Available via license: CC BY-SA 4.0
Content may be subject to copyright.
Bioscientist : Jurnal Ilmiah Biologi
Vol. 6, No. 1; 2018
P-ISSN 2338-5006
E-ISSN 2654-4571
67
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN LANGSUNG BERBASIS
PRAKTIKUM TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS
DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA
Syintia Lestari1, Saidil Mursali2, Ida Royani3
1SDN 3 Masbagik Selatan, Lombok Timur, Indonesia
2&3Program Studi Pendidikan Biologi, FPMIPA, IKIP Mataram, Indonesia
E-mail : syintial711@gmail.com
ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran langsung
berbasis praktikum terhadap keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis siswa. Jenis
penelitian ini adalah eksperimen semu dengan rancangan Pretest-Posttest Control Group Design.
Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan Cluster Random Sampling. Sampel dalam
penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA 4 sebagai kelas eksperimen dan XI IPA 3 sebagai kelas
kontrol. Instrumen penelitian yang digunakan berupa lembar observasi keterlaksanaan
pembelajaran, lembar observasi keterampilan proses sains dan tes kemampuan berpikir kritis
siswa. Data keterlaksanaan pembelajaran dan keterampilan proses sains dianalisis dengan
deskriptif, sedangkan data kemampuan berpikir kritis dianalisis dengan menggunakan uji-t. Hasil
analisis data menunjukkan bahwa keterlaksanaan pembelajaran pada kedua kelas mencapai
kategori sangat baik dan keterampilan proses sains siswa mencapai kategori baik. Kemampuan
berpikir kritis siswa pada kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran langsung
berbasis praktikum lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. Rata-rata kemampuan berpikir kritis
siswa kelas eksperimen mencapai 73,5 dan kelas kontrol 58,6. Analisis uji hipotesis dengan
menggunakan uji-t diketahui bahwa thitung lebih besar dibandingkan ttabel (3,45 > 2,04), artinya
hipotesis diterima. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh
model pembelajaran langsung berbasis praktikum terhadap kemampuan berpikir kritis siswa dan
rata-rata keterampilan proses sains siswa mencapai kategori baik.
Kata Kunci: Pembelajaran Langsung, Praktikum, Keterampilan Proses Sains, Berpikir Kritis.
ABSTRACT: This study aims to determine the effect of practicum based direct learning models on
science process skills and students' critical thinking skills. This type of research is a quasi-
experimental design with Pretest-posttest Control Group Design. Sampling technique using
Cluster Random Sampling. The sample in this study were students of class XI IPA 4 as the
experimental class and XI IPA 3 as the control class. The research instrument used in the form of
learning implementation observation sheets, observation sheets of science process skills and tests
of students' critical thinking skills. The data obtained were analyzed using t-test. The results of the
data analysis show that the implementation of learning in both classes reaches very good
categories. Data analysis of students 'science process skills shows that students' science process
skills differ. Students' critical thinking ability in the experimental class using practicum based
direct learning models is higher than the control class. The average students' critical thinking
skills in the experimental class reached 73.5 and control class 58.6. Hypothesis test analysis using
t-test is known that tcount is greater than ttable (3.45 > 2.04), therefore the hypothesis is accepted.
Based on the results of these studies it can be concluded that the practicumbased direct learning
model influences students 'critical thinking skills and students' average process science skills
reach good categories.
Keywords: Direct Intruction, Practical, Science Process Skills, Critical Thinking.
PENDAHULUAN
Di era modern sekarang ini, seorang guru dituntut untuk mampu
menciptakan suasana belajar yang aktif dan menyenangkan. Untuk menciptakan
Bioscientist : Jurnal Ilmiah Biologi
Vol. 6, No. 1; 2018
P-ISSN 2338-5006
E-ISSN 2654-4571
68
suasana itu, guru harus mampu memilih model pembelajaran yang sesuai dengan
kebutuhan tersebut. Suasana belajar yang aktif dan menyenangkan diharapkan
dapat meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah.
Kegiatan belajar mengajar di sekolah merupakan suatu kegiatan yang
menunjukkan interaksi antara guru dengan siswa untuk memperoleh ilmu
pengetahuan. Suasana belajar dikondisikan agar siswa turut aktif dalam proses
pembelajaran tersebut. Terutama dalam pembelajaran IPA. Berdasarkan
karakteristiknya, IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara
sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang
berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga penemuan
(Siregar, 2016). Pembelajaran IPA termasuk di dalamnya Biologi.
Implementasi pembelajaran IPA Biologi yang diperoleh siswa, dapat
dilakukan di Laboratorium dalam bentuk kegiatan praktikum. Siswa Sekolah
Menengah Atas (SMA) sudah saatnya melakukan analisis terhadap data yang
diperoleh dari kegiatan praktikum. Di dalam kegiatan tersebut teori yang awalnya
telah diperoleh siswa dapat diimplementasikan dimulai dari mengenal alat-alat
praktikum, fungsi dari berbagai alat tersebut sampai kegiatan praktikum dengan
memanfaatkan fasilitas yang telah tersedia di Laboratorium.
