ArticlePDF Available

Keterkaitan antara Susu sebagai Pelengkap Sarapan terhadap Prestasi Belajar Siswa Sekolah Dasar

Authors:

Abstract

p> The study aims to determine the association of milk as complimentary breakfast towards learning achievement of elementary school students, using a retrospective case-control research design. Subjects were determined purposively with the inclusion criteria having normal BMI and not lactose intolerance. The minimum number of subjects was based on calculations were 38 children. Subjects as many as 22 elementary school children were exposed to a complete breakfast habit with milk and 17 elementary school children became a control group for breakfast habits without milk. Completing the 2x24 hour food recall questionnaire and 7-day food record and subject interviews were conducted for 1 week. Learning achievement is measured using the final score of the semester 1 by K13 curriculum. There was a significant relationship in the exposed group and the control group on learning achievement especially Bahasa scores (p = 0,001) as many as 90,91% in the exposed group and 88,24%, in the control group, also, the tendency for a better IPA (Science) scores in the exposed group was 81,82% compared to the control group at 64,71%. Thus, the habit of breakfast supplemented with milk is closely related to the learning achievement of elementary school children. </p
ISSN 2528-3170 (printed media); ISSN 2541-5921 (online media)
http://journal.walisongo.ac.id/index.php/Nutri-Sains
Nutri-Sains
Nutri-Sains: Jurnal Gizi, Pangan dan Aplikasinya, Vol 3, No 2 (2019): 73-82
DOI: 10.21580/ns.2019.3.2.4167
Copyright © 2019 Nutri-Sains: Jurnal Gizi, Pangan dan Aplikasinya
73
Keterkaitan antara Susu sebagai Pelengkap Sarapan terhadap
Prestasi Belajar Siswa Sekolah Dasar
Megah Stefani1, Fifi Khoirunnisa2, Zulhijah Wulandari3
1,2,3 Program Studi Gizi, Universitas Sahid Jakarta, Indonesia
Email: megah_stefani@usahid.ac.id
Abstract
The study aims to determine the association of milk as complimentary breakfast towards
learning achievement of elementary school students, using a retrospective case-control research design.
Subjects were determined purposively with the inclusion criteria having normal BMI and not lactose
intolerance. The minimum number of subjects was based on calculations were 38 children. Subjects as
many as 22 elementary school children were exposed to a complete breakfast habit with milk and 17
elementary school children became a control group for breakfast habits without milk. Completing the
2x24 hour food recall questionnaire and 7-day food record and subject interviews were conducted for 1
week. Learning achievement is measured using the final score of the semester 1 by K13 curriculum.
There was a significant relationship in the exposed group and the control group on learning achievement
especially Bahasa scores (p = 0,001) as many as 90,91% in the exposed group and 88,24%, in the
control group, also, the tendency for a better IPA (Science) scores in the exposed group was 81,82%
compared to the control group at 64,71%. Thus, the habit of breakfast supplemented with milk is
closely related to the learning achievement of elementary school children.
Keywords:
Breakfast, milk, elementary school children, learning achievement
Abstrak
Penelitian ini bertujuan mengetahui keterkaitan susu sebagai pelengkap
sarapan terhadap prestasi belajar siswa sekolah dasar, menggunakan desain penelitian
case-control. Subjek ditentukan secara purposive dengan kriteria inklusi memiliki IMT
normal dan tidak lactose intolance. Jumlah subjek minimal berdasarkan perhitungan yaitu
38 anak. Subjek sebanyak 22 anak sekolah dasar menjadi kelompok terpapar kebiasaan
sarapan lengkap dengan susu dan 17 anak sekolah dasar menjadi kelompok kontrol
kebiasaan sarapan tanpa susu. Pengisian kuesioner food recall 2x24 jam dan food record 7
hari serta wawancara subjek dilaksanakan selama 1 minggu. Prestasi belajar diukur
menggunakan nilai akhir rapot K13 semester 1. Terdapat hubungan yang signifikan
pada kelompok terpapar dan kelompok kontrol terhadap prestasi belajar terutama
nilai Bahasa Indonesia (p=0,001) yaitu sebanyak 90,91% nilai kategori baik pada
kelompok terpapar dan sejumlah 88,24% pada kelompok kontrol serta
kecenderungan nilai IPA yang lebih baik pada kelompok terpapar yaitu 81,82%
dibandingkan kelompok kontrol sebesar 64,71%, sehingga kebiasaan sarapan
dilengkapi dengan susu berkaitan dengan prestasi belajar anak sekolah dasar.
Kata Kunci: Sarapan, susu, siswa sekolah dasar, prestasi belajar
Nutri-Sains: Jurnal Gizi, Pangan dan Aplikasinya, Vol 3 No 2
74
PENDAHULUAN
Indonesia masih menghadapi masalah gizi ganda (kekurangan dan kelebihan
gizi). Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasinya dengan mewujudkan gizi
seimbang. Berdasarkan Laporan Riskesdas tahun 2018 (Kemenkes RI, 2018),
prevalensi gizi buruk dan kurang yaitu 17,7%, gizi lebih dengan prevalensi sebanyak
8,0%, dan stunting sebesar 30,8% pada balita di Indonesia. Kecukupan gizi memiliki
peran penting pada masa balita hingga usia sekolah untuk menjamin anak-anak
dapat tumbuh dan kembang secara maksimal.
Pada masa pertumbuhan dan perkembangan tersebut seorang anak
membutuhkan sejumlah zat gizi yang harus didapatkan dari konsumsi makanan
dengan jumlah yang cukup dan sesuai dengan angka kebutuhan yang dianjurkan
setiap harinya (Brown, 2004). Hal tersebut dapat dipenuhi dengan melakukan
beberapa pilar pedoman gizi seimbang yaitu kebiasaan sarapan dan konsumsi
makanan yang beragam, berimbang, dan bergizi. Anak Indonesia cenderung
kelebihan konsumsi pangan sumber karbohidrat tetapi kurang sayur, buah, lauk
hewani dan susu (Hardiansyah, Hardinsyah and Sukandar, 2017). Kebiasaan sarapan
anak juga dilaporkan kurang baik dan menjadi perhatian utama. Prevalensi tidak
terbiasa sarapan pada anak dan remaja 16,9-59% sedangkan pada orang dewasa
31,2% (Pergizi Pangan Indonesia, 2013).
