Content uploaded by Megah Stefani
Author content
All content in this area was uploaded by Megah Stefani on May 26, 2020
Content may be subject to copyright.
Available via license: CC BY 4.0
Content may be subject to copyright.
ISSN 2528-3170 (printed media); ISSN 2541-5921 (online media)
http://journal.walisongo.ac.id/index.php/Nutri-Sains
Nutri-Sains
Nutri-Sains: Jurnal Gizi, Pangan dan Aplikasinya, Vol 3, No 2 (2019): 73-82
DOI: 10.21580/ns.2019.3.2.4167
Copyright © 2019 Nutri-Sains: Jurnal Gizi, Pangan dan Aplikasinya
73
Keterkaitan antara Susu sebagai Pelengkap Sarapan terhadap
Prestasi Belajar Siswa Sekolah Dasar
Megah Stefani1, Fifi Khoirunnisa2, Zulhijah Wulandari3
1,2,3 Program Studi Gizi, Universitas Sahid Jakarta, Indonesia
Email: megah_stefani@usahid.ac.id
Abstract
The study aims to determine the association of milk as complimentary breakfast towards
learning achievement of elementary school students, using a retrospective case-control research design.
Subjects were determined purposively with the inclusion criteria having normal BMI and not lactose
intolerance. The minimum number of subjects was based on calculations were 38 children. Subjects as
many as 22 elementary school children were exposed to a complete breakfast habit with milk and 17
elementary school children became a control group for breakfast habits without milk. Completing the
2x24 hour food recall questionnaire and 7-day food record and subject interviews were conducted for 1
week. Learning achievement is measured using the final score of the semester 1 by K13 curriculum.
There was a significant relationship in the exposed group and the control group on learning achievement
especially Bahasa scores (p = 0,001) as many as 90,91% in the exposed group and 88,24%, in the
control group, also, the tendency for a better IPA (Science) scores in the exposed group was 81,82%
compared to the control group at 64,71%. Thus, the habit of breakfast supplemented with milk is
closely related to the learning achievement of elementary school children.
Keywords:
Breakfast, milk, elementary school children, learning achievement
Abstrak
Penelitian ini bertujuan mengetahui keterkaitan susu sebagai pelengkap
sarapan terhadap prestasi belajar siswa sekolah dasar, menggunakan desain penelitian
case-control. Subjek ditentukan secara purposive dengan kriteria inklusi memiliki IMT
normal dan tidak lactose intolance. Jumlah subjek minimal berdasarkan perhitungan yaitu
38 anak. Subjek sebanyak 22 anak sekolah dasar menjadi kelompok terpapar kebiasaan
sarapan lengkap dengan susu dan 17 anak sekolah dasar menjadi kelompok kontrol
kebiasaan sarapan tanpa susu. Pengisian kuesioner food recall 2x24 jam dan food record 7
hari serta wawancara subjek dilaksanakan selama 1 minggu. Prestasi belajar diukur
menggunakan nilai akhir rapot K13 semester 1. Terdapat hubungan yang signifikan
pada kelompok terpapar dan kelompok kontrol terhadap prestasi belajar terutama
nilai Bahasa Indonesia (p=0,001) yaitu sebanyak 90,91% nilai kategori baik pada
kelompok terpapar dan sejumlah 88,24% pada kelompok kontrol serta
kecenderungan nilai IPA yang lebih baik pada kelompok terpapar yaitu 81,82%
dibandingkan kelompok kontrol sebesar 64,71%, sehingga kebiasaan sarapan
dilengkapi dengan susu berkaitan dengan prestasi belajar anak sekolah dasar.
Kata Kunci: Sarapan, susu, siswa sekolah dasar, prestasi belajar
Nutri-Sains: Jurnal Gizi, Pangan dan Aplikasinya, Vol 3 No 2
74
PENDAHULUAN
Indonesia masih menghadapi masalah gizi ganda (kekurangan dan kelebihan
gizi). Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasinya dengan mewujudkan gizi
seimbang. Berdasarkan Laporan Riskesdas tahun 2018 (Kemenkes RI, 2018),
prevalensi gizi buruk dan kurang yaitu 17,7%, gizi lebih dengan prevalensi sebanyak
8,0%, dan stunting sebesar 30,8% pada balita di Indonesia. Kecukupan gizi memiliki
peran penting pada masa balita hingga usia sekolah untuk menjamin anak-anak
dapat tumbuh dan kembang secara maksimal.