Berdasarkan observasi yang telah dilakukan di SMAN 2 Jonggat Kabupaten
Lombok Tengah, diperoleh hasil seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Observasi Pembelajaran SMAN 2 Jonggat Kabupaten Lombok Tengah.
No.
Objek yang Diamati
Metode
Kelebihan
Kekurangan
1
Pembelajaran
Konvensional
(ceramah,
penugasan)
1. Pembelajaran
satu arah
2. Teacher center
3. Materi yang
dipaparkan oleh
guru lebih banyak
1. Siswa kurang aktif
2. Tidak ada
pembuktian untuk
materi yang
didapatkan
2
Kegiatan praktik
Demonstrasi
1. Interaksi lebih
terjalin
2. Ada pembuktian
untuk materi
yang didapatkan
3. Siswa aktif
1. Pembelajaran harus
disesuaikan dengan
waktu per-
pertemuan
2. Waktu lebih banyak
3
Evaluasi
Pemberian
tugas
Siswa mengetahui
materi yang
didapatkan
Kurangnya pemahaman
materi yang didapatkan
4
Fasilitas
Laboratorium
Lengkap
Dapat digunakan
dalam kegiatan
praktikum
-
5
Intensitas
pemanfaatan
Kurang
dimanfaatkan
-
-
Hasil observasi yang didapatkan di SMA Negeri 2 Jonggat Lombok Tengah
menunjukkan bahwa kebanyakan guru masih menggunakan model pembelajaran
konvensional salah satunya ceramah dan penugasan. Model pembelajaran ini
cenderung masih bersifat teacher center yang menyebabkan siswa kurang aktif
dalam penyampaian pendapat. Akibatnya suasana yang berusaha dibangun oleh
Bioscientist : Jurnal Ilmiah Biologi
Vol. 6, No. 1; 2018
P-ISSN 2338-5006
E-ISSN 2654-4571
69
guru menjadikan siswa hanya duduk, diam, pasif, mengerjakan tugas dan
menghafal tanpa memahami apa yang diberikan oleh guru. Djamarah (2002)
menyatakan bahwa metode ceramah membuat siswa menjadi pasif, selalu berada
pada posisi menerima, tidak saling memberi dan menerima di antara siswa.
Sejalan dengan itu, Siregar (2016) menyatakan bahwa metode ceramah
pembelajaran cenderung membosankan, sehingga informasi yang disampaikan tak
dapat diserap dengan baik.
Selain itu, hasil observasi juga mengungkapkan bahwa kegiatan praktikum
di SMA Negeri 2 Jonggat hanya dilakukan untuk mendapatkan nilai pada kegiatan
akhir semester. Dengan kata lain kegiatan praktikum di Laboratorium jarang
dilakukan oleh siswa. Kegiatan pembelajaran seperti ini menyebabkan siswa
hanya mengetahui seputar materi yang dijelaskan namun jarang dipahami dan
diterapkan. Fasilitas pada sekolah terkait dikategorikan lengkap, namun intensitas
pemanfaatan sangat kurang. Hal tersebut menyebabkan kurangnya tingkat
penguasaan konsep mengenai pembelajaran yang didapatkan. Kurangnya
penguasaan konsep siswa mengakibatkan proses belajar mengajar kurang
maksimal, hal ini berdampak pada tingkat kemampuan berpikir kritis siswa dan
keterampilan proses sains yang dimiliki. Mengingat pentingnya hal tersebut
diperlukan model pembelajaran yang mampu mengatasi permasalahan tersebut.
Salah satunya adalah model pembelajaran langsung berbasis praktikum.
Menurut Arends (1997), model pembelajaran langsung adalah salah satu
pendekatan mengajar yang dirancang khusus untuk menunjang proses belajar
siswa yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural
yang terstruktur dengan baik yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang
bertahap, selangkah demi selangkah. Model pembelajaran langsung
dikembangkan secara khusus untuk meningkatkan proses pembelajaran para siswa
terutama dalam hal memahami sesuatu dan menjelaskan seara utuh sesuai
pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang diajarkan secara
bertahap. Maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran langsung
merupakan suatu model atau pendekatan pembelajaran yang diterapkan oleh guru
untuk menjelaskan berbagai keterampilan dan pengetahuan yang tersusun secara
deklaratif dan prosedural yang dilakukan secara bertahap.
Kardi & Nur (2000) mengemukakan bahwa pengajaran langsung dirancang
khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan
prosedural dan pengetahuan tentang bagaimana melaksanakan sesuatu, dan
pengetahuan deklaratif adalah pengetahuan tentang sesuatu. Merujuk ke pendapat
tersebut, penerapan model pembelajaran langsung berbasis praktikum
memungkinkan melatih siswa untuk berpikir lebih aktif dan kreatif.
Menumbuhkan antusias siswa untuk mempelajari dan memperoleh ilmu
pengetahuan lebih baik karena siswa akan mengalami langsung materi yang
didapatkan di sekolah. Tingkat pemanfaatan fasilitas teknologi pendidikan salah
satunya Laboratorium lebih efisien.
