ArticlePDF Available

USULAN PENERAPAN TPM DALAM RANGKA PENINGKATAN EFEKTIFITAS MESIN DENGAN OEE SEBAGAI ALAT UKUR DI PT XYZ

Authors:

Abstract and Figures

Abstrak-Persaingan di industri kemasan kaleng saat ini sangat ketat sehingga setiap industri harus meningkatkan efektifitas mesin untuk dapat bertahan, bersaing dan menguasai pasar. Tujuan penelitian ini adalah menghitung tingkat efektifitas mesin, faktor-faktor penyebab rendahnya efektifitas, akar masalah yang dihadapi dan usulan penyelesaian yang berhubungan dengan perawatan mesin di PT XYZ. Pendekatan yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan adalah Total Productive Maintenance. Total Productive Maintenance adalah salah satu unsur manufakturing yang bertujuan meningkatkan efektifitas mesin. Indikator utama TPM adalah Overall Equipment Effectiveness. Hasil perhitungan OEE dalam penelitian ini adalah 65,43%. Analisa Six big losses yang dominan dengan menggunakan pareto diagram adalah setup and adjustment losses sebesar 62,84% dan reduced speed losses sebesar 29,18%. Untuk mencari akar permasalahan menggunakan teknik 5 way dan selanjutnya digambarkan dengan cause and effect diagram. Permasalahan yang dihadapi oleh PT XYZ adalah faktor pemeliharaan mesin. Pelaksanaan Autonomous Maintenance dan Focused Improvement diharapkan dapat menyelesaikan masalah tersebut dan meningkatkan efektivitas mesin. I. PENDAHULUAN Perusahaan kemasan kaleng adalah perusahaan yang membuat kaleng mulai dari bahan baku tinplate sampai menjadi kaleng. Bisnis kemasan kaleng merupakan tipe business to business, di mana produk yang dihasilkan akan digunakan oleh industri yang lain. Perusahaan kemasan kaleng di Indonesia hampir semuanya merupakan Perusahaan Modal Dalam Negeri (PMDN). Dengan banyaknya pemain industri kemasan kaleng menjadikan persaingan di bisnis ini semakin ketat. Hal ini dapat dilihat dari ketatnya persaingan kualitas produk, harga yang lebih competitive di antara sekian banyak perusahaan kemasan kaleng di Indonesia. Dalam persaingan yang semakin ketat ini, hal utama yang harus diprioritaskan oleh PT XYZ agar dapat bertahan, bersaing dan menguasai pangsa pasar adalah dengan meningkatkan kinerja di lini produksi. Oleh karena itu pihak manajemen PT XYZ dalam hal ini pimpinan perusahaan harus mengetahui hal-hal apa saja yang dapat mendukung peningkatan kinerja di lini produksi. Kelancaran lini produksi perusahaan tidak terlepas dari kemampuan manajemen perusahaan dalam mengelola sumber daya perusahaan. Peralatan merupakan sumber daya utama yang tidak terlepas dari sistem sumber daya secara keseluruhan yang dimiliki perusahaan. Kemampuan perusahaan dalam penerapan suatu teknologi harus ditunjang oleh kemampuan menjaga peralatan yang berkaitan dengan teknologi ini. Peralatan juga berkaitan dengan efektifitas mesin sehingga dalam jangka panjang akan berhubungan dengan pencapain tujuan perusahaan. Faktor lain yang melandasi peningkatan perawatan mesin dan kontrol kualitas adalah perubahan pasar yang sangat cepat dan banyaknya variasi produk yang ditawarkan. Hal tersebut secara otomatis akan meningkatkan peranan maintenance/perawatan mesin dan dibutuhkan peralatan yang komplek serta adaptasi teknologi serta mengakibatkan biaya produksi yang lebih, dan yang bisa memenangkan persaingan dalam kualitas akan menjamin kesuksesan dalam penerapan sistem manajemen yang baru. Untuk dapat menekan biaya produksi maka perusahaan harus beroperasi lebih efektif dan efisien. Perusahaan dituntut untuk dapat menyusun strategi operasinya dalam berbagai aspek dalam upaya untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas operasi. Berkaitan dengan upaya tersebut maka perusahaan harus senantiasa mencermati adanya pemborosan-pemborosan yang timbul seperti adanya produk cacat, biaya pemeliharaan yang besar dan sebagainya. Berkenaan dengan hal tersebut, perusahaan harus senantiasa mendahulukan aktifitas yang mengupayakan kualitas produknya agar dapat sesuai standar dengan mengevaluasi kinerja aktual, membandingkan kinerja dengan target dan menangani perbedaan yang terjadi. Biaya yang timbul akibat pengendalian mutu/ kualitas akan selalu diupayakan minimal sehingga biaya total yang dikeluarkan untuk produksi seimbang dengan hasilnya. Hal yang dapat dilakukan oleh perusahaan adalah penerapan pemeliharaan mesin dengan baik yang memungkinkan perusahaan mengurangi pemborosan-pemborosan karena adanya produk cacat, kelambatan dan kemacetan mesin serta gangguan peralatan produksi. Dan ini berarti menekan biaya proses produksi selaras dengan pemeliharaan kualitas, pembentukan kerja sama tim yang kondusif dan pendidikan serta pelatihan untuk karyawan. Seiring dengan perubahan lingkungan membuat maintenance dan pengawasan kualitas memerlukan penanganan yang baik. Pada kondisi ini dibutuhkan kebijakan yang efektif dalam strategi produksi khususnya yang menyangkut maintenance atau quality control. Perputaran kondisi peralatan membutuhkan kapasitas
Content may be subject to copyright.
Jurnal PROSISKO Vol. 2 No. 2 September 2015 ISSN: 2406-7733
13
USULAN PENERAPAN TPM DALAM RANGKA PENINGKATAN
EFEKTIFITAS MESIN DENGAN OEE SEBAGAI ALAT UKUR
DI PT XYZ
Erni Krisnaningsih
Program Studi Manajemen Informatika Politeknik Piksi Input Serang
erni_krisnaningsih@yahoo.co.id
Abstrak - Persaingan di industri kemasan kaleng saat ini sangat ketat sehingga setiap industri harus meningkatkan
efektifitas mesin untuk dapat bertahan, bersaing dan menguasai pasar. Tujuan penelitian ini adalah menghitung tingkat
efektifitas mesin, faktor-faktor penyebab rendahnya efektifitas, akar masalah yang dihadapi dan usulan penyelesaian
yang berhubungan dengan perawatan mesin di PT XYZ. Pendekatan yang digunakan untuk menyelesaikan
permasalahan adalah Total Productive Maintenance. Total Productive Maintenance adalah salah satu unsur
manufakturing yang bertujuan meningkatkan efektifitas mesin. Indikator utama TPM adalah Overall Equipment
Effectiveness. Hasil perhitungan OEE dalam penelitian ini adalah 65,43%. Analisa Six big losses yang dominan dengan
menggunakan pareto diagram adalah setup and adjustment losses sebesar 62,84% dan reduced speed losses sebesar
29,18%. Untuk mencari akar permasalahan menggunakan teknik 5 way dan selanjutnya digambarkan dengan cause and
effect diagram. Permasalahan yang dihadapi oleh PT XYZ adalah faktor pemeliharaan mesin. Pelaksanaan Autonomous
Maintenance dan Focused Improvement diharapkan dapat menyelesaikan masalah tersebut dan meningkatkan
efektivitas mesin.
Kata Kunci : Total Productive Maintenance, Overall Equipment Effectiveness, Six Big Losses, Cause and Effect
Diagram, Autonomous Maintenance, Focused Improvement
I. PENDAHULUAN
Perusahaan kemasan kaleng adalah perusahaan yang
membuat kaleng mulai dari bahan baku tinplate sampai
menjadi kaleng. Bisnis kemasan kaleng merupakan tipe
business to business, di mana produk yang dihasilkan
akan digunakan oleh industri yang lain. Perusahaan
kemasan kaleng di Indonesia hampir semuanya
merupakan Perusahaan Modal Dalam Negeri (PMDN).
Dengan banyaknya pemain industri kemasan kaleng
menjadikan persaingan di bisnis ini semakin ketat. Hal ini
dapat dilihat dari ketatnya persaingan kualitas produk,
harga yang lebih competitive di antara sekian banyak
perusahaan kemasan kaleng di Indonesia.
Dalam persaingan yang semakin ketat ini, hal utama
yang harus diprioritaskan oleh PT XYZ agar dapat
bertahan, bersaing dan menguasai pangsa pasar adalah
dengan meningkatkan kinerja di lini produksi. Oleh
karena itu pihak manajemen PT XYZ dalam hal ini
pimpinan perusahaan harus mengetahui hal-hal apa saja
yang dapat mendukung peningkatan kinerja di lini
produksi. Kelancaran lini produksi perusahaan tidak
terlepas dari kemampuan manajemen perusahaan dalam
mengelola sumber daya perusahaan.
Peralatan merupakan sumber daya utama yang tidak
terlepas dari sistem sumber daya secara keseluruhan yang
dimiliki perusahaan. Kemampuan perusahaan dalam
penerapan suatu teknologi harus ditunjang oleh
kemampuan menjaga peralatan yang berkaitan dengan
teknologi ini. Peralatan juga berkaitan dengan efektifitas
mesin sehingga dalam jangka panjang akan berhubungan
dengan pencapain tujuan perusahaan.
Faktor lain yang melandasi peningkatan perawatan
mesin dan kontrol kualitas adalah perubahan pasar yang
sangat cepat dan banyaknya variasi produk yang
ditawarkan. Hal tersebut secara otomatis akan
meningkatkan peranan maintenance/perawatan mesin dan
dibutuhkan peralatan yang komplek serta adaptasi
teknologi serta mengakibatkan biaya produksi yang lebih,
dan yang bisa memenangkan persaingan dalam kualitas
akan menjamin kesuksesan dalam penerapan sistem
manajemen yang baru.
Untuk dapat menekan biaya produksi maka
perusahaan harus beroperasi lebih efektif dan efisien.
Perusahaan dituntut untuk dapat menyusun strategi
operasinya dalam berbagai aspek dalam upaya untuk
meningkatkan efisiensi dan efektifitas operasi. Berkaitan
dengan upaya tersebut maka perusahaan harus senantiasa
mencermati adanya pemborosan-pemborosan yang timbul
seperti adanya produk cacat, biaya pemeliharaan yang
besar dan sebagainya. Berkenaan dengan hal tersebut,
perusahaan harus senantiasa mendahulukan aktifitas yang
mengupayakan kualitas produknya agar dapat sesuai
standar dengan mengevaluasi kinerja aktual,
membandingkan kinerja dengan target dan menangani
perbedaan yang terjadi.
Biaya yang timbul akibat pengendalian mutu/ kualitas
akan selalu diupayakan minimal sehingga biaya total yang
dikeluarkan untuk produksi seimbang dengan hasilnya.
Hal yang dapat dilakukan oleh perusahaan adalah
penerapan pemeliharaan mesin dengan baik yang
memungkinkan perusahaan mengurangi pemborosan-
pemborosan karena adanya produk cacat, kelambatan dan
kemacetan mesin serta gangguan peralatan produksi. Dan
ini berarti menekan biaya proses produksi selaras dengan
pemeliharaan kualitas, pembentukan kerja sama tim yang
kondusif dan pendidikan serta pelatihan untuk karyawan.
Seiring dengan perubahan lingkungan membuat
maintenance dan pengawasan kualitas memerlukan
penanganan yang baik. Pada kondisi ini dibutuhkan
kebijakan yang efektif dalam strategi produksi khususnya
yang menyangkut maintenance atau quality control.
Perputaran kondisi peralatan membutuhkan kapasitas
Jurnal PROSISKO Vol. 2 No. 2 September 2015 ISSN: 2406-7733
14
pengawasan yang lebih intensif, pengawasan kualitas dan
kontrol biaya.
Jumlah produksi, kualitas produksi dan pemeliharaan
mesin dalam suatu proses produksi adalah masalah yang
saling berkaitan, secara traditional ketiga masalah tersebut
sebenarnya terpisah. Masing-masing mempunyai
kebutuhan sendiri-sendiri untuk tumbuh dan berkembang
walaupun secara faktual diatas terdapat ketergantungan
satu sama lainnya. Hal tersebut dalam proses produksi
modern lebih memilih untuk menggabungkan sehingga
akan memperoleh hasil yang optimal.
Gambar 1 Pencapaian aktual productivity 2011sampai
2012 serta target KPI Production periode yang sama.
(Sumber : Laporan produksi PT XYZ Tahun 2011 sampai
2012)
Persentasi produk cacat mesin General Line sejak
tahun 2011 sampai tahun 2012 mengalami penurunan
tetapi masih diluar target yang ditetapkan. Kesenjangan
antara target dan aktual pada semester kedua tahun 2012
adalah 0,95%
Gambar 2. Pencapaian aktual reject 2011sampai 2012
serta target KPI Production periode yang sama.
