Conference PaperPDF Available

PROTOKOL NEW NORMAL ORDER PASCA PANDEMI COVID-19 DALAM PENGEMBANGAN KAMPOENG BOENGA GRANGSIL BERBASIS MASYARAKAT DI KECAMATAN DAMPIT, KABUPATEN MALANG

Authors:

Abstract

The tourism development sector in Indonesia is currently experiencing rapid growth but during the Pandemic, COVID-19 became the most economically affected sector. The COVID1-9 Pandemic has changed the conditions of "normality" in all life sectors, including tourism sector activities. The community-based Kampoeng Boenga Grangsil Development Program has significant challenges in facing the COVID-19 Post Pandemic tourism sector's strengthening and resilience. Uncertainty of the end of the COVID-19 Pandemic requires us to adapt to New Conditions, New Prerequisites (social and physical distancing), New Order (physical, social, and health), by preparing the New Normal Order Protokol. Recovery of tourism sector activities must be aware of the emergence of new clusters in tourist destinations caused by the neglect of health protocols. The primary key to restoring tourism activities is to discipline in implementing rigid Health Protocols. The purpose of the discussion in this paper is to produce a New Normal Order Protocol after the COVID-19 Pandemic for the development of sustainable community-based rural tourism destinations. In this regard, there must be a real effort to prepare the New Normal Order after COVID-19, which pays attention to (1) Mitigation of tourism "disaster" due to COVID-19; prevent the emergence of new clusters in tourist village (2) Preparation of health protocols for tourist destinations in the Pandemic Era COVID-19; (3) Strengthening information on the cleanliness and health of the destination environment; (4) Strengthening the Destination Management Organization (DMO), especially in the management of Tourism Villages related to the COVID-19 Protokol; and (5) Increasing stakeholder participation in efforts towards a new standard order is essential to increase new awareness.
ABDIMAS: Jurnal Pengabdian Masyarakat Universitas Merdeka Malang
Vol.5(3) November 2020, 181-192
p-ISSN: 2721-138X
e-ISSN: 2548-7159
http://jurnal.unmer.ac.id/index.php/jpkm
Protokol New Normal Order Pasca Pandemi Covid-19 dalam
Pengembangan Kampoeng Boenga Grangsil Berbasis
Masyarakat
Respati Wikantiyoso
1
, Diyah Sukanti Cahyaningsih
2
, Aditya Galih Sulaksono
3
, Sri Widayati
4
1
Departemen Magister Arsitektur Program Pascasarjana,
2
Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis,
3
Departemen Sistem Informasi Fakultas Teknologi Informasi,
4
Departemen Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, Universitas Merdeka Malang.
Jl. Terusan Raya Dieng No.62-64 Malang, 65146, Indonesia
LPPM
UNMER
MALANG
ARTICLE INFO:
Received: 2020-08-04
Revised: 2020-9-26
Accepted: 2020-10-22
Keywords:
Community base
tourism; COVID-19
protocol; New normal
order
How to cite:Wikantiyoso, R., Cahyaningsih, D. S., Sulaksono, A. G., & Widayati, S. (2020). Protokol New Normal Order
Pasca Pandemi Covid-19 dalam Pengembangan Kampoeng Boenga Grangsil Berbasis Masyarakat. Abdimas:
Jurnal Pengabdian Masyarakat Universitas Merdeka Malang, 5(3), 181-192.
https://doi.org/10.26905/abdimas.v5i3.4803
ABSTRACT
The tourism development sector in Indonesia is overgrowing. During the COVID-19 pan-
demic, it was the sector most affected economically. The COVID1-9 pandemic has changed
the “normal” conditions in all life sectors, including tourism sector activities. The uncer-
tainty over the end of the COVID-19 pandemic requires us to adapt to the new conditions, the
new prerequisites (social and physical distancing), and the new order (physical, social, and
health) preparing the new normal order protocol. The recovery of tourism sector activities
must be aware of the emergence of new clusters in tourist destinations. The purpose of the
discussion in this paper is to produce a new normal order protocol after the COVID-19
pandemic for the development of sustainable community-based rural tourism destinations.
The efforts that prepare are the new normal order after COVID-19, by taking into account: (1)
Mitigation of tourism “disasters” due to COVID-19; prevent new clusters in tourist villages/
villages (2) Compilation of health protocols for tourist destinations during the COVID-19
pandemic era; (3) Strengthening information on destination environmental health; (4) Strength-
ening the Destination Management Organization (DMO) especially for the management of
the COVID-19 tourism village protocol; and (5) Increasing stakeholder participation to-
wards a new normal order.
© 2020 Published by University of Merdeka Malang.
This is an open access article distributed under the CC BY-SA 4.0 license
(https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/)
1. PENDAHULUAN
Indonesia salah satu negara meratifikasi dan melaksanakan kerangka Tujuan Pembangunan Berkelan-
jutan atau
Sustainable Development Goals
(SDG’s) untuk pencapaian hingga 2030. Paling tidak ada empat
dari 17 SDG’s yang terkait dengan pengembangan pariwisata pedesaan berbasis masyarakat (Wikantiyoso
Corresponding author: Respati Wikantiyoso: Tel. +62 341 568395 E-mail: respati@unmer.ac.id
ABDIMAS: Jurnal Pengabdian Masyarakat Universitas Merdeka Malang
Volume 5, No 3, November 2020: 181–192
| 182 |
et al
., 2019). SDG’s yang ke-11 bertujuan untuk menjadikan kota dan permukiman yang inklusif, aman,
tangguh, dan berkelanjutan. Hal ini dapat dimaknai bahwa pembangunan pariwisata perdesaan harus
ditujukan untuk menjaga tanah dan ekosistem, pemberdayaan masyarakat, membangun masyarakat tangguh,
lembaga dan kemitraan yang kuat untuk menciptakan komunitas yang berkelanjutan dan pengembangan
pariwisata berkelanjutan (Wikantiyoso
et al
., 2019). Tantangan pengembangan pariwisata berkelanjutan
adalah menemukan model atau pendekatan yang meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat dengan
menggunakan sumber daya alam secara bijak untuk melindungi lingkungan sambil mempertimbangkan
cadangan sumber daya yang tersedia untuk generasi sekarang dan yang akan datang (Shaw, 1993).
