Available via license: CC BY-SA
Content may be subject to copyright.
Jurnal Inspirasi Bisnis dan Manajemen, Vol 3, (2), 2019, 161-176
e-2579-9401, p-2579-9312
Page 161
Dampak Kemudahan dan Risiko Sistem Pembayaran QR Code: Technology
Acceptance Model (TAM) Extension
Ayatulloh Michael Musyaffi, Kayati
Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi
Universitas Swadaya Gunung Jati, Cirebon, Indonesia
Abstract. Mobile Payment has developed quickly and easily. One of them by using a QR Code by scanning the
Bar Code through the Smartphone camera. Unfortunately, there is inherent risk especially in the aspect of theft
of financial and non-financial data. Therefore, this study aims to examine user acceptance in terms of the ease
and risk of QR Code Payments. The target of respondents in this study were all users of Payment methods using
QR Codes in Indonesia with 100 respondents with a simple random sampling method through online distribution
and structured interviews. The method used in this study used the Structural Equation Model (SEM) - Partial
Least Square (PLS). The findings in this research show that there is a contribution to the Technology Acceptance
Model (TAM) model, especially Perceived Ease of use factor that further strengthens the acceptance of Pay by
QR. While risk perception does not have a significant impact on intention to use the Pay by QR system.
Keywords: Behavioural Intention; Pay by QR; Perceived Ease of use; Perceived Risk; TAM.
Abstrak. Model pembayaran mobile telah berkembang secara signifikan dan semakin mudah. Salah satunya
adalah pembayaran dengan menggunakan kode QR dengan men-scan kode QR melalui kamera Smartphone.
Sayangnya dibalik kemudahan penggunaan pembayaran QR, terdapat resiko yang melekat terutama dalam
aspek pencurian data keuangan maupun non keuangan. Atas dasar inilah penelitian ini diadakan dengan tujuan
untuk menguji penerimaan pengguna yang dilihat dari sisi kemudahan dan resiko pembayaran kode QR. Target
responden riset ini adalah seluruh pengguna metode pembayaran menggunakan kode QR di Indonesia dengan
jumlah responden sebayak 100 dengan meteode simple random sampling melalui penyebaran online dan
wawancara secara terstruktur. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan Struktural Equation
Model (SEM) – Partial Least Square (PLS). Temuan dalam riset menunjukan adanya kontribusi terhadap model
Technology Acceptance Model (TAM) terutama faktor kemudahan yang semakin memperkuat penerimaan
penggunaan Pay by QR. Sementara persepsi resiko tidak memiliki dampak yang signifikan terhadap niat
menggunakan sistem Pay by QR.
Katakunci: Behavioural Intention; Pay by QR: Mobile Payment; Persepsi Kemudahan; Persepsi Resiko; TAM;
Cronicle of Article :Received (12-10-2019); Revised (23-12-2019), (31-12-2019); Accepted (08-01-2020) and
Published (20-01-2020).
©2019 Jurnal Inspirasi Bisnis dan Manajemen Lembaga Penelitian Universitas Swadaya Gunung Jati.
Profile and corresponding author : Ayatulloh Michael Musyaffi dan Kayati adalah dosen Program Studi Akuntansi
Fakultas Ekonomi Universitas Swadaya Gunung Jati (UGJ). Corresponding Author: musyaffi@gmail.com
How to cite this article : . Musyaffi, A. M., & Kayati. (2019). Dampak Kemudahan dan Risiko Sistem Pembayaran
QR Code: Technology Acceptance Model (TAM) Extension. Jurnal Inspirasi Bisnis Dan Manajemen, 3(2), 161–
176.
Retrieved from: http://jurnal.unswagati.ac.id/index.php/jibm
Jurnal Inspirasi Bisnis dan Manajemen Vol 3, (2), 2019, 161-176
JURNAL INSPIRASI BISNIS & MANAJEMEN
Published every June and December e-ISSN: 2579-9401, p-ISSN: 2579-9312
Available online at http://jurnal.unswagati.ac.id/index.php/jibm
Ayatulloh Michael Musyaffi & Kayati
Dampak Kemudahan dan Resiko Sistem Pay by QR: Technology Acceptance Model (TAM) Extension
Page 162
PENDAHULUAN
Teknologi saat ini telah berkembang
dengan pesat tidak terkecuali di Indonesia.
Pengguna smartphone di Indonesia mulai
bergerak dalam transaksi mobile Payment,
jauh melebihi penggunaan akun bank (Agusta
& Hutabarat, 2018). Data ini berbeda dengan
pemaparan Lu, Yang, Chau, & Cao bahwa
sekitar 73% rata-rata pengguna mobile
Payment di China khawatir terhadap risiko
keamanan dan transaksi penggunaan mobile
Payment (Y. Lu et al., 2015).
Awalnya kondisi hasil riset Lu, Yang,
Chau, & Cao (2015) juga terjadi di Indonesia,
terlihat dari analisis big data oleh Agusta &
Hutabarat (2018) pada awal 2012. Namun hal
ini sudah teratasi dengan meningkatknya
kepercayaan publik atas penggunaan uang
elektronik. Gubernur Bank Indonesia (2018)
resmi mengeluarkan satu regulasi baru per 4
Mei 2018 terkait penggunaan uang elektronik
di Indonesia karena meningkatnya
penyediaan media transaksi nontunai yang
semakin berkembang.
Faktor mendasar perubahan konsumsi
masyarakat yang tinggi atas penggunaan
mobile Payment adalah karena saat ini dunia
telah memasuki revolusi industri 4.0.
Revolusi industri 4.0 ini ditandai dengan
interconnection of highly intelligent cyber-
physical systems atau biasa disebut dengan
internet of things (Setlur, Iyer, & Varadan,
2014). Segala hal dihubungkan dengan
internet, seperti memesan alat transportasi,
makanan, pakaian, pembayaran listrik, dan
lain sebagainya. Kemudahan akses hampir di
berbagai sektor industri ini menyebabkan
pola bisnis saat ini menjadi lebih dinamis,
baik di negara berkembang pun di negara
maju (Agusta & Hutabarat, 2018; Setlur et
al., 2014)
Data katadata (2018) menyebutkan
sistem pembayaran dibagi menjadi 3 jenis,
yaitu Pay by QR, Near Field Communication
(NFC), dan One Time Password (OTP).
Secara lengkap ketiga metode tersebut dapat
dijelaskan melalui gambar 1 dibawah ini:
Sumber : (MDI Ventures Sekuritas & Mandiri Research, 2018)
Gambar 1: Klasifikasi mobile Payment
Jurnal Inspirasi Bisnis dan Manajemen, Vol 3, (2), 2019, 161-176
e-2579-9401, p-2579-9312
Page 163
Penggunaan sistem pembayaran kode
QR merupakan sistem yang popular saat ini.
Brand-brand ternama sudah mulai
menggunakan kode QR. Bahkan UMKM pun
kini menjadi target bagi penyedia layanan
mobile Payment. Hal ini terbukti dengan
maraknya UMKM yang menyediakan
layanan pembayaran online terutama berbasis
QR Code. Tak hanya itu saja bahkan
pedagang sayur di Pasar Bintaro dan penjual
kain di Pasar Mayestik, Jakarta Selatan telah
menggunakan QR Code sebagai media
pembayaran (Setyowati, 2018).