(Sumber : Laporan Produksi PT XYZ Periode 2011
sampai 2012)
Oleh karena itu tingkat produktifitas dan kualitas
produk tidak hanya didasarkan pada proses produksi lagi,
akan tetapi pada kinerja mesin produksi. Agar kinerja
mesin produksi tetap dalam keadaan baik, maka perlu
dilakukan suatu pemeliharaan yang optimal, seperti
pemeliharaan pencegahan dan korektif yang terkontrol,
memadukan pemeliharaan mesin dengan bagian terkait
dalam lini produksi.
Permasalahan mesin yang dihadapi bagian General
Line PT XYZ adalah masih tingginya persentasi
downtime pada mesin GL1, GL2 dan GL3 yang tidak
terencana yang diakibatkan oleh kerusakan mesin secara
tiba-tiba, set up, change over, preparation dan quality
check. Selama tahun 2011 sampai 2012 downtime yang
disebabkan oleh tidak ada material adalah 0,35%. Dan
downtime yang disebabkan tidak ada operator adalah
tidak tercatat di laporan. Tabel berikut adalah down time
mesin periode 2011 sampai 2012. Kesenjangan antara
target dan aktual downtime pada semester kedua tahun
2012 adalah 13,51%.
Gambar 3 Grafik Pencapaian aktual down time
2011sampai 2012 serta target KPI Engineering periode
yang sama.
(Sumber : Laporan Produksi Periode 2011 sampai 2012)
Hal ini mengakibatkan jumlah output produk yang
dihasilkan kurang dari target yang telah ditetapkan yang
akhirnya shortage material di pelanggan. Akibat lain
adalah kualitas produk yang tidak sesuai dengan harapan
pelanggan akan mengakibatkan masalah di pelanggan.
Penyebab masalah-masalah diatas antara lain
kurangnya fokus dan perhatian perusahaan pada sistem
pemeliharaan mesin secara keseluruhan. PT XYZ sedang
berusaha fokus untuk meningkatkan pelayanan ke
pelanggan dengan menfokuskan pada pengiriman produk
yang tepat waktu, kualitas tinggi dan memberikan
pelayanan/service yang sesuai keinginan pelanggan.
Untuk mengatasi permasalahan mesin tersebut
diperlukan langkah-langkah untuk mendukung
meningkatkan kinerja mesin dengan jalan penerapan Total
Productive Maintenance (TPM). Hal ini sejalan dengan
beberapa penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa
dengan metode TPM dapat meningkatkan Overall
Effectiveness Equipment (OEE). Beberapa penelitian
TPM terdahulu (Almenazel, 2010, hal. 522 ; Ottosson,
2009, hal. 48; Hegde et al, 2009, hal. 32; Imani et al,
2011, hal.5) menyatakan bahwa dengan TPM akan
meningkatkan efektifitas mesin, meningkatkan
komunikasi, dan team work.
II. KAJIAN PUSTAKA
2.1 Sistem Pemeliharaan Mesin
2.1.1 Manajemen dan Pemeliharaan
Menurut Wiremen (2003, hal.60) menyebutkan
bahwa dua puluh tahun yang lalu, management executive
fokus pada peningkatan laba dalam jangka waktu yang
singkat, dengan mengorbankan fisik aset. Perusahaan
yang best practice melakukan pengembangan strategi
perencanaan, membangun kekuatan, dan kelengkapan
organisasi. Salah satu area yang menjadi perhatian
perusahaan adalah fungsi pemeliharaan/manajemen aset.
Perawatan adalah sangat penting agar perusahaan menjadi
konpetitif dalam pasar dunia.
Jika fungsi pemeliharaan menjadi faktor yang
berkontribusi dalam meningkatkan konpetitif perusahaan
agar tetap bertahan, manajemen harus mengubah cara
pandang terhadap pemeliharaan. Jika manajemen
malakukan ini, perusahaan mempunyai tim pemeliharaan
yang kuat, hal itu memberikan kontribusi terhadap
Jurnal PROSISKO Vol. 2 No. 2 September 2015 ISSN: 2406-7733
15
keuntungan. Sehingga manajemen akan fokus pada
organisasi pemeliharaan.
2.1.2 Equipment Service Level
Equipment service level adalah indikator jumlah
waktu dimana equipment available untuk pelayanan
produksi dan operasi. Jumlah equipment service level
berhubungan erat dengan biaya perawatan, dan
menentukan tipe dari pemeliharaan yang dianut.
Berdasarkan Wireman (2003, hal. 14) ada lima filosofi
pemeliharaan yaitu :
1. Reactive Maintenance.
2. Corrective Maintenance.
3. Preventive Maintenance.
4. Predictive Maintenance.
5. Maintenance Prevention.
2.2 Total Productive Maintenance (TPM)
2.2.1 Definisi TPM
Menurut Japanese Institute of Plant Engineers (JIPE)
dalam Sharma et al. (2006, hal.262) TPM didefiniskan
sebuah strategi pemeliharaan yang berbasis tim untuk
memaksimalkan efektifitas peralatan dengan menetapkan
sistem pemeliharaan produktif secara menyeluruh
meliputi seluruh peralatan mulai digunakan,
memperpanjang usia peralatan dihubungkan dengan
perencanaan, pemakaian dan perawatan serta keterlibatan
semua orang, mulai dari top eksekutif manajemen sampai
operator produksi. Hal ini menjelaskan sebuah hubungan
yang sinergi semua fungsi organisasi dan TPM
menjadikan productive maintenance melalui manajemen
motivasi dan small group activities yang suka rela. TPM
menuntut tipe struktur organiasasi yang horisontal dengan
sedikit jenjang otoritas sebagai pengganti tipe vertikal
dengan banyak tahapan otorisasi.
Pendapat Nakajima (1988) dalam Sharma et al. (2006,
hal 262) menyebutkan bahwa ada lima elemen dari
konsep TPM yaitu ;
1. TPM bertujuan untuk memaksimalkan efektifitas
peralatan
2. TPM menetapkan sebuah sistem yang sunguh-
sungguh dari pemeliharaan peralatan selama dipakai
3. TPM diimplementasikan oleh banyak departemen
dalam sebuah perusahaan
4. TPM melibatkan setiap karyawan, mulai dari top
manajemen sampai karyawan di shoop floor
5. TPM adalah sebuah strategi yang agresif fokus pada
perbaikan nyata pada fungsi dan desain peralatan
produksi.
Mengutip Nakajima (1998) dalam Sharma et al. (2006,
hal 262) kata “Total” dalam TPM mempunyai arti sebagai
berikut :
1. Total Effectiveness.
2. Total Maintenance.
3. Total Participation.
Menurut Wireman (2005, hal. 179) menyebutkan
bahwa definisi TPM adalah tidak hanya aktifitas
perawatan atau program improvement tetapi merupakan
filosofi operational dimana setiap orang dalam suatu
perusahaan mengerti bahwa prestasi kerja individu
berimbas kepada kapasitas peralatan .
Pendapat Borris ( 2006, hal. 4) definisi TPM adalah
praktek dari engineering yang baik dan sederhana. TPM
menuntut adanya solusi root-cause analysis. Baik di
lingkungan rumah sakit dan lingkungan equipment
service, keduanya mengharuskan memastikan kegagalan
tidak terulang lagi. Dan hasil yang diharapkan adalah
berimbas kepada pelanggan dan keuntungan perusahaan.
Versi TPM menerangkan bahwa cocok pada
pengembangan industri yang modern dan dapat
beradaptasi ke beberapa tipe equipment tidak hanya di
industri alat berat.
2.2.2 Tujuan TPM
Tujuan TPM untuk menghilangkan semua losses dari
pengoperation equipment hal ini untuk memastikan bahwa
overall equipment efficiency (OEE) maksimal.
Menghilangkan losses ini merupakan tanggung jawab
masing-masing departemen. Oleh karena itu TPM
merupakan filosofi operasional. Semua departemen
berdampak kepada utilization dalam penanganan
peralatan, semua bagian di program TPM .
Gambar 3. Ilustrasi dari filosofi TPM
(Sumber : Wireman (2005, hal. 180))
Ditunjukkan dalam gambar 2.1. semua departemen
harus fokus pada bagaimana berimbas pada peralatan.
Gambar ini seperti dengan ilustrasi proses Total Quality
Management (TQM), TQM fokus pada produk, tetapi
TPM fokus pada peralatan. Jika suatu perusahaan sukses
dengan metode TQM, maka biasanya sukses dengan
proses TPM.
Jika TPM adalah filosofi operasional, mempunyai
tujuan dan sasaran yang tertentu. Tujuan TPM ( disebut
juga pilar TPM) dan empat inisiatif pendukung. Tujuan
itu adalah perbaikan yang berkelanjutan dari efektifitas
peralatan. Suatu perusahaan menginginkan dan
memastikan bahwa perusahaan di dunia mempunyai
peralatan atau proses yang sama untuk poduk sejenis,
yang menghasilkan produk yang maksimal. Dengan kata
lain, kompetitor yang mempunyai low cost producer,
akan menang dan meninggalkan perusahaan pesaing
yang lain.
Sekarang Low cost producer dalam suatu kompetisi
pasar ditentukan oleh bagaimana mengatur pekerjaan dan
fokus pada mendapatkan output yang lebih banyak
dengan aset yang sama dengan kompetitor. Hal ini adalah
fokus dari filosofi TPM.
Filosofi TPM didukung oleh empat aktifitas
improvement
1. Perbaikan perawatan yang efektif dan efisiensi
2. Fokus pada pengelolaan peralatan dari awal desain
dan maintenance prevention
3. Pelatihan untuk meningkatkan kemampuan dari
personil yang terlibat
4. Melibatkan operator dalam perawatan peralatan
harian











Jurnal PROSISKO Vol. 2 No. 2 September 2015 ISSN: 2406-7733
16
2.2.3 Delapan Pilar TPM
Berdasarkan Borris (2006, hal. 7) menyatakan sekarang
TPM merupakan rangkuman dari delapan bagian yang
berbeda yang disebut dengan delapan pilar TPM. Masing-
masing pilar mempunyai tanggung jawab area yang
berbeda tetapi masing-masing area saling overlap.
Kedelapan pilar itu adalah :
1. Initial Phase Maintenance
2. Health dan Safety
3. Education and Training
4. Autonomous Maintenance
5. Planned Maintenance
6. Quality Maintenance
7. Focused Improvement
8. Support systems
Gambar 4. Delapan pilar TPM
(Sumber : Borris (2006, hal 8))
2.2.4 Tim TPM
Berdasarkan Wilson (2002,hal. 266) konsep TPM
yang paling mendasar adalah Tim TPM. Ada beberapa
tim yang ada di dalam pabrik terdiri dari operator
produksi, pemeliharaan dan engineering. Seperti
operator yang mengoperasikan mesin, set up, dan
pemeliharaan aset manufaktur di departemen atau area
(Gambar 2.3), setiap orang saling mendukung dalam
suatu perusahaan.
Tim fokus pada kondisi dan performance pabrik,
tooling, dan lingkungan kerja.
Gambar 5. Keanggotaan TPM Team
(Sumber : Wilson (2002, hal. 266))
Esensial dari Tim TPM adalah melibatkan personil
produksi dan maintenance. Kegagalan dan masalah di
pabrik serta mesin akan diidentifikasi dan dipecahkan
dengan melihat dari sisi produksi dan sisi engineering,
jika solusi praktis disetujui lalu dilaksanakan.
2.3 Overall Equipment Effectiveness (OEE)
Pendapat Wireman (2005, hal.182 ) yang dimaksud
OEE adalah benchmark untuk beberapa proses TPM. Jika
tujuan yang nyata dari TPM adalah perbaikan terus
menerus OEE, hal ini menjadikan OEE sebagai indikator
utama dalam pelaksanaan TPM. OEE merupakan
perkalian equipment availability, performanace efficiency,
dan quality rate.
Indikator OEE fleksibel karena dapat dipakai berbasis
harian, mingguan, dan bahkan bulanan. Kekuatan dari
OEE adalah indikator ini sangat diperlukan bagi suatu
perusahaan yang memulai inisiatif TPM. Kelemahan dari
OEE tidak ada, kecuali salah penerapannya. OEE
merupakan alat ukur untuk efektifitas mesin dan tidak
untuk keefektifan semua pabrik, departemen, atau
perusahaan. Perhitungan OEE aslinya dilakukan oleh
operator dan orang maintenance untuk mendata
perkembangan perbaikan dari mesin. Hal ini sulit
dilakukan di level pabrik. Agar efektif, indikator ini
harus fokus pada orientasi mesin.
Pendapat Borris (2006, hal.28) indikator TPM adalah
mengukur overall equipment effectiveness (OEE). OEE
adalah breakdown peralatan yang tidak hanya bersumber
dari losses produksi, tetapi juga berjalan di bawah
kapasitas, dan memproduksi dengan hasil yang cacat yang
berimbas negatif. Untuk memastikan suatu mesin siap
untuk dijalankan dan dapat memproduksi produk yang
sesuai standar pada hasil yang maksimal dan mesin
digunakan dalam kondisi baik. TPM mengukur ini dengan
OEE.
