Content uploaded by Gunawan Djajaputra
Author content
All content in this area was uploaded by Gunawan Djajaputra on Aug 04, 2021
Content may be subject to copyright.
Available via license: CC BY-SA 4.0
Content may be subject to copyright.
Jodhantara Aulliandika & Gunawan Djajaputra
TANGGUNG JAWAB PPAT DALAM HAL PEMBUATAN
AKTA JUAL-BELI TANPA SEPENGETAHUAN AHLI WARIS
Volume 2 Nomor 2, Desember 2019
E-ISSN : 2655-7347
1
TANGGUNG JAWAB PPAT DALAM HAL PEMBUATAN AKTA JUAL-
BELI TANPA SEPENGETAHUAN AHLI WARIS
Jodhantara Aulliandika
(Mahasiswa Fakultas Hukum Untar)
Email: jodhantaraaulliandika@yahoo.com
Dr. Gunawan Djajaputra, S.H., S.S., C.N., M.H.
(Corresponding Author)
(Dosen Tetap Universitas Tarumanagara, Mengajar Hukum Perdata di Universitas Tarumanagara,
Meraih Gelar Sarjana Hukum, Magister Hukum dan Doktor di Universitas Indonesia)
(Email:gunjapp62@yahoo.com)
Abstract
Land Deed Makers / PPAT Officers are officials who have the authority to make authentic deeds related
to legal actions such as making land sale and purchase deeds. However, in practice, PPAT is often used
as a part of the Defendant because of inaccuracy or inadvertence in making the sale and purchase deeds
to the detriment of the heirs of the landowner. So the problem arises how the accountability of PPAT in
terms of making Deed of Sale and Purchase without the knowledge of the Heirs of the Land? The method
used is a normative legal research method. Based on PPAT Cikampek analysis results in decision
number 12 / PDT.G / 2017 / PN.KWG declared to have committed acts against the law in carrying out
their duties violating the precautionary principle of making Deed of Sale without the presence of Seller
/ heir so that, PPAT is dropped Article Acts against the law but without being held accountable, it should
be in accordance with the provisions of Article 1365 of the Indonesian Criminal Code, a person who
commits an act against the law is obliged to provide compensation, but in this decision the judge does
not decide on the PPAT to be responsible but impose the article on illegal acts against PPAT with the
regions Cikampek sub-district, Karawang Regency.
Keywords: PPAT responsibility, deed of sale and purchase, without the knowledge of, heirs
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanah dan seluruh isinya adalah anugerah yang telah Tuhan berikan kepada
umat manusia untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya agar tercipta kesejahteraan
kelangsungan hidup manusia di bumi. Bagi sebagian masyarakat Indonesia,
menggantugkan hidupnya dari tanah melalui usaha pertanian, peternakan, dan lain-
lain.
1
Oleh karena itu, memiliki tanah adalah dambaan dan harapan bagi setiap
orang, karena tanah selain memiliki nilai historis bagi pemiliknya, tanah juga
1
Sri Hajati, dkk, Buku,Ajar,Politik_Hukum.Pertanahan, Cetakan Pertama, (Surabaya: Airlangga
University.Press, 2017), hal.1.
Jodhantara Aulliandika & Gunawan Djajaputra
TANGGUNG JAWAB PPAT DALAM HAL PEMBUATAN
AKTA JUAL-BELI TANPA SEPENGETAHUAN AHLI WARIS
Volume 2 Nomor 2, Desember 2019
E-ISSN : 2655-7347
2
memiliki nilai ekonomis yang ke depan prospeknya cukup menjanjikan bagi
kelangsungan hidup seseorang.
Mengingat keberadaan tanah merupakan faktor yang sangat penting bagi
kehidupan masyarakat, maka permasalahan pertanahan menjadi perkara yang
sangat sensitif dan cukup komplek jika sengketa tanah itu terjadi apalagi pihak-
pihak yang bersengketa tidak memiliki bukti kepemilikan. Untuk menghindari
konflik yang berkaitan dengan masalah pertanahan, maka pemilik tanah harus
memiliki sertipikat atau girik sebagai bukti kepemilikan.
2
Sertipikat tanah
merupakan bukti otentik pemegang hak yang didasarkan pada data fisik dan data
yuridis yang telah didaftarkan dalam buku tanah,
3
yang dikeluarkan oleh pejabat
Badan Pertanahan Nasional (BPN) dengan tetap merujuk pada tempat dimana akta
itu dibuat.
4
Pada umumnya seseorang menguasai atau memiliki tanah diperoleh
melalui hibah, waris, jual-beli dan tukar menukar. Jual-beli merupakan salah satu
budaya yang telah dipraktekan sejak dahulu kala yang kini telah menjadi kebiasaan
masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya. Melalui proses jual-beli,
barang yang diinginkan dapat dinikmati dan digunakan sesuai dengan keperluan
dan kepentingannya.
Banyak dijumpai di masyarakat untuk memiliki tanah diperoleh melalui
transaksi jual-beli, dan untuk memperkuat keabsahan jual-beli dibuatlah surat-
surat dalam bentuk akta jual-beli (AJB) dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT).
5
Apabila dalam transaksi jual-beli di daerah tersebut belum ada PPAT,
undang-undang telah memberi kewenangan kepada Camat yang dalam jabatan
atau kapasitasnya dipersamakan sebagai PPAT sementara.
6
Keberadaan
PPAT/Camat di wilayah-wilayah tertentu yang belum ada PPAT sangat
dibutuhkan masyarakat dalam pembuatan surat-surat tanah/rumah menjadi penting
2
Peraturan_Pemerintah_Nomor 24 Tahun 1997 tentang_Pendaftaran Tanah, Pasal 4 ayat (1) jo.
Pasal_3 huruf.a.
3
Jimmy Joses Sembiring, Panduan Mengurus Sertipikat Tanah, Cetakan Pertama, (Jakarta:
Visimedia, 2010), hal.43.
4
Kian Goenawan, Panduan Mengurus Sertipikat Tanah dan Property, Cetakan ke-1, (Yogyakarta:
Bes Publisher, 2009), hal. 9.
5
Urip.Santoso, Perolehan.Hak_Atas Tanah, Cetakan Pertama, (Jakarta: Kencana,2015), hal.105.
6
Eko_Yulian_Isnur, Tata_Cara_Mengurus Surat-Surat Rumah_dan-Tanah, Cetakan Ketiga,
(Yogyakarta:.Pustaka_Yustisia, 2009), hal.70
Jodhantara Aulliandika & Gunawan Djajaputra
TANGGUNG JAWAB PPAT DALAM HAL PEMBUATAN
AKTA JUAL-BELI TANPA SEPENGETAHUAN AHLI WARIS
Volume 2 Nomor 2, Desember 2019
E-ISSN : 2655-7347
3
karena untuk melindungi hak serta memberikan jaminan kepastian hukum atas
kepemilikannya.
7
Jual-beli secara umum diartikan sebagai perjanjian timbal balik antara
penjual dan pembeli sama-sama memiliki kesepakatan atas objek barang yang
diperjanjikan. Pembeli memiliki kewajiban untuk menyerahkan objek barang,
sedangkan penjual menyerahkan sejumlah uang untuk membayar objek barang.
Ketentuan tentang jual-beli tetap merujuk pada KUHPer Pasal 1457 dijelaskan
bahwa perjanjian jual-beli adalah suatu perjanjian timbal balik, di mana pihak yang
satu atau penjual berjanji untuk menyerahkan suatu objek barang yang
diperjanjikan kepada pihak lain dalam hal ini pembeli dengan syarat dilakukan
pembayaran sesuai yang telah diperjanjikan. Ketentuan lain yang masih ada
kaitannya dengan jual-beli yaitu Pasal 1458 KUHPer, yang pada intinya
menekankan telah terjadi transaksi jual-beli dan sah secara hukum seketika apabila
telah terjadi kesepakatan kedua belah pihak meskipun pembayaran belum lunas.
Artinya, bahwa jual-beli tersebut dibenarkan asalkan kedua belah pihak
menyepakati yang proses pembayarannya menjadi kesepakatan kedua belah
apakah melalui proses kredit atau membayar kekurangannya secara tempo dengan
waktu yang ditentukan.