Pengembangan pariwisata pedesaan dimulai dengan menentukan karakteristik lokal wilayah tersebut
dari sudut pandang sosial-budaya dan lingkungan (Amir
et al
., 2015; Hung & Jan, 2019). Ini menyelidiki
fitur-fitur potensial seperti makanan, budaya dan ritual keagamaan serta lingkungan. Ini dapat digolongkan
sebagai aspek kreatif pariwisata pedesaan - menjadikan destinasi wisata unik dan menarik. Beberapa
faktor mempengaruhi perkembangan desa wisata; yaitu keunikan lokasi, keterlibatan pelaku wisata utama
(masyarakat lokal), pembiayaan kegiatan pariwisata serta peran memobilisasi partisipasi masyarakat dan
keterlibatan di antara para pemangku kepentingan. Pengembangan pariwisata berbasis masyarakat
meningkatkan jumlah fasilitas, taman, atraksi budaya, pengalaman visual rekreasi dan memberi manfaat
bagi kualitas hidup masyarakat serta memberi mereka rasa bangga ketika budaya mereka diterima dan
dihormati oleh wisatawan (Hung & Jan, 2019).
Aspek kreatif pengembangan desa tematik atau kampung pariwisata yang saat ini sedang
dilaksanakan oleh masyarakat, termasuk masyarakat Dusun Grangsil desa Ahmbangan ini. POKDARWIS
(Kelompok Kesadaran Pariwisata) mengembangkan tujuan wisata di KBG (Kampoeng Bunga Grangsil).
Grangsil berada di Desa Jambangan, Kecamatan Dampit, Kabupaten Malang; di lereng berbukit dan
indah Gunung Semeru. Tanah subur dan sumber air yang tersedia di Gunung Semeru ideal untuk meng-
hasilkan komoditas pertanian, terutama tanaman hias dan bunga. Komunitas pertanian Grangsil memiliki
etos kerja, kerja sama, dan moral yang relatif baik.
Sebelum pandemi COVID 19, industri pariwisata merupakan sektor yang berkembang pesat yang
tidak hanya berkontribusi pada peningkatan ekonomi tetapi juga menciptakan peluang kerja (Begum
et
al
., 2014). Akan tetapi, pada masa pandemi COVID-19 menjadi sektor yang paling terdampak secara
ekonomi. Pandemi COVID1-9 telah mengubah kondisi “kenormalan” di semua sektor kehidupan termasuk
pada kegiatan sektor wisata. Pemerintah Indonesia memberikan perhatian serius pada pembangunan
pedesaan yang adil melalui Kebijakan Dana Desa (Mulyani, 2017) di mana, hampir semua masyarakat
pedesaan didorong untuk mempromosikan pariwisata dengan mengembangkan rencana dan desain
sesuai dengan potensi masing-masing daerah. Pengembangan masyarakat berkelanjutan yang sukses
adalah indikator keberhasilan pembangunan pedesaan. Kunci menuju komunitas berkelanjutan yang sukses
membutuhkan keterlibatan komunitasnya di setiap tahap proses pembangunan. Dalam konteks pengem-
bangan pariwisata berbasis masyarakat, keterlibatan masyarakat adalah fokus utama.
Merebaknya pandemi COVID-19 ini menjadikan permasalahan pengembangan Mitra PPDM (Destinasi
Wisata Kampoeng Boenga Grangsil) menjadi semakin kompleks. Ada empat permasalahan yang dihadapi
Mitra PPDM yang akan disolusikan pada pelaksanaan pengabdian, yakni: (1) Permasalahan utama yang
menjadi tantangan terberat dalam pengembangan KBG saat ini adalah permasalahan penyebaran pandemi
COVID-19; (2) Permasalahan pengembangan fisik obyek wisata; (3) Permasalahan pemanfaatan teknologi
IT dan TTG; serta (4) Permasalahan pemberdayaan masyarakat.
Protokol
New Normal Order
Pasca Pandemi Covid-19 dalam Pengembangan Kampoeng Boenga Grangsil...
Respati Wikantiyoso, Diyah Sukanti Cahyaningsih, Aditya Galih Sulaksono, Sri Widayati
| 183 |
Luaran yang akan dihasilkan berupa dihasilkannya beberapa protokol COVID-19 untuk mengkawal
pemulihan aktivitas wisatawan di Kampoeng Boenga Grangsil dalam rangkan menyongsong
new normal
order era
menuju transisi kenormalan baru. Pemulihan aktivitas sektor wisata harus mewaspadai munculnya
cluster baru pada destinasi wisata, yang disebabkan terabaikannya protokol kesehatan. Kunci utama
pemulihan aktivitas wisata adalah harus disiplin menerapkan protokol kesehatan yang
rigid
. Tujuan
pembahasan dalam makalah ini adalah menghasilkan protokol
new normal order
pasca pandemi COVID-
19 untuk pengembangan destinasi wisata pedesaan berbasis komunitas berkelanjutan.
Ketidakpastian berakhirnya pandemi COVID-19, mengharuskan kita untuk mampu beradaptasi
dengan kondisi baru, prasyarat baru
(social and physical distancing)
, tatanan baru (fisik, sosial dan
kesehatan), dengan mempersiapkan protokol
new normal order
. Pemulihan aktivitas sektor wisata harus
mewaspadai munculnya cluster baru pada destinasi wisata, yang disebabkan terabaikannya protokol
kesehatan. Pandemik COVID-19 ini menjadi permasalahan prioritas dalam pelaksanaan PPDM tahun 2020
ini. Beberapa pertanyaan yang krusial dalam pengembangan pariwisata berbasis masyarakat di era pandemi
COVID-10 diantaranya; (1) Apa peran manajemen destinasi wisata dalam pengembangan KBG sebagai
upaya untuk meningkatkan ketahanan masyarakat
(community resilience)
?; (2) Bagaimanakah
mempersiapkan kondisi KBG sehingga siap menjalankan pemulihan bisnis dengan tatanan baru (protokol
new normal
) pada masa transisi pandemi COVID-19; (3) Protokol
new normal order
pasca pandemi
COVID-19 apa sajakah yang diperlukan dalam pengembangan destinasi wisata pedesaan berbasis komu-
nitas.