Sarapan merupakan salah satu pola makan yang penting untuk mewujudkan
gizi seimbang, tetapi kenyataannya masih banyak siswa sekolah dasar yang tidak atau
belum terbiasa sarapan. Sarapan penting bagi siswa sekolah dasar untuk memenuhi
kebutuhan zat gizi dan mengawali aktivitas di pagi hari. Manfaat sarapan ditinjau dari
aspek edukasi dan kognitif menurut (Phillips, 2005) antara lain: meningkatkan
frekuensi kehadiran di sekolah; mengurangi keterlambatan hadir di sekolah;
meningkatkan konsentrasi, kewaspadaan, dan perhatian atau atensi terhadap
pelajaran; meningkatkan kemampuan pemahaman, belajar, memori, serta pemecahan
masalah; meningkatkan nilai ujian matematika (aritmatika), IPA (science), IPS, Bahasa
Inggris (kosa kata dan tata bahasa); dan meningkatkan kreativitas dan prestasi
belajar.
Menu sarapan yang beragam, seimbang, dan bergizi perlu diperhatikan.
Kebiasaan sarapan siswa sekolah dasar pada dua sekolah dasar di Jakarta Selatan
menunjukkan bahwa 56,19% siswa sekolah dasar selalu sarapan, dengan persentase
jenis sarapan yang sering dikonsumsi yaitu susu (46,30%) sebagai menu sarapan
(Stefani, Megah; Kustiyah, 2019). Susu merupakan makanan alami yang hampir
sempurna, sebagian besar zat gizi esensial ada dalam susu diantaranya yaitu protein,
kalsium, fosfor, vitamin A, dan tiamin (vitamin B1). Susu merupakan sumber
kalsium paling baik karena disamping kadar kalsium yang tinggi, laktosa di dalam
susu membantu absorpsi susu di dalam saluran cerna (Almatsier, 2009).
ISSN 2528-3170 (printed media); ISSN 2541-5921 (online media)
http://journal.walisongo.ac.id/index.php/Nutri-Sains
Nutri-Sains
Nutri-Sains: Jurnal Gizi, Pangan dan Aplikasinya, Vol 3, No 2 (2019): 73-82
DOI: 10.21580/ns.2019.3.2.4167
Copyright © 2019 Nutri-Sains: Jurnal Gizi, Pangan dan Aplikasinya
75
Pentingnya susu bagi kesehatan tidak hanya menyangkut masalah
osteoporosis. Susu juga diketahui memberikan manfaat untuk optimalisasi produksi
melatonin. Susu yang mengandung banyak asam amino triptofan merupakan salah
satu bahan dasar melatonin. Melatonin adalah hormon yang dihasilkan oleh kelenjar
pineal pada malam hari. Kehadiran melatonin akan membuat kita merasa mengantuk
dan kemudian tubuh bisa beristirahat dengan baik (Khomsan, 2004).
Susu memiliki kandungan gizi lengkap dan manfaat yang sangat baik, tetapi
konsumsi susu di Indonesia masih sangat rendah dibandingkan dengan negara lain
seperti India, Cina, dan Malaysia. Rata-rata anak Indonesia mengonsumsi susu
sekitar 87,1 ml per hari dengan distribusi yang beragam (Hardiansyah, Hardinsyah
and Sukandar, 2017). Berbagai permasalahan di atas, mengakibatkan peran gizi
penting selama usia sekolah untuk menjamin anak-anak meraih pertumbuhan dan
perkembangan optimal yang dapat dilakukan dengan melakukan kebiasaan sarapan
setiap hari dan melengkapi menu sarapan tersebut dengan konsumsi susu untuk
mengetahui keterkaitan antara kebiasaan sarapan dengan menu lengkap dengan susu
terhadap prestasi belajar siswa sekolah dasar.
METODE
Desain, Waktu, dan Tempat
Desain penelitian yang digunakan adalah case-control. Subjek dikelompokkan
menjadi 2 kelompok yaitu kelompok terpapar : kelompok sarapan lengkap dengan
susu dan kelompok sarapan tanpa susu sebagai kontrol. Penelitian ini dilaksanakan
pada November-Desember 2018 di Jakarta Selatan. Perijinan penelitian ini melalui
informed consent yang telah disetujui oleh orangtua subjek dan kepala sekolah.
Pemilihan tempat penelitian secara purposive karena terkait hasil penelitian
sebelumnya pada sekolah dasar yang sama pada tahun 2012 (retrospektif).
Jumlah dan Cara Pengambilan Sampel
Subjek merupakan siswa kelas 5 di SDN 02 Pagi Pesanggrahan, Jakarta
Selatan. Pemilihan subjek penelitian ini dilakukan secara purposive. Terdapat beberapa
kriteria yang harus dipenuhi untuk menjadi subjek dalam penelitian ini. Kriteria
inklusi adalah IMT normal dan tidak lactose intolance. Kriteria eksklusi adalah
subjek yang memiliki kebiasaan tidak pernah sarapan. Jumlah subjek dalam
penelitian ini adalah 39 siswa : sebagai kelompok kontrol sebanyak 22 siswa dan 17
siswa sebagai kelompok terpapar. Subjek yang memenuhi kriteria diminta orang
tuanya untuk mengisi informed consent, mau berpartisipasi dan melibatkan peran orang
tua untuk berkomitmen penuh memandu subjek di rumah untuk mengisi kuesioner.