Pada masa pertumbuhan dan perkembangan tersebut seorang anak
membutuhkan sejumlah zat gizi yang harus didapatkan dari konsumsi makanan
dengan jumlah yang cukup dan sesuai dengan angka kebutuhan yang dianjurkan
setiap harinya (Brown, 2004). Hal tersebut dapat dipenuhi dengan melakukan
beberapa pilar pedoman gizi seimbang yaitu kebiasaan sarapan dan konsumsi
makanan yang beragam, berimbang, dan bergizi. Anak Indonesia cenderung
kelebihan konsumsi pangan sumber karbohidrat tetapi kurang sayur, buah, lauk
hewani dan susu (Hardiansyah, Hardinsyah and Sukandar, 2017). Kebiasaan sarapan
anak juga dilaporkan kurang baik dan menjadi perhatian utama. Prevalensi tidak
terbiasa sarapan pada anak dan remaja 16,9-59% sedangkan pada orang dewasa
31,2% (Pergizi Pangan Indonesia, 2013).
Sarapan merupakan salah satu pola makan yang penting untuk mewujudkan
gizi seimbang, tetapi kenyataannya masih banyak siswa sekolah dasar yang tidak atau
belum terbiasa sarapan. Sarapan penting bagi siswa sekolah dasar untuk memenuhi
kebutuhan zat gizi dan mengawali aktivitas di pagi hari. Manfaat sarapan ditinjau dari
aspek edukasi dan kognitif menurut (Phillips, 2005) antara lain: meningkatkan
frekuensi kehadiran di sekolah; mengurangi keterlambatan hadir di sekolah;
meningkatkan konsentrasi, kewaspadaan, dan perhatian atau atensi terhadap
pelajaran; meningkatkan kemampuan pemahaman, belajar, memori, serta pemecahan
masalah; meningkatkan nilai ujian matematika (aritmatika), IPA (science), IPS, Bahasa
Inggris (kosa kata dan tata bahasa); dan meningkatkan kreativitas dan prestasi
belajar.
Menu sarapan yang beragam, seimbang, dan bergizi perlu diperhatikan.
Kebiasaan sarapan siswa sekolah dasar pada dua sekolah dasar di Jakarta Selatan
menunjukkan bahwa 56,19% siswa sekolah dasar selalu sarapan, dengan persentase
jenis sarapan yang sering dikonsumsi yaitu susu (46,30%) sebagai menu sarapan
(Stefani, Megah; Kustiyah, 2019). Susu merupakan makanan alami yang hampir
sempurna, sebagian besar zat gizi esensial ada dalam susu diantaranya yaitu protein,
kalsium, fosfor, vitamin A, dan tiamin (vitamin B1). Susu merupakan sumber
kalsium paling baik karena disamping kadar kalsium yang tinggi, laktosa di dalam
susu membantu absorpsi susu di dalam saluran cerna (Almatsier, 2009).
ISSN 2528-3170 (printed media); ISSN 2541-5921 (online media)
http://journal.walisongo.ac.id/index.php/Nutri-Sains
Nutri-Sains
Nutri-Sains: Jurnal Gizi, Pangan dan Aplikasinya, Vol 3, No 2 (2019): 73-82
DOI: 10.21580/ns.2019.3.2.4167
Copyright © 2019 Nutri-Sains: Jurnal Gizi, Pangan dan Aplikasinya
75
Pentingnya susu bagi kesehatan tidak hanya menyangkut masalah
osteoporosis. Susu juga diketahui memberikan manfaat untuk optimalisasi produksi
melatonin. Susu yang mengandung banyak asam amino triptofan merupakan salah
satu bahan dasar melatonin. Melatonin adalah hormon yang dihasilkan oleh kelenjar
pineal pada malam hari. Kehadiran melatonin akan membuat kita merasa mengantuk
dan kemudian tubuh bisa beristirahat dengan baik (Khomsan, 2004).