Keberhasilan pengembangan desa mitra tahun kedua (2020), melalui pengembangan KBG Desa
Jambangan akan meningkatkan daya saing wilayah pedesaan khususnya Desa Jambangan dengan
icon
Kampoeng Boenga Grangsil dan dapat menjadi model pembangunan berbasis komunitas (Wikantiyoso
et al
., 2019; WWF-Indonesia, 2009) dalam pengembangan destinasi wisata. Permasalahan yang ditemukenali
sebagaimana telah diuraikan, harus ditetapkan skala prioritas dalam penanganannya. Keempat
permasalahan tersebut diselesaikan secara simultan dan berkelanjutan, dalam kurun waktu 2 tahun ke
depan diharapkan akan dapat mewujudkan destinasi wisata yang mendiri, serta mampu menjadi genera-
tor ekonomi Desa Jambangan khususnya di Dusun Grangsil.
Pada pelaksanaan PPDM 2020 ini diharapkan akan menghasilkan protokol
new normal order
pasca
pandemi COVID-19 untuk pengembangan destinasi wisata pedesaan berbasis komunitas berkelanjutan.
Berkaitan dengan hal tersebut, harus ada upaya kongkrit mempersiapkan tatanan normal baru pasca
COVID-19, yang memperhatikan: (1) Upaya mitigasi “bencana” pariwisata karena COVID-19; mencegah
munculnya kluster baru di Kampoeng/desa wisata; (2) Penyusunan protokol kesehatan pada destinasi
wisata pada era pandemi COVID-19; (3) Penguatan informasi terhadap kebersihan dan kesehatan lingkungan
destinasi; (4) Penguatan Destination Management Organization (Aleksandrov & Kilimperov, 2018; Caldito
et al
., n.d.; Siri & Chantraprayoon, 2017) terutama terhadap pengelolaan Desa Wisata terkait Protokol
COVID-19; dan (5) Peningkatan partisipasi
stakeholders
dalam upaya menuju tatanan kenormalan baru
menjadi penting dilakukan dalam rangka meningkatkan kesadaran baru.
2. METODE
Pelaksanaan Pengabdian ini menggunakan metode pendekatan partisipatif (Astuti, 2001; Andriany
et al
., 2015), dimana pengabdi ikut serta (partisipatif) didalam proses perencanaan pemecahan masalah
ABDIMAS: Jurnal Pengabdian Masyarakat Universitas Merdeka Malang
Volume 5, No 3, November 2020: 181–192
| 184 |
dalam mencapai tujuan bersama. Pelaksanaan pendampingan partisipatif ini dilakukan melalui proses
pendampingan
in-situ
dan pendampingan
ex-situ
. Pendampingan dilaksanakan dengan membimbing dan
memotivasi para pemangku kepentingan untuk berpartisipasi dalam gagasan curah pendapat, mem-
berdayakan diri mereka sendiri, kelompok, organisasi dan masyarakat serta mengembangkan kebijakan
perencanaan bisnis pariwisata yang akan dilaksanakan secara mandiri di masa depan untuk mewujudkan
resilience community-based tourism development
.
Tahapan pelaksanaan pengabdian, khusunya dalam mengatasi permasalahan dampak pandemi
COVID-19 ini dapat digambarkan dalam diagram kerangka pengabdian (Gambar1), ketiga tahap tersebut
adalah: (1) Identifikasi masalah, pemecahan masalah, dan identifikasi peluang untuk tumbuh berdasarkan
kebutuhan dan potensi masyarakat Grangsil, khususnya pada masa transisi
new normal
pandemi COVID-
19; (2)
Brainstorming
dan mengidentifikasi peluang dan hambatan dalam mengembangkan peluang yang
ada pada kondisi pandemi COVID-19; membantu dan memperkuat organisasi dan institusi, melalui pemben-
tukan tim siaga COVID-19; dan meningkatkan pemahaman dan ketahanan menghadapi Pandemi dalam
kerangka mewujudkan
resilience community-based tourism development
: dan (3) Menganalisis dan men-
sintesis data yang dikumpulkan melalui penyamaan persepsi di antara para pemangku kepentingan untuk
mengembangkan model protokol
new normal order
pasca pandemi COVID-19 untuk pengembangan
destinasi wisata pedesaan berbasis komunitas berkelanjutan.
Gambar 1. Ker angka pemba hasan
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembahasan pada makalah ini bertujuan untuk menghasilkan solusi protokol
new normal order
pasca pandemi COVID-19 untuk pengembangan destinasi wisata pedesaan berbasis komunitas berkelan-
jutan. Solusi tersebut merupakan pemecahan terhadap permasalahan utama pelaksanaan pengabdian
PPDM tahun 2020, yakni permasalahan penyebaran pandemi COVID-19 yang secara langsung berdampak
Protokol
New Normal Order
Pasca Pandemi Covid-19 dalam Pengembangan Kampoeng Boenga Grangsil...
Respati Wikantiyoso, Diyah Sukanti Cahyaningsih, Aditya Galih Sulaksono, Sri Widayati
| 185 |
signifikan terhadap pengembangan bisnis pariwisata. Ada tiga (3) pertanyaan yang krusial dalam
pengembangan pariwisata berbasis masyarakat di era pandemi COVID-10, yakni: (1) Apa peran manajemen
destinasi wisata dalam pengembangan KBG sebagai upaya untuk meningkatkan ketahanan masyarakat
(
community resilience
)?; (2) Bagaimanakah mempersiapkan kondisi KBG sehingga siap menjalankan
pemulihan bisnis dengan tatanan baru (
new normal protocol
) pada masa transisi pandemi COVID-19?;
dan (3) Protokol
new normal order
pasca pandemi COVID-19 apa sajakah yang diperlukan dalam
pengembangan destinasi wisata pedesaan berbasis komunitas?