OEE adalah hasil dari perkalian availability, performance,
dan quality.
OEE = availability x performance x quality
(2.1)
2.3.1 Equipment Availability
Berdasarkan Borris (2006, hal.29) menyatakan
availabiliy adalah perbandingan jumlah waktu dari
peralatan dapat running menghasilkan produk yang baik
dari total dapat running. Menurut Nakajima (1988, hal 22)
availability adalah rasio operating time diluar downtime
dibagi loading time. Dalam rumus matematika sebagai
berikut :
Manajemen menyusun dan memutuskan definisi dari
istilah downtime dan membuat prosedur menghitung
down time. Hal ini harus sesuai standar industri. Akan
sangat berguna jika dapat ditelusuri secara individu, hal
ini membantu mencari akar masalah breakdown. Berapa
banyak waktu yang diperlukan untuk tes, cek, setup,
menunggu hasil, menunggu engineer, menunggu
operator, menunggu produk, menjalankan produksi,
change over, dan peralatan downtime.

















Jurnal PROSISKO Vol. 2 No. 2 September 2015 ISSN: 2406-7733
17
Bahan pemecahan masalah dimana losses datang dari
kelompok yang akan dibahas/dipecahkan. Seharusnya
performance didasarkan pada availability untuk analisis
mingguan atau total availability issue. TPM tertarik untuk
memaksimalkan produksi dan setiap orang dalam
perusahaan bertanggung jawab terhadap hal ini.
Sebuah argumen menerangkan bahwa untuk test run
quality secara rutin adalah menunjukkan kurangnya
keyakinan tentang performance mesin . Mesin tidak
handal, tidak mempercayai kehandalan mesin, atau alasan
yang lain. Tujuan TPM adalah menghindari tes yang tidak
perlu, semua masalah harus diselesaikan.
TPM adalah taknik cross-function, bukan maintenance
teknik. Merupakan kerjasama yang baik antara
maintenance dan operator produksi yang paling dekat
dengan produk. Tujuannya adalah untuk memperbaiki
total productivity dari peralatan, tidak hanya perawatan
saja. Losses dapat terjadi karena jadwal buruk atau akibat
set up dan losses tes.
Losses yang lain disebabkan oleh change over produk.
Misal change over produk A ke produk B, dipastikan
bahwa produk B dapat dijalankan di lini ini. Setelah
berhenti produk A maka mesin juga berhenti dan
menyebabkan downtime change over dari produk A ke
produk B. Untuk mengurangi down time change over
perlu adanya kerja sama antara maintenance dan operator
produksi untuk memperpendek waktu change over.
2.3.2 Performance Equipment
Jika peralatan jalan dengan output lebih rendah dari
kapasitas, itu berarti peralatan mempunayi masalah.
Peralatan jalan dengan setengah kecepatan itu berarti
sama dengan 50% downtime. Menurut Nakjima (1988, hal
23) Performance efficiency adalah perkalian dari net
operation rate dan operating speed rate. Dalam rumus
matematika adalah sebagai berikut :
2.3.3 Quality Product
Pendapat Borris (2006, hal.31) menyatakan bahwa
jika kualitas produk kurang dari 100%, berarti ada
masalah. Jika kualitas rendah/produk gagal sampai ke
pelanggan, berarti ini beresiko tidak hanya produksi turun
tetapi kehilangan pelanggan. Jika mesin gagal untuk
memproduksi barang yang sesuai standar, maka akan
sering dilakukan tes untuk menangkap kegagalan tadi.
Tujuan 100% selalu tidak bisa dicapai.
Definisi dari kualitas produk adalah rasio antara
jumlah produk yang dapat diterima dengan total jumlah
produk yang telah diproduksi (termasuk produk yang
tidak bisa diterima). Menurut Nakajima ( 1988, hal 25)
quality rate of product dalam rumus matematika sebagai
berikut :
Menurut McKone et al. (1996) dalam Wakjina dan
Singh (2012, hal.29) menyebutkan TPM standar adalah
sebagai berikut :
- Availability > 90 %
- Performance Efficiency > 95 %
- Quality Product > 99 %
Sehingga OEE yang ideal adalah > 85 % sebagai world
class performance.
2.4 Six Big Losses
Kunci obyektif TPM adalah menghilangkan atau
meminimalisasi semua losses yang berhubungan dengan
sistem manufaktur untuk meningkatkan OEE. Pada tahap
awal inisiatif TPM fokus pada menghilangkan six big
losses, dimana mengakibatkan OEE yang rendah hal ini
menurut Gupta et al.,2001 dalam Ahuja dan Khamba
(2008, hal. 724). Six Big losses meliputi :
1. Equipment failure
2. Set up and adjustment loss
3. Idling and minor stoppage
4. Reduced speed
5. Defect in process
6. Redued yield
TPM bertujuan untuk meningkatkan OEE dengan
menghilangkan akar masalah losses. Perhitungan OEE
adalah dipengaruhi oleh six major losses ( sama dengan
six big losses) seperti pada gambar dibawah ini :
Gambar 6. Six big losses
(Sumber : Ahuja dan Khamba (2008, hal.17))
Dalam Scdanibbio (2008, hal. 6) menurut Nakajima
telah mengidentifikasi enam tipe kerugian yang
berhubungan dengan peralatan, yang biasa disebut Six Big
Losses . Secara detail akan diuraikan di bawah ini.
2.4.1
Equipment Failure/Breakdwon
Kerusakan mesin/peralatan merupakan perbaikan
peralatan yang belum dijadwalkan sebelumnya dimana
waktu yang diserap oleh kerugian ini terlihat dari seberapa
besar waktu yang terbuang akibat kerusakan
peralatan/mesin produksi. Masuk dalam kategori kerugian
downtime yang menyerap sebagian waktu proses produksi
(loading time). Kerugian ini breakdown akan
mengakibatkan waktu yang terbuang sia-sia yang
mengakibatkan kerugian bagi perusahaan akibat
berkurangnya volume produksi.
2.4.2
Set up
and
Adjustment
Loss
Set up and adjustment losses merupakan waktu yang
terserap untuk pemasangan, penyetelan dan penyesuaian
parameter mesin untuk mendapatkan spesifikasi yang
diinginkan pada saat pertama kali mulai memproduksi
komponen tertentu. Juga waktu yang dibutuhkan untuk
kegiatan-kegiatan mengganti suatu jenis produk ke jenis
produk berikutnya untuk produksi selanjutnya. Dengan
kata lain total yang dibutuhkan mesin tidak berproduksi
Jurnal PROSISKO Vol. 2 No. 2 September 2015 ISSN: 2406-7733
18
guna menganti peralatan (dies) bagi jenis produk
berikutnya sampai dihasilkan produk yang sesuai untuk
proses selanjutnya.
2.4
.3 Idling and Minor Stoppages (Kerugian Karena
Beroperasi Tanpa Beban Maupun Karena Berhenti
Sesaat)
Idling adalah peralatan beroperasi tanpa menghasilkan
produk atau dengan kata lain memproses udara. Kerugian
idling karena beroperasi tanpa beban dan peralatan/mesin
beroperasi tanpa menghasilkan produk. Minor stoppages
losses adalah peralatan berhenti sesaat muncul jika faktor
eksternal mengakibatkan peralatan/mesin berhenti
berulang-ulang.
Idling and minor stoppages merupakan kerugian
akibat berhentinya peralatan karena terlambatnya pasokan
material atau tidak adanya operator walaupun WIP
tersedia. Masalah-masalah ini sering diabaikan sebagai
penghapusan produk yang tidak dikehendaki sesuai
masalah yang dihadapi, sehingga zero idling and minor
stoppages menjadi tujuan utamanya. Kedua kerugian ini
merupakan bagian yang menyumbang terhadap speed
looses.
2.4.4
Reduced
Speed
Reduced speed merupakan kerugian yang terjadi
akibat peralatan yang dioperasikan di bawah standar
kecepatan. Merupakan perbedaan antara desain speed
dengan aktual operating speed. Alasan bagi perbedaan
dalam hal kecepatan dapat menjadi masalah-masalah
mekanikal, elektrikal, atau masalah-masalah kualitas.
Menurunnya kecepatan produksi timbul jika kecepatan
operasi aktual lebih kecil daripada kecepatan mesin yang
telah dirancang beroperasi dalam kecepatan normal.
Menurunnya kecepatan produksi antara lain disebabkan
oleh:
a. Kecepatan mesin yang dirancang tidak dapat dicapai
karena berubahnya jenis produk atau material yang
tidak sesuai dengan peralatan/mesin yang digunakan
b. Kecepatan produksi peralatan/mesin menurun akibat
operator tidak mengetahui berapa
kecepatan normal peralatan/mesin yang sesungguhnya
c. Kecepatan produksi sengaja dikurangi untuk
mencegah timbulnya masalah pada peralatan/mesin
dan kualitas produk yang dihasilkan jika diproduksi
pada kecepatan produksi yang lebih tinggi.
2.4.5 Defect in Process
(Kerugian
k
arena
Produk
Cacat
maupun
karena
Kerja
Produk
Diproses
Ulang)
Defect in process adalah waktu yang terbuang untuk
menghasilkan produk cacat, serta produk cacat yang
dihasilkan akan mengakibatkan kerugian material,
mengurangi jumlah produksi, limbah produksi meningkat,
dan biaya untuk pengerjaan ulang. Kerugian akibat
pengerjaan ulang termasuk biaya tenaga kerja dan waktu
yang dibutuhkan untuk mengolah dan mengerjakan
kembali ataupun memperbaiki cacat produk. Jumlahnya
hanya sedikit akan tetapi kondisi seperti ini bisa
menimbulkan masalah yang semakin besar.
2.4.6 Reduced
Yield
(Kerugian
pada
Awal
Waktu
Produksi
hingga
M
encapai
Kondisi
P
roduksi
yang
Stabil)
Reduced yieled adalah kerugian material yang timbul
selama waktu yang dibutuhkan oleh peralatan/mesin
untuk menghasilkan produk baru dengan kualitas produk
yang telah diharapkan. Kerugian yang timbul tergantung
pada faktor-faktor seperti keadaan operasi yang tidak
stabil, tidak tepatnya penanganan, dan pemasangan
peralatan/mesin, cetakan (dies), ataupun operator tidak
mengerti dengan kegiatan proses produksi yang
dilakukan.
Menurut Davis dalam buku yang ditulis Wilson (2002,
hal. 364) menerangkan bahwa pemaksimalan efektifitas
peralatan berarti sarana terbaik untuk mengembalikan
capital aset dari bisnisnya. Untuk meningkatkan
efektifitas mesin dan peralatan yang digunakan harus
diukur dan mengurangi losses selama mesin beroperasi.
TPM dapat menghilangkan six big losses, hal ini yang
menjadi fokus TPM.
2.5 Teknik-Teknik Perbaikan Kualitas
Dalam buku karangan Goetsch dan Davis (2013,hal.
245) menyatakan bahwa karyawan dalam suatu organisasi
di departemen manapun, karyawan dapat menggunakan
beberapa teknik perbaikan kualitas yang menguntungkan
dan perusahaan akan dapat bertahan dengan
menggunakan teknik teknik tadi. Dalam implementasi
teknik teknik kualitas tadi antara karyawan dan
manajemen melakukan cross-function.
Teknik-teknik dasar kualitas yang dapat digunakan
anatara lain Pareto Diagram, Diagram Sebab Akibat
(Cause and Effect Diagram), lembar pengecekan (Check
Sheet), Histogram, Diagram penyebaran (Scatter
Diagram), Diagram alur (Run Chart, dan peta
pengendali (control chart), dan analisis kemampuan
proses. Akan tetapi yang akan diuraikan dalam tinjauan
pustaka ini tidak semua, hanya yang berhubungan dengan
bahasan yang akan dibahas, diantaranya teknik yang
digunakan yaitu pareto diagram dan diagram sebab
akibat (cause and effect diagram). Dimana teknik tersebut
mempunyai kegunaan yang dapat berdiri sendiri maupun
saling membantu antar satu teknik yang lain.
2.5.1 Pareto Diagram
Pareto diagram pertama diperkenalkan oleh seorang
ahli ekonomi Italia yaitu Alfredo Pareto (1848-1923).
Pareto Diagram adalah suatu gambar yang mengurutkan
klasifikasi data dari kiri ke kanan dari yang terbesar
hingga yang terkecil. Hal ini membantu pemecahan
masalah yang paling penting untuk segera diselesaikan
(rangking tertinggi) dan hingga masalah yang tidak perlu
diselesaikan (rangking terendah). Pareto Diagram juga
dapat mengidentifikasi masalah yang paling penting usaha
dari perbaikan kualitas dan memberikan petunjuk dalam
prioritas mengalokasikan sumber daya untuk
menyelesaikan masalah.