Meningkatnya jumlah penggunan
Smartphone di Indonesia dari 65,2 juta di
2016 menjadi 74,9 juta di tahun 2017,
mengakibatkan adanya peningkatan frekuensi
menggunakan QR Code sebesar 0,01% dari
seluruh pembayaran (Setyowati, 2018).
Namun disamping itu, kemajuan teknologi
menyimpan bahaya yang cukup riskan. Di
Tiongkok pemanfaatan kode QR untuk
transaksi pembayaran nontunai sudah massif
dilakukan yaitu dengan menggunakan
WeChat Pay dan Alipay yang masing-masing
memiliki 936 juta dan 520 juta pengguna
aktif sampai tahun 2016 (Setyowati, 2018).
Melalui Riset dari iResearch
Consulting Group peningkatan jumlah dana
yang di transaksikan melalui QR Code di
Tiongkok dari U$ 5 triliun pada tahun 2016
menjadi US$ 5,5 triliun di tahun 2017.
Namun menurut laporan yang dikeluarkan
The Verge, Terdapat oknum yang telah
mengganti kode QR dengan kode QR yang
palsu. Kode QR palsu tersebut akan mencuri
identitas pengguna salah satunya adalah
personal identification number (PIN)
(Setyowati, 2018). Pemerintah Tiongkok juga
mencatat, pada tahun 2017 total ketugian
yang terjadi akibat pencurian kode QR
mencapai US$ 13 juta atau setara Rp 172,9
miliar. Tingginya angka pencurian ini
menimbulkan stigma buruk bagi pengguna
dalam menggunakan kode QR sebagai media
pembayarannya. Hal ini akan menurunkan
niat untuk memakai mobile Payment sebagai
alat pembayaran karena dirasa teknologi
tersebut mempunyai resiko yang besar.
Di Indonesia penerapan mobile
Payment sudah banyak digunakan. Namun
terdapat beberapa permasalahan yang sering
terjadi yaitu Beberapa pengguna kesulitan
dalam melakukan top up, Aplikasi error, dan
yang paling sering adalah Kesulitan
menggunakan metode Pay by QR ketika
sinyal kurang lancar (Suryanto, 2019). Selain
itu, ancaman resiko dalam bertransaksi
menggunakan QR Code pun bermunculan.
Pengguna khawatir akan keamanan data
pribadi pengguna yang berpotensi untuk
disalah gunakan (Gerrard, Cunningham, &
Devlin, 2006).
Salah satu teori untuk mengukur
tingkat penerimaan teknologi adalah dengan
menggunakan Technology Acceptance Model
(TAM). Salah satu ukuran dalam menentukan
penerimaan terhadap penggunaan teknologi
adalah persepsi kemudahan. Semakin
seseorang mudah untuk menggunakan
tenologi, maka ia cenderung untuk menerima
teknologi tersebut (Davis, Bagozzi, &
Warshaw, 1992; Musyaffi, Muna, & Fariani,
2016; Rosnidah, Muna, Musyaffi, & Siregar,
2019; Tan & Lau, 2016; Viswanath
Venkatesh & Zhang, 2010). Faktor lain yang
dapat menimbulkan niat seserorang untuk
menggunakan teknologi adalah dari faktor
resiko nya. Semakin tinggi resiko, maka
perilaku untuk terus menggunakan teknologi
tersebut semakin berkurang. Atas dasar
pemaparan tersebut maka penelitian ini
bertujuan untuk mengkaji secara mendalam
terkait dampak keumdahan dan resiko Sistem
Pembayaran menggunakan teknologi QR
terhadap niat pengguna untuk terus menerus
menggunakan sistem Pay by QR.
KAJIAN LITERATUR
Quick Response (QR) Code Payment
Quick Response (QR) Code
merupakan barcode dengan algoritma khusus
yang dapat dibaca oleh pembaca barcode
ataupun Smartphone dengan menggunkan
kamera (Surekha, Rubesh Anand, & Indu,
2015). QR Code digunakan sebagai alat
pembayaran dan mampu memberikan privasi
data pengguna dan mencegah penyalagunaan
data (Surekha et al., 2015). Lebih lanjut
Ayatulloh Michael Musyaffi & Kayati
Dampak Kemudahan dan Resiko Sistem Pay by QR: Technology Acceptance Model (TAM) Extension
Page 164
surekha et al menjelaskan kelebihan QR Code
adalah melakukan pencegahan pencurian
identitas dan keamanan data pelanggan.
Dibandingkan dengan aplikasi perbankan lain
seperti, kartu kredit atau debit, kata sandi
transaksi, kode QR efisien dan cepat dalam
penggunaan (Surekha et al., 2015). Gambaran
Secara lengkap cara kerja QR Code dapat
digambarkan seperti dibawah ini:
Customer
By Using QR
Code
Password
Selection of
Items by
Customer
Transfer of
Fund
Account
Verification
Or Image
(Already
Updated
Account Detail)
Sumber: Surekha et al., (2015)
Gambar 2. Proses Transaksi Pembayaran Menggunakan kode QR
Dalam konteks pembayaran
menggunakan QR Code melalui aplikasi,
pengguna hanya perlu membuka aplikasi
tersebut kemudian mengklik fitur Pay by QR,
kemudian akan muncul barcode dengna
algoritma khusus yang berfungsi untuk
mengidentifikasi transaksi. Kemudian akan
secara otomatis muncul keterangan tertentu
yang isinya tentang item yang akan dibeli
disertai dengan jumlah total pembelian
tersebut. Setelah pengguna mengklik dan
menyetujui, dana yang berasal dari pengguna
akan langsung ditransfer ke rekening penjual.
Persepsi Kemudahan (Perceived Ease of
use) Salah satu faktor yang membuat
pengguna nyaman dengan hadirnya teknologi
baru adalah kemudahan menggunakan
teknologi tersebut. Kemudahan tersebut di
terjemahkan oleh Davis (1989) sebagai
persepsi kemudahan. Adanya persepsi ini
karena setiap individu memandang
kemudahan yang berbeda-beda. Maka
persepsi kemudahan didefinisikan sebagai
parameter kepercayaan bagi pengguna dalam
memandang teknologi sebagai suatu hal yang
tidak memerlukan banyak usaha. Persepsi
kemudahan oleh beberapa peneliti dipandang
sebagai bagian integral dalam model
Technology Acceptance Model (TAM) yang
berfungsi untuk mengukur penerimaan
teknologi pengguna (Alalwan, Dwivedi,
Rana, & Williams, 2016; Ben Mansour,
2016; Boonsiritomachai & Pitchayadejanant,
2017; Motaghian, Hassanzadeh, &
Moghadam, 2013; Musyaffi et al., 2016;
Sharma, 2017; V. Venkatesh & Bala, 2008).
TAM merupakan model yang sering
diadopsi oleh berbagai peneliti untuk melihat
Jurnal Inspirasi Bisnis dan Manajemen, Vol 3, (2), 2019, 161-176
e-2579-9401, p-2579-9312
Page 165
perilaku penggunaan teknologi (Balouchi et
al., 2017; Cheng, Lam, & Yeung, 2006;
Huang, Lin, & Chuang, 2007; Hussain
Chandio, Irani, Abbasi, & Nizamani, 2013).