Permasalahan penyebaran pandemi COVID-19 menjadi tantangan terberat dalam pengembangan
KBG. Sehingga praktis beberapa kegiatan pengembangan dilakukan pengalihan (penggantian program)
untuk memfokuskan pada solusi permasalahan ini. Hal ini dilakukan sesuai dengan kebijakan Direktorat
Riset dan Pengabdian Masyarakat Kementrian Ristek/BRIN, untuk melaksanakan model pengabdian masya-
rakat dalam situasi COVID-19 secara
online
. Kebijakan ini merupakan respon akan pentingnya penanganan,
khususnya pencegahan penyebaran pandemi COVID-19. Berkaitan dengan hal ini maka, Tim PPDM melakukan
beberapa langkah yakni peningkatan pengetahuan, keahlian, serta kemampuan kelembagaan KBG dalam
mewujudkan ketahanan komunitas
(resilience community)
sebagai hasil proses pembangunan yang ber-
kelanjutan. Upaya ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan tentang peran manajemen destinasi wisata
dalam meningkatkan ketahanan masyarakat. Pembahasan tentang pembangunan masyarakat yang ber-
kelanjutan, tujuan akhirnya adalah pencapaian kondisi
resilience community
(Adger, 2000; CARRI, 2014;
Sharifi, 2016; Wikantiyoso
et al
., 2019). Pengembangan pariwisata berkelanjutan tidak hanya dalam hal
pembangunan berkelanjutan tetapi juga bagaimana bisnis pariwisata dapat berkelanjutan, termasuk meres-
pon tantangan pandemi COVID 19.
Resilience community
merupakan kemampuan untuk mengantisipasi
risiko, membatasi dampak dan pulih dengan cepat melalui kelangsungan hidup, kemampuan beradaptasi,
evolusi dan pertumbuhan dalam menghadapi perubahan yang cepat (CARRI, 2014). Pembangunan yang
berpusat pada manusia (
human-center development)
diperlukan untuk menyelaraskan pembangunan melalui
upaya pemberdayaan masyarakat, dan peran sumber daya masyarakat yang ada (Pamatang
et al
., 2013).
Gambar 2. Sinergi pengembangan destinasi wisata perdesaan
Keberhasilan pencapaian ketahanan masyarakat, dapat diakselerasi melalui peningkatan kemampuan,
keterampilan, dan pengetahuan pengelolaan sumberdaya lokalnya, dilakukan melalui upaya pendampingan
ABDIMAS: Jurnal Pengabdian Masyarakat Universitas Merdeka Malang
Volume 5, No 3, November 2020: 181–192
| 186 |
untuk pemberdayaan potensi lokal. Sinergi antar pelaku atau
stakeholders
pengembangan destinasi wisata
menjadi sangat penting untuk dilakukan. Hal ini penting untuk cipta kondisi yang kondusif dalam
meningkatkan peran serta dalam kontribusi sumberdaya yang dimiliki. Setidaknya ada lima (5) apek utama
yang harus diperhatikan dalam pengembangan pariwisata perdesaan (Mujanah
et al
., 2016; Sudirah,
2015) adalah: (1)
Community participation
; modal sosial yang sangat penting bagi pengembangan wisata
perdesaan; (2)
Community ownership
; partisipasi yang tinggi dapat meningkatkan “rasa memiliki” masyarakat
yang penting bagi upaya marketing dari dalam; (3)
Stakeholders synergy
; pentingnya tokoh sentral sebagai
motivator, penggerak pemberdayaan; (4)
Institutional cooperation
; Hubungan kerjasama antar lembaga/
institusi; dan (5)
Local uniqueness and linkage
; Keunikan destinasi, dan keterkaitan dengan destinasi wisata
lainnya. Sinergi kelima faktor tersebut dapat mendorong terjadinya cipta kondisi
resilience destination
management,
yang sangat diperlukan untuk mendorong penguatan kelembagaan dan tatakelola destinasi
wisata.
Mempersiapkan tim dan mitra (Tim Kampoeng Boenga Grangsil) untuk menangani secara serius
terhadap permasalahan tatantangan penyebaran pandemi COVID-19. Langkah pertama adalah melakukan
pertemuan daring tim PPDM untuk mendalami kebijakan Kemenristek/BRIN ini (Gambar 2). Kemudian
menyiapkan pertemuan daring dengan manajemen KBG (di Dusun Grangsil), permasalahan muncul karena
masyarakat belum pahan tentang
online system
. Sehingga perlu disusun panduan pertemuan daring
(Gambar 3), yang digunakan untuk pedoman penggunaan daring (dilakukan komunikasi denga WA) antara
tim PPDM dengan Mitra KBG.
Gambar 3. Pertemuan daring tim PPDM kebijakan Kemenristek/BRIN
Gambar 4. Buku saku tutorial persiapan/instalasi aplikasi pendampingan daring
Langkah ini sangat efektif, walaupun dengan masyarakat di Dusun Grangsil ternyata mampu untuk
menyerap isi dari panduan yang dibuat oleh TIM. Potensi masyarakat yang telah menggunakan HP An-
droid, dapat dimanfaatkan melalui intervensi pemanfaatan IT untuk pertemuan daring. Dengan demikian
kendala terhadap upaya-upaya pendampingan secara online dapat teratasi. Rapat daring tanggal 2 Mei
2020, direspon sangat antusias oleh mitra. Rapat daring persiapan pengurusan Badan Hukum Koperasi
Boenga Grangsil secara daring, peserta pembina sekaligus anggota luar biasa Bapak Tugino S., SE., Kol.
Purn. Badan pengawas Koperasi Boenga Grangsil, pengurus dan anggota koperasi dan Tim PPDM 2020
Unmer (Gambar 4).
Protokol
New Normal Order
Pasca Pandemi Covid-19 dalam Pengembangan Kampoeng Boenga Grangsil...
Respati Wikantiyoso, Diyah Sukanti Cahyaningsih, Aditya Galih Sulaksono, Sri Widayati
| 187 |
Gambar 5. Pertemuan daring pendampingan Koperasi Boenga Grangsil
Dalam rangka menjawab permasalahan tentang kemampuan mengatasi permasalahan pandemi
COVID-19 secara kelembagaan perlu dilakukan beberapa kegiatan penguatan kelembagaan. Kegiatan ini
bertujuan untuk menciptakan kondisi
resilience destination management
atau kondisi manajemen yang
tangguh menghadapi COVID-19. Kemampuan secara kelembagaan untuk mengantisipasi, mencegah, dan
mengatasi penyebaran pandemi COVID-19 menjadi prasyarat untuk menyusun protokol COVID-19.
