ArticlePDF Available

KEPATUHAN TERHADAP PERATURAN LALU LINTAS PARA PENGENDARA DI PERKOTAAN (Inquiry: Jurnal Ilmiah Psikologi, 4 (1), 2011)

Authors:

Abstract

Masalah kedisiplinan pengendara sepeda motor di perkotaan merupakan masalah yang belum dapat dipecahkan. Keberadaan regulasi lalu lintas belum memberikan kontribuso yang sig- nifikan untuk mengatasi kemacetan. Masih ada hambatan yang terkait dengan tingkat kepatuhan terhadap peraturan lalu lintas di daerah perkotaan. Permasalahan kepatuhan akan peraturan lalulintas ini akan dibahas dalam artikel ini. Faktor-faktor apa yang menyebabkan adanya tingkah laku ketidakpatuhan terhadap peraturan lalulintas muncul. Focus pembahasan tentang kepatuhan yang akan dibahas berkaitan dengan pertumbuhan sepeda motor, peran hukum dan nilai-nilai disiplin yang ditekankan oleh lingkungan sosial terdekatnya. Pertumbuhan sebeda motor yang kuat men- guatkan munculnya perilaku ketidakpatuhan sebagai bentuk jalan keluar dari kondisi yang tidak nyaman. Penegakan hukum yang tegas dapat diharapkan memicu munculkan kepatuhan. Selain itu tekanan dari lingkungan sosial disekitarnya pada penegakan peraturan tersebut, mampu memberikan tekanan secara psikologis.
M
KEPATUHAN TERHADAP PERATURAN LALU
LINTAS PARA PENGENDARA DI PERKOTAAN
Handrix Chris Haryanto
Dosen Program Studi Psikologi Universitas Paramadina
handrix.haryanto@paramadina.ac.id
ABSTRAK: Masalah ked isiplinan pengendara sep eda motor di perkotaan merupakan masalah yan g
belum dapat dipecahkan . Keberadaan regula si lalu lintas belum memberikan ko ntribuso yan g sig -
nifikan untuk menga tasi kema cetan. Ma sih a da ham batan yang t erka it dengan tin gkat kepatuhan
terhadap peraturan lalu lintas di daerah perkotaan. Permasa lahan k epatuhan akan peraturan lalulin -
tas ini akan diba has dala m a rtikel ini. Faktor -faktor apa ya ng menyebab kan adanya t ingka h laku
ketidak patuhan terhadap peratu ran lalulin tas mu ncu l. Focus pembahasa n t entang kepatuhan yan g
akan dibaha s berka itan d engan pertumbuhan sepeda motor, p eran hukum da n nilai -nila i disiplin
yang ditekankan oleh lin gkunga n sosial terdekatnya . Pertumbuhan sebeda m otor yang kuat men -
guatkan munculnya perilak u ketida kpatuha n seba gai bentuk jala n kelua r da ri kondisi yang tidak
nyaman. Penegakan hukum yan g tegas dapat diharapkan memicu munculkan kepatuhan. Selain itu
tekanan dari lingk ungan sosial d isekita rnya pada penegakan peraturan tersebut, mam pu mem beri -
kan tekanan secara psikologis.
ABSTRACT: The Problems of discipline for motor vehicle riders in the urban area still can not be resolved. The
existence of traffic regulations are not yet able to contribute to traffic order. There are still obstacles
regarding compliance to traffic regulations in urban area. In this article, the writer would like to di scuss
factors of non-compliance to traffic regulations. The subject of compliance will be discussed in relation with
growth of motor vehicles, the role of law and the pressure value of discipline in the closest social environ -
ment. The high growth number of motorcycle give rise to congestion and crowding that affect the behavior of
non-compliance as a form of avoiding uncomfortable situations. Upholding of the law firmly can force
compliance with traffic regulations. The emphasis the closest social environment put on the regulation gives
psychological pressure that are able to influence individual's compliance to traffic regulations.
Keyword: compliance, motor vehicles growth, role of the law, closest social environment.
unawar (2007) menyata kan bahwa
keberhasila n pem ban gunan
sangat
dipengaruhi oleh peran transportasi
kehidupa n manusia khususnya da lam efektivita s
mobilitas penduduk itu sendiri. Pada sisi lain,
perkembangan transportasi akan memberikan
seba gai urat nad i keh idupan politik , ek onom i, sosial
budaya, dan pertahanan keamanan .
Sistem ja rin gan transporta si dapat dilihat da ri segi
efektivitas, dalam arti selamat, aksesibilitas tinggi,
terpadu, kapasitas mencukup i, teratur, lan car dan
cepat , mudah dicapai, tepat waktu, nyaman, ta rif
terjangka u, tertib, aman, ren dah po lusi. Sedangkan
dari segi ef isiensi da lam a rti beban publik rendah dan
utilitas tinggi dalam satu kesatua n ja ringa n sistem
transporta si.
Pada satu sisi, perkembangan transpo rta si
dalam milenium ini sangat membantu dinamika
efek domino yang bersifat negatif jika tidak
mampu dilakukan kontrol atas penggunaan
ma upun a da nya regu la si ya ng tepat, ef ekt if, da n
efisien.
Indonesia sebagai salah satu negarayangsedan g
berkembang tidak terlepas dari
permasalahan
akan dunia transporta si. Hal ini tidak terlepas dari
ada nya p eningk ata n keb utu han perjala nan
yang
harus d ipenuh i da lam gera k tra nsporta si seka rang
ini. Perma salahan yang nyata dihadapi hingga saat
ini terkait dengan kondisi transportasi adalah
permasalahan yang terjadi di perkotaan seiring
39
40
INQUI RY Jurnal Ilmiah Psilco lo gi, Vol. 4 / Nove m ber 2011, hlm 39 - 46
dengan keberadaan transportasi da rat yang ada.
Pen ingkatan kebut uhan perja lanan ini seca ra
khusus dapat d ilihat seca ra nyata pada da erah
perkotaan (Munawar, 2007). Perkotaan sebagai salah
satu bentuk nyata dari perkembangan suatu negara
dalam usahanya memenuhi kebutuhan perjalanan
direalisasikan dengan peningkatan jumlah kendaraan
yang ada.
Hal tersebut bisa dilihat dalam tabel peningkatan
jumlah kendaraan yang ada di Indonesia berdasar data
Badan Pusat Statistik Indonesia hingga tahun 2009.
Berdasarkan pada data di atas dapat dijelaskan
bahwa p eningkatan jum lah kendaraan yang ada
terus mengalami tren kena ikan setiap tahunnya.