Technology Acceptance Model (TAM)
merupakan sebuah model yang digunakan
untuk menjelaskan bagaimana penerimaan
teknologi berdasarkan sudut pandang
penggunanya. TAM telah dibentuk oleh
Davis (1989) yang dikembangkan dari teori
sebelumnya yaitu Theory of Reasoned Action
(TRA) yang menjelaskan perilaku individu
dengan teknologi.
Keberhasilan penelitian Davis (1989)
terbuktu menjadi acuan utama peneliti yang
lain untuk mengembangkan model dan teori
yang relevan dengan perkembangan
teknologi dan perilaku manusia (Alalwan et
al., 2016; Igbaria & Tan, 1997; isaac,
Abdullah, Thurasamy, & Mutahar, 2017;
Moon & Kim, 2001; Muñoz-Leiva, Climent-
Climent, & Liébana-Cabanillas, 2017;
Rosnidah et al., 2019; Sharma, 2017; Tan &
Lau, 2016; V. Venkatesh & Bala, 2008).
Persepsi Resiko (Perceived Risk)
Setiap aktivitas memiliki resiko yang
tidak bisa dihindari. Dalam konteks
penggunaan teknologi, Persepsi Resiko
merupakan faktor yang berperan penting
dalam mempengaruhi seseorang dalam
mengadopsi teknologi (Balouchi et al., 2017;
Lim, 2003; Peterson, Balasubramanian, &
Bronnenberg, 1997). Persepsi resiko
didefinisikan sebagai kurangnya garansi atas
hasil yang diperoleh pengguna dalam
menggunakan barang dan jasa (Balouchi et
al., 2017; Littler & Melanthiou, 2006).
Sementara peneliti yang lain menyatakan
bahwa persepsi resiko disamakan sebagai
persepsi ketidakpastian pengguna dan
menyebabkan resiko kerugian yang besar
(Axelsen & Swan, 2010; Dowling & Staelin,
1994; Mitchell, Davies, Moutinho, & Vassos,
1999). Semakin seseorang merasa bahwa
teknologi yang digunakan beresiko maka ia
semakin enggan untuk mengguakan teknologi
tersebut.
Klasifikasi resiko menurut Mowen &
Minor (2002) adalah: 1) Functional risk
(risiko fungsional), yaitu risiko bila produk
tidak dapat memberikan kinerja sebagaimana
mestinya. 2) Physical risk (risiko fisik),
merupakan kecemasan pengguna atas suatu
hal yang dapat menyebabkan penurunan
secara fisik. 3) Financial risk (risiko
finansial), merupakan kekhawatiran
pengguna atas nilai dari produk yang tidak
sesuai dengan tingkat financial yang telah
dikeluarkan. 4) Social Risk (Resiko Sosial),
merupakan perilaku kekhawatiran atas suatu
produk sehingga menyebabkan respon yang
buruk dari orang-orang di sekitar. 5)
Psychological risk (risiko psikologis),
merupakan kecemasan pengguna atas ego
atau keinginannya terhadap suatu produk. 6)
Time risk (risiko waktu), merupakan
kecemasan pengguna atas waktu yang
dihabiskannya akan sia-sia untuk suatu
produk.
Behavioural Intention
Behavioural Intention merupakan
tingkah lauk individu untuk melakukan
perilaku terteuntu yang dilakukan secara
spontan (C. Lu, Huang, & Lo, 2010).
Menurut Davis (1989) mendefinisikan
Behavioural Intention sebagai kecenderungan
perilaku untuk tetap menggunakan suatu
teknologi. Ketika seseoang puas dengan
sebuah sistem teknologi informasi, maka
akan ada kecenderungan untuk tetap
menggunakan sistem tersebut. Hal ini
merupakan bentuk dari behavioral intention.
Sebab seringnya menggunakan sebuah sistem
tertentu akan memberikan dampak positif
bagi penggunanya. Secara otomatis akan
meningkatkan pengalaman para pemakainya.
Pengembangan Hipotesis
Hadirnya teknologi informasi
bertujuan untuk meningkatkan kinerja
pengguna (Gasson, 1999). Seseorang akan
memiliki kecenderungan lebih besar untuk
memanfaatkan teknologi jika kemampuan
akan teknologi tersebut sesuai dengan
kebutuhannya (Tsuma, Osang, & Abinwi,
2015). Kepercayaan seseorang terhadap
teknologi akan mendorong kemudahan untuk
menggunakan teknologi tersebut. parameter
Ayatulloh Michael Musyaffi & Kayati
Dampak Kemudahan dan Resiko Sistem Pay by QR: Technology Acceptance Model (TAM) Extension
Page 166
kepercayaan bagi pengguna dalam
memandang teknologi sebagai suatu hal
yang tidak memerlukan banyak usaha (Ben
Mansour, 2016; Boonsiritomachai &
Pitchayadejanant, 2017; Davis, 1989;
Marakarkandy, Yajnik, & Dasgupta, 2017;
Sharma, Govindaluri, Al-Muharrami, &
Tarhini, 2017; V. Venkatesh, Morris, Davis,
& Davis, 2003). Hasil buah pikiran Davis
(1989) ini terbukti bahwa persepsi
kemudahan memberikan pengaruh terhadap
Behavioural Intention. Sementara hasil riset
Shin, Jung & Chang menjelaskan bahwa
kualitas dari QR Code khususnya dalam hal
kemudahan dan kegunaan akan sangat
mempengaruhi seseorang untuk terus
menggunakan teknologi QR Code (Shin,
Jung, & Chang, 2012). Hal ini didukung oleh
beberapa penelitian lainnya dimana persepsi
kemudahan memiliki dampak terhadap
Behavioural Intention (Igbaria & Tan, 1997;
Moon & Kim, 2001; Muñoz-Leiva et al.,
2017; Sharma, 2017; V. Venkatesh & Bala,
2008). Selain mudah, pengguna juga ingin
memastikan bahwa teknologi tersebut aman
dan bebas dari resiko. Resiko merupakan
faktor penting bagi seseorang dalam
mengadopsi suatu teknologi (Muñoz-Leiva
et al., 2017). Apalagi jika berkaitan dengan
teknologi yang berkaitan dengan keuangan,
resiko yang dirasakan pengguna menjadi
sangat tinggi (Chauhan, Yadav, &
Choudhary, 2019). Namun menghilangkan
resiko dari teknologi tidak lah mudah.
Banyak ketidpastian dan dampak negatif
yang ditimbulkan atas suatu produk dan
(Littler & Melanthiou, 2006; Omwansa,
Lule, & Waema, 2015). Ancaman resiko
dalam bertransaksi menggunakan QR Code
pun bermunculan. Pengguna khawatir akan
keamanan data pribadi pengguna yang
berpotensi untuk disalah gunakan (Gerrard et
al., 2006).