Peningkatan kemampuan ini dilakukan dengan pendampingan
online
, memberikan bantuan hibah untuk
pelaksanaan protokol COVID-19. Bantuan hibah peralatan diantaranya: (1) Masker untuk masyarakat sebayak
250 buah (dari donatur), dan 200 buah masker untuk mendukung operasi tertib bermasker yang
diselenggarakan tim satgas COVID-19; (2) 4 buah
thermo gun
untuk operasional harian pengunjung/
wisatawan; (3) Faceshield sebanyak 30 buah untuk Tim KBG dan satgas COVID-19; (4) Rompi satgas
sebanyak 20 buah untuk tim satgas COVID-19; dan (5) Kaos seragam siaga COVID-19 sebanyak 30 buah
untuk tim operasional KBG.
Gambar 6. Penyerahan peralatan pencegahan COVID-19 di Kampus Unmer Malang
Penyerahan dilakukan di Universitas Merdeka Malang, yang diwakili oleh Kepala Dusun Grangsil
untuk mengurangi kontak sosial yang lebih banyak (Gambar 5). Selain itu tim PPDM ikut menyalurkan APD
sebanyak 15 buah dari donatur untuk tim COVID-19 Desa Jambangan, dan POSYANDU Dusun Grangsil.
ABDIMAS: Jurnal Pengabdian Masyarakat Universitas Merdeka Malang
Volume 5, No 3, November 2020: 181–192
| 188 |
Tim PPDM2020 memandang penting untuk membentuk tim siaga COVID-19 di level KBG dan tim
satuan tugas COVID-19 untuk level Dusun Grangsil dan Desa Jambangan yang bertugas sebagai tim
penanggulangan penyebaran COVID-19 di Dusun Grangsil, khususnya di destinasi wisata Kampoeng Boenga
Grangsil. Struktur organisasi tim penanggulangan penyebaran virus corona (COVID-19), disahkan oleh
Kepala Desa Jambangan, Kecamatan Dampit, Kabupaten Malang. Pelibatan kepala desa dalam penyusunan
dan pembuatan surat struktur organisasi satuan tugas COVID-19 oleh Kepala Desa Jambangan. Mitra
diminta untuk memberikan informasi, serta selalu koordinasi dengan pemerintah desa dan tim. Pemerintah
Desa Jambangan sangat mendukung untuk pembentukan tim siaga COVID-19 maupun satgas COVID-19.
Kegiatan pertama tim penanggulangan penyebaran COVID-19 adalah operasi tertib masker, pada hari
Sabtu 18 Juli 2020. Sarasan operasi adalah pengunjung KBG dan masyarakat sekitar KBG.
Gambar 7. Sambutan kepala Desa Jambangan dalam acara operasi tertib
Pembentukan satgas COVID-19 Kampoeng Boenga Grangsil, paling tidak dapat mencegah
penyebaran COVID-19 ini. Upaya ini sangat penting untuk meningkatkan kesadaran, masyarakat, pengunjung,
dan petugas wisata dalam melaksanakan dan mematuhi protokol kesehatan. Dalam upaya mencegah
penularan COVID-19, Wisata Kampoeng Boenga Grangsil membentuk satgas COVID-19 dan mengadakan
kegiatan disliplin masker di Kawasan Dusun Grangsil Desa Jambangan Kecamatan Dampit pada Sabtu 18
Juli 2020 bersama Muspika Dampit, Koramil, kecamatan, Babinsa, Puskesmas Dampit, kepala desa dan
perangkat serta Tim KBG (Gambar 7). Kegiatan ini dilaksanakan agar warga dan pengunjung KBG disiplin
dan mengenakan masker saat keluar rumah, serta mematuhi protokol kesehatan sesuai dengan ketetapan
pemerintah. Pemberitaan terdapat pada https://bit.ly/ppdm2020disiplinmasker dan link
Youtube
https://
bit.ly/operasimasker.
Gambar 8. Rangkaian kegiatan operasi tertib masker di KBG.
Protokol
New Normal Order
Pasca Pandemi Covid-19 dalam Pengembangan Kampoeng Boenga Grangsil...
Respati Wikantiyoso, Diyah Sukanti Cahyaningsih, Aditya Galih Sulaksono, Sri Widayati
| 189 |
Penyusunan protokol-protokol kesehatan terkait dengan menyongsong
new normal order
, untuk
kelengkapan dan penyiapan fasilitas dan kegiatan-kegiatan menyongsong masa transisi menuju
new nor-
mal order
(Gambar 8 dan 9). Pelaksanaan diawali dengan kegiatan FGD, diskusi Tim PPDM2020 yang
membahas tentang fasilitas serta kegiatan-kegiatan yang dimungkinkan masih bisa dilaksanakan pasca
pandemi COVID-19 atau pada masa transisi menuju
new normal
. Penyusunan panduan pertemuan daring
dan protokol-protokol kesehatan. Karena pandemi COVID-19, dengan adanya protokol
social distancing
,
serta
physical distancing
, maka pelaksanaan pertemuan harus dilaksanakan secara daring. Khususnya
untuk kegiatan rapat yang melibatkan Tim PPDM.
Pelaksanaan PPDM 2020, selain menangani permasalahan krusial tentang pandemi COVID-19, juga
tetap melaksanakan penanganan permasalahan terkait dengan upaya peningkatan pengetahuan dan
kemampuan tata kelola, dan kelembagaan, dalam mewujudkan masyarakat yang mandiri, tangguh, dan
berkelanjutan
(sustainable resilience community)
. Tabel 1 memberikan abstraksi singkat tentang
permasalahan penanganan pengembangan KBG, beserta indikator pengukurannya.
Tabel 1. Permasalahan dan indikator pengembangan KBG
Gambar 9. Beberap a contoh proto kol COVID-19
Gambar 10. Contoh standar peringatan penerapan Protokol COVID-19
Permasalahan Indikator
Permasal ahan utama yang menjadi tantangan terberat
dalam pengembangan KBG saat ini adalah penyebaran
pandemi COVID-19. Permasalahan ini tahun sebelumnya
tidak ada, keberadaan COVID-19 ini telah merubah
seluruh sendi kehidupan masyarakat. Sektor pariwisata
menjadi sektor yang paling terdampak oleh
perm asal ahan pandemi ini.
