ArticlePDF Available

Kedudukan Ilmu Ekonomi Islam di Antara Ilmu Ekonomi dan Fikih Muamalah : Analisis Problematika Epistemologis

Authors:
  • Sekolah Tinggi Ilmu Islam dan Bahasar Arab (STIBA) Makassar
  • Sekolah Tinggi Ilmu Islam dan Bahasa Arab (STIBA) Makassar

Abstract

The objectives of this research are to examine the economics and fikih muamalah based on epistemology paradigm, analyze the epistemological problems that appear from the existance of Islamic economics between the effect of the economics and fikih muamalah, and give solutions of its epistemological problems especially in higher education institution environment. This research use descriptive-qualitative approach method with content analysis dan library research technique. The results show that : (1) the Islamic economics is not just a system or norm but also it is a knowledge that founded by scientific methodology; (2) the existance of Islamic economics between the effect of the economics and fikih muamalah cause the epistemological problems i.e. how to mix between the economics sourced from human thoughts and the fikih muamalah sourced from the God values; (3) the fundamental difference between economics and fikih muamalah especially in epistemological terms require the thought to make a synergy in Islamic economics with re-definition toward both of them.
NUKHBATUL ‘ULUM : Jurnal Bidang Kajian Islam
Vol. 5, No. 2 (2019) : Hal. 88-105
Website: https://journal.stiba.ac.id
ISSN : 2685-7537 (online); 2338-5251 (Printed)
88
Azwar Iskandar, Khaerul Aqbar. Kedudukan Ilmu Ekonomi
KEDUDUKAN ILMU EKONOMI ISLAM
DI ANTARA ILMU EKONOMI DAN FIKIH MUAMALAH :
ANALISIS PROBLEMATIKA EPISTEMOLOGIS
Azwar Iskandar
Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, Indonesia
Email : azwar.iskandar@gmail.com
Khaerul Aqbar
Sekolah Tinggi Ilmu Islam dan Bahasa Arab (STIBA) Makassar, Indonesia
Email : khaerul@stiba.ac.id
Keywords :
ABSTRACT
economics, islam, fikih, muamalah,
epistemology
The objectives of this research are to examine the economics and fikih muamalah based on
epistemology paradigm, analyze the epistemological problems that appear from the existance
of Islamic economics between the effect of the economics and fikih muamalah, and give solutions
of its epistemological problems especially in higher education institution environment. This
research use descriptive-qualitative approach method with content analysis dan library research
technique. The results show that : (1) the Islamic economics is not just a system or norm but
also it is a knowledge that founded by scientific methodology; (2) the existance of Islamic
economics between the effect of the economics and fikih muamalah cause the epistemological
problems i.e. how to mix between the economics sourced from human thoughts and the fikih
muamalah sourced from the God values; (3) the fundamental difference between economics
and fikih muamalah especially in epistemological terms require the thought to make a synergy
in Islamic economics with re-definition toward both of them.
Kata kunci :
ABSTRAK
ekonomi, islam, fikih, muamalah,
epistemologi
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji ilmu Ekonomi dan Fikih Muamalah
dari sudut pandang epistemologis, menganilisis problematika epistemologis
yang muncul dari kedudukan dan penerapan ilmu Ekonomi Islam diantara
pengaruh ilmu Ekonomi dan Fikih Muamalah; dan memberikan solusi terhadap
probematika epistemologis tersebut khususnya di lingkungan insititusi/lembaga
pendidikan tinggi. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif-
deskriptif dengan teknik content analysis (analisis isi) dan riset kepustakaan (library
research). Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) ilmu Ekonomi Islam bukan
hanya sebuah sistem atau norma belaka sebagaimana yang pernah disangkakan
orang di masa lampau, melainkan juga sebuah disiplin ilmu yang ditemukan
melalui metodologi keilmuan ilmiah; (2) kedudukan ilmu Ekonomi Islam
diantara pengaruh ilmu Ekonomi dan Fikih Muamalah memunculkan
permasalahan yaitu bagaimana memadukan antara pemikiran ilmu Ekonomi
yang bersumber dari pemikiran manusia dan pemikiran sakral yang terdapat
dalam Fikih Muamalah yang sarat dengan nilai-nilai ilahiyah; (3) perbedaan
mendasar yang ada di antara ilmu Ekonomi dan Fikih Muamalah khususnya
pada aspek epistemologi mengharuskan adanya pemikiran untuk mensinergikan
keduanya ke dalam disiplin ilmu Ekonomi Islam (sebagai disiplin ilmu yang
memadukan keduanya) dengan melakukan redefinisi terhadap kedua disiplin
ilmu tersebut.
Riwayat artikel : Diterima : 14 November 2019; Direvisi : 9 Desember 2019; Disetujui : 9 Desember 2019;
Tersedia online : 27 Desember 2019.
How to cite
: Iskandar, A., Aqbar, K. (2019). Kedudukan Ilmu Ekonomi Islam di Antara Ilmu Ekonomi dan Fikih
Muamalah : Analisis Problematika Epistemologis. NUKHBATUL ’ULUM : Jurnal Bidang Kajian Islam, 5(2), 88-105.
https://doi.org/10.36701/nukhbah.v5i2.77
NUKHBATUL ‘ULUM : Jurnal Bidang Kajian Islam
Vol. 5, No. 2 (2019) : Hal. 88-105
Website: https://journal.stiba.ac.id
ISSN : 2685-7537 (online); 2338-5251 (Printed)
89
Azwar Iskandar, Khaerul Aqbar. Kedudukan Ilmu Ekonomi…
PENDAHULUAN
Konsep ekonomi dan keuangan
berbasis syariah dewasa ini telah
tumbuh pesat, diterima secara universal
dan diadopsi tidak hanya oleh negara-
negara Islam di kawasan Timur Tengah
saja, tetapi juga oleh berbagai negara di
kawasan Asia, Eropa, dan Amerika. Hal
tersebut ditandai dengan didirikannya
berbagai lembaga keuangan syariah dan
diterbitkannya berbagai instrumen
keuangan berbasis syariah (Iskandar,
2014).
Lembaga-lembaga ekonomi yang
berbasiskan syariah, lahir dan
meramaikan panggung perekonomian
nasional disebabkan karena adanya
krisis yang berkepanjangan sebagai
akibat atau buah kegagalan sistem
moneter kapitalis. Sejak berdirinya
Bank Muamalat sebagai pelopor bank
yang menggunakan sistem syariah pada
tahun 1991 dan diikuti dengan
diterbitkannya Undang-Undang (UU)
Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan yang memungkinkan
perbankan menjalankan dual banking
system, kini banyak bermunculan bank-
bank syariah, baik yang murni
menggunakan sistem tersebut maupun
baru pada tahap membuka Unit Usaha
Syariah (UUS) atau Divisi Usaha
Syariah (Iskandar, dan Aqbar, 2019a).
Perbankan syariah sebagai bagian
dalam industri perbankan nasional,
dengan karakteristiknya yang khusus
sesungguhnya memiliki potensi yang
besar untuk memberikan kontribusi
dalam mewujudkan inklusifitas
keuangan nasional (Umar, 2017;
Iskandar dan Possumah, 2018). Dalam
kurun waktu kurang lebih 28 tahun,
hingga akhir Juli 2019, perbankan
syariah secara keseluruhan saat ini
terdiri dari 14 Bank Umum Syariah
(BUS), 374 Unit Usaha Syariah (UUS)
dan 165 Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah (BPRS) (Otoritas Jasa
Keuangan, 2019). Penambahan
kuantitas tersebut kemudian diimbangi
oleh penetrasi jangkauan layanan.
Sebelumnya, pada bank maupun unit
syariah hanya boleh melayani calon
nasabah di kantor cabang syariah atau
kantor cabang pembantu. Namun sejak
office channeling yang didasari oleh
Peraturan Bank Indonesia Nomor
8/3/PBI/2006 dan berlaku efektif
mulai Mei 2007, pelayanan jasa financing
seperti pembukuan rekening, setor,
transfer, kliring dan tarik tunai bisa
dilakukan di cabang bank umum yang
mempunyai unit syariah. Dengan
penerapan office channeling ini, akselerasi
pertumbuhan bisa terealisasi.
Menyikapi perkembangan yang
menggembirakan tersebut, berbagai
lembaga atau institusi perguruan tinggi,
kemudian mencoba melakukan
terobosan baru dengan mendirikan
program studi atau jurusan Ilmu
Ekonomi Islam. Terobosan ini
dilakukan untuk menyiapkan sumber
daya insani (intelektual) yang mampu
bekerja secara profesional di berbagai
institusi ekonomi dan keuangan Islam.
Animo masyarakat terhadap jurusan
baru tersebut ternyata cukup besar
karena dianggap lebih prospektif
dibandingkan dengan jurusan-jurusan
yang telah ada sebelumnya.
Permasalahan yang muncul kemudian
adalah adanya beberapa universitas
atau institusi pendidikan Islam di
Indonesia menempatkan jurusan atau
NUKHBATUL ‘ULUM : Jurnal Bidang Kajian Islam
Vol. 5, No. 2 (2019) : Hal. 88-105
Website: https://journal.stiba.ac.id
ISSN : 2685-7537 (online); 2338-5251 (Printed)
90
Azwar Iskandar, Khaerul Aqbar. Kedudukan Ilmu Ekonomi
program studi Ekonomi Islam pada
fakultas yang berbeda-beda.
Berdasarkan data yang dihimpun oleh
penulis pada awal November 2019
melalui website resmi beberapa
universitas/institusi pendidikan tinggi
Islam yang ada di Indonesia, sebagian
universitas/institusi menempatkan
jurusan tersebut pada Fakultas
Syariah/Hukum, seperti Universitas
Islam Negeri (UIN) Maulana Malik
Ibrahim di Malang (Jawa Timur), UIN
Sultan Syarif Kasim di Pekanbaru
(Riau), UIN Sunan Gunung Djati di
Bandung (Jawa Barat), dan UIN Sultan
Maulana Hasanuddin di Serang
(Banten). Sementara sebagian lainnya
menempatkannya pada Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Islam.
Pengelompokan jurusan Ekonomi
Islam ke dalam subbidang ilmu syariah
seperti pada Fakultas Syari’ah/Hukum
secara tidak langsung akan
menimbulkan problem epistemologis
dalam filsafat Ilmu, dimana ilmu
ekonomi dan syariah (sebagai acuan
utama ilmu Ekonomi Islam) masing-
masing memiliki cakupan atau ruang
lingkup filsafat keilmuan yang berbeda.
Problem epistemologis tersebut perlu
dijawab dan diselesaikan agar keluaran
yang dihasilkan dari program
pendidikan tersebut tidak
kontraproduktif dengan tujuan
pendiriannya. Perlu dipahami bahwa
cakupan fikih muamalah yang diajarkan
di Fakultas Syariah/Hukum lebih
berorientasi pada nilai-nilai normatif
daripada aspek implementatif. Hal ini
berarti bahwa para alumni program
studi tersebut lebih banyak mendalami
teori-teori tentang kedudukan suatu
transaksi berdasarkan hukum fikih
dalam agama Islam. Sementara praktik
di lingkungan industri dan pasar, teori
tersebut hanya dibutuhkan pada
domain atau tataran konseptual, tidak
pada aplikasi atau implementasi. Dunia
usaha dan industri cenderung lebih
membutuhkan sumber daya insani
dengan kualifikasi seorang praktisi
(Hadi, 2013; Rozalinda, 2015).
Dalam penelitian Ardiansyah, dkk.