Peningkatan jumlah kendaraan baik pribadi maupun
umum mencapai ratusan ribu hingga jutaan un it
kendaraan hingga tahun 2008. Tren peningkatan
yang terus menerus terjadi menjadikan kondisi
jalana n yan g tida k kondusif saat ini. Ha l ini dapat
terlih at dengan kondisi ja lanan yang m ula i penu h
sesak khususnya di perkotaan.
Selain hal tersebut pada kenyataan-nya ketertiban
transportasi di Indonesia masih sangat rendah. Tinglcat
kecelakaan, kematian akibat kecelakaan dan pelanggaran
lalu lintas yang tinggi, bah kan menduduki p eringkat
atas di dunia menunjukkan kurang sadarnya seba gian
besar lapisan masyarakat terhadap ketertiban lalu lintas
(Munawar, 2007).
Pelanggaran-pelanggaran yang terjadi saat ini sudah
menjad i pandangan yan g biasa terjadi di perkotaan.
Pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan o leh para
pengendara di perkotaan bisa mencapai ribuan kasu s.
Hal ini bisa terlihat dari hasil operasi patuh yang biasa
dilakukan sebagai upaya penegakan dan kesadaran akan
hukum.
Tabel 1. Jumlah Kendaraan dari tahun 1999 - 2009
Tahun
1999*)
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
Mobil
penumpang
2.897.803
3.038.913
3.261.807
3.403.433
3.885.228
4.464.281
5.494.034
6.615.104
8.864.961
9.859.926
10.364.125
Bis
Truk
644.667 1.628.531
666.280 1.707.134
687.770 1.759.547
714.222 1.865.398
798.079 2.047.022
933.199 2.315.779
1.184.918 2.920.828
1.511.129 3.541.800
2.103.423 4.845.937
2.583.170 5.146.674
2.729.572 5.187.740
Sepeda motor
Jumlah
13.053.148 18.224.149
13.563.017 18.975.344
15.492.148 21.201.272
17.002.140 22.985.193
19.976.376 26.706.705
23.055.834 30.769.093
28.556.498 38.156.278
33.413.222 45.081.255
41.955.128 57.769.449
47.683.681 65.273.451
52.433.132 70.714.569
Sumber : Kepolisian Republik Indonesia *) sejak 1999 tidak termasuk Timor Timur (http://www.bps.gold/tab)
Tabel 2. Daftar Kasus Pelangga ran dari Berba gai Media
No. Sumber Kasus
1. www.detiknews.com Operasi patuh jaya yang dilaksa naka n tanggal 11-12 Juli 2011,
(edisi 13/07/2011) jajaran Polda Metro Jaya telah meninda k 10.001 pelangga r lalulinta s.
Pelanggaran terbanyak dilakukan oleh karyawan swasta dengan
6.049 ka sus, pengem ud i an gkuta n umum dengan 2.287 ka sus, pelaja r
dengan 624 kasus, mahasiswa dengan 549 kasus, pedagang dengan
260
ka sus, b uruh 155 pelangga r da n pega wa i n eger i sipil den ga n 75
kasus.
Sementara berdasarkan pada jenis kendaraan pelanggaran terbanyak
dilakukan oleh pengendara sepeda motor dengan 6891 kasus,
pengemudi mikrolet dengan 1.123 kasus, angkutan minibus dengan
616 kasus, taksi dengan 405 kasus, pengemudi truk dengan 267 kasus,
mobil pribadi dengan 255 kasus, bus dengan 167 kasus
da n pick up
dengan 109 kasus.
Chrisha r yan to , Ke patuh an Pada Peratu ra n Lalu Lintas 41
2. www.waspada .co.id Berda sarka n jenis pelangga ran maka bentuk pelangga ra n melawa n
(edisi 04/05/2011)
3 surabaya .detik. corn
(edisi 19/07/2011)
4 www.gatra .com
(edisi 18/7/2011)
arus sebanyak 1.263 kasus, tidak mengenakan helm sebanyak
1.254 kasus, melanggar rambu sebanyak 1.253 kasus, melanggar
marka sebanyak 897 kasus, dan sisanya terkait dengan pelanggaran
menerobos jalur bus way, masuk jalur 3 in 1, tidak mengenakan
sabuk pengaman, melanggar stopline, tidak melengkapi surat-surat
kelengka pan kendaraa n dan jenis pelangga ran lain.
Selama bulan Januari-April 2011 terjadi 13.514 kasus pelanggaran.
Polresta Medan telah mengeluarkan 20.027 surat t ilang untuk
pengem udi seped a mot or, 2.65 3 su rat tila ng untu k pengem udi m obil
pribadi, 604 surat tilang untuk mobil penumpang umum serta 230
surat tilang untuk bus dan truk.
Berdasarkan pada data hasil operasi patuh Krakatau
201 1
polda Lampung selama sepekan, pelanggaran lalu lintas terjadi
peningkatan lebih dari dua kali lipat dibandingkan dengan tahun
sebelumnya. Pelanggaran lalu lintas sepanjang pelaksanaan operasi
patuh Krakatau dilaporkan sebanyak 1.338 kasus, dan 750 kasus
diantaranya berupa sanksi tilang. Sedangkan pada tahun
201 0,
pelanggaran lalu lintas tercatat sebanyak 520 ka sus, dan
205
diantaranya diberikan sanksi tilang. Pada kendaraan roda empat
atau lebih, peningkatan pelanggaran juga hampir meningkat tiga
kali lipat dari 113 menjadi 330 kasus. Jenis kendaraan roda empat
yang pa ling ba nya k melan ggar ada lah m inibu s dengan tota l seba nyak
105 unit, diikuti dengan truk sebanyak 100 unit. Terkait dengan
profesi para pelanggar, terbanyak berasal dari kalangan swasta dan
karyawan sebanyak 649 kasus, mahasiswa serta pelajar sebanyak
250 kasus dan pegawai negeri sipil sebanyak 250 kasus.
Berdasarkan pada rekapitulasi data pelaksanaan operasi Patuh
Sem eru 2011 Po lresta bes Sura baya ya ng baru digelar sela ma 2
minggu tercatat sebanyak 6.240 kasus pelanggaran. Dari total
tersebut, 2.971 orang tercatat berpotensi terjadi kecelakaan. 1.234
orang melakukan pelanggaran yang berpotensi macet atau parkir
tidak pada tempatnya dan melanggar rambu-rambu serta lain-lain
mengenai kelengkapan kendaraan bermotor maupun kelengkapan
surat-surat kendaraan bermotor sebanyak 2.035 orang.