Susu memiliki kandungan gizi lengkap dan manfaat yang sangat baik, tetapi
konsumsi susu di Indonesia masih sangat rendah dibandingkan dengan negara lain
seperti India, Cina, dan Malaysia. Rata-rata anak Indonesia mengonsumsi susu
sekitar 87,1 ml per hari dengan distribusi yang beragam (Hardiansyah, Hardinsyah
and Sukandar, 2017). Berbagai permasalahan di atas, mengakibatkan peran gizi
penting selama usia sekolah untuk menjamin anak-anak meraih pertumbuhan dan
perkembangan optimal yang dapat dilakukan dengan melakukan kebiasaan sarapan
setiap hari dan melengkapi menu sarapan tersebut dengan konsumsi susu untuk
mengetahui keterkaitan antara kebiasaan sarapan dengan menu lengkap dengan susu
terhadap prestasi belajar siswa sekolah dasar.
METODE
Desain, Waktu, dan Tempat
Desain penelitian yang digunakan adalah case-control. Subjek dikelompokkan
menjadi 2 kelompok yaitu kelompok terpapar : kelompok sarapan lengkap dengan
susu dan kelompok sarapan tanpa susu sebagai kontrol. Penelitian ini dilaksanakan
pada November-Desember 2018 di Jakarta Selatan. Perijinan penelitian ini melalui
informed consent yang telah disetujui oleh orangtua subjek dan kepala sekolah.
Pemilihan tempat penelitian secara purposive karena terkait hasil penelitian
sebelumnya pada sekolah dasar yang sama pada tahun 2012 (retrospektif).
Jumlah dan Cara Pengambilan Sampel
Subjek merupakan siswa kelas 5 di SDN 02 Pagi Pesanggrahan, Jakarta
Selatan. Pemilihan subjek penelitian ini dilakukan secara purposive. Terdapat beberapa
kriteria yang harus dipenuhi untuk menjadi subjek dalam penelitian ini. Kriteria
inklusi adalah IMT normal dan tidak lactose intolance. Kriteria eksklusi adalah
subjek yang memiliki kebiasaan tidak pernah sarapan. Jumlah subjek dalam
penelitian ini adalah 39 siswa : sebagai kelompok kontrol sebanyak 22 siswa dan 17
siswa sebagai kelompok terpapar. Subjek yang memenuhi kriteria diminta orang
tuanya untuk mengisi informed consent, mau berpartisipasi dan melibatkan peran orang
tua untuk berkomitmen penuh memandu subjek di rumah untuk mengisi kuesioner.
Nutri-Sains: Jurnal Gizi, Pangan dan Aplikasinya, Vol 3 No 2
76
Pengolahan dan Analisis Data
Subjek selama penelitian diminta untuk mengisi beberapa kuesioner sebagai
sumber data primer yang terdiri dari data karakteristik subjek dan sosial-ekonomi
orang tua subjek, kebiasaan sarapan dan konsumsi susu, konsumsi pangan
(kombinasi form record 7 hari dengan form recall 2x24 jam). Sumber data sekunder yaitu
data leger nilai rapot K13 semester 1 siswa kelas 5A, 5B, dan 5C. Data kebiasaan
sarapan dan konsumsi susu saat sarapan diperoleh dari hasil pengisian kuesioner dan
wawancara secara langsung. Data konsumsi pangan siswa diperoleh dari hasil
pengisian formulir food record 7 hari dan food recall 2x24 jam. Data status gizi diperoleh
dari pengukuran secara langsung menggunakan timbangan digital dan microtoise.
Analisis secara deskriptif yang dilakukan pada penelitian ini meliputi uji beda yaitu
independent t-test antara kebiasaan sarapan lengkap dengan susu dengan prestasi belajar
dan uji beda antara status gizi dengan prestasi belajar. Hasil disajikan dalam bentuk
persentase sebaran dengan signifikansi hasil p<0,05.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sekolah dan orangtua mempunyai peran yang penting untuk menerapkan
kebiasaan sarapan. Pendidikan gizi di sekolah sangat perlu bagi anak usia sekolah
khususnya siswa sekolah dasar. Menurut penelitian (Hafizhatunnisa, Damayanti and
Darni, 2018), menunjukkan bahwa pemberian komik islami tentang sarapan sehat
pada siswa sekolah dasar signifikan berpengaruh terhadap pengetahuan gizi siswa
sekolah dasar terhadap manfaat sarapan. Peran orang tua dalam menerapkan
kebiasaan sarapan pada anak setiap pagi, juga tidak kalah penting. Kebiasaan sarapan
pagi termasuk salah satu pola makan yang harus diterapkan kepada anak-anak.