Menurut Hunaepi, Samsuri, & Afrilyana (2014), pembelajaran langsung
merujuk pola-pola pembelajaran dimana guru banyak menjelaskan konsep atau
keterampilan kepada sejumlah kelompok siswa dan menguji keterampilan siswa
Bioscientist : Jurnal Ilmiah Biologi
Vol. 6, No. 1; 2018
P-ISSN 2338-5006
E-ISSN 2654-4571
70
melalui latihan-latihan di bawah bimbingan arahan guru, dengan demikian tujuan
pembelajaran terstruktur oleh guru. Model pembelajaran ini memberikan
kesempatan bagi siswa untuk mengalami sendiri, mengikuti suatu proses
mengamati objek, menganalisis, membuktikan dan menarik simpulan hasil
penelitian objek yang telah diamati.
Model pembelajaran langsung berbasis praktikum ini adalah melibatkan
siswa secara aktif dalam memperoleh pengalaman belajar, komunikasi siswa
dengan guru lebih bagus dengan turut bersama-sama mempelajari atau melakukan
eksperimen mengenai materi yang dipelajari, menumbuhkan keterampilan proses
sains siswa dan kemampuan berpikir kritis dalam menganalisis, menyimpulkan
hingga menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah dalam penelitian
ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1) bagaimana keterampilan proses sains
siswa setelah diajarkan model pembelajaran langsung berbasis praktikum?; dan 2)
apakah ada pengaruh model pembelajaran langsung berbasis praktikum terhadap
kemampuan berpikir kritis siswa?
Berdasarkan uraian rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan
untuk: 1) mendeskripsikan keterampilan proses sains siswa setelah diajarkan
model pembelajaran langsung berbasis praktikum; dan 2) untuk mengetahui dan
menjelaskan pengaruh model pembelajaran langsung berbasis praktikum terhadap
kemampuan berpikir kritis siswa.
METODE
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quasi
Eksperimental (eksperimen semu) dengan mengambil 2 sampel kelas pada kelas
XI IPA SMAN 2 Jonggat untuk dijadikan kelas kontrol dan kelas eksperimen.
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan November 2016 sampai bulan Maret 2017
di SMAN 2 Jonggat Kabupaten Lombok Tengah. Desain penelitian yang peneliti
gunakan adalah desain penelitian Pretest-Posttest Control Group Design.
Instrumen Penelitian
Instrumen adalah alat untuk mengukur informasi atau melakukan
pengukuran (Darmadi, 2011). Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian
ini sebagai berikut:
1. Lembar Observasi Keterlaksanaan RPP.
Lembar observasi keterlaksanaan RPP berisikan tentang komponen-
komponen yang diamati terhadap langkah pembelajaran guru sesuai dengan RPP.
Langkah pembelajaran yang diamati meliputi: kegiatan pendahuluan, kegiatan
inti, dan kegiatan penutup. Lembar observasi keterlaksanaan RPP berisikan
checklist (√) terhadap langkah kegiatan belajar mengajar sesuai dengan RPP.
2. Lembar Observasi Keterampilan Proses Sains.
Lembar observasi ini dibuat dalam bentuk tabel yang berisikan identitas
siswa, indikator keterampilan proses sains, jumlah skor pencapaian keterampilan
siswa dan kategori nilai yang didapatkan. Indikator keterampilan proses sains
meliputi mengamati, klasifikasi, mengukur, menggunakan alat dan bahan,
menyimpulkan, dan mengkomunikasikan (Prayogi, dkk., 2014). Indikator-
Bioscientist : Jurnal Ilmiah Biologi
Vol. 6, No. 1; 2018
P-ISSN 2338-5006
E-ISSN 2654-4571
71
indikator tersebut disesuaikan dengan karakteristik materi pelajaran yang
diajarkan. Lembar observasi keterampilan proses sains yang telah disusun terlebih
dahulu divalidasi oleh ahli. Berdasarkan hasil validasi, lembar observasi tersebut
dinyatakan valid dan dapat digunakan dalam proses pembelajaran dengan sedikit
revisi.
3. Tes Kemampuan Berpikir Kritis.
Jenis tes kemampuan berpikir kritis dalam penelitian ini berupa essay. Tes
yang dibuat berdasarkan indikator-indikator berpikir kritis menurut Ennis (1985),
meliputi: menganalisis, deduksi, induksi, dan simpulan. Tes kemampuan berpikir
kritis digunakan sebagai data untuk mengukur kemampuan berpikir kritis siswa
yang akan diberikan dalam bentuk pre-test dan post-test pada kedua kelas baik
kelas kontrol maupun kelas eksperimen.
Teknik pengumpulan data dengan cara observasi dan tes. Observasi
dilakukan untuk memperoleh data tentang keterlaksanaan RPP digunakan
instrumen berupa lembar observasi keterlaksanaan RPP dan keterampilan proses
sains siswa. Teknik pengumpulan data dengan tes digunakan untuk
mengumpulkan data yang digunakan untuk mengevaluasi, yaitu membedakan
antara kondisi awal dengan kondisi sesudahnya (Sangadji & Sopiah, 2010).