Jurnal PROSISKO Vol. 2 No. 2 September 2015 ISSN: 2406-7733
19
Gambar 7. Pareto Diagram
(Sumber : Goetsch dan Davis (2013,hal. 246))
Pareto diagram juga dapat juga dapat digunakan
untuk membandingkan kondisi proses, misal
ketidaksesuaian proses sebelum dan sesudah dilakukan
tindakan perbaikan terhadap proses. Prinsip pareto adalah
rumus 20:80, yaitu 20% dari masalah kualitas
menyebabkan kerugian sebesar 80%.
Penggunaan pareto diagram merupakan proses yang
tidak pernah berakhir misalnya dari gambar di atas, maka
target perbaikan adalah masalah A. Jika program
perbaikan berhasil maka di masa mendatang yang
menjadi target perbaikan adalah masalah B. Demikian
selanjutnya ke C, D dan seterusnya sehingga perbaikan
dilakukan secara menyeluruh.
2.5.2 Cause and Effect Diagram
Cause and effect diagram disebut juga diagram sebab
akibat dikembangkan oleh Dr Kaoru Ishikawa pada tahun
1943, sehingga sering disebut dengan diagram Ishikawa.
Diagram Ishikawa menggambarkan garis dan simbol-
simbol yang menunjukkan hubungan antara akibat dan
penyebab suatu masalah. Diagram tersebut memang
digunakan untuk mengetahui akibat dari suatu masalah
untuk selanjutnya diambil tindakan perbaikan. Dari akibat
tersebut kemudian dicari beberapa kemungkinan
penyebabnya. Penyebab masalah ini berasal dari berbagai
sumber misalnya, manusia, material, mesin, metode,
lingkungan dan pengukuran.
Dari beberapa penyebab diatas dapat diturunkan
menjadi beberapa sumber yang lebih kecil dan mendetail,
misalnya dari manusia dapat diturunkan menjadi
kepedulian, kecakapan, ketelitian dan pendidikan. Untuk
mencari berbagai penyebab tersebut dapat ditempuh
dengan brainstorming dengan melibatkan seluruh bagian
yang terlibat di proses tersebut. Untuk mencari akar
penyebab masalah menggunakan teknik menanyakan
masalah sebanyak lima kali yang biasa disebut five way.
Selain digunakan untuk mencari penyebab utama
masalah, diagram sebab akibat juga dapat digunakan
untuk mencari penyebab minor yang merupakan bagian
dari penyebab utama.
III. METODOLOGI PENELITIAN
Secara rinci tujuan penelitian dengan judul Usulan
Penerapan TPM dalam rangka Peningkatan Efektifitas
Mesin dengan OEE sebagai Alat Ukur di PT XYZ
adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui dan menganalisis sampai sejauh
mana perawatan mesin yang dilakukan sekarang
dengan tingkat efektivitas mesin yang diharapkan PT
XYZ.
2. Untuk mengetahui dan mengolah beberapa faktor
yang mempengaruhi OEE dengan menggunakaan
perhitungan dan analisis six big losses
3. Untuk mengetahui akar masalah yang sebenarnya
yang terjadi di General Line.
4. Sebagai pedoman manajemen untuk mengarahkan
seluruh organisasi yang ada di PT XYZ ke arah
peningkatan OEE dengan penerapan TPM agar
mampu bersaing, bertahan dan berkembang.
3.1 Variabel Penelitian
Menurut Sugiyono (2007, hal. 33) hubungan antara
satu variabel dengan variabel lain dalam penelitian dibagi
menjadi :
1. Variable Independent (variabel bebas) adalah variabel
yang mempengaruhi variabel lain (Variable
dependent). Variable independent dalam penelitian ini
adalah Availability rate, Performance rate dan Quality
rate.
2. Variable Dependent (variabel tergantung) merupakan
variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain (Variable
independent). Variable Dependent dalam penelitian
ini adalah Overall Equipment Effectiveness (OEE).
3.4 Perumusan Masalah dan Menentukan Tujuan
Penelitian
Tahapan penelitian selanjutnya adalah identifikasi
masalah. Masalah yang ditemui selanjutnya diidentifikasi
untuk dikaji alternatif penyelesaiannya. Masalah yang
akan dibahas adalah cara meningkatkan efektifitas mesin.
Hal ini dilakukan dengan mengidentifikasi faktor-faktor
yang menyebabkan kegagalan mesin tersebut serta
memberikan usulan sebagai langkah awal penerapan TPM
pada PT XYZ. Setelah Perumusan Masalah lalu tahapan
penelitian adalah menentukan pernyataan tujuan
penelitian.
3.6 Metode Pengumpulan Data
Menurut Tika (2006, hal. 57) menyatakan data
penelitian dikumpulkan terdiri dari data primer dan data
sekunder.
Metode yang digunakan dalam proses pengumpulan
data penelitian adalah sebagai berikut :
1. Metode pengumpulan data melalu laporan Depatemen
Produksi, Engineering (Maintenance), dan QA serta
PPIC.
2. Observasi atau pengamatan, dilakukan untuk
mendapatkan data-data yang berkaitan dengan waktu
down time mesin rusak, set up, kekosongan yang
terjadi, dan beberapa hal lainnya yang berkaitan
dengan peralatan/mesin yang dipergunakan dalam
proses produksi. Penelitian dilakukan dengan cara
mengamati dan meneliti kondisi mesin yang ada di
lokasi penelitian secara langsung melalui parameter
yang tersedia.
3. Wawancara, pada penelitian ini wawancara dilakukan
kepada Operational Head, Engineering/Maintenance,
QA serta PPIC untuk memperoleh data primer
mengenai praktek pelaksanaan program
pemeliharaaan dan data detail lainnya yang berkenaan
Jurnal PROSISKO Vol. 2 No. 2 September 2015 ISSN: 2406-7733
20
dengan pelaksanaan kebijakan-kebijakan perusahaan
dalam bidang operational.
3.7 Pengolahan dan Analisis Data
Tahap pengolahan data dan analisa yang dilakukan
penelitian ini adalah:
1. Perhitungan Overall Equipment Effectiveness
2. Perhitungan six big losses
3. Menganalisis data dengan menggunakan pareto
diagram.
Hasil pengolahan data digunakan untuk menganalisis
seberapa besar tingkat efektifitas penggunaan mesin
produksi dan juga untuk memperoleh penyelesaian dari
masalah masalah antara lain :
1. Analisis perhitungan OEE
2. Analisis six big losses
3. Analisis pareto diagram
4. Analisis cause and effect diagram
5. Usulan pemecahan masalah yang dilakukan
berdasarkan hasil kajian pustaka dan pengolahan
serta analisis data.
Berdasarkan hasil analisis dan uraian hasil
pengukuran Overall Equipment Effectiveness (OEE)
dapat ditarik beberapa kesimpulan. Setelah didapat
beberapa kesimpulan barulah diberi beberapa saran.
IV. DATA DAN ANALISIS
4.1.4 Proses Produksi
Dalam menjalankan proses produksi PT XYZ, bagian
General Line#3 dibagi menjadi beberapa tahap yaitu :
Gambar 9. Flow Chart Proses Produksi
(Sumber : Data sekunder yang diolah)
1. Slitting. Dalam persiapan bahan baku ini di mulai
dengan persiapan pada mesin slitter. Bahan baku
tinplate dipotong lajur di mesin 1st operation slitter.
Dan kemudin dipotong baris di mesin 2nd operation
slitter. Kualitas yang diperhatikan adalah squareness
dari hasil potongan. Tidak ada cacat visual.
2. Welding. Proses Welding adalah dimulai dari proses
pembentukan body kaleng disebut proses forming.
Pada tahap berikutnya adalah proses welding yaitu
menyambung sisi kiri dan sisi kanan kaleng. Kualitas
yang diperhatikan di proses welding adalah
kematangan hasil welding. Tinggi kaleng harus rata
tidak tinggi sebelah.Tidak ada cacat visual.
3. Side Stripping. Proses side stripping adalah proses
pemberian lacquer pada sisi kaleng yang selesai di
welding. Tujuan side stripping adalah melindungi
kaleng dari karat. Kualitas yang diperhatikan adalah
side stripe bubble
4. Curing. Curing adalah proses pengeringan setelah
kaleng diberi side stripping. Tujuan agar kaleng sudah
kering dari side stripe masuk ke proses berikutnya.
5. Flanging & Necking. Flanging adalah proses
pembentukan bibir kaleng aerosol sisi bawah sebelum
dipasang dome (tutup bawah). Proses necking adalah
pembentukan leher sisi atas kaleng sebelum kaleng
aerosol dipasang cone (tutup atas). Kualitas yang
diperhatikan adalah cacat visual, tinggi dan lebar
flanging/necking.
6. Seaming#1. Seaming#1 adalah proses pemasangan
dome pada kaleng aerosol. Kualitas yang diperhatikan
adalah tinggi nominal, panjang seamer, tebal seamer,
body hook dan cover hook serta diameter dome.
7. Seaming#2. Seaming#2 adalah proses pemasangan
cone pada kaleng aerosol. Kualitas yang diperhatikan
adalah tinggi nominal, panjang seamer, tebal seamer,
body hook dan cover hook serta diameter cone.
8. Palletizer. Proses palletizer adalah proses pengepakan
kaleng aerosol menjadi kemasan dalam palet. Pada
saat pengepakan yang diperhatikan adalah kualitas
visual.
4.2 Data Penelitian
Data penelitian merupakan data yang dikumpulkan
untuk digunakan sebagai bahan penelitian. Data-data
tersebut terdiri dari data yang berkaitan dengan kapasitas
dan waktu beroperasi mesin. Dan data hasil produksi yang
meliputi hasil baik dan cacat.
4.2.1 Data-data berkaitan dengan Mesin
Mesin yang menjadi obyek penelitian adalah Mesin
General Line #3 dengan kapasitas produksi 4.031-8.633
kaleng/jam, biasa disebut Unit per Hour (UPH). Mesin
beroperasi 2 shift selama 6 hari per minggu.
4.2.2 Data-data waktu berkaitan dengan proses
produksi
Data waktu yang diperlukan untuk analisa efektifitas
peralatan/mesin berkaitan dengan produksi yaitu waktu
terjadinya kerusakan peralatan/mesin, waktu yang
diperlukan untuk melakukan setting dan change over dari
periode Januari sampai Desember 2013.
Beberapa Faktor yang menyebabkan downtime mesin
pada mesin General Line #3 pada tahun 2013 adalah :
1. Mechanical Breakdown (MBD), yaitu waktu yang
dipakai untuk perbaikan karena adanya kegagalan
komponen mechanical mesin. Biasanya ini terjadi
karena mesin mengalami kegagalan ketika sedang
beroperasi.
2. Electrical Breakdown (EBD), yaitu waktu yang
dipakai untuk perbaikan karena adanya kegagalan
komponen electrical mesin.
3. Set up adalah set parameter proses untuk mulai
running mesin di awal shift atau setelah perbaikan
mesin. Hal ini untuk memastikan bahwa spesifikasi
produk dari pelanggan telah terpenuhi. Selesai set up
mesin bisa running normal.
4. Change Over, yaitu waktu yang digunakan untuk ganti
spesifikasi produk satu ke produk yang lain.
5. Preparation & Quality Check, yaitu persiapan box,
material, palet dan lain-lain pada awal shift serta
pengecekan kualitas kaleng pada produksi pertama
kaleng yang dihasilkan.
Data aktual hasil produk dan jumlah cacat yang terjadi
dari Januari sampai Desember 2013
Tabel 1. Data Produksi Periode Januari-Desember 2013.
Jurnal PROSISKO Vol. 2 No. 2 September 2015 ISSN: 2406-7733
21
(Sumber : Data sekunder yang diolah)
4.3 Perhitungan Efektifitas Peralatan/Mesin (OEE)
Untuk menganalisis efektifitas peralatan/mesin
digunakan data berkaitan dengan proses produksi,
pemeliharaan peralatan, data jumlah produksi dan data
cacat. Selain analisis data diatas juga analisis availability
rate, analisis performance rate, dan analisis quality rate.
4.3.1 Perhitungan Availability Rate Peralatan Produksi
Availability rate menunjukkan tingkatan ketersediaan
atau kesiapan mesin/peralatan produksi untuk digunakan
dalam proses produksi. Suatu mesin atau peralatan
produksi dengan tingkat availability rate tinggi
menunjukkan bahwa peralatan/mesin tersebut selalu
dalam kondisi siap pakai apabila sewaktu-waktu
digunakan.
Berdasarkan data-data downtime maka dapat dihitung
nilai availability rate. Dibawah ini adalah data-data
untuk menghitung availability rate pada mesin produksi
General Line #3.