Kategori anak sebagai subjek dalam penelitian ini adalah siswa sekolah dasar.
Secara keseluruhan jumlah subjek dalam penelitian ini berjumlah 84 siswa sekolah
dasar yang dibagi menjadi dua kategori yaitu 42 siswa kelompok terpapar dan 42
siswa kelompok kontrol. Berdasarkan kriteria inklusi dalam penelitian ini, subjek
harus yang terbiasa sarapan pagi dan mempunyai status gizi normal. Berdasarkan
kriteria tersebut, subjek yang dapat diikutsertakan dalam penelitian ini sebanyak 39
siswa yaitu 22 pada kelompok terpapar dan 17 pada kelompok kontrol. Berikut
tersaji data pada Tabel 1.
Berdasarkan Tabel 1, banyak subjek mengalami overweight dan obesitas
terutama pada kelompok kontrol sebanyak 21,43% dan 26,19% yang berarti bahwa
hampir setengah dari subjek mengalami kelebihan gizi. Adapun pada kelompok
kontrol, jumlah subjek kelompok terpapar yang mengalami overweight sejumlah 9,52%
dan yang mengalami obesitas hampir seperempat yaitu 23,81%. Berdasarkan data
tersebut dapat disimpulkan bahwa double burden masih terjadi di sekolah ini, hal ini
ISSN 2528-3170 (printed media); ISSN 2541-5921 (online media)
http://journal.walisongo.ac.id/index.php/Nutri-Sains
Nutri-Sains
Nutri-Sains: Jurnal Gizi, Pangan dan Aplikasinya, Vol 3, No 2 (2019): 73-82
DOI: 10.21580/ns.2019.3.2.4167
Copyright © 2019 Nutri-Sains: Jurnal Gizi, Pangan dan Aplikasinya
77
disebabkan masih ada subjek yang mengalami gizi kurang, sejumlah 9,52% subjek
berstatus gizi kurus dan 3,57% subjek sangat kurus.
Tabel 1. Sebaran dan Uji Beda Status Gizi dan Pola Sarapan antara
Kelompok Terpapar dan Kontrol
Variabel
Terpapar
Kontrol
Total
p (< 0,05)
Status gizi
Sangat kurus (z< -3)
2
4,76
1
2,38
3
3,57
0,00a
Kurus (-3<z≤-2)
4
9,52
4
9,52
8
9,52
Normal (-2<z≤1)
22
52,38
17
40,48
39
46,43
Overweight (1<z≤2)
4
9,52
9
21,43
13
15,48
Obese (z> 2)
19
23,81
11
26,19
30
35,71
Total
42
100
42
100
84
100
Kebiasaan sarapan
Jarang
(< 4x/minggu)
6
27,27
11
64,71
17
45,99
0,02a
Sering
(≥ 4-6x/minggu)
6
27,27
3
17,65
9
22,26
Selalu (7x/minggu)
10
45,45
3
17,65
13
31,6
Total
22
100
17
100
39
100
Menu sarapan
Nasi & lauk pauk
7
33,33
6
35,29
13
33,33
0,00a
Nasi uduk
5
22,73
5
29,41
10
25,64
Nasi kuning
5
22,73
0
0
5
12,82
Mie goreng
0
0
2
11,76
2
5,13
Roti
2
9,09
1
5,88
3
7,69
Nasi goreng
0
0
2
11,76
2
5,13
Bubur ayam
1
4,55
0
0
1
2,56
Lainnya
1
4,55
1
5,88
2
5,13
Total
22
100
17
100
39
100
Keterangan: aindependent t-test antara terpapar dan kontrol
Jumlah subjek yang memiliki status gizi normal sebanyak 52,38% pada
kelompok terpapar sedangkan kelompok kontrol sebanyak 40,48%. Hasil uji beda
independent t-test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (p<0,05)
antara status gizi pada kelompok terpapar dan kelompok kontrol. Subjek yang
terbiasa sarapan dilengkapi susu akan mempunyai status gizi yang normal
dibandingkan dengan subjek yang terbiasa sarapan tanpa dilengkapi dengan
konsumsi susu. Berdasarkan penelitian (Mayangsari, Wahyuningtyas and Puspita,
2018) selain kebiasaan sarapan yang mempengaruhi status gizi, terdapat hubungan
signifikan antara aktifitas fisik, durasi tidur, dan kebiasaan konsumsi fast food yang
menjadi faktor risiko penentu status gizi pada anak.