Dalam penelitian ini, dilakukan pre-test pada kedua kelas dengan tingkat
perhitungan normalitas, homogenitas dan hipotesis yang sesuai. Hal berikutnya
yang dilakukan pada kedua kelas yakni memberikan post-test. Kemudian hasil
dari pre-test dan post-test dibandingkan dengan rumus persentase kemampuan
berpikir kritis.
Analisis Data
Analisis data adalah rangkaian kegiatan penelaahan, pengelompokkan,
sistematisasi, penafsiran dan verifikasi data agar sebuah fenomena memiliki nilai
sosial, akademis dan ilmiah (Sangadji & Sopiah, 2010).
1. Analisis Hasil Observasi Keterlaksanaan RPP.
Data keterlaksanaan pembelajaran (RPP) digunakan dengan rumus
persentase sebagai berikut:
%Keterlaksanaan RPP = × 100%
Keterangan:
X = Jumlah langkah pembelajaran yang terlaksana;
Y = Total langkah pembelajaran yang dilaksanakan.
Untuk mengetahui tingkat keterlaksanaan pembelajaran, maka persentase
keterlaksanaan dikonversikan ke dalam kategori-kategori pada Tabel 2.
Tabel 2. Konversi Persentase Keterlaksanaan RPP.
No.
Persentase
Kategori
1
80-100 %
Sangat Baik
2
60-79 %
Baik
3
40-59 %
Cukup
4
0-39 %
Kurang
Sumber : Arikunto, 2016.
Bioscientist : Jurnal Ilmiah Biologi
Vol. 6, No. 1; 2018
P-ISSN 2338-5006
E-ISSN 2654-4571
72
2. Analisis Hasil Observasi Keterampilan Proses Sains.
Data hasil observasi keterampilan proses sains siswa selama proses
pembelajaran berlangsung dikonversikan menggunakan skor berdasarkan Tabel 3.
Tabel 3. Kategori Keterampilan Proses Sains.
No.
Kategori
Jumlah Skor
Keterangan
1
A
29-36
Sangat Baik
2
B
25-28
Baik
3
C
18-24
Cukup
4
D
1-17
Kurang
Sumber : BSNP, 2007.
3. Tes Kemampuan Berpikir Kritis.
Pada tes kemampuan berpikir kritis digunakan jenis tes essay dengan
diperhatikan tingkat normalitas, homogenitas, serta uji hipotesis penelitian dan
persentase kemampuan berpikir kritis.
a. Uji Normalitas.
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui hasil data tes akhir
terdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas digunakan rumus Chi-Kuadrat
( ).
=
Keterangan:
=Chi-Kuadrat;
= Frekuensi yang diobservasi;
ℎ= Frekuensi yang diharapkan.
b. Chi-Kuadrat.
Hasil Chi-Kuadrat hitung dibandingkan dengan harga Chi-Kuadrat tabel
dengan derajat kedudukan = k-2 dan taraf signifikansi yang ditetapkan = 5%.
Dengan kriteria jika > maka data terdistribusi normal sebaliknya
jika < maka data terdistribusi tidak normal.
c. Uji Homogenitas.
Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah kedua sampel yang
digunakan homogen atau tidak. Uji homogenitas dilakukan sebelum pemberian
perlakuan. Uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan uji-F, dengan
kriteria jika ≤, maka kedua varian data tersebut homogen,
sebaliknyajika ≥, maka kedua varian data tersebut tidak
homogen dengan rumus berikut.
=
d. Uji Hipotesis.
Untuk mengetahui pengaruh dari penggunaan model pembelajaran
langsung berbasis praktikum, maka data terakhir diuji dengan menggunakan
Bioscientist : Jurnal Ilmiah Biologi
Vol. 6, No. 1; 2018
P-ISSN 2338-5006
E-ISSN 2654-4571
73
uji-t dengan ketentuan jika thitung =/< ttabel, maka H0 diterima. Sebaliknya jika
thitung =/> ttabel maka H0 ditolak (Sugiyono, 2015).
Rumus Pooled Varian digunakan jika varian homogen.
t =
( ) ( )
Keterangan:
t = Nilai thitung;
X1= Nilai rata-rata kelas eksperimen;
X2= Nilai rata-rata kelas kontrol;
= Varian siswa kelas eksperimen;
= Varian siswa kelas kontrol;
= Jumlah siswa kelas eksperimen;
= Jumlah siswa kelas kontrol.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
1. Data Hasil Keterlaksanaan Pembelajaran (RPP).
Hasil observasi keterlaksanan RPP yang diperoleh selama proses
pembelajaran dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil Analisis Data Keterlaksanaan Pembelajaran (RPP).
No.