(2013), disebutkan bahwa
jurusan/konsentrasi ilmu Ekonomi
Islam yang ada dikembangkan hanya
berdasarkan potensi dan minat peserta
didik (calon mahasiswa), dan seringkali
terjebak oleh perkembangan ekonomi
Islam terutama bidang keuangan dan
perbankan syariah saja. Akibatnya,
pengembangan ekonomi Islam di
Indonesia hanya terbatas dalam bidang
keuangan dan perbankan syariah dan
belum menyentuh keluasan aspek-
aspek lain dalam ekonomi Islam. Lebih
lanjut, Ardiansyah, dlk. (2013) juga
menyebutkan belum adanya
harmonisasi antara pelaku bisnis
syariah dengan akademisi dalam
membangun atau menyongsong
perkembangan ekonomi syariah.
Akibatnya, kebutuhan tenaga kerja
sesuai dengan kebutuhan bisnis syariah
tidak dapat disediakan oleh perguruan
tinggi, karena penyelenggara program
Ekonomi Islam belum selaras dengan
kebutuhan pasar (bisnis syariah).
Fenomena tersebut dapat mengancam
eksistensi atau keberlangsungan
jurusan/program studi Ekonomi Islam
karena ternyata keluarannya kurang
menguasai persoalan ekonomi yang
bersifat aplikatif.
Dalam tataran yang lebih mendalam,
seperti pada tinjauan filsafat ilmu,
permasalahan yang muncul kemudian
adalah ketika mengidentifikasi unsur
epistemologi atau metodologi.
Persoalan ini mengemuka ketika
menjawab pertanyaan apakah ilmu
NUKHBATUL ‘ULUM : Jurnal Bidang Kajian Islam
Vol. 5, No. 2 (2019) : Hal. 88-105
Website: https://journal.stiba.ac.id
ISSN : 2685-7537 (online); 2338-5251 (Printed)
91
Azwar Iskandar, Khaerul Aqbar. Kedudukan Ilmu Ekonomi
Ekonomi Islam telah memiliki
metodologi yang mandiri, atau
Ekonomi Islam itu hanya sekedar
mengadopsi metodologi yang dimiliki
oleh ilmu ekonomi konvensional
(Yanwari, 2014).
Berdasarkan hal tersebut di atas,
menarik untuk melihat lebih jauh
bagaimana kedudukan Ilmu Ekonomi
Islam dalam kajian filsafat ilmu
khususnya pada aspek epistemologi.
Permasalahan penelitian yang
mengemuka untuk dijawab pada
penelitian ini adalah :
1. Apa pengertian/definisi dan
cakupan epistemologi sebagai suatu
cabang filsafat ilmu?
2. Bagaimana epistemologi ilmu
Ekonomi Islam?
3. Bagaimana problematika
epsitemologis yang muncul dari
kedudukan dan penerapan ilmu
Ekonomi Islam diantara pengaruh
ilmu Ekonomi dan Fikih
Muamalah?
4. Apa solusi yang dapat ditawarkan
untuk mengatasi problematika
tersebut, khususnya dalam
pengembangan kurikulum pada
lembaga atau institusi pendidikan
tinggi?
Oleh karena itu, untuk menjawab
permasalahan penelitian tersebut,
penelitian ini dilakukan dengan tujuan
untuk mengkaji Ilmu Ekonomi dan
Fikih Muamalah dari sudut pandang
epistemologis, menganalisis
problematika epistemologis yang
muncul dari kedudukan dan penerapan
ilmu Ekonomi Islam diantara pengaruh
ilmu Ekonomi dan Fikih Muamalah,
dan memberikan solusi terhadap
probematika epistemologis tersebut
khususnya di lingkungan insititusi atau
lembaga pendidikan tinggi.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan sumbangsih dan solusi
terhadap problematika epsitemologis
terkait dengan pengembangan dan
pelaksanaan program studi Ekonomi
Islam pada lembaga pendidikan tinggi
di Indonesia.
Penelitian ini menggunakan metode
pendekatan kualitatif-deskriptif dengan
teknik content analysis (analisis isi) dan
riset kepustakaan (library research).
Teknik content analysis merupakan
metode penelitian yang digunakan
untuk mengetahui simpulan dari
sebuah teks. Atau dengan kata lain,
analisis isi merupakan metode
penelitian yang ingin mengungkap
gagasan penulis yang termanifestasi
maupun yang laten (Weber, 1990).
Sementara riset kepustakaan (library
research) pada penelitian ini
mengunakan jenis dan sumber data
sekunder yang diperoleh dari hasil
penelitian, artikel dan buku-buku
referensi yang membahas topik yang
berkaitan dengan tema penelitian
(Iskandar dan Aqbar, 2019b).
Terdapat beberapa penelitian terdahulu
yang juga membahas aspek
epistemologi ilmu Ekonomi Islam,
diantaranya :
Rozalinda (2015) melakukan penelitian
yang bertujuan untuk menganalisis
bagaimana epistemologi dan
pengembangan ekonomi Islam serta
struktur kurikulum ekonomi Islam di
universitas-universitas yang
mengajarkan ekonomi Islam.
Berdasarkan hasil penelitiannya,
ditemukan bahwa terdapat perbedaan
epistemologi ekonomi Islam dan
sistem pembelajaran di pendidikan
tinggi sehingga lulusan yang dihasilkan
NUKHBATUL ‘ULUM : Jurnal Bidang Kajian Islam
Vol. 5, No. 2 (2019) : Hal. 88-105
Website: https://journal.stiba.ac.id
ISSN : 2685-7537 (online); 2338-5251 (Printed)
92
Azwar Iskandar, Khaerul Aqbar. Kedudukan Ilmu Ekonomi
oleh perguruan tinggi yang
mengajarkan ekonomi Islam belum
dapat memenuhi kebutuhan pasar
industri keuangan syariah.
Akbar dan Lidyah (2013) melakukan
kajian terkait filsafat ilmu dalam
Ekonomi Islam. Dalam kajian tersebut,
disebutkan bahwa Ekonomi Islam
bertitik tolak dari Allah dan memiliki
tujuan akhir pada Allah juga. Sebagai
ekonomi yang ber-Tuhan maka
Ekonomi Islam mempunyai sumber
“nilai-nilai normatif-imperatif”, sebagai
acuan yang mengikat. Dengan
berdasarkan kepada aturan Allah,
setiap perbuatan manusia mempunyai
nilai moral dan ibadah. Setiap tindakan
manusia tidak boleh lepas dari nilai,
yang secara vertikal merefleksikan
moral yang baik, dan secara horizontal
memberi manfaat bagi manusia dan
makhluk lainnya. Dengan demikian,
posisi Ekonomi Islam terhadap nilai-
nilai moral adalah sarat nilai (value
loaded), bukan sekadar memberi nilai
tambah (value added) apalagi bebas nilai
(value neutral).
Khaer (2014), dalam kajiannya
menggunakan pendekatan
hermeneutika membuktikan bahwa
mainstream sistem ekonomi yang
berkembang, yaitu kapitalisme dan
sosialisme juga merupakan bagian dari
sistem yang Islami. Sistem ekonomi
kapitalis yang sesuai dengan semangat
ekonomi Islam, meminjam contoh
salah satu rukun Islam berupa haji,
meniscayakan umat Muslim memiliki
semangat kapitalis. Untuk menunaikan
ibadah haji dipersyaratkan dengan
memiliki kecukupan modal (kapital).
Kapitalisme yang merupakan anak
kandung dari individualisme dikecam
oleh Islam selama tidak memiliki
kepedulian sosial terhadap sesama
sebagaimana yang diusung oleh sistem
ekonomi sosialis, semisal tidak ber-
zakat. Sisi sistem ekonomi sosialisme
berupa pemerataan kepemilikan kapital
itu bernilai Islami. Namun demikian,
kebersamaan dalam perekonomian
sistem Islam, tidak berarti mengabaikan
terhadap kuasa kepemilikan individu.
Dengan demikian, kapitalisme dan
sosialisme juga merupakan prinsip-
prinsip universalisme Islam yang tak
mungkin diingkari eksistensinya.
Sistem Ekonomi Islam berada di atas
sistem kapitalis dan sosialis.
Hadi (2013), dalam penelitiannya
menyatakan bahwa sebagaimana ilmu-
ilmu lainnya, Ekonomi Islam memiliki
dua objek kajian yaitu objek formal dan
objek material. Objek formal ilmu
ekonomi Islam adalah seluruh sistem
produksi dan distribusi barang dan jasa
yang dilakukan oleh pelaku bisnis baik
dari aspek prediksi tentang laba rugi
yang akan dihasilkan maupun dari
aspek legalitas sebuah transaksi.
Sedangkan objek materialnya adalah
seluruh ilmu yang terkait dengan ilmu
ekonomi Islam.
Penelitan-penelitian di atas pada
dasarnya (secara panjang lebar)
membahas kajian epistemologis secara
teoritis baik dari ilmu Ekonomi Islam
maupun Hukum Ekonomi Syariah
(Fikih Muamalah), seperti yang
dilakukan oleh Akbar dan Lidyah
(2013), Arwani (2012), dan Khaer
(2104). Penelitian terdahulu juga
banyak menyinggung bagaimana
pengembangan struktur kurikulum
Ekonomi Islam di universitas-
universitas yang mengajarkan ekonomi
Islam, seperti yang dilakukan oleh
Rozalinda (2015).
NUKHBATUL ‘ULUM : Jurnal Bidang Kajian Islam
Vol. 5, No. 2 (2019) : Hal. 88-105
Website: https://journal.stiba.ac.id
ISSN : 2685-7537 (online); 2338-5251 (Printed)
93
Azwar Iskandar, Khaerul Aqbar. Kedudukan Ilmu Ekonomi
Adapun penelitian ini, berbeda dengan
penelitian-peneltian sebelumnya karena
penelitian ini berisi telaah komparatif
antara dua disiplin ilmu yaitu ilmu
Ekonomi dan Fikih Muamalah yang
ditinjau dari aspek filsafat ilmu
khususnya epistemologi. Telaah
komparatif dalam penelitian tersebut
kemudian mengemukakan
problematika yang muncul dalam
penerapan ilmu Ekonomi Islam
khususnya pada lingkungan pendidikan
tinggi. Dengan alasan tersebut,
penelitian ini menjadi penting untuk
dilakukan untuk memberikan alternatif
pemecahan masalah dalam rangka
menghasilkan alumni-alumni program
pendidikan yang sejalan dengan
kebutuhan atau tujuan pendiriannya.
PEMBAHASAN
Definisi dan Cakupan
Epistemologi
Secara bahasa, epistemologi berasal
dari kata Yunani yaitu episteme dan logos.
Episteme berarti pengetahuan,
sedangkan logos berarti teori, uraian atau
alasan. Jadi epistemologi dapat
diartikan sebagai teori tentang
pengetahuan (Bakhtiyar, 2008).
Epistemologi juga diartikan sebagai
ilmu yang membahas tentang
pengetahuan dan cara memperolehnya
(Adib, 2018). Dengan demikian,
epistemologi pada hakikatnya
membahas tentang filsafat
pengetahuan yang berkaitan dengan
asal-usul (sumber) pengetahuan,
bagaimana memperoleh pengetahuan
tersebut (metodologi) dan kesahihan
(validitas) pengetahuan tersebut.
