Content uploaded by Evy Arida
Author content
All content in this area was uploaded by Evy Arida on Jan 22, 2020
Content may be subject to copyright.
PROSIDING
Seminar Nasional Konservasi dan Pemanfaatan Tumbuhan dan Satwa Liar
Salak Tower Hotel, Bogor, 27 November 2018
Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia | 83
BIAWAK KALIMANTAN, Lanthanotus borneensis: KEBERADAAN DI
ALAM, KONDISI HABITAT, DAN PILIHAN PAKAN
Evy Arida1,*, Mochammad Rizky Al Ryzal2, Syaripudin1, Mulyadi1, Tri Hadi
Handayani1, R. Lia Rahadian Amalia1, Rini Rachmatika1, & Amir Hamidy1
1Museum Zoologicum Bogoriense (MZB) - Pusat Penelitian Biologi LIPI, Jalan Raya
Bogor-Jakarta km46, Cibinong, 16911
2Jurusan Biologi FMIPA Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, Depok, 16424
*korespondensi: evya001@lipi.go.id
ABSTRAK
Biawak Kalimantan, Lanthanotus borneensis adalah jenis kadal yang
dilindungi di Indonesia. Minat di luar negeri akan jenis endemik Borneo ini
sebagai komoditas perdagangan maupun subyek penelitian cukup tinggi,
sementara data populasinya di alam masih terbatas. Oleh karena itu, kami
melakukan telaah populasi di habitatnya dan penelitian lanjutan untuk menunjang
pengelolaan dalam rangka pemanfaatannya. Survei habitat dan populasi dilakukan
di Kabupaten Landak, Provinsi Kalimantan Barat pada bulan Juni 2017 dan Juli
2018 dengan cara pengamatan langsung di lokasi dan wawancara dengan pihak-
pihak terkait tentang keberadaan dan potensi perdagangannya di lokasi survei.
Penelitian lanjutan tentang pilihan pakan berdasarkan mangsa alaminya dilakukan
di Museum Zoologicum Bogoriense (MZB) di Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa
Barat dengan metode focal animal sampling dan analisis preferensi Neu.
Penelitian kandungan nutrisi pakan terpilih juga dilakukan di MZB dengan
metode proksimat untuk mengetahui kandungan protein kasar, lemak kasar, abu
dan energi total. Kami menduga populasi Biawak Kalimantan berada di lokasi
survei di sekitar Desa Semunti dan di kaki Gunung Nyiut, meskipun kami tidak
menjumpai kadal ini selama periode survei. Karakteristik hutan tropis dengan
aliran sungai kecil berair jernih dengan substrat lumpur berpasir di dasarnya
mengindikasikan kesesuaian habitat dan ketersediaan mangsanya. Hasil uji pilihan
pakan dan kandungan nutrisinya mengindikasikan sifat karnivora jenis kadal ini
yang diduga memangsa hewan-hewan invertebrata berukuran kecil. Di dalam
kandang, kadal ini mengkonsumsi pakan dengan kadar lemak dan protein yang
relatif tinggi, misalnya cacing tanah dan daging udang. Hasil penelitian ini
berguna untuk menunjang pengelolaan populasi Biawak Kalimantan di habitatnya
(in-situ) maupun di luar habitatnya (ex-situ).
Kata kunci: Borneo, kadal, mangsa, nutrisi, populasi
ABSTRACT
Biawak Kalimantan, Lanthanotus borneensis is a protected species of
lizard in Indonesia. While wild population data still remain scarce, demands on
this Borneo endemic for international trade is relatively high, as are interests on
the species for scientific research. Thus, we planned a study on wild populations
and habitats, as well as two further studies to provide data for management and
utilization purposes. Field surveys were conducted in Landak, West Kalimantan in
PROSIDING
Seminar Nasional Konservasi dan Pemanfaatan Tumbuhan dan Satwa Liar
Salak Tower Hotel, Bogor, 27 November 2018
84 | Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
June 2017 and July 2018 to search for potential habitats and to clarify presence of
this species and trade possibilities at local levels. We performed follow-up studies
at Museum Zoologicum Bogoriense (MZB) in Bogor, West Java. On feed
feed choices. On nutritional contents of selected feed, we use proximate analysis
to estimate ash, crude fat, crude protein, and total energy for each feed. We
believe that wild populations exist in the greater areas of Semunti Village and
Gunung Nyiut, despite zero finding of this species during our surveys. Suitable
habitats and potential preys were found at survey locations, namely tropical
forests with small streams with clear water and sandy clay substrate. Feed
preference test show the carnivorous nature of this species, which was thought to
prey on small invertebrates. In captivity, lizards preferred to feed on earth worms
and prawn meat, which is high in mineral and protein contents, respectively.
