Available via license: CC BY-SA 4.0
Content may be subject to copyright.
Kesuma Melati & Stanislaus Atalim
Analisis Terhadap Kebijakan Demosi Pada Pekerja
PT. Megah Mitra Sukses (Studi Kasus Putusan
Nomor 146/Pdt.Sus-PHI/2016/PN.JKT.PST Jo
Putusan Mahkamah Agung Nomor 257K/Pdt.Sus-PHI/2017)
ANALISIS TERHADAP KEBIJAKAN DEMOSI PADA PEKERJA PT.
MEGAH MITRA SUKSES (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR
146/PDT.SUS-PHI/2016/PN.JKT.PST JO PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG
NOMOR 257K/PDT.SUS-PHI/2017)
Kesuma Melati
(Mahasiswi Program S1 Fakultas Hukum Universitas Tarumanagara)
(E-mail: kesuma.melati19@yahoo.com)
Dr. Stanislaus Atalim, S.H., M.H.
(Corresponding Author)
(Dosen Fakultas Hukum Universitas Tarumanagara. Meraih Sarjana Hukum dari Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, Magister Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Doktor Hukum
dari Fakultas Hukum Universitas Parahyangan Bandung)
(Email: st_atalim@yahoo.com)
Abstract
Demotion occurs in a company mainly because of its negative influence on the morale of the workers
concerned and can affect the achievement and morale of other workers in the company. Decline in the
position of authority, facilities, status and even salary is a punishment for workers. Demosi is not
given its arrangement in Law number 13 of 2003 concerning Manpower and other laws and
regulations related to employment. Thus, this demotion arrangement can be regulated individually in
work agreements, company regulations or collective labor agreements.The company does have the
right to move workers in other parts but may not violate Human Rights and violate the provisions of
Article 32 paragraph 2 of the Manpower Act which stipulates that placing someone who is not because
of his expertise is against the law. Workforce placement must also pay attention to expertise, dignity
and human rights and legal protection. The problem examined is how legal protection for workers due
to demotion policy at PT. Magnificent Success Partner? And Is the legal consideration of the judge in
the decision Number 146/Pdt.Sus-PHI/ 2016/PN.JKT.PST Jo Decision of the Supreme Court Number
257K/Pdt.Sus-PHI/2017 in accordance with the Manpower Act?Demotion will continue to occur if
there are no strict rules regarding demotion, the government should make a regulation in the Labor
Law regarding demotion, so that the rules regarding demotion become clear and do not harm the
workers.
Keywords: Demotion, Human Rights, Legal Protection.
Kesuma Melati & Stanislaus Atalim
Analisis Terhadap Kebijakan Demosi Pada Pekerja
PT. Megah Mitra Sukses (Studi Kasus Putusan
Nomor 146/Pdt.Sus-PHI/2016/PN.JKT.PST Jo
Putusan Mahkamah Agung Nomor 257K/Pdt.Sus-PHI/2017)
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia sebagai negara yang berkembang dengan jumlah penduduk yang
banyak, sehingga membutuhkan lapangan pekerjaan seluas-luasnya untuk
menyerap tenaga kerja. Arah pembangunan ketenagakerjaan telah jelas termuat
di dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa:
“Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan”. Sesuai dengan tujuan Negara Republik Indonesia sebagaimana
yang tercantum dalam ketentuan Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945,
hal tersebut menunjukkan bahwa menjadi tugas bersama untuk mengusahakan
agar setiap orang yang mau dan mampu bekerja, mendapatkan pekerjaan yang
sesuai dengan yang di inginkannya.
Bicara masalah bekerja tentu tidak terlepas akan istilah pekerja atau buruh,
pekerja atau buruh adalah orang yang bekerja pada suatu perusahaan dan terikat
dengan majikan perusahaan dalam suatu pekerjaan dan mendapat upah sesuai
dengan ketentuan dan perjanjian. Sedangkan tenaga kerja adalah seseorang yang
dapat melaksanakan pekerjaan yang kadang-kadang terikat maupun bebas. Perlu
diketahui juga Hukum Perburuhan adalah himpunan peraturan-peraturan, baik
tertulis maupun tidak tertulis yang berkenaan dengan kejadian dimana seseorang
bekerja pada orang lain dengan menerima upah.
1
)
Setiap individu mempunyai keahliannya masing-masing yang dapat
diandalkan untuk dijadikan pekerjaan atau profesi dalam memenuhi kebutuhan
orang lain, sehingga dari profesinya tersebut memperoleh pendapatan berupa
nilai jual yang secara ekonomis dapat menafkahi dirinya sendiri dan keluarganya.
Pengusaha dalam memerintah buruh tidak boleh semena-mena, tetapi harus
seirama dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku bahkan harus
1
) Imam Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, Cetakan ke-13, (Jakarta: Djambatan, 2003), hal. 2.
Kesuma Melati & Stanislaus Atalim
Analisis Terhadap Kebijakan Demosi Pada Pekerja
PT. Megah Mitra Sukses (Studi Kasus Putusan
Nomor 146/Pdt.Sus-PHI/2016/PN.JKT.PST Jo
Putusan Mahkamah Agung Nomor 257K/Pdt.Sus-PHI/2017)
sesuai dengan keadaan sarana-sarana pendukungnya.
2
) Pengusaha juga dapat
menempatkan buruh pada posisi-posisi yang telah diaturnya, namun hal ini harus
disertai dengan kelayakan yang secara umum.
Mengelola sumber daya manusia, terkadang seorang manejer sumber daya
manusia harus melakukan pemindahan pekerja atau buruh baik itu berupa
promosi, mutasi, maupun demosi. Perubahan posisi atau jabatan atau tempat atau
pekerjaan yang dilakukan baik secara horizontal maupun vertikal (promosi atau
demosi) di dalam satu organisasi, bertujuan untuk memberikan feedback kepada
pekerja atau buruh dalam upaya memperbaiki kinerja guna pencapaian
peningkatan produktivitas organisasi perusahaan dengan cara melaksanakan
berbagai program kebijaksanaan terhadap pekerja atau buruh seperti pendidikan
dan pelatihan, pemberian promosi dan penjatuhan sanksi demosi.
3
)
Demosi tidak diberikan pengaturannya Undang-undang Ketenagakerjaan
maupun peraturan perundang-undangan lain terkait dengan ketenagakerjaan.
Dengan demikian, pengaturan demosi ini dapat diatur sendiri di dalam perjanjian
kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
Perusahaan memang mempunyai hak untuk mengatur pembagian tugas kerja
sesuai dengan kemampuannya dengan cara memindahkan karyawan dari suatu
jenis pekerjaan atau tempat atau seksi atau bagian atau divisi, ke jenis pekerjaan
atau tempat atau seksi atau bagian lain, tetapi seharusnya perusahaan tidak
memindahkan pekerja secara sewenang-wenang yang menurunkan jabatan
pekerja dari direktur HRD dijadikan atau ditempatkan sebagai Staff Steward yang
mana di level staf itu tujuh jenjang turun sehingga demosi oleh perusahaan
melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) serta melanggar ketentuan Pasal 32 ayat 2
Undang-undang Ketenagakerjaan yang mana telah mengatur bahwa menempatkan
2
) Y.W. Sunindhia, Masalah Pemutusan Hubungan Kerja dan Pemogokan, Cetakan ke-1, (Jakarta:
Bina Aksara, 1988), hal. 163.
3
) Marihot Tua Effendi Hariandja, Manajemen Sumber Daya Manusia, Pengadaan, Pengembangan,
Pengkompensasian dan Pengikatan Produktivitas Karyawan, (Jakarta: Gramedia, 2002), hal. 26.
