ArticlePDF Available

PERAN DIPLOMASI PERTAHANAN INDONESIA DALAM KERJASAMA PERTAHANAN INDONESIA DAN AMERIKA SERIKAT

Authors:

Abstract

This research is focused on Indonesia-US diplomatic relations in politics and defense. The relationships are very volatile both in terms of closeness and depth of defense cooperation between the two countries. Bilateral defense cooperation is aimed at improving military relations between the two countries and building professionalism of the TNI - in addition to achieving the Indonesian defense goals such as maintaining the sovereignty and integrity of the country. Indonesia has interest in maintaining defense cooperation with the US due to the fact that the majority of Indonesia’s major defense equipment is from the US and other western countries. By taking the perspective of the Susilo B. Yudhoyono administration (2004-2014), defense diplomacy is closely related to the Minimum Essential Force (MEF) program. The MEF program has initiated the Indonesian government to cooperate with the US in the context of maintenance and procurement of weapons that have been embargoed since 1999. This research also finds that among various defense cooperation activities between Indonesia and the US, the major one is actually in the field of education and training, e.g., short courses, staff and command education, seminars, post graduate programs and others. Meanwhile, the other defense cooperation activity, namely defense industry, is still very minor until today. The method of research is qualitative using descriptive analytical collected from the interview of practitioners and from secondary sources such book, paper, and open sources
H a l a m a n | 92
Prodi Ilmu Hubungan Internasional FISIP UPN”Veteran” Jakarta
MANDALA
Jurnal Ilmu Hubungan Internasional
Vol.1 No.1
Januari- Juni
2017
PERAN DIPLOMASI PERTAHANAN INDONESIA DALAM
KERJASAMA PERTAHANAN INDONESIA DAN AMERIKA
SERIKAT
Beni Sukadis
Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia
bsukadis@gmail.com
Abstrak
Tulisan ini memfokuskan pada hubungan diplomasi Indonesia dan AS dalam bidang
politik dan pertahanan yang telah berjalan lama. Dinamika hubungan kedua negara sangat
fluktuatif baik keeratan dan kedalaman kerjasama pertahanan. Kerjasama pertahanan
bilateral dilakukan dalam rangka meningkatkan hubungan antara militer dan untuk
meningkatkan profesionalisme TNI serta mencapai tujuan pertahanan negara Indonesia
seperti menjaga kedaulatan dan integritas negara. Kepentingan Indonesia dalam menjalin
kerjasama pertahanan dengan AS karena sebagian besar alat utama sistem senjata
(alutsista) berasal dari AS dan negara-negara barat lainnya. Dengan mengambil perspektif
pada masa pemerintahan Susilo B. Yudhoyono (SBY) tahun 2004-2014, maka diplomasi
pertahanan sangat terkait erat dengan program Minimum Essential Forces (MEF) yang
bertujuan membangun militer yang modern. Program MEF mendorong pemerintahan SBY
untuk bekerjasama dengan AS dalam rangka pemeliharaan dan pembelian persenjataan
yang mengalami embargo sejak tahun 1999. Disisi lain kegiatan kerjasama pertahanan
Indonesia dan Amerika Serikat yang paling besar justru dalam bidang pendidikan dan
pelatihan yaitu kursus singkat, pendidikan staf dan komando, seminar, pasca sarjana dan
lain-lainnya. Sedangkan kerjasama pertahanan lain yang masih sangat minim hingga saat
ini terutama dalam industri pertahanan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif
dengan data dari sumber pustaka maupun wawancara dengan narasumber yang merupakan
pelaku dan ahli di bidangnya serta sumber sekunder seperti buku, makalah dan bahan dari
sumber terbuka lainnya.
Kata Kunci : diplomasi pertahanan, kerjasama pertahanan, MEF,
Indonesia Abstract
This research is focused on Indonesia-US diplomatic relations in politics and defense.
The relationships are very volatile both in terms of closeness and depth of defense
cooperation between the two countries. Bilateral defense cooperation is aimed at
improving military relations between the two countries and building professionalism of
the TNI - in addition to achieving the Indonesian defense goals such as maintaining the
sovereignty and integrity of the country. Indonesia has interest in maintaining defense
cooperation with the US due to the fact that the majority of Indonesia’s major defense
equipment is from the US and other western countries. By taking the perspective of the
Susilo B. Yudhoyono administration (2004-2014), defense diplomacy is closely related to
the Minimum Essential Force (MEF) program. The MEF program has initiated the
Indonesian government to cooperate with the US in the context of maintenance and
procurement of weapons that have been embargoed since 1999. This research also finds
that among various defense cooperation activities between Indonesia and the US, the
H a l a m a n | 93
Prodi Ilmu Hubungan Internasional FISIP UPN”Veteran” Jakarta
MANDALA
Jurnal Ilmu Hubungan Internasional
Vol.1 No.1
Januari- Juni
2017
major one is actually in the field of education and training, e.g., short courses, staff and
command education, seminars, post graduate programs and others. Meanwhile, the other
defense cooperation activity, namely defense industry, is still very minor until today. The
method of research is qualitative using descriptive analytical collected from the interview
of practitioners and from secondary sources such book, paper, and open sources.
Keyword: Defense Diplomacy, Military Cooperation, MEF, Indonesia
Pendahuluan
Pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945 alinea ke-4 menyatakan
bahwa Negara Indonesia memiliki tujuan
nasional yaitu melindungi negara,
mensejahterakan bangsa dan ikut
mendukung ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan sebagai
landasan dalam memperjuangkan
kepentingan nasional. Menurut perspektif
realis dalam teori ilmu Hubungan
Internasional, negara adalah aktor utama
dalam sistem internasional yang
anarkis.Pencapaian utama kepentingan
nasional suatu negara menurut
Morgenthau (Weldes, 1997:278) adalah
mempertahankan eksistensi dan menjaga
keamanan atau melindungi negara dari
ancaman negara lain dengan
mengandalkan pada instrumen militer
maupun diplomasi.Dalam menghadapi
ancaman militer ataupun ancaman non-
militer, Indonesia mengedepankan
strategi pertahanan defensif aktif yang
salah satunya ialah melalui diplomasi.
Penggunaan instrumen diplomasi adalah
hal yang lumrah dalam mencapai tujuan
pertahanan negara yaitu melindungi
kedaulatan negara, menjaga wilayah,
serta melindungi warga negara.
Diplomasi pertahanan yang dilakukan
Indonesia adalah dalam rangka menjaga
integritas nasional sekaligus juga
menjaga stabilitas regional dan
perdamaian dunia.
Semasa Orde Baru di bawah
pemerintahan Presiden Soeharto,
hubungan bilateral antara Indonesia
dengan AS berjalan baik. Selain
memiliki kepentingan bersama terkait
ekonomi dan politik, kedua negara
menganggap bahwa paham komunis
merupakan ancaman di Asia Tenggara.
Sehingga kerjasama militer Indonesia
dengan AS semakin kuat. Hal ini ditandai
dengan pengiriman personel militer
Indonesia ke AS untuk mengikuti
pendidikan di berbagai jenjang dengan
tujuan meningkatkan profesionalisme
militer seperti National Defense
University, akademi perang (war
college), sekolah staf komando, kursus
singkat, dan seminar.
H a l a m a n | 94
Prodi Ilmu Hubungan Internasional FISIP UPN”Veteran” Jakarta
MANDALA
Jurnal Ilmu Hubungan Internasional
Vol.1 No.1
Januari- Juni
2017
Kerjasama militer kedua negara yang
bersifat teknis yakni melalui Military
Assistance Program (MAP) berakhir
tahun 1978. Setelah itu, berdasarkan data
dari Kemhan (2010), kerjasama militer
kedua negara diwujudkan dalam
beberapa program antara
lain:International Military Education
Training (IMET), Foreign Military Sales
(FMS), dan Foreign Military Financing
(FMF).Sejak rezim Orde Baru, AS
menjadi sumber bagi persenjataan militer
untuk Indonesia seperti pesawat tempur,
pesawat angkut, radar, peralatan
komunikasi, dan lain lain (McAslan,
2004).
Diplomasi antara pejabat
pertahanan Indonesia dan AS semakin
intens dilakukan saat Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY) menjabat sebagai
Presiden RI. Dalam rangka mempererat
hubungan kedua negara, Presiden SBY
setidaknya telah mengunjungi AS
sebanyak dua kali dalam periode I masa
pemerintahannya dan dua kali dalam
periode II. Sementara itu, Duta Besar RI
untuk Amerika Serikat (1998-2001),
Prof.Dorodjatun Kuntjoro-Jakti (Pohan,
2001) mengatakan Indonesia memiliki
peran penting bagi AS karena dua hal.
Pertama, AS senantiasa memiliki
kepentingan ekonomi, perdagangan dan
keamanan di Indonesia.Sedangkan
Indonesia selalu bertindak sebagai aktor
keamanan di kawasan Asia Tenggara.
Kedua, meskipun Indonesia mengalami
krisis ekonomi, perusahaan-perusahaan
AS di Indonesia mendapatkan
keuntungan dari sumber daya alam
seperti emas, tembaga, minyak, gas, dan
lain-lain. Pernyataan Dorodjatun ini
semakin menegaskan bahwa Indonesia
adalah mitra strategis bagi AS di
kawasan Asia Tenggara. Dengan kata
lain, keamanan dan kemakmuran
Indonesia memiliki kontribusi langsung
bagi kepentingan nasional AS.