Implikasi dari adanya perjanjian jual-beli adalah beralihnya hak
kepemilikan dan penguasaan. Begitu pula dalam perjanjian jual-beli tanah, maka
menurut ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2007, perjanjian yang
berhubungan dengan masalah perpindahan hak atas tanah termasuk di dalamnya
jual-beli tanah, harus turut melibatkan pihak PPAT. Oleh karena itu, dalam
pelaksanaan jual-beli, kedua belah pihak penjual dan pembeli sangat diupayakan
datang bersama-sama dan menghadap ke kantor PPAT atau Kantor Camat
setempat untuk kemudian dibuat akta jual-beli.
8
Menurut Sri Harjati dkk, dalam jual-beli tanah ada ketentuan yang harus
dipenuhi oleh para pihak yaitu syarat materil maupun formil. Pemenuhan syarat
materil mengharuskan penjual maupun pembeli sebagai pihak yang benar-benar
berhak, berwenang dan boleh melakukan jual-beli tanah dan hanya pemegang hak
7
Ibid., hal.27.
8
Ibid, hal. 70.
Jodhantara Aulliandika & Gunawan Djajaputra
TANGGUNG JAWAB PPAT DALAM HAL PEMBUATAN
AKTA JUAL-BELI TANPA SEPENGETAHUAN AHLI WARIS
Volume 2 Nomor 2, Desember 2019
E-ISSN : 2655-7347
4
tanah sajalah yang dapat melakukan jual-beli. Sedangkan syarat formil, kedua
belah pihak yang melakukan perjanjian jual-beli tanah harus menghadap ke PPAT
untuk dibuatkan akta sebagai bukti telah terjadinya peristiwa hukum jual beli
tanah, apabila tidak dibuatkan akta dihadapan PPAT, maka akan menglamai
kesulitan dalam proses pendaftaran tanah selanjutnya.
9
Tanpa adanya bukti akta
dari PPAT, jual-beli tidak dapat di daftar karena akta PPAT merupakan salah satu
syarat-mutlak untuk pendaftaran peralihan tersebut.
10
Selain itu, dalam perjanjian
jual-beli tanah juga harus terpenuhinya syarat sah perjanjian sesuai Pasal 1320
KUHPer yaitu adanya kesepakatan, kecakapan syarat objek tertentu dan kausa
yang diperkenankan.
11
Persyaratan tersebut secara hukum memang harus terpenuhi agar di
kemudian hari transaksi jual-beli tanah tidak menemui masalah di masa
mendatang, karena apabila terjadi masalah, maka pihak yang merasa dirugikan
dapat melakukan proses hukum penuntutan ke pengadilan. Kondisi ini seperti
terjadi dalam kasus perkara Putusan No. 12/PDT.G/2017/PN.KWG, karena adanya
ahli waris sebagai pemegang hak atas tanah tidak merasa melakukan transaksi jual-
beli tanah, akan tetapi tanah telah beralih ke pihak lain melalui proses jual-beli
yang penuh dengan rekayasa karena pihak penjual statusnya sudah meninggal
dunia, namun anehnya seolah-olah telah melakukan transaksi jual-beli yang secara
logika dan nalar sehat tidak dibenarkan dengan alasan apapun.
Dalam kasus ini Penggugat A.Djumena melawan Tergugat- I (Satu), Arif
Bambang Sutyadi dan Tergugat-II PPAT H.M Atori Hasanudin. Pada tahun 1973
nenek Penggugat bernama Usni semasa hidupnya memiliki sebidang tanah seluas
4,995 Ha (empat koma sembilan ratus sembilan puluh lima hektar) berdasarkan
Kikitir (C) No.1883, Persil No.181, Blok D.IV Desa Dawuan Barat, Kecamatan
Cikampek Kabupaten Karawang yang di wariskan kepada ayah penggugat yang
bernama Hadiwinata yang sudah meninggal.
9
Sri Hajati, dkk, Op.Cit., hal.202.
10
.Maria_S.W._Soemardjono, Kebijakan.Pertanahan,.antara Peraturan dan Implementasi,
Cetakan Ketiga,.Edisi Revisi, (Jakarta:.Kompas Gramedia, 2005), hal. 139.
11
Agus.Yudha_Hernoko, Hukum.Perjanjian.Asas.Proporsisionalitas dalam_Kontrak.Komersial,
Edisi Pertama, Cetakan Keempat, (Jakarta: Kencana, 2014), hal.160.
Jodhantara Aulliandika & Gunawan Djajaputra
TANGGUNG JAWAB PPAT DALAM HAL PEMBUATAN
AKTA JUAL-BELI TANPA SEPENGETAHUAN AHLI WARIS
Volume 2 Nomor 2, Desember 2019
E-ISSN : 2655-7347
5
Sampai tahun 2015 tanah tersebut masih kosong dan tidak digarap.
selanjutnya pada awal tahun 2016 Penggugat bermaksud untuk memanfaatkan
sebidang tanah tersebut namun muncul pihak yang mengaku sudah membeli tanah
milik almarhumah Usni yaitu Arif Bambang Sutyadi (Tergugat-I). Saat itu
Tergugat I memperlihatkan Akta Jual-beli No.914/Kec-Ckp/VII/1990 tertanggal 4
Juli 1990 yang dibuat dihadapan/oleh H.M.Atori Hasanudin, BA, PPAT/Camat
dengan daerah kerja Kecamatan Cikampek Kabupaten Karawang (Tergugat-I).
Penggugat melakukan pengecekan ke Kecamatan Cikampek berkaitan
dengan Akta Jual-beli dimaksud, dan ternyata memang ada Akta Jual-beli tersebut
selanjutnya Penggugat meminta salinan Akta Jual-beli No.914/Kec-Ckp/VII/1990
tertanggal 4 Juli 1990. Namun, setelah Penggugat mencermati Akta Jual-beli
No.914/Kec-Ckp/VII/1990 tertanggal 4 Juli 1990 ternyata didapati ketidakbenaran
dalam akta yang di berikan. Bahwa ketidakbenaran tersebut adalah Akta Jual-beli
No.914/Kec-Ckp/VII/1990 tertanggal 4 Juli 1990 padahal Usni (nenek Penggugat)
meninggal dunia pada tanggal 15 Desember 1989 (Usni meninggal enam bulan
lebih dulu dari terbitnya Akta Jual-beli), sehingga Penggugat menganggap Akta
Jual-beli No.914/KecCkp/VII/1990 tertanggal 4 Juli 1990 mengandung cacat
yuridis karena berisi kebohongan karena kebohongan yang ada dalam terbitnya
Akta Jual-beli No.914/KecCkp/VII/1990 tertanggal 4 Juli 1990, maka perbuatan
Tergugat I dan Tergugat II patut dikategorikan sebagai perbuatan melawan hokum
yang telah merugikan Penggugat yang merupakan ahli waris yang berhak atas
warisan neneknya melalui orang tua pengguat berupa sebidang tanah seluas 4,995
Ha (empat koma sembilan ratus sembilan puluh lima hektar) berdasarkan Kikitir
(C) No. 181, Blok D.IV, Desa Dawuan Barat, Kecamatan Cikampek, Kabupaten
Karawang.
Dalam Point ini Tergugat-I telah melakukan perbuatan melawan hukum
karena telah merekayasa terbitnya Akta Jual-beli No.914/Kec-Ckp/VII/1990
tertanggal 4 Juli 1990, padahal orang yang tertera di Akta dimaksud sebagai
penjualnya telah meninggal dunia sejak tanggal 15 Desember 1989 (enam bulan
sebelumnya).
Tergugat-II pun telah melakukan tindakan melawan hukum karena dalam
melaksanakan tugas profesinya sebagai PPAT dengan wilayah kerja Kecamatan
Jodhantara Aulliandika & Gunawan Djajaputra
TANGGUNG JAWAB PPAT DALAM HAL PEMBUATAN
AKTA JUAL-BELI TANPA SEPENGETAHUAN AHLI WARIS
Volume 2 Nomor 2, Desember 2019
E-ISSN : 2655-7347
6
Cikampek dinilai telah melanggar prinsip kehati-hatian yaitu membuat Akta Jual-
Beli tanpa kehadiran pihak penjual mupun pembeli. Oleh karena itu penelitian ini
akan diuraikan lebih lanjut perihal masalah pertanggungjawaban pihak PPAT yang
telah membuat akta jual-beli tanah yang tanpa sepengetahuan ahli waris.