Seluruh disiplin ilmu pengetahuan
ilmiah memiliki landasan
epistemologis. Dengan kata lain sebuah
ilmu, baru dapat dijadikan sebagai suatu
disiplin ilmu jika ia memenuhi syarat-
syarat ilmiah (scientific). Dalam
pengertian terminologis ini,
epistemologi terkait dengan masalah-
masalah yang meliputi : a) filsafat, yaitu
sebagai cabang filsafat yang berusaha
mencari hakekat dan kebenaran
pengetahuan, b) metode, yaitu
bertujuan untuk mengantar manusia
untuk memperoleh pengetahuan, dan
c) sistem, yaitu sebagai suatu sistem
bertujuan memperoleh realitas
kebenaran pengetahuan itu sendiri
(Rozalinda, 2015).
Epistemologi Ilmu Ekonomi Islam
Dari sudut pandang epistemologi,
dapat diketahui bahwa ilmu ekonomi
diperoleh melalui pengamatan
(empirisme) terhadap gejala sosial
masyarakat dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya. Pengamatan yang
dilakukan kemudian digeneralisasi
melalui premis-premis khusus untuk
mengambil kesimpulan yang bersifat
umum. Perubahan dan keajegan yang
diamati dalam sistem produksi dan
distribusi barang dan jasa kemudian
dijadikan sebagai teori-teori umum
yang dapat menjawab berbagai masalah
ekonomi. Pemikiran Abu Yusuf
tentang teori supply dan demand
merupakan hasil observasinya di
tengah masyarakat pada masanya. Ibnu
Khaldun pun mengkaji problem
ekonomi masyarakat dan negara secara
empiris. Ia kemudian menjelaskan
fenomena ekonomi secara aktual
(Rozalinda, 2015). Teori-teori dan
penjelasan tersebut diperoleh dari
pengalaman dan fakta di lapangan yang
diteliti secara konsisten oleh para ahli
ekonomi.
NUKHBATUL ‘ULUM : Jurnal Bidang Kajian Islam
Vol. 5, No. 2 (2019) : Hal. 88-105
Website: https://journal.stiba.ac.id
ISSN : 2685-7537 (online); 2338-5251 (Printed)
94
Azwar Iskandar, Khaerul Aqbar. Kedudukan Ilmu Ekonomi
Ilmu ekonomi Islam (Islamic economics)
sebagai sebuah disiplin ilmu, jelas
memiliki landasan epistemologis.
Membahas epistemologi Ekonomi
Islam berarti mengkaji asal-usul
(sumber) ekonomi Islam,
metodologinya dan validitasnya secara
ilmiah. Apabila berbicara masalah
epistemologi Ekonomi Islam, berarti
akan berbicara tentang hakikat
ekonomi Islam dan dasar-dasarnya.
Ekonomi Islam berbasis epistemologi
Islam, karena hal ini berhubungan
dengan worldview Islam itu sendiri
(Suharto, 2005). Hal ini sejalan apa
yang diungkapkan oleh Haneef (2005)
bahwa Ekonomi Islam perlu
dikembangkan, dilaksanakan dan di
evaluasi melalui konsep, ukuran, dan
standar sebagai produk framework
Islami yang melibatkan worldview dan
filsafat Islam yang berdasarkan
worldview Islam.
Menurut pandangan Naqvi (1997), ada
empat aksioma etika yang
mempengaruhi ilmu Ekonomi Islam,
yaitu tauhid, keadilan, kebebasan dan
tanggung jawab. Metodologi ilmu
Ekonomi Islam mengungkap
permasalahan manusia dari sisi manusia
yang multidimensional. Keadaan ini
digunakan untuk menjaga obyektifitas
dalam mengungkapkan kebenaran
dalam suatu femomena. Sikap ini
melahirkan sikap dinamis dan progresif
untuk menemukan kebenaran hakiki.
Secara garis besar, metodologi ilmu
Ekonomi Islam tersusun secara
sistematis sebagai berikut, pertama,
Alquran adalah sumber pertama dan
utama bagi ilmu Ekonomi Islam yang
di dalamnya dapat ditemui hal-hal yang
berkaitan dan mengatur kegiatan
ekonomi. Alquran merupakan
petunjuk yang lengkap dan sempurna
yang terdiri dari bagian-bagian yang
saling merangkum dan melengkapi.
Ilmu Ekonomi Islam masuk ke dalam
ibadah muamalah. Lingkup muamalah
ini didominasi ayat-ayat yang sifatnya
zanni
daripada
qat{’i
, sehingga tafsir
yang dibutuhkan sudah sewajarnya
bersifat teoretis faktual, tanpa
meninggalkan aspek normatifnya
sebagai wujud keseimbangan antara
kehidupan duniawi dan ukhrawi.
Alquran adalah sumber kebenaran yang
paling utama, sehingga ia merupakan
sumber primer ilmu Ekonomi Islam.
Alquran yang merupakan wahyu dari
Allah tidak saja memuat dalil-dalil
normatif tetapi juga fakta yang bersifat
empiris, faktual dan obyektif.
Pengetahuan yang ada dalam Alquran
memiliki kebenaran mutlak (absolute),
telah mencakup segala kehidupan
secara komprehensif (complete) dan
karenanya tidak dapat dikurangi dan
ditambah (irreducible). Alquran
selanjutnya dijelaskan oleh Sunah Nabi.
Dengan demikian, Alquran dan Sunah
merupakan sumber utama ajaran Islam.
Segala metodologi harus bersumber
dari Alquran dan Sunah tersebut.
Sunah adalah sumber kedua dalam
perundang-undangan Islam. Di
dalamnya dapat dijumpai aturan
perekonomian Islam. Secara literal,
sunah berarti cara, kebiasaan (custom
habit of life) yang merujuk pada
perbuatan, ucapan dan ketetapan
(
taqri>r
) implisit dari Rasulullah. Sunah
adalah penjelasan atau
pengejawantahan Alquran karena
Rasulullah adalah orang pertama dan
langsung menerima dan dibimbing
secara ilahiah untuk memahaminya.
Alquran dan Sunah kemudian dapat
dielaborasi dalam hukum-hukum
dengan menggunakan metode
NUKHBATUL ‘ULUM : Jurnal Bidang Kajian Islam
Vol. 5, No. 2 (2019) : Hal. 88-105
Website: https://journal.stiba.ac.id
ISSN : 2685-7537 (online); 2338-5251 (Printed)
95
Azwar Iskandar, Khaerul Aqbar. Kedudukan Ilmu Ekonomi
epistemological deduction, yaitu menarik
prinsip-prinsip umum yang terdapat
dalam kedua sumber tersebut untuk
diterapkan dalam realitas individu
(Haque dan Choudhury, 1998).
Kedua, setelah Alquran dan Sunah,
dalam epistemologi Ekonomi Islam
diperlukan ijtihad dengan
menggunakan rasio atau akal. Ijtihad
adalah upaya penggunaaan rasio untuk
merumuskan dan menyimpulkan suatu
hukum atau menghasilkan suatu teori
(Hasballah, 1981). Dengan ijtihad, para
ulama melakukan penelitian induktif,
yaitu metode penggunaan alasan logika
rasional dalam menginterpretasikan
teks Alquran dan Hadis yang bersifat
umum (
zanni
) (Mahmuddin, 2016).
Ijtihad terbagi kepada dua macam, yaitu
ijtihad
istimba>t{i
dan ijtihad
tat{bi>qi
(Al-
Syatibi, t.t.). Dalam membicarakan
epistemologi ekonomi Islam,
digunakan metode deduksi dan induksi.
Ijtihad
istimba>t{i
bersifat deduksi,
sedangkan ijtihad
tat{bi>qi
bersifat
induksi dan menghasilkan kesimpulan
yang lebih operasional, sebab ia
didasarkan pada kenyataan empiris.
Choudhury (2004) menjelaskan bahwa
pendekatan metodologi Ekonomi
Islam menggunakan shuratic process yaitu
metodologi individual (ijtihad
fardi
)
digantikan oleh sebuah konsensus para
ahli (ijtihad
jama>’i
) dan, pelaku pasar
karena dianggap memiliki tingkat
kebenaran ijtihad yang tinggi dalam
menciptakan keseimbangan ekonomi
dan perilaku pasar. Penggunaan istilah
shuratic berasal dari dari kata
musyawarah, untuk menunjukkan
bahwa proses ini bersifat konsultatif
dan dinamis. Metodologi ini
merupakan upaya untuk menghasilkan
ilmu pengetahuan yang bersifat
transenden, sekaligus didukung oleh
kebenaran empiris dan rasional yang
merupakan tolak ukur utama
kebenaran ilmiah. Sementara seorang
muslim meyakini bahwa kebenaran
utama dan mutlak berasal dari Allah,
sedangkan kebenaran dari manusia
bersifat tidak sempurna. Akan tetapi
manusia dikaruniai akal dan berbagai
fakta empiris di sekitarnya sebagai
wahana untuk memahami kebenaran
dari Allah. Perpaduan kebenaran
wahyu dan kebenaran ilmiah akan
menghasilkan suatu kebenaran yang
memiliki tingkat keyakinan yang tinggi.
Problematika Epistemologis
Ekonomi Islam di Antara Ilmu
Ekonomi dan Fikih Muamalah
Pada hakikatnya, ilmu Ekonomi Islam
membahas dua disiplin ilmu secara
bersamaan. Kedua disiplin ilmu itu
adalah ilmu Ekonomi (murni) dan ilmu
Fikih Muamalah. Dengan demikian,
dalam operasionalnya ilmu Ekonomi
Islam akan selalu bersumber dari kedua
disiplin ilmu tersebut.
Persoalan yang muncul kemudian
adalah bagaimana memadukan antara
pemikiran ilmu Ekonomi yang sarat
dengan paham liberal dan kapitalis
dengan pemikiran sakral yang terdapat
dalam Fikih Muamalah yang sarat
dengan nilai-nilai ilahiyah. Persoalan ini
muncul mengingat bahwa sumber ilmu
Ekonomi adalah pemikiran manusia
sedangkan sumber Fikih Muamalah
adalah wahyu yang didasarkan pada
petunjuk Alquran dan Hadis-hadis
nabi.
Fikih Muamalah diperoleh melalui
penelusuran langsung terhadap
Alquran dan Hadis oleh para para
fukaha. Melalui kaidah-kaidah
us{u>liyah
, mereka merumuskan
NUKHBATUL ‘ULUM : Jurnal Bidang Kajian Islam
Vol. 5, No. 2 (2019) : Hal. 88-105
Website: https://journal.stiba.ac.id
ISSN : 2685-7537 (online); 2338-5251 (Printed)
96
Azwar Iskandar, Khaerul Aqbar. Kedudukan Ilmu Ekonomi
beberapa aturan yang harus
dipraktekkan dalam kehidupan
ekonomi umat. Rumusan-rumusan
tersebut didapatkan dari hasil
pemikiran (rasionalisme) melalui logika
deduktif. Premis mayor yang
disebutkan dalam wahyu, selanjutnya
dijabarkan melalui premis-premis
minor untuk mendapatkan kesimpulan
yang baik dan benar.
Perbedaan sumber ilmu pengetahuan
ini kemudian menjadi sebab munculnya
perbedaan penilaian terhadap
problematika ekonomi manusia.
Sebagai contoh, ilmu ekonomi akan
membolehkan sistem ekonomi liberal,
kapitalis, dan komunis sepanjang dapat
memuaskan kebutuhan hidup manusia
yang menjadi tujuan ekonomi. Tetapi
sebaliknya, Fikih Muamalah belum
tentu dapat menerima ketiga sistem itu
karena masih membutuhkan validasi
dari Alquran dan Hadis.