Pada dasarnya pengendara tidak bisa terlepas
sis tem lalu lintas sebagai satu kesatuan seperti
yang tertera dalam Undang -Undang Republik
Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 (www.ditjenpum.
go.id) tentang lalu lint as dan angkutan jalan.
Keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran
menjadi fokus utama yang harus dilaks anakan dan
dicapai. Perihal keamanan terkait dengan suatu
keadaan terbebasnya setiap orang, barang, dan
atau kendaraan dari gangguan perbuatan melawan
hukum, dan atau rasa takut dalam berlalu lintas.
Konteks kes elamatan berhubungan dengan suatu
keadaan terhindarnya setiap orang dari risiko
kecelakaan selama berlalu lintas yang disebabkan
oleh manus ia, kendaraan, jalan, dan atau lingkungan.
Kaidah ketertiban merupakan suatu keadaan berlalu
lintas yang berlangsung secara teratur sesuai dengan
hak dan kewajiban setiap pengguna jalan.
Tata cara berlalu lintas secara umum pada
dasarnya diatur dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 (www.ditjenpum.
go.id-diakses pada 3 Januari 2010) pada paragraf 1
yang mengatur tentang ketertiban dan keselamatan
pasal 106 berupa:
1) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan
Bermotor di Jalan wajib mengemudikan kenda-
raannya dengan wajar dan penuh konsentrasi.
2) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan
Bermotor di Jalan wajib mengutamakan kesela-
matan Pejalan Kaki dan pesepeda.
3) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan
Bermotor di Jalan wajib mematuhi ketentuan
42
INQUIRY Ju rnal Ilmiah Psikoiog i, Vol. 4 / November 20 11, hlm 39 - 48
tentang persyaratan teknis dan laik jalan.
4) Setiap orang yang mengemudika n Kendaraan
Bermotor di Jalan wajib mematuhi ketentuan:
a. Rambu perintah atau rambu larangan;
b. Marka Jalan;
c. Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas;
d. Gerakan Lalu Lintas;
e. Berhenti dan Parkir;
f. Peringatan dengan bunyi dan sinar;
g. Kecepa tan maksima l atau minima l; dan/
atau
h. Tata cara pengganden gan dan penempelan
dengan Kendaraan lain.
5) Pada saat diadaka n pemeriksaa n Kenda raan
Bermotor di jalan setiap orang yang menge -
mudika n Kenda raan Berm oto r wa jib menu n-
jukkan:
a. Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor
atau Surat Tanda Coba Kendaraan Ber-
motor;
b. Surat Izin Mengemudi;
c. Bukti lulus uji berkala; dan/atau
d. Tanda bukti lain yang sah.
6) Setiap orang yang mengemud ika n Kendaraan
Bermotor beroda empat atau lebih di Jalan dan
penumpang yang duduk d i samp ingnya wajib
mengenakan sabuk keselamatan.
7) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan
Bermotor beroda empat atau lebih yang tidak
dilengkapi dengan ruma h-rumah di Ja lan da n
penumpang yang dudu k di sa mpingnya wajib
mengenakan sabuk keselamatan dan mengena -
kan helm yang memenuhi standar nasional
Indonesia.
8) Setiap orang yang mengem udikan Sepeda
Motor dan Penum pang Sepeda Motor wajib
mengenakan helm yang memenuhi standar
nasional Indonesia.
9) Setiap orang yang mengem udikan Sepeda
Motor tanpa kereta samping dilarang membawa
Penumpang lebih dari 1 (satu) orang.
Pada a khirnya , ada nya suatu regulasi yang
telah disepakati dan ditetapkan secara lega l formal
da lam bentuk hu kum da lam rea lita snya tidak
ma mpu d ijala nka n dengan ba ik. Ha l ini m enja di
permasa lahan yang mengk erucut pada ranah aspek
psikolo gis kepatuhan pa ra pengendara kendaraan
bermotor. Kepatuhan yan g disandarkan pada pro§es
mematuhi menja di pertimb anga n uta ma , da lam
hal in i tidak terlepas d enga n kondisi yang a da saat
ini hin gga menyeba bkan perila ku pelangga ran
meningkat.
Kepatuhan ka itan nya da lam psikolo gi dijelas-
ka n da lam tiga ben tuk pem baha san. Wa tson,
Tre gerta n dan Fra nk (19 84) memba gi kepatuhan
dalam tiga bentuk yaitu obedience, compliance dan
conformity. Obedience m erupaka n suatu bentuk
kepatuhan secara langsun g terha da p otorita s
yang ada . Baron dan Byrne (1997) mena mbahkan
ba hwa seca ra sederhana obedience meru paka n
kepatuhan terhadap tuntuta n. Watson dick. (1984)
menjelaskan lebih jauh bahwa kepatuhan dalam
bent uk o bedience m emilik i ga ris koma ndo ya ng
kuat dalam menjalankan suatu perintah. Kunci
yang pa ling m endasa r untuk mela kukan kepatuhan
dalam konteks obedience ini adalah adanya tanggung
ja wab ya ng dibeba nka n kepa da pem im pin. Pa da
sisi yang lain, kepatuhan yang b ersifat obedi ence ini
men ggamba rkan adanya suatu pengikat ya ng kuat
antara individu dengan pihak otoritas sehingga
akan memun culkan perilaku yang patuh akan segala
perintah yan g ada tanpa b isa melakuka n banta han
atau penolakan.
Compli ance da lam ka itann ya pengaru b sosial
sebagai perilaku mengikuti suatu tuntutan
yang dibuat oleh pihak lain. Orang-orang dapat
men ggunaka n b erba gai ca ra pendekatan u ntu k
men ingkat kan kepatuha n, da ri sebua h p ermintaan
atau tuntutan yang sederhana hingga m enggunakan
bentuk tekanan psikologi
(Watson d kk., 1984).
Ba ron da n Byrne (1997) m ena mbahkan bah wa
dalam complian ce suatu p ermintaan dari piha k lain
akan dipenuhi saat diawali dengan kondisi yang
disukai atau dapat diterima oleh individu. Conformity
(Watson, dk k, 1984 ) meru pakan bentuk kepatuhan
dengan standa r atau norma dari suatu kelompo k saat
tidak adan ya tuntutan yang dibuat seca ra langsung.
Conf ormity men eka nka n pa da besa rnya suatu
kelom pok yang terka it dengan n orma ata u standa r
yang ada da lam melakukan tindakan tersebut. Saat
ma yorita s da lam kelom pok men unjukka n suatu
perilaku, maka individu akan cenderun g mengikuti
perilak u tersebut a ga r dapa t disuka i a tau diterima
oleh kelompok . Baron dan Byrne (1997) menjelaskan
bahwa norma so sial mem iliki kecend erungan pada
suatu atu ran yang bersifat tida k diuca pka n seca ra
langsung.