Nutri-Sains: Jurnal Gizi, Pangan dan Aplikasinya, Vol 3 No 2
76
Pengolahan dan Analisis Data
Subjek selama penelitian diminta untuk mengisi beberapa kuesioner sebagai
sumber data primer yang terdiri dari data karakteristik subjek dan sosial-ekonomi
orang tua subjek, kebiasaan sarapan dan konsumsi susu, konsumsi pangan
(kombinasi form record 7 hari dengan form recall 2x24 jam). Sumber data sekunder yaitu
data leger nilai rapot K13 semester 1 siswa kelas 5A, 5B, dan 5C. Data kebiasaan
sarapan dan konsumsi susu saat sarapan diperoleh dari hasil pengisian kuesioner dan
wawancara secara langsung. Data konsumsi pangan siswa diperoleh dari hasil
pengisian formulir food record 7 hari dan food recall 2x24 jam. Data status gizi diperoleh
dari pengukuran secara langsung menggunakan timbangan digital dan microtoise.
Analisis secara deskriptif yang dilakukan pada penelitian ini meliputi uji beda yaitu
independent t-test antara kebiasaan sarapan lengkap dengan susu dengan prestasi belajar
dan uji beda antara status gizi dengan prestasi belajar. Hasil disajikan dalam bentuk
persentase sebaran dengan signifikansi hasil p<0,05.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sekolah dan orangtua mempunyai peran yang penting untuk menerapkan
kebiasaan sarapan. Pendidikan gizi di sekolah sangat perlu bagi anak usia sekolah
khususnya siswa sekolah dasar. Menurut penelitian (Hafizhatunnisa, Damayanti and
Darni, 2018), menunjukkan bahwa pemberian komik islami tentang sarapan sehat
pada siswa sekolah dasar signifikan berpengaruh terhadap pengetahuan gizi siswa
sekolah dasar terhadap manfaat sarapan. Peran orang tua dalam menerapkan
kebiasaan sarapan pada anak setiap pagi, juga tidak kalah penting. Kebiasaan sarapan
pagi termasuk salah satu pola makan yang harus diterapkan kepada anak-anak.
Kategori anak sebagai subjek dalam penelitian ini adalah siswa sekolah dasar.
Secara keseluruhan jumlah subjek dalam penelitian ini berjumlah 84 siswa sekolah
dasar yang dibagi menjadi dua kategori yaitu 42 siswa kelompok terpapar dan 42
siswa kelompok kontrol. Berdasarkan kriteria inklusi dalam penelitian ini, subjek
harus yang terbiasa sarapan pagi dan mempunyai status gizi normal. Berdasarkan
kriteria tersebut, subjek yang dapat diikutsertakan dalam penelitian ini sebanyak 39
siswa yaitu 22 pada kelompok terpapar dan 17 pada kelompok kontrol. Berikut
tersaji data pada Tabel 1.
Berdasarkan Tabel 1, banyak subjek mengalami overweight dan obesitas
terutama pada kelompok kontrol sebanyak 21,43% dan 26,19% yang berarti bahwa
hampir setengah dari subjek mengalami kelebihan gizi. Adapun pada kelompok
kontrol, jumlah subjek kelompok terpapar yang mengalami overweight sejumlah 9,52%
dan yang mengalami obesitas hampir seperempat yaitu 23,81%. Berdasarkan data
tersebut dapat disimpulkan bahwa double burden masih terjadi di sekolah ini, hal ini
ISSN 2528-3170 (printed media); ISSN 2541-5921 (online media)
http://journal.walisongo.ac.id/index.php/Nutri-Sains
Nutri-Sains
Nutri-Sains: Jurnal Gizi, Pangan dan Aplikasinya, Vol 3, No 2 (2019): 73-82
DOI: 10.21580/ns.2019.3.2.4167
Copyright © 2019 Nutri-Sains: Jurnal Gizi, Pangan dan Aplikasinya
77
disebabkan masih ada subjek yang mengalami gizi kurang, sejumlah 9,52% subjek
berstatus gizi kurus dan 3,57% subjek sangat kurus.
Tabel 1. Sebaran dan Uji Beda Status Gizi dan Pola Sarapan antara
Kelompok Terpapar dan Kontrol
Variabel
Terpapar
Kontrol
p (< 0,05)
Status gizi
Sangat kurus (z< -3)
2
4,76
1
2,38
3
3,57
0,00a
Kurus (-3<z-2)
4
9,52
4
9,52
8
9,52
Normal (-2<z1)
22
52,38
17
40,48
39
46,43
Overweight (1<z2)
4
9,52
9
21,43
13
15,48
Obese (z> 2)
19
23,81
11
26,19
30
35,71
Total
42
100
42
100
84
100
Kebiasaan sarapan
Jarang
(< 4x/minggu)
6
27,27
11
64,71
17
45,99
0,02a
Sering
( 4-6x/minggu)
6
27,27
3
17,65
9
22,26
Selalu (7x/minggu)
10
45,45
3
17,65
13
31,6
Total
22
100
17
100
39
100
Menu sarapan
Nasi & lauk pauk
7
33,33
6
35,29
13
33,33
0,00a
Nasi uduk
5
22,73
5
29,41
10
25,64
Nasi kuning
5
22,73
0
0
5
12,82
Mie goreng
0
0
2
11,76
2
5,13
Roti
2
9,09
1
5,88
3
7,69
Nasi goreng
0
0
2
11,76
2
5,13
Bubur ayam
1
4,55
0
0
1
2,56
Lainnya
1
4,55
1
5,88
2
5,13
Total
22
100
17
100
39
100
Keterangan: aindependent t-test antara terpapar dan kontrol
Jumlah subjek yang memiliki status gizi normal sebanyak 52,38% pada
kelompok terpapar sedangkan kelompok kontrol sebanyak 40,48%. Hasil uji beda
independent t-test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (p<0,05)
antara status gizi pada kelompok terpapar dan kelompok kontrol. Subjek yang
terbiasa sarapan dilengkapi susu akan mempunyai status gizi yang normal
dibandingkan dengan subjek yang terbiasa sarapan tanpa dilengkapi dengan
konsumsi susu. Berdasarkan penelitian (Mayangsari, Wahyuningtyas and Puspita,
2018) selain kebiasaan sarapan yang mempengaruhi status gizi, terdapat hubungan
signifikan antara aktifitas fisik, durasi tidur, dan kebiasaan konsumsi fast food yang
menjadi faktor risiko penentu status gizi pada anak.