Kesuma Melati & Stanislaus Atalim
Analisis Terhadap Kebijakan Demosi Pada Pekerja
PT. Megah Mitra Sukses (Studi Kasus Putusan
Nomor 146/Pdt.Sus-PHI/2016/PN.JKT.PST Jo
Putusan Mahkamah Agung Nomor 257K/Pdt.Sus-PHI/2017)
seseorang yang bukan karena keahliannya bertentangan dengan hukum.
Penempatan tenaga kerja harus pula memperhatikan keahlian, harkat dan martabat
serta hak asasi dan perlindungan hukum.
Demosi akan terus terjadi jika tidak ada aturan yang tegas mengenai demosi,
pemerintah seharusnya membuat suatu peraturan dalam Undang-undang
Ketenagakerjaan mengenai demosi, sehingga aturan mengenai demosi menjadi
jelas dan tidak merugikan pihak pekerja. Perusahaan tidak bisa semena-mena
mendemosi pekerja atau buruh tanpa alasan yang jelas semata-mata untuk
menghilangkan kewajibannya terhadap hak-hak pekerja atau buruh yang mana
menggunakan alasan mengambil tindakan dalam rangka pembinaan pekerja untuk
memindahkan pekerja atau buruh ke tempat lain dengan alasan perusahaan berhak
mengatur pembagian tugas kerja sesuai dengan kemampuannya dengan cara
memindahkan pekerja dari satu jenis pekerjaan atau tempat atau seksi atau bagian
atau divisi ke jenis pekerjaan atau tempat atau seksi atau bagian atau divisi lain
dalam jaringan Accor, yang mana penempatan tenaga kerja harus sesuai dengan
keahliannya, keterampilannya, bakat, minat, dan kemampuan dengan
memperhatikan harkat dan martabat serta hak asasi dan perlindungan hukum.
Tetapi nyatanya pengusaha tidak menempatkan pekerja sesuai dengan
keahliannya, keterampilannya, bakat, minat, dan kemampuan serta tidak
memperhatikan harkat dan martabat dan hak asasi serta perlindungan hukum yang
tercantum dalam Pasal 32 Undang-undang Ketenagakerjaan, dan juga pengusaha
memberikan alasan mutasi tersebut dengan alih-alih pembinaan pekerja yang
mana pengusaha nyatanya tidaklah sesuai dengan maksud pembinaan yang
tertuang di dalam Pasal 173 Undang-undang Ketenagakerjaan. Tindakan PT.
Megah Mitra Sukses yang melakukan demosi secara sewenang-wenang terhadap
pekerja tidak dapat dibenarkan oleh hukum, karena terbukti sebelum permintaan
atas demosi itu dilakukan, PT. Megah Mitra Sukses telah mencoba mencari-cari
kesalahan pekerja, dan General Manager memberikan tiga pilihan kepada pekerja
Kesuma Melati & Stanislaus Atalim
Analisis Terhadap Kebijakan Demosi Pada Pekerja
PT. Megah Mitra Sukses (Studi Kasus Putusan
Nomor 146/Pdt.Sus-PHI/2016/PN.JKT.PST Jo
Putusan Mahkamah Agung Nomor 257K/Pdt.Sus-PHI/2017)
yaitu diminta mengundurkan diri dan akan diberikan kompensasi 2 (dua) bulan
gaji, ditransfer ke hotel lain yang dikelola oleh manajemen Accor, dan menempuh
jalur hakum. Sehingga dari sini sudah tercerminkan adanya itikad tidak baik
terhadap pekerja dan pihak PT. Megah Mitra Sukses memang sengaja mendemosi
pekerja ke jenjang pekerjaan yang jauh dari jabatan pekerja sebelumnya yang
mana jabatan Steward Staff tersebut tidaklah sesuai dengan keahliannya,
keterampilannya, bakat, minat, dan kemampuan pekerja. PT. Megah Mitra Sukses
juga tidak memberikan surat pindah ke hotel jaringan Accor dan melarang pekerja
untuk mengabsensikan diri nya pada absen kerja di PT. Megah Mitra Sukses,
yang mana hal ini dijadikan dasar bahwa pekerja dianggap mengundurkan diri
tanpa pemberitahuan dan dalam pertimbangan hakim dikatakan bahwa pekerja
telah melakukan tindakan indisipliner berupa pemecatan atau pemutusan
hubungan kerja.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka dilakukan penelitian dan
menuangkan pada karya ilmiah dalam bentuk skripsi dengan judul “ANALISIS
TERHADAP KEBIJAKAN DEMOSI PADA PEKERJA PT. MEGAH
MITRA SUKSES (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 146/PDT.SUS-
PHI/2016/PN.JKT.PST JO. PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR
257K/PDT.SUS-PHI/2017)”
B. Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis mengangkat
permasalahan:
1. Bagaimana perlindungan hukum terhadap pekerja akibat kebijakan demosi
pada PT. Megah Mitra Sukses?
2. Apakah pertimbangan hukum hakim dalam putusan Nomor 146/Pdt.Sus-
PHI/2016/PN.JKT.PST Jo Putusan Mahkamah Agung Nomor
Kesuma Melati & Stanislaus Atalim
Analisis Terhadap Kebijakan Demosi Pada Pekerja
PT. Megah Mitra Sukses (Studi Kasus Putusan
Nomor 146/Pdt.Sus-PHI/2016/PN.JKT.PST Jo
Putusan Mahkamah Agung Nomor 257K/Pdt.Sus-PHI/2017)
257K/Pdt.Sus-PHI/2017 telah sesuai dengan Undang-Undang
Ketenagakerjaan?
II. PEMBAHASAN
A. Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Akibat Kebijakan Demosi pada PT.
Megah Mitra Sukses.
Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan
yang adil dan layak dalam hubungan kerja hal ini tertuang dalam Pasal 28 D ayat
(2) UUD 1945. Berdasarkan pasal tersebut maka untuk menjaga keseimbangan
dalam hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha. Pemerintahan telah
membuat peraturan-peraturan yang bertujuan melindungi pihak yang lemah yaitu
pekerja. Sehingga hukum diciptakan sebagai suatu sarana atau instrumen untuk
mengatur hak-hak dan kewajiban-kewajiban subyek hukum. Disamping itu,
hukum juga berfungsi sebagai instrumen perlindungan bagi subyek hukum.
Perlindungan hukum juga merupakan perlindungan akan harkat dan martabat,
serta pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek
hukum berdasarkan ketentuan hukum dari kesewenangan atau sebagai kumpulan
peraturan atau kaidah yang akan dapat melindungi suatu hal dari hal lainnya.
4
)
Perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak
dasar pekerja dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa
diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja. Salah
satu bentuk perwujudan dari peningkatan harkat dan martabat bagi kalangan
pekerja adalah perlindungan terhadap hak-hak pekerja baik yang diperjanjikan
dalam Perjanjian Kerja maupun yang dituangkan dalam Peraturan Perusahaan
atau Perjanjian Kerja Bersama.
4
)Aloysius Uwiyono, Asas-asas Hukum Perburuhan. (Jakarta; Rajawali Pers, 2014), hal. 75
Kesuma Melati & Stanislaus Atalim
Analisis Terhadap Kebijakan Demosi Pada Pekerja
PT. Megah Mitra Sukses (Studi Kasus Putusan
Nomor 146/Pdt.Sus-PHI/2016/PN.JKT.PST Jo
Putusan Mahkamah Agung Nomor 257K/Pdt.Sus-PHI/2017)
Menurut Sudikno Mertokusumo, hukum berfungsi sebagai perlindungan
kepentingan manusia, agar kepentingan manusia terlindungi maka hukum harus
dilaksanakan.
5
) Sedangkan Menurut Satjipto Raharjo, perlindungan hukum adalah
memberikan pengayoman terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) yang dirugikan
orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyakarat agar dapat
menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum. Hukum dibutuhkan untuk
mereka yang lemah dan belum kuat secara sosial, ekonomi, dan politik untuk
memperoleh keadilan sosial.