These results would be useful to apply in both in-situ and ex-situ population
management of L. borneensis.
Keywords: Borneo, lizard, nutrition, population, prey
PENDAHULUAN
Biawak Kalimantan, Lanthanotus borneensis adalah jenis kadal yang
termasuk di dalam Suku Lanthanotidae dan berkerabat dengan jenis-jenis biawak
pada Suku Varanidae (Ast, 2001). Biawak Kalimantan merupakan satwa yang
dilindungi oleh pemerintah Republik Indonesia dengan PP 7 Tahun 1999 dan
lampirannya Permenhut 92 Tahun 2018. Sejak ditetapkannya jenis kadal ini pada
tahun 2016 sebagai satwa yang diperdagangkan menurut CITES (Convention on
International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora), telah
terungkap tiga kasus penyelundupan jenis endemik ini ke luar negeri.
Sebelumnya, berbagai jenis reptil termasuk di antaranya Biawak Kalimantan, L.
borneensis telah diselundupkan oleh dua warga negara asing selama dua tahun
berturut-turut. Berdasarkan hasil penyidikan Bareskrim POLRI, Biawak
Kalimantan yang diselundupkan melalui bandara dan paket pos ini berasal dari
Kabupaten Landak, Provinsi Kalimantan Barat.
Di samping temuan kasus penyelundupan tersebut, sebuah artikel tentang
penemuan Biawak Kalimantan di habitatnya di Kabupaten Landak telah
dipublikasikan oleh seorang peneliti asing di sebuah majalah ilmiah Rusia
(Langner, 2017) tanpa melibatkan peneliti ataupun mitra dari Indonesia. Beberapa
peneliti lain yang menggunakan jenis kadal ini, di antaranya Rieppel (1992)
tentang struktur tengkorak pada hewan muda, Ast (2001) tentang hubungan
kekerabatan di antara biawak marga Varanus berdasarkan profil DNA, dan
McCurry et al. (2015) tentang struktur tengkorak dan keanekaragaman ekologis
biawak dan kerabat-kerabat dekatnya. Hal tersebut mengindikasikan minat di luar
negeri akan jenis ini, baik sebagai komoditas perdagangan maupun subyek
penelitian. Nijman & Stoner (2014) menyebutkan bahwa penelitian-penelitian
sebelumnya pada tahun 1960an dilakukan dengan spesimen yang dikoleksi dari
Sarawak, Malaysia. Minat para kolektor reptil pun akhirnya berpindah ke
Kalimantan Barat setelah munculnya publikasi penemuannya oleh Yaap et al.
(2012).
PROSIDING
Seminar Nasional Konservasi dan Pemanfaatan Tumbuhan dan Satwa Liar
Salak Tower Hotel, Bogor, 27 November 2018
Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia | 85
Hinga kini, informasi dan data tentang biologi Biawak Kalimantan masih
terbatas, terutama tentang populasinya di alam. Terbatasnya informasi dan data
biologi ini disebabkan oleh sifat hewan ini yang kriptik, sehingga tidak mudah
diamati di alam. Kadal ini hidup di habitat yang lembab dengan substrat
berlumpur berlapis seresah daun dan hanya aktif di malam hari (Harrisson, 1961).
Penemuannya di alam tidak jarang merupakan suatu kebetulan dan persebarannya
yang terbatas dengan status perlindungannya menyebabkan kurangnya penelitian
tentang hewan ini di alam. Secara tidak sengaja, hewan ini ditemukan di
habitatnya untuk pertama kalinya di Kabupaten Landak, Kalimantan Barat pada
tahun 2008 (Yaap et al., 2012) dan di Kalimantan Timur oleh Vergner (2013).