B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas yang telah di uraikan oleh penulis maka
dirumskanlah permasalahan yaitu:Bagaimana pertanggung jawaban PPAT dalam
hal membuat Akta Jual-Beli tanpa sepengetahuan Ahli Waris Tanah?
C. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, metode yang digunakan yaitu metode penelitian hukum
normatif dengan data sekunder yang diperoleh melalui pengumpulan dan
penelaahan berdasarkan studi kepustakaan (library research). Penelitian ini
menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan kasus yang diperoleh dari data
lapangan dalam perkara sengketa jual-beli tanah yang telah diputus oleh
pengadilan melalui Putusan No. 12/PDT.G/2017/PN.KWG, sedangkan yang
kedua yaitu pendekatan undang-undang yang menelaah beberapa ketentuan
perundang-undangan berhubungan dengan masalah yang diteliti.
II. ANALISIS
A. Uraian Kasus
Peristiwa perselisihan dalam jual-beli tanah seringkali mengemuka karena
berbagai faktor. Salah satu di antaranya yaitu karena salah satu pihak merasa tidak
pernah menjual atau mengalihkan tanah hak miliknya ke orang lain, namun ada
klaim dari pihak lain yang merasa telah membeli atas tanah yang disengketakan
tersebut. Seperti halnya terjadi dalam perkara Putusan Nomor 12/Pdt/G/2017/
PN.Kwg yang juga telah dikuatkan oleh Putusan Banding pada Pengadilan Tinggi
Bandung Nomor: 530/PDT/2017/PT.BDG.
Para pihak yang bersengketa dalam perkara ini yaitu A. Djumena selaku
Penggugat. A. Djumena merupakan cucu dari nenek Usni selaku pemilik sebidang
tanah seluas 4,995 Ha (empat koma sembilan ratus sembilan puluh lima hektar)
Jodhantara Aulliandika & Gunawan Djajaputra
TANGGUNG JAWAB PPAT DALAM HAL PEMBUATAN
AKTA JUAL-BELI TANPA SEPENGETAHUAN AHLI WARIS
Volume 2 Nomor 2, Desember 2019
E-ISSN : 2655-7347
7
berdasarkan Kikitir No.1883, Persil No. 181 beralamat di Jl. Blok D.IV Desa
Dawuan Barat, Cikampek Kabupaten Karawang.
Arif Bambang Sutyadi selaku Tergugat I yang merupakan pihak yang
mengklaim telah membeli tanah tersebut pada tanggal sesuai dengan akta jual-beli.
Selanjutnya pihak camat/PPAT Kecamatan Cikampek yang dijadikan sebagai
Tergugat II karena perannya telah membuat Akta Jual-beli No.914/Kec-
Ckp/VII/1990 tertanggal 4 Juli 1990 tanpa sepengetahuan ahli waris.
Perselisihan muncul pada awal 2016 ketika Penggugat hendak
memanfaatkan objek tanah milik nenek Usni yang pada tahun 2015 masih kosong
tidak digarap. Penggugat merasa kaget karena pada awal tahun 2016 pada saat
mendatangi tanah tersebut ada pihak yang mengklaim telah membeli dari
almarhum Usni yaitu Tergugat I yang kemudian diperlihatkan bukti jual-beli yang
telah ditandatangai oleh Tergugat II dalam bentuk Akta Jual-beli No.914/Kec-
Ckp/VII/1990 tertanggal 4 Juli 1990.
Untuk memastikan keabsahan akta jual-beli tersebut, Penggugat
melakukan pengecekan ke Kecamatan Cikampek dan setelah dilakukuan
pengecekan ternyata benar adanya transaksi jual-beli tanah sesuai dengan yang
tertulis dalam akta tersebut. Dikarenakan masih kurang yakin atas akta jual-beli
tersebut, maka Penggugat kemudian meneliti kembali dengan cermat antara
tanggal jual-beli dengan kematian neneknya. Setelah dicermati secara mendalam,
bahwa ditemukan adanya ketidakbenaran yang cukup janggal dalam penulisan
waktu jual-beli karena nenek Usni telah meninggal dunia pada 15 Desember 1989,
sedangkan akta jual-beli tertulis tanggal 4 Juli 1990. Dengan melihat fakta tersebut,
jelas terjadi ketidaksesuaian karena salah satu pihak dalam akta tersebut sudah
meninggal 6 (enam) bulan yang lalu yang secara logika tidak mungkin melakukan
transaksi jual-beli tanah untuk tanggal 4 Juli 1990 sehingga akta jual-beli tersebut
menurut pandangan Penggugat mengandung cacat yuridis karena berisi
kebohongan.
Terbitnya Akta Jual-beli No.914/Kec-Ckp/VII/1990 tertanggal 4 Juli 1990
yang tidak sesuai dan berisi kebohongan telah meyakinkan Penggugat bahwa
transaksi jual-beli tanah tersebut sebagai.perbuatan melawan hukum yang telah
merugikan A.Djumena selaku Penggugat yang merupakan salah satu ahli waris
Jodhantara Aulliandika & Gunawan Djajaputra
TANGGUNG JAWAB PPAT DALAM HAL PEMBUATAN
AKTA JUAL-BELI TANPA SEPENGETAHUAN AHLI WARIS
Volume 2 Nomor 2, Desember 2019
E-ISSN : 2655-7347
8
yang berhak atas warisan dari orang tua berupa sebidang tanah yang menjadi objek
sengketa. Dengan demikian, maka dapat dikatakan Penggugat I telah melakukan
perbuatan melawan hukum karena telah merekayasa terbitnya Akta Jual.Beli
No.914/Kec-Ckp/VII/1990 tertanggal 4 Juli 1990, padahal orang yang tercantum
dalam akta sebagai penjuual telah meninggal dunia tanggal 15 Desember 1989
yang tidak mungkin melakukan transaksi jual-beli untuk tanggal 4 Juli 1990.
Demikian pula dengan Tergugat-II yang telah mengeluarkan dan
mengsahkan Akta Jual Beli No.914/Kec-Ckp/VII/1990 tertanggal 4 Juli 1990 telah
turut melakukuan perilaku yang telah melawan hukum dikarena didalam
menjalankan tugasnya sebagai PPAT dengan wilayah kerja Kecamatan Cikampek
dinilai telah melanggar prinsip kehati-hatian dan tidak cermat dan teliti karena
membuat akta jual beli tanpa kehadiran penjual dan pembeli. Tergugat I maupun
Tergugat II dapat dikatakan sebagai pihak yang telah melakukan perilaku
menyimpang dari hukum yang berlaku.
Berdasarkan dalil yang telah diajukan, Penggugat memohon kepada Ketua
Majelis Hakim untuk menerima dan mengabulkan seluruh gugatan dan
menyatakan sah dan berharga seluruh bukti-bukti yang diajukan di muka
persidangan. Menyatakan Tergugat-I sebagai pihak yang telah melakukan
perbuatan melawan hukum karena telah merekayasa terbitnya akta jual beli yang
penuh dengan kebohongan dan untuk Tergugat-II telah melanggar prinsip ketidak
cermatan dan ketidakpenuh hati-hatian karena membuat akta jual-beli tanpa
menghadirkan penjual dan pembeli sebagai perbuatan melawan hukum.
Begitupula dengan terbitnya Akta Jual Beli No.914/Kec-Ckp/VII/1990 tertanggal
4 Juli 1990 yang mengandung cacat yuridis sehingga harus dinyatakan batal demi
hukum dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat serta para tergugat harus
tunduk dan patuh terhadap isi putusan pengadilan dan dibebankan membayar biaya
yang timbul dalam proses perkara di pengadilan.
