Content uploaded by Dietriech Geoffrey Bengen
Author content
All content in this area was uploaded by Dietriech Geoffrey Bengen on Dec 07, 2020
Content may be subject to copyright.
Jurnal Perikanan dan Kelautan Tropis Vol. VIII-1, April 2012
28
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/JPKT
DISTRIBUSI KARA"G DA" IKA" KARA"G DI KAWASA"
REEF BALL TELUK BUYAT KABUPATE" MI"AHASA
TE"GGARA
(Distribution of Coral Reefs and Fish in Buyat Bay Area Reef Ball Southeast Minahasa
Regency)
Indri Manembu
1
, Luky Adrianto
2
, Dietriech G. Bengen
2
, Ferdinan Yulianda
2
1
Mahasiswa Program Doktor SPs Institut Pertanian Bogor, Bogor.
1
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, Bogor
The placement of reef ball in Buyat Bay and surrounding areas have been carried out since
1999 b y P T. Newmont Minahasa Raya. The goal o f this placemen t was to build a habitat for ma ny biota
associated with reef thus may improve econo mically impor tant fish populations. The presence of ree f
fish on the reef ball is ecologicall y and economicall y indispen sable. Furthermore, the degr adation of
reefs might cause the d isappearance of economic valu e of goods and services, as well as the dis-
app earance of food secur ity and employment for coastal communities, who generally live in poverty.
Overall, percen t cover of live coral was fou nd at a depth of 3m is 56.70% and at 10 m is 30.4%. The
composition o f fish species found consists of 19 families, 34 genera, 50 species and 290 individuals most
dominant were species of the family Mullidae. As time went by and the in cre ase of ree f ball age, some
species seem have settled permanenly s uch as Lutjanus kasmira and several species o f the Acan thu ridae
family. In addition, the presence of reef ball helps the formation of a new coral reef ecosystem and
increase the fertility of wa ters, therefore enhan cin g the presence of reef fish commun ity, which might
increases the income of fishermen.
Keywords: reef ball, coral reef, reef fish.
Penempatan reef ball di perairan Teluk Buyat dan seki tarnya tel ah dilakukan pada tahun 1999
oleh PT. Newmont Minahasa Raya. Tuju an penempatan reef ball untu k membangun habi tat berbagai
biota yang berasosiasi dengan karang sehingga dap at meningkatkan populasi ikan ekonomis penting.
Kehadiran i kan karang pada reef ba ll sangat penting secara ekologis dan ekonomis. Pen urunan kual ita s
terumbu berarti hilangnya nilai ekonomi barang dan jasa, serta hilangnya jaminan makanan dan pe-
kerjaan untuk masyarakat pesisir, yang umumnya hidup dalam kemiskinan. Secara keseluruan, pre-
sentasi tu tup an karang hidup yang ditemukan pada kedalaman 3 m adalah 56,70% sedan gkan pada
ked alaman 10 m adalah 30,40%. Komposisi spesies ikan yang ditemukan terdiri dar i 19 famili, 34
genus, 50 spesies d an 290 individu, yang tertinggi dihuni ol eh jenis dari famili Mullidae. Seirin g d engan
bertambahn ya waktu dan usia reef ba ll, beberapa spesie s t erlihat sudah menet ap seperti Lutjanus kasmira
dan beberapa spesies d ari famili Acanth uridae. Keberadaan reef ball membantu terbentuknya ekosist em
terumbu karan g yang baru dan meningkat kan kesubu ran perairan, sehingga lebih menin gkatkan keber-
adaan komunitas ikan karang, yang pada akhirnya meningkatkan pendap atan nel ayan dari hasil tangkap-
an ikan karan g.
Kata kunci : R eef ball, karang batu, ikan karang.
PE"DAHULUA"
Terumbu karang merupakan salah satu
ekosistem pesisir yang paling produktif dan me-
miliki biodiversitas tinggi karena keragaman-
nya. Peningkatan intensitas pemanfaatan eko-
sistem terumbu karang mengakibatkan tekanan
terhadap ekosistem semakin berat. Isu utama
saat ini sebagai salah satu penyebab degradasi
terumbu karang adalah pemutihan karang di
Timur Karibia disebabkan oleh kenaikan suhu
yang berhubungan dengan kegiatan antropoge-
nik (Donner et al. 2007), serta kejadian pemu-
tihan karang, penyakit dan kematian karang di
US Virgin Islands (Manzello et al. 2007; Miller
et al. 2006). Degradasi ekosistem terumbu ka-
rang akibat pemanasan global terus terjadi dari
waktu ke waktu, sehingga rehabilitasi terumbu
karang merupakan suatu kebutuhan yang men-
desak. Penelitian di sekitar Teluk Buyat oleh
Rembet et al. (2011b) mendapatkan bahwa
status keberhasilan pengelolaan berkelanjutan
di kawasan terumbu karang P. Hogow dan P.