Sarapan yang mengandung karbohidrat yang dicerna lebih lambat secara
bertahap akan melepaskan glukosa ke dalam darah dalam periode yang lebih lama
(Mahoney et al., 2005). Pelepasan glukosa yang lebih lambat dikaitkan dengan
Nutri-Sains: Jurnal Gizi, Pangan dan Aplikasinya, Vol 3 No 2
78
memori yang lebih baik di pagi hari, sehingga sarapan lengkap dengan susu sebagai
sumber karbohidrat yang bernilai indeks glikemik rendah dapat membantu proses
glucose loading yang lebih lama. Subjek mempunyai frekuensi kebiasaan sarapan yang
bervariasi yaitu jarang sebanyak 27,27% kelompok terpapar dan 64,71% kelompok
kontrol. Frekuensi sering sebanyak 27,27% kelompok terpapar dan 17,65%
kelompok kontrol, dan frekuensi selalu sarapan sebanyak 45,45% kelompok
terpapar dan 17,65% kelompok kontrol.
Berdasarkan data tersebut, frekuensi kelompok terpapar untuk selalu sarapan
pagi sudah hampir setengah dari subjek, berbeda dengan kelompok kontrol
frekuensi yang selalu sarapan sebanyak 17,65% dan yang jarang sarapan sebesar
64,71%. Subjek sudah mempunyai kebiasaan sarapan pagi, tetapi frekuensi untuk
sarapan pagi masih sangat bervariasi. Pada kelompok kontrol lebih banyak pada
kategori jarang sarapan sedangkan pada kelompok terpapar lebih banyak pada
kategori selalu sarapan. Berbagai alasan yang disampaikan oleh subjek antara lain:
bangun kesiangan atau ibu tidak menyediakan menu sarapan pagi setiap hari.
Orangtua memberikan uang jajan yang sudah termasuk untuk membeli menu
sarapan di sekolah, tetapi pada saat di sekolah subjek mengalokasikan bukan untuk
sarapan tetapi untuk membeli jajanan seperti batagor, burger, gorengan, dan berbagai
makanan ringan lainnya.
Berdasarkan hasil uji beda independent t-test, terdapat perbedaan signifikan
(p<0,05) antara kelompok terpapar dengan kelompok kontrol yang menunjukkan
bahwa subjek yang selalu sarapan pagi akan melengkapi sarapannya dengan
konsumsi susu. Menu sarapan subjek yang sudah mempunyai kebiasaan sarapan dari
berbagai jenis frekuensi tersebut juga sangat bervariasi. Subjek paling banyak sarapan
dengan mengonsumsi nasi & lauk pauk pada kelompok terpapar yaitu 33,33% dan
kontrol 35,29%. Lauk pauk untuk sarapan yang dikonsumsi kelompok terpapar yaitu
ayam goreng, telur goreng, ikan goreng, dan sayur sop serta sayur asem. Adapun
lauk pauk untuk sarapan pada kelompok kontrol antara lain ayam goreng dan telur
goreng.
Perbedaan signifikan menunjukkan bahwa antara subjek yang terpapar
sarapan dilengkapi susu akan mempunyai menu sarapan yang lebih beragam, bergizi,
dan berimbang jika dibandingkan dengan subjek kontrol. Hal ini sejalan dan
didukung oleh hasil data food record selama 7 hari dan food recall 2x24 jam yang
menunjukkan bahwa kelompok terpapar mempunyai menu makanan sarapan yang
lebih beragam dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa kebiasaan menambahkan susu pada menu sarapan memberikan dampak
positif bagi subjek untuk mengonsumsi makanan pada waktu sarapan menjadi lebih
beragam, berimbang, dan bergizi.
Kebiasaan sarapan dengan menu lengkap dan konsumsi susu saat sarapan
pagi dan kaitannya dengan prestasi belajar disajikan pada Tabel 2. Kebiasaan sarapan
ISSN 2528-3170 (printed media); ISSN 2541-5921 (online media)
http://journal.walisongo.ac.id/index.php/Nutri-Sains
Nutri-Sains
Nutri-Sains: Jurnal Gizi, Pangan dan Aplikasinya, Vol 3, No 2 (2019): 73-82
DOI: 10.21580/ns.2019.3.2.4167
Copyright © 2019 Nutri-Sains: Jurnal Gizi, Pangan dan Aplikasinya
79
mempunyai banyak manfaat positif bagi anak usia sekolah terutama pada aspek
edukasi dan kognitif. Manfaat positif tersebut yaitu meningkatkan frekuensi
kehadiran di sekolah; mengurangi keterlambatan hadir di sekolah; meningkatkan
konsentrasi; meningkatkan nilai ujian matematika, IPA, IPS, Bahasa Inggris (kosa
kata dan tata bahasa); dan meningkatkan kreativitas dan prestasi belajar (Phillips,
2005). Penelitian lainnya yang menunjukkan manfaat sarapan yaitu di Swedia, anak
usia sekolah yang berusia 10 tahun, yang melakukan sarapan lengkap yang bergizi,
berimbang, dan beragam akan mempunyai kemampuan berolahraga lebih lama di
kelas senam pagi dan menunjukkan kemampuan verbal yang lebih baik (Benton,
2008).