Ketercapaian Pembelajaran
Pertemuan I
Pertemuan II
1
Jumlah rencana kegiatan
27
27
2
Langkah pembelajaran yang terlaksana
22
26
3
Langkah pembelajaran yang tidak terlaksana
5
1
% Ketercapaian
81%
96%
Kategori
Sangat Baik
Sangat Baik
Berdasarkan Tabel 4, menunjukkan bahwa keterlaksanaan pembelajaran
dengan menerapkan model pembelajaran langsung berbasis praktikum pada
pertemuan pertama sebesar 81% dengan kategori sangat baik sedangkan pada
pertemuan kedua persentase keterlaksanaan pembelajaran mencapai 96% dengan
kategori sangat baik.
2. Data Hasil Keterampilan Proses Sains.
Data hasil keterampilan proses sains siswa diamati di setiap pertemuan.
Hasil yang diperoleh dapat dilihat dalam Tabel 5.
Tabel 5. Data Hasil Keterampilan Proses Sains Siswa.
No.
Kategori
Jumlah
Skor
Jumlah Siswa
Persentase
P1
P2
P1
P2
1
A
29-36
4 Orang
9 Orang
22%
50%
2
B
25-28
4 Orang
7 Orang
22%
39%
3
C
18-24
7 Orang
2 Orang
39%
11%
4
D
1-17
3 Orang
Tidak Ada
17%
0%
Keterangan :
Kategori A : Sangat Baik;
Kategori B : Baik;
Kategori C : Cukup;
Bioscientist : Jurnal Ilmiah Biologi
Vol. 6, No. 1; 2018
P-ISSN 2338-5006
E-ISSN 2654-4571
74
Kategori D : Kurang;
P1 : Pertemuan Pertama Uji Makanan;
P2 : Pertemuan Kedua Bedah Hewan.
Berdasarkan Tabel 5, menunjukkan hasil perhitungan akhir dari data yang
terkumpul pada lembar observasi keterampilan proses sains siswa pada praktikum
sistem pencernaan sub pokok bahasan uji makanan dan bedah hewan. Data
tersebut dianalisis dan dikonversikan menggunakan skor berdasarkan tabel
kategori keterampilan proses sains (diadopsi dari BSNP, 2007). Maka data yang
diperoleh pada pertemuan pertama berupa beberapa kategori keterampilan proses
sains, diantaranya kategori sangat baik dengan jumlah skor 29-36 yang diperoleh
oleh 4 siswa. Kategori baik dengan jumlah skor 25-28 yang diperoleh oleh 4
siswa. Kategori cukup dengan jumlah skor 18-24 yang diperoleh oleh 7 siswa, dan
kategori kurang dengan jumlah skor 1-17 yang diperoleh oleh 3 siswa. Sedangkan
pada pertemuan kedua menunjukkan peningkatan hasil perhitungan akhir dari data
yang terkumpul pada lembar observasi keterampilan proses sains siswa
diantaranya kategori sangat baik dengan jumlah skor 29-36 yang diperoleh oleh 9
siswa. Kategori baik dengan jumlah skor 25-28 diperoleh oleh 7 siswa. Kategori
cukup dengan jumlah skor 18-24 yang diperoleh oleh 2 siswa, dan kategori
kurang dengan jumlah skor 1-17 tidak diperoleh oleh siswa.
3. Data Hasil Kemampuan Berpikir Kritis.
Kemampuan berpikir kritis siswa diukur dengan menggunakan tes berbentuk
essay yang diberikan setelah pembelajaran selesai. Data hasil kemampuan berpikir
kritis dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Data Hasil Kemampuan Berpikir Kritis Siswa.
Keterangan
Pre-Test
Post-Test
KE
KK
KE
KK
Jumlah Siswa
18
17
18
17
Nilai Tertinggi
57
80
89
83
Nilai Terendah
18
29
35
27
Nilai Rata-rata
35.5
49.5
73.5
58.6
Kriteria
Kurang Kritis
Cukup Kritis
Kritis
Kritis
Keterangan : KE = Kelas Eksperimen; KK = Kelas Kontrol.
Berdasarkan data pada Tabel 6, yang didapatkan terlihat bahwa hasil dari
pre-test menunjukkan nilai tertinggi yang diperoleh oleh kelas eksperimen adalah
57, nilai terendah 18 dan rata-rata 35,5 dengan kriteria kemampuan berpikir kritis
yaitu kurang kritis dan kelas kontrol nilai tertinggi adalah 80, nilai terendah 29
dan rata-rata 49,5 dengan kriteria kemampuan berpikir kritis yaitu cukup kritis.
Sedangkan pada data hasil post-test pada kelas eksperimen didapatkan nilai
tertinggi 89, nilai terendah 35 dan nilai rata-rata 73,5 dengan kriteria kemampuan
berpikir kritis yaitu kritis dan kelas kontrol nilai tertinggi adalah 83, nilai terendah
27 dan nilai rata-rata 58,6 dengan kriteria kemampuan berpikir kritis yaitu kritis.
Berdasarkan data di atas, telah dilakukan uji normalitas dan homogenitas
yang hasilnya menunjukkan data tersebut berdistribusi normal dan homogen.