6
)
Philipus M. Hadjon berpendapat bahwa ada dua bentuk perlindungan hukum bagi
rakyat, yaitu perlindungan hukum preventif dan perlindungan hukum represif.
7
)
Perlindungan hukum preventif, yakni bentuk perlindungan hukum di mana subjek
hukum diberi kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapat sebelum
suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif. Tujuannya adalah
mencegah terjadinya sengketa. Perlindungan hukum preventif sangat besar artinya
bagi tindak pemerintahan yang didasarkan pada kebebasan bertindak karena
dengan adanya perlindungan hukum yang preventif pemerintah terdorong untuk
bersifat hati-hati dalam mengambil keputusan yang didasarkan pada diskresi. Di
Indonesia belum ada pengaturan khusus mengenai perlindungan hukum preventif.
Perlindungan hukum represif, yakni bentuk perlindungan hukum di mana lebih
ditujukan dalam penyelesaian sengketa.
Dalam pelaksanaan hak-hak normatif pekerja di Indonesia saat ini masih
dikatakan jauh dari harapan atau dengan kata lain terdapat kesenjangan yang jauh
antara suatu ketentuan normatif (law in books) dengan apa yang terjadi di
lapangan (law in society/action) yang salah satu penyebabnya adalah belum
5
)Sudikno Mertokusumo. Mengenal Hukum. (Jakarta: Cahaya Atma, 2013), hal 145.
6
)Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000), hal. 53.
7
)Philipus M. Hadjon. Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, (Surabaya: Peradaban, 2007), hal.
2.
Kesuma Melati & Stanislaus Atalim
Analisis Terhadap Kebijakan Demosi Pada Pekerja
PT. Megah Mitra Sukses (Studi Kasus Putusan
Nomor 146/Pdt.Sus-PHI/2016/PN.JKT.PST Jo
Putusan Mahkamah Agung Nomor 257K/Pdt.Sus-PHI/2017)
maksimalnya pengawasan perburuhan atau ketenagakerjaan. Kenyataan yang
terjadi di lapangan adalah pertama, pelaksanaan PKWT tidak sesuai dengan
ketentuan Undang-undang Ketenagakerjaan, dengan melihat dari Perjanjian
PKWT antara pekerja dengan perusahaan disitu tertulis bahwa pekerja di kontrak
selama 2 (dua) tahun untuk masa jabatan sebagai direktur HRD, seperti tercantum
pada Pasal 59 ayat (1) Undang-undang Ketenagakerjaan seharusnya pekerjaan
yang diperjanjiakan tidak boleh menggunakan PKWT. Melihat sifat pekerjaan
yang dilakukan oleh pekerja adalah pekerjaan yang bersifat tetap, terus menerus,
bukan pekerjaan musiman, dan tidak selesai dalam waktu tertentu.
Mengenai kasus yang terjadi pada pekerja PT. Megah Mitra Sukses bahwa
pekerja sebelumnya dikategorikan sebagai pekerja yang memiliki etos kerja yang
baik sebelum terjadinya perselisihan antara perusahaan dan pekerja, pekerja
dianggap telah melakukan 3 (tiga) kesalahan dengan itu perusahaan memberikan
3 (tiga) pilihan kepada pekerja yang mana pilihan tersebut tidak ada yang
menguntungkan pekerja. Lalu pekerja pada proses mediasi dengan perusahaan
yang disaksikan oleh mediator dari suku dinas tenaga kerja dan transmigarasi
(Sudin nakertrans Jakarta Pusat) memberikan keterangan bahwa pada pertemuan
tanggal 4 Februari 2016 pekerja menolak pilihan yang diminta oleh perusahaan
yaitu pekerja diminta mengundurkan diri dan maka perusahaan akan memberikan
kompensasi 2 (dua) bulan gaji, tetapi pekerja meminta pilihan dengan jalur
hukum atau ditransfer ke hotel lain yang dikelola oleh Accor, lalu pihak
perusahaan menyampaikan ada 2 (dua) hotel yang sedang mencari posisi HR
yaitu Hotel Novotel Gajah Mada dan Hotel Mercure Jakarta Kota. Lalu salah satu
pihak perusahaan memanggil pekerja keruang kerjanya dan menyampaikan
bahwa pekerja akan diistirahatkan dari jabatan Direktur HRD mulai Jumat 5
Februari 2016, sehingga PHK dimulai dan hak pekerja akan dinegokan dengan
General Manager dan Owner untuk dibayarkan sampai dengan akhir kontrak
tanggal 31 Mei 2017.
Kesuma Melati & Stanislaus Atalim
Analisis Terhadap Kebijakan Demosi Pada Pekerja
PT. Megah Mitra Sukses (Studi Kasus Putusan
Nomor 146/Pdt.Sus-PHI/2016/PN.JKT.PST Jo
Putusan Mahkamah Agung Nomor 257K/Pdt.Sus-PHI/2017)
Bahwa pada tanggal 5 Februari 2016 pekerja sudah tidak diikutkan dalam
morning briefing dan pekerja melaksanakan pekerjaan untuk persiapan hand-over
sebagaimana diminta oleh perusahaan melalui salah satu pihak perusahaan, pada
sore hari nya pekerja menerima undangan interview pada tanggal 10 Februari
2016 melalui email dari Cluster HR Manager Hotel Mercure Jakarta Kota Ibis
Jakarta Harmoni. Lalu pada tanggl 6 Februari 2016 pekerja menerima telepon dari
Director Of HR Accor yang mana ia mengatakan telah mengetahui persoalan
antara pekerja dengan perusahaan dan akan membantu menjembatani untuk
diakomodir di hotel lain yang dikelola oleh Accor. Pada tanggal 6 Februari 2016,
manajemen menyerahkan surat demosi disertai surat SP II tetapi pekerja tidak
dapat menerima tindakan perusahaan tersebut karena terkesan dipaksakan dan
tergesa-gesa tanpa didukung bukti-bukti serta tidak prosedural.
Mengenai hasil dari penyelesaian secara bipartit tidak tercapai kesepakatan
penyelesaian sehingga menghasilkan kesimpulan bahwa pihak perusahaan dan
pekerja sudah tidak mempunyai rasa kecocokan antara satu sama lain, yang mana
pihak perusahaan hanya menginginkan pekerja memilih 3 (tiga) pilihan yang telah
dijabarkan sebelumnya. Dengan melihat keterangan dari pihak pekerja, bahwa
menurut pekerja alasan demosi tersebut tidak kuat dan tidak prosedural serta
bobot kesalahan yang ditimpakan kepada pekerja seharusnya perlu pembuktian
dan klarifikasi. Apabila memang perusahaan tidak lagi menginginkan pekerja
untuk bekerja pada perusahaan maka perusahaan seharusnya konsekuen untuk
memenuhi kewajiban sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 62 Undang-undang
Ketenagakerjaan sehingga perusahaan dianggap telah memenuhi segala
kewajibannya dan tidak melanggar hak asasi manusia pekerja.