Kemampuan secara kelembagaan untuk mengantisipasi,
mencegah, dan mengatasi penyebar an pandemi COVID-
19 di Destinasi Wisata Kampoeng Boenga Grangsil
khususnya, dan Dusun Grangsil, Desa Jambangan Pada
Umumnya
Terbentuknya satuan tugas COVID-19 dan Tim Siaga
COVID-19 Kampoeng Boenga Grangsil.
Kesiapan operasionalisasi destinasi KBG pasca pandemi
COVID-19 dengan protokol
new normal
.
Permasal ahan Pengembangan fisik obyek wisata;
Kegiatan ini banyak yang mengalami penyesuaian
karena kondisi pandemi COVID-19. Kegiatan
Pengembangan lebih ditekankan pada maintenance
Fasilitas dan penambahan fasilitas yang tidak menuntut
tatap muka yang intensif. Pendampingan in-situ lebih
banyak dilakukan dengan metode konsultatif daring
(melalui media WA dan Rapat Daring)
Kegiatan pendampingan penyusunan
master plan
dan
detail
plan
. Substansi pengembangan
homestay
dan beberapa
kegiatan ikutannya terpaksa ditiadakan pada tahun ini.
Secara komprehensif target pelaksanaan ditunda sampai
akhir tahun ketiga. Kegiatan
subst ansial master plan
dialihkan untuk penanganan permasalahan pandemi
COVID-19.
Pendampingan disain/penambahan fasilitas:
ABDIMAS: Jurnal Pengabdian Masyarakat Universitas Merdeka Malang
Volume 5, No 3, November 2020: 181–192
| 190 |
(melalui media WA dan Rapat Daring)
Pen dampingan disai n/penambahan fasilitas:
Fasilitas penunjang protokol COVID-19; tempat cuci
tangan, dan penyediaan air bersih
Pembuatan fasilitas “Kantor Koperasi Boenga Grangsil” di
lokasi rumah pengurus (embrio kantor)
Pendampingan dan pembangunan (
maintenance
) fasilitas
akses jalan dan Fasilitas lainnya.
Permasalahan pemanfaatan teknologi IT dan TTG;
Pemanfaatan media berbasis IT menjadi sangat penting
untuk menyebarkan informasi tentang keberadaan KBG,
serta prasyarat dalam melakukan kunjungan di KBG
sesuai Protokol COVID-19. Media
website
, FB dan IG
menjadi media yang dikembangkan dalam mengatasi
permasalahan pemasaran KBG.
Pengembangan
website
Kampoeng Boenga Grangsil,
dengan melakukan
update
berita yang dilakukan oleh admin
(Tim KBG). Indikator kegiatan ini adalah ter
update
nya
website KBG, dan persiapan pembuatan
website
Koperasi
Boenga Grangsil.
Permasalahan pemberdayaan masyarakat dalam
kegiatan pengelolaan organisasi
Peningkatan pengetahuan dan kemampuan menuju
kemandirian, dan masyarakat yang tangguh
(community
resilience)
Peningkatan pengetahuan dan kemampuan tata kelola, dan
kelembagaan, dalam mewujudkan masyarakat yang mandiri,
tangguh, dan berkelanjutan
(Sustainable resilience
community).
Penguatan kelembagaan Kampoeng Boenga Grangsil,
dilakukan melalui pembentukan Koperasi Boenga Grangsil.
Koperasi Boenga Grangsil menjadi payung semua aktivitas
pengembangan kegiatan usaha produktif di Dusun Grangsil.
4. SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Tim PPDM sebagai representasi institusi perguruan tinggi, bertindak sebagai mediator dan fasilitator
dalam pengembangan KBG, melalui pendampingan
in-situ
dan
ex-situ
untuk memberi penguatan dan
pemberdayaan menuju komunitas tangguh
(resilience community)
dan mandiri dalam mengembangkan
potensi lokalnya. Peran dan keterlibatan dalam proses pembangunan partisipatif bertujuan untuk meng-
ingkatkan kemampuan masyarakat, mengorganisir diri membangun desa secara berkelanjutan.
Pengembangan KBG menjadi destinasi wisata berbasis masyarakat berkelanjutan membutuhkan keterlibatan
3 pihak, yaitu: (1) Tim PPDM (perguruan tinggi); (2) Organisasi kemasyarakatan Dusun Grangsil; (3) Lembaga
eksternal, pemerintah daerah, dan lembaga swasta.
Saran
Pandemi COVID19 telah mengubah kondisi “kenormalan” di semua sektor kehidupan. Pengembangan
pariwisata berbasis masyarakat melalui pemberdayaan modal sosial masyarakat memiliki tantangan
signifikan dalam menghadapi penguatan dan ketahanan sektor pariwisata pasca pandemi COVID-19.
Ketidakpastian berakhirnya pandemi COVID-19, mengharuskan kita untuk mampu beradaptasi dengan
kondisi baru, prasyarat baru
(social and physical distancing),
protokol baru, tatanan baru (fisik, social dan
kesehatan), dengan mempersiapkan protokol tatanan kenormalan baru
(new normal order).
Destinasi
wisata harus mampu mengadaptasi
new normal order
untuk
survive
di masa mendatang. Masyarakat
Protokol
New Normal Order
Pasca Pandemi Covid-19 dalam Pengembangan Kampoeng Boenga Grangsil...
Respati Wikantiyoso, Diyah Sukanti Cahyaningsih, Aditya Galih Sulaksono, Sri Widayati
| 191 |
yang tangguh
(resilience community)
akan dengan mudah melakukan hal tersebut karena kemampuan
dan kemauan untuk meningkatkan ketahanan komunitas sudah menjadi kemampuan bawah sadar mereka.
5. UCAPAN TERIMA KASIH
Kami mengucapkan terima kasih kepada masyarakat Dusun Grangsil, Desa Jambangan, Kecamatan
Dampit, Kabupaten Malang atas waktu dan partisipasinya dalam penelitian ini. Khususnya kepada mitra
Kampoeng Boenga Grangsil atas kerja keras, komitmen, dan semangat dalam mewujudkan impiannya
menjadikan KBG sebagai penggerak ekonomi keluarga, dan masyarakat Dusun Grangsil pada umumnya.
