologi pada gugus konsonan
yang seperti dalam tabel terlihat bahwa
adanya lateral release [l]. dilihat dari hasil
tersebut lateral release yang dilafalkan
oleh IMI ternyata berbeda jika gugus
F
on
:
Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Diterbitkan Oleh :
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
FKIP Universitas Kuningan
Volume 16 Nomor 2 Tahun 2020
Halaman 57-64
p-ISSN 2086-0609
e-ISSN 2614-7718 63
https://journal.uniku.ac.id/index.php/FON/index |
Journal.fon@uniku.ac.id |
konsonannya di awal dan di tengah. Jika
gugus fonem di awal lateral release
sebelum /r/ atau pada transkripsi [l] dan
jika ditengah kata berada setelah /r/ atau
pada transkripsi [l].
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang dilakukan
penulis menarik kesimpulan bahwa
gangguan cadel disebabkan oleh faktor
artikulator sehingga mereka yang
mengalami gangguan ini tidak bisa
mengucapkan /r/ secara trill apikoalveolar
seperti orang Indonesia pada umumnya.
Kondisi ini juga mempengaruhi kehidupan
sehari-hari yang menimbulkan dampak
pisikologi pada penderita.
Variasi pengucapan cadel akan
berbeda pada posisi /r/ dalam kata dan
tergantung kondisi penderita. AEP
mengucapkan /r/ aspirasi dan konsisten
melafalkan dengan [rh] ternyata pada
fonem konsonan yang tidak mengalami
gangguan ketika /r/ sebagai gugus
konsonan atau kluster. Hal ini
membuktikan bahwa posisi fonem dan
jenis fonem sangat mempengaruhi. Hasil
pada IMI pun mengalami dua perbedaan
jika pada fonem konsonan memiliki
konstan mendapatkan retofleks pada
gugus konsonan IMI mengucapkannya
dengan lateral release.
Dalam penelitian ini membuktikan
bahwa cadel tidak hanya mengucapkan /r/
menjadi /l/ tapi dalam kajian fonologi hal
itu menjadi kompleks dan bervariasi
sehingga apa yang didengar oleh seorang
akademisi harus berbeda dengan orang
umum yang tidak mengetahui teori dan
menyamaratakan pengucapan setiap
fonem.
Untuk penelitian selanjutnya dan
pengembangan ilmu fonologi pada
gangguan cadel transkripsi fonetik penulis
memiliki saran untuk memprioritaskan
dalam penelitian karena akan dapat
mengambarkan gangguan dan variasi
pelafalan yang dilafalkan partisipan. Hal
ini juga berlaku pada penelitian fonologi
yang lain agar pendeskripsian dan
penerjemahan fonem dengan unsur
segmental dan suprasegmental dapat
dibaca dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Amaliah, M. N. (2017).
PEMEROLEHAN KOMPETENSI
FONOLOGIS DAN GANGGUAN
PEMRODUKSIAN UJARAN
PADA ANAK BERUSIA 3
SAMPAI 4 TAHUN. Caraka:
Jurnal Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia serta Bahasa
Daerah, 6(2), 47.
Arsal, A. F. (2012). Analisis Pedigree
Cadel (Studi Kasus Beberapa
Kabupaten di Sulawesi Selatan).
Sainsmat: Jurnal Ilmiah Ilmu
Pengetahuan Alam, 1(2), 156-166.
Bugin, Burhan. (2007). Penelitian
Kualitatif. Jakarta : Prenada Media
Grup
Chaer, A. (2009). Fonologi Bahasa
Indonesia. Rineka Cipta.
Devianty, R. (2016). Pemerolehan bahasa
dan gangguan bahasa pada anak usia
batita. RAUDHAH, 4(1).
Dewi, M. I. N. (2019). PERUBAHAN
BUNYI BAHASA PADA
PENDERITA AFASIA
WERNICKE (KAJIAN PADA
PASIEN MR. D). ENSAINS
JOURNAL, 2(2), 68-74.
Dewi, Y. K., & Sastra, G. (2015).
GANGGUAN FONOLOGIS
PENDERITA ANKYLOGLOSSIA
PENUTUR BAHASA MELAYU
RIAU. Puitika, 11(1), 11-25.
Hidayat, A. (2015). VARIASI BAHASA
BERDASARKAN JENIS
KELAMIN DI DESA
MATANGAJI KECAMATAN
SUMBER KABUPATEN
CIREBON. FON: Jurnal
Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia, 5(2).
F
on
:
Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Diterbitkan Oleh :
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
FKIP Universitas Kuningan
Volume 16 Nomor 2 Tahun 2020
Halaman 57-64
p-ISSN 2086-0609
e-ISSN 2614-7718 64
https://journal.uniku.ac.id/index.php/FON/index |
Journal.fon@uniku.ac.id |
Janella, T., Muzzamil, A. R., & Syahrani,
A. KAJIAN PSIKOLINGUISTIK
TERHADAP GANGGUAN
MEKANISME BERBICARA
(STUDI KASUS RAISYA DAN
ATHAYA). Jurnal Pendidikan dan
Pembelajaran Khatulistiwa, 8(9).
Johan, M., & Susanto, A. (2018, October).
Gangguan berbahasa pada penderita
strok suatu kajian: Neurolinguistik.
In Prosiding Seminar Nasional Ilmu
Sosial dan Teknologi (SNISTEK)
(No. 1, pp. 103-108).
Maharany, A. F. (2016). Gejala fonologis
bahasa indonesia pada anak usia 3-4
tahun di paud permata hati kota
kendari. JURNAL BASTRA, 2(1).
Matondang, C. E. H. (2019). ANALISIS
GANGGUAN BERBICARA
ANAK CADEL (Kajian Pada
Perspektif Psikologi dan Neurologi).
Bahastra: Jurnal Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia, 3(2),
49-59.
Peishi, N., Sumarti, S., & Rusminto, N. E.
(2018). Ketepatan Pelafalan Kluster
Dan Deretan Konsonan Bahasa
Indonesia Oleh Penutur Mandarin.
J-SIMBOL (Bahasa, Sastra, dan
Pembelajarannya), 6(1).
Pentury, H. J. (2018). Pengembangan
Literasi Guru PAUD Melalui Bahan
Ajar Membaca, Menulis dan
Berhitung di Kecamatan Limo dan
Cinere. DIKEMAS (Jurnal
Pengabdian Kepada
Masyarakat), 1(1).
Purba, H. S. R. (2018). PEMEROLEHAN
FONOLOGI ANAK USIA 6
TAHUN DENGAN RIWAYAT
KEJANG DEMAM (Studi kualitatif
pemerolehan fonologi pada Nazwa).
LINGUISTIK: Jurnal Bahasa dan
Sastra, 3(1), 15-24.
Rodzi, N. S. M., & Jaafar, S. R. S. (2018).
Kajian Fonologi Kesalahan Bunyi
Dalam Bahasa Kanak-Kanak (A
Phonological Study of Sound Errors
in Children’s Utterances). e-Bangi,
15(2).
Sugiyono. (2017). Metode penelitian
kuantitatif dan kualitatif dan
R&D. Bandung : Alfabeta.
Yuliastuti, R. A. (2020). LSVT LOUD
MENINGKATKAN
KEMAMPUAN KOMUNIKASI
VERBAL PASIEN STROKE
ISKEMIK DENGAN DISARTRIA
DI RSI JEMURSARI SURABAYA.
Infokes, 10(1), 206-213.