Beberapa langkah yang dilakukan adalah sebagai
berikut :
1. Menentukan jumlah waktu yang tersedia dalam satu
bulan yaitu jam kerja tiap bulan dalam satuan jam.
Untuk mesin General Line #3 jam kerja tiap bulan
adalah 525 jam.
2. Menghitung waktu no schedule mesin yaitu mesin
tidak produksi karena schedule dari bagian PPIC.
3. Menghitung waktu planned maintenance yaitu waktu
yang diperlukan oleh Engineering untuk melakukan
perawatan mesin terjadwal . Untuk mesin General
Line #3 adalah 14 Jam per bulan.
4. Menghitung downtime yaitu terdiri dari mechanical
downtime, electrical downtime, set up and adjustment,
change over, persiapan dan cek kualitas.
5. Menentukan waktu operasi dengan menggunakan
rumus waktu operasi sama dengan waktu beban-
downtime losses.
6. Menghitung tingkat availability rate dengan
penjelasan seperti di atas.
Tabel 2. Analisis Rata-Rata Bulanan Availability Rate
Tahun 2013
(Sumber : Data sekunder yang diolah)
Dari perhitungan di atas didapatkan bahwa availability
rate terendah pada bulan Juli 2013 sebesar 67,78%,
availability rate tertinggi pada bulan Maret 2013 sebesar
84,88% dan rata-rata availability rate selama Januari
sampai Desember 2013 adalah 76,49%
Gambar 10. Grafik Availability Rate
4.3.2 Perhitungan Performance Rate Peralatan
Produksi
Performance rate adalah rasio kuantitas produk yang
dihasilkan dengan waktu siklus idealnya terhadap waktu
yang tersedia untuk melaksanakan proses produksi. Atau
ratio antara aktual output dengan jumlah produk yang bisa
dihasilkan.
Analisis performance rate dimaksudkan untuk
mengetahui sampai sejauh mana efisiensi peralatan/mesin
yang digunakan untuk proses produksi. Analisis ini
meliputi beberapa tahap sebagai berikut.
1. Menghitung waktu cycle time (c/t) teoritis untuk
memproduksi satu kaleng yaitu C/T 0.417 detik untuk
tinggi kaleng 104 mm dan C/T 0,893 detik untuk
tinggi kaleng 276 mm. Cycle time di General Line #3
berkisar antara 0,417 detik sampai 0,893 detik.
2. Menghitung jumlah produksi untuk tiap periode (
bulan Januari sampai Desember 2013)
3. Menghitung waktu operasi rata-rata dari mesin
General Line #3 yang digunakan dalam proses
produksi.
4. Menganalisis performance rate untuk masing masing
periode dengan menggunakan data di bawah ini.
Tabel 3. Analisis Rata-Rata Bulanan Performance Rate
Tahun 2013
(Sumber : Data sekunder yang diolah)
Dari data tersebut di atas performance rate terendah
berada pada buan Mei 2013 aitu 84,31%. Performance
rate tertinggi pada bulan Januari 2013 adalah 89,50%.
Dan rata-rata performance rate pada periode Januari-
sampai Desember 2013 adalah 86,55%.
Month
Production
Output (pcs)
Yield losses (
pcs)
Rework &
Reject (pcs)
Good Product
(pcs)
Jan 923,024 551 6,277 916,196
Feb 310,603 131 1,688 308,784
Mar 944,534 630 5,957 937,947
Apr 1,142,619 758 9,606 1,132,255
May 1,059,538 785 10,649 1,048,104
Jun 1,369,042 965 13,846 1,354,231
Jul 1,361,849 969 13,883 1,346,997
Aug 1,073,033 510 19,642 1,052,881
Sept 1,017,505 740 13,763 1,003,002
Oct 1,045,041 858 17,784 1,026,399
Nov 934,317 676 12,888 920,753
Dec 994,372 779 10,327 983,266
Total 12,175,477 8,352 136,310 12,030,815
MBD EBD Set up
Change
over
Preparation &
Quality Check
Jan 525 267.60 14 243.40 0.00 0.00 9.75 11.25 17.00 205.40 84.39
Feb 525 454.75 14 56.25 0.00 0.00 2.00 1.00 5.75 47.50 84.44
Mar 525 259.65 14 251.35 0.00 1.75 14.50 11.00 10.75 213.35 84.88
Apr 525 167.00 14 344.00 10.25 6.50 27.50 11.75 22.50 265.50 77.18
May 525 182.00 14 329.00 19.75 0.00 36.00 16.00 27.25 230.00 69.91
Jun 525 94.75 14 416.25 4.00 12.00 49.70 16.50 32.75 301.30 72.38
Jul 525 83.50 14 427.50 7.00 1.75 64.25 20.00 44.75 289.75 67.78
Aug 525 232.25 14 278.75 0.00 0.00 14.50 13.00 33.00 218.25 78.30
Sept 525 233.00 14 278.00 2.25 1.00 16.50 17.00 21.50 219.75 79.05
Oct 525 204.00 14 307.00 2.00 2.00 26.50 17.25 26.00 233.25 75.98
Nov 525 231.00 14 280.00 6.50 6.75 23.00 14.00 20.00 209.75 74.91
Dec 525 220.70 14 290.30 8.75 3.25 37.00 17.00 24.95 199.35 68.67
Average 76.49
Operating
time (hour)
Availability
rate (%)
Month
Total
(hour)
No
Schedule
(hour)
Planned
Maintenance
(hour)
Loading
Time
(hour)
Down Time (hour)
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sept Oct Nov Dec
Availability rate (%) 84,39 84,44 84,88 77,18 69,91 72,38 67,78 78,30 79,05 75,98 74,91 68,67
55,00
60,00
65,00
70,00
75,00
80,00
85,00
90,00
95,00
Availability (%)
Availability rate (%) General Line #3 Tahun 2013









Month
Cycle
Time
(second)
Production
Output (pcs)
Operating Time
(hour)
Performance
Rate (%)
Jan 0.717 923,024 205.40 89.50
Feb 0.466 310,603 46.50 86.46
Mar 0.705 944,534 213.35 86.70
Apr 0.728 1,142,619 265.00 87.19
May 0.663 1,059,538 230.10 84.80
Jun 0.668 1,369,042 301.30 84.31
Jul 0.655 1,361,849 289.75 85.52
Aug 0.636 1,073,033 218.25 86.86
Sept 0.674 1,017,505 219.75 86.69
Oct 0.698 1,045,041 233.25 86.87
Nov 0.697 934,317 209.00 86.55
Dec 0.629 994,372 199.35 87.09
Average 86.55
Jurnal PROSISKO Vol. 2 No. 2 September 2015 ISSN: 2406-7733
22
Gambar 11 Grafik Performance Rate
4.3.3 Perhitungan Quality Rate Peralatan Produksi
Quality rate adalah rasio yang menunjukkan
kemampuan peralatan dalam menghasilkan produk yang
sesuai dengan standar yang ditetapkan sebelumnya.
Berdasarkan data laporan produksi losses maka dapat
dihitung nilai quality rate. Di bawah ini adalah formula
untuk menghitung nilai quality rate pada mesin General
Line#3
Dari hasil perhitungan di Tabel 4.5 terlihat bahwa
tingkat mutu produk kaleng pada PT XYZ rata-rata pada
angka 98,85% ( dengan menggunakan mesin General
Line #3). Quality rate terendah terjadi pada bulan Agustus
2013 yaitu sebesar 98,12% dan quality rate terbaik adalah
bulan Februari 2013 yaitu 99,41%.
Tabel 4. Analisa Rata-Rata Bulanan Quality Rate Tahun
2013
(Sumber : Data sekunder yang diolah)
Grafik quality rate menggambarkan kualitas selama
tahun 2013, dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Grafik Quality Rate
Tiga tahap analisis yaitu analisis availability rate,
performance rate, dan quality rate telah dilalui, tahap
berikutnya adalah menghitung besarnya efektifitas
peralatan produksi tiap periode dari mesin General Line
#3 dengan rumus sebagai berikut :
OEE = availability rate x performance rate x quality rate
Tabel 5. Hasil Perhitungan Rata-Rata Bulanan OEE
Tahun 2013
(Sumber : Data sekunder yang diolah)
Dari perhitungan OEE pada Tabel 5. didapatkan
sebagai berikut :
1. Hasil perhitungan nilai OEE tertinggi pada bulan
Januari 2013 sebesar 74,97% ini dipengaruhi oleh
nilai availability rate 84,39%, performance rate
89,50% dan quality rate 99,26%
2. Sebaliknya perhitungan nilai OEE terendah terjadi
pada bulan Juli 2013 sebesar 57,33%, hal ini
dipengaruhi oleh availability rate 67,78%,
performance rate 85,52% dan quality rate 98,91%.
3. Rata-rata OEE selama periode Januari sampai
Desember 2013 adalah sebagai berikut 65.43%, hal ini
dipengaruhi oleh rata-rata availability rate 76.49%,
performance rate 86,55% dan quality rate 98,85%.
4. Dari data analisis OEE dapat disimpulkan bahwa nilai
OEE pada General Line#3 dapat dikategorikan dalam
kondisi kurang memenuhi standar world class
manufacturing. Nilai OEE perusahaan bisa dikatakan
world class manufacturing dengan kriteria sebagai
berikut : availabiltiy rate lebih besar dari 90%,
performance rate lebih besar dari 95%, quality rate
lebih besar dari 99% dan OEE lebih besar dari 85%.
Gambar 13. Grafik Overall Equipment Effectiveness
4.4 Perhitungan Six Big Losses
TPM bertujuan untuk meningkatkan OEE dengan
menghilangkan akar masalah losses. Perhitungan
besarnya persentase six big losses seperti pada uraian
detail dibawah ini.
4.4.1
Equipment Failure / Breakdown
Besarnya persentase efektifitas mesin yang hilang
akibat equipment failure dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut :
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sept Oct Nov Dec
Performance Rate (%) 89,50 86,46 86,70 87,19 84,80 84,31 85,52 86,86 86,69 86,87 86,55 87,09
81,00
82,00
83,00
84,00
85,00
86,00
87,00
88,00
89,00
90,00
Performance (%)
Performance Rate (%) General Line #3 Tahun 2013


Month
Production
Output (pcs)
Yield losses (
pcs)
Rework &
Reject (pcs)
Good Product
(pcs)
Quality
rate (%)
Jan 923,024 551 6,277 916,196 99.26
Feb 310,603 131 1,688 308,784 99.41
Mar 944,534 630 5,957 937,947 99.30
Apr 1,142,619 758 9,606 1,132,255 99.09
May 1,059,538 785 10,649 1,048,104 98.92
Jun 1,369,042 965 13,846 1,354,231 98.92
Jul 1,361,849 969 13,883 1,346,997 98.91
Aug 1,073,033 510 19,642 1,052,881 98.12
Sept 1,017,505 740 13,763 1,003,002 98.57
Oct 1,045,041 858 17,784 1,026,399 98.22
Nov 934,317 676 12,888 920,753 98.55
Dec 994,372 779 10,327 983,266 98.88
Average 98.85
Mon th
Prod uctio n
Out put (p cs)
Yield loss es
(pcs )
Goo d Pro duct
(pcs )
Qua lity ra te (% )
Jan 92 3,0 24 551 6,277 916,196 9 9.16
Feb 31 0,6 03 131 1,688 308,784 99.4 5
Mar 9 44, 534 630 5,957 937,947 98. 73
Apr 1 ,142 ,61 9 758 9,606 1,132,255 98. 82
May 1 ,05 9,53 8 785 10,649 1,048,104 98. 55
Jun 1, 369 ,042 965 13,846 1,354,231 9 8.56
Jul 1, 361 ,849 969 13,883 1,346,997 98 .61
Aug 1 ,073 ,03 3 510 19,642 1,052,881 97 .43
Sept 1 ,01 7,50 5 740 13,763 1,003,002 9 8.22
Oct 1, 045 ,041 858 17,784 1,026,399 97.93
Nov 9 34,3 17 676 12,888 920,753 98.3 7
Dec 9 94,3 72 779 10,327 983,266 98.7 0
Tota l 12, 175 ,477 8,35 2 136,310 12,030,815 98.5 4
* Qu ality rate (%) d ihitu ng be rdasa rkan data haria n ,
deta il perh itunga n ada di La mpira n 1 sa mpai 12
Rew ork & Rejec t
(pcs )
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sept Oct Nov Dec
Quality rate 99,26 99,41 99,30 99,09 98,92 98,92 98,91 98,12 98,57 98 ,22 98,55 98,88
97,00
97,50
98,00
98,50
99,00
99,50
100,00
Quality (%)
Quality Rate (%) General Line #3 Tahun 2013
Month
Availabilit
y rate (%)
Performa
nce Rate
(%)
Quality
rate (%)
OEE (%)
Jan 84.39 89.50 99.26 74.97
Feb 84.44 86.46 99.41 72.59
Mar 84.88 86.70 99.30 73.08
Apr 77.18 87.19 99.09 66.69
May 69.91 84.80 98.92 58.64
Jun 72.38 84.31 98.92 60.37
Jul 67.78 85.52 98.91 57.33
Aug 78.30 86.86 98.12 66.73
Sept 79.05 86.69 98.57 67.55
Oct 75.98 86.87 98.22 64.82
Nov 74.91 86.55 98.55 63.90
Dec 68.67 87.09 98.88 59.14
Average 76.49 86.55 98.85 65.43
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sept Oct Nov Dec
OEE (%) 74,97 72,59 73,08 66,69 58,64 60,37 57,33 66,73 67,55 64,82 63,90 59,14
45,00
50,00
55,00
60,00
65,00
70,00
75,00
80,00
OEE (%)
OEE (%) General Line #3 Tahun 2013
Jurnal PROSISKO Vol. 2 No. 2 September 2015 ISSN: 2406-7733
23
Equipment failure tertinggi terjadi pada bulan Mei
2013 sebesar 6,00%. Equipment failure terendah terjadi
pada bulan Januari, Februari dan Agustus 2013 adalah
sebesar 0%, dan rata-rata equipment failure selama
periode tahun 2013 adalah sebesar 2,40%.