Apabila melihat keterangan dari pihak perusahaan, bahwa yang menjadi dasar
perusahaan melakukan demosi yaitu pada tanggal 26 Januari 2016, salah seorang
pemilik perusahaaan datang untuk inspeksi dan ditemukan kantor atau ruangan
pekerja tidak rapi dan kotor dan menegur keras pekerja yang bersangkutan karena
Kesuma Melati & Stanislaus Atalim
Analisis Terhadap Kebijakan Demosi Pada Pekerja
PT. Megah Mitra Sukses (Studi Kasus Putusan
Nomor 146/Pdt.Sus-PHI/2016/PN.JKT.PST Jo
Putusan Mahkamah Agung Nomor 257K/Pdt.Sus-PHI/2017)
pada saat itu ditemukan ada pekerja yang memakai celana pendek membawa tas
ransel dan tidak rapi masuk ke area hotel serta ditemukan di loker pekerja helm-
helm dan baju kotor yang digantung sehingga perusahaan menanyakan
kapasibilitas dari pekerja sebagai Direktur HRD. Lalu mengenai kecelakaan yang
menimpa mobil operasional kantor yang menurut keterangan perusahaan, yang
mana security merupakan dibawah kontrol pekerja sebagai Direktur HRD tidak
melakukan fungsinya dengan baik sehingga membuat pemilik hotel kecewa dan
menegur keras pekerja. Atas kejadian tersebut, maka perusahaan memberikan
surat SP II kepada pekerja dan pekerja merasa kecewa dengan keputusan pihak
perusahaan. Pihak perusahaan melalui General Manager memberikan opsi 2
(dua) bulan gaji dan dibantu untuk transfer ke property Accor Hotel yang lain.
Pada tanggal 17 Februari 2016, diadakan pertemuan bipartit antara pekerja
dengan pihak perusahaan dan perusahaan menawarkan lagi apakah pekerja mau
dengan kompensasi yang perusahaan berikan sesuai dengan agreement awal,
tetapi pekerja menolak dan tidak tercapai kesepakatan, apabila melihat bukti-bukti
yang penulis miliki, perusahaan sering kali menawarkan pekerja atas kompensasi
yang telah ditawarkan sebelumnya, apabila memang perusahaan ingin melakukan
pembinaan terhadap pekerja dengan cara perusahaan mendemosi pekerja pada
jabatan jauh dari jabatan awal pekerja, seharusnya perusahaan tidaklah perlu
menanyakan mengenai kompensasi tersebut berulang-kali, karena terkesan
perusahaan memang sebenarnya sudah tidak ingin pekerja bekerja pada
perusahaan hanya saja perusahaan enggan untuk membayar uang sisa dari masa
kontrak pekerja yang telah diperjanjikan sebelumnya.
Dengan melihat keterangan yang telah diberikan perusahaan maupun pekerja,
untuk terpenuhinya perlindungan hukum bagi pihak pekerja maupun perusahaan
maka mediator Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Administrasi
Jakarta Pusat melalui proses mediasi antara perusahaan dengan pekerja maka
pihak mediator mempunyai pendapat maupun pertimbangan hukum yang mana
Kesuma Melati & Stanislaus Atalim
Analisis Terhadap Kebijakan Demosi Pada Pekerja
PT. Megah Mitra Sukses (Studi Kasus Putusan
Nomor 146/Pdt.Sus-PHI/2016/PN.JKT.PST Jo
Putusan Mahkamah Agung Nomor 257K/Pdt.Sus-PHI/2017)
pihak mediator telah memanggil pekerja dan perusahaan secara patut dan layak
untuk melakukan mediasi pada tanggal 15 Maret 2016 dan sidang mediasi 17
Maret 2016 untuk mencari solusi penyelesaian dengan prinsip musyawarah
mufakat. Jika melihat dari tawaran perusahaan kepada pekerja dengan
memberikan 3 (tiga) pilihan tersebut, pekerja lebih memilih point 3 yaitu di
transfer ke hotel lain dan pekerja sempat memilih untuk dipindahkan kejaringan
hotel lain dan berharap mendapat status yang sama. Tetapi, pada akhirnya pekerja
tidak diberikan status yang sama tersebut tetapi diturunkan dengan posisi yang
paling bawah dari struktur organisasi PT. Megah Mitra Sukses dengan alasan
pembinaan pekerja, lalu pihak pekerja tetap masuk seperti biasa ke dalam
perusahaan tetapi seperti yang tercantum pada Halaman 12 Putusan Mahkamah
Agung bahwa pekerja tidak boleh masuk mengisi absensi karena larangan dari
General Manager atas perintah Owner Hotel Grand Mercure. Tetapi pihak
perusahaan mengatakan bahwa pekerja hanya masuk 7 (tujuh) hari kerja dalam 1
(satu) bulan yaitu bulan Mei 2016 dan pekerja sebagai pihak yang lemah
kedudukannya sehingga tidak dapat membuktikan hal tersebut dan fakta
persidangan tidak dijabarkan secara jelas ke dalam putusan. Lalu pada bulan April
2015 gaji dari penggugat sudah tidak lagi dibayarkan atas perintah dari Owner
Hotel melalui General Manager. Jika memperhatikan Pasal 155 ayat (2) Undang-
undang Ketenagakerjaan jelas dikatakan bahwa selama putusan penyelesaian
perselisihan hubungan industrial belum ditetapkan, baik pengusaha maupun
pekerja harus tetap melaksanakan segala kewajibannya. Pihak pekerja telah
berusaha melakukan kewajibannya dengan tetap datang ketempat kerja tetapi
pihak perusahaan sudah tidak memberikan gaji pihak pekerja sejak bulan April
2015 yang mana proses pengadilan baru diputus pada bulan Oktober 2016.
Karena tidak adanya upaya yang jelas dari pihak management, maka pekerja
menempuh jalur hukum dengan melakukan pencatatan perselisihan hubungan
industrial mengenai pemutusan hubungan kerja ke Sudin nakertrans Jakarta Pusat.
Kesuma Melati & Stanislaus Atalim
Analisis Terhadap Kebijakan Demosi Pada Pekerja
PT. Megah Mitra Sukses (Studi Kasus Putusan
Nomor 146/Pdt.Sus-PHI/2016/PN.JKT.PST Jo
Putusan Mahkamah Agung Nomor 257K/Pdt.Sus-PHI/2017)
Didalam hasil wawancara dengan Ilya Utama Sumono, S.H., beliau berpendapat
bahwa demosi yang dengan alasan pembinaan pekerja ini yang terjadi kepada
pekerja PT. Megah Mitra Sukses ini seharusnya tidak terjadi. Dengan melihat
adanya penawaran dari pihak perusahaan dengan memberikan 3 (tiga) pilihan
atas 3 (tiga) pelanggaran yang dilakukan oleh pekerja, apabila memang
perusahaan ingin melakukan pembinaan, maka harus memperhatikan pembinaan
yang tidak merugikan para pihak. Artinya dengan tetap memberikan gaji pokok
dari pihak pekerja dan dengan tidak menurunkan jabatan pekerja ke jabatan yang
jauh dibawahnya.
Menurut Pasal 173 Undang-undang Ketenagakerjaan, yang dimaksud dengan
pembinaan adalah kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna
untuk memperoleh hasil yang lebih baik untuk meningkatkan dan
mengembangkan semua kegiatan yang berhubungan dengan ketenagakerjaan. Jika
melihat dari alasan perusahaan menurunkan jabatan pekerja dari direktur HRD
menjadi Steward Staff tidaklah sesuai dengan pembinaan yang tercantum didalam
Pasal 173 Undang-undang Ketenagakerjaan.