Ilmu Ekonomi (konvensioanl) yang
berkembang di dunia Barat dilandasi
dengan kebebasan individu dalam
melakukan kontrak dengan syarat tidak
merugikan satu sama lain. Konsep-
konsep ekonomi konvensional versi
Barat perlu diredefinisi agar dapat
disesuaikan dengan kebutuhan syari’at
Islam. Di antara konsep-konsep
tersebut antara lain :
Pertama, konsep harta. Masalah yang
timbul dalam konsep harta adalah
bahwa ilmu ekonomi umum tidak
mengenal adanya nilai dalam harta
dalam pemilikan. Sejauh dapat
menimbulkan nilai ekonomis, segala
sesuatu dapat diakui sebagai harta.
Tidak heran bila barang-barang haram
seperti minuman keras dan daging babi
termasuk properti yang sah untuk
dijadikan sebagai salah satu komoditi
bisnis (Hakim, 2002).
Kedua, konsep uang. Pembahasan
dalam Fikih Muamalah
mengasumsikan bahwa uang yang
digunakan masyarakat adalah uang riil
(real money) yaitu emas dan perak.
Padahal sejak jaman penjajahan, uang
emas dan perak tidak lagi digunakan
sebagai alat tukar. Sebagai gantinya
uang kertas menjadi alat tukar yang
berlaku di tengah masyarakat. Para
ulama berbeda pendapat tentang
hukum uang kertas ini. Ada yang
menganggap bahwa uang kertas tidak
diterima dalam syariah karena bukan
harta riil dan ada pula yang dapat
menerimanya (Meera, 2002).
Ketiga, konsep bunga dan riba. Dalam
ilmu Ekonomi, bunga merupakan
asumsi yang tidak lagi menjadi bahan
perdebatan meskipun sampai saat ini
para ekonom masih sulit mencari
justifikasi terhadapnya. Dalam ilmu
Fikih Muamalah istilah ini tidak dikenal
meskipun pembahasan tentang hukum
riba boleh dikatakan telah selesai dan
para ulama sepakat mengharamkannya
(Ka’bah, 1999). Dengan konsep uang
kertas atau abstract money, konsep bunga
dan riba menjadi pembahasan yang
berkelanjutan.
Keempat, konsep time value of money.
Sebagian besar teori tentang
manajemen keuangan dibangun
berdasarkan konsep nilai dan waktu
dari uang yang mengasumsikan bahwa
nilai uang sekarang relatif lebih besar
ketimbang di masa yang akan datang.
Sedangkan di sisi lain tidak didapati
penjelasannya dalam Fikih Muamalah
meskipun perdebatan tentang jual beli
tangguh (ba’i mu’ajjal) termasuk diskusi
NUKHBATUL ‘ULUM : Jurnal Bidang Kajian Islam
Vol. 5, No. 2 (2019) : Hal. 88-105
Website: https://journal.stiba.ac.id
ISSN : 2685-7537 (online); 2338-5251 (Printed)
97
Azwar Iskandar, Khaerul Aqbar. Kedudukan Ilmu Ekonomi
yang tidak sedikit di antara para ulama
(Zuhaily, 1989).
Kelima, konsep modal. Modal dalam
pengertian ilmu ekonomi adalah segala
benda, baik yang fisik maupun abstrak,
yang memiliki nilai ekonomis dan
produktif. Termasuk dalam pengertian
ini adalah uang dan intellectual property
right (hak atas kekayaan intelektual).
Dalam Fikih Muamalah klasik,
pengertian modal terbatas pada benda
fisik. Uang hanya dapat berperan
sebagai alat tukar. Apabila ia ingin
mejadi modal yang digunakan untuk
memperoleh keuntungan ia harus
terlebih dahulu diubah ke dalam bentuk
fisik (Khan, 1996).
Keenam, konsep lembaga. Ilmu
ekonomi tidak mempersoalkan adanya
individual entity atau abstract entity.
Berbeda halnya dengan Fikih
Muamalah yang objeknya kepada
mukalaf secara individual. Hal ini akan
membawa dampak bagi analisa tentang
kepemilikan dan hubungannya dengan
kepemilikan (Hakim, 2002).
Dari sisi lain, teori kebenaran ilmu
ekonomi dan ilmu Fikih Muamalah
tentu saja berbeda secara diametral.
Tolak ukur kebenaran dalam ilmu
ekonomi selalu mengacu kepada tiga
teori kebenaran yang dipakai dalam
filsafat ilmu yaitu teori koherensi
(kesesuaian dengan teori yang sudah
ada), toeri korespondensi (kesesuaian
dengan fenomena yang ada), dan teori
pragmatisme (kesesuaian dengan
kegunaannya) (Solomon, t.t.).
Sedangkan teori kebenaran Fikih
Muamalah mengacu secara ketat
terhadap wahyu, dimana transaksi
ekonomi akan dipandang benar
bilamana tidak terdapat larangan dalam
wahyu.
Berdasarkan perbedaan sumber
pengetahuan dan teori kebenaran yang
digunakan, maka pada dasarnya sulit
untuk memadukan antara ilmu
Ekonomi dengan Fikih Muamalah.
Disinilah problematikanya. Bahkan
secara faktual diakui bahwa tidak jarang
pemberlakuan sistem Ekonomi Islam
dalam bidang perbankan dan asuransi
hampir sama dengan yang terdapat
dalam sistem ekonomi konvensional.
Hal ini karena perbankan Islam pada
praktiknya banyak mengacu pada
model atau sistem ekonomi secara
umum.
Selanjutnya, dari sudut pandang
epistemologis dapat diketahui pula
bahwa ilmu Ekonomi diperoleh
melalui pengamatan (empirisme)
terhadap gejala sosial masyarakat dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya.
Pengamatan yang dilakukan kemudian
digeneralisasi melalui premis-premis
khusus untuk mengambil kesimpulan
yang bersifat umum. Pada tahap ini,
ilmu Ekonomi menggunakan
penalaran yang bersifat kuantitatif
(Sembiring, 1994). Perubahan yang
diamati dalam sistem produksi dan
distribusi barang dan jasa kemudian
dijadikan sebagai teori-teori umum
yang dapat menjawab berbagai masalah
ekonomi. Sebagai sebuah contoh dapat
dilihat dari teori permintaan (demand)
dalam ilmu ekonomi yang berbunyi
“apabila permintaan terhadap sebuah
barang naik, maka harga barang
tersebut secara otomatis akan menjadi
naik” (Jones, 1975). Teori tersebut
diperoleh dari pengalaman dan fakta di
lapangan yang diteliti secara konsisten
oleh para ahli Ekonomi. Berdasarkan
cara kerja demikian, penemuan teori-
teori ilmu ekonomi dikelompokkan ke
NUKHBATUL ‘ULUM : Jurnal Bidang Kajian Islam
Vol. 5, No. 2 (2019) : Hal. 88-105
Website: https://journal.stiba.ac.id
ISSN : 2685-7537 (online); 2338-5251 (Printed)
98
Azwar Iskandar, Khaerul Aqbar. Kedudukan Ilmu Ekonomi
dalam context of discovery (penemuan)
(Budianto, 1999).
Sementara itu, Fikih Muamalah
menggunakan penalaran yang bersifat
kualitatif (Sembiring, 1994). Salah satu
contoh yang dapat dikemukakan dalam
kasus ini adalah kaidah
us}u>liyah
yang
berbunyi
al-as{lu fi al-asy-ya>’i al-
iba>hah illa dalla dali>lu ‘ala> tahri>mihi
(asal dari segala sesuatu adalah
dibolehkan kecuali datang sebuah dalil
yang mengharamkannya). Jika
diterapkan dalam ilmu Ekonomi, maka
seluruh transaksi bisnis pada dasarnya
diperbolehkan jika tidak ada nas yang
mengharamkannya. Pelarangan
terhadap praktek bunga dan riba dalam
perbankan konvensional hanya
disebabkan adanya beberapa nas yang
mengharamkannya. Misalnya dalam
Q.S. al-Baqarah ayat 275, Allah
Ta’a>la
berfirman (artinya), Sesungguhnya
jual beli itu sama dengan riba, padahal
Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba. Cara kerja
seperti ini dalam filsafat ilmu dikenal
dengan context of justification
(pembenaran) (Budianto, 1999).
Munculnya problem epistemologis
sebagaimana disebutkan di atas
bersumber dari paradigma metodologis
yang disusun oleh para ulama
mutaqaddimi>n
. Bagi para ulama
mutaqaddimi>n
, misalnya, penyelidikan
terhadap hukum didasarkan atas
prinsip
tab’iyyah al-aql li al-naql
(Rozalinda, 2015). Ini berarti bahwa
analisis hukum adalah
naqli
atau
analisis teks sesuai dengan anggapan
tidak ada hukum di luar teks-teks
naqliyah
. Sementara itu, mereka tidak
pernah mengembangkan suatu metode
analisis sosial dan historis yang
terartikulasi dengan baik, meskipun Al-
Ghazali telah membuat suatu
paradigma pemanduan wahyu dan
ra’yu
dengan mengembangkan teori
mas{lahat
dengan dasar logika induksi
yang sesungguhnya memberi peluang
bagi pengembangan analisis sosial (Al-
Ghazali, 1971).
Analisis tekstual tersebut berkembang
di kalangan ulama fukaha secara
konsisten dengan metodologi deduksi
sebagai pilar utamanya. Padahal
prasyarat perkembangan sebuah ilmu
pengetahuan adalah dengan
menggabungkan metode deduksi dan
induksi secara bersamaan. Salah satu
kelebihan al-Syafii atas ulama lainnya
justru dapat dilihat dari kepiawaiannya
untuk menggabungkan antara metode
induksi dan deduksi dalam fatwa-
fatwanya. Sebagai contoh dapat
disebutkan bahwa al-Syafi’i
memerlukan penelitian lapangan untuk
menentukan jangka waktu terpendek
dan terpanjang dari masa haid seorang
wanita. Beliau kemudian
mengembangkannya dengan
qiya>s
terhadap masalah lainnya, seperti
kewajiban shalat bagi wanita yang masa
haidnya melebihi jangka waktu terlama
dari seorang wanita normal (Hakim,
2002). Perpaduan antara penelitian
lapangan dengan
qiya>s
yang dilakukan
al-Syafi’i tersebut secara tidak langsung
mengantarkannya kepada pemaduan
antara metode induksi dan deduksi.
Dalam sejarah perkembangan hukum
Islam, metode induksi-deduksi juga
dilakukan oleh al-Syafi’i ketika dia
melontarkan ijtihad baru berupa
qaul
al-jadi>d
untuk menggantikan
qaul al-
qadim
-nya (Mudzhar, 2002).
Perubahan fatwa al-Syafi’i itu lebih
didasarkan atas perbedaan lingkungan
geografis kota Basrah dan kota Mesir.
Perbedaan lingkungan geografis itu
kemudian disesuaikan dengan kaedah
NUKHBATUL ‘ULUM : Jurnal Bidang Kajian Islam
Vol. 5, No. 2 (2019) : Hal. 88-105
Website: https://journal.stiba.ac.id
ISSN : 2685-7537 (online); 2338-5251 (Printed)
99
Azwar Iskandar, Khaerul Aqbar. Kedudukan Ilmu Ekonomi
deduktif dalam ilmu
us{u>l fiqh
yang
berbunyi “
tag{ayyar al-ahka>m bi al-
tag{ya>r al-azmanah wa al-amkinah
yang berarti bahwa perubahan hukum
bisa saja terjadi disebabkan oleh
perubahan zaman dan tempat.