Pada tahun 2014, populasi jenis kadal ini kembali ditemukan di Kabupaten
Landak oleh Langner (2017).
Keberadaannya telah diketahui di dunia ilmiah sejak pencandraan jenisnya
pada tahun 1878 oleh Franz Steindachner di Naturhistorisch Museum Wien
(Museum Sejarah Alam di Wina, Austria) dengan satu spesimen yang berasal dari
Sarawak, Malaysia. Spesimen kedua kembali dikirim ke Austria dari Sarawak
pada tahun 1909. Hanya beberapa museum zoologi di dunia yang menyimpan
spesimen kadal ini, yaitu di Inggris, Amerika, Singapura, dan Malaysia
(Harrisson, 1961; Mertens, 1962). Pada tahun 2016, beberapa spesimen kadal ini
untuk pertama kalinya disimpan di Museum Zoologicum Bogoriense (MZB),
Cibinong, Indonesia. Spesimen yang disimpan di MZB tersebut merupakan hasil
penyitaan dari tiga kasus penyelundupan hewan hidup melalui bandara di Jakarta.
Sebagian besar di antara kadal sitaan ini berhasil dipelihara di Kandang Reptil
MZB dan dimanfaatkan sebagai subyek penelitian.
Penelitian ini dilakukan untuk menelaah keberadaan Biawak Kalimantan
di habitatnya di Kabupaten Landak dan menyelidiki jalur-jalur perdagangan dari
lokasi-lokasi pengepul reptil di provinsi ini. Di samping itu, penelitian ini juga
dilakukan untuk mengumpulkan data habitat dan mangsa Biawak Kalimantan di
alam. Diharapkan, potensi ketersediaan jenis kadal ini di habitatnya dan informasi
tentang perdagangannya dari Kabupaten Landak dapat diketahui untuk menunjang
pengelolaan populasinya dengan dasar kajian ilmiah. Selanjutnya, data tentang
mangsa di habitatnya diterapkan pada penelitian perilaku di Kandang Reptil MZB
dan penelitian kandungan nutrisi pakan di Laboratorium Nutrisi MZB di
Cibinong. Hasil kedua penelitian lanjutan tersebut diharapkan dapat menunjang
pengelolaan populasi Biawak Kalimantan di luar habitat alamnya (ex-situ). Data
dan informasi biologi yang dikaji di dalam penelitian ini merupakan kemajuan
terkini tentang jenis kadal endemik Borneo yang dilindungi ini.
METODE
Bahan di dalam penelitian ini adalah spesimen hidup Biawak Kalimantan
dan beberapa macam pilihan pakan yang disesuaikan dengan perkiraan
mangsanya di alam, yaitu ikan, udang, berudu katak, daging katak, cacing tanah,
daging keong, bayi mencit, dan jangkrik. Selain itu, kami menggunakan daging
ayam sebagai kontrol negatif.
Alat yang digunakan untuk melakukan survei habitat dan populasi
meliputi peralatan standar untuk pengamatan herpetofauna, yaitu tongkat ular,
senter, GPS, alat tulis, dan alat fotografi.
PROSIDING
Seminar Nasional Konservasi dan Pemanfaatan Tumbuhan dan Satwa Liar
Salak Tower Hotel, Bogor, 27 November 2018
86 | Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
Survei habitat dan populasi dilakukan di Kabupaten Landak, Provinsi
Kalimantan Barat pada tangal 8-10 Juni 2017 dan 20-25 Juli 2018. Lokasi survei
meliputi kebun tanaman Sawit, daerah pertanian desa, dan hutan di Kecamatan
Ngabang, Kecamatan Tengah Semila, dan Kecamatan Air Besar. Survei dilakukan
dengan menggunakan dua metode, yaitu pengamatan habitat secara langsung di
lokasi yang telah ditentukan berdasarkan informasi yang dikumpulkan dari
beberapa eksportir reptil dan anggota-anggota komunitas pecinta reptil serta
wawancara dengan masyarakat setempat mengenai pengenalan jenis dan
keberadaan potensi perdagangannya di tingkat lokal. Data kondisi habitat yang
diambil berupa suhu dan kelembaban udara serta pH air. Selain itu, data
keberadaan mangsa (kemungkinan pilihan pakan) dan komunitas herpetofauna
juga dicatat.