Bentuk kepatuhan yang dimunculkan o leh para
pengend ara saat in i member ikan kecenderun ga n
pada bentuk kepatuhan compliance. Ha l ini muncul
didasarkan pada pemahaman bahwa undang-un dan g
merupa kan suatu tunt utan yang bersifat langsun g
da lam mengikat seluruh a spek ma syarakat. Hanya
saja da lam pelaksanaannya tidak bisa dengan serta
merta kepatuhan terhadap undang-undang atau
aturan dapat dengan kuat mengikat perilaku individu.
Ketida k-patuha n terha dap peratu ran atau unda ng-
undang me rupa kan fa ktor yang memun culka n
kecen derungan da lam memb erika n kemuda ha n
maupun keuntungan bagi para pengendara
Pengertia n kepatuhan (compliance).
Kepatuhan (compliance) adalah pembentukan
Chrisha rya nto , Ke patuhan Pada Pe ratur an Lalu Lintas 43
atau perubaha n perilak u sesuai denga n apa yang Kema ceta n dan kesesa ka n tersebu t dalam
diharapkan oleh sumber yang menginginkan perilaku
tersebut untuk terjadi (Manstead & Hewstone, 1996).
Cialdin i dan Goldstein (2004) menekankan secara
sederhana bahwa kepatuhan (compliance) merupakan
suatu bentuk respon yang berupa persetujuan
untuk melakukan sesuai dengan tuntutan. Orang
yang m enjadi target da lam perubahan perilaku
didorong untuk merespon sesuai dengan cara yang
diinginkan. Brhem dan Kassin (1993) menjelaskan
kepatuhan (compliance) merupakan suatu tindakan
dari hasil suatu tuntutan secara langsung. Baron dan
Byrne (1991) memaparkan bahwa suatu kepatuhan
(compliance) merupakan kondisi d imana adanya
suatu tu ntutan untuk melakukan perubahan atas
perilaku dengan adanya suatu tekanan dalam proses
mempengaruhinya.
Ca rlsmith da n Gro ss (dalam Vaughn, Firmin
& H wang, 2009) m enjelaskan bahwa kepatuhan
(compliance) akan tercapai saat adanya sebuah tekanan
eksternal. Tekanan ini dapat berupa suatu tekanan
sosial, reward, perasaan yang tidak menyenangkan
atau memberikan sebuah alasan yang meyakinkan
sehingga akan memunculkan sebuah perilaku yang
diperlukan (Freedman, Wallington & Bless dalam
Vaughn dick., 2009). McAdams dan Nadler (2008)
menjelaskan bahwa banyak dari para ilmuwan
sosial yan g mempelajari sebuah stud i kepatuhan
(compliance) terkait undang-undang, menekankan
bahwa masyarakat pada umumnya yang mematuhi
peraturan menerima hukum dan aparat seba gai
sesuatu yang memiliki wewenang dan legitimasi.
Manstead dan Hewstone (1996) serta Kelman (1986)
menambahkan bahwa kepatuhan (compliance) dalam hal
ini akan muncul saat adanya sumber atau pihak yang
memiliki pengaruh dalam melakukan kontrol dan
pengawasan terhadap perilaku orang yang
mendapatkan perlakuan kepatuhan.
Berdasarkan berbagai penjelasan tersebut maka
dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya kepatuhan
(compliance) merupakan suatu perilaku merespon
tuntutan yang d iminta oleh pihak lain mulai dari yang
sederhana hingga memerlukan tekanan untuk
memunculkannya.
Pertu mbuhan Kendaraan Dan Kep atuhan Ber-
kendara Di Perkotaan.
Seperti halnya perilaku menurut Lewin (Shaw
& Costanzo, 1982) tidak terlepas akan keberadaan
lapangan kehidupan. Lapangan kehidupan ini pada
dasarnya tidak terlepas dari kondisi fisik maupun
psikis yang memberikan pengaruh pada individu.
Permasalahan kepatuhan para pengendara dalam
realitasnya tidak bisa terlepas dari tingginya jumlah
kenda raan yang ada di ja lanan saat ini. Jutaan
kendaraan yang ada saat ini d i jalanan perkotaan
menyebabkan situasi kemacetan dan kesesakan.
kenyataa nnya m enja di perma salaha n yang belu m
bisa diura ikan hingga saat ini. Menilik pada tinggi -
nya jumlah alat transportasi dan permasalahan
kepatuhan pa ra pengen dara, hal ini m enga cu pada
pemaparan Fuller (2005) yang m enjelaskan bah wa
berkenda ra pada da sarnya dipertim bangka n a ta s
kein ginannya u ntuk cepat berada pada tujua n yang
dituju. Kondisi kemacetan dan sesak di jalanan
perkotaan menjadi penghambat di da lam memenuhi
kein gina n untuk cepat bera da di tujua n yan g ingin
dituju.
Pada kondisi yang lain, ind ividu pada da sarnya
tida k terlalu menyuka i saa t berada da lam k ondisi
kesesa kan . Karena situa si ya ng se sa k dan penuh
tersebut memiliki pengaruh terhadap kondisi
psiko logis. Seperti h alnya dik etahui individ u
mem ilik i suatu "bata s a rea ken yama nan". Area
kenya ma nan ini sep erti ha lnya d ijelaska n oleh
Sha w dan Co stanzo (1982) da lam kaj ian psikologi
sosial terkait den gan konsep crow ding (kerama ian;
kesesakan; berdesak-desakan) yang selalu d iala mi
oleh individu dalam kegiatan sehari-hari. Keramaian,
kesesakan, berdesak-desakan pada dasarnyame-
rupakan kondisi yang tidak menyenangkan dan
tidak dikehendaki oleh individu. Sha w dan Costanzo
(1982 ) menjela skan lebih jauh bahwasan ya d alam
konsep crowding tersebut mem iliki penekanan pada
kebutuhan un tuk mendapatkan ruang yang berlebih
dan jika indiv idu berada dalam situasi yan g ramai,
sesak maupun berdesak-desakan akan memunculkan
rasa tekanan tidak nyaman dalam diri.
Kebera daan keinginan untuk cepat berada
pada tujuan perjalanan dan sifat alami individu
ya ng memi liki kebut uha n untuk men dapatka n
ruang berlebih, menjadi sangat nyata di dalam
memuncu lkan suatu perilak u-perilaku pelangga ran-
pelanggaran yan g terja di da lam berkenda ra .