Perbedaan antara ilmu Ekonomi dan
Fikih Muamalah dapat ditelusuri lebih
dalam dari aspek aksiologisnya. Ilmu
Ekonomi pada hakikatnya bertujuan
untuk membantu manusia dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya (Jones,
1975). Sedangkan Fikih Muamalah
berfungsi untuk mengatur hukum
kontrak (akad) baik yang bersifat sosial
maupun komersil (Ahmad, 1980).
Secara pragmatis dapat disebutkan
bahwa ilmu Ekonomi lebih
berorientasi materialis sementara Fikih
Muamalah lebih terfokus pada hal-hal
yang bersifat normatif. Atau dengan
kata lain, ilmu Ekonomi mempelajari
teknik dan metode, sedangkan Fikih
Muamalah menentukan status hukum,
boleh tidaknya sebuah transaksi bisnis
(Hakim, 2002).
Realitas di lapangan menunjukkan
bahwa aspek aksiologis ilmu ekonomi
konvensional dapat saja bertentangan
dengan aspek aksiologis Fikih
Muamalah karena sesuatu yang sah
dalam transaksi bisnis belum tentu sah
dalam pandangan Fikih Muamalah.
Sebagai contoh, transaksi kontemporer
melalui perantaraan internet tanpa
memperlihatkan barang yang dijadikan
objek maupun tanpa kehadiran penjual
dan pembeli dianggap sah dalam ilmu
Ekonomi sejauh kedua belah pihak
sama-sama menyetujui perjanjian yang
dibuat sebelumnya. Fikih Muamalah
dengan sejumlah teorinya belum tentu
menerima transaksi tersebut.
Sedikitnya terdapat dua kejanggalan
dalam transaksi jenis ini. Pertama tidak
diperlihatkannya barang yang
diperjualbelikan, dan kedua tidak
adanya akad jual beli yang wajib
diucapkan secara jelas oleh masing-
masing pihak (Hadi, 2013).
Problem epistemologis ilmu ekonomi
Islam dan tantangan yang diberikan
oleh ilmu ekonomi konvensional yang
disebutkan di atas dapat berimplikasi,
baik secara langsung maupun tidak
langsung, kepada output yang dihasilkan
oleh program/jurusan Ekonomi Islam
pada lembaga Pendidikan tinggi. Fikih
Muamalah yang diajarkan di jurusan
Ekonomi Islam tidak mampu untuk
menghasilkan para sarjana muslim yang
diterima oleh dunia kerja. Alasannya
adalah bahwa skill dan penguasaan
terhadap ekonomi real lebih
dibutuhkan sektor industri dan dunia
kerja dibandingkan dengan keahlian
dalam masalah
istimba>t{ al-ahka>m
.
Demikian juga dunia perbankan,
asuransi, dan pasar modal. Sektor ini
lebih membutuhkan sarjana-sarjana
yang menguasai ilmu-ilmu praktis
seperti akuntansi, statistika, dan
matematika ekonomi. Penguasaan
terhadap ilmu-ilmu praktis menjadi hal
yang sangat esensial mengingat modal
yang diputarkan dalam bidang tersebut
hanya dapat dikalkulasikan dengan
ilmu-ilmu tersebut. Perusahaan-
perusahaan komersil tentu tidak mau
rugi hanya dikarenakan miss-management
yang seharusnya tidak terjadi bila
mereka mempekerjakan orang-orang
yang menguasai bidang tersebut secara
baik.
Solusi atas Problematika
Epistemologis antara Ekonomi dan
Fikih Muamalah
NUKHBATUL ‘ULUM : Jurnal Bidang Kajian Islam
Vol. 5, No. 2 (2019) : Hal. 88-105
Website: https://journal.stiba.ac.id
ISSN : 2685-7537 (online); 2338-5251 (Printed)
100
Azwar Iskandar, Khaerul Aqbar. Kedudukan Ilmu Ekonomi
Perbedaan mendasar antara ilmu
Ekonomi dan Fikih Muamalah
khususnya pada spek epistemologi
mengharuskan adanya pemikiran untuk
mensinergikan keduanya ke dalam
disiplin ilmu Ekonomi Islam (sebagai
disiplin ilmu yang memadukan
keduanya). Jika perpaduan ini
dilakukan, sikap bijak yang seyogyanya
dapat diambil adalah salah satu dari
opsi berikut, yaitu:
Pertama, redefinisi terhadap ilmu
Ekonomi, dimana materi bahasan
dalam ilmu ekonomi akan bertambah
dengan adanya materi dari ilmu Fikih
Muamalah, ataupun akan berkurang
dengan adanya pembatasan materi
tertentu yang dianggap tidak relevan
dengan syariah. Contoh dalam hal ini
adalah pembahasan mengenai teori
tingkah laku konsumen (consumer
behavior) pada pembahasan Ekonomi
Mikro, yaitu teori yang mempelajari
proses dan aktivitas ketika seseorang
berhubungan dengan pencarian,
pemilihan, pembelian, penggunaan,
serta pengevaluasian produk dan jasa
demi memenuhi kebutuhan dan
keinginannya. Pada teori ini,
pembahasannya harus dibatasi dengan
asumsi syariah tentang larangan
komoditas dan jasa non-halal.
Kedua, redifinisi terhadap materi Fikih
Muamalah di lembaga Pendidikan
tinggi, dimana materi bahasannya
bertambah dengan analisa hukum
terhadap berbagai konsep ekonomi
modern seperti time value of money,
instrumen pasar modal atau transaksi di
pasar valuta asing. Untuk memberi
penilaian terhadap konsep-konsep
tersebut diperlukan pemahaman
mendasar asal-usul dan hubungannya
dengan ekonomi secara keseluruhan.
Kedua opsi penyesuaian materi atau
kurikulum di atas, selanjutnya akan
berpengaruh luas kepada produk-
produk aplikasi dari kedua ilmu
tersebut, yakni :
Pertama, jika ilmu Ekonomi yang
diredefinisi, maka produk-produknya
pun akan mengalami redefenisi pula.
Misalnya, produk Ekonomi Mikro
seperti regresi permintaan akan
komoditas umum akan mengalami
redefenisi dengan mengeluarkan indeks
barang yang tidak sesuai syariah.
Begitujuga dalam Ekonomi Makro,
Indeks Harga Konsumen (Consumer
Price Index) yang digunakan sebagai
pembagi dalam penghitungan inflasi
juga mengalami perubahan dengan
mengeluarkan komoditas yang
diasumsikan oleh syariah tidak
dikonsumsi. Akibat dari hal ini, akan
terjadi bias dalam beberapa indikator.
Dengan kata lain, akan terjadi
perbedaan dalam berbagai indikator
ekonomi. Misalnya, inflasi yang
dihitung menurut Indeks Harga
Konsumen biasa akan berbeda dengan
tingkat inflasi yang dihitung dengan
menggunakan asumsi-asumsi Syariah
yang telah mengalami redefinisi.
Demikian pula prediksi tingkat
pengangguran (unemployment),
pertumbuhan (growth), pendapatan
nasional (national income) atau lainnya.
Kedua, jika materi Fikih Muamalah
yang mengalami redefinisi, maka ia
harus ditulis ulang dengan
menambahkan sejumlah konsep
ekonomi yang baru dan belum
mendapat penilaian hukum pada kitab
fikih klasik (Hakim, 2002). Redefinisi
terhadap Fikih Muamalah sama artinya
dengan proses Islamisasi ilmu-ilmu
yang dipelopori oleh Ismail Raji Al-
Faruqi. Islamisasi pengetahuan berarti
NUKHBATUL ‘ULUM : Jurnal Bidang Kajian Islam
Vol. 5, No. 2 (2019) : Hal. 88-105
Website: https://journal.stiba.ac.id
ISSN : 2685-7537 (online); 2338-5251 (Printed)
101
Azwar Iskandar, Khaerul Aqbar. Kedudukan Ilmu Ekonomi
merestorasi kembali fungsi wahyu
untuk didudukkan seolah sejajar
dengan akal dan pengalaman manusia
sebagai sumber pengetahuan. Salah
satu percobaan awal dalam bidang ini
adalah apa yang disebut unified approach
to shari’ah and social inference (pendekatan
untuk menyatukan ilmu syariah dengan
ilmu-ilmu sosial) (Safi, 1996).
Penyatuan antara ilmu syariah dengan
ilmu-ilmu sosial merupakan wacana
yang cukup menarik minat para filosof
muslim. Penolakan terhadap konsepsi
ilmu positivistik yang berkembang
pada awal abad ke-20 telah
menimbulkan krisis spritual di kalangan
ilmuwan. Kuatnya keyakinan aliran
positivisme untuk menjadikan rasio
sebagai satu-satunya sumber ilmu
pengetahuan menyebabkan para
penganutnya terjerumus ke lembah
atheisme. Kekosongan spritual itu
terjadi akibat ketidakyakinan mereka
terhadap ranah metafisika. Padahal,
sejak awal Islam telah memposisikan
metafisika sebagai dasar dalam segala
hal, termasuk dalam bidang ilmu
pengetahuan. Itulah sebabnya dalam
filsafat Islam, wahyu dijadikan sumber
ilmu pengetahuan yang pertama
sebelum sumber pengetahuan lainnya
(Hadi, 2013).
Mencermati proses integrasi yang
disebutkan, jurusan Ilmu Ekonomi
Islam perlu ditempatkan kepada
fakultas yang lebih sesuai. Menurut
penulis, bila kemungkinan pertama
yang dipilih (redefenisi Ilmu Ekonomi),
maka jurusan ilmu Ekonomi Islam
sebaiknya ditempatkan di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis. Tetapi sebaliknya,
bila kemungkinan kedua yang dipilih
(redefenisi materi Fikih Muamalah),
maka jurusan Ekonomi Islam lebih
tepat dimasukkan ke dalam Fakultas
Syariah dan Hukum.
Satu hal yang perlu diperhatikan adalah
bahwa apapun opsi yang dipilih (dari
dua opsi di atas), porsi Ilmu Ekonomi
dan Fikih Muamalah harus seimbang
dan menjadikannya sebagai mata kuliah
inti (mata kuliah keahlian). Tujuannya
adalah agar para sarjana yang dihasilkan
menguasai materi ilmu Ekonomi secara
mapan sekaligus dapat menentukan
justifikasi hukum terhadap perilaku
ekonomi yang sedang dilakukannya.
Dengan cara demikian, alumni jurusan
Ekonomi Islam akan mampu bersaing
dengan alumni jurusan ilmu Ekonomi
dari berbagai perguruan tinggi non-
Islam lainnya.
Terkait dengan metodologi ilmu
Ekonomi Islam, lembaga Pendidikan
tinggi perlu memperjelas dalam
kurikulumnya bahwa ilmu Ekonomi
Islam itu bisa diposisikan sebagai ilmu
ekonomi normatif dan positif (Janwari,
2014). Ilmu normatif berarti bahwa
ilmu Ekonomi Islam mempersoalkan
tentang bagaimana seharusnya sesuatu,
sedangkan ilmu positif berarti ilmu
Ekonomi Islam juga mempersoalkan
tentang masalah ekonomi yang muncul
dalam kehidupan masyarakat (Islam).
Sehubungan dengan itu, maka
metodologi yang dapat dikembangkan
dalam ilmu ekonomi Islam itu adalah
metode deduktif dan metode induktif.