4.4.2
Set up
and
Adjustment
Loss
Besarnya persentase Downtime Set up and
Adjustment loss adalah sebagai berikut:
PT XYZ dalam laporan bulanan menyebutkan change
over adalah waktu yang digunakan untuk mengganti atau
penyesuaian peralatan (dies) bagi jenis produk berikutnya
sampai dihasilkan produk yang sesuai untuk proses
selanjutnya.
Persentase Set up and adjustement lossses tertinggi
terjadi pada bulan Juli 2013 adalah sebesar 30,18%. Set
up and adjustment terendah terjadi pada bulan Maret
adalah sebesar 14,42%. Dan rata-rata set up and
adjustment selama tahun 2013 adalah sebesar 21,11%.
4.4
.3 Idling and Minor Stoppages
Idle and minor stoppages pada mesin Genral Line #3
selama tahun 2013 adalah 0%. Tidak ada catatan
downtime terhadap material shortage/delay dan masalah
operator.
4.4.4
Reduced
Speed
Besarnya persentase Reduced speed losses dapat dihitung
dengan rumus sebagai berikut :
4.4.5 Process
Defect
Losses
Untuk mengetahui besarnya persentase rework and defect
losses dapat digunakan sebagai berikut :
4.4.6 Reduced
Yield
Agar efektifitas peralatan maksimal berarti sarana
terbaik untuk mengembalikan capital aset dari bisnis.
Untuk meningkatkan efektifitas mesin dan peralatan yang
digunakan harus diukur dan mengurangi losses selama
mesin beroperasi. TPM dapat menghilangkan six big
losses hal ini yang menjadi fokus. Di bawah ini adalah
resume six big losses di General Line #3
4.5 Pareto Diagram
Dari data six big losses dibuat pareto diagram untuk
mementukan skala prioritas perbaikan di Genral Line #3.
Bahwa persentase terbesar six big losses pada kategori
set up & adjustment losses sebesar 62,84%, kemudian
kategori reduced speed losses sebesar 29,18%, equipment
failure losses 7.76%, rework & reject losses sebesar
0,21% dan reduced yield sebesar 0.01% terakhir idle &
minor stoppage sebesar 0%. Setelah dibuat tabel
persentase kumulatif kemudian dibuat pareto diagram
seperti di bawah ini.
Gambar 14. Pareto Diagram Six big Losses
Pada gambar 14 tersebut menggambarkan bahwa
persentase kumulatif > 80% pada six big losses adalah
kategori set up & adjustment losses sebesar 62,84% dan
reduced speed losses sebesar 29,18%.
Berdasarkan pareto diagram dari six big losses, kedua
losses di atas menjadi perhatian dan fokus pada
improvement di PT XYZ dan akan dilakukan pemecahan
masalah pada bagian pembahasan.
V. PEMBAHASAN
5.1 Temuan Utama
Temuan utama pada penelitian ini adalah meliputi
temuan OEE dan six big losses yang akan dijelaskan di
bawah ini.
Pertama, rata-rata OEE mesin General Line#3 selama
periode Januari sampai Desember 2013 adalah kurang
lebih 65%. OEE terendah pada bulan Juli sekitar 57% dan
tertinggi pada bulan Januari sebesar 75%. Besarnya
availability, performance dan quality product rate
sebanding dengan tinggi dan rendah OEE selama tahun
2013.
Kedua, urutan persentase dari kategori yang terbesar
six big losses pada mesin General Line #3 adalah sebagai
berikut: set up and adjustment losses, reduced speed
losses, equipment failure losses, rework and reject losses,
dan reduced yield, serta idle & minor stoppages.
Analisa terhadap penyebab faktor-faktor six big losses
yang mengakibatkan rendahnya efektifitas mesin dalam
perhitungan OEE dilakukan dengan menggunakan cause
and effect diagram. Analisa dilakukan akan lebih efisien
jika hanya diterapkan pada faktor-faktor six big losses
yang dominan seperti pada pareto diagram di atas 80%
yang telah dibuat yaitu set up & adjustment losses dan
reduced speed losses.Melalui diagram ini dapat diketahui
penyebab tingginya set up & adjustment losse dan
reduced speed losses tersebut secara lebih terperinci.
Analisa faktor-faktor yang berpengaruh untuk
menemukan penyebab utama six big losses perlu
dilakukan analisa kualitatif mengenai karaketeristik man,
machine, material dan method.
1. Cause and Effect Diagram untuk Set up and
Adjustment Losses
Mencari akar masalah yang sebenarnya yang terjadi di
General Line#3 dengan analisa cause and effect diagram
untuk set up and adjustment losses. Semua waktu set up
and adjustment adalah waktu penyesuaian dan juga waktu
yang digunakan untuk kegiatan-kegiatan mengganti satu
jenis produk ke satu jenis produk berikutnya untuk proses
produksi selanjutnya. Menggunakan teknik pertanyaan 5
Why adalah seperti di bawah ini.
1. Man (Manusia ). Kurangnya skill dan kompetensi
operator terhadap mesin dan peralatan ketika set up
and adjustment.
Jurnal PROSISKO Vol. 2 No. 2 September 2015 ISSN: 2406-7733
24
a. Mengapa skill dan kompetensi operator kurang?
Karena pelatihan yang dilaksanakan tidak efektif
b. Mengapa pelatihan tidak efektif ? Karena tidak ada
schedule
c. Mengapa tidak ada schedule ? Materi tidak ada
d. Mengapa materi tidak ada ? Karena materi
pelatihan yang baku belum dibuat.
2. Machine (mesin). Pengecekan parameter mesin
seamer ketika set up and adjustment relatif lama.
a. Mengapa waktu relatif lama? Banyak item tooling
yang di setting
b. Mengapa banyak item tooling yang setting ?
Tooling tidak standar
c. Mengapa tooling tidak standar? Karena persediaan
suku cadang tooling tidak ada
d. Mengapa tooling tidak ada stock? Karena import
memerlukan waktu yang relative lama.
Ketika set up and adjustment mesin welding sulit
untuk mendapatkan parameter yang diharapkan
a. Mengapa sulit mendapatkan parameter?
Melakukan setting saat running
b. Mengapa saat running? Antara speed rendah dan
tinggi kualitas berbeda
c. Mengapa kualitas berbeda? Mesin kurang standar
d. Mengapa kurang standar? Banyak diganti dengan
material yang berbeda dengan yang awal.
3. Material. Material dome antara satu supplier dengan
yang lain mempunyai spec kualitas yang berbeda
sehingga memerlukan perlakukan khusus saat setting
seamer
a. Mengapa spesifikasi berbeda ? Mengikuti
spesifikasi pemasok
b. Mengapa mengikuti spesifikasi pemasok ?
Memerlukan waktu relatif lama untuk developing
produk baru
c. Mengapa memerlukan waktu relatif lama ? Belum
ada drawing
d. Mengapa belum ada drawing ? Karena model baru
memerlukan proses yang reltif lama.
4. Method ( metode kerja ). Frekuensi setting dan
change over tinggi . Hal ini mengakibatkan total
waktu setting lama
a. Mengapa frekuensi setting tinggi ? Schedule
sering berubah
b. Mengapa schedule sering berubah ? Mengikuti
customer
c. Mengapa mengikuti customer ? Buffer stock tidak
ada
d. Mengapa buffer stock tidak ada ? Belum dibuat
standar
Setelah data masing-masing penyebab diketahui lalu
dilanjutkan dengan menggambar cause and effcet
diagram seperti di bawah ini.
Gambar 15. Cause and Effect Diagram untuk Set up &
Adjustment losses
2. Cause and Effect Diagram untuk Reduced speed
losses
Beberapa faktor yang memperngaruhi reduced speed
losses adalah :
1. Man ( manuasia). Semangat operator untuk
improvement mesin rendah.
a. Mengapa semangat improvement rendah ? Target
improvement belum dijadikan KPI bagi perusahaan
b. Mengapa tidak dijadikan KPI ? Belum ada
measurre sebagai acuan
c. Mengapa tidak ada acuan? Belum dilakukan kajian
d. Mengapa tidak dilakukan kajian? Belum menjadi
prioritas oleh operator maupun manajemen
2. Machine ( mesin). Berikut ini adalah faktor dari mesin
yang mempengaruhi reduced speed losses. Kaleng
macet proses necking di sehingga mesin harus
dimatikan dan jalan lagi
a. Mengapa macet ? Necking chuck kotor
b. Mengapa necking chuck kotor ? Lacquer masih
basah dari proses curing tidak sempurna
c. Mengapa proses curing tidak sempurna ? Panas
tidak merata
d. Mengapa panas tidak merata? Penyetelan suhu
dan kecepatan kurang tepat sehingga kecepatan
mesin diturunkan agar mesin running normal.
Kaleng macet di forming
a. Mengapa macet di forming ? Body blank turun
tidak rata
b. Mengapa body blank turun tidak rata ? Dudukan
body tidak sesuai
c. Mengapa dudukan body tidak sesuai ? Rumah baut
rusak
d. Mengapa rumah baut rusak ? Tidak ada baut yang
standar mesin, sehingga kecepatan mesin
diturunkan agar tidak terjadi macet.
3. Material. Material printing sheet mudah scratch
mengakibatkan mesin running dengan speed pelan
a. Mengapa mudah scratch ? Kualitas printing sheet
tidak konsisten
b. Mengapa kualitas tidak konsisten ? Sistem control
incoming yang rendah
c. Mengapa sistem incoming kontrol rendah ? CoA
dari supplier tidak dikirim
d. Mengapa tidak dikirim ? Outgoing supplier tidak
kontrol
Jurnal PROSISKO Vol. 2 No. 2 September 2015 ISSN: 2406-7733
25
4. Method (metode kerja). Jadwal Maintenance tidak
diikuti oleh Engineering
a. Mengapa tidak diikuti oleh Engineering? Operator
mesin mementingkan running
b. Mengapa mementingkan running ? Operator
mengejar target produksi
c. Mengapa mengejar target? Karena mesin sering
masalah
d. Mengapa mesin sering masalah ? Karena
perbaikan yang dilakukan sifatnya sementara,
sehingga mesin peroduksi jalan dengan kecepatan
yang tidak maksimal.
Setelah data masing-masing penyebab diketahui lalu
dilanjutkan dengan menggambar cause and effcet
diagram seperti di bawah ini.
Gambar 16. Cause and effect diagram untuk reduced
speed losses
VI. KESIMPULAN
Hasil analisa dan perhitungan nilai OEE di mesin
General Line#3 PT XYZ, dapat diambil beberapa
kesimpulan sebagai berikut :
1. Pengukuran tingkat efektifitas mesin dengan
menggunakan metode Overall Equipment
Effectiveness (OEE) di PT XYZ pada mesin General
Line#3 yang perhitungannya dimulai dari bulan
Januari sampai Desember 2013 menghasilkan nilai
rata-rata sebesar 65,43%, hal ini dipengaruhi oleh
rata-rata availability rate 76,49%, performance rate
86,55%, dan quality rate 98,85%.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi OEE dengan
analisa six big losses pada mesin General Line#3
adalah equipment failure losses 2,40%, set up and
adjustment losses 21,11%, idle and minor stoppages
0%, reduced speed losses 10,25%, rework & reject
losses 0,07%, dan reduced yield losses 0%.
3. Berdasarkan analisa pareto diagram pada mesin
General Line#3 terdapat dua hal pokok yang
menyumbang losses lebih dari 80% yaitu set up and
adjustment losses dan reduced speed losses. Akar
masalah utama yang terjadi untuk set up and
adjustment losses dan reduced speed losses
umumnya disebabkan oleh sistem pemeliharaan
mesin yang tidak sesuai.