Sebagai tindak lanjut hasil survei tersebut, kami melakukan penelitian
tentang pilihan pakan yang dilakukan di Kandang Reptil MZB di Cibinong,
Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Metode yang digunakan adalah focal
animal sampling dengan pengamatan melalui rekaman video berdurasi total 2400
menit serta analisis preferensi pakan berdasarkan Indeks Neu (Neu et al., 1974).
Selanjutnya kami melakukan penelitian kandungan nutrisi pakan terpilih sebagai
langkah validasi tentang preferensi pakan kadal jenis ini. Penelitian kandungan
nutrisi pakan dilakukan di Laboratorium Nutrisi MZB di Cibinong. Metode yang
digunakan adalah proksimat pakan untuk mengetahui kandungan nutrisi dengan
parameter uji kandungan protein kasar, lemak kasar, abu dan energi total
(AOAC,2005). Analisis kadar protein dilakukan dengan metode Kjeldahl; kadar
lemak dengan ekstraksi langsung; kadar abu dengan metode pengabuan; dan kadar
energi total dengan menghitung nilai kalor.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Secara umum, lokasi habitat di hutan-hutan di antara perkebunan Kelapa
Sawit di Desa Semunti dan Air Terjun Merubat dapat digolongkan sebagai habitat
yang sesuai untuk Biawak Kalimantan. Ciri-ciri habitat yang sesuai untuk jenis
kadal ini adalah adanya aliran sungai kecil berair jernih dengan dasar lumpur
berpasir dan dikelilingi oleh vegetasi hutan yang bervariasi (Yaap et al., 2012;
Langner, 2017). Aliran-aliran sungai kecil tersebut merupakan penggabungan dari
aliran-aliran air yang bersumber dari mata air di Gunung Nyiut (± 1700 m).
Namun demikian, pengamatan yang dilakukan pada pagi hari, siang hari, dan
malam hari di lokasi di Desa Semunti menunjukkan hasil yang negatif tentang
keberadaan satwa ini. Habitat Biawak Kalimantan seperti yang telah disebutkan
pada literatur tersebut dapat dijumpai pada ketinggian di antara 150 m 240 m
dpl (Gambar 1.)
Suhu udara di lokasi penelitian berkisar di antara 25,0°C dan 34,5°C
selama waktu penelitian dan kelembaban udara berkisar di antara 70% dan 86%.
Kadar keasaman air di beberapa titik di sungai di lokasi penelitian adalah 5. Pada
kesempatan survei di bulan Juni 2017, kami mengamati bahwa aliran air tetap
tampak di lokasi pengamatan meskipun musim hujan belum dimulai. Pada
kesempatan kedua di bulan Juli 2018, musim hujan telah dimulai di lokasi
penelitian dan tanah di tepian sungai yang beraliran sedang menjadi lembek.
Namun demikian, tanah yang lembek tersebut segera mengering pada siang hari
karena teriknya matahari di siang hari. Berdasarkan pengamatan ini, sementara ini
PROSIDING
Seminar Nasional Konservasi dan Pemanfaatan Tumbuhan dan Satwa Liar
Salak Tower Hotel, Bogor, 27 November 2018
Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia | 87
kami menduga bahwa habitat Biawak Kalimantan adalah lokasi yang sangat teduh
di dalam hutan dan selalu dilewati aliran air, baik di musim penghujan maupun
musim kering. Selain itu, kolam-kolam kecil di dalam hutan yang sejuk juga
berpotensi menjadi habitat jenis kadal ini. Ketersediaan air ini sangat penting bagi
keberadaan jenis kadal ini dan dapat diindikasikan dengan keberadaan beberapa
jenis katak dan kadal yang berasosiasi dengan air, misalnya Kadal Air,
Tropidophorus brookei. Kadal Air ini kami jumpai di aliran sungai kecil di hutan
di antara perkebunan kelapa sawit di Desa Semunti pada pagi dan malam hari.