Metode deduktif digunakan dalam ilmu
Ekonomi Islam normatif, sedangkan
metode induktif digunakan dalam ilmu
Ekonomi Islam positif. Metode
deduktif berarti bagaimana
menurunkan nilai dan norma ekonomi
yang termaktub dalam Alquran dan
Sunah dalam tatanan ekonomi umat,
sedangkan metode induktif berarti
membuat generalisasi kegiatan
NUKHBATUL ‘ULUM : Jurnal Bidang Kajian Islam
Vol. 5, No. 2 (2019) : Hal. 88-105
Website: https://journal.stiba.ac.id
ISSN : 2685-7537 (online); 2338-5251 (Printed)
102
Azwar Iskandar, Khaerul Aqbar. Kedudukan Ilmu Ekonomi
ekonomi umat yang kemudian
dihubungan dengan Alquran dan
Sunah.
Metode deduktif digunakan untuk
memahami substansi ekonomi yang
tertuang dalam Alquran, Sunnah, dan
pendapat para fukaha. Sedangkan
metode induktif digunakan untuk
membuat generalisasi dari berbagai
peristiwa ekonomi yang terjadi di
kalangan umat Islam. Metode kedua
ini, sangat mungkin dilakukan
mengingat umat Islam telah mulai
merealisasikan nilai dan norma
ekonomi Islam, seperti perbankan,
asuransi, serta lembaga-lembaga
keuangan dan ekonomi Islam lainnya.
Dalam unsur aksiologis, munculnya
Ekonomi Islam sebenarnya merupakan
tuntutan yang logis. Demikian pula
secara estetik, Ekonomi Islam dapat
menciptakan kehidupan yang
harmonis, selaras, dan seimbang.
Dalam kerangka yang sangat luas,
Ekonomi Islam dapat menjadi tuntutan
etis untuk memperkecil ketidakadilan
dan memperbesar kemakmuran
Bersama (Janwari, 2014).
Secara logis, Ekonomi Islam dapat
menjadi ekonomi alternatif
menghadapi dikotomi ekonomi
kapitalis dan ekonomi sosialis, yang
pada saat bersamaan mulai dikritisi
kelemahannya. Sedangkan secara
estetik, Ekonomi Islam telah
melahirkan kekuatan ekonomi yang
menjaga keseimbangan dan keselarasan
sosial dalam harmoni kehidupan,
pembangunan ekonomi yang
berkeadilan dan tidak merusak tatanan
dan harmoni kehidupan semesta.
Adapun secara etis, Ekonomi Islam
dibangun di atas landasan
maqa>s{id al-
syar>`ah,
yakni
hifz al-di>n, hifz al-nafs,
hifz al-nas{l, hifz al-`aql, dan hifz al-
ma>l.
Dalam upaya mengimplementasikan
sistem Ekonomi Islam ke depan perlu
dilakukan penguatan terhadap disiplin
ilmu Ekonomi Islam itu sendiri. Hal ini
penting dilakukan, selain untuk
menunjukkan kepada dunia bahwa
Ekonomi Islam itu dapat dipandang
sebagai sebuah disiplin ilmu, juga
merupakan salah satu variabel yang
menentukan dalam
mengimplementasikan sistem ekonomi
Islam ke depan. Untuk itu, rumusan
tujuan pendidikan atau studi Ekonomi
Islam diharapkan lebih bersifat
problematis, strategis, antisipatif,
menyentuh aspek aplikasi serta dapat
menyentuh kebutuhan masyarakat atau
penggunan lulusan (Rijal, 2019).
Artinya, pendidikan atau studi
Ekonomi Islam berupaya membangun
manusia dan masyarakat secara utuh
dan menyeluruh (insan kamil) dalam
semua aspek kehidupan yang
berbudaya dan berperadaban yang
tercermin dalam kehidupan manusia
bertakwa, beriman, merdeka,
berpengetahuan, berketrampilan,
beretos kerja dan profesional, beramal
saleh, berkepribadian, bermoral anggun
dan berakhlakul karimah,
berkemampuan inovasi dan mengakses
perubahan serta berkemampuan
kompetitif dan kooperatif dalam era
global dan berpikir lokal dalam
memperoleh kesejahteraan dunia dan
akhirat.
KESIMPULAN
Berdasarkan analisis dan pembahasan
di atas, dapat disimpulkan beberapa hal
sebagai berikut :
Pertama, ilmu Ekonomi Islam bukan
hanya sebuah sistem atau norma belaka
sebagaimana yang pernah disangkakan
NUKHBATUL ‘ULUM : Jurnal Bidang Kajian Islam
Vol. 5, No. 2 (2019) : Hal. 88-105
Website: https://journal.stiba.ac.id
ISSN : 2685-7537 (online); 2338-5251 (Printed)
103
Azwar Iskandar, Khaerul Aqbar. Kedudukan Ilmu Ekonomi
orang di masa lampau, melainkan juga
sebuah disiplin ilmu yang ditemukan
melalui metodologi keilmuan ilmiah.
Akan tetapi sumber ilmu pengetahuan
dalam Islam bukan semata berupa rasio
dan empiris sebagaimana yang
diajarkan aliran positivisme. Ekonomi
Islam memiliki sumber utama yaitu
Alquran dan Sunah, serta ijtihad
(penggunaan rasio). Ekonomi Islam
dapat menerima metode ilmiah
ekonomi konvensional yang
berdasarkan rasio dan pengamalan
empiris. Penerimaan ini karena Islam
memberikan peluang ijtihad bagi
manusia untuk melakukan observasi
dan penelitian ilmiah baik melalui
deduktif maupun induktif.
Kedua, kedudukan ilmu Ekonomi
Islam diantara pengaruh ilmu Ekonomi
dan Fikih Muamalah memunculkan
permasalahan yaitu bagaimana
memadukan antara pemikiran ilmu
Ekonomi yang sarat dengan paham
liberal dan kapitalis yang bersumber
dari pemikiran manusia dengan
pemikiran sakral yang terdapat dalam
Fikih Muamalah yang sarat dengan
nilai-nilai ilahiyah yang didasarkan pada
petunjuk Alquran dan Hadis-hadis
nabi. Perbedaan sumber ilmu
pengetahuan ini kemudian menjadi
sebab munculnya perbedaan penilaian
terhadap problematika ekonomi
manusia. Berdasarkan perbedaan
sumber pengetahuan dan teori
kebenaran yang digunakan, maka pada
dasarnya sulit untuk memadukan
antara ilmu Ekonomi dengan Fikih
Muamalah.
Ketiga, perbedaan mendasar antara
ilmu Ekonomi dan Fikih Muamalah
khususnya pada spek epistemologi
mengharuskan adanya pemikiran untuk
mensinergikan keduanya ke dalam
disiplin ilmu Ekonomi Islam (sebagai
disiplin ilmu yang memadukan
keduanya). Jika perpaduan ini
dilakukan, sikap bijak yang seyogyanya
dapat diambil adalah salah satu dari
opsi berikut, yaitu pertama, redefinisi
terhadap ilmu Ekonomi, dimana materi
bahasan dalam ilmu ekonomi akan
bertambah dengan adanya materi dari
ilmu Fikih Muamalah, ataupun akan
berkurang dengan adanya pembatasan
materi tertentu yang dianggap tidak
relevan dengan Syariah, atau kedua,
redifinisi terhadap materi Fikih
Muamalah di lembaga Pendidikan
tinggi, dimana materi bahasannya
bertambah dengan analisa hukum
terhadap berbagai konsep ekonomi
modern.
ACKNOWLEDGEMENT
Penelitian ini merupakan sumbangsih
pemikiran penulis bagi sivitas
akademika Sekolah Tinggi Akuntansi
Bahasa Arab (STIBA) Makassar yang
sedang mempersiapkan diri dalam
rangka pendirian dan pengembangan
Program Studi/Jurusan Ekonomi
Islam. Penulis mengucapkan terima
kasih dan apresiasi kepada Direktur
STIBA Makassar, Dr. Ahmad Hanafi,
M.A. beserta jajarannya, yang telah
memberi ruang dan kesempatan
kepada penulis untuk menyampaikan
buah pemikiran dan masukan.
DAFTAR PUSTAKA
Adib, M. 2018. Filsafat Ilmu : Ontologi,
Epistemologi, Aksiologi dan Logika
Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar.
Ahmad, K. (1980). Economic Development
in Islamic Framework, dalam
Khursid Ahmad (Ed.). Studies in
NUKHBATUL ‘ULUM : Jurnal Bidang Kajian Islam
Vol. 5, No. 2 (2019) : Hal. 88-105
Website: https://journal.stiba.ac.id
ISSN : 2685-7537 (online); 2338-5251 (Printed)
104
Azwar Iskandar, Khaerul Aqbar. Kedudukan Ilmu Ekonomi
Islamic Economics. Leicester : The
Islamic Foundation.
Akbar, D. A., Lidyah, R. (2013). Kajian
Filsafat Ilmu Terhadap Ekonomi
Islam. Nurani: Jurnal Kajian
Syari'ah dan Masyarakat, 13(1), 68-
90.
Al-Ghazali, A.H. (1971). Al-Mustasfa
min ‘Ilm al-Ushul. Kairo : Syirkah
al-Tiba’ah al-Fanniyah al-
Muttahidah.
Al-Syatibi. tt. al-Muwafaqat fi Ushul al-
Syari’a. Beirut : Dar al-Mar’rifah,
t.t., jilid IV.
Ardiansyah, M., Qizam, I., & Setyono,
J. (2013). Konstruksi Kopetensi
Profesional Sarjana Ekonomi
Syariah pada Lembaga Keuangan
Syariah. INFERENSI : Jurnal
Penelitian Sosial Keagamaan, 7(1),
99-122.
Arwani, A. (2017). Epistemologi
Hukum Ekonomi Islam
(Muamalah). Religia : Jurnal ilmu-
Ilmu Keislaman, 25 (1), April 2012.
Bakhtiyar, A. 2008. Filsafat ilmu, Jakarta:
PT. Raja Grafindo.
Budianto, I. 1999. Filsafat Ilmu
Pengetahuan : Suatu Refleksi
Terhadap Ciri dan Cara Kerja Ilmu
Pengetahuan. Makalah
disampaikan pada ceramah untuk
peserta program pascasarjana UI
tanggal 31 Mei 1999.
Hadi, A. (2013). Perdebatan
Epistemologis Ilmu Ekonomi
Islam dan Fiqh
Muamalat. Nurani: Jurnal Kajian
Syari'ah dan Masyarakat, 13(2), 37-
50.
Hakim, C.M. (2002). Mu’amalat
(Ekonomi Islam) : Sebuah Problem
Epistemologis dan Aksiologis.
Makalah disampaikan pada
semiloka Pemetaan Studi Hukum
Islam Fakultas Syariah UIN
Jakarta tanggal 25 Oktober 2002.
Haneef, A. (2005). Islamisasi Ilmu
Ekonomi: Apa yang Salah?
Majalah Pemikiran dan Peradaban
Islam : ISLAMIA. Vol. No.6,
Juli-september 2005.
Hasaballah, A. (1981). Ushul al-Tasyri’
al-Islami. Mesir: Dar al-Maarif.
Hoque, M.Z., Choudhury, M.A. (1998).
Islamic Finance: A Western
PerspectiveRevisited.
International Journal of Islamic
Financial Services, Vol.5,
No.1.1998.
Iskandar, A. (2014). Pengaruh
Penerbitan Sukuk Negara
Sebagai Pembiayaan Defisit
Fiskal dan Kondisi Ekonomi
Makro Terhadap Perkembangan
Perbankan Syariah di Indonesia
Jurnal Info Artha,
Vol.II/XII/2014, p. 1-21.
Iskandar, A., Aqbar, K. (2019a).