Diplomasi pertahanan menjadi
upaya penting untuk mempersiapkan
kekuatan dengan berbagai kegiatan yang
dilakukan Kemhan dalam mengusir
musuh, membangun dan memelihara
kepercayaan serta dalam pengembangan
demokrasi. Pengamat militer Evan
Laksmana menyatakan bahwa kerjasama
pertahanan RI dan AS secara historis
menjadi bagian penting dalam hubungan
diplomatik kedua negara. Menurutnya,
pada tingkatan tertentu kerjasama
tersebut sangat baik dalam upaya
membangun hubungan personal dan
membentuk jejaring yang dapat
mempererat kerjasama militer di masa
yang akan datang [Laksmana, 31 Mei
H a l a m a n | 95
Prodi Ilmu Hubungan Internasional FISIP UPN”Veteran” Jakarta
MANDALA
Jurnal Ilmu Hubungan Internasional
Vol.1 No.1
Januari- Juni
2017
2016]. Menurut Kemhan sejak 1960-an
sampai 2010, lebih dari 7000 personel
militer Indonesia telah dikirim ke AS.
Hal ini menunjukkan bahwa institusi
militer AS memberikan kontribusi
pendidikan yang besar bagi peningkatan
kapasitas militer Indonesia.
Diplomasi pertahanan yang dilakukan
Indonesia adalah dalam rangka
memperkuat pertahanan negara sesuai
amanat UUD 1945 dan UU seperti UU
No. 3/2002 tentang Pertahanan Negara
dan UU No. 34/2004 tentang TNI serta
berbagai kebijakan pertahanan selama
pemerintahan SBY. Dalam memperkuat
pertahanan negara selama ini Indonesia
sangat tergantung dari alutsista asing
khususnya AS maupun negara barat
lainnya, sehingga kerjasama pertahanan
menjadi kata kunci dalam pembangunan
pertahanan tersebut. Dengan paparan
diatas maka tulisan ini akan membahas
tentang upaya diplomasi pertahanan
Indonesia berdampak pada kerjasama
pertahanan antara Indonesia dan AS
khususnya pada masa pemerintahan
Susilo B. Yudoyono 2004-2014.
Konsep Diplomasi pertahanan
Menurut Mihal Marcel (2014)
konsep diplomasi pertahanan makin
mengemuka pasca perang dingin yaitu
sekitar pertengahan 1990an. Dalam
perkembangannya instrumen militer
kerap digunakan dalam pelaksanaan
kebijakan luar negeri. Hal ini penting
untuk mengatasi persoalan keamanan
regional dan global terutama untuk
menciptakan perdamaian yang langgeng.
Menurut Marcel, konsep diplomasi
pertahanan merupakan suatu upaya
pengembangan kerjasama yang koheren
di semua tingkatan dalam kerjasama
antar negara di bidang keamanan dan
militer dengan dampak yang riil.
Dampak riil kegiatan ini berupa
penguatan kelembagaan, pengembangan
dialog strategis, pertukaran informasi,
mendorong stabilitas lewat kerjasama,
melakukan tindakan yang mendorong
saling percaya dan peningkatan
keamanan, serta memperbaiki kontrol
demokratis, reformasi militer dan latihan
militer (Marcel, 2014: 161). Penjelasan
ini semakin memperkuat urgensi peran
diplomasi pertahanan sebagai instrumen
penting dalam menggalang kerjasama
dengan pihak lain untuk mencapai tujuan
bersama.
H a l a m a n | 96
Prodi Ilmu Hubungan Internasional FISIP UPN”Veteran” Jakarta
MANDALA
Jurnal Ilmu Hubungan Internasional
Vol.1 No.1
Januari- Juni
2017
Pembahasan
A. Diplomasi Pertahanan Indonesia
dengan AS 2004-2009
Tahun 2002 forum Indonesia-US
Security Dialogue (IUSSD) pertama
dilaksanakan di Indonesia yang
menghasilkan sejumlah poin yaitu agar
kedua negara bertumpu pada dialog
untuk meningkatkan frekuensi
komunikasi dan mendorong kerjasama
melalui kunjungan pada tingkat menteri
dan pejabat tinggi. Kemudian pada 2004,
IUSSD ke 2 dilaksanakan di Amerika
Serikat, kedua belah pihak sepakat
bahwa forum ini penting dalam rangka
menjalin komunikasi yang intensif bagi
kedua institusi pertahanan. Pada
pertemuan IUSSD kedua ini dibahas
sejumlah isu yaitu perlu diadakannya
Bilateral Defense Dialog (BDD) antara
militer yaitu US Pacific Command dan
Mabes TNI, Namru (Naval Medical
Research Unit), soal pasal 98 statuta
Roma, dan normalisasi hubungan militer
kedua negara (Kemhan 2001). Terlihat
dari pertemuan kedua ini ada keinginan
melakukan normalisasi hubungan
kerjasama pertahanan. Pada saat itu,
Indonesia masih terdaftar dalam
pelarangan pembelian senjata mematikan
(lethal weapon) dalam pembatasan
kerjasama militer yang dikeluarkan
Kongres AS kecuali dengan TNI AL
pasca referendum Timor Timur pada
1999 (Congressional Record 2005).
Sebagai akibat embargo tersebut banyak
peralatan militer seperti suku cadang
pesawat F-16 dan herkules yang tidak
bisa dibeli Indonesia.Sehingga IUSSD
adalah forum yang tepat untuk
membahas normalisasi tersebut.
Pada Mei 2005, Presiden Susilo
B. Yudhoyono melakukan kunjungan
resmi ke AS dan melakukan pembicaraan
dengan Presiden AS Geoge W. Bush.
Dalam akhir pertemuan ini, kedua kepala
negara menyatakan akan mempererat
kerjasama di semua bidang, khususnya
bidang keamanan Presiden Bush
berkomitmen memulihkan kerjasama
pertahanan. Dalam pernyataan resmi
bersama menyatakan sebagai berikut
(White House 2005);
"Presiden Bush dan Presiden
Yudhoyono sepakat bahwa
normalisasi hubungan militer antara
RI dan AS adalah demi kepentingan
bersama, serta berupaya untuk terus
berkerja dalam mencapai tujuan
tersebut.Kedua presiden menyambut
secara baik atas partisipasi
Indonesia dalam program IMET
sebagai satu langkah tepat.
H a l a m a n | 97
Prodi Ilmu Hubungan Internasional FISIP UPN”Veteran” Jakarta
MANDALA
Jurnal Ilmu Hubungan Internasional
Vol.1 No.1
Januari- Juni
2017
Keduanya juga mengatakan
berkeinginan bertemu kembali
dalam aktivitas Dialog Strategis
Keamanan Indonesia dan AS di
Jakarta pada 2005 dan mendorong
upaya dialog bilateral antara militer
kedua negara."
Pertemuan kedua kepala negara ini
adalah momen bersejarah dalam
pemulihan hubungan kerjasama politik
dan keamanan terutama soal kerjasama
militer.Selain itu, kedua negara sepakat
untuk melanjutkan kerjasama di bidang
penegakan hukum dan kontraterorisme,
karena kedua negara memiliki kesamaan
pandangan dalam melihat fenomena
keamanan regional dan global yang harus
diatasi melalui kerjasama antar
negara.Kedua negara sepakat
bekerjasama di berbagai bidang lainnya
demi kepentingan bersama sebagai
negara sahabat.
Pada pertemuan III IUSSD tahun
2005, masalah yang dibahas lebih
beragam antara lain yaitu, situasi
keamanan global dan regional, peran
militer dalam penanggulangan bencana,
upaya Indonesia melawan terorisme,
manajemen sumber daya pertahanan,
kerjasama International Military
Education and Training (IMET), Foreign
Military Financing (FMF) dan Foreign
Military Sales (FMS). Saat itu, delegasi
Indonesia dipimpin oleh Menteri
Pertahanan Juwono Sudarsono yang
mengatakan bahwa pentingnya dialog
agar saling memahami posisi, persepsi
kebijakan antara kedua negara (Kemhan
2010). Sedangkan delegasi AS dipimpin
oleh B.G. John Allen, Principal Director
for Asia and Pacific Affairs,
International Security Affairs,
Department of Defense, AS dan
didampingi pejabat dari Kemlu AS, US
Pacific Command, dan Kedutaan Besar
AS di Jakarta. Dalam sambutannya Duta
Besar AS untuk Indonesia Lynn B.
Pascoe mengatakan dialog ini adalah
forum yang tepat untuk bekerjasama
dalam periode kritis dalam hubungan
militer kedua negara.
Akhirnya, November 2005
hubungan militer kedua negara kembali
terjalin dengan dikeluarkan surat resmi
dari Office of Defense Cooperation
(ODC) dari Kedutaan Besar AS di
Jakarta tentang Resumption of full
military to military relations wih
Indonesia. Menurut Kemhan keputusan
ini diambil karena Indonesia dinilai
berhasil dalam proses demokratisasi dan
penegakan HAM (Kemhan 2010). Tetapi
H a l a m a n | 98
Prodi Ilmu Hubungan Internasional FISIP UPN”Veteran” Jakarta
MANDALA
Jurnal Ilmu Hubungan Internasional
Vol.1 No.1
Januari- Juni
2017
yang patut dilihat pula adalah kedua
negara memiliki kepentingan yang sama
terkait dengan perkembangan lingkungan
strategis yaitu terjaminnya stabilitas
politik dan keamanan di kawasan Asia
Tenggara.