Selanjutnya dilakuan uji-t (hipotesis) dengan hasil seperti pada Tabel 7.
Bioscientist : Jurnal Ilmiah Biologi
Vol. 6, No. 1; 2018
P-ISSN 2338-5006
E-ISSN 2654-4571
75
Tabel 7. Hasil Uji Hipotesis.
Statistik
Post-Test
Kelas Eksperimen
Kelas Kontrol
N
18
17
3209
4645
3.45
2.042
Simpulan
Haditerima
Berdasarkan Tabel 7 di atas, hasil uji hipotesis kemampuan berpikir kritis
siswa diperoleh = 3,45 sedangkan pada taraf signifikansi 5% untuk
db= 33 adalah 2,042. Hal ini berarti > , sehingga Ha diterima dan H0
ditolak, artinya ada pengaruh model pembelajaran langsung berbasis praktikum
terhadap kemampuan berpikir kritis siswa.
Pembahasan
1. Keterlaksanaan Pembelajaran (RPP).
Data pada Tabel 4 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan keterlaksanaan
pembelajaran dalam menerapkan model pembelajaran langsung berbasis
praktikum. Hal ini terlihat pada pertemuan pertama nilai persentase rata-rata
keterlaksanaan sebesar 81% dengan kategori sangat baik selanjutnya meningkat
pada pertemuan kedua dengan persentase 96% dengan kategori sangat baik.
Dilihat dari proses perencanaan pembelajaran pada pertemuan pertama belum
tercapai secara maksimal pada beberapa tahapan pembelajaran karena ditemukan
beberapa kekurangan baik pada guru ataupun siswa saat proses pembelajaran
yakni guru belum secara maksimal melaksanakan pembelajaran yang telah dibuat,
siswa belum sepenuhnya memahami model pembelajaran yang digunakan ataupun
teknik penilaian yang guru terapkan sehingga siswa cenderung bingung,
pemanfaatan waktu yang belum kondusif menyebabkan beberapa tahap
pembelajaran terlupakan.
Keterlaksanaan pembelajaran mengalami peningkatan pada pertemuan
kedua. Hal ini disebabkan karena guru memaksimalkan tahapan pembelajaran
yang telah direncanakan dengan menyesuaikannya dengan waktu yang dibutuhkan
sehingga guru dapat mengontrol siswa sehingga suasana kelas menjadi kondusif
dan seluruh siswa turut aktif dalam proses pembelajaran. Guru mengendalikan isi
materi dan urutan informasi yang diterima oleh siswa sehingga dapat fokus
mengenai apa yang harus dicapai oleh siswa, guru juga telah memaksimalkan
membimbing siswa secara merata sehingga aktivitas siswa selama mengikuti
proses model pembelajaran langsung berbasis praktikum sudah baik. Dengan
demikian dalam proses belajar mengajar siswa aktif dan berpartisipasi lebih
banyak.
2. Keterampilan Proses Sains Siswa.
Berdasarkan Tabel 5 diperoleh data hasil observasi selama praktikum uji
makanan materi sistem pencernaan pada pertemuan pertama sebagai berikut:
sebanyak 4 siswa memiliki persentase ketercapaian keterampilan proses sains
dengan kategori sangat baik (22%), sebanyak 4 siswa kategori baik (22%),
Bioscientist : Jurnal Ilmiah Biologi
Vol. 6, No. 1; 2018
P-ISSN 2338-5006
E-ISSN 2654-4571
76
sebanyak 7 orang siswa memilki kategori cukup (39%) dan sebanyak 3 siswa
memiliki kategori kurang (17%). Pada pertemuan kedua diperoleh data hasil
observasi selama praktikum bedah hewan materi sistem pencernaan sebagai
berikut: sebanyak 9 siswa memiliki persentase ketercapaian keterampilan proses
sains dengan kategori sangat baik (50%), sebanyak 7 siswa memiliki kategori baik
(39%), sebanyak 2 siswa kategori cukup (11%) dan tidak ada yang memiliki
kategori kurang. Hasil analisis persentase data keterampilan di atas dapat
dikatakan kemampuan siswa pada setiap jenis keterampilan proses berbeda-beda,
sehingga kemampuan keterampilan proses sains siswa termasuk ke dalam kategori
yang berbeda-beda. Terlihat pada persentase keterampilan proses sains di atas,
pada tabel pertemuan pertama menunjukkan jumlah persentase merata pada ke
empat kategori, pada pertemuan kedua terlihat peningkatan persentase
keterampilan proses sains siswa dengan materi yang sama dengan praktikum yang
berbeda. Hal tersebut disebabkan karena beberapa faktor dalam proses
pembelajaran yang menyebabkan adanya variasi keterampilan proses sains siswa.