Tabel 2. Sebaran dan Uji Beda Prestasi Belajar antara Kelompok Terpapar
dan Kontrol
Mata Pelajaran
Terpapar
Kontrol
Total
n
%
n
%
n
%
Matematika
Baik
Lebih dari cukup
Cukup
12
9
1
54,55
40,91
4,55
11
5
1
64,71
29,41
5,88
23
14
2
58,97
35,90
5,13
(p<0,05)a = 0,84
IPA
Baik
Lebih dari cukup
Cukup
18
4
0
81,82
18,18
0,00
11
6
0
64,71
35,29
0,00
29
10
0
74,36
25,64
0,00
(p<0,05)a = 0,07
Bahasa Indonesia
Baik
Lebih dari cukup
Cukup
20
2
0
90,91
9,09
0,00
15
2
0
88,24
11,76
0,00
35
4
0
89,74
10,26
0,00
(p<0,05)a = 0,00
Keterangan: aindependent t-test antara terpapar dan kontrol
Jenis susu yang paling sering dikonsumsi oleh subjek berdasarkan data
konsumsi pangan, diurutkan sesuai jumlah terbanyak dikonsumsi oleh subjek yaitu
susu bubuk whole milk (40,91%), susu bubuk low fat (13,64%), dan susu UHT
(45,45%). Banyak subjek yang mengonsumsi susu rasa coklat dengan alasan rasa
yang lebih nikmat. Berbagai jenis susu yang telah disebutkan sebelumnya, memiliki
kandungan zat gizi makro dan mikro yang beragam. Namun, berdasarkan penelitian
(Lien et al., 2009), jenis susu yang dijadikan sebagai indikator dalam proses
pembelajaran yang lebih baik yaitu susu fortifikasi (fortified milk). Hal ini disebabkan
kandungan zat gizi makro dan mikro yang lebih banyak dan lengkap menjadikan
anak usia sekolah yang mengonsumsi susu terfortifikasi menunjukkan kinerja yang
unggul dibandingkan dengan kelompok minum susu biasa.
Nutri-Sains: Jurnal Gizi, Pangan dan Aplikasinya, Vol 3 No 2
80
Penelitian ini mengkaji tentang keterkaitan antara konsumsi susu saat sarapan
dengan menu yang lengkap terhadap peningkatan prestasi belajar anak sekolah dasar.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa menu sarapan terbanyak yaitu nasi dan lauk
pauk seperti lauk hewani dan sayur. Jenis susu yang dikonsumsi oleh subjek pada
penelitian ini yaitu susu bubuk wholemilk, susu bubuk low fat, dan susu UHT. Merek
dagang susu yang sering dikonsumsi oleh subjek yaitu Dancow, HiLo, Indomilk,
Ultra, Frisian Flag. Konsumsi susu sebagai sumber karbohidrat yang bernilai indeks
glikemik rendah dapat membantu proses glucose loading yang lebih lama, sehingga
daya memori dan konsentrasi belajar anak usia sekolah lebih baik di pagi hari
(Mahoney et al., 2005).
Beberapa penelitian yang mengaitkan konsumsi makanan rendah indeks
glikemik saat sarapan terhadap peningkatan kognitif anak, yaitu ada empat penelitian
(Mahoney et al., 2005; Ingwersen et al., 2007; Cooper et al., 2012; Defeyter dan
Russo, 2013) menyatakan bahwa terjadi peningkatan kognitif dengan pilihan sarapan
makanan rendah indeks glikemik. Namun, tidak satupun dari studi tersebut yang
secara independen mengukur nilai indeks glikemik dari satu makanan dengan indeks
glikemik rendah tetapi semua jenis makanan dihitung nilai indeks glikemiknya.
Prestasi belajar subjek dinilai melalui nilai mata pelajaran matematika, IPA
dan Bahasa Indonesia. Pemilihan mata pelajaran ini disesuaikan dengan kurikulum
yang digunakan oleh sekolah yaitu kurikulum K13 serta hasil berbagai penelitian
sebelumnya. Penilaian yang menjadi acuan hanya bagian nilai pengetahuan. Berbagai
penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara konsumsi
susu anak usia sekolah dengan prestasi akademik yang signifikan berkolerasi dengan
peningkatan skor mata pelajaran Bahasa Korea, Ilmu Pengetahuan Sosial, dan
Matematika (Kim, Kim and Kang, 2016). Penelitian di Vietnam juga menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh antara konsumsi susu terfortifikasi dengan perfoma belajar
anak usia sekolah yaitu meningkatnya daya ingat jangka pendek anak usia sekolah
(Lien et al., 2009).
Berdasarkan data pada Tabel 2, kelompok terpapar (54,55%) nilai kategori
baik pada mata pelajaran Matematika lebih sedikit dibandingkan dengan kelompok
kontrol (64,71%). Hasil analisis uji beda independent t-test menunjukkan bahwa tidak
terdapat perbedaan signifikan (p>0,05) antara nilai matematika antara kelompok
terpapar dan kelompok kontrol. Untuk mata pelajaran IPA (Ilmu Pengetahuan
Alam), nilai kategori baik pada kelompok terpapar lebih banyak 81,82%
dibandingkan dengan kelompok kontrol yaitu sebanyak 64,71%. Berdasarkan hasil
uji beda menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan (p>0,05) pada nilai
IPA antara kelompok terpapar dan kelompok control. Namun, terdapat
kecenderungan nilai IPA pada kelompok terpapar lebih baik dibandingkan
kelompok kontrol.
ISSN 2528-3170 (printed media); ISSN 2541-5921 (online media)
http://journal.walisongo.ac.id/index.php/Nutri-Sains
Nutri-Sains
Nutri-Sains: Jurnal Gizi, Pangan dan Aplikasinya, Vol 3, No 2 (2019): 73-82
DOI: 10.21580/ns.2019.3.2.4167
Copyright © 2019 Nutri-Sains: Jurnal Gizi, Pangan dan Aplikasinya
81
Selain mata pelajaran berbasis science, mata pelajaran berbasis linguistik seperti
Bahasa Indonesia juga menjadi bagian penilaian yaitu sebanyak 90,91% termasuk
dalam nilai kategori baik pada kelompok terpapar dan sejumlah 88,24% nilai
kategori baik pada kelompok kontrol. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan signifikan (p<0,05) yaitu nilai Bahasa Indonesia antara
kelompok sarapan dilengkapi dengan susu dengan kelompok sarapan non-susu. Hal
ini sejalan dengan penelitian (Kim, Kim and Kang, 2016), menyatakan bahwa di
Korea, konsumsi susu anak usia sekolah dengan prestasi akademik yang signifikan
berkolerasi dengan peningkatan skor mata pelajaran Bahasa Korea. Penelitian di
Vietnam juga menunjukkan bahwa kelompok subjek yang selalu minum susu
terfortifikasi mempunyai hubungan signifikan dalam mengingat kata dibandingkan
dengan subjek yang tidak terbiasa minum susu (Lien et al., 2009).