Putus-Putus perlu memperhatikan persentase
penutupan karang (dimensi ekologi); waktu
yang digunakan untuk pemanfaatan terumbu
Jurnal Perikanan dan Kelautan Tropis Vol. VIII-1, April 2012
29
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/JPKT
karang dan ketergantungan kepada sumberdaya
sebagai sumber nafkah (dimensi ekonomi);
tingkat pendidikan dan upaya perbaikan keru-
sakan ekosistem terumbu karang (dimensi
sosial); tradisi/budaya dan koperasi (dimensi
kelembagaan); serta teknologi perahu dan pasca
panen (dimensi teknologi).
Reef ball merupakan salah satu bahan
alternatif yang dapat digunakan untuk rehabi-
litasi terumbu karang (Bachtiar dan Prayogo,
2008). Menurut Maher (2004), rehabilitasi te-
rumbu karang merupakan upaya untuk mengem-
balikan komunitas karang batu tanpa melihat
jenis karang yang akan tumbuh di habitat ter-
sebut karena mengandalkan rekruitmen dari
larva karang secara alami.
Salah satu fungsi ekologis terumbu bu-
atan adalah menciptakan habitat baru. Terumbu
buatan dapat meningkatkan kelimpahan ikan
karena ketersediaan shelter (tempat berlin-
dung), di mana sumber bahan makanan yang
ada di terumbu kurang penting bagi ikan yang
menempatinya (Miller dan Falace, 2000).
Fungsi lainnya adalah meningkatkan biomassa
ikan. Terumbu buatan dapat meningkatkan
populasi ikan diduga melalui dua mekamisme:
a) Jika shelter membatasi populasi ikan maka
tambahan shelter yang diberikan oleh terumbu
buatan akan dapat mengumpulkan sumberdaya
ikan lebih banyak dari daerah pantai; b) Jika
makanan membatasi populasi ikan, maka
produksi primer baru dan produksi sekunder
organisme benthik didukung oleh terumbu
buatan akan menyokong rantai makanan baru
yang pada akhirnya akan meningkatkan bio-
massa ikan (Bohnsack et al. 1991). Fungsi
lainnya lagi adalah memperbaiki kualitas per-
airan. Organisme laut yang filter-feeder atau
suspention-feeding mempunyai potensi yang
baik untuk memperbaiki kualitas perairan di
daerah eutrofikasi tinggi dan konsentrasi par-
tikel terlarut yang padat (Seaman dan Jensen
2000). Penelitian ini bertujuan menganalisis
hubungan karakteristik biofisik perairan dengan
peranan ekologis reef ball, serta mengetahui ke-
efektifannya dalam pembentukan ekologis
terumbu karang alami.
METODE PE"ELITIA"
Lokasi penelitian dilakukan di Teluk
Buyat yang terletak di pantai selatan Sulawesi
Utara. Lokasi ini secara administratif berada di
Kecamatan Ratatotok, Kabupaten Minahasa
Tenggara. Pengambilan data dilakukan pada
bulan Maret 2012.
Variabel data yang diamati ialah para-
meter kualitas perairan dan monitoring kondisi
terumbu karang. Pengambilan data potensi eko-
sistemnya dilakukan dengan teknik LIT atau
Line Intercept Transect (UNEP 1993) dengan
panjang transek 50 m. Pengambilan data ikan
karang menggunakan metode Sensus Visual
(Dartnall dan Jones 1986).
Analisa Kualitas Air
Pengukuran sampel kualitas air dilaku-
kan untuk mengetahui karakteristik biofisik per-
airan yang meliputi kondisi fisika, kimia dan
biologi perairan. Pengukuran dan analisis para-
meter kimia dan biologi dilakukan di laboratori-
um dan beberapa parameter secara in situ.