Reposisi Praktik Ekonomi Islam:
Studi Kritis Praktik Ekonomi
Islam di Indonesia.
NUKHBATUL 'ULUM : Jurnal
Bidang Kajian Islam, 5(1), 39-53.
Iskandar, A., Aqbar, K. (2019b). Green
Economy Indonesia Dalam
Perspektif Maqashid Syari’ah. Al-
Mashrafiyah: Jurnal Ekonomi,
Keuangan, dan Perbankan
Syariah, 3(2), p.83-94.
Iskandar, A., Possumah, B. T. (2018).
Inklusifitas Keuangan Syariah
dan Kemiskinan di
Indonesia. Jurnal Nukhbatul
'Ulum, 4(2), p. 1-18.
Janwari, Y. (2014). Implementasi Ekonomi
Islam di Indonesia. Makalah
disajikan dalam Diskusi
Madrasah Malem Reboan sivitas
akademik UIN Sunan Gunung
Djati Bandung. Tanggal 18
Februari 2014.
NUKHBATUL ‘ULUM : Jurnal Bidang Kajian Islam
Vol. 5, No. 2 (2019) : Hal. 88-105
Website: https://journal.stiba.ac.id
ISSN : 2685-7537 (online); 2338-5251 (Printed)
105
Azwar Iskandar, Khaerul Aqbar. Kedudukan Ilmu Ekonomi
Jones, R. (1975). Introduction to the Theory
of Economics. Edinburgh :
Edinburgh University Press.
Jones, R. 1975. Introduction to the Theory
of Economics. Edinburgh :
Edinburgh University Press.
Ka’bah, R. (1999). Hukum Islam di
Indonesia. Jakarta : Universitas
Indonesia Press.
Khaer, A. (2014). Paradigma Ekonomi
Islam dan Ekonomi Kapitalis
(Studi Komperatif). Nur El-
Islam, 1(2), 1-14.
Khan, F. (1996). The Theory of Capital in
Islam. Malaysia : Islamic Research
Institute.
Mahmuddin, R. (2016). Pengaruh
Lafazh Nā al-m (Umum) dan
al-Khā (Khusus) pada
Ijtihād Para
Ulama. NUKHBATUL'ULUM:
Jurnal Bidang Kajian Islam, 2(1),
176-184.
Meera, A.K.M. (2002). The Islamic Gold
Dinar. Kuala Lumpur : Pelanduk.
Mudzhar, M. A. (2002). Hukum Islam
dan Ilmu-ilmu Sosial. Makalah
disampaikan pada semiloka
Pemetaan Studi Hukum Islam
Fakultas Syariah UIN Jakarta
tanggal 25 Oktober 2002.
Naqvi, S. N. H. (1997). Ethics and
Economics an Islamic Synthesis,
The Islamic Foundation. Islamic
Economic Studies,Vol. 4, No. 2,
May 1997.
Otoritas Jasa Keuangan. (2019).
Statistik Perbankan Syariah, Juli,
2019.
https://ojk.go.id/id/kanal/syari
ah/data-dan-statistik/statistik-
perbankan-
syariah/Pages/Statistik-
Perbankan-Syariah---July-
2019.aspx.
Rijal, S. (2019). Problematika
Epistemologis Tentang Visi,
Misi, dan Tujuan Pendidikan
Islam. AHSANA MEDIA, 5(1),
31-38.
Rozalinda, R. (2015). Epistemologi
Ekonomi Islam dan
Pengembangannya pada
Kurikulum Ekonomi Islam di
Perguruan Tinggi. HUMAN
FALAH: Jurnal Ekonomi dan
Bisnis Islam, 2(1), 1-28.
Sembiring, L. (1994). Dasar-dasar
Filsafat I. Medan : USU Press.
Solomon, R.C. Tanpa Tahun.
Introducing Philosophy, A Text with
Readings. New York : Harcourt
Brace Jobanovich Publishers.
Suharto, U. (2005). Ekonomi Islam
Harus Berbasis Epistemologi
Islam. Majalah Pemikiran dan
Peradaban Islam : ISLAMIA. Vol.
No.5 April-Juni 2005.
Umar, A. I. (2017). Index of Syariah
Financial Inclusion in
Indonesia. Buletin Ekonomi
Moneter dan Perbankan, 20(1), 100-
126.
Zuhaily, W. (1989). Al-Fiqh al-Islamy wa
Adillatuh. Damaskus : Darul
Fikri.
... After reviewing various literature related to the green economy, at least four principles must exist in the green economy. These are the principles of justice, economic inclusion and social welfare (Hamid et al., 2019;Newton & Cantarello, 2014;Sulich, 2018), environmentally-friendly (Rusydiana et al., 2022;Loiseau et al., 2016;Newton & Cantarello, 2014), sustainability (Barbier, 2011(Barbier, , 2012Loiseau et al., 2016;Newton & Cantarello, 2014), and resource efficiency (Rusydiana et al., 2022;Iskandar & Aqbar, 2019b;Caprotti & Bailey, 2014;Loiseau et al., 2016;Newton & Cantarello, 2014). ...
Article
Full-text available
This study addresses how Islam supports a green economy using a thematic analysis of the turath. The results show that Islam strongly supports the implementation of the green economy. The green economy has been a part of Islamic teachings long before its conception in this modern era. In Islam, there are the four main goals of the green economy, namely creating an economy that is inclusive and fair, environmentally friendly, resources sustainable, and resources efficient. Islam can provide guidance and for solutions to all human problems, including those related to the economy and environment. As a policy recommendation, the Government and related parties can leverage on a religious approach to develop a green economy by for examples including Islamic values as well as involving Islamic institutions and Islamic figures in the National Green Economy Development Roadmap such that its goals can be better achieved.
... The concept of finance based on Islamic Finance has now developed rapidly and is widely accepted, and is now used by many countries in the United States, Asia, and Europe (Iskandar & Aqbar, 2019). One form of Islamic financial instruments widely issued, both by countries and corporations, is Sharia Securities or sukuk (Azwar, Usman, & Shaharuddin, 2021;Latifah, 2020). ...
Article
Full-text available
Purpose-This study aims to analyze the effect of The Audit Board of The Republic of Indonesia's audit opinion on Central Government Financial Statement and economic factors on the Government Sharia Securities (sukuk) issuance of Indonesia. Method-The data collected is secondary data obtained from the Audit Board of the Republic of Indonesia (BPK), Bank Indonesia, and World Bank. This study uses a quantitative approach with the Ordinary Least Squares (OLS) technique. Result-The results show that the audit opinion by BPK has a positive and significant influence on the development of sukuk in Indonesia. The inflation rate is found to have a negative effect on sukuk, but not significant. The exchange rate is found to have a positive and significant effect on the issuance of sukuk. Political stability is found to have a negative effect on the development of sukuk, but not significant. Changes in the growth have a negative and significant influence on the issuance of sukuk. Implication-The results provide a recommendation that in addition to maintaining the current Central Government Financial Statement opinion acquisition at the highest level (unqualified), the government needs to maintain the credibility and accountability of State Budget performance which is manifested through macroeconomic variables and other variables that influence the development of government Sharia securities. Originality-This study provides a new perspective on the influence of audit opinions and various economic factors on the issuance of sukuk in Indonesia, using a comprehensive data set covering the period from 2008 to 2022 and employing the Ordinary Least Squares (OLS) technique for analysis.
... Aspek Keuangan Islam masuk dalam ibadah muamalah. Lingkup muamalah diliputi oleh ayat-ayat yang bersifat zanni bukan qat'i, sehingga pemahaman yang diperlukan biasanya bersifat hipotetis yang dapat dibuktikan kebenarannya, tanpa meninggalkan sudut pandang pengaturnya sebagai bentuk keselarasan antar kehidupan yang duniawi dan ukhrawi (Azwar Iskandar & Khaerul Aqbar, 2019). ...
Article
This study aims to uncover how the Waduruka community plays a role in improving family economy through seaweed farming and how Islamic economics views seaweed farming in enhancing family economy. Seaweed farming is considered labor-intensive, thus capable of absorbing labor. The future development of the seaweed processing industry has very bright prospects in terms of creating economic growth (pro-growth), increasing employment opportunities (pro-employment), and reducing poverty in the country (pro-poor). The research method used is qualitative research with primary and secondary data. Data collection techniques include interviews, observation, and documentation. The data analysis techniques used are data reduction, data presentation, and conclusion drawing or verification. Meanwhile, the data credibility test used is triangulation, and references are used. The study's results reveal that family income from seaweed farming shows better income, as seaweed can be diligently managed and properly handled to penetrate the national market. Additionally, the researchers found the practice of combining sale and purchase contracts with debt between farmers (mudharib) and collectors as financiers (shahibul maal), which is prohibited (haram). The results of this study contribute as information and input of thought. The limitation of this study is the lack of data, which is still limited to primary and secondary data. Future research needs to use quantitative data.
... Currently, Islamic finance developed rapidly and is widely accepted by many countries in Asia, Europe and the United States. The establishment of Islamic financial institutions and the launch of various Islamic-based financial instruments marked the moment (Iskandar, 2014;Iskandar and Aqbar, 2019). As part of the global economy, global Islamic financial assets have reached US$3.96 trillion in 2021. ...
Article
Full-text available
Although the growth of the sharia financial industry continues to increase in Indonesia, there is a need to understand the impact of the development of Islamic finance, including sharia banking, sharia bonds (sukuk), sharia shares, and sharia mutual funds, on Indonesia's economic growth. Previous research has highlighted a positive relationship between financial sector development and economic growth in general, but there has been no specific research examining the impact of Islamic financial instruments specifically in the Indonesian economic context. This study aims to analyze the effect of Islamic finance development consisting of Islamic banking, Islamic bonds (sukuk), Islamic stocks, and Islamic mutual funds, both partially and simultaneously, on Indonesian economic growth during the period of 2003-2022. This study uses a quantitative approach with the Ordinary Least Square (OLS) technique. The results of the study show that the Islamic banking and Islamic bonds (sukuk) have a positive and significant influence on the economic growth in Indonesia, the Islamic stocks also was found to has a positive effect on economic growth but not significant, while the Islamic mutual funds was found to has a negative and not significant effect on the economic growth. It implies that government may continuously support to sukuk for sustainable economic growth and the policy for the development of Islamic finance should be improved to increase the income of government particularly for Islamic stock and Islamic mutual fund.
... Currently, Islamic finance developed rapidly and is widely accepted by many countries in Asia, Europe and the United States. The establishment of Islamic financial institutions and the launch of various Islamic-based financial instruments marked the moment (Iskandar, 2014;Iskandar and Aqbar, 2019). As part of the global economy, global Islamic financial assets have reached US$3.96 trillion in 2021. ...
Article
Full-text available
Although the growth of the sharia financial industry continues to increase in Indonesia, there is a need to understand the impact of the development of Islamic finance, including sharia banking, sharia bonds (sukuk), sharia shares, and sharia mutual funds, on Indonesia's economic growth. Previous research has highlighted a positive relationship between financial sector development and economic growth in general, but there has been no specific research examining the impact of Islamic financial instruments specifically in the Indonesian economic context. This study aims to analyze the effect of Islamic finance development consisting of Islamic banking, Islamic bonds (sukuk), Islamic stocks, and Islamic mutual funds, both partially and simultaneously, on Indonesian economic growth during the period of 2003-2022. This study uses a quantitative approach with the Ordinary Least Square (OLS) technique. The results of the study show that the Islamic banking and Islamic bonds (sukuk) have a positive and significant influence on the economic growth in Indonesia, the Islamic stocks also was found to has a positive effect on economic growth but not significant, while the Islamic mutual funds was found to has a negative and not significant effect on the economic growth. It implies that government may continuously support to sukuk for sustainable economic growth and the policy for the development of Islamic finance should be improved to increase the income of government particularly for Islamic stock and Islamic mutual fund.