Persepsi resiko dikatakan sebagai
perwujudan pandangan seseorang akan
ketidakpastian pengguna dan menyebabkan
resiko kerugian yang besar (Axelsen &
Swan, 2010; Dowling & Staelin, 1994;
Mitchell, Davies, Moutinho, & Vassos,
1999). Dalam konteks penggunaan internet
banking dan mobile banking, resiko berperan
penting dalam menentukan pengguna
menggunakan teknologi tersebut (Chauhan
et al., 2019; Damghanian, Zarei, &
Siahsarani Kojuri, 2016). Semakin seseorang
merasa bahwa teknologi yang digunakan
beresiko maka ia semakin enggan untuk
mengguakan teknologi tersebut. Berdasarkan
pemaparan diatas, hipotesis dalam penelitian
ini yaitu:
H1:Perepsi Kemudahan Berpengaruh
terhadap Behavioural Intention
H2:Persepsi Resiko Berpengaruh terhadap
Behavioural Intention
Model Pembayaran
Pay by QR
Persepsi pengguna
atas Pay by QR
mudah
Persepsi Pengguna
atas rendahnya
Resiko Pay by QR
Keinginan untuk
terus menggunakan
Model Pay by QR
Sumber : (Chauhan et al., 2019; Damghanian, Zarei, & Siahsarani Kojuri, 2016)
Gambar 2. Kerangka Pemikiran
Jurnal Inspirasi Bisnis dan Manajemen, Vol 3, (2), 2019, 161-176
e-2579-9401, p-2579-9312
Page 167
METODE PENELITIAN
Populasi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pengguna mobile
Payment yang menggunakan sistem Pay by
QR sebagai alat bantu untuk pembayarannya
di Indonesia. Data penelitian ini diperoleh
melalui survey kuesioner online melalui
google form dan wawancara secara terstruktur
pada salah satu sampel penelitian. Proses
survey ini dilakukan melalui kuesioner online
yang ditujukan kepada pengguna aplikasi
mobile Payment yang menggunakan QR
Code. Metode penentuan sample pada riset ini
menggunakan simple random sampling
dengan tingkat error yang telah ditetapkan
sebesar 10%. Sementara jumlah responden
yang menjadi kajian dalam penelitian ini
adalah sebesar 100 orang.
Kemudian pada Pengujian hipotesis
untuk penelitian ini menggunakan analisis
multivariate yaitu Structural Equation Model
(SEM). Pengujian SEM dilakukan dengan
alat bantu SmartPartial Least Square (PLS)
versi 3.0 yang merupakan alternatif dari
model struktural (Ghozali, 2013). Langkah-
langkah yang perlu dilakukan dalam
menganalisis PLS yaitu: 1) Model
Pengukuran (Outer Model), Model
pengukuran ini diperlukan untuk menilai
validitas dan reliabilitas model dengan dua
mekanisme. Pertama, validitas convergent
dan discriminant digunakan sebagai indikator
pembentuk konstruk laten. Kedua, composite
reability dan croncbach alpha digunakan
sebagai blok indikatornya (Ghozali, 2013;
Hair, Sarstedt, Hopkins, & G. Kuppelwieser,
2014). Nilai convergent validity yang berasal
dari measurement model dapat dilihat dari
hubungan antara score item atau indikator
dengan indikator konstruknya. Batas nilai
indikator individu dikatakan reliabel jika
nilainya lebih dari 0,70. 2) Inner Model atau
model struktural, menggambarkan hubungan
antarvariabel laten atau variabel konstruk
berdasarkan teori subtantifnya (Ghozali,
2013; Hair et al., 2014). Inner model
berfungsi untuk mengetahui pengaruh
bersama-sama dan memprediksi kecocokan
model yang telah dibangun.
Penelitian ini mengadopsi pengukuran
dari beberapa peneliti terdahulu. Pada
variabel Behavioural Intention penulis
mengadopsi dari penelitian Singh &
Srivastava (2018) serta Hu & Zhang (2016)
yaitu Intend to use, Plan to continue to use,
Frequently to use, dan Recommend to others.
Pada variabel Persepsi Kemudahan,
pengukuran yang digunakan diadaptasi dari
Venkatesh & Bala (2008) yaitu Clear and
Understandable, less effort, Easy to use, dan
Easy to get. Kemudian pada variabel persepsi
resiko, pengukuran yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Error probability,
Problem Risk, dan Risky (Makki, Ozturk,
& Singh, 2016).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Profil Responden
Profil Responden digunakan untuk
mengetahui ciri-ciri responden yang mengisi
penelitian ini. Responden yang menjadi
sampel pada penelitian ini yaitu pengguna
Sistem pembayaran mobile yang
menggunakan Kode QR di Indonesia. Berikut
ini merupakan deskripsi tentang identitas
responden berdasarkan usia, jenis kelamin,
jenjang pendidikan, dan pekerjaan responden,
lama bekerja, dan layanan mobile Payment
yang digunakan.
Ayatulloh Michael Musyaffi & Kayati
Dampak Kemudahan dan Resiko Sistem Pay by QR: Technology Acceptance Model (TAM) Extension
Page 168
Tabel 1. Profil Responden
Jenis Kategori
Keterangan
Persentase
Usia
<17 Tahun
1%
17 – 25 Tahun
46%
26 – 30 Tahun
22%
31 – 35 Tahun
18%
36 – 40 Tahun
5%
41 – 45 Tahun
5%
46 – 50 Tahun
2%
51 – 55 Tahun
1%
Jenis Kelamin
Laki-Laki
44%
Perempuan
66%
Perkerjaan
Siswa/Mahasiswa
55%
Karyawan Swasta
14%
Dosen
16%
Aparatur Sipil Negara (ASN)
4%
Wirausaha
8%
Lain-lain
3%
Jenis Penggunaan Mobile
Payment
Go-Pay
69%
OVO
58%
Link Aja
20%
Paypro
1%
Yap!
3%
Paytren
1%
Doku
1%
Lain – lain
23%
Sumber: Data primer yang diolah (2019)
Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui
bahwa mayoritas berumur 17 – 25 tahun
menggunakan Sistem Pay by QR sebesar
46% responden. Kemudian pengguna terbesar
kedua berada pada usia 26 sampai dengan 30
tahun, sebanyak 22%. Sementara responden
berada usia 31 sampai dengan 45 tahun
sebanyak 18 orang atau 18%. Sementara pada
umur 36 – 40 tahun dan 41 – 45 tahun
masing-masing sebanyak 5 pengguna.
Sementara sisanya pada rentang 46 – 50
tahun (2 pengguna) dan 51 – 55 tahun
sebanyak 1 pengguna. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa rata-rata pengguna
mobile Payment pada penelitian ini
merupakan pengguna dalam usia muda dan
produktif yaitu rentang 17 –35 tahun. Dalam
penelitian ini, mayoritas responden adalah
perempuan yaitu sebesar 66%. Sementara
sementara sisanya berjenis kelamin laki-laki
sebesar 34%. Kemudian rata-rata pengguna
Pay by QR dalam penelitian ini
siswa/mahasiswa yaitu sebesar 55%.
Sementara responden yang bekerja sebagai
karyawan swasta sebanyak 14% sementara
karyawan swasata dan dosen berturut-turut
sebesar 14% dan 16%. Lalu responden yang
bekerja sebagai dosen sebanyak 16%.