Analisa Potensi Terumbu Karang
Analisis keanekaragaman jenis (genus)
karang batu dan ikan karang dilakukan dengan
menggunakan formulasi Shannon-Wiener:
H
'
=- n
i
NLog n
i
N
dimana: H’ = Indeks keanekaragaman
N = Total jumlah individu
n
i
= jumlah individu jenis ke-i
Selain itu dilakukan juga perhitungan
nilai kerapatan, kerapatan relatif, dominasi, do-
minasi relatif, frekuensi relatif dan nilai
penting.
Analisis persentase total tutupan karang
dilakukan dengan menggunakan formulasi
Gomez dan Yap (1978):
Pc ሺ%ሻ=Tpt
pt ×100
dimana: Pc = Percent cover (%)
Tpt = Total panjang transek yang ditutupi
oleh karang (meter)
pt = panjang transek (50 meter)
HASIL DA" PEMBAHASA"
Kondisi Fisik Kimia Lokasi Penelitian
Suhu rata-rata perairan Teluk Buyat
pada bagian permukaan relatif stabil, berkisar
antara 30,5–31°C. Salinitas perairan bervariasi
menurut musim. Tomascik et al. (1997) me-
nyatakan bahwa salinitas permukaan berkisar
antara 31,5–34,5‰. Salinitas permukaan yang
terukur berkisar antara 32–33‰. Nilai salinitas
yang cukup tinggi ini bisa disebabkan oleh
Jurnal Perikanan dan Kelautan Tropis Vol. VIII-1, April 2012
30
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/JPKT
pengaruh salinitas dari massa air Laut Maluku
yang masuk.
Kecepatan arus terukur relatif rendah.
Hal ini lebih disebabkan lokasi pengukuran
terletak di atas rataan terumbu karang (reef flat)
yang kedalaman airnya hanya berkisar 1–3 me-
ter. Nilai pH yang diperoleh berkisar antara 7–
8 merupakan nilai yang umum ditemukan pada
perairan pantai khususnya di daerah terumbu
karang. Seluruh nilai yang diperoleh, masuk
pada kisaran nilai yang baik.
Kandungan nitrat (5,05–5,43), nitrit
(0,014–0,027), dan fosfat (0,03–0,19) masuk
pada kisaran nilai yang baik untuk kegiatan
budidaya. Wilayah Teluk Buyat memiliki pan-
tai berpasir dan ke arah luar teluk, merupakan
rataan terumbu karang. Kondisi pantainya
cocok untuk dikembangkan sebagai kawasan
wisata pantai.
Distribusi Karang Batu
Persentase tutupan karang hidup yang
diperoleh pada kedalaman 3 m adalah 56,70%.
Berdasarkan kriteria Yap dan Gomes (1984),
terumbu karang pada kedalaman 3 m dalam
kondisi baik. Indeks keragaman (H’) di keda-
laman 3 m ini adalah 0,88. Menurut Stodart
dan Johnson dalam Sutarna (1991), nilai ini
tergolong produktif.
Gambar 1. Persentase tutupan komponen penyusun
terumbu karang Teluk Buyat 3 m.
Kondisi terumbu karang dengan kate-
gori terbaik ditemukan pada Acropora dengan
panjang koloni 23,90 m, 14 koloni dan persen-
tase tutupan 47,80%. Kondisi terumbu karang
yang baik perlu dijaga, mengingat adanya be-
kas-bekas penggunaan metode penangkapan
ikan yang merusak terumbu karang seperti
penggunaan bius dan bom yang pernah dilaku-
kan pada waktu lalu di lokasi ini. Bekas terse-
but dapat dilihat dari banyaknya rubble (pata-
han karang) akibat penggunaan bom, serta ba-
nyaknya karang bleaching (pemutihan karang)
yang kemungkinan akibat penggunaan zat bius
dalam penangkapan ikan.
Persentase tutupan karang hidup yang
diperoleh pada kedalaman 10 m adalah 30,40%.
Berdasarkan kriteria kategori Yap dan Gomes
(1984), terumbu karang pada kedalaman 10 m
dengan persentase tutupan karang batu 30,40%
dikategorikan dalam kondisi cukup baik.
Indeks keragaman (H’) di kedalaman ini 1,22.
Berdasarkan kategori dari Stodart dan Johnson
dalam Sutarna (1991), maka terumbu karang
pada kedalaman ini tergolong sangat produktif.
Gambar 2. Persentase tutupan komponen penyusun
terumbu karang Teluk Buyat 10 m.