Eksepsi Tergugat
Menjawab tuntutan Penggugat, Tergugat-II mengajukan eksepsi atau
jawaban terkait permasalahan tersebut yang pada pokoknya Tergugat-II
mempermasalahkan kewenangan absolut perihal gugatan yang seharusnya
Jodhantara Aulliandika & Gunawan Djajaputra
TANGGUNG JAWAB PPAT DALAM HAL PEMBUATAN
AKTA JUAL-BELI TANPA SEPENGETAHUAN AHLI WARIS
Volume 2 Nomor 2, Desember 2019
E-ISSN : 2655-7347
9
didaftarkan ke PTUN, dengan alasan karena setelah dicermati secara seksama,
yang menjadi dasar dalam gugatan adalah Akta Jual-Beli No.914/Kec-
Ckp/VII/1990 tertanggal 4 Juli 1990. Selain itu, Penggugat juga dengan tegas dan
jelas baik dalam posita maupun dalam petitum menuntut agar Pengadilan Negeri
Karawang membatalkan Akta Jual-Beli No.914/Kec-Ckp/VII/1990 tertanggal 4
Juli 1990 yang telah dikeluarkan oleh Camat Cikampek selaku PPAT yang
merupakan pejabat PTUN, dengan demikian akta jual-beli tersebut merupakan
Keputusan TUN hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 9 UU No.51/2009
tentang PTUN yang menyatakan bahwa Keputusan Tata Usaha Negara adalah
suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat TUN yang
berlaku bersifat konkrit, individual dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi
orang atau badan hukum perdata. Oleh dikarenakan hal tersebut, AJB No.914/Kec-
Ckp/VII/1990 tertanggal 4 Juli 1990, merupakan suatu Keputusan Tata Usaha
Negara, maka Peradilan Umum (Pengadilan Negeri) tidak memiliki kewenangan
untuk mengadilinya dan yang berwenang untuk memeriks dan mengadilinya
adalah Pengadilan Tata Usaha Negara.
Dengan demikian, Tergugat-II menyatakan berdasarkan hal-hal tersebut di
atas, maka telah jelas dan terang bahwa gugatan Penggugat yang memohon
pembatalan Akta Jual-Beli No.914/Kec-Ckp/VII/1990 tertanggal 4 Juli 1990
adalah merupakan kewenangan Peradilan Tinggi Tata Usaha Negara, sehingga
gugatan Penggugat harus dinyatakan ditolak.
Ekspeksi Tergugat II menilai gugatan Penggugat kabur atau tidak jelas
(obscuur libel), karena Penggugat tidka jelas menyebutkan objek sengketa dalam
perkara ini, apakah yang menjadi objek sengketa dalam perkara ini adalah tanah
seluas 4,995 (empat koma sembilan ratus sembilan puluh lima hektar) berdasarkan
Kikitir No.1883, Persil No. 181 beralamat di Jl. Blok D.IV Desa Dawuan Barat,
Cikampek Kabupaten Karawang dengan batas-batas meliputi sebelah utara
berpatasan dengan Darat Linawati, sebelah timur berbatasan dengan jalan desa,
sebelah selatan berbatasan dengan jalan tol Jakarta-Cikampek dan sebelah barat
berbatasan dengan Darat milik H. Hasan Basri; atau Akta Jual-beli No.914/Kec-
Ckp/VII/1990 tertanggal 4 Juli 1990 karena tidak ada kejelasan mengenai objek
Jodhantara Aulliandika & Gunawan Djajaputra
TANGGUNG JAWAB PPAT DALAM HAL PEMBUATAN
AKTA JUAL-BELI TANPA SEPENGETAHUAN AHLI WARIS
Volume 2 Nomor 2, Desember 2019
E-ISSN : 2655-7347
10
sengketa dalam perkara ini, maka gugatan Pengguat menjadi kabur sehingga harus
ditolak atau setidak-tidaknya dinyatakan tidak dapat diterima.
Berdasarkan eksepsi tersebut, maka Tergugat II memohon kepada Majelis
Hakim Pengadilan Negeri Karawang yang memeriksa dan mengadili perkara ini
untuk memutus perkara dengan amar putusan mengabulkan ekspesi Tergugat II
untuk seluruhnya, dan dalam pokok perkara menolak gugatan Penggugat untuk
seluruhnya atau setidak-tidaknya menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat
diterima. (niet onvabkelijke verklaard) atau menghukum Penggugat untuk
membayar seluruh biaya perkara.
Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Karawang
Dalam pertimbangannya, hakim Pengadilan Negeri Karawang yang
memeriksa dan mengadili perkara ini terdapat pertimbangan-pertimbangan dari
kedua belah pihak yang bsesengketa. Majelis hakim juga telah memeriksa objek
tanah yang menjadi sengketa dengan disaksikan anak dari penggugat bersama
kuasa hukumnya, dan dihadiri oleh Kepala Desa setempat yang telah terlebih
dahulu secara resmi diketahui oleh Pengadilan Negari Karawang melalui surat
resmi tertanggal 26 April 2017 Nomor W11.U10/568/HT.04.10/ IV/2017. Tanah
yang telah diperiksa tersebut adalah tanah sebagaimana objek dalam Akta Jual-beli
No.914/Kec-Ckp/VII/1990 tertanggal 4 Juli 1990, dengan gambar situasi yang
dijadikan sebagai bukti di pengadilan yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dengan putusan ini.
Dalam pertimbangan.eksepsi Tergugat, hakim telah mempertimbangkan
dalam putusan sela tanggal 3 Mei 2017 yang amarnya.menolak.eksepsi Tergugat
II mengenai kewenangan mengadilan (kompetensi absolut) dan memerintahkan
kedua belah.pihak.untuk.melanjutkan persidangan serta menangguhkan biaya
hingga adanya putusan akhir. Perihal eksepsi gugatan kabur, eksepsi Tergugat
ditolak karena objek tanah tersebut telah jelas yang menjadi objek.sengketa.dalam
perkara ini yaitu Akta.Jual.Beli No.914/Kec-Ckp/VII/1990 tertanggal 4 Juli 1990,
Jodhantara Aulliandika & Gunawan Djajaputra
TANGGUNG JAWAB PPAT DALAM HAL PEMBUATAN
AKTA JUAL-BELI TANPA SEPENGETAHUAN AHLI WARIS
Volume 2 Nomor 2, Desember 2019
E-ISSN : 2655-7347
11
sehingga diketahui bahwa pertimbangan hakim dalam perkara ini menolak
keseluruhan eksepsi tergugat tersebut.
Pertimbangan hakim dalam pokok perkara ini yaitu perihal gugatan
Penggugat yang pada pokoknya mengenai pembatalan Akta Jual-beli No.914/Kec-
Ckp/VII/1990 tertanggal 4 Juli 1990 antara Nenek Husni dan Tergugat.I.yang
dibuat.di hadapan.Tergugat.II yaitu Camat/PPAT Kecamatan Cikampek,
Kabupaten Karawang yang pada saat itu dijabat oleh H.M. Atori Hasanudin, BA.
Oleh karena itu, hakim mempertimbangkan bahwa diakui atau setidak-tidaknya
tidak disangkal, maka menurut hukum harus dianggap terbukti hal-hal sebagai
berikut:
1. Bahwa akta jual-beli sebidang tanah seluas 4,995 Ha (empat ribu sembilan
ratus sembilan puluh lima hektar) berdasarkan Kikitir (C) No.1883, Persil
No.181, Blok D.IV Desa Dawuan Barat, Kecamatan Cikampek Kabupaten
Karawang, tertanggal 4 Juli 1990.
2. Bahwa akta jual-beli tersebut antara Usni selaku penjual dengan arif Bambang
Sutyadi (Tergugat-I) yang dibuat dihadapan Camat/PPAT Kecamatan
Cikampek (Tergugat-II).
Menjadi persengketaan kedua belah pihak adalah apakah perbuatan
Tergugat-I dan Tergugat-II sebagai tindakan perbuatan.melawan.hukum dalam
penerbitan Akta Jual-beli No.914/Kec-Ckp/VII/1990 tertanggal 4 Juli 1990. Untuk
menjawabnya, majelis hakim akan mempertimbangkan mengenai legal standing
dari Penggugat dalam mengajukan gugatan ini.