IUSSD ke IV dilaksanakan di
Washington DC tahun 2006, di mana
delegasi AS dipimpin Richard Lawless,
Deputy Under Secretary of Defense,
menyatakan pentingnya dialog antara
pemerintah Indonesia dan AS sebagai
wadah untuk menyampaikan pandangan
tentang situasi keamanan di berbagai
kawasan dan tantangannya serta
mempererat hubungan kerjasama
pertahanan (Kemhan: 2010). Sedangkan,
Duta Besar RI Sudjanan
Parnohadiningrat mengatakan
perkembangan positif di dalam negeri
merupakan prakondisi bagi peningkatan
dialog agar kedua negara memetik
manfaat dalam upaya bersama
menciptakan keamanan global dan
regional yang aman dan stabil. Beberapa
hal dibahas pihak Indonesia, yaitu
Assessment of US-Indonesia Relations,
Indonesia's national security issues,
update on defense sector reform dan US-
Indonesia Strategic Partnership.
Delegasi Indonesia tidak memiliki
permintaan spesifik namun menyatakan
niat memanfaatkan program Defense
Resources Management (DRM) dan
National Guard State partnership. Dalam
dialog ini, kedua negara
menggarisbawahi lagi soal hasil
pertemuan kedua kepala negara di tahun
2005 antara Presiden George W. Bush
dan Susilo B. Yudhoyono yang
menyimpulkan bahwa kedua negara
memiliki kepentingan bersama untuk
melakukan normalisasi kerjasama militer
dan menyambut pemulihan program
IMET bagi militer Indonesia (Kemhan:
2010).
Selanjutnya dalam upaya
peningkatan kerjasama militer, pada
2006 Menteri Pertahanan AS Donald
Rumsfeld berkunjung ke Jakarta untuk
bertemu dengan Presiden Republik
Indonesia Susilo B. Yudhoyono dan
sejumlah menteri seperti Menteri
Pertahanan Juwono Sudarsono dan
Menteri Luar Negeri Hasan Wirayudha.
Dalam pertemuan ini, SBY menyebutkan
pentingnya normalisasi hubungan militer
kedua negara sehingga kerjasama dapat
dipermanenkan, serta Presiden SBY atas
nama pemerintah RI mengucapkan
terima kasih atas bantuan yang diberikan
AS dalam penanggulangan bencana
H a l a m a n | 99
Prodi Ilmu Hubungan Internasional FISIP UPN”Veteran” Jakarta
MANDALA
Jurnal Ilmu Hubungan Internasional
Vol.1 No.1
Januari- Juni
2017
gempa dan tsunami di Aceh tahun 2004
dan gempa bumi Jawa Tengah tahun
2006. Sedangkan Rumsfeld menyatakan
dirinya adalah salah satu pihak yang
mendorong perubahan kebijakan terkait
normalisasi tersebut termasuk dalam
melobi Kongres AS (NYT: 2006).
Selanjutnya, Menhan Juwono Sudarsono
mengatakan kedua pihak antara lain
membicarakan topik keamanan maritim
di Selat Malaka dan keinginan Indonesia
untuk membeli suku cadang pesawat
F16.
Pada tahun 2007 dalam
pertemuan IUSSD di Jakarta, pimpinan
Delegasi Indonesia Mayjen.Dadi Susanto
menyatakan pentingnya bertukar
pandangan dan gagasan terbaik dalam
merespons setiap tantangan di era
globalisasi.Selanjutnya, DadiSusanto
menyatakan pentingnya dialog untuk
memperbaiki pemahaman, persepsi dan
kebijakan masing-masing negara dalam
isu-isu keamanan di tingkat regional dan
internasional, sehingga dapat mengurangi
kesalahpahaman diantara kedua negara.
Demikian pula pimpinan delegasi AS
menyatakan dialog yang diadakan kedua
negara dapat memantapkan dan
meningkatkan hubungan antara RI dan
AS (Kemhan 2010). Dalam kesimpulan
pertemuan IUSSD 2007 ini, ada beberapa
program yang diusulkan AS salah
satunya yaitu Global Peace Operation
Initiative (GPOI) yakni AS memberikan
bantuan technical assistance untuk
peningkatan kapasitas militer Indonesia
dalam operasi perdamaian dunia (Peace
keeping operation). Dalam pertemuan
ini, delegasi AS menyampaikan bahwa
(Kemhan 2010):
"Indonesia sebagai partner
strategik atau kunci dalam
memerangi terorisme dikawasan
ini. Kemajuan pesat Indonesia
dalam memerangi terorisme
menjadi catatan penting dan AS
juga memberikanucapan selamat
atas keberhasilan Kontingen
Garuda di Lebanon, serta AS
mengakui harus belajar banyak
dari Indonesia..."
Salah satu kesepakatan yang dihasilkan
forum ini yakni pencabutan embargo
militer sudah memulihkan kembali
program-program IMET sehingga dapat
meningkatkan profesionalisme TNI di
masa mendatang. Hasil kesepakatan
dalam forum ini antara lain adalah
kelanjutan program FMF (Foreign
Military Financing), IMET, dan
peningkatan pendidikan dan pelatihan.
H a l a m a n | 100
Prodi Ilmu Hubungan Internasional FISIP UPN”Veteran” Jakarta
MANDALA
Jurnal Ilmu Hubungan Internasional
Vol.1 No.1
Januari- Juni
2017
Bahkan dalam forum ini dibahas pula
kerjasama militer bilateral yang
direncanakan sebanyak 147 kegiatan
selama tahun 2007 (Kemhan, 2010).
Intinya kedua negara sangat berkeinginan
melakukan kerjasama pertahanan karena
adanya kepentingan strategis yang sama.
Tahun 2007, Panglima Angkatan
Bersenjata AS Jenderal Peter Pace
berkunjung ke Indonesia dan bertemu
dengan Presiden RI Susilo B.
Yudhoyono.Dalam pertemuan ini mereka
membicarakan kerjasama militer pasca
pencabutan embargo senjata. Selanjutnya
pada bulan April 2007, Menteri
Pertahanan Juwono Sudarsono
berkunjung ke AS dan bertemu dengan
Menlu AS Condoleeza Rice. Dalam
pertemuan ini Juwono menyatakan
perlunya peningkatan kerjasama militer
terutama bantuan kapasitas kepada
pasukan elit TNI AD yakni Kopassus.
Hal ini direspon oleh Menlu AS bahwa
AS siap membantu, tetapi kerjasama
dengan Kopassus akan diupayakan
secara bertahap untuk menghindari
penolakan dari sejumlah pihak yang
masih keberatan dengan kerjasama
militer AS - Indonesia (Kemhan, 2010).
Kemudian pada 2008, dialog
strategis antara RI dan AS dilaksanakan
di AS.Dalam forum ini diharapkan dapat
mengeksplorasi peluang kerjasama yang
ditimbulkan oleh perubahan fenomena
global dan regional dalam rangka
semakin memperkuat strategic
partnership antara Indonesia AS dalam
menghadapi tantangan keamanan
bersama di kawasan. Sejumlah topik
dibahas dalam forum yaitu soal
Indonesia's Defense White Paper, FMS,
FMF, IMET, MoU Framework of
Defense Activities, dan lain lain. Dalam
pembahasan tentang pelibatan TNI dalam
kerjasama militer dengan AS, delegasi
Indonesia meminta pihak mitra di AS
memulihkan kerjasama dengan Kopassus
dengan tidak terlalu mengeksploitasi isu-
isu di masa lalu. AS merespon hal yang
terkait dengan Kopassus itu, pemerintah
AS akan mempertimbangkan dengan
matang karena peluang kerjasama
ataupun tidak dengan Kopassus tetap
melibatkan Kongres AS sebagai otoritas
sipil (Kemhan 2010). Pada saat itu
pimpinan delegasi AS menyatakan
kepuasan atas perkembangan situasi
politik di Indonesia dan khususnya
reformasi TNI walaupun menyadari
masih ada beberapa masalah yang belum
selesai.
H a l a m a n | 101
Prodi Ilmu Hubungan Internasional FISIP UPN”Veteran” Jakarta
MANDALA
Jurnal Ilmu Hubungan Internasional
Vol.1 No.1
Januari- Juni
2017
Kunjungan resmi Presiden
Indonesia Susilo B. Yudhoyono ke
Amerika Serikat tahun 2008 menandakan
bahwa hubungan kedua negara makin
meningkat. Presiden Susilo B.
Yudhoyono berkesempatan memberikan
paparan dalam suatu diskusi di USINDO,
dimana pejabat Departemen Luar Negeri
AS John Negroponte mengatakan
(USINDO, 2008):
"....Sejak memulihkan hubungan
militer pada tahun 2005, kami
telah meningkatkan kerjasama
dan pertukaran pada bantuan
bencana, perdamaian, dan
keamanan regional dan
maritim...."