Persentase tutupan komponen biotik
62,1% menunjukkan kondisi ekosistem terumbu
karang dalam kondisi yang baik. Walaupun
demikian tutupan pasir dan rubble yang tinggi
di beberapa tempat megindikasikan perlu ada-
nya usaha pengelolaan yang lebih intensif, guna
menjaga kelestarian ekosistem terumbu karang
yang ada.
Distribusi Ikan Karang
Komunitas ikan karang mempunyai hu-
bungan yang erat dengan terumbu karang seba-
gai habitatnya. Struktur fisik dari karang batu
Scleractinia sangat cocok berfungsi sebagai ha-
bitat dan tempat berlindung bagi ikan karang, di
mana: (1) Beberapa jenis ikan karang menggu-
nakan habitat ini sebagai tempat berlindung dari
predator dan merupakan daerah yang aman
untuk tumbuh dewasa; (2) Daerah ini merupa-
kan tempat mencari makan di mana sejumlah
ikan karang memanfaatkan karang secara
langsung (Rembet et al. 2011a). Selanjutnya
dinyatakan bahwa sekitar 50–70% ikan yang
ada di terumbu karang merupakan kelompok
ikan karnivor, 15–20% kelompok herbivor dan
sisanya omnivor. Ikan dari kelompok tersebut
sangat bergantung kepada kesehatan karang
untuk mengembangkan populasinya.
Spesies Indikator. Hasil pengambilan
data kondisi ikan karang di lokasi pengamatan
Teluk Buyat, khususnya kelompok spesies indi-
kator (Famili Chaetodontidae), terdiri dari 59
individu dari 12 spesies dan 4 genus. Hasil
Acropora
47.80%
Non-
Acropora
8.90%
Alga 2%
Sponge 0%
Soft coral
11.30%
Other
2.80%
Abiotic
16.80%
Dead
Scleractinia
10.40%
Acropora
2.14% Non-
Acropora
28.26%
Alga 9.90%
Sponge
0.80%
Soft coral
20.60%
Other
0.40%
Abiotic
35%
Dead
Scleractinia
2.90%
Jurnal Perikanan dan Kelautan Tropis Vol. VIII-1, April 2012
31
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/JPKT
pengamatan berdasarkan jumlah spesies dan
individu per kedalaman, mendapatkan bahwa
kondisi spesies indikator yang tertinggi ditemu-
kan pada kedalaman 3 m yaitu 9 spesies dan 40
individu, sedangkan pada kedalaman 10 m di-
peroleh 7 spesies dan 19 individu.
Dilihat dari komposisi spesies, spesies
indikator yang ditemukan didominasi oleh spe-
sies Chaetodon kleinii. Keadaan ini menunjuk-
kan bahwa spesies tersebut memiliki relung
ekologi yang luas dan tidak terpengaruh dengan
perubahan-perubahan komposisi habitat atau
kondisi terumbu karang.
Spesies Target. Kelompok spesies tar-
get yang ditemukan pada pengamatan terdiri
dari 856 individu dari 45 spesies, 20 genera dan
11 famili. Berdasarkan komposisi, distribusi
dan kelimpahan spesies, ditemukan beberapa
spesies dari famili tertentu, merupakan spesies
yang dominan, yaitu Acanthuridae (8 spesies)
dan Scaridae (7 spesies). Selain itu terlihat
bahwa kedalaman 3 m memiliki jumlah indivi-
du dan spesies yang lebih tinggi dibandingkan
dengan kedalaman 10 m.
Kondisi yang diperoleh pada ikan
karang (baik spesies indikator maupun spesies
target) mengikuti kondisi yang diperoleh pada
karang batu. Secara umum, kondisi terumbu
karang (persentase tutupan, keanekaragaman,
maupun jumlah koloni karang batu) di Teluk
Buyat menunjukkan kondisi yang lebih baik
pada kedalaman 3 m.
Komunitas Ikan di Reef Ball
Secara keseluruan, komposisi spesies
yang ditemukan terdiri dari 19 famili, 34 genus,
50 spesies dan 290 individu. Kondisi yang di-
tunjukkan di atas, menginformasikan bahwa ko-
munitas ikan karang yang menghuni reef ball
tertinggi dihuni oleh jenis dari famili Mullidae.
Hal ini dapat terjadi dan dipahami karena ting-
kat hunian ikan karang di habitat baru (buatan)
lebih banyak dipengaruhi oleh letak reef ball.
Pada Teluk Buyat, reef ball diletakkan berja-
uhan dengan terumbu karang alami sehingga
jenis-jenis ikan yang ada berbeda komposisinya
dengan yang ada di terumbu karang alami.