Berdasarkan bukti yang ada berupa KTP atas nama Penggugat yang
menerangkan bahwa Penggugat adalah Penduduk Karawang yang dibuktikan
dengan adanya hubungan keluarga menerangkan bahwa kakek Penggugat bernama
Winata telah.meninggal.dunia dan pernah menikah.dengan.seorang.perempuan
bernama Usni dimana dari pernikahan Winata dan Usni dikaruniai 2 (dua) orang
anak yaitu almarhumah Hj. Marni dan Amlarhum Hadiwinata (Ayah Penggugat)
dan ayah Penggugat memiliki 6 (enam) anak yang salah satunya yaitu Penggugat
anak ke-5 dari Almarhum Hadiwinata. Keterangan tersebut juga diperkuat oleh
saksi-saksi bahwa Usni sebagai pemilik tanah dimaksud dalam Akta Jual-beli
No.914/Kec-Ckp/VII/1990 mempunyai anak bernama Hadiwinata yang tidak lain
Jodhantara Aulliandika & Gunawan Djajaputra
TANGGUNG JAWAB PPAT DALAM HAL PEMBUATAN
AKTA JUAL-BELI TANPA SEPENGETAHUAN AHLI WARIS
Volume 2 Nomor 2, Desember 2019
E-ISSN : 2655-7347
12
merupakan ayah dari Penggugat. Dengan demikian, menurut Majelis Hakim,
Penggugat mempunyai kapasitas (legalstanding in judicio) untuk menjadi pihak
Penggugat dalam perkara ini.
Majelis hakim juga mempertimbangkan apakah Tergugat.I dan Tergugat.II
telah meakukan perbuatan melawan hukum dalam penerbitan AJB No.914/Kec-
Ckp/VII/1990 terssebut, maka berdasarkan Pasal 163 HIR/283 RBG, Pengguat
berkewajiban untuk membuktikan hal tersebut di atas. Untuk menguatkan alasan
nya, Penggugat telah mengajukan seluruh bukti-bukti dan keterangan para saksi-
saksi untuk memperkuat pembuktian bahwa benar objek sengketa tersebut milik
nenek Husni.
Suatu perbuatan yang disebut sebagai perilaku melawan hukum apabila
perilaku itu bertentangan dengan hukum pada umumnya. Hukum yang dimaksud
tidak hanya berupa ketentuan undang-undang, tetapi juga aturan-aturan hukum
tidak tertulis yang hidup dalam masyarakat dan mengakibatkan timbulnya
kerugian bagi orang lain. Berdasarkan ketentuan Pasal.1365 BW.yang menegaskan
bahwa tiap perbuatan yang melanggar hukum dan dapat membawa kerugian pihak
lain, mewajibkan orang yang menyebabkan kerugian tersebut karena perliku nya
meenyebabkan harus mengganti rugi kepada orang tersebut
Ketentuan Pasal 1365 Burgerlijk Wetboek tersebut merupakan syarat yang
harus dipenuhi dalam hal adanya perilaku melawan hukum yaitu:
1. Adanya suatu perbuatan
Apabila dihubungkan dengan petitum Penggugat terkait adanya rekayasa
terbitnya akta jual-beli dan tidak cermatnya atau kurang kehati-hatian
PPAT/Camat setempat dalam membuat akta jual-beli, maka Tergugat I dan
Tergugat II dinayatakan telah melakukan perbuatan melawan hukum hal ini
pula dibuktikan dengan adanya Akta Jual-beli No.914/Kec-Ckp/VII/1990
tertanggal 4 Juli 1990 yang berarti ada perbuatan jual-beli atas sebidang tanah
yang menjadi objek sengketa.
2. Perilaku melawan hukum
Perilaku/Perbuatan yang mengandung kesalahan dapat dimaknai
sebagai perbuatan tersebut bertentangan dengan undang-undang atau
bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, atau asas kehati-hatian dan
Jodhantara Aulliandika & Gunawan Djajaputra
TANGGUNG JAWAB PPAT DALAM HAL PEMBUATAN
AKTA JUAL-BELI TANPA SEPENGETAHUAN AHLI WARIS
Volume 2 Nomor 2, Desember 2019
E-ISSN : 2655-7347
13
asas kepatuhan yang berlaku dalam kehidupan masyarakat. Berdasarkan alat
bukti yang.diajukan.Penggugat seperti Surat Pemberitahuan Objek Pajak, surat
Iuran Pembangunan Daerah, Surat Ketetapan Pajak Hasil Bumi Tahun 1967
atas nama Usni menunjukan bahwa sejarah tanah obyek sengketa dalam
perkara ini memang benar milik Usni. Demikian juga.berdasarkan keterangan
saksi-saksi yang pada pokoknya menyatakan bahwa mereka menggarap tanah
tersebut atas ijin dan sepengetahuan Almarhum Hadiwinata yang merupakan
ayah dari Penggugat dan anak dari Almarhum Usni. Begitupula dengan bukti
surat keterangan kematian atas nama Usni bin Tasan, yang menyatakan Usni
meninggal pada hari Jumat tanggal 15 Desember 1989, karena sakit.
Akta Jual-beli No.914/Kec-Ckp/VII/1990 tertanggal 4 Juli 1990 yang
dibuat pada tanggal 4 Juli 1990, yang berarti pada tanggal tersebut berdasarkan
surat keterangan kematian Usni saat dibuatnya akta jual-beli saat itu pihak
penjual yaitu Usni telah meninggal dunia. Akta jual-beli tanah yang pada
pokoknya merupakan suatu perjanjian dimana penjual berkehendak untuk
menjual tanahnya dengan kesepakatan-kesepakatan tertentu dengan pembeli
diantaranya sepakat mengenai obyeknya yang diperjualbelikan dan mengenai
harganya.
Sebagaimana yang telah dipertimbangkan bahwa Akta Jual-beli
No.914/Kec-Ckp/VII/1990 tertanggal 4 Juli 1990 dibuat setelah meninggalnya
Usni dengan demikian perjanjian jual-beli yang dituangkan dalam Akta Jual-
beli No.914/Kec-Ckp/VII/1990 tertanggal 4 Juli 1990 yang tertera dalam
perjanjian tertulis Usni dan Arif Bambang Sutyadi sebagai pembeli adalah
suatu keadaan yang tidak benar karena dengan meninggalnya Usni sebelum
dibuatnya akta jual-beli tersebut berarti tidak pernah ada kesepakatan yang
terjadi antara almarhum Usni dengan Arif Bambang Suytadi untuk jual-beli
tanah dalam akta tersebut. Dengan demikian perbuatan Tergugat I yang
memohon dibuatkan akta jual-beli ke PPAT/Camat Cikampek merupakan
perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang atau bertenangan dengan
ketertiban umum, kesusilaan, karena tidaklah mungkin orang yang telah
meninggal dunia dapat melakukan tindakan jual-beli.
Jodhantara Aulliandika & Gunawan Djajaputra
TANGGUNG JAWAB PPAT DALAM HAL PEMBUATAN
AKTA JUAL-BELI TANPA SEPENGETAHUAN AHLI WARIS
Volume 2 Nomor 2, Desember 2019
E-ISSN : 2655-7347
14
Pertimbangan terhadap adanya rekayasa yang dilakukan oleh Tergugat-
II karena telah melanggar prinsip kehati-hatian dan ketidakcermatan dalam
menjalankan tugasnya, karena tidak mungkin Usni yang telah meninggal dunia
dapat melakukuan transaksi jual-beli sebagaimana tertuang dalam Akta Jual-
beli No.914/Kec-Ckp/VII/1990 tertanggal 4 Juli 1990 dan akta tersebut dibuat
oleh PPAT/Camat Cikarang, sehingga berdasarkan hal Tergugat-II
bertentangan dengan prinsip kehati-hatian sebagai seorang PPAT karena
membuat dan menerbitkan suatu akta jual-beli yang salah stau pihaknya telah
meninggal dunia akan tetapi dapat disertakan dalam pembuatan Akta Jual-beli
No.914/Kec-Ckp/VII/1990 tertanggal 4 Juli 1990.
Selain adanya perbuatan dan adanya kesalahan dalam pembuatan akta
jual-beli, syarat lain agar suatu perbuatan dinyatakan sebagai perbuatan
melawan hukum adalah adanya kerugian dan antara perbuatan dengan
timbulnya kerugian ada hubungan sebab akibat atau kausalitas. Hubungan
yang timbul yaitu adanya perbuatan Tergugat I dan Tergugat II sehingga terbit
Akta Jual-beli No.914/Kec-Ckp/VII/1990 tertanggal 4 Juli 1990 telah
mengakibatkan hak-hak hukum dari Usni yang saat ini diwakili oleh salah satu
ahli warisnya yaitu Penggugat telah dilanggar karena Penggugat sebagai salah
satu ahli waris dari Usni, yaitu kerugian yang sifatnya immateril.