KESIMPULAN
Terdapat hubungan yang signifikan pada kelompok terpapar dan kelompok
kontrol terhadap prestasi belajar terutama nilai Bahasa Indonesia (p=0.001).
Penelitian ini membuktikan bahwa kebiasaan selalu sarapan dengan menu lengkap
disertai konsumsi susu saat sarapan akan meningkatkan performa prestasi anak
sekolah dasar. Sehingga, rekomendasi untuk membentuk kebiasaan sarapan pagi
secara teratur dan menu sarapan dilengkapi dengan konsumsi susu bagi anak usia
sekolah dasar harus diupayakan sehingga performa kognitif anak diharapkan dapat
meningkat. Rekomendasi ini membutuhkan dukungan dan kerjasama antar berbagai
pihak yaitu orangtua, anak, guru, sekolah, dinas dan kementerian pendidikan dan
kebudayaan, serta pemerintahan.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. (2009) Prinsip Dasar Ilmu Gizi, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Benton, D. (2008) ‘The influence of children’s diet on their cognition and behavior’,
European Journal of Nutrition, 47(3), pp. 2537. doi:
10.1007/s00394-008-3003-x.
Brown, J. E. (2004) Dietary Reference Intakes’, Nutrition Reviews, 62(10), pp.
400401. doi: 10.1111/j.1753-4887.2004.tb00011.x.
Cooper, S. B. et al. (2012) ‘Breakfast glycaemic index and cognitive function in
adolescent school children’, British Journal of Nutrition, 107(12), pp.
18231832. doi: 10.1017/S0007114511005022.
Defeyter, M. A. and Russo, R. (2013) ‘The effect of breakfast cereal consumption
on adolescents’ cognitive performance and mood’, Frontiers in Human
Neuroscience, (NOV). doi: 10.3389/fnhum.2013.00789.
Nutri-Sains: Jurnal Gizi, Pangan dan Aplikasinya, Vol 3 No 2
82
Hafizhatunnisa, H., Damayanti, A. Y. and Darni, J. (2018) ‘The Effect of Healthy
Breakfast Education with Islamic Comic Media on The Level of Knowledge
of Elementary School Students’, Nutri-Sains: Jurnal Gizi, Pangan dan
Aplikasinya. doi: 10.21580/ns.2018.2.2.3308.
Hardiansyah, A., Hardinsyah, H. and Sukandar, D. (2017) ‘Kesesuaian Konsumsi
Pangan Anak Indonesia Dengan Pedoman Gizi Seimbang’, Nutri-Sains: Jurnal
Gizi, Pangan dan Aplikasinya, 1(2), p. 35. doi: 10.21580/ns.2017.1.2.2452.
Ingwersen, J. et al. (2007) ‘A low glycaemic index breakfast cereal preferentially
prevents children’s cognitive performance from declining throughout the
morning’, Appetite, 49(1), pp. 240244. doi: 10.1016/j.appet.2006.06.009.
Kemenkes RI (2018) ‘Hasil Utama Riskesdas 2018’.
Khomsan, A. (2004) Peranan pangan dan gizi untuk kualitas hidup, Buletin Penelitian
Kesehatan. Yogyakarta: Grasindo.
Kim, S. H., Kim, W. K. and Kang, M. H. (2016) Relationships between milk consumption
and academic performance, learning motivation and strategy, and personality in Korean
adolescents, Nutrition Research and Practice. doi: 10.4162/nrp.2016.10.2.198.
Lien, D. T. K. et al. (2009) ‘Impact of milk consumption on performance and health
of primary school children in rural Vietnam’, Asia Pacific Journal of Clinical
Nutrition, 18(3), pp. 326334. doi: 10.6133/apjcn.2009.18.3.04.
Mahoney, C. R. et al. (2005) ‘Effect of breakfast composition on cognitive processes
in elementary school children’, Physiology and Behavior, 85(5), pp. 635645. doi:
10.1016/j.physbeh.2005.06.023.
Mayangsari, A. R., Wahyuningtyas, W. and Puspita, I. D. (2018) ‘The Relationship of
Physhical Activity, Sleep Duration, Breakfast and Fast Food Consumption
Habits with The Prevalence of Overweight Among Elementary School
Children’, Nutri-Sains: Jurnal Gizi, Pangan dan Aplikasinya. doi:
10.21580/ns.2018.2.2.2588.
PERGIZI PANGAN Indonesia (2013) ‘Deklarasi Pekan Sarapan Nasional (Pesan)’,
Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan Badan Ketahanan Pangan,
January, pp. 037.
Phillips, G. (2005) ‘Does Eating Breakfast Affect the Performance of College
Students on Biology Exams?.’, Bioscene: Journal of College Biology Teaching, 30(4),
pp. 1519.
Stefani, Megah; Kustiyah, L. (2019) ‘Relationship between breakfast habits and sleep
duration and academic achievement of elementary school children’, Poster of
13th Asian Congress of Nutrition, pp. 14.
ResearchGate has not been able to resolve any citations for this publication.