Gambar 1.Habitat Biawak Kalimantan di dataran rendah di Desa Semunti (A) dan
di sekitar Air Terjun Merubat di kaki Gunung Nyiut (B)
Wawancara dengan masyarakat di lokasi penelitian tersebut dilakukan
secara acak dengan mencuplik anggota-anggota masyarakat yang bekerja sebagi
petani, pemburu hewan, dan pedagang bahan makanan hasil pertanian. Hasilnya
secara umum menunjukkan bahwa masyarakat sebenarnya tidak mengenal
Biawak Kalimantan, L. borneensis. Deskripsi secara umum yang disampaikan
oleh masyarakat cenderung mengarah pada ciri-ciri identifikasi Biawak Ikan,
Varanus dumerilii dan Kadal Air, Tropidophorus brookei.
Inventarisasi herpetofauna yang kami lakukan di lokasi penelitian di
Dusun Tauk dan sekitarnya menunjukkan kesamaan dengan jenis-jenis yang telah
dilaporkan sebelumnya oleh Langner (2017), di antaranya katak jenis Limnonectes
kuhlii, Ansonia spinulifer, dan Leptobrachium abbotti, londok jenis Gonocephalus
grandis, dan cicak jenis Cyrtodactylus consobrinus. Ular tikus jenis Coelognathus
flavolineatus kami jumpai pada tahun 2017 di perkebunan kelapa sawit di Desa
Semunti dan ular jenis Aplopeltura boa di lokasi yang sama pada tahun ini.
Hasil investigasi kami pada tahun 2017 tentang jalur perdagangan Biawak
Kalimantan dari Kabupaten Landak mengarah pada pengiriman satwa melalui jasa
titipan kilat yang dilakukan oleh seorang pengepul tumbuhan anggrek liar di Kota
Kecamatan Ngabang. Namun demikian, pengepul yang dimaksud menyatakan
tidak melakukan kegiatan pengumpulan maupun pengiriman Biawak Kalimantan.
Justeru seorang warga Desa Serimbu yang berprofesi sebagai pengepul gaharu
dan intan di Desa Serimbu telah mengaku mengenal seorang pengepul reptil yang
A
B
PROSIDING
Seminar Nasional Konservasi dan Pemanfaatan Tumbuhan dan Satwa Liar
Salak Tower Hotel, Bogor, 27 November 2018
88 | Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
berkedudukan di Ngabang dan mengepul Biawak Kalimantan yang ditemukan di
Kecamatan Jelimpo. Informasi selanjutnya mengenai nama dan alamat pengepul
di Ngabang tersebut serta lokasi pengambilan kadal ini di Kecamatan Jelimpo
tidak berhasil kami dapatkan melalui wawancara tersebut. Pada bulan September
2018, kami bahkan menerima berita dari salah seorang penunjuk jalan kami
selama survei di Desa Serimbu bahwa beberapa spesimen Biawak Kalimantan
telah tersedia dan siap untuk dipasarkan. Sebagai informasi, penunjuk jalan kami
tersebut juga mengakui bahwa penyelundup satwa liar merupakan salah satu
usahanya mencari nafkah di masa lalu. Kami menduga, bahwa populasi Biawak
Kalimantan berada di lokasi survei di sekitar Desa Serimbu, namun informasi
tentang keberadaan kadal ini di lokasi tersebut menjadi rahasia pelaku-pelaku
lokal usaha perdagangan satwa liar.
Selama pengamatan habitat, kami menemukan kemungkinan mangsa
Biawak Kalimantan, yaitu beberapa jenis ikan, udang, berudu, katak berukuran
kecil, cacing tanah, keong, dan beberapa jenis serangga. Beberapa kemungkinan
mangsa tersebut telah dicobakan pada tahun 2017 melalui serangkaian percobaan
di Laboratorium Herpetologi MZB-LIPI. Kami menggunakan 17 ekor Biawak
Kalimantan yang sebelumnya telah disita sebagai barang bukti penyelundupan dan
dipercayakan kepada LIPI untuk dipelihara. Hasilnya menunjukkan bahwa ada
tiga macam mangsa yang dipilih oleh Biawak Kalimantan yang dipelihara di
Kandang Reptil MZB, yaitu udang, cacing tanah, dan ikan teri. Kami juga
memberikan potongan daging ayam yang tidak termasuk di dalam daftar pilihan
mangsa, sebagai kontrol negatif. Akan tetapi, potongan-potongan daging ayam
tersebut justeru menjadi konsumsi kadal-kadal hasil sitaan yang dipelihara di
MZB ini. Hasil analisis pilihan pakan dengan metode Neu et al. (1974)
menggambarkan pilihan pakan secara berurutan sebagai berikut: cacing tanah,
daging udang, daging ayam, dan ikan teri (Al-Ryzal et al., In prep).