4. PT XYZ bagian produksi General Line#3 dapat
menerapkan pelaksanaan Total Productive
Maintenance (TPM) sebagai pilot project hal ini
dilihat dari syarat-syarat yang dimiliki perusahaan
untuk menerapkan TPM. Pilar-pilar TPM yang
diusulkan adalah program Autonomous Maintenance
(AM) dan program Focused Improvement (FI).
VI. DAFTAR PUSTAKA
[1] Ahmed,T., Ali, S.M., Allama, M.M, & Parvez, M.S.
(2010). A Total Productive Maintenance (TPM)
Approach to Improve Production Efficiency and
Development of Loss Structure in a Pharmaceutical
Industry. Global Journal of Management and
Business Research, Vol. 10, Issue 2 (Ver 1.0), 186-
190.
[2] Ahuja, I.P.S., & Khamba, J.S. (2008). Total
Productice Maintenance, literature review and
direction. International journal of Quality and
Reliability Management, Vol 25, No. 7, 709-756.
[3] Almeanazel, O.T. (2010). Total Productive
Maintenance Review and Overall Equipment
Effectiveness Measurement. Jordan Journal of
Mechanical and Industrial Engineering, Vol. 4, No.
4, 517-522.
[4] Borris, S. (2006). Total Productive Maintenance.
New York : McGraw-Hill
[5] Dogra, M., Sharna, V.S., Sachdeva, A., & Dureja,
J.S. (2011). Journal of Engineering Science and
Technology, Vol. 6, No. 1, 1-16.
[6] Goetcsh, D., & Davis, S. (2013). Quality
Management for Organizational Excellence, edisi 7.
USA : Pearson Education, Inc.
[7] Hegde, H.G., Mahesh, N.S., & Doss, K. (2009).
Overall Equipment Effectiveness Improvement by
TPM and 5S Techniques in a CNC Machine
Shop.Sastech , Vol. 8, Issue 2, 25-32.
[8] Imani T.W., Priyanta D.M., Gurning R.O.S, (2010).
Implementasi Total productive Maintenance dengan
Metode Overall Equipment Effectiveness (OEE)
untuk Menentukan Maintenance Strategy pada
Mesin Tube Mill 303, Department of Marine
Engineering, ITS-Undergraduate, Surabaya.
[9] Heizer, J & Render, B. (2008). Operation
Management, edisi 9. New Jersey : Pearson
Education, Inc.
[10] Kennedy, R. (2006). Examinizing the Processes of
RCM and TPM.The Centre for TPM (Australia).
Retrieved from http://www.ctpm.org.au.
[11] Kumar, R.S. (2010). Application of Total Productive
Maintenance (TPM) in the spinning mill. Practical
Hints, PTJ July 2010, 40-41.
[12] Nakajima, S, (1988). Introduction to TPM .
Cambridge: Productivity Press, Inc.
[13] Norddin, K.H., & Saman, M.Z.M. (2012).
Implementation of Total Productive Maintenance
Concept in a Fertilizer Process Plant. Jurnal
Makanikal, No. 32, 66-82.
[14] Ottosan, D (2009), The Initiation of Total Productive
Maintenance to a pilot production line in the
German automobile industry. Master’s Thesis,
Department of Applied Physics and Mechanical
Engineering, Lulea University of Technology.
German.
[15] Scodanibbio, C. (2009). World-Class TPM How
to calculate Overall Euqipment Effectiveness (OEE).
Retrieved from http://www.scodanibbio.com.
Jurnal PROSISKO Vol. 2 No. 2 September 2015 ISSN: 2406-7733
26
[16] Shahanaghi, K., & Yazdian, S.A. (2009). Analyzing
the effect of implementation of Total Productive
Maintenance (TPM) in the manufacturing companies
: asystem dynamics approach. World Journal of
Modelling and Simulation, Vol. 5, No. 2, 120-129.
[17] Sharma, R.K., & Kumar, P. (2006). Manufacturing
Excellence through TPM implementation : a
practical analysis. Industrial Management & Data
System. Vol. 106, No.2 , 256-280.
[18] Sivakumar, D., Sapuan, S.M., Ismail, N., & Ismail,
M.Y. (2012). Application of Total Productive
Maintenance to Reduce Non-Stick on Pad Problemin
IC Packaging, International Journal of Engineering
and Science, Vol. 3, No.1, 1-19
[19] Sugiyono. (2007). Metode peneltitian Bisnis.
Bandug : Alfabeta, CV.
[20] Teeravaraprug, J., Kitiwanrong, K., & Tong, N.S.
(2011). Relationship model and supporting activities
of JIT, TQM and TPM. Songklanakarin Journal of
Science and Technology, 33 (1), 101-106.
[21] Tika, M.P. (2006). Metodologi Riset Bisnis. Jakarta
: Bumi Akasa, PT.
[22] Wakjira, M.W., & Singh, A.P.(2012). Total
Productive Maintenance : A case study in
Manufacturing Industry. Global Journal of
Researches in Engineering, Industrial Engineering,
Vol. 12, Issue 1 Version 1.0, 25-32
[23] Wilson, A. (2002). Asset Maintenance management.
New York : Industrial Press, Inc.
[24] Wireman, T. (2003). Benchmarking best practice in
maintenance management. New York : Industrial
Press, Inc.
[25] Wireman, T. (2005). Developing Performance
Indicators for Managing maintenance. New York :
Industrial Press, Inc.
... The rapid speed development of manufacturing industries demands its machines functioning every day without rest mass producing product to meet target the market quantity demand which accumulate fatigue and weariness of the operating machines in production lines [33]. Thus, to maintain the machine ideal operability level maintenance activity need to be done in certain systematic periodic time to guarantee the production activity can work continuously for the longterm prolonging its lifetime [34], [35]. ...
... OEE as a quantitative tool Key Performance Indicator (KPI) to monitor and analyse machine performance can improve the production lines performance from the bottleneck problem [38]. The key characteristics of OEE is it purpose prioritising improvement and indicate the results output of equipment to its greatest by measuring and enhancing machine reliability that have direct impact to products quality and transitioning overall improvements [33], [39]. ...
Article
Full-text available
One of the factors that requires more attention for the success of an industry is a smooth production process. PT XYZ is a company engaged in urea fertiliser and other chemical components. In its production process, the company needs steam as a primary resource, which is used both as a raw material for production and as an energy source. The problem the company faced during production is boiler downtime, resulting the lack of steam production generated. This study aims to calculate the boiler's effectiveness level using Overall Equipment Effectiveness (OEE) and to identify the risks of failure that occur in the boiler using Failure Mode and Effects Analysis (FMEA). Additionally, this study identifies the implementation of Total Productive Maintenance (TPM) within the company. Based on the OEE calculations, the boiler's effectiveness rate stands at 79.26%. These results indicate that the boiler's effectiveness has not met the international standards. The FMEA analysis reveals eight critical risks in the boiler, categorised as top priorities for maintenance. Improvements in OEE can be achieved by implementing one of the TPM pillars, which is preventive maintenance.
... Rendahnya hasil produksi yang disebabkan oleh down time pada mesin serta sistem manajemen yang kurang baik di perusahaan sangat berpengaruh terhadap target produksi yang akan dicapai oleh perusahaan (Krisnaningsih, 2015). Sehingga terjadi penundaan pengiriman pada konsumen yang berdampak buruk pada perusahaan tersebut. ...
Article
Full-text available
Total Productive Maintenance (TPM) is a system of maintenance and repair of machines or equipment involving all divisions and employees ranging from operators to top management based on mutually agreed commitments. The methodology used in writing this thesis uses field studies, namely by making observations and direct research on machine maintenance systems at PT. SNA Medika, while the purpose of this paper is to conduct an analysis of the maintenance management system of the doomby shuttle loom machine that is applied at PT. SNA Medika and provide suggestions for improvement of the maintenance system by implementing a preventive system using the maintenance method of Total Productive Maintenance (TPM) consisting of total effectiveness variables, and calculating and analyzing the total effectiveness variables contained in the TPM system by using the TPM Index method. Implementation of the maintenance system or treatments that refer to the application of the 5R work culture are less effective. This is indicated by the still high rate of engine failure, high engine downtime, and low values of effectiveness, such as the effectiveness of machine availability (AV), production effectiveness (PE), effectiveness of quality level (RQ), and overall effectiveness of machines and equipment ( OEE). Through the analysis of the Cause and Effect diagram, it can be seen that the overall effectiveness of the machine is still 64% (not yet meeting the JIPM standard,> 85%). Therefore a production machine maintenance program is made using the TPM method, which consists of maintenance by the operator and the formation of small group activities (AKK).
... Dengan adanya kegiatan teratur dalam merawat mesin, ini akan membantu perusahaan meningkatkan hasil produksinya, karena mesin selalu dalam kondisi optimal [5]. Namun, kondisi teratur dan lancar pada kegiatan produksi tersebut tidak lepas dari campur tangan pihak pemangku kebijakan perusahaan dalam melakukan pengelolaan sumber daya perusahaan [6]. p-ISSN : 2528-3561 e-ISSN : Cara yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan mesin adalah dengan melakukan pengukuran kinerjanya. ...
Article
Full-text available
In this day and age, all business sectors are experiencing development, including manufacturing. From this, the competition between companies becomes very tight and each tries to maintain its existence in the eyes of consumers. One way to remain competitive is to maintain productivity by maximizing existing resources such as equipment or machinery. The purpose of this research is to analyze the level of effectiveness and efficiency of the machines used in PT. Kujang Fertilizer Plant 1B. The method used in this study is the Overall Equipment Effectiveness (OEE). The data used in this study is from January to December 2021. From the results obtained, it is known that in general the OEE value obtained is above the world standard by 85%. However, there is still 1 data that is below the world standard so that further analysis needs to be done. The results of the six big losses show breakdown losses to be the highest failure with a value of 67.41%. Based on the results of fishbone analysis, the causes of low OEE values consist of humans, machines, methods, materials, and the environment. From the kaizen analysis, proposed improvements that can be made include increasing employee awareness, conducting training for employees, conducting periodic evaluations and holding a quality improvement and improvement team..Keywords: OEE, TPM, Six Bog Loses, Downtime, PT. Pupuk Kujang AbstrakPada zaman sekarang ini semua sektor bisnis mengalami perkembangan termasuk manufaktur. Dari hal tersebut, persaingan antar perusahaan menjadi sangat ketat dan tiap berusaha menjaga eksistensi nya di mata konsumen. Salah satu cara untuk tetap dapat bersaing yaitu menjaga produktivitas dengan memaksimalkan sumber daya yang ada seperti peralatan atau mesin. Tujuan peelitian ini yaitu untuk menganalisis tingkat efektivitas dan efisiensi mesin yang digunakan di PT. Pupuk Kujang Plant 1B. Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu dengan Overall Equipemnt Effectiveness (OEE). Data pada penelitian menggunakan data pada periode Januari hingga Desember 2021. Adapun pada penelitian ini hasilnya diketahui bahwa secara umum nilai OEE yang diperoleh berada diatas standar dunia dengan 85%. Namun masih ada 1 data yang berada dibawah standar dunia sehingga analisis lebih lanjut perlu dilakukan. Hasil six big loses menunjukkan breakdown losess menjadi kegagalan tertinggi dengan nilai 67,41%. Berdasarkan hasil analisis fishbone penyebab terjadinya nilai OEE yang rendah terdiri dari manusia, mesin, metode, material, dan lingkungan. Dari analisis kaizen, usulan perbaikan yang dapat dilakukan seperti peningkatan kesadaran pegawai, mengadakan pelatihan untuk karyawan, melakukan evaluasi berkala dan mengadakan tim peningkatan kualitas dan improvement.Kata Kunci: OEE, TPM, Six Big Loses, Downtime, PT. Pupuk Kujang
... Di era globalisasi ini, semua bisnis diharapkan menjadi lebih bermanfaat dengan kualitas yang baik di setiap barang atau jasa [1]. Permintaan produktif ini terjadi di semua bidang, termasuk bisnis manufaktur. ...