Pelanggaran -pelangga ran yang terjadi menjad i salah
satu usaha di dalam individu untu menghindari
ketidaknyamanan maupun untuk memenuhi ke-
inginan cepat berada di tujuan yang ingin dituju
terka it den gan kondisi kema ceta n da n kesesa ka n
jalanan di perkotaan.
Keberadaan hukum sebagai penguat kepatuhan
dalam berkendara.
Keberadaan akan hukum tidak akan bisa
dilepa skan dengan kond isi kepatuhan yang seharus -
nya dilakukan oleh para pen gendara di jalanan. May
(2005) menjelaskan bah wasanya sa lah satu motivasi
dasa r m unculnya kepatu han merupaka n ra sa takut
unt uk m enghinda ri suatu konsekuensi negatif saat
terjadinya pelangga ran a ka n peratu ran. Saat rasa
takut ini tidak muncul dalam perilaku pelangga ran
maka ha l ini menjad i ha mbatan yang cuku p berarti
dalam tuntutan kepatuhan.
44 INQU IRY Jurna l Ilmiah Psikologi, V ol. 4 / Nove mber 2011, hlm 39
Pera n hu kum menjadi sa ngat penting da lam
men cipta kan kondisi k edisiplina n ya ng ba ik di
jalanan saat ini. Peran hukum d i jalanan saat ini yang
diga mba rka n denga n keb era daan apa rat hu kum
ya itu polisi lalu lin tas memiliki kek uatan da lam
membentu k suatu k epatuhan ba gi para pengendara
harus mampu dijalankan dengan baik. Hal ini
seperti halnya dengan apa yang dikem ukakan oleh
Ancok (2004) bahwa sanya da lam menin gkatkan
bentuk k etertiban dalam berlalu lintas tidak terlepas
akan peran apa rat hu kum ya itu berupa penekanan
pada pen ingkata n kuantita s dan k ualitas petuga s
keamanan lalu lintas.
Ancok (20 04) lebih lanjut m engga mba rka n
bahwa sanya kua ntita s apa rat h ukum meskipun
tidak selalu berhubungan seca ra langsu ng dengan
ketertiban lalu lintas, namun logika yang dapat
digunakan a da lah semakin banyak nya personil
yang ada ma mpu memberika n p eluang untuk
terdeteksinya pela nggaran la lu linta s. Keberadaan
aparat tersebut di atas terkait dengan basil
penelitian yang dilakukan oleh Bendak (2007) yang
mem perlihatkan ha sil ba hwa pa ra pengenda ra
mem iliki perilaku pema kaian sabuk penga man
yang tinggi saat ada pet uga s. Rekomenda si da lam
penelitian ini menga rah pada henda knya petu gas
polisi jalan raya menyebar dalam melakukan tu gas
pada perempatan-perempatan yang kecil.
Kebera daan kua litas a pa rat hukum sep erti
halnya dijelaskan oleh Ancok (2004) terkait dengan
kon sistensi di dala m m enega kka n hukum yan g
ada. Kua litas aparat yang m emiliki ketegasan dan
enggan berda ma i aka n bentuk huk uman menjadi
fokus utama. Kualitas aparat sebagai bentuk asosiasi
kua lita s hukum m enja di sa ngat pen tin g da lam
implem ent-tasinya . Apa rat ya ng tida k ma mpu
mem berik an gam baran huku m yang tega s aka n
memuncu lkan suatu pen ilaian yang rendah terhadap
hukum itu sendiri.
Kon disi tersebut ba hwa sanya ha nya a kan
memberika n pelema han terhadap keb eradaan
legitim asi a kan hukum itu sendiri. Lev i, Tyler
dan Sacks, (2009) menggambarkan bah wasanya
legitim asi m enja di da sar individ u untuk m au
melakuka n kepatuhan terhadap hukum itu sendiri.
Saat hukum tida k m em iliki kep ercayaan tersebut
maka sifat hukum sebagai otoritas tidak akan mampu
diap lika sika n. Sifat hu kum pa da dasa rnya terka it
dengan keberadaan konsekuensi di dalam melakukan
penindakan pelanggara n. Saat keberadaan hukum
sudah tidak mampu mem unculkan kesan yang tegas
dan dapat diperma inkan, maka ketakutan individu
terhadap sua tu konsekuensi seperti dijelaskan oleh
Ma y (2004) seba gai sa lah satu motiva si di da lam
memunculkan kepatuhan tidak akan tercapai.
Pen guata n keb eradaa n h uku m seba gai bahan
pertimbangan oleh individu di dalam memunculkan
- 46
perilak u pelang-ga ra n juga dijela skan oleh Ca rrol
(Ancok, 2004) dengan formula tindak pelan gga ran
hukum sebagai berikut:
SU= [p(S) X G] - [p(F) X L]
Keterangan:
SU = Subjective Utility merupa kan pertim -
bangan untuk tidak melakukan atau
melakukan pelanggaran
p(s) = Probability of Succes merupakan pertim-
bangan sejauh mana individu dapat
mendapatkan keberhasilan (aman)
dalam melakukan pelanggaran.
G
=
Gain merupaka n bentuk keuntun gan
yang dapa t diperoleh jika melakukan
pelanggaran.
p(F) = Pro bab ility of Fa ilure merupakan per -
timbanga n besar kecilnya kemung-
kina n ga gal m aup un terta ngka p saat
melakukan pelanggaran.
L = Loss ialah besarnya kerugian jika ter-
tangkap saat melakukan pelanggaran.
Berdasarkan formula tersebut di atas, maka
keberadaan ketegasan hukum menjadi sangat
nyata. Saat keberadaan hukum dan konsekuensi
pelanggaran da pat din ego sia sika n denga n muda h
mau pun keberadaanya yan g lem ah, ma ka perilaku
pelanggaran aka n terus meningkat dan tidak da pat
dikontrol dengan mudah. Ancok (2004) menjelaskan
bahwa kondisi tersebut dikarenakan saat m elakukan
pelanggaran para pelanggar bisa dengan mudah
mendapatkan "rasa aman" tanpa hukuman yang
tega s denga n memperoleh keuntunga n ya ng
lain (men ghemat wakt u, menghema t b ensin
ma upun ba ngga ka rena melangga r) dibandingka n
men dapatka n hukuman ya ng sanga t bera t seperti
halnya sko rsing tidak boleh b erkendara selama satu
tahun yan g salah satunya diaplikasikan di Amerika
Serikat.