Hasil penelitian tentang pilihan pakan Biawak Kalimantan ini tidak jauh
berbeda dengan informasi sebelumnya yang telah dipublikasikan berdasarkan
pengamatan di kebun binatang maupun koleksi pribadi di Amerika Serikat dan
Eropa (Harrisson, 1961; Mertens, 1970; Mendyk et al., 2015). Namun pada
penelitian ini, kami tidak melihat jangkrik dan daging cumi-cumi dikonsumsi oleh
kadal-kadal yang dipelihara di Kandang Reptil MZB. Senada dengan hasil
penelitian kami dan data dari literatur sebelumnya, Langner (2017) menyatakan
bahwa mangsa Biawak Kalimantan di habitatnya adalah udang dan ikan,
meskipun kecoa air dan kepiting jua diduga sebagai mangsa potensial bagi kadal
ini. Beberapa jenis ikan laut dikonsumsi oleh kadal-kadal ini selama periode
pengamatan di kandang. Menarik untuk dikaji pada penelitian selanjutnya, bahwa
potongan-potongan kecil ikan laut yang diawetkan justeru dikonsumsi oleh kadal
peliharaan kami ini. Sebaliknya, beberapa jenis ikan air tawar hidup berukuran
kecil yang diberikan selama periode pengamatan di kandang tidak dikonsumsi
oleh kadal-kadal ini.
Hingga saat ini, mangsa alami Biawak Kalimantan belum banyak
diketahui. Tampaknya mangsa jenis kadal langka yang termasuk di dalam Suku
Lanthanotidae ini agak berbeda dari mangsa jenis-jenis biawak yang bersifat
semi-akuatik dan termasuk di dalam Suku Varanidae, misalnya Varanus salvator
yang pada usia remaja memangsa jangkrik dan mengkonsumsi udang selama
dipelihara dalam waktu satu bulan (Uropdana et al., 2017). Varanus mertensi yang
PROSIDING
Seminar Nasional Konservasi dan Pemanfaatan Tumbuhan dan Satwa Liar
Salak Tower Hotel, Bogor, 27 November 2018
Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia | 89
juga bersifat semi-akuatik, memangsa kepiting air tawar dalam jumlah besar di
habitat alamnya (Mayes et al., 2005). Sementara ini, kami menduga bahwa cacing
tanah merupakan salah satu mangsa alami dan juga spesialisasi Biawak
Kalimantan. Meskipun mengkonsumsi beberapa jenis pakan lain di kandang,
kadal jenis ini kemungkinan mempunyai spesialisasi mangsa alami seperti halnya
Heloderma suspectum yang bersifat reklusif (menyembunyikan dirinya di dalam
tanah dalam jangka waktu yang lama) dan hanya memangsa telur atau bayi
hewan-hewan vertebrata yang bersarang di tanah (Gienger et al., 2013).
Spesialisasi mangsa oleh Biawak Kalimantan telah diamati di penangkaran,
meskipun secara kasual. Setelah diberikan mangsa berupa lipan, seekor Biawak
Kalimantan sulit untuk menerima mangsa lain yang diberikan di kandang (B.
Soetanto, komunikasi pribadi).
Hasil analisis kadar nutrisi pakan terpilih (Tabel 1.) menyatakan bahwa
cacing tanah memiliki kandungan protein per 100% Berat Kering (BK) yang
paling rendah, namun memiliki kandungan mineral yang paling tinggi.
Kandungan mineral yang tinggi tercermin dari kandungan abu yang tinggi
(21,10%). Sementara itu, daging udang memiliki kandungan lemak yang paling
rendah di antara keempat pakan terpilih yang diberikan selama penelitian ini.