Pernyataan Wakil Menlu AS John
Negroponte mengindikasikan ada
peningkatan kerjasama pertahanan antara
kedua negara terutama di bidang
penanggulangan bencana, keamanan
maritim, maupun terkait persoalan
regional lainnya.
Pada 2009, dialog strategis antara
Indonesia dan AS yang dilaksanakan di
Jakarta. Delegasi RI dan AS menyatakan
forum ini amat penting bagi peningkatan
hubungan pertahanan kedua negara
seiring dengan semangat pembentukan
Comprehenship Partnership yang sedang
dipersiapkan bersama dan akan
ditandatangani oleh pemimpin kedua
negara. Pimpinan delegasi Indonesia
menyatakan dialog inidiharapkan dapat
meminimalisir kesalahpahaman yang
mungkin terjadi antara kedua belah
pihak. Kemudian, pimpinan delegasi AS
Robert Scher,Deputy Assistant Secretary
of Defense for South and Southeast Asia,
Office of the Secretary of
Defense,menyampaikan bahwa Indonesia
mempunyai posisi yang amat penting dan
berharga di mata Amerika maupun dunia
pada saat ini (Kemhan, 2010).
Kemudian, isu-isu yang dibahas dalam
forum kali ini selain topik kerjasama
militer antara kedua negara, yaitu soal
perkembangan lingkungan strategis di
Asia Pasifik termasuk juga isu-isu terkini
di Asia Selatan.Sehingga kedua belah
pihak dapat memahami posisi dan
persepsi masing-masing terkait sejumlah
isu yang berkembang saat itu.
Dari penjelasan di atas dapat
diambil benang merah bahwa kedua
negara terlihat mengedepankan diplomasi
pertahanan dalam bentuk forum dialog,
kunjungan antar pejabat tinggi dari
Kementerian Pertahanan dan militer,
kunjungan tingkat tinggi, dan lain-lain.
Diplomasi melalui forum IUSSD adalah
H a l a m a n | 102
Prodi Ilmu Hubungan Internasional FISIP UPN”Veteran” Jakarta
MANDALA
Jurnal Ilmu Hubungan Internasional
Vol.1 No.1
Januari- Juni
2017
bagian dari peningkatan kepercayaan
diantara kedua belah pihak agar dapat
memahami posisi dan persepsi masing
masing sekaligus ajang pembahasan
normalisasi kerjasama pertahanan.
Terlihat sekali bahwa upaya
mengembangkan saling percaya dalam
bentuk dialog dan negosiasi menjadi
sangat penting dalam meningkatkan
kerjasama pertahanan dan keamanan
kedua negara. Kalau melihat tujuan dari
diplomasi pertahanan seperti
meningkatkan daya tawar, meningkatkan
kontak, dan meningkatkan saling
kepercayaan kedua pihak, maka bentuk
dialog dan kunjungan antar pejabat tinggi
berhasil meningkatkan kerjasama militer
(Supriyatno, 2014: 176-178).Intinya
kedua belah pihak memahami kerjasama
adalah pilihan rasional dalam
menghadapi ancaman keamanan yang
dihadapi kedua negara, terutama yang
berasal dari regional dan internasional.
B. Pembelian Senjata AS dalam
pembangunan Kapabilitas TNI
Yang dimaksud dengan
pembangunan kapabilitas militer adalah
pembelian alat utama sistem senjata dan
peralatan lain dalam memenuhi tujuan
pertahanan. Dapat dikatakan pada era
2004-2009, hampir tidak banyak aktivitas
pembelian senjata yang terjadi, dan bisa
dikatakan hanya yakni pembelian suku
cadang untuk pesawat, kapal frigat dan
peralatan lainnya.
Selanjutnya pasca terpilih
Presiden AS Barack Obama tahun 2008,
sebenarnya embargo bukan masalah lagi
karena dalam paparan di atas sudah
terjadi normalisasi hubungan militer
kedua negara.Pengamat militer Dr.
Kusnanto Anggoro berpendapat, "Isu
embargo senjata AS terhadap Indonesia
yang selama ini menjadi barang
'dagangan' tak seharusnya dibahas
lagi.Dalam pandangan Kusnanto, yang
sesungguhnya terjadi, pemerintah
memang tak mempunyai uang untuk
membeli senjata dari Amerika Serikat
dan bukan persoalan embargo" (Kompas,
27/10/2008).Pada masa pemerintahan
Presiden SBY periode I, memang tidak
banyak pembelian senjata yang
dilakukan Indonesia, karena Indonesia
masih berupaya memperbaiki ekonomi
domestik pasca krisis moneter regional
1997-1998.
Namun, pada periode tahun 2006-
2008 pemerintah AS memberikan
bantuan program Integrated Maritime
Surveillance System (IMSS) yaitu hibah
senilai US $ 57 Juta. IMSS adalah suatu
H a l a m a n | 103
Prodi Ilmu Hubungan Internasional FISIP UPN”Veteran” Jakarta
MANDALA
Jurnal Ilmu Hubungan Internasional
Vol.1 No.1
Januari- Juni
2017
sistem pengawas dan pendeteksi untuk
wilayah laut teritorial dan perairan
internasional yang terdiri dari radar,
komunikasi, peralatan lainnya yang
terintegrasi antara perangkat di darat
dengan di laut (Department of State,
2004). Sistem IMSS sangat membantu
Indonesia dalam menanggulangi
ancaman perompakan dan memantau
pergerakan kapal yang ada di Selat
Malaka, Selat Sulawesi dan Selat
Makassar.
Untuk melihat lebih jauh
seberapa banyak suku cadang senjata dan
peralatan militer yang dipasok AS ke
Indonesia, dapat dilihat Kotak 1.
Sebagian besar transfer senjata berupa
peralatan pendukung militer seperti
radar, mesin turbo, mesin diesel untuk
kapal corvette/frigate, dan hanya ada satu
pengiriman pesawat F-5E tiger yang
diembargo tahun 1999. Data ini
menunjukkan bahwa Indonesia selama
2003-2009 belum membeli alutsista
secara signifikan dari AS agar bisa
meningkatkan kapabilitas
militernya.Seperti penjelasan sebelumnya
Indonesia masih dalam tahap reformasi
politik dan ekonomi sehingga lebih fokus
dalam menghadapi persoalan
internal.Pembelian suku cadang tersebut
lebih pada prioritas kebutuhan pasca
embargo dan juga dalam soal
menghadapi ancaman regional khususnya
keamanan maritim di Selat Malaka.
Di lain pihak, pasca pemulihan
kerjasama militer tahun 2005, Indonesia
harus menandatangani perjanjian 505
yang merupakan jaminan pemerintah
Indonesia terhadap semua
alutsita/peralatan yang dibeli dari AS.
Perjanjian 505 ini berisi, pertama,
Indonesia tidak akan melakukan
perpindahtangan kepada pihak setiap
bantuan militer peralatan militer (excess
defense article) yang dihibahkan; kedua,
memberlakukan tingkat kerahasiaan
terhadap peralatan militer yang
dihibahkan sesuai dengan tingkat
kerahasiaan yang diberlakukan AS;
ketiga, kesediaan Indonesia untuk
mengembalikan defense article yang
pernah dihibahkan, apabila telah rusak
atau tidak digunakan lagi (Kemhan,
2010). Selain itu ada juga perjanjian
CISMOA (Communication
Interoperability and Security &
Memorandum of Agreement) yang harus
ditandatangani pejabat kedua negara
terkait keamanan komunikasi dari
peralatan milik AS yang digunakan
Indonesia.
H a l a m a n | 104
Prodi Ilmu Hubungan Internasional FISIP UPN”Veteran” Jakarta
MANDALA
Jurnal Ilmu Hubungan Internasional
Vol.1 No.1
Januari- Juni
2017
Tabel 1.1 Transfer Senjata Konvensional Utama dari Amerika Serikat ke Indonesia tahun 2003-2009
Penerima/ Tahun Tahun Jumlah
supplier (S) order/ pengiriman dikirim/
atau licenser (L)
Jumlah
order
Nama
Senjata
Deskripsi
senjata
Tahun
pengiriman
Jumlah
dikirim/
Diproduksi
Keterangan
R=INA
S/L=Amerika Serikat
76
CT7
Turboprop
1994-2014
(52)
Versi CT-7-9C3 untuk 38
pesawat transpor CN-235 dan
CN-235MPA MP yang
diproduksi di Indonesia
APG-66
Radar
tempur
1999-2007
(16)
Untuk 16 pesawat tempur Hawk-
200 dari Inggris; status dari 6
item terakhir tidak pasti setelah
embargo senjata AS terhadap
Indonesia pada 1999-2006
F-5E tiger
2
Pesawat
FGA
2006
1
Bekas tapi dimodernisasi di AS;
pengiriman di embargo oleh AS
pada 1999-2006
TPE-331
Turboprop
2005-2007
12
Untuk 6 pesawat C-212 MP dari
Spanyol
Caterpillar-
Mesin
2002-2005
8
Untuk modernisasi 4 parchim
H a l a m a n | 105
Prodi Ilmu Hubungan Internasional FISIP UPN”Veteran” Jakarta
MANDALA
Jurnal Ilmu Hubungan Internasional
Vol.1 No.1
Januari- Juni
2017
3516
diesel
corvette (Pattimura)
Caterpillar-
3612
Mesin
diesel
2003
2
Untuk modernisasi 1 frigate
Yani (Van Speijk)
Caterpllar-
3616
Mesin
diesel
2007-2008
8
Untuk modernisasi 4 frigate
Yani (Van Speijk)
Sumber: SIPRI Arms Transfers Database
Informasi diakses: 09 Agustus 2016: http://www.sipri.org/contents/armstrad/at_data.html.