Article
Full-text available
Management theory has undergone rapid development, encompassing various approaches to enhance organizational efficiency and effectiveness. This article explores the evolution of management theories, including contributions from Muslim scholars such as Ibn Khaldun with the concept of asabiyyah (social solidarity), which is relevant for building a collaborative work culture. Management is defined as the process of planning, organizing, directing, and controlling resources to achieve organizational goals.The study discusses theories such as Scientific Management, Modern Management, General Administrative Management, as well as quantitative and behavioral approaches. Furthermore, the position of knowledge in Islam is presented as an ontological foundation connecting physical and metaphysical existence, with God as the ultimate source of all being.This article also highlights the future directions of management theory through five main perspectives: Dominance, Divergence, Convergence, Synthesis, and Proliferation. The conclusion emphasizes the importance of integrating traditional and modern management principles to address organizational challenges sustainably.
Article
Full-text available
The purpose of this study is to determine what obstacles arise in the implementation of the sharia economic system in Indonesia, how problems arise and how to overcome them so that they can be resolved periodically. The research method used is descriptive research. The results of this study indicate that the solutions to overcome the problems of sharia economics in Indonesia include the correlation of educational institutions in the development of sharia-based concepts, government attention to the real role of sharia economics in the economy of the Indonesian people who are predominantly Muslim, the introduction of dinar and dirham currencies to enrich the nawacita and sharia economic transactions in society and expanding the network of sharia economics in Indonesia by adding competent human resources in each region with the aim of being able to provide understanding to the community who want to know the concept of sharia economics in Indonesia. The contributions to be achieved in this study include providing solutions to relevant stakeholders to implement solid and systematic regulations and not overlapping with other regulations between institutions, improving the quality of competent and professional human resources, training/education/socialization of employees and the community, innovative marketing, product innovation, adjustments to the actual sector, improving services and professionalism are needed in answering solutions to the sharia economy in Indonesia.
Article
Full-text available
This research aims to analyze the form of legal contract principles in Islamic alliances mu'amalah. A deep agreement mu'amalah cannot be separated from the Islamic community. An alliance occurs because of a meeting between the two parties at the same time to tie a promise. In the field alliance, alliance will be needed to achieve common goals. Civil Code Article 1233 states that an agreement occurs with agreement and law. This research is a type of qualitative research with a small library. The data used are primary and secondary data types. Primary data comes from literature such as scientific works, books, websites, etc. And for secondary data, there are books that support the core of this research. This research's analytical method uses an inductive analysis method. The results of this research found that the study of sharia economic law relating to the form of principles of multipurpose engagement agreements consists of; Divine principle, principleworship, principle of freedom of contract, principle of consensualism, principle of binding, principle of balance, principle of benefit, principle of trust, principle justice, and principles of writing.
Article
Full-text available
This study aims to determine the comparison of law in the review of muamalah fiqh and positive law against ijarah law. This research is a library research with a normative juridical legal approach and a comparative approach, which discusses doctrines or principle in legal science wich is often called theoretical research, wich includes comparative legal research. The results showed that: (1) There is an equation in the definition that both are a contract to take or benefit an item with wages within a certain period of time, in the nature of the contract that is mutually binding on both parties and both have five pillars that must be fulfilled; (2) There is a difference in the source and foundation, that muamalah fiqh is based directly on the Qur'an and Hadith, who governs life in this world and the afterlife, while positive law comes from Pancasila. UUD, KUH Perdata, KUH Pidana, which is limited to regulating the peace of life in the world. Regarding the terms of ijarah, positive law mentions the maintenance of goods, that it is not allowed during the rental time to change the form or arrangement of the goods rented, while in muamalah fiqh does not discuss it on the terms of ijarah, but it has both good and bad effects. In positive law, leasing services is a separate discussion, called an employment agreement.
Article
Kebijakan fiscal adalah kebijakan pemerintah yang memiliki tujuan dalam mengatur pendapatan dan belanja negara. Kebijakan fiskal di bawah Khalifah Umar bin Khattab menggunakan sistem anggaran berimbang (balanced budget) yang dikelola oleh Baitul Maal. Instrumen kebijakan fiskal meliputi zakat, ushr, jizyah, kharaj, khums, ghanimah, dan kaffarah. Sedangkan, pada sisi pengeluaran, alokasi anggaran dibuat berdasarkan skala prioritas, kebutuhan mustahik, pertahanan dan keamanan, sosial dan keagamaan, serta kebutuhan administrasi pemerintahan. Sedangkan, sistem anggaran yang ditrerapkan dalam Kebijakan Fiscal di Indonesia saat ini adalah Defisit Budget. Adapun sumber pendapatan negara Indonesia terdiri dari penerimaan pajak, penerimaan negara bukan pajak dan hibah. Sedangkan belanja negara Indonesia pada saat ini terdiri dari belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, pembayaran bunga utang, subsidi, belanja hibah, bantuan sosial, dan belanja lain-lain. Relevansi kebijakan fiskal Umar bin Khatthab dengan kebijakan fiskal Negara Indonesia adalah zakat berelevansi dengan PPh dan PPn, kharaj berelevansi terhadap PBB, ushr berevansi terhadap bea masuk dan bea keluar (bea Cukai), jizyah berelevansi dengan visa, kaffarah berelevansi dengan PNPB lainnya, rikaz berelevansi terhadap minyak bumi, gas alam, pertambangan panas bumi, pertambangan umum dan PNPB lainnya, sedangkan dana hibah berelevansi dengan dana hibah pada keuangan Indonesia. Pada sisi pengeluaran negara, dakwah dan penyiaran islam pada masa Umar bin Khatthab berelevansi terhadap pengeluaran untuk kebutuhan agama di negara Indonesia, pembangunan struktur berevansi dengan pelayanan umum, perumahan dan fasilitas umum, pariwisata, lingkungan hidup, dan ekonomi, pendidikan berelevansi dengan pendidikan, gaji pegawai berelevansi dengan pelayanan umum, dana pensiun berelevansi dengan perlindungan sosial, pelayanan dan jaminan sosial berelevansi dengan perlindungan sosial dan kesehatan, pembiayaan militer berelevansi dengan ketertiban dan keamanan serta pertahanan, gaji tentara berevansi dengan pertahanan, ketertiban umum dan keamanan.
Article
Full-text available
This aim of article is to describe the Green Economy concept in Indonesia from Maqashid al-Syari"ah perspective. With the content analysis method, this paper describes how the Green Economy concept and the relevance of its implementation in Indonesia as Pancasila state and its implementation in the perspective of religion, soul, reason, descent, property, and environment. The results show that in designing an implementative, reliable and comprehensive Green Economy model, Indonesia should have a truly green economic model that is relevant to the characteristics of the Indonesia with philosophical Islamic Eco-ethics that is in harmony with the Indonesian sociocultural community. The principle of low carbon is basically in line with the maintenance of soul and mind. The principle of efficient resources is also in line with the maintenance of offspring and assets. Also, the principle of socially inclusiveness is found in the five aspects of maintenance in the concept of maqashid al-syari'ah.
Article
Full-text available
This paper aims at calculating and analyzing the Index of Syariah Financial Inclusion (ISFI) during the period of 2015-2018 and its correlation with poverty level in Indonesia. Using the secondary data of 33 provinces in Indonesia from Badan Pusat Statistik (BPS), Bank Indonesia and Otoritas Jasa Keuangan (OJK) and Index of Financial Inclusion (IFI) method, this paper found that the Index of Syariah Financial Inclusion is generally low and DKI Jakarta is the most financially inclusive province of Indonesia. Furthermore, the results show that the Index of Syariah Financial Inclusion is negatively correlated with the poverty level. This conclusion suggests the promotion of Syariah Financial Inclusion to be a policy priority in Indonesia to achieve the central goals of inclusive growth, welfare and economic development.
Article
Full-text available
This paper calculates and analyzes the Index of Syariah Financial Inclusion (ISFI) covering three dimensions; the accessibility, the availability and the usage of Islamic banking services. Using the annual data in province level in Indonesia during the period of 2010-2015, this paper found that the Index of Syariah Financial Inclusion is generally low and Bangka Belitung is the most financially inclusive province of Indonesia. Furthermore, the results show that the Index of Syariah Financial Inclusion is positively correlated with the Human Development Index. This conclusion suggests the promotion of Syariah Financial Inclusion to be a policy priority in Indonesia to achieve the central goals of inclusive growth, welfare and economic development.
Article
Moslem scholars are the prophets’ heir. There have been the Islam treasuries which they have bequeathed for Islam generations. That it cannot be denied happens difference of their ijtihād in doing istinbāṭ the law of a problem, but their differences are based on argumentation, although there is the better opinion than others (rājiḥ). It is related with that, the existence of the Common and special texts in al-Qur’ān and Hadith is one of factors influencing the moslem scholars’ ijtihād in doing istinbāṭ (to decide) the law of a problem. Keyword : Lafaz, Nāṣ, Ijtih ṣ ād.
Article
The hegemonic challenges of Western globalization have caused serious impacts on the future of Islamic education. This reality must be realized by Muslims and more specifically those involved in the world of education. For this reason, there is an anticipatory and alternative tactical and strategic step to free themselves from the hegemonic grip of Western globalization. The conception of Islamic model education does not only see education as an attempt to "educate" only (intellectual education, intelligence), but in line with the Islamic concept of human beings and their essence of existence. Therefore, the formulation of the vision, mission and objectives of Islamic education is expected to be more problematic, strategic, anticipatory, touch the application aspects and can touch the needs of the community or use of graduates. That is, Islamic education seeks to build people and society as a whole and thoroughly (insan kamil) in all aspects of a cultured and civilized life that is reflected in the lives of pious and faithful people, democratic and independent, knowledgeable, skilled, work ethic and professional, pious charity, personality, graceful morality and moral character, capable of innovation and access to change and competitive and cooperative abilities in the global era and local thinking in obtaining world welfare and the hereafter.
Ushul al-Tasyri' al-Islami. Mesir: Dar al-Maarif
  • A Hasaballah
Hasaballah, A. (1981). Ushul al-Tasyri' al-Islami. Mesir: Dar al-Maarif.
Pengaruh Penerbitan Sukuk Negara Sebagai Pembiayaan Defisit Fiskal dan Kondisi Ekonomi Makro Terhadap Perkembangan Perbankan Syariah di
  • M Z Hoque
  • M A Choudhury
Hoque, M.Z., Choudhury, M.A. (1998). Islamic Finance: A Western Perspective-Revisited. International Journal of Islamic Financial Services, Vol.5, No.1.1998. Iskandar, A. (2014). Pengaruh Penerbitan Sukuk Negara Sebagai Pembiayaan Defisit Fiskal dan Kondisi Ekonomi Makro Terhadap Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia Jurnal Info Artha, Vol.II/XII/2014, p. 1-21.
Makalah disajikan dalam Diskusi Madrasah Malem Reboan sivitas akademik UIN Sunan Gunung Djati Bandung
  • Y Janwari
Janwari, Y. (2014). Implementasi Ekonomi Islam di Indonesia. Makalah disajikan dalam Diskusi Madrasah Malem Reboan sivitas akademik UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Tanggal 18 Februari 2014.