Sarapan yang mengandung karbohidrat yang dicerna lebih lambat secara
bertahap akan melepaskan glukosa ke dalam darah dalam periode yang lebih lama
(Mahoney et al., 2005). Pelepasan glukosa yang lebih lambat dikaitkan dengan
Nutri-Sains: Jurnal Gizi, Pangan dan Aplikasinya, Vol 3 No 2
78
memori yang lebih baik di pagi hari, sehingga sarapan lengkap dengan susu sebagai
sumber karbohidrat yang bernilai indeks glikemik rendah dapat membantu proses
glucose loading yang lebih lama. Subjek mempunyai frekuensi kebiasaan sarapan yang
bervariasi yaitu jarang sebanyak 27,27% kelompok terpapar dan 64,71% kelompok
kontrol. Frekuensi sering sebanyak 27,27% kelompok terpapar dan 17,65%
kelompok kontrol, dan frekuensi selalu sarapan sebanyak 45,45% kelompok
terpapar dan 17,65% kelompok kontrol.
Berdasarkan data tersebut, frekuensi kelompok terpapar untuk selalu sarapan
pagi sudah hampir setengah dari subjek, berbeda dengan kelompok kontrol
frekuensi yang selalu sarapan sebanyak 17,65% dan yang jarang sarapan sebesar
64,71%. Subjek sudah mempunyai kebiasaan sarapan pagi, tetapi frekuensi untuk
sarapan pagi masih sangat bervariasi. Pada kelompok kontrol lebih banyak pada
kategori jarang sarapan sedangkan pada kelompok terpapar lebih banyak pada
kategori selalu sarapan. Berbagai alasan yang disampaikan oleh subjek antara lain:
bangun kesiangan atau ibu tidak menyediakan menu sarapan pagi setiap hari.
Orangtua memberikan uang jajan yang sudah termasuk untuk membeli menu
sarapan di sekolah, tetapi pada saat di sekolah subjek mengalokasikan bukan untuk
sarapan tetapi untuk membeli jajanan seperti batagor, burger, gorengan, dan berbagai
makanan ringan lainnya.
Berdasarkan hasil uji beda independent t-test, terdapat perbedaan signifikan
(p<0,05) antara kelompok terpapar dengan kelompok kontrol yang menunjukkan
bahwa subjek yang selalu sarapan pagi akan melengkapi sarapannya dengan
konsumsi susu. Menu sarapan subjek yang sudah mempunyai kebiasaan sarapan dari
berbagai jenis frekuensi tersebut juga sangat bervariasi. Subjek paling banyak sarapan
dengan mengonsumsi nasi & lauk pauk pada kelompok terpapar yaitu 33,33% dan
kontrol 35,29%. Lauk pauk untuk sarapan yang dikonsumsi kelompok terpapar yaitu
ayam goreng, telur goreng, ikan goreng, dan sayur sop serta sayur asem. Adapun
lauk pauk untuk sarapan pada kelompok kontrol antara lain ayam goreng dan telur
goreng.
Perbedaan signifikan menunjukkan bahwa antara subjek yang terpapar
sarapan dilengkapi susu akan mempunyai menu sarapan yang lebih beragam, bergizi,
dan berimbang jika dibandingkan dengan subjek kontrol. Hal ini sejalan dan
didukung oleh hasil data food record selama 7 hari dan food recall 2x24 jam yang
menunjukkan bahwa kelompok terpapar mempunyai menu makanan sarapan yang
lebih beragam dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa kebiasaan menambahkan susu pada menu sarapan memberikan dampak
positif bagi subjek untuk mengonsumsi makanan pada waktu sarapan menjadi lebih
beragam, berimbang, dan bergizi.