Faktor yang menyebabkan variasi keterampilan proses sains siswa ialah: 1)
penguasaan konsep mengenai materi pembelajaran yang diperoleh siswa dalam
proses praktikum. Saat penilaian praktikum berlangsung, siswa kurang memahami
langkah-langkah yang telah dipaparkan, dan kurang menjawab pertanyaan
mengenai apa yang dipraktikumkan; dan 2) kesesuaian waktu yang diberikan
dalam praktikum. Siswa cenderung kurang memanfaatkan waktu dengan baik,
sehingga sebagian siswa kurang sempurna dalam menyelesaikan tahapan
praktikum dengan baik. Hal tersebut sejalan dengan Wulandari (2014) yang
menyatakan pembelajaran praktikum memiliki masalah diantaranya pelaksanaan
praktikum tergantung pada materi dan ketersediaan waktu, ketersediaan alat dan
bahan, pembiasaan siswa dalam memanfaatkan alat dalam Laboratorium untuk
membantu memecahkan masalah.
Siregar (2016) menyatakan model pembelajaran langsung dapat mendorong
siswa tambah aktif dalam belajar; siswa lebih kreatif dan serius mengikuti
pembelajaran; dan suasana kelas bertambah hidup. Selain itu Litasari, Setiati, &
Herlina (2014) menyatakan siswa lebih tertarik mengikuti pembelajaran biologi
berbasis Laboratorium dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah. Siswa
menganggap bahwa pembelajaran berbasis Laboratorium lebih menyenangkan
dan tidak membosankan. Suasana belajar seperti ini menyebabkan siswa merasa
lebih tertarik karena dapat mengetahui dan mengalami secara langsung mengenai
materi yang didapatkan.
Adanya peningkatan keterampilan proses sains siswa pada pertemuan kedua
menunjukkan model pembelajaran yang diterapkan merupakan cara yang efektif
untuk mengajarkan keterampilan yang eksplisit kepada siswa. Pembelajaran
langsung berbasis praktikum menyebabkan siswa dapat belajar untuk mengamati,
menafsirkan data, menyimpulkan dan melaporkan hasil pengamatan tentunya
dengan kondisi waktu yang diusahakan oleh guru seefisien mungkin agar siswa
dapat memahami proses pembelajaran dan langkah-langkah pembelajaran dalam
penilaian keterampilan proses sainsnya. Hasil penelitian ini didukung Laily &
Suliyanah (2013) yang menyatakan bahwa model pembelajaran langsung dengan
Bioscientist : Jurnal Ilmiah Biologi
Vol. 6, No. 1; 2018
P-ISSN 2338-5006
E-ISSN 2654-4571
77
mengintegrasikan pendekatan keterampilan proses dapat memotivasi siswa dalam
belajar dan lebih memahami tentang apa yang dipelajari. Motivasi belajar dan
pemahaman yang baik tentu akan berdampak pada hasil belajar yang diperoleh
siswa termasuk keterampilan proses sains dalam pembelajaran.
3. Kemampuan Berpikir Kritis Siswa.
Berdasarkan Tabel 6 didapatkan hasil kemampuan berpikir kritis siswa yang
diambil berdasarkan hasil analisis pre-test dan post-test selama kegiatan
pembelajaran. Berdasarkan analisis data kemampuan berpikir kritis hasil pre-test
diperoleh kemampuan berpikir kritis siswa kelas eksperimen dalam kategori
kurang kritis dengan skor rata-rata 35,5 lebih rendah dibandingkan pada kelas
kontrol dengan rata-rata 49,5. Hal tersebut disebabkan siswa belum diajarkan dan
memahami materi, sehingga siswa bingung untuk menjawab soal-soal tes awal
pengetahuan yang diberikan oleh guru. Hasil post-test kemampuan berpikir kritis
siswa mengalami peningkatan dengan nilai rata-rata pada kelas eksperimen
sebesar 73,5 lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol dengan nilai rata-rata
58,6. Selain itu, hasil uji hipotesis kemampuan berpikir kritis siswa diperoleh
(3,45) > (2,042), artinya hipotesis penelitian diterima yaitu ada
pengaruh model pembelajaran langsung berbasis praktikum terhadap kemampuan
berpikir kritis siswa.
Model pembelajaran langsung berbasis praktikum dapat melatih
kemampuan berpikir kritis siswa, menumbuhkan inisiatif siswa, motivasi belajar,
dan menumbuhkan hubungan interpersonal dalam bekerja individu, sehingga
kriteria kemampuan berpikir kritis siswa tergolong kritis. Curto & Bayer (2005)
menyatakan bahwa, berpikir kritis dapat dikembangkan dengan memperkaya
pengalaman siswa yang bermakna, pengalaman tersebut dapat berupa kesempatan
berpendapat secara lisan maupun tulisan layaknya seorang ilmuwan. Pembelajaran
langsung berbasis praktikum sesungguhnya memberikan kesempatan kepada
siswa berpendapat secara lisan maupun tulisan layaknya seorang ilmuwan.