Article
Full-text available
p>This study aims to determine the relation between physical activity, sleep duration, breakfast habits and fast food consumption habits at school-age chidren. This is a quantitative study using cross sectional design. The study was conducted in SDS Kartika VIII-5 Jakarta, as many as 102 fourth and fifth grade students were involved. The sampling technique used for this study was stratified sampling technique. The data collection instrument used questionnaire and interview. The data obtained were then analyzed by Chi-Square statistical test. The results showed that 63,7% of children were overweight. Bivariate result using Chi-Square statistical test showed that a significant relationship between physical activity (p = 0,003), sleep duration (p = 0,046), fast food habits (p = 0,035). There was a significant relation between physical activity, sleep duration, and fast food consumption habits with the prevalence of overweight.</p
Article
Full-text available
p> The aims of this study was to look at the effect of healthy breakfast education with Islamic Comic Media on the level of knowledge of elementary school students. This study was a quasi-experimental type with pre-posttest control group design. The sampling w a s simple random method as many as 64 students, group A was given islamic comic media (n=32) and group B as control of the group (n=32). Nutrition knowledge level were obtained from filling out questionnaires. The influence of nutritional education media on increasing knowledge in both groups analyzed by Wilcoxon test, and continued with the Mann Whitney test. The results of the analysis showed that there was a significant increase in the level of knowledge in islamic comic group (p = 0,000). There is the influence of giving Islamic comic about healthy breakfast to elementary school-age students' knowledge. </p
Article
Full-text available
p> Prevalence of malnutritions in childern still high in Indonesia. Bad food consumption is one of several causes of malnutritions. Therefore, food consumption of childern need to be analyzed The objective of this study were to analyze food consumption of childrens 2-12 years old and compare it with Balanced Nutrition Guidelines in Indonesia. This study design was cross-sectional. Subjects were 38890 childrens 2-12 years old of basic health survey of Ministry of Health. Food consumption data were collected by 24 hour recall method. Food consumption patterns presented in the participation and quantity, which devided in to 1) carbohydrate foods), 2) vegetables, 3)fruits, 4) animal foods (included milks), and 5) vegetable proteins . The participation of consumption of carbohydrate foods, vegetables, fruits, total animal foods, milks, and vegetable proteins were 99.9%, 57.6%, 14.0%, 80.0%, 20.4%, and 36.4% respectively. The quantity of consumption of carbohydrate foods, vegetables, fruits, total animal foods, milks, and vegetable proteins were 353.1 – 534.3 gram (3.5 – 5.5 portions), 44.4-72.6 gram (0.44 – 0.72 portions), 88-90 gram (2 portions), 28-244 ml (0.2-2 portions), and 17.6 – 32.6 gram (0.35 – 0.65 portions) recpectively. Subjects had high consumption of carbohydrate foods, but had low consumption of vegetables, fruits, total animal foods, milks, and vegetable proteins. In conclusion, food consumptions of subjects were not accordance with Balanced Nutrition Guidelines. </p
Article
Full-text available
Background/objectives: A healthy diet has been reported to be associated with physical development, cognition and academic performance, and personality during adolescence. This study was performed to investigate the relationships among milk consumption and academic performance, learning motivation and strategies, and personality among Korean adolescents. Subjects/methods: The study was divided into two parts. The first part was a survey on the relationship between milk consumption and academic performance, in which intakes of milk and milk products and academic scores were examined in percentiles among 630 middle and high school students residing in small and medium-sized cities in 2009. The second part was a survey on the relationships between milk consumption and learning motivation and strategy as well as personality, in which milk consumption habits were collected and Learning Motivation and Strategy Test (L-MOST) for adolescents and Total Personality Inventory for Adolescents (TPI-A) were conducted in 262 high school students in 2011. Results: In the 2009 survey, milk and milk product intakes of subjects were divided into a low intake group (LM: ≤ 60.2 g/day), medium intake group (MM: 60.3-150.9 g/day), and high intake group (HM: ≥ 151.0 g/day). Academic performance of each group was expressed as a percentile, and performance in Korean, social science, and mathematics was significantly higher in the HM group (P < 0.05). In the 2011 survey, the group with a higher frequency of everyday milk consumption showed significantly higher "learning strategy total," "testing technique," and "resources management technique" scores (P < 0.05) in all subjects. However, when subjects were divided by gender, milk intake frequency, learning strategy total, class participation technique, and testing technique showed significantly positive correlations (P < 0.05) in boys, whereas no correlation was observed in girls. Correlations between milk intake frequency and each item of the personality test were only detected in boys, and milk intake frequency showed positive correlations with "total agreeability", "organization", "responsibility", "conscientiousness", and "intellectual curiosity" (P < 0.05). Conclusion: Intakes of milk and milk products were correlated with academic performance (Korean, social science, and mathematics) in Korean adolescents. In male high school students, particularly, higher milk intake frequency was positively correlated with learning motivation and strategy as well as some items of the personality inventory.
Article
Full-text available
The aim of the current study was to investigate the effect of breakfast consumption on cognitive performance and mood in adolescents, and any interaction that breakfast consumption might have with cognitive load. The rationale for this approach was that the beneficial effects of any intervention with regard to cognitive function may be more readily apparent when more demands are placed on the system. Furthermore, as skipping breakfast is particularly prevalent within this age group, thus, we focused on adolescents who habitually skip breakfast. Cognitive load was modulated by varying the level of difficulty of a series of cognitive tasks tapping memory, attention, and executive functions. Mood measured with Bond–Lader scales (1974) as well as measures of thirst, hunger, and satiety were recorded at each test session both at baseline and after the completion of each test battery. Forty adolescents (mean age = 14:2) participated in this within-subjects design study. According to treatment, all participants were tested before and after the intake of a low Glycaemic index breakfast (i.e., a 35 g portion of AllBran and 125 ml semi-skimmed milk) and before and after no breakfast consumption. Assessment time had two levels: 8.00 am (baseline) and 10.45 am. The orders of cognitive load tasks were counterbalanced. Overall it appeared that following breakfast participants felt more alert, satiated, and content. Following breakfast consumption, there was evidence for improved cognitive performance across the school morning compared to breakfast omission in some tasks (e.g., Hard Word Recall, Serial 3's and Serial 7's). However, whilst participants performance on the hard version of each cognitive task was significantly poorer compared to the corresponding easy version, there was limited evidence to support the hypothesis that the effect of breakfast was greater in the more demanding versions of the tasks.