Penekanan lingkungan sosial terdekat terkait
kepatuhan pada peraturan lalu lintas
Ajzen (1991) men gga mba rkan ba hwa sanya
perilaku yang akan dimunculkan oleh individu
tidak terlepas dengan batasan akan keyakinan
dalam penerimaan maupun penolakan oleh
lingkunga n. Lin gkunga n dalam hal in i menga rah
pada keberadaan orang maupun kelompok yang
dekat seca ra psikologis terhadap individu. Ko ndisi
tersebut mem uncu lkan asum si bah wa mem unculkan
suatu kesa da ran peratura n bagi pen gendara ya ng
men garah pada kedisiplinan berk enda ra tida k bisa
terlepas dengan penga ruh sosial khususnya orang-
orang terdekat d idalam menilai kepatuhan terhadap
peraturan lalu lintas. Keberadaan pihak maupun
Chrisha r yan to , Ke patuh an Pada Peratu ra n Lalu Lintas 45
kerabat dekat yang mengedepankan kedisiplinan
untuk melanggar peraturan tidak menjadi perhatian
dalam perilaku berkendara dapat memberikan
pengaruh individu dalam menguatkan perilaku
patuh terhadap peraturan lalu lintas.
Hal tersebut sejalan dengan Forgas dan
William (dalam Chen dkk., 2006) yang menyatakan
bahwasanya peningkatan perilaku kepatuhan
pada dasarnya merupakan bentuk strategi melalui
interaksi sosial, sehingga keberadaan akan pengaruh
lingkungan sosial menjadi penting dalam prosesnya.
Hal ini diperkuat oleh pernyataan Bagozzi dan
Lee
(2002) yang menjelaskan bahwa pengaruh
sosial didasarkan atas sebuah bentuk penerimaan
oleh lingkungan sosial terhadap perilaku yang
dimunculkan.
Penekanan akan pengaruh sosial terdekat
terhadap kepatuhan lalu lintas sejalan dengan
penelitian yang dikemukakan oleh Semin dan
Fiedler (1996) yang menjelaskan bahwasanya tujuh
dari sembilan orang yang melakukan pelanggaran
dipengaruhi oleh bagaimana pandangan individu
akan tekanan sosial
yang ada dalam lingkungan. Penekanan akan
pentingnya s ebuah perila kupatuh terha dap peraturan
akan menjadi faktor yang sangat berpengaruh jika
nilai-nilai kepatuhan tersebut menjadi acuan yang
dipegang oleh lingkungan sosial terdekat individu.
Saat nilai-nilai kepatuhan ini menjadi perihal yang
tidak perlu diperhatikan dalam lingkungan sosial
yang ada di sekitar individu, maka perasaan takut
DAFTAR PUSTAKA
Ancok, D. (2004). Psikologi terapan (mengupas
dinamika kehidupan umat manusia).
Yogyakarta: Darussalam .
Bagozzi, R. P., & Lee, K. H.
(2002). Multiple routes
for social influences: The Role Compliance,
Internalization, and Social Identity. Social
Psychology Quarterly, 65 (3), 226-247.
Baron, R. A., & Byrne, D. (1991). Social ps ychology:
Understanding human interaction
(Sixth
edition). U nited States of Americ a: Allyn and
Bacon.
(1997). Social psychology
(Eight edition). United States of America:
Allyn and Bacon.
Bendak, S. (2007). Compliance with sealtbelt enforcement
law in Saudi Arabia. International Journal of
Injury Control and Safety Promotion, 14 (1),
45-48.
Brehm, S. S., & Kassin, S. M. (1993). Social psychology
second edition. USA: Houghton Mifflin
Company.
di dalam perilaku yang dimunculkan.
Dinamik a tersebut di atas memberikan gambaran
lebih lanjut bahwasanya nilai-nilai kepatuhan harus
mampu dibentuk dan dikembangkan dalam lingkup
keluarga maupun lingkungan sosial terdekat lainnya.
Kondisi tersebut dalam realitasnya memberikan
sumbangsih terkait pola pikir individu mengenai
perilaku kepatuhan berupa kedisiplinan dalam
berkendara untuk menghindari penilaian negatif
maupu n penolakan secara sosial.
SIMPULAN
Permasalahan kedisiplinan para pengendara di
perkotaan merupakan permasalahan yang belum bisa
terselesaikan dengan balk hingga saat ini. U saha di di
dalam membentuk perilaku patuh terhadap undang-
undang maupun peraturan lalu lintas menghendaki
perbaikan maupun p enguatan di d ala m perihal-perihal
tertentu. Peningkatan jumlah kendaraan yang tinggi
dapat menjadi salah satu faktor penyebab sulitnya
menghendaki kedisiplinan bagi para pengendara.
Selain hal tersebut, keberadaan hukum harus mampu
diperkuat dan dijalankan dengan penuh ketegasan
sebagai salah satu kekuatan yang memiliki power
untuk membentuk kepatuhan pada peraturan. Pada
perihal lain, keberadaan tekanan lingkungan sosial
yang memiliki sifat kedekatan secara psikologis
mampu menjadi pengontrol di dalam mengurangi
tindakan pelanggaran terkait perilaku berkendara.
Chen, S. X., Hui, N. H. H., Bond, M. H., Sit, A. Y. F.,
Wong, S., Chow, V. S. Y., Lun, V. M. C., & Law,
R. W. M. (2006). Reexam ining personal, social,
and cultural influences on compliance behavior
in the U nited States, Poland, and Hongkong. The
Journal of Social Psychology,
146
(2), 223-
244.
Cialdini, R. B & Goldstein, N. J.
(2004). Social
influence: compliance and conformity. Annual
Review Psychology, 55, 591-621.
Fuller, R.
(2005). Toward a general theory of driver
behaviour. Accid ent Analysis and Prevention,
37, 461-472.
Kelman, H. C.
(1986). Compliance, identification,
and internalization: Three processes of attitude
change. The Journal of Conflict Resolution, 2
(1), 51-60.
Levi, M., Tyler, T,. Sacks, A. (2009). The reason for
compliance with the law. Working paper.
Australia: The United Stated Study Centre
University of Australia.
46
INQUI RY Jurnal llmia h Psikol o gi, V ol. 4 / Nove m ber 2011, hlm 39 - 46
Manstead, A. S. R., & Hewstone, M.
(1996). The
blackwell encyclopedia of social psychology.
Oxford: Blackwell Publishers Ltd.
May, P. J. (2004). Co mpliance motivations: Affirmative
and negative bases. Law & Society Review, 38
(1), 41-68.