Proses pembelajaran langsung berbasis praktikum lebih tertata dengan
waktu yang dimanfaatkan seefisien mungkin, siswa lebih aktif dan mengambil
peran dalam praktikum, aktif bertanya dan menjawab pertanyaan dari guru, serta
dapat menyimpulkan hasil dari praktikum yang dilakukan. Peningkatan
kemampuan berpikir kritis siswa juga disebabkan karena tingkat pengetahuan dan
keterampilan proses sains siswa yang semakin bagus di setiap pertemuan. Hal
yang perlu diingat adalah segala bentuk berpikir kritis tidak mungkin dapat
dilakukan tanpa komponen utama yaitu pengetahuan. Pengetahuan adalah sesuatu
yang digunakan untuk berpikir kritis dan juga diperoleh sebagai hasil berpikir
kritis (Surya, 2015).
Mengefisiensikan waktu juga menambah pemahaman siswa mengenai
materi yang diajarkan, sesuai dengan karakteristik model pembelajaran langsung
berbasis praktikum yang diarahkan pada pencapaian tujuan sehingga guru
memiliki harapan yang tinggi terhadap tugas-tugas yang harus dilaksanakan oleh
siswa. Hunaipi, Samsuri, & Afrilyana (2014) menyatakan proses pembelajaran
langsung sangat mengoptimalkan penggunaan waktu. Sehingga siswa dapat
Bioscientist : Jurnal Ilmiah Biologi
Vol. 6, No. 1; 2018
P-ISSN 2338-5006
E-ISSN 2654-4571
78
terfokus dan menemukan gagasan atau ide tersendiri yang dapat dituangkan pada
jawaban soal yang dikerjakan.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan, simpulan penelitian ini adalah: (1)
keterampilan proses sains siswa dengan menerapkan model pembelajaran
langsung berbasis praktikum mencapai kategori baik. Siswa yang menjadi sampel
dalam penelitian ini memiliki keterampilan proses sains yang berbeda-beda. (2)
ada pengaruh model pembelajaran langsung berbasis praktikum terhadap
kemampuan berpikir kritis siswa.
SARAN
Diharapkan kepada peneliti selanjutnya untuk menerapkan model
pembelajaran yang berbeda untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.
UCAPAN TERIMA KASIH
Rasa terima kasih yang setinggi-tingginya peneliti ucapkan kepada LPPM
IKIP Mataram yang telah membantu mendanai penelitian ini.
DAFTAR RUJUKAN
Arends. (1997). Classroom Instructional and Management. New York: Mc Grow
Hill Companict Inc.
Arikunto, S. (2016). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Curto, K., & Bayer, T. (2005). An Intersection of Critical Thingking and
Communication Skills. Journal of Biological Science, 3(2), 12.
Darmadi, H. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Djamarah. (2002). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Ennis, R. H. (1985). Critical Thinking and the Curriculum. Phi Kappa Phi
Journal, 65(1), 28-31.
Hunaepi, Samsuri, T., & Afrilyana, M. (2014). Model Pembelajaran Langsung
Teori dan Praktek. Mataram: Duta Pustaka Ilmu.
Kardi, S., & Nur, M. (2000). Pengajaran Langsung. Surabaya: UNESA
University Press.
Laily, S. W. D., & Suliyanah. (2013). Pengaruh Model Pengajaran Langsung
dengan Mengintegrasikan Pendekatan Keterampilan Proses terhadap
Kompetensi Belajar Siswa Kelas X Semester II SMAN 1 Wonoayu.
Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika, 2(3), 80-84.
Litasari, K. N., Setiati, N., & Herlina, L. (2014). Profil Pembelajaran Biologi
Berbasis Laboratorium dan Implikasinya terhadap Hasil Belajar Siswa di
SMA Negeri Se-Kabupaten Semarang. Unnes Journal of Biology
Education, 3(2), 172-179.
Permendiknas RI Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah. 2007. Jakarta: Badan Standar
Nasional Pendidikan.
Bioscientist : Jurnal Ilmiah Biologi
Vol. 6, No. 1; 2018
P-ISSN 2338-5006
E-ISSN 2654-4571
79
Prayogi, S., Asy’ari, M., Sukaisih, R., & Hidayat, S. (2014). Mengembangkan
Keterampilan Proses Sains dalam Pembelajaran. Mataram: Duta Pustaka
Ilmu.
Sangadji, E., & Sopiah. (2010). Metodologi Penelitian: Pendekatan Praktis dalam
Penelitian. Yogyakarta: Andi Offset.
Siregar, G. (2016). Penggunaan Direct Instruction Model untuk Meningkatkan
Hasil Belajar IPA pada Materi Tumbuhan dan Fungsinya pada Siswa
Kelas IV A SDN 015 Sungai Salak Kecamatan Tempuling. Jurnal
Primary, 5(1), 14-21.
Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Surya, M. (2015). Strategi Kognitif dalam Proses Pembelajaran. Bandung:
Alfabeta.
Wulandari, V. C. P. (2014). Penerapan Pembelajaran Berbasis Praktikum untuk
Meningkatkan Keterampilan Proses Sains dan Penguasaan Konsep Siswa
Kelas XI IPA 1 di SMA Muhammadiyah 1 Malang. SSi Skripsi.
Universitas Negeri Malang.