Pada kasus terjadinya demosi terhadap pekerja di PT. Megah Mitra Sukses
yang memindahkan pekerja dari jabatan direktur HRD menjadi Steward Staff
yang menempatkan posisi ketujuh atau yang paling bawah dari struktur organisasi
PT. Megah Mitra Sukses dengan melihat adanya alasan yang dijabarkan oleh
pihak perusahaan atas 3 (tiga) kesalahan pekerja, dengan mengutip dari pendapat
Karolus Situmorang mengatakan bahwa demosi ini seharusnya tidak terjadi
dengan melihat bahwa perusahaan mendalilkan pekerja telah melanggar Pasal 3.2
dan 3.3 Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang mana pekerja terikat dan
berkewajiban untuk melaksanakan tugas pekerjaan yang telah disepakati dengan
sebaik-baiknya sesuai dengan kecapakan dan kemampuannya untuk kepentingan
pelaksanaan tugas pekerjaan dan untuk kepentingan perusahaan atau dalam
rangka pembinaan pekerja atasan atau pimpinan perusahaan berhak mengatur
Kesuma Melati & Stanislaus Atalim
Analisis Terhadap Kebijakan Demosi Pada Pekerja
PT. Megah Mitra Sukses (Studi Kasus Putusan
Nomor 146/Pdt.Sus-PHI/2016/PN.JKT.PST Jo
Putusan Mahkamah Agung Nomor 257K/Pdt.Sus-PHI/2017)
pembagian tugas kerja sesuai dengan kemampuannya dengan cara memindahkan
pekerja dari suatu jenis pekerjaan atau tempat atau seksi atau bagian atau divisi ke
jenis pekerjaan atau tempat atau seksi atau bagian atau divisi lain ini. Apabila
melihat dengan jelas bahwa di dalam Pasal 3.3 menggunakan kata-kata “pimpinan
perusahaan berhak mengatur pembagian tugas kerja sesuai dengan
kemampuannya” yang mana disini jenis pekerjaan baru yang diberikan pihak
perusahaan kepada pekerja tidak lah sesuai dengan kemampuannya, yang mana
sejak awal pekerja telah dikontrak dengan jabatan sebagai direktur HRD yang
artinya bahwa perusahaan jelaslah tahu bahwa sejak awal kemampuan pekerja
pada direktur HRD dan apabila memang perusahaan ingin menggunakan hak nya
dalam hal mendemosi pekerja pihak perusahaan perlu memperhatikan bakat minat
pekerja dan menempatkan pada posisi yang setara pada jabatan awal dengan tidak
menurunkan gaji pokok pekerja atau bahkan tidak memberikan gaji pokok pekerja
seperti yang sudah dilakukan oleh pihak perusahaan terhadap pekeja. Mengutip
dari pendapat Sumantap M Simorangkir, S.H., M.H., bahwa seharusnya pekerja
tidak di pindahkan ke jabatan terendah pada struktur organisasi perusahaan
mengingat bahwa pekerja merupakan pekerja kontrak yang telah dikontrak 24
(dua puluh empat) bulan untuk menempatkan jabatan direktur HRD yang artinya
bahwa perusahaan jelaslah tahu bahwa sejak awal kemampuan pekerja pada
direktur HRD.
Sebagaimana diketahui, dalam Pasal 54 ayat (1) huruf c dan d Undang-
undang Ketenagakerjaan bahwa perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis
sekurang-kurangnya memuat antara lain jabatan atau jenis pekerjaan dan tempat
pekerjaan. Dengan demikian, apabila salah satu pihak mengubah salah satu atau
beberapa isi perjanjian kerja (termasuk mengubah jabatan pekerja atau jenis
pekerjaannya, atau memindahkannya pada lokasi tempat kerja yang berbeda),
maka tentu dapat dikategorikan telah menyalahi substansi perjanjian kerja secara
sepihak.
Kesuma Melati & Stanislaus Atalim
Analisis Terhadap Kebijakan Demosi Pada Pekerja
PT. Megah Mitra Sukses (Studi Kasus Putusan
Nomor 146/Pdt.Sus-PHI/2016/PN.JKT.PST Jo
Putusan Mahkamah Agung Nomor 257K/Pdt.Sus-PHI/2017)
Walaupun demikian, bukan berarti perusahaan tidak dapat melakukan perubahan
isi perjanjian kerja yang telah disepakati mengingat Pasal 55 Undang-undang
Ketenagakerjaan jo. Pasal 1338 KUHPerdata bahwa perubahan substansi
perjanjian kerja bisa saja diubah dengan ketentuan harus atas dasar persetujuan
dan kesepakatan di antara para pihak. Bilamana perusahaan melakukan demosi
tanpa adanya persetujuan pihak pekerja, maka menurut hemat penulis,
kemungkinan yang bisa terjadi antara lain adalah bahwa pelaksanaan demosi
dapat diartikan sebagai pengusaha telah memerintahkan pekerja untuk
melaksanakan pekerjaan di luar yang diperjanjikan, dengan melihat Pasal 169
ayat (1) huruf e jo. Pasal 93 ayat (2) huruf f jo. Pasal 54 ayat (1) huruf c dan d
Undang-undang Ketenagakerjaan pekerja hanya bersedia bekerja sesuai dengan
isi perjanjian kerja.
Pada kasus ini, setelah pekerja dipanggil keruangan pihak General Manager
pekerja tetap bekerja setelah diturunkannya jabatan pekerja dari direktur HRD ke
Steward Staff, hal ini menunjukan bahwa pekerja telah mendedikasikan
kinerjanya kepada perusahaan. Tetapi pekerja merasa tidak dapat bekerja dengan
baik lagi kepada perusahaan selepas perselisihan antara pekerja dengan
perusahaan karena tidak dapat mengaktualisasikan kemampuan dan kompetensi
pekerja dengan maksimal.
Berdasarkan kasus demosi yang terjadi terhadap pekerja, untuk bentuk dari
perlindungan pekerja tersebut maka seharusnya pekerja tetap mendapatkan gaji
pokok dari sisa waktu yang telah diperjanjikan pada Perjanjian Kerja Waktu
Tertentu (PKWT) yaitu 14 x Rp. 18.000.000,- = Rp. 252.000.000,- karena jika
merujuk pada Pasal 155 ayat (2) Undang-undang Ketenagakerjaan dan apabila
melihat dari keterangan-keterangan saksi yang dilampirkan di dalam putusan
bahwa pekerja sempat datang beberapa kali ketempat kerja tetapi pekerja tidak
melaksanakan pekerjaan nya dengan tuntas sebagaimana mestinya. Seharusnya
pihak perusahaan jika memang mempunyai itikad baik agar pekerjanya tidak
Kesuma Melati & Stanislaus Atalim
Analisis Terhadap Kebijakan Demosi Pada Pekerja
PT. Megah Mitra Sukses (Studi Kasus Putusan
Nomor 146/Pdt.Sus-PHI/2016/PN.JKT.PST Jo
Putusan Mahkamah Agung Nomor 257K/Pdt.Sus-PHI/2017)
selalu melanggar aturan-aturan perusahaan sebaiknya perusahaan menegur
pekerja dan tidak membiarkan pekerja untuk bekerja hanya dengan absen saja
atau pekerja hanya masuk pada tanggal tertentu saja, bukan dengan membiarkan
pekerja hanya absen pada tanggal-tanggal tertentu saja, dengan hal ini terlihat
bahwa perusahaan membiarkan pekerja melakukan tindakan yang salah dan
dengan hal ini pekerja tidak lagi mempunyai pembelaan akan hal kinerja dalam
melaksanakan pekerjaannya. Sehingga dengan tidak mengisi absensi yang
membuat pekerja dianggap mangkir.
Jadi, perlindungan hukum yang seharusnya pekerja dapatkan belum terpenuhi
baik didalam Putusan Nomor 146/Pdt.Sus-PHI/2016/PN.JKT.PST maupun pada
Putusan Mahkamah Agung Nomor 257K/Pdt.Sus-PHI/2017.
B. Pertimbangan Hukum Hakim Dalam Putusan Nomor 146/Pdt.Sus-
PHI/2016/PN.JKT.PST jo Putusan Mahkamah Agung Nomor 257 K/Pdt.Sus-
PHI/2017 dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan.