Tabel 1. Kandungan nutrisi pakan Biawak Kalimantan
Jenis pakan Abu BO LK PK EB
(per 100% BK) (kal/g)
cacing tanah 21,10
78,90 3,11 10,17 2897
daging udang 4,63 95,37 2,74 25,38 4766
daging ayam 5,38 94,62 2,78 26,54 5147
ikan 5,02 94,98 2,92 22,68 5449
Keterangan: BO = Bahan Organik, LK = Lemak Kasar, PK = Protein Kasar, EB =
Energi Bruto
Protein merupakan salah satu nutrien yang digunakan dalam menentukan
kualitas pakan (Maynard et al., 1980) dan Biawak Kalimantan mengkonsumsi
pakan hewani dengan kadar protein yang tinggi (Tabel 1.). Protein pada udang
telah dikenal sebagai salah satu yang mempunyai kualitas yang baik sehingga
jenis-jenis udang, misalnya dari marga Penaeus, dapat dikonsumsi untuk
kesehatan manusia (Banu et al., 2016). Kadal jenis Mabouya multifasciata
mengkonsumsi pakan dengan kandungan protein kasar sebesar 10,19 hingga
21,26% (Ridwan et al., 2001). Kadar lemak pada pakan hewani terpilih untuk
Biawak Kalimantan pada penelitian ini relatif rendah (2,74-3,11%), karena pakan
diambil dari bagian otot dan bukan bagian tubuh lain yang berlemak, seperti kulit.
Selanjutnya, kadar protein dan lemak ini mempengaruhi kandungan energi pakan
(2897 kal/g - 5449 kal/g). Informasi kandungan kadar protein dan lemak pada
pakan tersebut sangat diperlukan untuk proses penyimpanannya dengan tujuan
mempertahankan kualitas, misalnya di penangkaran satwa.
Kami berkesimpulan sementara bahwa Biawak Kalimantan masih menjadi
komoditas perdagangan reptil yang cukup diminati, sehingga keberadaannya di
habitatnya menjadi rahasia pelaku usaha perdaganganna di tingkat lokal.
Perlindungan telah ditetapkan dengan peraturan perundangan yang berlaku (PP
PROSIDING
Seminar Nasional Konservasi dan Pemanfaatan Tumbuhan dan Satwa Liar
Salak Tower Hotel, Bogor, 27 November 2018
90 | Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
7/1999 dan Permenhut 92/2018), namun usaha untuk melindungi dari kepunahan
tersebut perlu diimbangi dengan pengembangbiakannya secara ex-situ, misalnya
dengan penangkaran, sehingga pengambilan di habitat alamnya (in-situ) secara
ilegal dapat ditekan. Dengan masuknya Biawak Kalimantan ke dalam Apendiks II
(CITES, 2017), para pemangku kebijakan di Indonesia diharapkan sadar akan
pentingnya pengelolaan populasi jenis kadal endemik ini melalui usaha
penangkaran. Akhirnya, hasil-hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu
usaha pengelolaan populasi Biawak Kalimantan di habitatnya maupun di luar
habitatnya.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih kami sampaikan kepada Pejabat Pembuat Komitmen Puslit
Biologi LIPI atas terlaksananya survei habitat dan jalur perdagangan satwa liar di
Kalimantan Barat pada tahun 2017 dan 2018. Kami juga menyampaikan terima
kasih kepada Ibu Dr. Luthfiralda Sjahfirdi, Bapak Dimas Haryo Pradana, dan
Bapak Dr. Mufti Petala Patria atas saran-saran dan masukannya tentang studi
pilihan pakan, serta Ibu. Dr. Wartika Rosa Farida atas dukungan sarana
laboratorium dan pakan untuk Biawak Kalimantan di Kandang Reptil MZB
Cibinong.
DAFTAR PUSTAKA
AOAC. 2005. Official Method of Analysis of The Association of Official
Analytical of Chemist. Arlington (US): The Association of Official
Analytical Chemist, Inc.
Ast, J.C. 2001. Mitochondrial DNA evidence and evolution in Varanoidea.