Catatan: Kolom ‘Jumlah dikirim/diproduksi’ dan ‘Tahun pengiriman’ merujuk pada semua pengiriman sejak permulaan kontrak. Kesepakatan
di mana penerima terlibat dalam produksi sistem persenjataan di-listing secara terpisah. Kolom ‘Keterangan’ menjelaskan informasi tentang
nilai dari kesepakatan yang dilaporkan secara publik.Informasi tentang sumber-sumber dan metode-metode yang digunakan dalam
pengumpulan data, dan penjelasan atas beberapa kebiasaan, singkatan dan akronim bisa dilihat di URL
<http://www.sipri.org/contents/armstrad/at_data.html>.SIPRI Arms Transfers Database selalu di-update seiring dengan informasi baru yang
didapatkan.
H a l a m a n | 106
Prodi Ilmu Hubungan Internasional FISIP UPN”Veteran” Jakarta
MANDALA
Jurnal Ilmu Hubungan Internasional
Vol.1 No.1
Januari- Juni
2017
C. Diplomasi Pertahanan Indonesia
dengan AS 2009-2014
Salah satu momen penting
dalam peningkatan hubungan RI dan
AS di bidang pertahanan adalah
kunjungan Menteri Pertahanan AS
Robert Gates ke Indonesia, pada Juli
2010.Di Jakarta, Robert Gates
bertemu Presiden Susilo B.
Yudhoyono dan Menteri Pertahanan
RI Purnomo Yusgiantoro. Terkait
kunjungannya kali ini,Gates
menyatakan (Gates 2010),
"Pada malam kunjungan
kedua saya sebagai Menteri
Pertahanan Amerika Serikat,
saya memiliki kesempatan
untuk merefleksikan betapa
hubungan AS-Indonesia telah
semakin erat sejak itu, dan
berapa banyak lagi yang bisa
kita lakukan secara bersama
atas nama keamanan dan
kemakmuran bagi kedua
negara kita, maupun untuk
wilayah Asia Pasifik dan
dunia."
Secara faktual kerjasama
pertahanan kedua negara seperti
disebutkan Gates bukan hanya
untuk kepentingan negaranya,
namun lebih luas yakni terciptanya
stabilitas dan keamanan regional,
maupun global. Memang kerjasama
bilateral ini terfokus pada isu-isu
seperti keamanan maritim,
penanganan bencana, ancaman
lingkungan dan lainnya. Sehingga,
hubungan kerjasama ini bisa
meningkatkan saling percaya di
berbagai tingkatan institusi militer,
serta hubungan profesional akan
mudah terjalin antara kedua militer.
Dengan demikian, kedua negara
dapat mengatasi berbagai tantangan
dan ancaman keamanan yang
makin kompleks melalui kerjasama
yang erat.
Tahun 2010 adalah pertama
kalinya Presiden AS Barack Obama
melakukan kunjungan resmi ke
Indonesia setelah terpilih menjadi
presiden pada 2008.Pada November
2010, Presiden Obama dan Presiden
Susilo B. Yudhoyono melakukan
penandatangan perjanjian berjudul
US-Indonesia Comprehensive
Partnership, yang berisi kerjasama
bilateral antara RI dan AS di berbagai
bidang yaitu politik, keamanan,
pendidikan, energi, sosial dan lain-
lain. Saat itu, Duta Besar Indonesia
H a l a m a n | 107
Prodi Ilmu Hubungan Internasional FISIP UPN”Veteran” Jakarta
MANDALA
Jurnal Ilmu Hubungan Internasional
Vol.1 No.1
Januari- Juni
2017
untuk AS Dino Patti
Djalalmengatakan bahwa kemitraan
kedua negara ini menjadi landasan
dasar bagi kesinambungan kerjasama
bilateral di masa mendatang (Asia
Society, 2010).Ini menandakan bahwa
hubungan kedua negara sudah makin
erat dan saling memahami bahwa
dengan bekerjasama,makakedua
negara dapat mengatasi berbagai
persoalan secara lebih baik.
Untuk memahami lebih jauh
tentang kerjasama keamanan di antara
kedua negara itu, maka salah satu poin
dalam perjanjian ini menyatakan
(Department of State, 2010);
"To strengthen bilateral
defense and security
cooperation through dialogue
and capacity building as
appropriate in areas such as
security sector reform,
training, education, personnel
exchanges, intelligence
exchange, peacekeeping
operations, maritime security,
nuclear safety and security,
humanitarian
assistance/disaster relief
operations, and military
equipment; to work together
under the recently signed
framework arrangement
between the Government of the
Republic of Indonesia and the
Government of the United
States of America on
Cooperative Activities in the
Field of Defense."
Hal ini makin menguatkan bahwa
kerjasama keduanya makin intens dan
meningkat mengingat posisi kedua
negara sebagai negara besar dan
memiliki kepentingan strategis yang
sama terutama untuk menjaga
stabilitas politik dan keamanan di
kawasan Asia Pasifik (Armed Force
Press Service, 2010. Sehingga
Indonesia secara politik dan militer
harus menjadi mitra terdekat bagi AS
yang memiliki kepentingan terhadap
stabilitas di Lautan Hindia, Selat
Malaka, dan kawasan Pasifik Barat.
Jadi poin ini menunjukan bahwa
Indonesia dan AS akan terus
melakukan dialog dalam rangka
memperkuat kerjasama untuk
peningkatan kapasitas (capacity
building) militer dan aparat keamanan
lainnya.
Dalam mempererat hubungan
antara kedua negara, maka kunjungan
pejabat militer AS dan Indonesia terus
dilakukan.Seperti yang dilakukan
H a l a m a n | 108
Prodi Ilmu Hubungan Internasional FISIP UPN”Veteran” Jakarta
MANDALA
Jurnal Ilmu Hubungan Internasional
Vol.1 No.1
Januari- Juni
2017
Panglima Armada Pasifik AS
Laksamana M. Patrick, ketika
melakukan pertemuan dengan
Panglima TNI Laksamana Agus
Suhartono, pada Januari 2011. Dalam
keterangannya tentang kunjungan
Panglima Armada Pasifik AS ini,
Kapuspen TNI Laksamana Muda
Iskandar Sitompul menyatakan bahwa
fokus pembicaraan antara kedua
pejabat militer yakni seputar evaluasi
kerja sama kedua negara terutama di
bidang militer dan pertahanan yang
telah berjalan baik. Dibicarakan pula
upaya peningkatan yang dapat
dilakukan kedua pihak di masa
mendatang, seiring dengan
perkembangan lingkungan strategis
kawasan (Republika, 17/1/ 2011).
Kunjungan ini sangat penting bagi
kedua negara bahwa Indonesia
memiliki peran strategis dalam
stabilitas kawasan regional dan
tentunya Indonesia bisa
menyampaikan keinginan untuk
bekerja sama lebih lanjut dengan
militer AS.
Dalam pertemuan IUSSD IX
di Indonesia tahun 2011 yang dihadiri
Dubes RI untuk AS Dino Patti Djalal
dan Dubes AS untuk Indonesia Scot
A. Marciel. Delegasi Indonesia
dipimpin Direktur Jenderal Stategi
Pertahanan Mayor Jenderal Puguh
Santoso mengatakan setelah
penandatanganan US-Indonesia
Comprehensive Partnershiptahun
sebelumnya, telah dibentuk Working
Group on Security (WGS) untuk
membicarakan hal hal spesifik di
bidang keamanan. Puguh Santoso
selanjutnya mengatakan dialog IUSSD
ini dapat menciptakan kemajuan
signifikan yang mendorong
pemahaman lebih baik dan kerjasama
yang lebih luas di bidang pertahanan
antara kedua negara (Kemhan 2012).
Sedangkan Robert Scher sebagai
pimpinan delegasi AS mengatakan
pentingnya kerjasama pertahanan
antara Indonesia dan Amerika Serikat
sebagai bagian dari hubungan yang
kuat secara keseluruhan. Sejumlah isu
diangkat dalam dialog ini yakni selain
isu-isu keamanan regional dan global,
tentunya kerjasama bilateral menjadi
bahasan terutama peningkatan
kerjasama keamanan maritim atau
maritime security (MARSEC), operasi
perdamaian (PKO), bantuan
kemanusiaan dan mitigasi bencana
(HADR) dan lain- lain.
Sementara dalam
sambutannya, Duta Besar RI Dino
H a l a m a n | 109
Prodi Ilmu Hubungan Internasional FISIP UPN”Veteran” Jakarta
MANDALA
Jurnal Ilmu Hubungan Internasional
Vol.1 No.1
Januari- Juni
2017
Patti Djalal mengatakan hubungan
antara RI dan AS saat ini adalah
terbaik terutama setelah
penandatanganan perjanjian US-
Indonesia Comprehensive Partnership
itu. Dino mengatakan kerjasama
bilateral sektor keamanan sudah
beradaptasi dengan sangat baik
dibandingkan sektor lain, khususnya
dalam kecepatan dan substansi
kerjasama (Kemhan, 2012). Sehingga
kerjasama ini perlu mengarah pada
tingkat yang lebih tinggi dan
bagaimana tantangan baru bisa
dihadapi secara bersama.Kehadiran
kedua Duta Besar ini menunjukkan
bahwa kerjasama pertahanan
mendapat perhatian yang serius bagi
kedua negara karena kedua negara
memiliki kesamaan pandangan terkait
isu-isu regional dan global.