Pengaturan mengenai demosi memang tidak diatur secara eksplisit maupun
implisit didalam Undang-undang Ketenagakerjaan, tetapi hakim juga bisa
membentuk hukum apabila ia melakukan penemuan kaidah hukum. Penemuan
hukum ini lazimnya diartikan sebagai pembentukan hukum oleh hakim yang
diberi tugas melaksanakan hukum terhadap peristiwa-peristiwa hukum yang
konkrit. Hakim melakukan penemuan hukum adalah karena hakim tidak boleh
menangguhkan atau menolak menjatuhkan putusan dengan alasan tidak adanya
didalam suatu peraturan perundang-undangan. Analisis dasar pertimbangan hakim
pada suatu putusan perkara adalah merupakan pekerjaan ilmiah seorang hakim,
karena melalui pertimbangan hakim inilah hakim akan menerapkan hukum
kedalam peristiwa konkrit dengan menggunakan logika hukum.
Hakim juga dapat melakukan suatu konstruksi hukum yang mana hal tersebut
dapat dilakukan apabila suatu perkara yang dimajukan kepada hakim, tetapi tidak
Kesuma Melati & Stanislaus Atalim
Analisis Terhadap Kebijakan Demosi Pada Pekerja
PT. Megah Mitra Sukses (Studi Kasus Putusan
Nomor 146/Pdt.Sus-PHI/2016/PN.JKT.PST Jo
Putusan Mahkamah Agung Nomor 257K/Pdt.Sus-PHI/2017)
ada ketentuan yang dapat dijalankan untuk menyelesaikan perkara tersebut,
meskipun telah dilakukan penafsiran hukum. Dalam hal demikian hakim harus
memeriksa lagi sistem hukum yang menjadi dasar lembaga hukum yang
bersangkutan. Apabila dalam beberapa ketentuan ada mengandung kesamaan,
maka hakim membuat suatu pengertian hukum (rechtsbegrip) sesuai dengan
pendapatnya.
Hakim memegang peranan penting dalam memberikan putusan, untuk dapat
menyelesaikan suatu sengketa atau perkara, hakim harus mengetahui terlebih
dahulu secara lengkap dan objektif tentang duduk perkara nya yang sebenarnya.
Setelah suatu peristiwa dinyatakan terbukti, hakim harus menemukan hukum dan
peristiwa yang disengketakan.
8
)
Bahwa pertimbangan hakim setelah membaca Perjanjian Kerja Waktu
Tertentu (PKWT) antara pekerja dengan perusahaan khususnya ketentuan Pasal
13 Pemutusan Hubungan Kerja (bukti P-8 = T-1) yang secara khusus mengatur
mengenai pengakhiran hubungan kerja atau pengakhiran Perjanjian Kerja Waktu
Tertentu (PKWT) dengan segala implikasi hukumnya diperoleh fakta-fakta
hukum sebagai berikut:
1. Perjanjian ini berakhir masa berlakunya sebagaimana tercantum dalam Pasal
2.1 Perjanjian ini;
2. Pekerja setuju dan menerima bahwa pekerja tidak berhak untuk memperoleh
ganti kerugian apapun saat berakhirnya perjanjian ini atau pengakhiran yang
sah oleh perusahaan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-
undangan yang berlaku;
3. Hubungan kerja pekerja dapat diakhiri atau diputuskan pada setiap saat : (i)
oleh pekerja tanpa alasan melalui pemberitahuan tertulis dari pekerja kepada
pengusaha 30 hari sebelum atau (ii) oleh perusahaan tanpa alasan melalui
pemberitahuaan tertulis dari perusahaan kepada pekerja 30 hari sebelumnya;
8
).Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika, Jakarta: 2005, hlm. 798.
Kesuma Melati & Stanislaus Atalim
Analisis Terhadap Kebijakan Demosi Pada Pekerja
PT. Megah Mitra Sukses (Studi Kasus Putusan
Nomor 146/Pdt.Sus-PHI/2016/PN.JKT.PST Jo
Putusan Mahkamah Agung Nomor 257K/Pdt.Sus-PHI/2017)
4. Pekerja melakukan tindakan indisipliner yang dikenakan tindakan indisipliner
berupa pemecatan atau Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dimaksud dengan
alasan pelanggaran yang dikategorikan pelanggaran berat adalah tanpa uang
pesagon dan tanpa uang penghargaan masa kerja;
5. Dalam hal pekerjaan yang ditugaskan kepada pekerja telah berkurang dimana
perusahaan tidak memerlukan lagi jasa pekerja, maka perusahaan berhak
memutuskan hubungan kerja dengan pekerja;
6. Pekerja terikat pada perusahaan dan wajib bekerja sampai dengan perjanjian
ini berakhir. Jika pekerja mengundurkan diri sebelum berakhirnya perjanjian
ini pekerja wajib memberitahukan perusahaan secara tertulis minimal 30 hari
dimuka sebelum tanggal pengunduran diri;
7. Apabila pekerja dikualifikasikan mengundurkan diri karena mangkir selama
5 hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa keterangan yang sah dan telah
dipanggil oleh perusahaan 2 kali secara patut maka pekerja harus membayar
kembali kepada perusahaann (a) upah bersih bulanan sebesar sisa masa
kontrak (sampai dengan waktu kontrak berakhir), (b) seluruh biaya training
(jika ada), termasuk biaya-biaya terkait;
8. Apabila hubungan kerja berkahir sebelum jatuh tempo hari raya keagamaan,
pekerja tidak berhak menerima THR keagamaan, kecuali pekerja pindah atau
di pindahkan ke hotel lain dalam grup Accor;
9. Pekerja meninggal dunia atau tidak mampu melakukan pekerjaan atau tugas
kecuali sakit (hanya dibenarkan dengan adanya surat keterangan tertulis dari
dokter) atau alasan yang sah lainnya;
Jika melihat point 4, jelas terjadi kekeliruan bahwa pekerja tidak melakukan
kesalahan berat seperti yang dikategorikan didalam Pasal 158 ayat (1) Undang-
undang Ketenagakerjaan:
1. Pengusaha dapat memutuskan hubungan kerja terhadap pekerja dengan alasan
pekerja telah melakukan kesalahan berat sebagai berikut:
Kesuma Melati & Stanislaus Atalim
Analisis Terhadap Kebijakan Demosi Pada Pekerja
PT. Megah Mitra Sukses (Studi Kasus Putusan
Nomor 146/Pdt.Sus-PHI/2016/PN.JKT.PST Jo
Putusan Mahkamah Agung Nomor 257K/Pdt.Sus-PHI/2017)
(a) melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang dan/atau uang milik
perusahaan;
(b) memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan
perusahaan;
(c) mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, memakai dan/atau
mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya di lingkungan kerja;
(d) melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja;
(e) menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi teman sekerja atau
pengusaha di lingkungan kerja;
(f) membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
(g) dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan
bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan;
(h) dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau pengusaha
dalam keadaan bahaya di tempat kerja;
(i) membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya
dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara; atau
(j) melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam pidana
penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
Juncto Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 115/PUU-VII/2009 tahun 2009
juncto Surat Edaran Menakertrans Nomor SE-13/MEN/SJ-HK/I/2005 jika
pengusaha hendak melakukan PHK karena pekerja melakukan kesalahan berat,
harus ada putusan hakim pidana yang berkekuatan hukum tetap terlebih dahulu.