May, P. J. (2005). Compliance motivation: Perspectives
of farmers, homebuilders dan marine facilities.
Law & Policy, 27 (2), 317-347.
McAdams, R., & Nadler, J. (2008). Coordinating in the
shadow of the law: Two contextualized tests of
the focal point theory of legal compliance. Law &
Society Review, 42 (4), 865-898.
Munaw ar, A. (2007). Pengembang an transporta si
yang berkelanjutan. Pidato Pengukuhan
Jabatan Guru Besar (Tidak dipublikasikan).
Yogyakarta: Fakultas Teknik Universitas
Gadjah Mada.
Shaw, M. E & Constanzo, P. R.
(1982). Theories of
social psychology. Tokyo: McGraw-Hill, Inc.
Semin, G. R. & Fiedler, K.
(1996). Applied social
psychology. India: SAGE Publication Inc.
Vaughn, A. J., Firmin, M. W. & Hwang, C. (2009).
Efficacy of request presentation on compliance.
Social Behavioral and Personality, 37 (4). 441-
450.
Watson, L. D., Tregerthan, G. B., & Frank, J. (1984).
Social psychology (Science and application).
United States of America: Scott, Foresman,
and Company.
Winter, S. C & May, P. J.
(2001). Motivation for
compliance with environmental regulations.
Journal of Policy Analysis and Management,
20 (4), 675-698.
Yagil, D. (2005). Drivers and traffic laws: a review of
psychological theories and empirical research.
In G. Underwood (ed.) Traffic and Transport
Psychology. Oxford: Elsevier.
htt p: //w ww .bps .go.i d/ ta b_su b/ view .
php?tabe l= 1 & daf tar= 1 & id_
subyek=178znotab=12
http://www.detiknews.com/read/2011/07/13/1335
09/1680402/10/baru-dua-hari-opera si-patuh-
jaya-tindak-10-ribu-pelanggar-lalu-lintas
http://www.ditjenpum. go.id/hukum/2009/uu/
UU 22_Tahun_2009.p df/
- diakses pada
tanggal 3 Januari 2010.
http://www.gatra.com/nusantara/sulawesi/865-
polda-lampung-gelar-operas i-patuh
h t t p
: /
/ s u r a b a y a . d e t i k
com/1/07/19/161219/1684493/466/6240-
pelanggaran-ditemukan-saat-operasi-patuh-
semeru
http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_
content&view =arti cle &id= 190674:lakalant
as-sumut-tewaskan-54 orang&catid=77:foku
sutama&Itemid=131
... Preventive policing did to forestall infringement of the law by individuals from general society and this undertaking is by and large given to elite organizations and the police. Abusive policing did in the event that preventive endeavors have been done and it turns out there are still infringement of the law [13]. In view of this, the law should be implemented harshly by policing who are given legal obligations. ...
... It is trusted that changes to legitimate guidelines looked for by lawful authorities will make a feeling of safety for society overall. Aside from that, Regulation Number 14 of 1992 concerning Street Traffic and Transportation is never again by conditions, changes in the essential climate, and the ongoing need for organizing traffic and road transportation needs to be replaced with a new law [13]. ...
... Preventive policing completed to forestall infringement of the law by individuals from general society and this undertaking is by and large given to restrictive organizations and the police. If preventative measures have been taken and it turns out that there are still violations of the law, repressive law enforcement is carried out [11]. As a result, law enforcement agencies with judicial responsibilities must repressively enforce the law. ...
... Ini membuktikan bahwa transportasi sangatlah bermanfaat bagi masyarakat sebagai sarana mengkontribusikan perekonomian seperti kegiatan mengangkut dan memindahkan muatan (barang dan orang/manusia) dari satu tempat (tempat asal) ke tempat lainnya (tempat tujuan) (Apsari Wahyu Kurnianti, 2017). Kepatuhan hukum berlalu lintas yaitu melakukan suatu tindakan dengan kendaraan terkait dengan aturan lalu lintas yang perlu dipatuhi mulai dari tempat satu ke tempat yang lainnya seperti jalur darat dengan menggunakan kendaraan (Haryanto, 2011). Salah satu kendaraan yang ramai di jalan adalah kendaraan yang menggunakan aplikasi online seperti pengemudi ojek online. ...
Article
Full-text available
Traffic law violations are still carried out by online motorcycle taxi transportation such as Grab, Gojek, Maxim. The purpose of the study was to analyze legal awareness (knowledge, understanding, attitudes and patterns of legal behavior) online motorcycle taxi drivers Grab, Gojek and Maxim in Rappocini District, Makassar City. This type of qualitative research uses a normative-empirical legal approach. The informants in this study consisted of online motorcycle taxi drivers of the types Grab, Gojek, and Maxim, the Head of Traffic Traffic Unit Rappocini and the director of online motorcycle taxis. Determination of this informant using purposive sampling. Data was collected by means of interviews, observation and documentation. The results of the study will show that the legal awareness of online motorcycle taxi drivers Grab, Gojek and Maxim towards traffic regulations in the Rappocini District, Makassar City is still at the stage of legal knowledge and legal understanding, but has not yet reached the stage of legal attitude due to the lack of enforcement of traffic rules. marked by the number of legal violations committed, so that the pattern of legal behavior in online motorcycle taxi drivers traffic Grab, Gojek and Maxim has not been achieved, because legal awareness needs harmony between knowledge, understanding, attitudes and patterns of legal behavior in traffic.Pelanggaran hukum lalu lintas masih dilakukan oleh transportasi ojek online seperti Grab, Gojek, Maxim. Tujuan penelitian untuk menganalisis kesadaran hukum (pengetahuan, pemahaman, sikap dan pola perilaku hukum) pengemudi ojek online online Grab, Gojek dan Maxim di Kecamatan Rappocini Kota Makassar. Jenis penelitian kualitatif dengan metode pendekatan hukum normatif-empiris. Informan dalam penelitian ini terdiri dari pengemudi ojek online jenis Grab, Gojek, dan Maxim, Kepala Satlantas Rappocini dan direktur dari ojek online. Penentuan informan ini menggunakan purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, observasi dan dokumentasi. Hasil penelitian akan menunjukkan kesadaran hukum dari pengemudi ojek online online Grab, Gojek dan Maxim terhadap peraturan lalu lintas di Kecamatan Rappocini Kota Makassar masih berada pada tahap pengetahuan hukum dan pemahaman hukum, namun belum sampai tahap sikap hukum karena minimnya penegakan aturan dalam berlalu lintas, yang ditandai dengan banyaknya pelanggaran hukum yang dilakukan, sehingga pola perilaku hukum dalam berlalu lintas pengemudi ojek online online Grab, Gojek dan Maxim belum tercapai, karena kesadaran hukum perlu keselarasan antara pengetahuan, pemahaman, sikap dan pola perilaku hukum dalam berlalu lintas.