Beberapa spesies yang ditemukan dominan
adalah kelompok spesies dari famili Acanthuri-
dae (Zebrasoma scopas), Mullidae (Parupeneus
multifasiatus), dan Pomacentridae. Seiring
dengan bertambahnya waktu dan usia reef ball,
beberapa spesies terlihat sudah menetap seperti
Lutjanus kasmira dan beberapa spesies dari
famili Acanthuridae.
KESIMPULA"
Kondisi terumbu karang Teluk Buyat
dalam kondisi baik dan mempelihatkan keha-
diran beberapa spesies ikan yang memiliki pre-
ferensi habitat yang luas dengan kelimpahan
yang tinggi, seperti Zanclus cornutus dan Ze-
brasoma scopas. Keberadaan reef ball telah
membantu terbentuknya ekosistem terumbu
karang yang baru dan meningkatkan kesuburan
perairan, sehingga lebih meningkatkan keber-
adaan komunitas ikan karang, yang pada akhir-
nya meningkatkan pendapatan nelayan dari
hasil tangkapan ikan karang.
DAFTAR PUSTAKA
Bachtiar I, Pra yogo W. 2008. R ekruitmen karang batu
pad a reef ball setelah 3 t ahun di Teluk Benete Kabu-
paten Sumbawa Barat. Prosiding Munas Terumb u
Karang I, 10–11 Septemb er 2007. Jakarta . 77–85 pp.
Bohnsack JA. 1991. Ar e high densities of fishes at artifi-
cial reefs the result of habit at limitation or behaviour
preference Bu ll. Mar. Sci. 44: 631–6 45.
Dartnall AJ, Jon es M. 1986. A M anu al of Survey
Methods; Living Resources in Coastal Areas.
ASEAN-Austral ia Cooperative Program On Mar ine
Science Handbook. Townsville: Australian Institute of
Marine Science. 166 p.
Donner S, Knutson T, Opp enheimer M. 2007. Model-
based assessment of the ro le of human-induced
climate change in the 2005 Carrib ean coral bleaching
event. Proceedings of the National academy of scien-
ce 104 (13): 5483–5488
Maher T. 2004. Co ral rescue and propagation on a
sub merged artificial reef breakwater in Antigua, West
Indies. P roceedings o f the 2004 Florida Artificial
Reef Summit, April 27–28. 46 p.
Manzello DP, Bran dt M, Smith TB, Lirman D, Hendee
JC, Nemeth RS. 2007. Hurrica nes b enefit bleaches
corals. Proceedings of the National academy of scien-
ce 104 (29): 12035–12039.
Miller J, Wa ara R, Mu ller E, Rogers C. 2006. Coral
bleaching and disease combine to cau se extensive
mortality on reefs in US Virgin Islands. Coral Reefs
25(3):418.
Miller M W, F alace A. 20 00. Evalua tion me thod for
trophic resou rce nutrients, primary produ ction and
associated assemblages (95–126). In Seaman, W.Jr.
Artificial reef evaluation , with application to natural
marine hab itats. CRC Press. New York.
Rembet UNWJ, Boer W, Bengen DG, Fahrudin A. 2011a.
Struktur komuni tas ikan target di terumbu karang
Pulau Hogow dan Putus-putus Sulawesi Utara. J.
Perikanan dan Kelautan Tropis VII (2): 60–65.
Sea man W Jr., Jensen AC. 20 00. Purposes and pract ice s
of artificial reef evaluation (1–19). In Seaman, W.Jr.
Jurnal Perikanan dan Kelautan Tropis Vol. VIII-1, April 2012
32
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/JPKT
Artificial reef evaluation with Applicatio n to natural
marine hab itats. CRC Press. New York.
Sutarna IN. 1991. Kondisi dan P roduktivitas Karang Batu
di Tanjung Selatan, Pulau Ambon. Perairan Maluku
dan Sekitarnya. BPPSL-P 3O- LIPI Ambon. 23–29 pp
Tomascik T. 1997. Coral Reef E cos ystems Enviro nmental
Management Guidelines. KLH/EMDI. Jakarta. 164 p
UNEP [United Nation Environmental Program], 1993.
Monitoring Coral Re efs For Global Change. Regional
Seas. Reference Methods For Marine Pollution
Studies No. 61. Australi an Institu te of Marine
Science. 60 p.