Tahun 2012, pertemuan
IUSSD X dilakukan di AS bersamaan
dengan pertemuan Joint Commisison
Meeting (JCM) antara Menlu kedua
negara yaitu Hilary Clinton dan Marty
Natalegawa. Dalam pertemuan IUSSD
setidaknya ada sepuluh isu yang
menjadi bahasan yaitu US rebalance
to Asia Pacific, Indonesia's Dynamic
Equilibrium, kerjasama militer AS-RI,
progress of ADMM/ADMM+
meeting, keamanan perbatasan,
kapabilitas pertahanan, pasukan
perdamaian, penanggulangan bencana,
cyber space dan lainnya (Laporan
Kemhan: 2012). Delegasi AS Peter
Lavoy mengatakan AS memiliki
kesamaan pandangan, nilai-nilai dan
visi dengan RI dalam arah
kebijakannya di dunia khususnya
kawasan Asia Pasifik.Selanjutnya dia
mengatakan dalam hubungan
pertahanan bilateral AS dengan mitra-
mitranya di kawasan ini menempatkan
Indonesia sebagai salah satu negara
prioritas.Hasil dari pertemuan IUSSD
ini yakni AS sangat menghargai
kepemimpinan Indonesia di Asia
Tenggara (ASEAN) terutama dalam
isu Laut Cina Selatan dan lain lain.
Selain itu penyerahan pesawat F-16
agar dapat dipercepat, serta AS akan
membantu Indonesia dalam program
GPOI melalui pemberian hibah
sebesar 8 juta dolar AS untuk pusat
penjaga perdamaian (peacekeeping
center)di Sentul (Sukadis: 2013).
Sedangkan JCM khususnya
Working Group on Security (WGS)
membahas delapan topik yaitu, dialog
rencana pertahanan, percepatan
penyerahan F-16, program
FMS/FMF/IMET dan bantuan
H a l a m a n | 110
Prodi Ilmu Hubungan Internasional FISIP UPN”Veteran” Jakarta
MANDALA
Jurnal Ilmu Hubungan Internasional
Vol.1 No.1
Januari- Juni
2017
Integrated Maritime Surveillance
System (Department of State, 2011),
bantuan kemanusiaan (HADR),
bantuan untuk IPSC (Indonesian
Peacekeeping and Security Center),
kerjasama maritim dan cyber defense.
Dalam dialog JCM ini kedua negara
mengakui kesepahaman bahwa
hubungan pertahanan mengalami
peningkatan dan kualitas, serta penting
untuk lebih ditingkatkan pada masa
datang (Kemhan, 2012). Lebih lanjut
kedua Menlu menyatakan kerjasama
pertahanan RI dan AS dapat
dipertahankan dan bahkan
ditingkatkan serta saling
menguntungkan bagi kepentingan
kedua belah pihak.Kedua Menlu
menyatakan menerima hasil kertas
kerja WGS dan sepakat memajukan
kerjasama bilateral bidang pertahanan
khususnya isu HADR, peacekeeping,
dan dialog keamanan dalam
mendukung perdamaian di tingkat
regional dan global.
Pada tahun 2013, dialog
IUSSD ke-XI dilaksanakan di Jakarta.
Dalam pertemuan ini dihasilkan
beberapa butir antara lain, pihak AS
memberikan penghargaan pada
kemajuan demokrasi dan hukum di
Indonesia, serta peran aktif Indonesia
di Asia Tenggara dalam berbagai isu
keamanan regional (Kemhan, 2013).
Selain itu AS menyadari bahwa
sejumlah negara ASEAN bersama
Jepang, India, Korsel dan RRC sedang
melakukan modernisasi militer secara
sangat intens.Pihak AS menjelaskan
kebijakan rebalancing ke kawasan
Asia Pasifik sebagai fokus utama,
mengingat perkembangan situasi di
kawasan ini sangat berpengaruh
terhadap stabilitas keamanan
dunia.Kebijakan keamanan AS
ditujukan agar dapat meningkatkan
kerjasama pertahanan dengan negara
negara di kawasan ini.Pihak AS
berharap Indonesia bisa membantu
menjelaskan pada negara-negara di
kawasan Asia Tenggara mengenai
sikap dan upaya AS terhadap kawasan
ini (Kemhan 2013). Dalam pertemuan
ini AS menawarkan program capacity
building yaitu Defense Language
Institute (DLI), yakni berupa proyek
pengembangan bahasa Inggris senilai
1,2 juta dolar AS yang akan disalurkan
melalui Office of Defense Cooperation
(ODC) Kedubes AS.
Terjalinnya kerjasama
pertahanan AS dan Indonesia secara
baik menjadi bukti bahwa hubungan
kedua negara semakin erat dan
H a l a m a n | 111
Prodi Ilmu Hubungan Internasional FISIP UPN”Veteran” Jakarta
MANDALA
Jurnal Ilmu Hubungan Internasional
Vol.1 No.1
Januari- Juni
2017
meningkat, walaupun pemerintah
Indonesia sudah berganti dari Presiden
Susilo B. Yudhoyono ke Joko
Widodo. Hal ini dinyatakan oleh
pimpinan delegasi AS dalam
pertemuan IUSSD ke XII, pada
Desember 2014, yaitu forum dialog ini
sebagai bentuk momentum kerjasama
pertahanan yang perlu
dipertahanankan (Kemhan, 2015).
Pemerintah AS menyatakan tetap
berkomitmen untuk melanjutkan
dukungan bagi program IMET, FMF,
DIRI yang selama ini telah berjalan.
Sedangkan delegasi Indonesia
menyatakan bahwa forum IUSDD ini
diharapkan memberikan peluang
untuk memperluas dan merealisasikan
program-program kerjasama
pertahanan kedua negara (Kemhan,
2015).
Adanya peningkatan kerjasama
baik secara kualitas dan kuantitas
dikuatkan oleh pernyataan mantan
Direktur Kerjasama Internasional
(Dirkersin 2011-2014), Brigadir
Jenderal Jan Pieter Ate mengatakan
bahwa IUSDD memiliki dampak
positif bagi kerjasama pertahanan
kedua negara (Jan Ate,
2016).Peningkatan kerjasama ini
sangat erat dikaitkan dengan
perkembangan lingkungan strategis
dan juga perkembangan Indonesia
pasca krisis ekonomi.
D. Pendidikan dan pelatihan
Dilihat aktivitas diplomasi
Indonesia kepada AS dan sebaliknya
melalui sejumlah tawaran kerjasama
AS pada Indonesia selama kurun
waktu 2009-2014, ternyata kerjasama
di bidang pendidikan dan pelatihan
masih mendominasi hubungan
kerjasama pertahanan.Kegiatan
pendidikan dan pelatihan inisangat
berkaitan dengan alutsista TNI yang
sebagian besar berasal dari
AS.Bahkan, data tahun 2004 terlihat
bahwa produsen senjata AS
menyumbang sebesar 34% alutsista
dan peralatan TNI, artinya AS adalah
nomor satu dibanding negara lainnya
(Widjajanto dan Keliat, 2008: 21-22).
Pendidikan dan pelatihan bagi
personel militer Indonesiaagar mereka
dapat mengoperasikan alutsista dan
peralatan militer yang berasal dari AS.
Selanjutnya, Kolonel Inf. Rodon
Pedrason Kepala Prodi Diplomasi
Pertahanan Unhan, mengatakan
pendidikan dan pelatihan di luar
negeri yang diikuti personel TNI
sebagian besar dilakukan oleh institusi
pendidikan militer AS, karena AS
H a l a m a n | 112
Prodi Ilmu Hubungan Internasional FISIP UPN”Veteran” Jakarta
MANDALA
Jurnal Ilmu Hubungan Internasional
Vol.1 No.1
Januari- Juni
2017
adalah penyumbang alutsista terbesar
ke Indonesia dengan kata lain
Indonesia adalah pengguna
persenjataan standar NATO atau AS
[Wawancara Rodon Pedrason, 5
Februari 2016]. Sehingga, sangat logis
kalau Indonesia mengirim para
personel ke AS sebagai pusat
pendidikan terbaik dan sesuai dengan
alutsista yang dimiliki.
Program International Military
and Education Training (IMET),
Combating Terrorism Fellowship
Program (CTFP), dan Foreign
Military Financing (FMF) masih
menjadi primadona dalam kerjasama
pertahanan Indonesia dan AS, yaitu
terlihat dalam Tabel 2 dibawah.
Program IMET adalah program
pengiriman personel militer dan sipil
dalam pendidikan sekolah staf dan
komando, sekolah angkatan perang,
kursus lanjutan perwira, defense
college, dan kursus singkat lainnya.