Article
The implementation of electronic tickets can have a positive influence in the midst of the low legal awareness of the people of Lubuk Linggau City in traffic. E-ticketing speeds up the process of taking action against traffic violations. With technology, violations can be detected automatically through CCTV cameras. The National Police of the Republic of Indonesia implements a traffic order enforcement strategy known as E-TLE, which is an electronic system to monitor and implement traffic regulations in electronic form that utilizes supporting resources such as CCTV. CCTV footage is used as evidence, this system uses video cameras to display and record images at a specific time and location where the device is located, which implies a closed signal. Keywords: Traffic, E-Ticket, Electronic Traffic Law Enforcement, Legal Awareness
Article
Safety on the road is an important consideration for every road user. There are various kinds of traffic signs that are can be employed, all of which are intended to discipline road users and improve their safety. However, Indonesian drivers frequently ignore these safety signs. This is particularly significant given the growing volume of vehicles in Indonesia – and as the number of vehicles has increased so has the number of accidents. This study uses quantitative research methods to explore this correlation and consider the consequences. Keywords: Safety Aspects, Accident, Traffic
Article
Full-text available
Abstrak Penggunaan sepeda motor mengalami peningkatan saat ini. Terkait dengan meningkatnya pengguna sepeda motor, fenomena yang terjadi saat ini adalah banyaknya para pengendara di bawah umur dalam hal ini usia remaja. Perilaku berkendara dibawah umur merupakan bentuk pelanggaran terhadap aturan dalam berkendara yang mendasarkan pada undang-undang nomor 22 tahun 2009. Artikel ini merupakan bentuk kajian teoritik yang bertujuan untuk memberikan gambaran akan ancaman kecelakaan pada pengendara remaja. Gambaran akan ancaman kecelakaan didasarkan pada analisa perilaku berkendara remaja yang terkait dengan kondisi fisik serta psikologis yang masih dibawah standar kepatutan. Selain itu, artikel ini juga memberikan gambaran akan upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk pencegahan dan penindakan melalui institusi kepolisian, pemerintah dan orangtua. Kata kunci: pengendara usia remaja, perilaku berkendara, ancaman kecelakaan, upaya preventif dan punishment. Abstract The use of motorcycle has increased at this time. Related with the increase to use of motorcycles, a phenomena that occur are many of the riders under the age in this case adolescence. Driving behavior at under the age is a violation of the driving rules based on the Law no. 22 of 2009. Besides of the violation of the Law, the adolescence driver essentially is a threat and must be considered for all parties. This article is a theoretical study which aims to provide an overview of the threat of accident to the adolescence driver. An overview of the threat of accident based on the analysis of adolescence driving behavior related to physical and psychological conditions that have not reached the standard of appropriateness. In addition, this article also give an overview of the efforts will be made to prevention and prosecution from police department, government and parent. Key words: adolescence driver, driving behavior, threat of accident, prevention and punishment Pendahuluan Meningkatnya jumlah kendaraan bermotor di Indonesia saat ini menjadi salah satu hal yang harus diperhatikan. Menurut data Korps Lalu Lintas Republik Indonesia hingga tahun 2012 telah terjadi pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor yang didominasi oleh sepeda motor
Book
This comprehensive and accessible textbook overviews the applications of social psychology to a wide range of problems and issues in contemporary society. With internationally respected contributors who survey the major developments in their fields, this practical guide incorporates advice, examples and reading lists. The first part of the book outlines a number of general frameworks that inform the applications of social psychology, namely language, attitudes, decision-making and survey research; Part Two focuses on major behavioural domains, including health and economic behaviour; Part Three explains the relationship between social psychology and social institutions, highlighting, for instance, the media, law and politics
Article
This research addresses affirmative and negative motivations for compliance with social and environmental regulations. Affirmative motivations emanate from good intentions and a sense of obligation to comply. Negative motivations arise from fears of the consequences of being found in violation of regulatory requirements. The relevance of these is examined for data concerning the motivations of homebuilders to comply with requirements of building codes. The findings highlight the importance of affirmative motivations for situations such as homebuilding for which regulation is better characterized as fulfillment of a social contract than solely as compliance with enforced directives.
Article
Presents an introduction to social psychology theory and research, emphasizing more recent work and findings than earlier, classic material. Topics include attraction, liking, social influence, imitation and social learning, sexual behavior, the measurement and acquisition of attitudes, social exchange, and environmental influences on social behavior. (281/2 p ref) (PsycINFO Database Record (c) 2012 APA, all rights reserved)
Article
This paper addresses the role of differing regulatory contexts in shaping compliance motivations. These are examined for farmers and environmental regulation in Denmark, homebuilders and building safety in the United States, and marine facilities and water quality in the United States. The findings show that the influence of different regulatory practices and the relevance of normative and social considerations differ among these regulatory contexts. This calls attention to the need for more research on the interplay of regulatory arrangements and contexts in shaping motivations for regulatory compliance.
Article
In situations where people have an incentive to coordinate their behavior, law can provide a framework for understanding and predicting what others are likely to do. According to the focal point theory of legal compliance, the law's articulation of a behavior can sometimes create self-fulfilling expectations that it will occur. Existing theories of legal compliance emphasize the effect of sanctions or legitimacy; we argue that, in addition to sanctions and legitimacy, law can also influence compliance simply by making one outcome salient. We tested this claim in two experiments where sanctions and legitimacy were held constant. Experiment 1 demonstrated that a mandatory legal rule operating in a property dispute influenced compliance only when there was an element of coordination. Experiment 2 demonstrated that a default rule in a contract negotiation acted as a focal point for coordinating negotiation decisions. Both experiments confirm that legal rules can create a focal point around which people tend to coordinate.
Social ps ychology second edition
  • S S Brehm
  • S M Kass In
Brehm, S. S., & Kass in, S. M. (1993). Social ps ychology second edition. USA: Houghton Mifflin
Pengemba ng an transporta si yang berkelanjutan
  • A Munaw Ar
Munaw ar, A. (2007). Pengemba ng an transporta si yang berkelanjutan. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Bes ar (Tidak dipublikasikan). Yogyakarta: Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada.
Theories of social psychology
  • M Shaw
  • P R Constanzo
Shaw, M. E & Constanzo, P. R. (1982). Theories of social psychology. Tokyo: McGraw-Hill, Inc.