Article
Full-text available
It has been suggested that a low-glycaemic index (GI) breakfast may be beneficial for some elements of cognitive function (e.g. memory and attention), but the effects are not clear, especially in adolescents. Thus, the aim of the present study was to examine the effects of a low-GI breakfast, a high-GI breakfast and breakfast omission on cognitive function in adolescents. A total of fifty-two adolescents aged 12-14 years were recruited to participate in the study. Participants consumed a low-GI breakfast, a high-GI breakfast or omitted breakfast. A battery of cognitive function tests was completed 30 and 120 min following breakfast consumption and capillary blood samples were taken during the 120 min postprandial period. The findings show that there was a greater improvement in response times following a low-GI breakfast, compared with breakfast omission on the Stroop (P = 0·009) and Flanker (P = 0·041) tasks, and compared with a high-GI breakfast on the Sternberg paradigm (P = 0·013). Furthermore, accuracy on all three tests was better maintained on the low-GI trial compared with the high-GI (Stroop: P = 0·039; Sternberg: P = 0·018; Flanker: P = 0·014) and breakfast omission (Stroop: P < 0·001; Sternberg: P = 0·050; Flanker: P = 0·014) trials. Following the low-GI breakfast, participants displayed a lower glycaemic response (P < 0·001) than following the high-GI breakfast, but there was no difference in the insulinaemic response (P = 0·063) between the high- and low-GI breakfasts. Therefore, we conclude that a low-GI breakfast is most beneficial for adolescents' cognitive function, compared with a high-GI breakfast or breakfast omission.
Article
Full-text available
The relationship between breakfast composition and cognitive performance was examined in elementary school children. Two experiments compared the effects of two common U.S. breakfast foods and no breakfast on children's cognition. Using a within-participant design, once a week for 3 weeks, children consumed one of two breakfasts or no breakfast and then completed a battery of cognitive tests. The two breakfasts were instant oatmeal and ready-to-eat cereal, which were similar in energy, but differed in macronutrient composition, processing characteristics, effects on digestion and metabolism, and glycemic score. Results with 9 to 11 year-olds replicated previous findings showing that breakfast intake enhances cognitive performance, particularly on tasks requiring processing of a complex visual display. The results extend previous findings by showing differential effects of breakfast type. Boys and girls showed enhanced spatial memory and girls showed improved short-term memory after consuming oatmeal. Results with 6 to 8 year-olds also showed effects of breakfast type. Younger children had better spatial memory and better auditory attention and girls exhibited better short-term memory after consuming oatmeal. Due to compositional differences in protein and fiber content, glycemic scores, and rate of digestion, oatmeal may provide a slower and more sustained energy source and consequently result in cognitive enhancement compared to low-fiber high glycemic ready-to-eat cereal. These results have important practical implications, suggesting the importance of what children consume for breakfast before school.
Article
Full-text available
This study investigated whether the glycaemic index (GI) of breakfast cereal differentially affects children's attention and memory. Using a balanced cross-over design, on two consecutive mornings 64 children aged 6-11 years were given a high GI cereal and a low GI cereal in a counterbalanced order. They performed a series of computerised tests of attention and memory, once prior to breakfast and three times following breakfast at hourly intervals. The results indicate that children's performance declines throughout the morning and that this decline can be significantly reduced following the intake of a low GI cereal as compared with a high GI cereal on measures of accuracy of attention (M=-6.742 and -13.510, respectively, p<0.05) and secondary memory (M=-30.675 and -47.183, respectively, p<0.05).
Article
The rapid growth of the brain and its high metabolic rate suggests that it is reasonable to consider whether their diet may influence the cognitive development of children. To date although there are few nutritional recommendations that can be made with confidence, there is a growing body of evidence that diet can influence the development and functioning of the brain. Several lines of evidence support the view that the diet of the mother during pregnancy, and the diet of the infant in the perinatal period, have long-term consequences. The provision of fatty acids has been the most studied aspect of nutrition, although the evidence is lacking that supplementation has long-term benefits. There is increasing evidence that the missing of breakfast has negative consequences late in the morning and a working hypothesis is that meals of a low rather than high glycemic load are beneficial. The aim is to introduce a range of topics to those for whom this area is of potential interest. Where appropriate the main themes and conclusions are summarized and attention is drawn to review articles that allow those interested to go further.
Article
This is a follow-up study to an investigation on the prevalence of malnutrition and micronutrient deficiencies among Vietnamese primary schoolchildren. A total of 454 children aged 7 to 8 years attending three primary schools in the Northern delta province of Vietnam were either provided with regular milk, milk fortified with vitamins, minerals and inulin or served as a reference control group. Children were monitored for anthropometrics, (micro)-nutritional status, faecal microbiota composition, school performance, and health indices. Both weight-for-age (WAZ) and height-for-age (HAZ) significantly improved during 6 months of milk intervention; and underweight and stunting dropped by 10% in these groups. During intervention the incidence of anemia decreased and serum ferritin levels increased significantly in all groups. Serum zinc levels increased and consequently the incidence of zinc deficiency improved significantly in all three groups. Serum retinol levels and urine iodine levels remained stable upon intervention with fortified milk whereas in the control group the incidence of iodine deficiency increased. Bifidobacteria composed less than 1% of the total faecal bacteria. After three months of milk intervention total bacteria, bifidobacteria and Bacteroides sp. increased significantly in both milk and inulin fortified milk groups. Children in the milk consuming groups had significantly better short-term memory scores. Parent reported that health related quality of life status significantly improved upon milk intervention. In conclusion, (fortified) milk consumption benefited the children in rural Vietnam including lowering the occurrence of underweight and stunting, improving micronutrients status and better learning indicators as well as improving the quality of life.