Tujuan dari pelaksanaan IMET ini
didesain untuk peningkatan
profesionalisme militer, memperbaiki
interoperabilitas antar angkatan,
mendorong reformasi institusi
pertahanan dan memberikan
pengetahuan tentang hubungan sipil-
militer, penyusunan anggaran militer,
dan lainnya. CTFP adalah program
pelatihan kontraterorisme bagi aparat
intelijen dan militer agar dapat
memahami bentuk dan ancaman teror
serta bagaimana melakukan deteksi
terhadap kelompok teror.
H a l a m a n | 113
Prodi Ilmu Hubungan Internasional FISIP UPN”Veteran” Jakarta
MANDALA
Jurnal Ilmu Hubungan Internasional
Vol.1 No.1
Januari- Juni
2017
Tabel 2. Peserta Pendidikan dan Pelatihan di Amerika Serikat 2010-2014
Tahun
Program
2010
2011
2012
2013
2014
ALP
3
2
3
2
2
CTFP
67
22
66
54
26
DHS/USCG
-
4
80
6
29
FMF
45
40
57
57
101
FMS
29
63
126
43
196
GPOI/PKO
57
73
76
49
71
IMET
119
111
48
36
27
Misc.DOD/DOS /Non
SA, UC, JCET
354
1
-
-
800
Regional center
31
59
59
18
45
Section 1206
-
148
-
-
-
Exchange
-
-
4
-
-
Total
705
523
519
269
1297
Diambil dari laporan Foreign Military Training, Report to US Congress, Joint Report
by DoD and DoS, USA, from 2009-2014.
H a l a m a n | 114
Prodi Ilmu Hubungan Internasional FISIP UPN”Veteran” Jakarta
MANDALA
Jurnal Ilmu Hubungan Internasional
Vol.1 No.1
Januari- Juni
2017
Tabel 2 diatas menggambarkan
bahwa kuantitas kerjasama pertahanan
makin meningkat kalau dibandingkan
dari tahun 2010 sebanyak 705 peserta
hingga 2014 (1.297), kecuali pada
2013 (269) terjadi penurunan drastis.
Sejak tahun 2011 hingga 2013 jumlah
peserta turun dari 523 menjadi 269
atau terjadi penurunan dibandingkan
partisipasi tahun 2009 sebesar 819
peserta. Memang data dalam tabel
diatas tidak menjelaskan kenapa
terjadi naik turun, namun secara
umum dapat disimpulkan terjadi
peningkatan kegiatan dari aspek
kualitatif dan kuantitatif berdasarkan
hasil wawancara dengan berbagai
pihak. Yang menarik penurunan
peserta yang drastis pada 2013
mungkin terjadi karena ada kebuntuan
dalam pembicaraan pemangkasan
anggaran pemerintah federal AS
(shutdown) yang dipimpin Presiden
Barack Obama dengan Kongres AS
yang dikuasai Partai Republik.
Sementara itu, pada tahun 2014 terjadi
lonjakan peserta sebanyak 1.297
personel yang mungkin akibat dari
ekses shutdown pada tahun
sebelumnya, artinya peserta yang
mestinya berangkat tahun 2013 sangat
mungkin berangkat pada 2014.
Kesimpulan
Berdasarkan analisis diplomasi
pertahanan selama 10 tahun masa
pemerintahan Presiden SBY, ada
peningkatan kerjasama pertahanan
Indonesia dengan AS baik secara
kuantitas maupunkualitas (Hasil
wawancara, 2015-2016). Kedua
negara menyadari bahwa kerjasama
pertahanan tidak bisa terelakkan
karena situasi lingkungan strategis
yang tidak menentu dankesamaan
kepentingan strategis.
Perkembangan lingkungan
strategis terutamaberasal dari serangan
teroris di AS, Indonesia, serta
sejumlah negara semenjaktahun 2000-
an. Indonesia sendiri mengalami
serangan dari kelompok Jamaah
Islamiyah yang berbasis di Asia
Tenggara. Ancaman terorisme
menjadi isu kepentingan bersama
kedua negara dalam melindungi
keselamatan rakyat dan kedaulatan
bangsa.
Selain itu, isu keamanan
maritim, bencana alam, kontra
terorisme dan operasi stabilitas atau
misi damai(peace keeping operation)
juga menjadi fokus kerja sama
pertahanan kedua negara. Hal ini
mencuat dalam laporan Deplu dan
H a l a m a n | 115
Prodi Ilmu Hubungan Internasional FISIP UPN”Veteran” Jakarta
MANDALA
Jurnal Ilmu Hubungan Internasional
Vol.1 No.1
Januari- Juni
2017
Dephan AS ke Kongres yang
menyatakan bahwa kerjasama
pertahanan dengan Indonesia dinilai
sangat penting. Pasalnya, AS
memandang masa depan politik dan
ekonomi Indonesia memiliki implikasi
langsung pada kepentingan strategis
ASyaitu mengatasi terorisme, menjaga
stabilitas kawasan Asia Tenggara,
menjaga perkembangan demokasi dan
HAM serta peluang bagi pasar ekspor
dan investasi AS (Foreign Military
Training Report, 2010.
Bagi Indonesia, kerjasama
pertahanan ini sangat dibutuhkan guna
meningkatkan kapabilitas pertahanan
sesuai dengan program MEF yang
dicanangkan sejak pemerintahan
SBY. MEF adalah program untuk
membangun postur pertahanan
Indonesia yang diharapkan bisa
rampung pada tahun 2029.
Ketikamelihat dinamika kerjasama
pertahanan antara Indonesia dengan
AS, untuk memenuhi target postur
pertahanan ini nampaknya agak sulit
tercapai jika hanya mengandalkan AS.
Alasannya saat ini AS bukan satu-
satunya sumber alutsista bagi
Indonesia. Selain itu, alutsista buatan
AS terbilang cukup mahal. Meskipun
demikian, jumlah alutsista TNI yang
berasal dari AS memang paling
banyak dibandingkan keseluruhan
negara eksportir senjata lainnya.
Kesimpulan yang diambil
untuk menjawab pertanyaan penelitian
ini tentang diplomasi pertahanan
Indonesia dalam kerjasama pertahanan
kedua negara, yaitu.Pertama, forum
dialog IUSSD, maupun kunjungan
pejabat tinggi dan pertukaran staf
militer adalah sarana yang efektif
dalam pelaksanaan diplomasi
pertahanan karena membicarakan isu-
isu strategis bagi kerjasama kedua
negara. Materi yang dibicarakan
dalam forum dialog IUSSD sangat
terbuka dan transparan. Hampir semua
masalah baik kerjasama bilateral
ataupun perkembangan situasi
regional dan internasional dibicarakan
secara terbuka, informal dan
substantif. Artinya, kedua negara
memahami posisi dan persepsimasing-
masing dalam melihat isu-isu strategis.
Hal ini mempercepat upaya
membangun saling percaya (CBM)
untuk mencapai tujuan bersama.
Kedua negara dalam melihat
isu keamanan dan strategis memiliki
kesamaan pandangan terutama soal
isukontra terorisme, stabilitas
kawasan, konflik internasional,
H a l a m a n | 116
Prodi Ilmu Hubungan Internasional FISIP UPN”Veteran” Jakarta
MANDALA
Jurnal Ilmu Hubungan Internasional
Vol.1 No.1
Januari- Juni
2017
bencana alam, dan keamanan maritim.
Kedua negara memiliki
peluangkerjasama yang bagus dalam
isu-isu tersebut. Alhasil, kegiatan
diplomasi ini sesuai denganapa yang
disebut Cottey dan Forster bahwa hal
yang substantif dalam diplomasi
pertahanan adalah terjadinya
pertemuan reguler untuk
membicarakan isu umum dan
kerjasama spesifik (Supriyatno,
2014:188). Adapun, konsep diplomasi
pertahanan Mihal Marcel
menitikberatkan kerjasama antar
negara di bidang militer dan keamanan
secara global, sehingga kegiatan
diplomasi pertahanan yang dilakukan
Indonesia bisa memenuhi tujuan
nasionalnya yaitu peningkatan
stabilitas dan keamanan nasional dan
regional.
Kedua, faktor kepemimpinan
Presiden SBY sangat menentukan
dalam mempererat hubungan
kerjasama pertahanan kedua negara.
Presiden SBY mempunyai latar
belakang militer sehingga sangat
paham apa yang harus
dilakukan[wawancara, 2016]. Adapun,
SBY memiliki kebijakan luar negeri
"thousand friends, zero enemy" yang
cenderung ingin bersahabat dengan
semua negara. Salah satu hal penting
yang dicapai pada masa pemerintahan
SBY ialah penandatanganan
kesepakatan Framework Arrangement
on Cooperative Activities in the field
of Defense between Indonesia and U.S
Department of Defense dan US-
Indonesia Comprehensive Partnership
tahun 2010. Kesepakatan tersebut
adalah bentuk kemitraan bilateral
paling tinggi dalam kerjasama
pertahanan dan keamanan dan
kerjasama di bidang lainnya. Bahkan,
di tingkat pejabat tinggi pertahanan
terjadi beberapa kali interaksi dalam
rangka saling mengunjungi (high
official visit). Semua itu menunjukkan
kehangatan hubungan di antara kedua
negara.