Sementara yang berprofesi sebagai
pengusaha sebanya 8%. Kemudian pada
kategori metode pembayaran kode QR yang
digunakan, mayoritas menggunakan Gopay
sebagai alat transaksi mereka yaitu sebanyak
69 %. Sementara pengguna terbanyak kedua
yaitu OVO sebanyak 58%. Sisanya sebesar
20% pengguna pembayaraan mobile
menggunakan QR Code sebesar 20%.
Seemntara sisanya adalah model pembayaran
yang lain
Evaluasi Model Pengukuran (Outer Model)
Pada penggunaan metode Structural
Equation Model (SEM) – Partial Least
Square (PLS), langkah pertama yang harus
Jurnal Inspirasi Bisnis dan Manajemen, Vol 3, (2), 2019, 161-176
e-2579-9401, p-2579-9312
Page 169
dilakukan adalah dengan menguji model
pengukuran (Outer Model). Outer model
digunakan untuk menguji validitas dan
reliabilitas suatu konstruk pada suatu
penelitian (hair et al, 2014). Menurut Hair et
al (2014) nilai yang direkomendasikan agar
suatu konstruk valid adalah sebesar 0,6 dari
nilai loading factor nya. Berikut ini
merupakan nilai loading factor pada model
yang dibangun di penelitian ini yaitu seperti
yang ditujukan pada gambar 3 berikut:
Sumber: SmartPLS 3.0 (2019) Gambar 3. Hasil loading factor
Berdasarkan model diatas, nilai
loading factor untuk masing-masing konstruk
bernilai diatas 0,6 kecuali konstruk X2.2 pada
variabel persepsi kemudahan yang nilainya
dibawah rekomendasi. Sehingga konstruk
tersebut di buang kemudia di jalankan
kembali sehingga model yang ada menjadi
model penelitian pada gambar 4.1.
Berdasarkan gambar 4.1 tersebut terlihat
semua konstruk bernilai diatas 0,6 yang
artinya kesemua konstruk tersebut valid dan
dapat diandalkan. Selain itu untuk melihat
suatu validtias dan reliabilitas suatu konstruk,
juga dapat dilihat dari uji Cronbach Alpha
(CA), Composite Reliability (CR) dan
Average Variance Extracted (AVE). uji
Cronbach Alpha (CA) dan Average Variance
Extracted (AVE) berfungsi untuk menilai
validitas suatu konstruk (Hair et al, 2014).
Sementara uji Composite Reliability (CR)
berfungsi untuk melihat reliabilitas suatu
konstruk (Hair et al, 2014). Nilai yang
direkomendasikan menurut Hair et al (2014)
untuk AVE sebesar 0,6 sedangkan untuk CR
dan CA sebesar 0.7. Berikut ini merupakan
nilai CA, CR dan AVE dalam penelitian ini
seperti yang di tunjukan pada tabel 4.5
berikut:
Ayatulloh Michael Musyaffi & Kayati
Dampak Kemudahan dan Resiko Sistem Pay by QR: Technology Acceptance Model (TAM) Extension
Page 170
Tabel 2. Hasil Uji Cronbach Alpha (CA), Composite Reliability (CR) dan Average Variance
Extracted (AVE)
Average Variance
Extracted (AVE)
Cronbach Alpha (CA)
Composite Reliability (CR)
Behavioural Intention (Y)
0.852
0.942
0.958
Perceived Ease of use (X2)
0.711
0.853
0.910
Perceived Risk (X1)
0.670
0.766
0.859
Sumber: SmartPLS (2019)
Berdasarkan Tabel 2 pada variabel
Behavioural Intention memiliki nilai AVE
sebesar 0.852. Sementara nilai CA dan nilai
CR juga memiliki nilai diatas ambang batas
rekomendasi yaitu sebesar 0.7. Artinya
variabel Behavioural Intention memiliki
kontstruk yang valid dan reliable. Sementara
pada variabel Perceived Ease of use (X2)
nilai AVE sebesar 0,711 yang bernilai diatas
rekomendasi yaitu 0.6. Sementara nilai CA
dan nilai CR Perceived Ease of use sebesar
0.853 dan 0.910 yang memiliki nilai diatas
ambang batas rekomendasi yaitu sebesar 0.7.
Artinya variabel Perceived Ease of use
memiliki kontstruk yang valid dan reliable.
Kemudian pada variabel Perceived Risk, nilai
AVE sebesar 0.670. nilai tersebut berada
diatas rekomendasi yaitu 0.6. Sementara nilai
CA dan nilai CR Perceived Risk sebesar
0.766 dan 0.859 yang memiliki nilai diatas
ambang batas rekomendasi yaitu sebesar 0.7.
Artinya variabel Perceived Risk memiliki
kontstruk yang valid dan reliabel.
Berdasarkan analisis AVE, CA dan
CR pada variabel Behavioural Intention,
Perceived Ease of use dan Perceived Risk.
Maka dapat disimpulkan bahwa ketiga
variabel tersebut memiliki konstruk yang
valid dan reliable.
Evaluasi Model Struktural (Inner Model)
Evaluasi Model Struktural (Inner
Model) menunjukkan hubungan antar
konstruk dan nilai signifikansi. Pada inner
model ini, suatu model dapat dilihat pengaruh
bersama-sama dengan melihat nilai R square.
Berikut adalah tabel penghitungan untuk hasil
R-Square:
Tabel 3. Nilai R Square
Behavioural Intention (Y)
R Square
0.601
Adjusted R-Square
0.592
Sumber: SmartPLS (2019)
Berdasarkan tabel 3 nilai R square
dari variabel Behavioural Intention adalah
sebesar 0.601 atau 60.1%. Artinya terdapat
pengaruh bersama antara variabel Perceived
Risk dan Perceived Ease of use dengan
Behavioural Intention sebesar 60.1%.
Sedangkan 39.9% dipengaruhi oleh variabel
lain yang tidak menjadi kajian penelitian.
Kemudian untuk menilai kesesuaian
model, maka dilakukan uji kecocokan model
menggunakan Goodness of fit (GoF). GoF
dihitung berdasarkan dari akar kuadrat dari
AVE dikali dengan R square. Perhitungan
tersebut dielaskan sebagai berikut:
GoF =
2
GoF =
GoF =
GoF =
0.691
Berdasarkan perhitungan diatas,
didapat nilai GoF sebesar 0.691. Menurut
Tenenhau (2014) jika nilai GoF diatas 0.38
maka model tersebut memiliki tingkat
kecocokan yang besar. Kemudian cara lain
untuk mengetahui kecocokan model dari
suatu penelitian, dapat dianalisis
menggunakan uji Q-Square. Q-Square
dihitung berdasarkan nilai dari Q-Square.
Perhitungan tersebut dijabarkan sebagai
berikut:
Jurnal Inspirasi Bisnis dan Manajemen, Vol 3, (2), 2019, 161-176
e-2579-9401, p-2579-9312
Page 171
Q2 =1-(1-R2 )
Q2 =1-(1-0.601)
Q2 =0.601
Berdasarkan perhitunga tersebut, nila
Q-square sebesar 0.601. Menurut tanenhau
(2014) jika nilai Q>0 maka model tersebut
memiliki tingkat relevansi yang baik. Pada
perhitungan diatas, nilai Q sebesar 0.601
artinya model yang diajukan peneliti
memiliki tingkat relevansi yang baik.