Bahwa pertimbangan hakim setelah membaca Perjanjian Kerja Waktu
Tertentu (PKWT) antara pekerja dengan perusahaan khususnya dalam Perjanjian
Kerja Waktu Tertentu (PKWT) pada ketentuan Pasal 13 Pemutusan Hubungan
Kerja, yang secara khusus mengatur mengenai pengakhiran hubungan kerja atau
pengakhiran Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dengan segala implikasi
Kesuma Melati & Stanislaus Atalim
Analisis Terhadap Kebijakan Demosi Pada Pekerja
PT. Megah Mitra Sukses (Studi Kasus Putusan
Nomor 146/Pdt.Sus-PHI/2016/PN.JKT.PST Jo
Putusan Mahkamah Agung Nomor 257K/Pdt.Sus-PHI/2017)
hukumnya diperoleh beberapa fakta-fakta hukum. Dengan melihat salah satu si
dari point 5 yaitu : “dalam hal pekerjaan yang ditugaskan kepada pekerja telah
berkurang dimana perusahaan tidak memerlukan lagi jasa pekerja, maka
perusahaan berhak memutuskan kerja dengan pekerja”. Bahwa, terceminkan
keberpihakan karena mengenai pekerjaan yang dijabati pekerja tersebut oleh
pihak perusahaan tidak mengatakan bahwa pekerjaan yang ditugaskan kepada
pekerja tersebut telah berkurang sehingga perusahaan tidak memerlukan jasa
pekerja, sehingga disini pertimbangan hakim mencerminkan keberpihakan
terhadap perusahaan. Sebagaimana yang tertuang didalam keputusan Mahkamah
Agung Republik Indonesia Nomor KM A/104/A/SK/XII/2006 tentang pedoman
perilaku hakim, hakim harus berperilaku adil, berperilaku jujur dengan tidak
mencerminkan keberpihakan, berintegritas tinggi.
Putusan ini dirasa tidak memenuhi unsur filosofis yaitu keadilan, karena
hakim memutuskan untuk menolak atas permohonan sisa masa kontrak pekerja.
Pengambilan putusan dalam kasus ini, hakim dirasa tidak memperhatikan fakta-
fakta hukum dalam persidangan yang mana pekerja dilarang untuk masuk
kedalam area kerja dan tidak dapat melakukan absensi serta hakim juga tidak
memperhatikan kesaksian yang ada pada persidangan yang mana para saksi telah
mengatakan bahwa pekerja diturunkan jabatannya jauh dari posisi semula awal.
Seharusnya hakim memberikan perlindungan hukum dalam hal
mempertimbangkan mengenai sisa masa kontrak pekerja yang mana pekerja
merupakan pihak yang lemah.
Putusan hakim pada kasus ini menurut penulis juga tidak memenuhi konsep
pekerja. Dimana pekerja melakukan pekerjaan untuk mendapatkan imbalan yang
mana imbalannya digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup dirinya,
keluarganya atau masyarakat. Pekerja dianggap posisinya lebih lemah dari
pengusaha, namun di depan hukum kedudukan antara perusahaan dengan pekeja
sama.
Kesuma Melati & Stanislaus Atalim
Analisis Terhadap Kebijakan Demosi Pada Pekerja
PT. Megah Mitra Sukses (Studi Kasus Putusan
Nomor 146/Pdt.Sus-PHI/2016/PN.JKT.PST Jo
Putusan Mahkamah Agung Nomor 257K/Pdt.Sus-PHI/2017)
Di dalam pertimbangan hakim dikatakan, bahwa tindakan pekerja menolak
demosi yang diberikan perusahaan dikarenakan menganggap kebijakan demosi
tersebut tidak sesuai dengan kemampuan dan disiplin ilmu yang dipunyai pekerja
adalah tidak wajar dan tidak dapat dipertimbangkan, mengingat mutasi atau
promosi atau demosi adalah wewenang dan hak managemen yang tentunya
berdasarkan aturan yang berlaku. Jika melihat Pasal 32 ayat (1) dan ayat (2)
Undang-undang Ketenagakerjaan dikatakan bahwa:
a) Penempatan tenaga kerja dilaksanakan berdasarkan asas terbuka, bebas,
obyektif, serta adil, dan setara tanpa diskriminasi.
b) Penempatan tenaga kerja diarahkan untuk menempatkan tenaga kerja pada
jabatan yang tepat sesuai dengan keahlian, keterampilan, bakat, minat, dan
kemampuan dengan memperhatikan harkat, martabat, hak asasi, dan
perlindungan hukum.
Dalam memberikan pertimbangan hukum, hakim haruslah memperhatikan
ketentuan-ketentuan yang berlaku, fakta-fakta persidangan serta hak-hak yang
seharusnya pekerja dapatkan guna penegakan hukum yang mana hal tersebut
merupakan wujud dari perlindungan hukum dari invidu yang disewenang-
wenangkan dengan individu lainnya. Oleh karena itu hakim haruslah
memperhatikan kepastian hukum sebagai wujud perlindungan terhadap setiap
individu agar tidak terjadi tindakan sewenang-wenang yang dilakukan oleh
individu lainnya dan memperhatikan hakhak yang seharusnya diterima.
Seharusnya pihak perusahaan sebelum memutasi dan/atau mendemosi
pekerja, hendaklah memperhatikan Pasal 32 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang
Ketenagakerjaan bahwa berdasarkan asas terbuka, bebas, obyektif, serta adil, dan
setara tanpa diskriminasi serta menempatkan tenaga kerja pada jabatan yang tepat
sesuai dengan keahlian, keterampilan, bakat, minat, dan kemampuan dengan
memperhatikan harkat, martabat, hak asasi, dan perlindungan hukum. Memang
jelas bahwa mutasi maupun demosi merupakan kewenangan mutlak pihak
Kesuma Melati & Stanislaus Atalim
Analisis Terhadap Kebijakan Demosi Pada Pekerja
PT. Megah Mitra Sukses (Studi Kasus Putusan
Nomor 146/Pdt.Sus-PHI/2016/PN.JKT.PST Jo
Putusan Mahkamah Agung Nomor 257K/Pdt.Sus-PHI/2017)
perusahaan, tetapi perusahaan juga harus memperhatikan keahlian, keterampilan,
bakat, minat, dan kemampuan pekerjanya. Karena pada kasus ini, jelaslah bakat
minat pekerja pada bagian direktur HRD sehingga tidaklah wajar apabila pekerja
diturunkan jabatannya ke jenjang pekerjaan yang paling bawah dari struktur
organisasi PT. Megah Mitra Sukses. Pelaksanaan demosi dapat diartikan sebagai
pengusaha telah memerintahkan pekerja untuk melaksanakan pekerjaan di luar
yang diperjanjikan, dengan melihat Pasal 169 ayat (1) huruf e jo. Pasal 93 ayat (2)
huruf f jo. Pasal 54 ayat (1) huruf c dan d Undang-undang Ketenagakerjaan
pekerja hanya bersedia bekerja sesuai dengan isi perjanjian kerja. Namun dalam
putusan Pengadilan Hubungan Industrial Nomor 146/Pdt.Sus-
PHI/2016/PN.JKT.PST Jo Putusan Mahkamah Agung Nomor 257K/Pdt.Sus-
PHI/2017 menurut penulis tidaklah memenuhi asas perlindungan hukum terhadap
pekerja, yang mana hal ini dibuktikan dengan putusan hakim yang menolak atas
tuntutan hak-hak yang diajukan oleh pekerja. Dalam hal pengambilan putusan
tersebut bahwa hakim tidak memperhatikan fakta-fakta hukum dalam persidangan
dan tidak tepat dalam menerapkan dasar serta terlihat adanya keberpihakan oleh
hakim kepada perusahaan, yang mana seharusnya hakim memberikan putusan
yang seadil-adilnya bagi para pihak sehingga hal ini tidaklah belum terpenuhinya
dengan apa yang seharusnya yang tercantum pada Undang-undang
Ketenagakerjaan.