Kebiasaan sarapan dengan menu lengkap dan konsumsi susu saat sarapan
pagi dan kaitannya dengan prestasi belajar disajikan pada Tabel 2. Kebiasaan sarapan
ISSN 2528-3170 (printed media); ISSN 2541-5921 (online media)
http://journal.walisongo.ac.id/index.php/Nutri-Sains
Nutri-Sains
Nutri-Sains: Jurnal Gizi, Pangan dan Aplikasinya, Vol 3, No 2 (2019): 73-82
DOI: 10.21580/ns.2019.3.2.4167
Copyright © 2019 Nutri-Sains: Jurnal Gizi, Pangan dan Aplikasinya
79
mempunyai banyak manfaat positif bagi anak usia sekolah terutama pada aspek
edukasi dan kognitif. Manfaat positif tersebut yaitu meningkatkan frekuensi
kehadiran di sekolah; mengurangi keterlambatan hadir di sekolah; meningkatkan
konsentrasi; meningkatkan nilai ujian matematika, IPA, IPS, Bahasa Inggris (kosa
kata dan tata bahasa); dan meningkatkan kreativitas dan prestasi belajar (Phillips,
2005). Penelitian lainnya yang menunjukkan manfaat sarapan yaitu di Swedia, anak
usia sekolah yang berusia 10 tahun, yang melakukan sarapan lengkap yang bergizi,
berimbang, dan beragam akan mempunyai kemampuan berolahraga lebih lama di
kelas senam pagi dan menunjukkan kemampuan verbal yang lebih baik (Benton,
2008).
Tabel 2. Sebaran dan Uji Beda Prestasi Belajar antara Kelompok Terpapar
dan Kontrol
Mata Pelajaran
Terpapar
Kontrol
Total
n
%
n
%
n
%
Matematika
Baik
Lebih dari cukup
Cukup
12
9
1
54,55
40,91
4,55
11
5
1
64,71
29,41
5,88
23
14
2
58,97
35,90
5,13
(p<0,05)a = 0,84
IPA
Baik
Lebih dari cukup
Cukup
18
4
0
81,82
18,18
0,00
11
6
0
64,71
35,29
0,00
29
10
0
74,36
25,64
0,00
(p<0,05)a = 0,07
Bahasa Indonesia
Baik
Lebih dari cukup
Cukup
20
2
0
90,91
9,09
0,00
15
2
0
88,24
11,76
0,00
35
4
0
89,74
10,26
0,00
(p<0,05)a = 0,00
Keterangan: aindependent t-test antara terpapar dan kontrol
Jenis susu yang paling sering dikonsumsi oleh subjek berdasarkan data
konsumsi pangan, diurutkan sesuai jumlah terbanyak dikonsumsi oleh subjek yaitu
susu bubuk whole milk (40,91%), susu bubuk low fat (13,64%), dan susu UHT
(45,45%). Banyak subjek yang mengonsumsi susu rasa coklat dengan alasan rasa
yang lebih nikmat. Berbagai jenis susu yang telah disebutkan sebelumnya, memiliki
kandungan zat gizi makro dan mikro yang beragam. Namun, berdasarkan penelitian
(Lien et al., 2009), jenis susu yang dijadikan sebagai indikator dalam proses
pembelajaran yang lebih baik yaitu susu fortifikasi (fortified milk). Hal ini disebabkan
kandungan zat gizi makro dan mikro yang lebih banyak dan lengkap menjadikan
anak usia sekolah yang mengonsumsi susu terfortifikasi menunjukkan kinerja yang
unggul dibandingkan dengan kelompok minum susu biasa.
Nutri-Sains: Jurnal Gizi, Pangan dan Aplikasinya, Vol 3 No 2
80
Penelitian ini mengkaji tentang keterkaitan antara konsumsi susu saat sarapan
dengan menu yang lengkap terhadap peningkatan prestasi belajar anak sekolah dasar.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa menu sarapan terbanyak yaitu nasi dan lauk
pauk seperti lauk hewani dan sayur. Jenis susu yang dikonsumsi oleh subjek pada
penelitian ini yaitu susu bubuk wholemilk, susu bubuk low fat, dan susu UHT. Merek
dagang susu yang sering dikonsumsi oleh subjek yaitu Dancow, HiLo, Indomilk,
Ultra, Frisian Flag. Konsumsi susu sebagai sumber karbohidrat yang bernilai indeks
glikemik rendah dapat membantu proses glucose loading yang lebih lama, sehingga
daya memori dan konsentrasi belajar anak usia sekolah lebih baik di pagi hari
(Mahoney et al., 2005).
Beberapa penelitian yang mengaitkan konsumsi makanan rendah indeks
glikemik saat sarapan terhadap peningkatan kognitif anak, yaitu ada empat penelitian
(Mahoney et al., 2005; Ingwersen et al., 2007; Cooper et al., 2012; Defeyter dan
Russo, 2013) menyatakan bahwa terjadi peningkatan kognitif dengan pilihan sarapan
makanan rendah indeks glikemik. Namun, tidak satupun dari studi tersebut yang
secara independen mengukur nilai indeks glikemik dari satu makanan dengan indeks
glikemik rendah tetapi semua jenis makanan dihitung nilai indeks glikemiknya.