Pengabdian ini didanai oleh Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Direktorat Jenderal
Penguatan Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat; Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan
Tinggi melalui Kontrak Pengabdian kepada Masyarakat Nomor: 111 / SP2H / PPM / DRPM / 2019. Pro-
gram Desa Mitra merupakan kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat multi tahun dari tahun 2019 sampai
dengan 2021. Temuan dan kesimpulan ini bermanfaat bagi pengembangan KBG sebagai destinasi wisata
berbasis komunitas berkelanjutan. Terima kasih kembali kepada seluruh pemangku kepentingan yang
telah meluangkan waktu dan dukungannya kepada pengabdi.
DAFTAR PUSTAKA
Adger, W. N. (2000). Social and ecological resilience: Are they related?
Progress in Human Geography
,
24
(3), 347–364. https://doi.org/10.1191/030913200701540465
Aleksandrov, K., & Kilimperov, I. (2018). The role of destination management organizations (DMOS) for
sustainable rural tourism in Bulgaria.
Scientific Papers Series Management, Economic Engineer-
ing in Agriculture and Rural Development
,
18
(2), 11-160.
Amir, S., Osman, M. M., Bachok, S., & Ibrahim, M. (2015). Sustaining local community economy
through tourism: Melaka UNESCO World Heritage City.
Procedia Environmental Sciences
,
28
,
443–452. https://doi.org/10.1016/j.proenv.2015.07.054
Andriany, D., Hasibuan, L. S., & Rahayu, S. E. (2018). Pengembangan model pendekatan partisipatif
dalam memberdayakan masyarakat miskin kota Medan untuk memperbaiki taraf
hidup.
Kumpulan Penelitian dan Pengabdian Dosen
,
1
(1).
Astuti, S. I. (2001). Pendekatan partisipatif lewat pemberdayaan rakyat: Alternatif bagi pembangunan
berwawasan otonomi daerah.
Mimbar: Jurnal Sosial dan Pembangunan
,
17
(2), 212-237.
Begum, H., Er, A. C., Alam, A. F., & Sahazali, N. (2014). Tourist’s perceptions towards the role of stake-
holders in sustainable tourism.
Procedia-Social and Behavioral Sciences
,
144
, 313-321.
https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2014.07.301
Caldito, L. A., Dimanche, F., Vapnyarskaya, O., & Kharitonova, T. (2015). Tourism Management.
Tourism
in Russia: A Management Handbook
, 57-99.
CARRI. (2014).
Definition of Community Resilience; An Analysis Definition of Community Resilience
.
CARRI: Community & Regional Resilience Institute.
Mujanah, S., Ratnawati, T., & Andayani, S. (2016). Strategi pengembangan desa wisata di kawasan
hinterland Gunung Bromo Jawa Timur.
JHP17: Jurnal Hasil Penelitian
,
1
(1), 33-52.
ABDIMAS: Jurnal Pengabdian Masyarakat Universitas Merdeka Malang
Volume 5, No 3, November 2020: 181–192
| 192 |
Mulyani, S. (2017).
Buku Pintar Dana Desa, Dana Desa untuk Kesejahteraan Rakyat
.Kementrian Keuangan
Republik Indonesia. Jakarta. https://www.kemenkeu.go.id
Pamatang, C., Sianipar, M., & Yudoko, G. (2013). Community empowerment through appropriate
technology/ : Sustaining the sustainable development.
Procedia Environmental Sciences
,
17
,
1007–1016. https://doi.org/10.1016/j.proenv.2013.02.120
Sharifi, A. (2016). A critical review of selected tools for assessing community resilience.
Ecological
Indicators
,
69
, 629–647. https://doi.org/10.1016/j.ecolind.2016.05.023
Shaw, T. (1993).
Planning for A sustainable environment. A report by the town and country planning
association
. Edited by Andrew Blowers Earthscan, London.
Business Strategy and the Environ-
ment
,
2
(4), 38-39. https://doi.org/10.1002/bse.3280020407
Siri, R., & Chantraprayoon, O. S. (2017). Local community participatory learning with a nature interpre-
tation system: A case study in Ban Pong, Sansai district, Chiang Mai, Thailand.
Kasetsart Journal
of Social Sciences
,
38
(2), 181–185. https://doi.org/10.1016/j.kjss.2016.04.003
Sudirah. (2015). Modal sosial dan pemberdayaan masyarakat desa wisata.
Prosiding Seminar Nasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka UTCC, 26 Agustus 2015
, (2001), 148–
156.
Wikantiyoso, R., Sukanti, D., Sulaksono, A. G., & Widayati, S. (2019). Empowerment and strengthening
of community resilience in developing ecotourism destination in Grangsil Hamlet, Malang
Regency, Indonesia.
Conference: 3rd Endinamosis 2019 International Conference on “Empow-
ering Rural Areas in the Industry 4.0 Era,”
11. Bandung: ITB.
WWF-Indonesia. (2009). Prinsip dan kriteria ekowisata berbasis masyarakat.
Ekowisata
, 1–9.
ResearchGate has not been able to resolve any citations for this publication.
Article
Full-text available
Community involvement is a major factor in stimulating the sense of community ownership and self-empowerment, which consequently create a strong and sustainable community. Thus, this study recognized the importance of community involvement and the role of interpretation toward tourism. The aim of this work was to study the participatory learning process of the local community in the development of an interpretive nature trail. The research employed multiple research methods consisting of surveys, focus group discussion, and participatory observation. Samples used in the study were members of the Agro-tourism Club of Ban Pong community, Ban Pong, Papai sub-district, Sansai district, Chiang Mai province. The community members undertook learning through a four-step participatory learning process; (1) analyzing problems, (2) planning, exploring, and voting, (3) implementation, and (4) evaluation. The results showed that the community members had gained knowledge about tourism interpretation and showed a positive attitude toward the development of tourism interpretation. Moreover, at the end of the study, they had actually developed an interpretative nature trail that was derived from the real needs of their community.