Dengan demikian, maka perbuatan Tergugat-I yang telah merekayasa
terbitnya Akta Jual-beli No.914/Kec-Ckp/VII/1990 tertanggal 4 Juli 1990
sebagai perbuatan melawan hukum dan Tergugat-II dalam menjalankan
tugasnya sebagai PPAR/Camat Cikampek telah melanggar prinsip-prinsip
kehati-hatian yaitu membuat akta jual-beli tanpa kehadiran penjual dan
pembeli adalah perbuatan melawan hukum dan seharusnya pula akibat dari
tindakan tersebut akta yang dibuat oleh H.M. Atori Hasanudin, BA,
PPAT/Camat Cikampek mengancung cacat yuridis sehingga batal demi hukum
dan memiliki kekuatan mengikat.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan hal-hal yang ada di atas, hakim
telah hakim tingkat pertama menolak seluruh eksepsi penggugat dan menerima
permohonan penggugat yang diperkuat dengan putusan banding pada Pengadilan
Jodhantara Aulliandika & Gunawan Djajaputra
TANGGUNG JAWAB PPAT DALAM HAL PEMBUATAN
AKTA JUAL-BELI TANPA SEPENGETAHUAN AHLI WARIS
Volume 2 Nomor 2, Desember 2019
E-ISSN : 2655-7347
15
Tinggi Bandung. Melalui putusan ini, maka jual-beli tanah tersebut dinyatakan
cacat secara hukum dan jual-beli dinyatakan batal demi hukum.
B. Analisis Tanggung Jawab PPAT Dalam Hal Pembuatan Akta Jual-beli Tanpa
Sepengatahuan Ahli Waris
PPAT merupakan salah satu profesi atau pejabat umum yang telah diberi
kewenangan oleh negara melalui peraturan perundang-undang yang mengatur
secara khusus tentang jabatan profesi tersebut karena negara memerlukan pejabat
yang secara khusus menanganai pembuatan akta di bidang pertanahan dan akta-
akta lain mengenai perbuatan hukum tertentu yang menjadi kewenangannya.
Perbuatan hukum tertentu meliputi membuat akta yang berkaitan dengan transaksi
jual-beli, hibah, tukar menukar, pembagian dan pemisahan, pembagian dan
pemisahan harta warisan, pemasukan dalam perseroan terbatas, hipotek dan credit
verband.
12
Keberadaan PPAT menjadi penting karena akta yang dibuat PPAT akan
menjadi prasyarat mutlak untuk keperluan pendaftaran peralihan hak atas tanah
pada kantor pertanahan setempat.
Melalui jual-beli terjadilah peralihan hak dan cara tersebut merupakan hal
yang lazim di masyarakat modern saat ini karena dengan cara jual-beli seseorang
dengan mudah mendapatkan dan memiliki apa yang diinginkan termasuk memiliki
tanah. Dengan adanya peristiwa jual-beli tersebut, maka beralihlah hak
kepemilikan dari hak penjual kepada pembeli dan menjadi kewenangan PPAT
mengenai perjanjian yang menyangkut peralihan hak atas tanah termasuk jual-beli
tanah. Oleh karena itu, pihak-pihak terkait penjual dan pembeli harus datang
menghadap bersama-sama ke PPAT, untuk kemudian membuat akta jual-beli
tanah. Apabila di wilayah tersebut tidak ada PPAT, maka dapat menghadap ke
Camat setempat yang dalam jabatannya dan kapasitasnya selaku PPAT sementara.
Selain menghadapt ke PPAT, dalam perjanjian jual-beli tanah juga harus
memenuhi syarat sahnya perjanjian Pasal 1320 KUHP, yaitu adanya kesepakatan,
kecakapan syarat objek tertentu dan kausa yang diperbolehkan.
12
B.F. Sihombing, Sistem Hukum PPAT Dalam Hukum Tanah Nasional Indonesia, Cetakan
Kesatu, (Jakarta: Kencana, 2019), hal.26.
Jodhantara Aulliandika & Gunawan Djajaputra
TANGGUNG JAWAB PPAT DALAM HAL PEMBUATAN
AKTA JUAL-BELI TANPA SEPENGETAHUAN AHLI WARIS
Volume 2 Nomor 2, Desember 2019
E-ISSN : 2655-7347
16
Menjadi permasalahan adalah ketika ada peralihan hak atas tanah melalui
jual-beli yang kemudian proses jual-beli terjadi adanya rekayasa dan pihak
PPAT/Camat tidak menjalankan tugasnya dengan baik karena mengabaikan
prinsip kewaspadaan, kecermatan dan ketelitian dalam menerima informasi para
penghadap pada saat pembuatan akta jual-beli tanah sehingga timbul gugatan dari
ahli waris karena merasa tidak pernah menjual akan tetapi dalam faktanya objek
tanah sudah beralih kepemilikannya sebagaimana yang terjadi dalam perkara
putusan Nomor 12/Pdt/G/2017/PN.Kwg. Seperti yang telah diuraikan di atas, A.
Djumena selaku Penggugat sebagai ahli waris yang merupakan cucu dari Nenek
Usni yang memiliki sebidang tanah seluas 4,995 ha (empat ribu sembilan ratus
sembilan puluh lima hektar) di wilayah Dawuan Barat, Cikampek-Karawang yang
telah meninggal tanggal 15 Desember 1989, namun pada tanggal 4 Juli 1990 terbit
Akta Jual-beli No.914/Kec-Ckp/VII/1990 yang dibuat oleh Atori Hasanudin
(Tergugat II) selaku PPAT/Camat Cikampek dan pihak pembelinya Arief
Bambang Setyadi (Tergugat I).
Secara yuridis, akta jual-beli tersebut tidak memenuhi syarat sahnya
perjanjian Pasal 1320 KUHP karena dalam transaksi jual-beli tersebut penuh
dengan rekayasa kebohongan yang dilakukan oleh pihak yang tidak
bertanggungjawab. Transaksi jual-beli tersebut jelas bertentangan dengan hukum
karena tidak adanya kata sepakat dari Almarhum Usni maupun pihak ahli waris.
Sepakat merupakan syarat mutlak agar suatu perjanjian itu sah. Sepakat disini
merupakan adanya kehendak yang dapat diwujudkan melalui tindakan yang secara
tegas menyatakan kesepakatannya. Jika demikian, maka dalam perjanjian jual beli
ini jelas tidak terpenuhinya kata sepakat karena tidak ada kehendak dari pihak
penjual karena Usni sendiri telah meninggal 6 bulan baru kemudian terbit akta jual
beli.
Dengan demikian hal itu, akta jual-beli No.914/Kec-Ckp/VII/1990 dengan
sendirinya menjadi cacat hukum karena dibuat berdasarkan informasi dan data
yang tidak benar. Patut diduga ada pihak-pihak yang memalsukan data-data
pemilik seperti tanda tangan misalnya untuk kepentingan transaksi jual-beli karena
akta jual-beli tersebut dapat dibuat di hadapan PPAT/Camat setempat. Tindakan
para tergugat jelas sebagai perbuatan melawan hukum karena menyalahi ketentuan
Jodhantara Aulliandika & Gunawan Djajaputra
TANGGUNG JAWAB PPAT DALAM HAL PEMBUATAN
AKTA JUAL-BELI TANPA SEPENGETAHUAN AHLI WARIS
Volume 2 Nomor 2, Desember 2019
E-ISSN : 2655-7347
17
perundang-undangan, ketertiban umum, kesusilaan dan asas kehati-hatian, serta
asas kepatuhan yang berlaku di masyarakat.
Akibat hukum dari sebuah akta yang dibuat berdasarkan informasi
kebohongan dan data yang tidak benar yang kemudian lolos dibuatkan akta di
hadapan PPAT/Camat, maka jual-beli tanah tersebut dinyatakan cacat secara
hukum dan jual-beli dinyatakan batal demi hukum dan tidak memiliki kekuatan
hukum mengikat. Batal demi hukum ini artinya tetap melalui proses hukum dengan
cara melakukan gugatan ke pengadilan menuntut pihak-pihak yang oleh undang-
undang dibenarkan untuk menuntut adanya upaya pembatalan terhadap akta jual-
beli Akta Jual-beli No.914/Kec-Ckp/VII/1990.