Prestasi belajar subjek dinilai melalui nilai mata pelajaran matematika, IPA
dan Bahasa Indonesia. Pemilihan mata pelajaran ini disesuaikan dengan kurikulum
yang digunakan oleh sekolah yaitu kurikulum K13 serta hasil berbagai penelitian
sebelumnya. Penilaian yang menjadi acuan hanya bagian nilai pengetahuan. Berbagai
penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara konsumsi
susu anak usia sekolah dengan prestasi akademik yang signifikan berkolerasi dengan
peningkatan skor mata pelajaran Bahasa Korea, Ilmu Pengetahuan Sosial, dan
Matematika (Kim, Kim and Kang, 2016). Penelitian di Vietnam juga menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh antara konsumsi susu terfortifikasi dengan perfoma belajar
anak usia sekolah yaitu meningkatnya daya ingat jangka pendek anak usia sekolah
(Lien et al., 2009).
Berdasarkan data pada Tabel 2, kelompok terpapar (54,55%) nilai kategori
baik pada mata pelajaran Matematika lebih sedikit dibandingkan dengan kelompok
kontrol (64,71%). Hasil analisis uji beda independent t-test menunjukkan bahwa tidak
terdapat perbedaan signifikan (p>0,05) antara nilai matematika antara kelompok
terpapar dan kelompok kontrol. Untuk mata pelajaran IPA (Ilmu Pengetahuan
Alam), nilai kategori baik pada kelompok terpapar lebih banyak 81,82%
dibandingkan dengan kelompok kontrol yaitu sebanyak 64,71%. Berdasarkan hasil
uji beda menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan (p>0,05) pada nilai
IPA antara kelompok terpapar dan kelompok control. Namun, terdapat
kecenderungan nilai IPA pada kelompok terpapar lebih baik dibandingkan
kelompok kontrol.
ISSN 2528-3170 (printed media); ISSN 2541-5921 (online media)
http://journal.walisongo.ac.id/index.php/Nutri-Sains
Nutri-Sains
Nutri-Sains: Jurnal Gizi, Pangan dan Aplikasinya, Vol 3, No 2 (2019): 73-82
DOI: 10.21580/ns.2019.3.2.4167
Copyright © 2019 Nutri-Sains: Jurnal Gizi, Pangan dan Aplikasinya
81
Selain mata pelajaran berbasis science, mata pelajaran berbasis linguistik seperti
Bahasa Indonesia juga menjadi bagian penilaian yaitu sebanyak 90,91% termasuk
dalam nilai kategori baik pada kelompok terpapar dan sejumlah 88,24% nilai
kategori baik pada kelompok kontrol. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan signifikan (p<0,05) yaitu nilai Bahasa Indonesia antara
kelompok sarapan dilengkapi dengan susu dengan kelompok sarapan non-susu. Hal
ini sejalan dengan penelitian (Kim, Kim and Kang, 2016), menyatakan bahwa di
Korea, konsumsi susu anak usia sekolah dengan prestasi akademik yang signifikan
berkolerasi dengan peningkatan skor mata pelajaran Bahasa Korea. Penelitian di
Vietnam juga menunjukkan bahwa kelompok subjek yang selalu minum susu
terfortifikasi mempunyai hubungan signifikan dalam mengingat kata dibandingkan
dengan subjek yang tidak terbiasa minum susu (Lien et al., 2009).
KESIMPULAN
Terdapat hubungan yang signifikan pada kelompok terpapar dan kelompok
kontrol terhadap prestasi belajar terutama nilai Bahasa Indonesia (p=0.001).