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan paparan analisis diatas berkaitan dengan penelitian yang telah
dilakukan, maka penulis dapat menarik kesimpulan yaitu:
1. Demosi yang dilakukan terkesan bentuk akal-akalan dari perusahaan untuk
mem-PHK pekerjanya (faktor like or dislike). Apabila memang
Kesuma Melati & Stanislaus Atalim
Analisis Terhadap Kebijakan Demosi Pada Pekerja
PT. Megah Mitra Sukses (Studi Kasus Putusan
Nomor 146/Pdt.Sus-PHI/2016/PN.JKT.PST Jo
Putusan Mahkamah Agung Nomor 257K/Pdt.Sus-PHI/2017)
perusahaan ingin mendemosi pekerja terlebih alasan pembinaan karyawan
seharusnya pekerja tidak perlu diberikan 3 (tiga) pilihan sebelum akhirnya
perusahaan mendemosinya, karena disini terkesan pihak pekerja sudah
tidak lagi dibutuhkan oleh pihak perusahaan. Agar menghindar dari
pembayaran sisa konrak, perusahaan mendalilkan bahwa ini merupakan
pembinaan karyawan, yang mana apabila pekerja ditempatkan pada posisi
terendah maka ada kemungkinan pekerja akan merasa tidak betah dan
akan mengundurkan dirinya dari perusahaan, sehingga hal tersebut
tidaklah perlu bagi perusahaan untuk membayar sisa dari masa kontrak
kerja pekerja.
Dengan melihat keterangan yang telah diberikan perusahaan maupun
pekerja, untuk terpenuhinya perlindungan hukum bagi pihak pekerja
maupun perusahaan maka mediator Suku Dinas Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Kota Administrasi Jakarta Pusat melalui proses mediasi
antara perusahaan dengan pekerja maka pihak mediator mempunyai
pendapat bahwa pekerja tetap mendapatkan hak nya berupa sisa masa
kontrak yang telah diperjanjikan sebelumnya yang mana sisa masa
kontraknya yaitu 14 (empat belas bulan) x 18.000.000,- (Delapan Belas
Juta Rupiah) tetapi perusahaan menolak, dan hakim juga memutuskan
bahwa pekerja tidak berhak untuk mendapatkan hak-hak apapun. Sehingga
menurut penulis, dengan tidak diberikannya hak-hak tersebut maka belum
terpenuhinya perlindungan hukum terhadap pekerja.
2. Pertimbangan hakim terhadap putusan ini tidaklah memenuhi asas
perlindungan hukum terhadap pekerja, yang mana hal ini dibuktikan
dengan putusan hakim yang menolak atas tuntutan hak-hak yang diajukan
oleh pekerja secara seluruhnya. Dalam hal pengambilan putusan tersebut
bahwa hakim tidak memperhatikan fakta-fakta hukum dalam persidangan
dan tidak tepat dalam menerapkan dasar serta terlihat adanya
Kesuma Melati & Stanislaus Atalim
Analisis Terhadap Kebijakan Demosi Pada Pekerja
PT. Megah Mitra Sukses (Studi Kasus Putusan
Nomor 146/Pdt.Sus-PHI/2016/PN.JKT.PST Jo
Putusan Mahkamah Agung Nomor 257K/Pdt.Sus-PHI/2017)
keberpihakan oleh hakim kepada perusahaan, yang mana seharusnya
hakim memberikan putusan yang seadil-adilnya bagi para pihak sehingga
hal ini tidaklah belum terpenuhinya dengan apa yang seharusnya yang
tercantum pada Undang-undang Ketenagakerjaan.
B. Saran
1. Bagi pihak perusahaan, agar mengusahakan tidak terjadinya demosi yang
terkesan akal-akalan seperti ini, juga sebaliknya bagi pekerja yang tidak
menerima untuk di demosi harus memberikan penjelasan yang jelas
kepada pihak perusahaan yang mana hal tersebut dapat dijadikan
pertimbangan bagi pihak perusahaan sehingga tidak dapat dijadikan alasan
bagi pihak perusahaan untuk kemudian mem-PHK pekerjanya dengan
alasan menolak perintah kerja, terlebih jika tidak tercapai kesepakatan
antara kedua belah pihak. Mengenai demosi juga harus diberikan
pengaturan secara jelas dan khusus yang tercantum dalam Peraturan
Perusahaan, Perjanjian Kerja, serta Perjanjian Kerja Bersama agar
memiliki prosedur yang jelas dan dasar hukum yang mengikat.
2. Bagi pihak pekerja, apabila memang pekerja menerima demosi tersebut
lakukanlah tugas pekerja dengan sebaik mungkin sehingga apabila pekerja
ingin menggugat perusahaan, tidak ada celah bagi pihak lain untuk
menyalahkan pekerja, karena pekerja telah melakukan pekerjaan dengan
sebaik mungkin. Lalu pekerja kedepannya harus lebih memperhatikan lagi
dengan baik Peraturan Perusahaan, Perjanjian Kerja, dan Perjanjian Kerja
Bersama yang berlaku dalam perusahaan serta peraturan perundang-
undangan yang lain terkait dengan bidang ketenagakerjaan. Dengan
maksud apabila terjadi suatu perselisihan antara pekerja dan perusahaan
khususnya pemutusan hubungan kerja berkaitan dengan demosi, pekerja
Kesuma Melati & Stanislaus Atalim
Analisis Terhadap Kebijakan Demosi Pada Pekerja
PT. Megah Mitra Sukses (Studi Kasus Putusan
Nomor 146/Pdt.Sus-PHI/2016/PN.JKT.PST Jo
Putusan Mahkamah Agung Nomor 257K/Pdt.Sus-PHI/2017)
dapat mengetahui dengan baik masing-masing hak dan kewajiban
pengusaha maupun pekerja.
3. Bagi pihak pemerintah, perlu adanya perubahan terhadap Undang-undnag
Ketenagakerjaan saat ini, karena dengan berkembangnya suatu teknologi
maka pekerja semakin tidak diperlukan lagi dengan begitu pekerja sebagai
pihak yang lemah kedudukannya tidak ada perlindungan hukum yang
cukup memenuhi hak-hak pekerja dan untuk demosi sendiri juga tidak
diatur secara eksplisit maupun implisit pada Undang-undang
Ketenagakerjaan yang mana mengenai demosi merupakan hal yang sering
ditemukan pada lapangan.
IV. DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Effendi Hariandja, Marihot Tua. Manajemen Sumber Daya Manusia,
Pengadaan, Pengembangan, Pengkompensasian dan Pengikatan
Produktivitas Karyawan. Jakarta: Gramedia, 2002.
Harahap, Yahya. Hukum Acara Perdata. Jakarta: Sinar Grafika, 1987.
Mertokusumo, Sudikno. Mengenal Hukum Liberty Yogyakarta. Yogyakarta:
Djembatan, 1999.
M. Hadjon, Philipus. Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia. Surabaya:
Peradan, 2007.
Raharjo, Satjipto. Hukum Ilmu Hukum. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000.
Soepomo, Imam. Pengantar Hukum Perburuhan. Jakarta: Djembatan, 1999.
Sunindhia, YW. Masalah Pemutusan Hubungan Kerja dan Pemogokan. Cetakan
ke-1. Jakarta: Bina Aksara, 1988.
Uwiyono, Aloysius. Asas-asas Hukum Perburuhan. Jakarta: Rajawali Pers, 2014.
Kesuma Melati & Stanislaus Atalim
Analisis Terhadap Kebijakan Demosi Pada Pekerja
PT. Megah Mitra Sukses (Studi Kasus Putusan
Nomor 146/Pdt.Sus-PHI/2016/PN.JKT.PST Jo
Putusan Mahkamah Agung Nomor 257K/Pdt.Sus-PHI/2017)
B. Artikel Jurnal Online
Husna, Dinal Dkk. “Prestasi Kerja, Kondisi Organisasi, Perilaku Disfungsional
dan Demosi Pns”. Jurnal Kebijakan Publik. Volume 3, Nomor 2 Tahun
2012: 3
Pratitha,Yasmin Chairunisa Muchtar. “Pengaruh Penerapan Promosi Dan Demosi
Terhadap Prestasi Kerja Karyawan Pada Master Kredit Cabang Medan”.
Jurnal USU. Volume 1, Nomor 1 Tahun 2013: 3