Tindakan PPAT/Camat Cikampek dalam perkara ini hakim menyatakan
sebagai perbuatan melawan hukum melanggar Pasal 1365 KUHPer. Seseorang
telah yang melakukan tindakan melawan hukum, maka konsekuensi hukumnya
diwajibkan untuk memberikan ganti kerugian, akan tetapi dalam putusan ini hakim
tidak menghukum untuk bertanggungjawab meskipun hakim tetap menjatuhkan
sebagai perbuatan melawan hukum terhadap PPAT/Camat H.M Atori Hasanudin
dengan daerah kerja Kecamatan Cikampek, Kabupaten Karawang.
Menurut penulis dalam perkara putusan Nomor 12/Pdt/G/2017/PN.Kwg,
sengketa jual-beli tanah di mana pembelinya maupun PPAT/Camat telah
merekayasa terbitnya Akta Jual-beli No.914/Kec-Ckp/VII/1990 sehingga A.
Djumena selaku ahli waris yang memiliki bukti tanda kematian Nenek Usni mudah
untuk membuktikan atas perbuatan melawan hukum Tergugat-I maupun Tergugat-
II di pengadilan. Namun demikian, penulis menyayangkan terhadap putusan hakim
yang tidak memberikan sanksi sebagai bentuk tanggungjawab kepada pihak yang
dirugikan. Dengan tidak adanya ganti rugi sebagai bentuk tanggungjawab dari
amar putusan hakim bagi PPAT/Camat yang telah bertindak tidak hati-hati dan
telah merugikan pihak Ahli Waris Nenek Usni, berarti telah ada pengabaian
ketentuan Pasal 1365 KUHPer yang pada prinsipnya seseorang telah yang
melakukan perbuatan melawan hukum, maka konsekuensi hukumnya diwajibkan
untuk memberikan ganti kerugian sebagai bentuk tanggungjawabnya. Padahal
secara teori, konsep tanggungjawab umum timbul karena adanya hubungan sebab
Jodhantara Aulliandika & Gunawan Djajaputra
TANGGUNG JAWAB PPAT DALAM HAL PEMBUATAN
AKTA JUAL-BELI TANPA SEPENGETAHUAN AHLI WARIS
Volume 2 Nomor 2, Desember 2019
E-ISSN : 2655-7347
18
akibat. Seseorang yang menjalankan tugas pada bidang profesi tertentu harus bisa
bertanggungjawab secara profesional terhadap profesi yang disandangnya.
Dalam konteks tanggungjawab PPAT dalam hal pembuatan akta jual-beli,
maka dapat melihat adanya hubungan hukum yang oleh negara melalui undang-
undang.telah memberi kewenangan PPAT untuk membuat akta-akta yang
berkaitan dengan masalah pertanahan dengan masyarakat yang membutuhkan
jasanya. Hubungan keduanya secara hukum telah diatur oleh undang-undang di
mana PPAT dalam menajalankan tugasnya harus bersikap hati-hati, cermat dan
tidak memihak. Begitupula masyarakat dalam setiap transaksi jual-beli tanah harus
menghadap ke PPAT untuk pembuatan AJB, karena dengan akta tersebut sebagai
bukti telah terjadinya perbuatan hukum mengenai jual-beli. Apabila tugas yang
dijalankan sesuai dengan aturan hukum, maka dapat dikatakan tugas tersebut telah
sesuai dengan tanggungjawabnya. Sebaliknya apabila tugas yang dijalankan tidak
berdasar aturan hukum akan berakibat timbulnya masalah/perselisihan dikemudian
hari. Sebagai konsekuensi, maka pihak yang dirugikan dapat dimintakan menuntut
pertanggungjawaban baik secara hukum maupun tanggunjawab secara moral.
Tanggungjawab hukum dalam pembuatan akta, PPAT dituntut bertindak
sesuai ketentuan normatif yang berlaku dan tidak boleh mengabaikan prinsip-
prinsip dalam pembuatan akta yaitu prinsip kehati-hatian dan kecermatan pada saat
menerima informasi atau keterangan yang disampaikan penghadap dan perlu
mengkonstantir terlebih dahulu sebelum dibuatkan akta. Tujuannya agar salah satu
atau di antara para pihak yang lain tidak merasa dirugikan, karena jika hal ini
diabaikan bisa saja di kemudian hari akan timbul gugatan terhadap akta dari pihak
yang merasa dirugikan. Sedangkan tanggungjawab secara moral, dituntut agar
selalu memperbaiki kinerja atas kekurangan yang ada agar lebih adil, lebih sesuai
dengan martabat manusia, dan supaya orang-orang dapat merasakan kebahagiaan
dari hasil output kerja yang telah dijalankan. Dengan adanya prinsip-prinsip moral
inilah yang menjadi dasar norma kritis yang harus diletakkan dalam menjalankan
profesi dalam keadaan yang semestinya.
13
PPAT bertanggung jawab secara moral
memberikan pelayanan yang baik berupa memberikan informasi yang jelas kepada
13
Khabib.Lutfi, Masyarakat.Indonesia dan Tanggungjawab.Moralitas, (Analsis, .Teori dan
Perspektif.Perkembangan.Moralitas di.Masyarakat), (Jakarta:.Guepedia,.2018), hal. 71.
Jodhantara Aulliandika & Gunawan Djajaputra
TANGGUNG JAWAB PPAT DALAM HAL PEMBUATAN
AKTA JUAL-BELI TANPA SEPENGETAHUAN AHLI WARIS
Volume 2 Nomor 2, Desember 2019
E-ISSN : 2655-7347
19
penghadap terhadap jika ada kekurangan persyaratan-persyaratan dalam
pembuatan akta dan tidak boleh memberikan salinan akta kepada orang lain yang
tidak berkepentingan tanpa seizin pemilik kecuali undang-undang mengaturnya
karena untuk proses balik nama karena jual-beli.
Berdasarkan aturan hukum yang berlaku, profesi sebagai PPAT/Camat
dalam melaksanakan jabatannya membuat akta tanah dihadapkan dengan 4
(empat) macam bentuk pertanggungjawaban di antaranya yaitu tanggungjawab
secara administrasi, tanggungjawab secara etik, tanggungjawab secara perdata dan
tanggungjawab secara pidana. Keempat tanggungjawab tersebut dapat dikenakan
bagi PPAT/Camat yang melanggar berdasarkan tingkat perbuatan yang
dilanggarnya.
Dalam kode etik PPAT juga diatur urutan sanksi-sanksi yang dapat
dikenakan PPAT sebagai bentuk pertanggungjawaban.dalam menjalankan tugas
dan profesinya sebagai seorang PPAT. Kode Etik PPAT dalam Pasal 6 Ayat (1)
secara tegas menyebutkan sanksi hukumannya yang meliputi:
1. Sanksi mendapat teguran;
2. Sanksi dengan peringatan;
3. Sanksi pemberhentian sementra atau schorsing dari kerikutsertaan
menjadi anggota IPPAT;
4. Sanksi Onzetting (pemecatan) dari keanggotaan perkumpulan;
5. Pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan perkumpulan
IPPAT.
Dalam pertimbangan hukum putusan Nomor 12/Pdt/G/2017/PN.Kwg,
hakim menyatakan adanya rekayasa dalam terbitnya akta jual-beli, maka penulis
berpendapat bahwa tindakan PPAT/Camat Cikampek telah melakukan
pelanggaran berat, karenanya telah menerbitkan akta jual-beli yang cacat hukum
sehingga menimbulkan perselisihan antara ahli waris yang tidak merasa menjual
atau memindatahtangankan kepada pihak lain dengan tergugat-I selaku pihak yang
membeli. Apabila PPAT/Camat yang bersangktuan dilaporkan untuk dimintakan
pertanggungjawaban secara etik, maka berdasarkan pada Kode Etik PPAT sanksi
dapat dikenakan yaitu merujuk pada Pasal 4 huruf (r) Kode Etik PPAT yang
hukumannya meliputi:
Jodhantara Aulliandika & Gunawan Djajaputra
TANGGUNG JAWAB PPAT DALAM HAL PEMBUATAN
AKTA JUAL-BELI TANPA SEPENGETAHUAN AHLI WARIS
Volume 2 Nomor 2, Desember 2019
E-ISSN : 2655-7347
20
1. Ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Jabatan PPAT dan ketentuan perundang-
undangan lainnya yang terkait dengan tugas pokok PPAT;
2. Isi sumpah jabatan;
3. Hal-hal yang menurut ketentuan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah.Tangga
dan/atau keputusan lain yang ditetapkan oleh organisasi IPPAT tidak boleh
dilakukan oleh anggota perkumpulan IPPAT.