Uji Hipotesis
Uji hipotesis dilakukan untuk
memastikan apakah hipotesa awal peneliti
sesuai dengan hasil penelitian. Cara untuk
menguji hipotesis adalah dengan
membandingkan tingkat error dengan nilai p-
value. Tingkat error pada penelitian ini
adalah sebesar 10%. Artinya jika nilai p-
value lebih kecil dari pada 10%, maka
hipotesis tersebut diterima. Berikut ini
merupakan nilai p-value dari masing-masing
variabel seperti yang ditunjukan pada tabel
Tabel 4. Uji Hipotesis
Original
Sample
(O)
Sample
Mean
(M)
Standard
Deviation
(STDEV)
T Statistics
(|O/STDEV|)
P
Values
Perceived Ease of use _(X2) ->
Behavioural Intention_(Y)
0.758
0.759
0.042
17.962
0.000
Perceived Risk _(X1) -> Behavioural
Intention_(Y)
0.106
0.113
0.071
1.494
0.136
Sumber: SmartPLS (2019)
Berdasarkan perhitungan pada table 4
diatas, variable Perceived Risk (X1) dengan
Behavioural Intention (Y) memiliki p value
sebesar 0,0136 lebih besar dibandingkan
tingkat error yaitu sebesar 10% yang artinya
hipotesis pertama ditolak. Hal ini berarti
Perceived Risk tidak berpengaruh signifikan
terhadap Behavioural Intention. Sedangkan P
value pada variable Perceived Ease of use
dengan Behavioural Intention (Y) sebesar
0,000 lebih kecil dengan tingkat error sebesar
10 yang artinya hipotesis kedua diterima. Hal
ini berarti Perceived Ease of use memiliki
pengaruh signifikan terhadap Behavioural
Intention.
Pengaruh Persepsi Resiko terhadap
Behavioural Intention
Adanya resiko, tidak bisa dipungkiri
akan selalu ada dan melekat pada suatu hal.
Namun tingkat besarnya resiko ini berbeda-
beda setiap orang. Persepsi resiko disamakan
sebagai persepsi ketidakpastian pengguna dan
menyebabkan resiko kerugian yang besar
(Axelsen & Swan, 2010; Dowling & Staelin,
1994; Mitchell, Davies, Moutinho, & Vassos,
1999). Normalnya, semakin tinggi resiko
yang melekat pada penggunaan mobile
Payment, maka akan semakin menurunkan
niat seseorang untuk menggunakan mobile
Payment itu sendiri. Namun hasil penelitian
ini menyatakan bahwa Resiko tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap niat
untuk terus menggunakan pembayaran
mobile menggunakan QR Code. hasil
penelitian ini selaras dengan hasil riset yang
dilakukan Muñoz-Leiva et al. (2017) dimana
perbedaan pengalaman menggunakan
teknologi menjadi hal yang krusial dalam
menghubungkan antara persepsi pengguna
atas resiko terhadap penggunaan Pay by QR.
Pengguna dengan pengalaman menggunakan
teknologi lebih sering akan cenderung tidak
mempedulikan resiko yang akan terjadi atas
sebuah sistem informasi. Maka ketika
dihubungkan dengan hasil penelitian ini, rata-
rata pengguna sistem Pay by QR adalah pada
kisaran umur 17 – 25 tahun yaitu sebesar 46
%. Sementara pengguna pada rentang umur
26 – 30 tahun dan 31 – 35 tahun berturut-
turut mencapai 22% dan 18%. Artinya
sebesar 86% pengguna sistem Pay by QR
berumur 17 – 35 tahun yang merupakan
generasi dengan tingkat penggunaan
teknologi yang tinggi. Maka wajar jika
persepsi pengguna akan resiko menjadi
Ayatulloh Michael Musyaffi & Kayati
Dampak Kemudahan dan Resiko Sistem Pay by QR: Technology Acceptance Model (TAM) Extension
Page 172
kurang untuk diperhatikan dalam mengadopsi
sistem Pay by QR.
Selain itu, hasil Penelitian ini juga
menemukan bahwa Pengguna lebih aware
terhadap promo yang seara massif dilakukan
dibandingkan tingkat resiko menggunakan
mobile banking. Hal ini terjadi salah satunya
adalah Pengguna telah percaya terhadap
penyedia layanan mobile Payment. Hal ini
dapat dilihat dari beragamnya jawaban
responden terhadap faktor resiko yang
melekat pada mobile Payment. Pengguna
merasa tidak terlalu memiliki masalah
penggunaan pada sistem Pay by QR.
kemudian pengguna juga tidak terlalu
memikirkan akan resiko yang akan terjadi
(misalnya kehilangan saldo dll) karena
dukungan perusahaan yang baik akan
komplain konsumen seperti adanya call
center dan kantor cabang di setiap daerah.
Pengaruh Persepsi Kemudahan terhadap
Behavioural Intention
Persepsi Kemudahan terbukti menjadi
variable yang paling berpengaruh terhadap
Behavioural Intention dengan memiliki
dampak sebesar 75,8%. Hal ini menunjukan
bahwa bahwa penggunaan mobile Payment
dapat digunakan dengan mudah. Sehingga
pengguna ingin untuk terus menggunakan
aplikasi tersebut. Faktor yang paling besar
adalah adanya continuous improvement dari
penyedia jasa mobile Payment, sehingga
membuat mobile payment menjadi lebih baik.
Selain itu kemudahan dalam mendapatkan
aplikasi QR Code juga menjadi perhatian
pengguna. QR Code yang menyatu dengan
aplikasi pembayaran mobile memudahkan
pengguna untuk langsung terhubung dengan
Sistem Pay by QR sehingga pengguna
nyaman dan memiliki keingininan untuk terus
menerus menggunakan. Hasil Penelitian ini
didukung oleh beberapa peneliti dimana
persepsi kemudahan mempunyai pengaruh
yang signifikan terhadap Behavioural
Intention (Alalwan et al., 2016; Ben
Mansour, 2016; Chauhan et al., 2019;
Chitungo & Munongo, 2013; Pai & Huang,
2011; Patel & Patel, 2017; Tsuma et al.,
2015; V. Venkatesh & Bala, 2008)
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Penelitian ini merupakan
penyempurnaan dari Technology Acceptance
Model (TAM) 3 dengan variabel persepsi
resiko menjadi variabel yang berperan
penting khususnya dalam penggunaan
metode Pay by QR. Kontribusi utama
penelitian ini adalah bahwa persepsi
kemudahan mempunyai pengaruh yang besar
terhadap behabioural Intention. Pengguna
semakin menggunakan QR Code karena
dirasa mudah dan bermanfaat. Sementara
persepsi resiko tidak memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap niat menggunakan mobile
Payment. Pengguna yang mayoritas milineal
cenderung mengindahkan resiko yang akan
terjadi atas sebuah sistem informasi. Maka
ketika dihubungkan dengan hasil penelitian
ini, rata-rata pengguna sistem Pay by QR
berumur 17 – 35 tahun yang merupakan
generasi dengan tingkat penggunaan
teknologi yang tinggi. Maka wajar jika
persepsi pengguna akan resiko menjadi
kurang untuk diperhatikan ketika mengadopsi
sistem Pay by QR.