Article
Full-text available
The fast advancement of the business makes organizations are expected to keep on being useful with great quality. In this manner, the organization should have the option to keep up with each component connected with creation including machines. As one of the primary parts of creation, machines should be kept up with so their efficiency abilities are kept up with and work runs successfully. This study meant to break down the adequacy of welding machine execution through Total Productive Maintenance (TPM) at PT. Otson Safety Indonesia. The technique utilized is Overall Equipment Effectiveness (OEE) with three estimation pointers, in particular accessibility, execution proficiency, and nature of item. The examination was done in the period June-December 2021 which comprised of information on the quantity of creation, deficient items, margin time, and arranged free time. The outcomes got are the typical OEE worth of 58.07 with a piece of 96.56% accessible rate, 89.27%% execution rate, and 95.65% quality rate. The outcomes show that the OEE esteem is still far beneath the world norm, and from the three OEE pointers just the accessible rate is in the norm, while the exhibition rate and quality rate are underneath the norm. From these outcomes, it is important to make enhancements to expand the viability of the presentation on the welding machine.Keywords: Machinery, Productivity, TPM, Manufacturing, OEE. AbstrakPesatnya kemajuan bisnis membuat organisasi diharapkan untuk terus bermanfaat dengan kualitas yang baik. Dengan cara ini, organisasi harus memiliki pilihan untuk mengikuti setiap komponen yang terkait dengan pembuatan termasuk mesin. Sebagai salah satu bagian utama dari penciptaan, mesin harus dijaga agar kemampuan efisiensinya tetap terjaga dan pekerjaan berjalan dengan sukses. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kecukupan pengerjaan mesin las melalui Total Productive Maintenance (TPM) di PT. Otson Safety Indonesia. Teknik yang digunakan adalah Overall Equipment Effectiveness (OEE) dengan tiga petunjuk estimasi, yaitu aksesibilitas, kemampuan eksekusi, dan sifat item. Pemeriksaan dilakukan pada periode Juni-Desember 2021 yang terdiri dari informasi jumlah pembuatan, kekurangan barang, margin time, dan waktu luang yang diatur. Hasil yang didapat adalah nilai OEE biasa sebesar 58,07 dengan tingkat akses 96,56%, tingkat eksekusi 89,27%%, dan tingkat kualitas 95,65%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai OEE masih jauh di bawah norma dunia, dan dari ketiga petunjuk OEE tersebut hanya tarif yang dapat diakses yang masih dalam batas normal, sedangkan tingkat pameran dan kualitas yang berada di bawah norma. Dari hasil tersebut maka perlu dilakukan penyempurnaan untuk memperluas kelayakan penyajian pada mesin las.Kata Kunci: Mesin, Produktivitas, TPM, Manufaktur, OEE
... Influential losses are breakdown losses of 29.64% and reduced speed losses of 10.70%. 29 (Krisnaningsih, 2015) OEE approach to manufacturing OEE in this study was 65.43%. The dominant analysis of Six big losses using Pareto diagram is setup and adjustment losses of 62.84% and reduced speed losses of 29.18%. ...
Article
Full-text available
Attempts to achieve optimization of machine and equipment maintenance at manufacturing companies over the years have encountered a multitude of problems. Due to equipment losses such as setup and adjustment, minor stops and delays, defective products due to equipment, reduced engine speed, and reduced output has influenced their desire to reach world class manufacturing levels. This paper discusses a large part of the TPM approach in manufacturing companies and provides an overview of the various TPM implementation practices demonstrated by manufacturing companies in the world. Based on review results of the 50 journals about TPM in industries It was found that most of the TPM implementations used the OEE parameter to see the success rate of implementing this TPM. This paper also highlights the variable approach that is most widely used by various practitioners and researchers and evaluates in detail the success factors of implementing TPM and the reasons behind the failure of implementing TPM are also discussed so as to ensure the implementation of TPM can run smoothly and effectively in manufacturing companies.
Article
Full-text available
Untuk memproduksi plastik dinbutuhkan mesin injection sebagai alat untuk proses produksi untuk mengetahui tingkat efektivitas mesin injection moulding dilakukan pengukuran menggunakan metode OEE. Metode OEE memiliki tiga faktor utama dalam OEE yaitu Avaibility, Performance Efficiency, dan Quality Product. Jika nilai OEE belum memenuhi standart nilai kelas dunia, maka dilakukan perhitungan Six Big Losses, kemudian dilakukan menggunakan fishbone diagram. Tingkat Efektivitas mesin injection moudling, dilihat berdasarkan perhitungan OEE. Rata-rata nilai OEE mesin injection moulding sebesar 63, 27%, hasil tersebut belum memenuhi standart nilai OEE kelas dunia. Hasil dari six big losses dan analisis fishbone diagram menunjukan bahwa faktor terbesar yang mempengaruhi mesin tersebut adalah Breakdown Losses dan Reduce Speed Losses.
Article
Full-text available
Mesin roll forming merupakan mesin yang di pakai untuk pembengkokan roll dari bahan baja di Mega Baja, Surabaya yang memiliki frekuensi kendala yang tinggi sehingga mengakibatkan adanya downtime pada proses produksi sehingga menjadi tidak efektif karena adanya penurunan produktivitas. Berdasarkan masalah yang ada, maka perlu adanya pengukuran efektivitas mesin untuk mengetahui penyebab dan kemudian dirumuskan menjadi usulan perbaikan. Pengukuran yang digunakan ialah dengan metode Overall Equipment Effectiveness OEE dan Fault Tree Analysis FTA serta mencari tahu nilai dari six big losses . Dalam hasil penelitian ini diperoleh nilai rata-rata OEE sebesar 61,77% yang masih di bawah standar global yaitu 85%. Losses yang paling berpengaruh terdapat pada reduced speed losses dengan presentase rata-rata 33,20% dan total nilai presentase 199,19%, total time losses 19.460,88 menit dengan rata-rata 3.243,48 menit. Idling and minor stoppage losses nilai presentase rata-rata 4,88% dengan total presentase 29,26%, total time losses 2.820,38 menit dengan rata-rata 470,06 menit. Process defect losses nilai presentase rata-rata 2,03% dengan total presentase 12,16%, total time losses 1.180,70 menit dengan rata-rata 196,78 menit. Penyebab kurangnya nilai efektivitas dipengaruhi oleh faktor mesin, manusia, dan material.
Article
Full-text available
Mesin moulding ialah mesin yang dipakai untuk membentuk permukaan kayu di PT. TFM yang memiliki frekuensi kendala yang tinggi mengakibatkan adanya downtime menjadikan proses produksi menjadi tidak efektif karena adanya penurunan produktivitas. Berdasarkan masalah yang ada, maka perlu adanya pengukuran efektivitas mesin untuk mengetahui penyebab dan kemudian diusulkan perbaikan. Pengukuran yang digunakan ialah dengan metode overall equipment effectiveness OEE dan fault tree analysis FTA serta mengetahui nilai dari six big losses. Hasil dalam penelitian ini diperoleh nilai rata-rata OEE 82% yang masih dibawah standar global yaitu 85%. Losses yang paling berpengaruh terdapat pada reduced speed losses dengan presentase rata-rata 10,8% dan total nilai presentase 64,8%, total time losses 6.315 menit dengan rata-rata 1.053 menit. Idling and minor stoppage losses nilai presentase rata-rata 4,8% dengan total presentase 29,0%, total time losses 2.453 menit dengan rata-rata 409 menit. Process defect losses nilai presentase rata-rata 2,6% dengan total presentase 15,8%, total time losses 1.532 menit dengan rata-rata 255 menit. Penyebab kurangnya nilai efektivitas dipengaruhi oleh faktor mesin, manusia, dan material.
Article
The purpose of this research is to increase the Avaibility rate, Performance rate and OEE value on pipe extruder line 9 at PT. Wahana Tunas Utama Rucika which is engaged in manufacturing PVC pipe products (Poly Vinyl Clhoride). In order to increase productivity, Total Productive Maintenance (TPM) is measured by calculating OEE. The method used in solving this problem the 8 pillars of TPM with the Autonomous Maintenance (AM) method. The implementation of the TPM pillar aims to increase the knowledge, responsibility and skills of production operators related to machines, so that overall productivity will increase. AM uses a structured and documented system so that this program can run consistently. The results of the implementation of the proposed improvements showed that the Availability rate had to increase by 3.61%, the Performance rate had to increase by 3.41% and OEE had to increase by 3.25% after the proposed improvements 6 months.
Article
The manufacturing industry has a system for applying machinery, labor, equipment and raw materials to be transformed into a product that has a sale value. Production machinery and equipment are the main resources that cannot be separated from the overall resource system owned by the company. At PT. Sumber Wovens Utama production machines are used nonstop and cause a decrease in performance of these machines which include frequent breakdowns, loss of ideal speed, and poor quality. The purpose of this study is to determine the overall value of the effectiveness of the production machinery at this time, to find the root cause of the overall equipment effectiveness value is not as expected, and to provide an improvement to the cause of the low value of the overall equipment effectiveness of the non-wovens fabric production machine. The method used in this research is the Overall Equipment Effectiveness Method to calculate the level of effectiveness and productivity of production machines, Fishbone Diagrams to solve problems in projects and Analysis of 5 why to provide improvements to the level of productivity of these machines. The results showed that the average overall equipment effectiveness value for the period November 2018 - April 2019 was 83.2%, this value was still below the world class standard of 85%. Therefore, it is given an improvement over the overall equipment effectiveness value not being achieved by making regular maintenance schedules for production machines, making standard product changeover procedures, making standard parameters for each type of product and updating it every 1 month, etc. so that it gets good results, namely increases the overall equipment effectiveness value of the production machine to be 88.30%.Keywords: Overall Equipment Effectiveness, Fishbone Diagram, 5 why analys, Mesin Produksi, Kain Non-wovens, Production Machine, Non-wovens Fabric
Article
Full-text available
This paper gives a relationship model and supporting activities of Just-in-time (JIT), Total Quality Management (TQM), and Total Productive Maintenance (TPM). By reviewing the concepts, 5S, Kaizen, preventive maintenance, Kanban, visual control, Poka-Yoke, and Quality Control tools are the main supporting activities. Based on the analysis, 5S, preventive maintenance, and Kaizen are the foundation of the three concepts. QC tools are required activities for implementing TQM, whereas Poka-Yoke and visual control are necessary activities for implementing TPM. After successfully implementing TQM and TPM, Kanban is needed for JIT.
Article
Full-text available
Total Productive Maintenance (TPM) is a manufacturing program whose sole purpose is to maximize the effectiveness of equipment throughout its entire life by the participation and motivation of the entire workforce. The three main objectives of TPM are zero defects, zero breakdowns and zero accidents. These goals can be achieved through implementation of activities planned to increase equipment efficiency, the creation of a program of autonomous maintenance, the establishing of a planned maintenance system, the organization of training courses for workers and design of plant management system. This paper addresses the issue of implementing the total productive maintenance (TPM) philosophy in a pharmaceutical industry. In the first phase, the possible losses and the factors contributing to those losses have been identified. The critical factors which affect the overall equipment efficiency (OEE) of the pharmaceutical industry are loading time, down time, standard cycle time, actual cycle time, unit produced and defect unit. Overall equipment efficiency (OEE) is an indication of eight major equipment related losses which are equipment failure, set-up and adjustment, cutting blade change, start-up, minor stoppage and idling, speed, defect and rework and equipment shutdown. In the second phase of TPM implementation, a planned maintenance program has been suggested to make the production process quite smooth and proficient with increased efficiency.
Article
In today's highly competitive business environment, manufacturers have to offer a great variety of products on a high quality level, in the least amount of time for an acceptable price. Therefore machine maintenance and in general, implementing an appropriate maintenance strategy has become increasingly im-portant for manufacturing companies to accomplish these requirements. Total productive maintenance (TPM) has become one of the most popular maintenance strategies to ensure high machine reliability. In this pa-per and through system dynamics concepts, effects of implementation of TPM on machine reliability, process quality and net throughput has been analyzed. Results obtained show the effectiveness and usefulness of TPM in reducing breakdown maintenance (BM) tasks as well as enhancing machine reliability, process quality and product's throughput.
Article
In the generation of agile manufacturing, the machines and its functions are also becoming complex. OEE of a machine plays an important role in present scenario where delivery and quality are of prime importance to customer. The paper reports a case study for improving OEE with help of TPM and 5S techniques using a systematic approach. The present aimed at minimizing the breakdowns, increasing performance and quality rate of machine thus improving the effectiveness. Initially the machine history was analysed which helped in finding the bottleneck machine. The OEE was found to be 43% in the identified bottleneck machine. Further, a TPM team was formed to devise a systematic approach to improve the effectiveness. The project has been addressed in three aspects; namely Availability, Performance and Quality which quantify OEE of a machine. The TPM techniques such as Preventive Maintenance, Cleaning with Meaning, Pokayoke & Kaizen were effectively applied on the machine. The result obtained from the TPM approach showed that the OEE was improved from 43 % to 72 % which indicated the desirable level in al manufacturing industry. To sum up, total saving per annum due to increased effectiveness was around Rs 4,53,000/-.
Article
Purpose – To examine the need to develop, practice and implement such maintenance practices, which not only reduce sudden sporadic failures in semi‐automated cells but also reduce both operation and maintenance (O&M) costs. Design/methodology/approach – A case‐based approach in conjunction with standard tools, techniques and practices is used to discuss various issues related with TPM implementation in a semi‐automated cell. Findings – The findings indicate that TPM not only leads to increase in efficiency and effectiveness of manufacturing systems, measured in terms of OEE index, by reducing the wastages but also prepares the plant to meet the challenges put forward by globally competing economies to achieve world class manufacturing (WCM) status. Originality/value – The paper presents an interesting investigation of TPM implementation issues which may help the managers/practitioners to prepare their plants/units to meet the challenges of competitive manufacturing in twenty‐first century by adopting and implementing TPM.