Melakukan rekayasa sehingga terbit akta jual-beli yang penuh dengan
informasi kebohongan dalam perkara jelas telah melanggar ketentuan hukum dan
juga melanggar kewajiban sebagai PPAT karena mengabaikan prinsip kehati-
hatian yaitu membuat akta jual-beli tanpa kehadiran pihak penjual menghadap
kepadanya. Jadi apabila merujuk pada Kode Etik PPAT, maka tindakan tersebut
dapat dikenakan sanksi berupa pemberhentian secara tidak hormat karena
perbuatannya telah melanggar ketentuan dalam peraturan PPAT dan Kode Etik
PPAT.
Berdasarkan hasil analisis di atas, maka dapat dilihat PPAT di Kecamatan
Cikampek sebagai PPAT yang telah diputus melakukan perbuatan melawan
hukum karena telah melanggat prinsip kehati-hatian dalam pembuatan akta jual-
beli tersebut seharusnya bertanggung jawab kepada pihak yang dirugikan yaitu ahli
waris Usni yaitu A.Djumena karena sesuai dengan Pasal 1365 Kitab Undang-
undang Hukum Perdata yang berisikan Setiap perilaku/perbuatan yang melawan
hukum .yang oleh karena itu menimbulkan kerugian pada orang lain mewajibkan
orang yang karena kesalahanya menyebabkan kerugian tersebut mengganti
kerugian. Dalam isi pasal tersebut sangatlah jelas bahwa menyebutkan yang karena
kesalahanya menyebabkan kerugian tersebut harus mengganti kerugian.
Sebagai bentuk tanggungjawab yang dapat dilakukan oleh PPAT/Camat
H.M. Atori Hasanudin, BA, dalam melaksanakan jabatannya untuk memberikan
pelayanan hukum selaku PPAT yang berwenang membuat akta otentik di bidang
hukum tertentu termasuk akta di bidang pertanahan sesuai dengan wilayah
kerjanya, maka untuk memberikan kemanan dalam pembuatan akta kepada
masyarakat yang menghadap padanya harus bisa semaksimal mungkin membuat
konstruksi hukum yang benar atas kasus tersebut. Konstruksi hukum yang harus
dibuat dalam pengikatan jual beli seharusnya melibatkan ahli waris yang masih
Jodhantara Aulliandika & Gunawan Djajaputra
TANGGUNG JAWAB PPAT DALAM HAL PEMBUATAN
AKTA JUAL-BELI TANPA SEPENGETAHUAN AHLI WARIS
Volume 2 Nomor 2, Desember 2019
E-ISSN : 2655-7347
21
hidup yaitu dengan A.Djumena yang diketahui sebagai salah satu cucu dari nenek
Usni sehingga klausula-klausila jual beli tersebut tidak melibatkan orang yang
sudah meninggal dunia akan tetapi harus memfokuskan pada pihak ahli waris
sehingga dengan turut dilibatkannya ahli waris yang masih hidup klausula dalam
akta perjanjian jual beli memberikan perlindungan terhadap kedua belah pihak
yaitu penjual dan pembeli.
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
Pertanggungjawaban PPAT/Camat dalam menjalankan jabatannya akan selalu
dihadapkan pada 4 (empat) macam bentuk pertanggungjawaban yaitu
tanggungjawab secara administrasi, tanggungjawab secara etik, tanggungjawab
secara perdata dan tanggungjawab secara pidana. Dalam perkara pembuatan akta
yang penuh dengan kebohongan dan rekayasa pada Perkara Putusan Nomor
12/PDT.G/2017/PN.KWG, hakim hanya memutuskan perbuatan tersebut sebagai
perbuatan melawan hukum Pasal 1365, akan tetapi PPAT/Camat yang
bersangkutan tidak dikenakan sanksi hukum apapun sebagai bentuk
pertanggungjawaban hukumnya.
B. Saran
1. Menyandang sebagai profesi PPAT hendaknya mengedanpkan sikap moral dan
akhlak yang baik, serta dalam menjalankan tugasnya harus penuh dengan sikap
kewaspadaan dalam menerima informasi dari pihak yang datang menghadap
dan perlunya mengkonstantir terlebih dahulu sebelum dibuatkan akta agar
tidak terjadi perselisihan di kemudian hari atas akta yang telah dibuatnya.
2. PPAT sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam melaksanakan tugas yang
menjadi kewenangannya harus tetap cermat dan teliti dalam membuat suatu
akta, cermat dan teliti disni adalah Camat menjalankan tugasnya harus sesuai
dengan peraturan-peraturan yang ada dan tidak.bertentang dengan peraturan-
peraturan yang ada, agar dikemudian hari tidak menimbulkan permasalahan
yang dapat merugikan banyak pihak.
Jodhantara Aulliandika & Gunawan Djajaputra
TANGGUNG JAWAB PPAT DALAM HAL PEMBUATAN
AKTA JUAL-BELI TANPA SEPENGETAHUAN AHLI WARIS
Volume 2 Nomor 2, Desember 2019
E-ISSN : 2655-7347
22
IV. DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Goenawan, Kian. Panduan Mengurus Sertifikat Tanah dan Property, Cetakan
ke-1. (Yogyakarta: BestPublisher, 2009.)
Hajati, Sri. dkk, Buku Ajar Politik Hukum Pertanahan. Cetakan Pertama.
(Surabaya: Airlangga University Press, 2017.)
Hernoko, Agus Yudha. Hukum Perjanjian Asas Proporsisionalitas dalam
Kontrak Komersial. Edisi Pertama. Cetakan ke-4. (Jakarta: Kencana,
2014.)
Isnur, Eko Yulian. Tata Cara Mengurus Surat-Surat Rumah dan Tanah.
Cetakan Ketiga. (Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2009.)
Mertokusumo, Sudikno. Hukum Acara Perdata Indonesia. (Yogyakarta;
Liberty, 1981.)
Prodjodikoro, R. Wirjono. Perbuatan Melanggar Hukum. (Bandung: Sumur
Bandung, 1976.)
Santoso, Urip. Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah. (Jakarta: Penerbit
Kencana, 2011.)
________. Perolehan Hak Atas Tanah. Cetakan ke-1. (Jakarta: Kencana,
2015.)
________. Pejabat Pembuat Akta Tanah. (Jakarta: Prenadamedia Group,
2016.)
Sembiring, Jimmy Joses. Panduan Mengurus Sertifikat Tanah. Cetakan
Pertama. (Jakarta: Visimedia, 2010.)
Sihombing, B.F. Sistem Hukum PPAT Dalam Hukum Tanah Nasional
Indonesia. Cetakan Ke-1. Jakarta: Kencana, 2019.)
B. Peraturan.Perundang-Undang
Indonesia.Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
________. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek).
________. Undang-Undang No.4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas
Tanah Berserta Benda-benda yang berkaitan dengan Tanah.
Jodhantara Aulliandika & Gunawan Djajaputra
TANGGUNG JAWAB PPAT DALAM HAL PEMBUATAN
AKTA JUAL-BELI TANPA SEPENGETAHUAN AHLI WARIS
Volume 2 Nomor 2, Desember 2019
E-ISSN : 2655-7347
23
________. Peraturan Pemerintah nomor 24 Tahun 2016 tentang Perubahan
Atas Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan
Jabatan Pembuat Akta Tanah.
________. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah serta Hak dan Kewajibannya.
C. Kamus
Subekti, R. dan R. Tjitrosudibio. Kamus Hukum. Jakarta: Prandja
Paramita,1980.