Saran Saran untuk penelitian selanjutnya
adalah mengimplementasikan model dari
TAM 3 secara penuh dengan integrasi
persepsi resiko dan persepsi kepercayaan.
Karena pada penelitian ini hanya variable
persepsi kemudahan yang menjadi sorotan
utama. Sehingga ketika di uji pada full model
TAM 3 diharapkan dapat lebih menjelaskan
penerimaan mobile Payment di Indonesia
Ucapan Terimakasih
Penelitian ini didukung secara penuh
oleh Universitas Swadaya Gunung Jati (UGJ)
khususnya Lembaga Penelitian (LEMLIT)
UGJ. Terimakasih karena telah memberika
kesempatan kepada peneliti untuk melakukan
riset terkait topic penggunaan mobile
Payment khususnya pembayaran
menggunakan QR Code.
Jurnal Inspirasi Bisnis dan Manajemen, Vol 3, (2), 2019, 161-176
e-2579-9401, p-2579-9312
Page 173
DAFTAR PUSTAKA
Agusta, J., & Hutabarat, K. (2018). Mobile
Payment In Indonesia: Race to Big Data
Domination. Jakarta.
Alalwan, A. A., Dwivedi, Y. K., Rana, N. P.
P., & Williams, M. D. (2016). Consumer
adoption of mobile banking in Jordan.
Journal of Enterprise Information
Management, 29(1), 118–139.
https://doi.org/10.1108/JEIM-04-2015-
0035
Balouchi, M., Aziz, Y. A., Hasangholipour,
T., Khanlari, A., Rahman, A. A., Raja,
R. N., & Yusof. (2017). Explaining and
predicting online tourists’ behavioral
intention in accepting consumer
generated contents. Journal of
Hospitality and Tourism Technology.
Ben Mansour, K. (2016). An analysis of
business’ acceptance of internet
banking: an integration of e-trust to the
TAM. Journal of Business & Industrial
Marketing, 31(8), 982–994.
https://doi.org/10.1108/JBIM-10-2016-
271
Boonsiritomachai, W., & Pitchayadejanant,
K. (2017). Determinants affecting
mobile banking adoption by generation
Y based on the Unified Theory of
Acceptance and Use of Technology
Model modified by the Technology
Acceptance Model concept. Kasetsart
Journal of Social Sciences.
https://doi.org/10.1016/J.KJSS.2017.10.
005
Chauhan, V., Yadav, R., & Choudhary, V.
(2019). Analyzing the impact of
consumer innovativeness and perceived
risk in internet banking adoption: A
study of Indian consumers. International
Journal of Bank Marketing, 37(1), 323–
339.
Cheng, T. C. E., Lam, D. Y. C., & Yeung, A.
C. L. (2006). Adoption of Internet
Banking: An Empirical Study in Hong
Kong. Decision Support Systems, 42(3),
1558–1572.
https://doi.org/10.1016/j.dss.2006.01.00
2
Chitungo, S., & Munongo, S. (2013).
Extending the Technology Acceptance
Model to Mobile Banking Adoption in
Rural Zimbabwe. Journal of Business
Administration and Education, 3(1), 51–
79.
Damghanian, H., Zarei, A., & Siahsarani
Kojuri, M. . (2016). Impact of perceived
security on trust, perceived risk, and
acceptance of online banking in Iran.
Journal of Internet Commerce, 15(3),
214–238.
Davis, F. D. (1989). Perceived Usefulness,
Perceived Ease of Use, and User
Acceptance of Information Technology.
MIS Quarterly, 13(3), 319.
https://doi.org/10.2307/249008
Davis, F. D., Bagozzi, R. P., & Warshaw, P.
R. (1992). Extrinsic and Intrinsic
Motivation to Use Computers in the
Workplace. Journal of Applied Social
Psychology, 22(14), 1111–1132.
https://doi.org/10.1111/j.1559-
1816.1992.tb00945.x
Gasson, S. (1999). The Reality Of User-
Centered Design. Journal of End User
Computing, (4), 3–13.
https://doi.org/10.4018/joeuc.199910010
1
Gerrard, P., Cunningham, J. ., & Devlin, J. .
(2006). Why consumers are not using
internet banking. Journal of Services
Marketing, 20(3), 160–168.
Ghozali, I. (2013). Partial Least Square.
Universitas Diponegoro.
Gubernur bank Indonesia, G. ubernur B.
Peratura Bank Indonesia tentang Uang
Elektronik, Pub. L. No. 20/6/PBI/2018,
35 (2018). Indonesia.
Hair, J. F., Sarstedt, M., Hopkins, L., & G.
Kuppelwieser, V. (2014). Partial least
squares structural equation modeling
(PLS-SEM). European Business Review,
26(2), 106–121.
https://doi.org/10.1108/EBR-10-2013-
0128
Hu, J., & Zhang, Y. (2016). Chinese students’
behavior intention to use mobile library
apps and effects of education level and
discipline. Library Hi Tech, 34(4), 639–
656. https://doi.org/10.1108/LHT-06-
Ayatulloh Michael Musyaffi & Kayati
Dampak Kemudahan dan Resiko Sistem Pay by QR: Technology Acceptance Model (TAM) Extension
Page 174
2016-0061
Huang, J., Lin, Y., & Chuang, S. (2007).
Elucidating user behavior of mobile
learning: A perspective of the extended
technology acceptance model. The
Electronic Library, 25(5), 585–598.
Hussain Chandio, F., Irani, Z., Abbasi, M. S.,
& Nizamani, H. A. (2013). Acceptance
of online banking information systems:
an empirical case in a developing
economy. Behaviour & Information
Technology, 32(7), 668–680.
https://doi.org/10.1080/0144929X.2013.
806593
Igbaria, M., & Tan, M. (1997). The
consequences of information technology
acceptance on subsequent individual
performance. Information and
Management, 32(3), 113–121.
https://doi.org/10.1016/S0378-
7206(97)00006-2
isaac, osama, Abdullah, Z., Thurasamy, R.,
& Mutahar, A. M. (2017). Internet
usage, user satisfaction, task-technology
fit, and performance impact among
public sector employees in Yemen.
International Journal of Information
and Learning Technology, 34(3), IJILT-
11-2016-0051.
https://doi.org/10.1108/IJILT-11-2016-
0051
Lim, N. (2003). Consumers’ perceived risk:
Sources versus consequences. Electronic
Commerce Research and Applications,
216–228.
Littler, D., & Melanthiou, D. (2006).
Consumer perceptions of risk and
uncertainty and the implications for
behaviour towards innovative retail
services: The case of Internet Banking.
Journal of Retailing and Consumer
Services.
https://doi.org/10.1016/j.jretconser.2006.