Article
Full-text available
The concept of resilience is increasingly used in academic and policy circles. To operationalize this concept and reduce the ambiguities surrounding it, since the turn of the century, various resilience assessment methodologies have been introduced. This paper provides a critical review of 36 selected community resilience assessment tools. These tools have been developed by a variety of entities, including national and local organizations, international donor organizations, and academic researchers. First, an overview of the selected tools is presented. This overview analysis shows that while some commonalities exist, there are also considerable differences between the tools. Next, based on literature review, an analytical framework is developed that identifies six criteria for evaluating performance of resilience assessment tools. These are, namely, addressing multiple dimensions of resilience, accounting for cross-scale relationships, capturing temporal dynamism, addressing uncertainties, employing participatory approaches, and developing action plans. Results show that limited success has been achieved in addressing these criteria. In terms of comprehensiveness, the environmental dimension has received relatively less attention in spite of its significance for building community resilience. Further improvements are needed to account for dynamics over time and across space. More attention to employing iterative processes that involve scenario-based planning is needed to better address challenges associated with uncertainties. Results also show that more attention needs to be paid to stakeholder participation in developing assessment tools. The paper concludes by highlighting several other areas of weakness that need to be addressed and discussing major challenges that still remain.
Article
Full-text available
Tourism has been one of the largest contributors towards Malaysian GDP over the last three decades. In essence, Malaysia generated 1,795,500 employments in 2013 of which some 6.5% of the total employment was created in the tourism sector. The study deals with extraction of tourists' expenditure in five tourism sectors, accommodation, food and beverages, entertainment, shopping and transportation that lead to direct community benefits. Diary record survey was conducted at three different groups of selected hotels based on stars ratings-5 & 4 stars hotel; 3,2 & 1 stars hotel; and budget hotels. The total number of 1500 survey booklets was distributed, only 1000 surveys were collected. The preliminary findings suggested that tourists spent 64.7% of their expenditure for transportation and only 1.4% for shopping. On average, it was also found that actual expenditure was rated at RM172 against the budgeted amount of RM306 per day. 34.3% of tourists spent were channeled to the local community. This study identifies and assesses Melaka's position as an affordable tourist destination and how tourism indeed contributed to the local population indeed positively promotes the sustenance of and directly benefits their economic well-being.
Article
Full-text available
The purpose of this study has to discover if differences in tourists’ perceptions of sustainable tourism development in Melaka existed between three stakeholder groups: government, local residents and private entrepreneurs. The paper analyzes based on the primary data which is collected through interviews among 735 respondents. The findings indicate that the government, private and local community has played a major role for satisfying the tourists’ in shaping the development of sustainable tourism in Melaka. The study emphasizes on scale methods in analyzing and reviewing the role of government, private and local communities. To the distinct stakeholders’ facilities, the majority of tourists’ generally were welcoming of sustainable tourism.
Article
Full-text available
Rural communities are the major entities in developing and third-world countries. While outsiders want to develop local community, they should develop the local conditions and sustain the result. In order to get sustainability among rural communities, technology become a booster to reach it. However, the success rate of many community development projects result only compare between "before" and "after" condition of technology implementation. Furthermore, when its result reaches sustainable condition of community development, many communities cannot further maintain as well as develop their sustainable development because low level of empowerment. This paper attempts to develop conceptual framework how to reach the sustainable development in a community which is strengthened through the implementation of appropriate technology in order to reach empowerment. The framework will be constructed through literature survey and then combined with several sample cases to provide a comprehensive discussion. This paper concludes that empowerment is the next shape of sustainable development. Three stages of community development are revealed. Appropriate technology can be positioned as the bridging point in reaching empowerment of rural communities. By looking at previous efforts which treat sustainable development as the final purpose of community development projects, this paper give new lights how to reach beyond it. Empowering rural communities, sustaining their sustainable development.
Article
Full-text available
This article defines social resilience as the ability of groups or communities to cope with external stresses and disturbances as a result of social, political and environmental change. This definition highlights social resilience in relation to the concept of ecological resilience which is a characteristic of ecosystems to maintain themselves in the face of disturbance. There is a clear link between social and ecological resilience, particularly for social groups or communities that are dependent on ecological and environmental resources for their livelihoods. But it is not clear whether resilient ecosystems enable resilient communities in such situations. This article examines whether resilience is a useful characteristic for describing the social and economic situation of social groups and explores potential links between social resilience and ecological resilience. The origins of this interdisciplinary study in human ecology, ecological economics and rural sociology are reviewed, and a study of the impacts of ecological change on a resourcedependent community in contemporary coastal Vietnam in terms of the resilience of its institutions is outlined.
The role of destination management organizations (DMOS) for sustainable rural tourism in Bulgaria
  • K Aleksandrov
  • I Kilimperov
Aleksandrov, K., & Kilimperov, I. (2018). The role of destination management organizations (DMOS) for sustainable rural tourism in Bulgaria. Scientific Papers Series Management, Economic Engineering in Agriculture and Rural Development, 18(2), 11-160.
Pengembangan model pendekatan partisipatif dalam memberdayakan masyarakat miskin kota Medan untuk memperbaiki taraf hidup
  • D Andriany
  • L S Hasibuan
  • S E Rahayu
Andriany, D., Hasibuan, L. S., & Rahayu, S. E. (2018). Pengembangan model pendekatan partisipatif dalam memberdayakan masyarakat miskin kota Medan untuk memperbaiki taraf hidup. Kumpulan Penelitian dan Pengabdian Dosen, 1(1).
Pendekatan partisipatif lewat pemberdayaan rakyat: Alternatif bagi pembangunan berwawasan otonomi daerah. Mimbar: Jurnal Sosial dan Pembangunan
  • S I Astuti
Astuti, S. I. (2001). Pendekatan partisipatif lewat pemberdayaan rakyat: Alternatif bagi pembangunan berwawasan otonomi daerah. Mimbar: Jurnal Sosial dan Pembangunan, 17(2), 212-237.
Strategi pengembangan desa wisata di kawasan hinterland Gunung Bromo Jawa Timur
  • S Mujanah
  • T Ratnawati
  • S Andayani
Mujanah, S., Ratnawati, T., & Andayani, S. (2016). Strategi pengembangan desa wisata di kawasan hinterland Gunung Bromo Jawa Timur. JHP17: Jurnal Hasil Penelitian, 1(1), 33-52.