Cladistics 17:211-226
Banu, S., K. Hareesh and M. Reddy. 2016. Evaluation of nutritional status of
penaeid prawns through proximate composition studies. International
Journal of Fisheries and Aquatic Studies 4 (1): 13-19
CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna
and Flora). 2017. Appendices I, II, and III. Tersedia pada
https://www.cites.org /eng/app/appendices.php. Diakses pada tangal 2
November 2018
Gienger, C.M., C.R. Tracy dan L.C. Zimmerman. 2013. Thermal responses to
feeding in a secretive and specialized predator (Gila monster, Heloderma
suspectum). Journal of Thermal Biology 38 (3): 143-147
Harrisson, B. 1961. Lanthanotus borneensis-habits and observations. Sarawak
Museum Journal 10 (17-18): 286-292
Langner, C. 2017. Hidden in the heart of Borneo-shedding light on some
mysteries of an enigmatic lizard: first records of habitat use, behavior, and
food items of Lanthanotus borneensis steindachner, 1878 in its natural
habitat. Russian Journal of Herpetology, 24 (1)
Mayes, P.J., G.G. Thompson dan P.C. Withers. 2005. Diet and foraging behaviour
of the semi-aquatic Varanus mertensi (Reptilia: Varanidae). Wildlife
Research, 32 (1): 67-74
Maynard, A. L., K. Loosli, J., H. Hinzt dan G. R. Warner. 1980. Animal Nutrition.
Philippine: Seventh Edition. Mc Graw- Hill Book Company
PROSIDING
Seminar Nasional Konservasi dan Pemanfaatan Tumbuhan dan Satwa Liar
Salak Tower Hotel, Bogor, 27 November 2018
Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia | 91
McCurry, M.R., M. Mahony, P. D. Clausen, M. R. Quayle, C. W. Walmsley, T. S.
Jessop, S. Wroe, H. Richards dan C.R. McHenry. 2015. The Relationship
between Cranial Structure, Biomechanical Performance and Ecological
Diversity in Varanoid Lizards. PLoS ONE 10
(6):e0130625.doi:10.1371/journal.pone.0130625
McDowell, S.B. dan C.M. Bogert. 1954. The systematic position of Lanthanotus
and the affinities of the anguinomorphan lizards. Bulletin of the American
Museum of Natural History 105 (Article 1): 1-142
Mendyk, R., Shuter, A., dan A. Kathriner. 2015. Historical Notes on a Living
Specimen of Lanthanotus borneensis (Squamata: Sauria: Lanthanotidae)
Maintained at the Bronx Zoo from 1968 to 1976. Biawak 9 (2):44-49
Mertens, R. 1970. Zum Ernährungsproblem des Taubwarans, Lanthanotus
borneensis Salamandra 6 (3-4): 133-134
Nijman, V. dan S. S. Stoner. 2014. Keeping an ear to the ground: monitoring the
trade in Earless Monitor Lizards. Petaling Jaya Selangor, Malaysia:
TRAFFIC
Neu, C.W., Byers, C.R. dan J.M. Peek. 1974. A technique for analysis of
utilization-availability data. The Journal of Wildlife Management 38 (3):
541-545
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang
Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor
92 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Lingkungan
Hidup dan
Kehutanan Nomor P.20/ Menlhk/ Setjen/ Kum.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan
dan Satwa yang Dilindungi
Ridwan, R., Nahrowi dan L.A. Sofyan. 2001. Pemberian Berbagai Jenis Pakan
untuk Mengevaluasi Palatabilitas Konsumsi Protein dan Energi pada Kadal
(Mabouya multifasciata) Dewasa. Biodiversitas, 2 (1): 98-103
Rieppel, O. 1992. The skeleton of a juvenile Lanthanotus (Varanoidea).
Amphibia-Reptilia 13 (1): 27-34
Uropdana, S., M. Adam, dan M. Hasan. 2017. Pengaruh Domestikasi Terhadap
Jenis Pakan Pada Biawak Air (Varanus salvator). Jurnal Iimiah Mahasiswa
Veteriner. 01 (3): 456-459
Vergner, I. 2013. První nález varanovce bornejského ve Východním Kalimantanu
, Maret: 131 133
Yaap, B., G.D. Paoli, A. Angki, P.L. Wells, D. Wahyudi dan M. Auliya. 2012.
First record of the Borneo Earless Monitor Lanthanotus borneensis
(Steindachner, 1877) (Reptilia: Lanthanotidae) in West Kalimantan
(Indonesian Borneo). Journal of Threatened Taxa 4 (11): 3067 3074