Penelitian ini membuktikan bahwa kebiasaan selalu sarapan dengan menu lengkap
disertai konsumsi susu saat sarapan akan meningkatkan performa prestasi anak
sekolah dasar. Sehingga, rekomendasi untuk membentuk kebiasaan sarapan pagi
secara teratur dan menu sarapan dilengkapi dengan konsumsi susu bagi anak usia
sekolah dasar harus diupayakan sehingga performa kognitif anak diharapkan dapat
meningkat. Rekomendasi ini membutuhkan dukungan dan kerjasama antar berbagai
pihak yaitu orangtua, anak, guru, sekolah, dinas dan kementerian pendidikan dan
kebudayaan, serta pemerintahan.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. (2009) Prinsip Dasar Ilmu Gizi, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Benton, D. (2008) ‘The influence of children’s diet on their cognition and behavior’,
European Journal of Nutrition, 47(3), pp. 25–37. doi:
10.1007/s00394-008-3003-x.
Brown, J. E. (2004) ‘Dietary Reference Intakes’, Nutrition Reviews, 62(10), pp.
400–401. doi: 10.1111/j.1753-4887.2004.tb00011.x.
Cooper, S. B. et al. (2012) ‘Breakfast glycaemic index and cognitive function in
adolescent school children’, British Journal of Nutrition, 107(12), pp.
1823–1832. doi: 10.1017/S0007114511005022.
Defeyter, M. A. and Russo, R. (2013) ‘The effect of breakfast cereal consumption
on adolescents’ cognitive performance and mood’, Frontiers in Human
Neuroscience, (NOV). doi: 10.3389/fnhum.2013.00789.
Nutri-Sains: Jurnal Gizi, Pangan dan Aplikasinya, Vol 3 No 2
82
Hafizhatunnisa, H., Damayanti, A. Y. and Darni, J. (2018) ‘The Effect of Healthy
Breakfast Education with Islamic Comic Media on The Level of Knowledge
of Elementary School Students’, Nutri-Sains: Jurnal Gizi, Pangan dan
Aplikasinya. doi: 10.21580/ns.2018.2.2.3308.
Hardiansyah, A., Hardinsyah, H. and Sukandar, D. (2017) ‘Kesesuaian Konsumsi
Pangan Anak Indonesia Dengan Pedoman Gizi Seimbang’, Nutri-Sains: Jurnal
Gizi, Pangan dan Aplikasinya, 1(2), p. 35. doi: 10.21580/ns.2017.1.2.2452.
Ingwersen, J. et al. (2007) ‘A low glycaemic index breakfast cereal preferentially
prevents children’s cognitive performance from declining throughout the
morning’, Appetite, 49(1), pp. 240–244. doi: 10.1016/j.appet.2006.06.009.
Kemenkes RI (2018) ‘Hasil Utama Riskesdas 2018’.
Khomsan, A. (2004) Peranan pangan dan gizi untuk kualitas hidup, Buletin Penelitian
Kesehatan. Yogyakarta: Grasindo.
Kim, S. H., Kim, W. K. and Kang, M. H. (2016) Relationships between milk consumption
and academic performance, learning motivation and strategy, and personality in Korean
adolescents, Nutrition Research and Practice. doi: 10.4162/nrp.2016.10.2.198.
Lien, D. T. K. et al. (2009) ‘Impact of milk consumption on performance and health
of primary school children in rural Vietnam’, Asia Pacific Journal of Clinical
Nutrition, 18(3), pp. 326–334. doi: 10.6133/apjcn.2009.18.3.04.
Mahoney, C. R. et al. (2005) ‘Effect of breakfast composition on cognitive processes
in elementary school children’, Physiology and Behavior, 85(5), pp. 635–645. doi:
10.1016/j.physbeh.2005.06.023.
Mayangsari, A. R., Wahyuningtyas, W. and Puspita, I. D. (2018) ‘The Relationship of
Physhical Activity, Sleep Duration, Breakfast and Fast Food Consumption
Habits with The Prevalence of Overweight Among Elementary School
Children’, Nutri-Sains: Jurnal Gizi, Pangan dan Aplikasinya. doi:
10.21580/ns.2018.2.2.2588.
PERGIZI PANGAN Indonesia (2013) ‘Deklarasi Pekan Sarapan Nasional (Pesan)’,
Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan Badan Ketahanan Pangan,
January, pp. 0–37.
Phillips, G. (2005) ‘Does Eating Breakfast Affect the Performance of College
Students on Biology Exams?.’, Bioscene: Journal of College Biology Teaching, 30(4),
pp. 15–19.
Stefani, Megah; Kustiyah, L. (2019) ‘Relationship between breakfast habits and sleep
duration and academic achievement of elementary school children’, Poster of
13th Asian Congress of Nutrition, pp. 1–4.