02.006
Lu, C., Huang, S., & Lo, P. (2010). An
empirical study of on-line tax filing
acceptance model : Integrating TAM and
TPB. African Journal of Business
Management, 4(May), 800–810.
Retrieved from
http://www.academicjournals.org/AJBM
Lu, Y., Yang, S., Chau, P. Y. ., & Cao, Y.
(2015). Determinants of behavioral
intention to mobile payment : Evidence
from. Information & Management, 48,
393–403.
Makki, A. M., Ozturk, A. B., & Singh, D.
(2016). Role of risk, self-efficacy, and
innovativeness on behavioral intentions
for mobile payment systems in the
restaurant industry. Journal of
Foodservice Business Research, 19(5),
454–473.
https://doi.org/10.1080/15378020.2016.
1188646
Marakarkandy, B., Yajnik, N., & Dasgupta,
C. (2017). Enabling internet banking
adoption: An empirical examination
with an augmented technology
acceptance model (TAM). Journal of
Enterprise Information Management,
30(2), 263–294.
https://doi.org/10.1108/JEIM-10-2015-
0094
MDI Ventures Sekuritas, & Mandiri
Research. (2018). Mobile Payments in
Indonesia: Race to Big Domination.
Retrieved from
https://www.mdi.vc/mobilepaymentindo
nesia.pdf
Moon, J. W., & Kim, Y. G. (2001).
Extending the TAM for a World-Wide-
Web context. Information and
Management, 38(4), 217–230.
https://doi.org/10.1016/S0378-
7206(00)00061-6
Motaghian, H., Hassanzadeh, a, &
Moghadam, D. K. (2013). Factors
affecting university instructors’ adoption
of web-based learning systems: Case
study of Iran. Computers & Education,
61, 158–167.
https://doi.org/10.1016/j.compedu.2012.
09.016
Mowen, J. C., & Minor, M. (2002). Perilaku
konsumen. Jakarta: Erlangga 90.
Muñoz-Leiva, F., Climent-Climent, S., &
Liébana-Cabanillas, F. (2017).
Determinants of intention to use the
mobile banking apps: An extension of
Jurnal Inspirasi Bisnis dan Manajemen, Vol 3, (2), 2019, 161-176
e-2579-9401, p-2579-9312
Page 175
the classic TAM model. Spanish Journal
of Marketing - ESIC, 21(1), 25–38.
https://doi.org/10.1016/j.sjme.2016.12.0
01
Musyaffi, A. M., Muna, A., & Fariani, N.
(2016). Pengaruh persepsi kemudahan
dan Persepsi Kegunaan terhadap
Penerimaan Pengguna Sistem Informasi
Akademik Terpadu. JRAK: Jurnal Riset
Akuntansi Dan Komputerisasi
Akuntansi, 7(2), 71–82.
Omwansa, T., Lule, I., & Waema, T. (2015).
The Influence of Trust and Risk in
Behavioural Intention to Adopt Mobile
Financial Services among the Poor.
International Arab Journal of E-
Technology.
Pai, F.-Y., & Huang, K.-I. (2011). Applying
the Technology Acceptance Model to
the introduction of healthcare
information systems. Technological
Forecasting and Social Change, 78(4),
650–660.
https://doi.org/10.1016/j.techfore.2010.1
1.007
Patel, K. J., & Patel, H. J. (2017). Adoption
of internet banking services in Gujarat:
an extension of TAM with perceived
security and social influence.
International Journal of Bank
Marketing, 36(1), 147–169.
https://doi.org/https://doi.org/10.1108/IJ
BM-08-2016-0104
Peterson, R. A., Balasubramanian, S., &
Bronnenberg, B. J. (1997). Exploring the
Implications of the Internet for
Consumer Marketing. Journal of the
Academy of Marketing Science, 25(4),
329–346.
Rosnidah, I., Muna, A., Musyaffi, A. M., &
Siregar, N. F. (2019). Critical Factor of
Mobile Payment Acceptance in
Millenial Generation: Study on the
UTAUT model. In International
Symposium on Social Sciences,
Education, and Humanities (ISSEH
2018). Atlantis Press.
https://doi.org/https://doi.org/10.2991/iss
eh-18.2019.30
Setlur, B., Iyer, G., & Varadan, S. (2014).
Informed Manufacturing : The Next
Industrial Revolution - COGNIZANT.
Chennai, India.
Setyowati, D. (2018). Tren Baru Pembayaran
Kode QR yang Menyimpan Masalah.
Retrieved from
https://katadata.co.id/berita/2018/09/11/t
ren-baru-pembayaran-kode-qr-yang-
menyimpan-masalah
Sharma, S. K. (2017). Integrating cognitive
antecedents into TAM to explain mobile
banking behavioral intention: A SEM-
neural network modeling. Information
Systems Frontiers, pp. 1–13.
https://doi.org/10.1007/s10796-017-
9775-x
Sharma, S. K., Govindaluri, S. M., Al-
Muharrami, S., & Tarhini, A. (2017). A
multi-analytical model for mobile
banking adoption: a developing country
perspective. Review of International
Business and Strategy, 27(1), 133–148.
https://doi.org/10.1108/RIBS-11-2016-
0074
Shin, D., Jung, J., & Chang, B. (2012). The
pychocology behind QR Codes: User
experience perspective. Computers in
Human Behavior, 8.
Singh, S., & Srivastava, R. K. (2018).
Predicting the intention to use mobile
banking in India. International Journal
of Bank Marketing, 36(2), 357–378.
Surekha, A., Rubesh Anand, P. M., & Indu, I.
(2015). E-payment transactions using
encrypted QR Codes. International
Journal of Applied Engineering
Research.
Suryanto, V. (2019). Top up bermasalah,
begini penjelasan pihak Go-Pay.
Retrieved from
https://keuangan.kontan.co.id/news/top-
up-bermasalah-begini-penjelasan-pihak-
go-pay
Tan, E., & Lau, J. L. (2016). Young
Consumers Behavioural intention to
adopt mobile banking among the
millennial generation. International
Journal of Bank Marketing, 17(3), 18–
31. https://doi.org/10.1108/YC-07-2015-
00537
Ayatulloh Michael Musyaffi & Kayati
Dampak Kemudahan dan Resiko Sistem Pay by QR: Technology Acceptance Model (TAM) Extension
Page 176
Tsuma, C. K., Osang, F. B., & Abinwi, N.
(2015). Reviewing Information Systems
Usage and Performance Models.
International Journal of Computer
Science and Information Technologies,
6(1), 476–484.
https://doi.org/10.1.1.668.8794
Venkatesh, V., & Bala, H. (2008).
Technology Acceptance Model 3 and a
Research Agenda on Interventions.
Decision Sciences, 39(2), 273–315.
https://doi.org/10.1111/j.1540-
5915.2008.00192.x
Venkatesh, V., Morris, M. G., Davis, G. B.,
& Davis, F. D. (2003). User acceptance
of information technology: Toward a
unified view. MIS Quarterly, 425–478.
Venkatesh, Viswanath, & Zhang, X. (2010).
Unified theory of acceptance and use of
technology: U.S. vs. China. Journal of
Global Information Technology
Management, 13(1), 5–27.
https://doi.org/10.1080/1097198X.2010.
10856507