Ketiga, melihat intensitas,
bentuk dan kualitas kerjasama
pertahanan antara Indonesia dan AS
maka periode kedua (II) pemerintahan
SBY bisa disebut sebagai masa terbaik
karena kerjasama pertahanan
meningkat sangat pesat. Sesuai dalam
pembahasan analisis dapat dinyatakan
bidang pendidikan dan pelatihan
(diklat) merupakan porsi terbesar
dalam kerjasama pertahanan. Namun,
kesepakatan pembelian alutsista dan
kerjasama industri pertahanan belum
H a l a m a n | 117
Prodi Ilmu Hubungan Internasional FISIP UPN”Veteran” Jakarta
MANDALA
Jurnal Ilmu Hubungan Internasional
Vol.1 No.1
Januari- Juni
2017
banyak dilakukan. Pada saat itu belum
ada upaya untuk melakukan
pembelian alutsista diluar skema FMS
dan FMF. Alasannya adalah karena
tidak adanya kebijakan yang
sustainable dan jelasdari Indonesia
terkait pembelian alutsista dari AS.
Selain itu, skemaoffsetbelum
dilakukan dalam pembelian dengan
mekanisme FMS karenatergantung
dari komitmen pemerintah Indonesia.
Namun, kerjasama industri pertahanan
dalam hal offsetini bisa dilakukan
karena Indonesia sudah memiliki
pijakan hukum yakni UU No. 16 tahun
2012 tentang industri pertahanan.
Keempat, berdasarkan
analisisdapat disimpulkan bahwa
jumlahpeserta diklat yang berasal dari
militer lebih besar dibandingkan
peserta dari sipil. Hal ini berakibat
pada masih rendahnya kompetensi
pegawai negeri sipil (PNS) di
lingkungan Kemhan sehingga
transformasi dan reformasi pertahanan
belum bergerak maju seperti yang
diharapkan banyak pihak. Artinya,
perlu ada kebijakan dari kedua belah
pihak yakni AS dan Indonesia untuk
lebih berfokuspadapeningkatan
kapasitas bagi kalangan sipil baik dari
PNS, akademisi maupun lembaga
penelitian. Dengan adanya sumber
daya yang mumpuni dibidang
pertahanan maka diharapkan dapat
berkontribusi langsung pada hubungan
sipil-militer yang ideal serta adanya
transparansi dalam penyusunan
kebijakan dan anggaran.
DAFTAR PUSTAKA
Buku dan makalah
Acharya, A.(2001), Constructing a
Security Community in South
East Asia: ASEAN and the
Problem of Regional Order,
London: Routledge.
Anwar, S. (Mayjen. purn),
Meningkatkan Kapasitas dan
Peran diplomat Pertahanan
untuk membangun Pertahanan
yang Tangguh; Jurnal
Pertahanan, Mei 2012, Volume
2, No. 2: UNHAN.
Anwar, DF, (2005), Indonesia at
Large, Democratization,
Foreign Policy, Jakarta: The
Habibie Center
Art, R. and Robert Jervis, eds. (2005),
International Politics:
Enduring Concept and
Contemporary Issue, US:
Pearson.
H a l a m a n | 118
Prodi Ilmu Hubungan Internasional FISIP UPN”Veteran” Jakarta
MANDALA
Jurnal Ilmu Hubungan Internasional
Vol.1 No.1
Januari- Juni
2017
Aspinall, E.,Mietzner, M and Tomsa,
D. eds. (2015), the Yudhoyono
Presidency: Indonesia Decade
of Stability and Stagnation,
Singapore:ISEAS,
Bisley, N. (2009), Building Asia's
Security, London:IISS and
Routledge.
Berridge, GF. (2005),
Diplomacy:Theory and
Practice, NY (USA): Palgrave
McMillan,
Capie, D. and Taylor, B. (2010), The
Shangri-La Dialogue and the
Institutionalization of Defense
Diplomacy in Asia, The Pacific
Review, Vol. 23, No. 3, July
2010.
Cottey, A. and Forster, A.(2004),
Reshaping Defense Diplomacy
: New Role for military
Cooperation and Assistance,
NY and London, (Adelphi
Series) Routledge
Conboy, K. (2008), Intelijen II:
Medan tempur Kedua, Jakarta:
Pustaka Prima.
Denmark, A. (2010), Crafting a
Strategic Vision: a New Era of
US and Indonesia
Relations(paper), Washington
DC:CNAS
Hills, A. (2000), Defense Diplomacy
and Security Sector Reform,
Contemporary Security Policy,
21:1, 46-67, DOI.
Junius, S.(2012), Politik Luar Negeri
Indonesia Masa Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono
terhadap ASEAN2004-2009,
tesis, Jakarta: Universitas
Paramadina
Kardi, K. Marsekal Muda
(purn.),(2009), Permasalahan
Pengadaan dan Perawatan
Alutsista; makalah seminar, 7
Oktober 2009, Jakarta:
LESPERSSI
Marcel, M. (2014), Promoting
Security through Public
Diplomacy, Military Art and
Science, Revista Academei
Fortelor Terestre No.2 (74):
Rumania.
McAslan, H. (2004), Contemporary
US Foreign Policy towards
Indonesia (Thesis for Master
degree in military science), Ft.
Leavenworth, Kansas: US
Army CGSC,
Morgenthau, H.J. (2006), Politics
Among Nations, 7th edition,
NY, USA: McGraw Hill.
H a l a m a n | 119
Prodi Ilmu Hubungan Internasional FISIP UPN”Veteran” Jakarta
MANDALA
Jurnal Ilmu Hubungan Internasional
Vol.1 No.1
Januari- Juni
2017
Muchtar, K. (1989),Diplomasi Ujung
tombak Perjuangan RIM.
Roem,Jakarta : Gramedia.
Nye Jr., J. (2011), The Future of
Power, NY: Public Affairs,
Negroponte, J. (2008),Deputy
Secretary of State Remarks at
USINDO, Washington DC:
USINDO.
Karim, S. (2014), Membangun
Kemandirian Industri
Pertahanan Indonesia, Jakarta:
KPG Gramedia,
Obrien, A. (2005), US-Indonesia
Military relationship, NY
(USA): Council for Foreign
Relations.
Pohan, R. (2001), Menjaga Jembatan
Jakarta - Washington:Dubes
Dorodjatun Kuntjoro-Jakti
1998-2001, Washington DC,
penerbit tidak ada.
Rosenau.,J. ed, (1980),International
Politics and Foreign Policy,
NY and London: Collins
Mcmilan,
Simamora, P. (2013), Peluang dan
Tantangan Diplomasi
Pertahanan, Jogjakarta: Graha
Ilmu
Setiadji A. (2016),Alutsista dan Poros
Maritim Dunia,
Jakarta:Indotech
Serafino, N. (2007),Global Peace
Operations Initiative:
Background and Issues for
Congress, 11 June 2007,
Washington DC, US:CSR
publication.
Sullivan, A.(2014),Strengthening US
and Indonesia Defense Ties
(paper), Washington DC:
CNAS
Syawfie, I. (2009), Aktivitas
Diplomasi Pertahanan
Indonesia dalam Pemenuhan
Tujuan Tujuan Pertahanan
(2003-2008): tesis S2
Universitas Indonesia
Sukadis, B. (2011), Kebijakan Luar
Negeri Australia dalam
Normalisasi Kerjasama
Pertahanan RI dan Australia,
Jakarta: UPN Veteran Jakarta.
Sukadis, B. (2013), Indonesia and US
Defense Relations, in
readingPost Hegemonic
Global Governance, Amherst,
MA, USA: ITD.
Supriyatno, M. (2014), Tentang Ilmu
Pertahanan, Jakarta: Yayasan
Obor
H a l a m a n | 120
Prodi Ilmu Hubungan Internasional FISIP UPN”Veteran” Jakarta
MANDALA
Jurnal Ilmu Hubungan Internasional
Vol.1 No.1
Januari- Juni
2017
Swistek, G. (2012), The Nexus
between Public Diplomacy and
Military Diplomacy in Foreign
Affairs and Defense Policy;
Vol. XI/No. 2 Spring 2012:
Connections: The Quarterly
Journal.
Vaughn, B. (2011), Indonesia:
Domestic, Strategic Dynamic
and US Interests,Washington
DC: Congressional Research
Service (CSR)
Weldes, J. (1996), Constructing
National Interest: No. 2: Sage:
European Journal of
International Relations.
Widjajanto, A. dan Keliat, M. (2008),
Reformasi Ekonomi
Pertahanan Indonesia, Jakarta:
INDEF
The 9/11 Commission Report Final
report of the National
Commission on Terrorist
Attack upon the US; New
York; WW Norton; 2003.
Tim LIPI, eds. (2001), Bara dalam
Sekam: Identifikasi Akar
Masalah dan Solusi bagi
konflik-konflik Lokal di Aceh,
Maluku Papua dan Riau,
Jakarta: LIPI
Laporan Resmi dan Produk
Strategis
Laporan Pelaksanaan IUSSD VIII,
Juni 2010, Kemhan.
Kronologis Singkat Kegiatan IUSSD,
17 April 2012, Subdit Athan,
Ditkersin, Direktorat Jenderal
Strategi Pertahanan,
Kementerian Pertahanan
Laporan Pelaksanaan IUSSD ke-10
dan JCM ke-3 di AS. Kemhan,
2012.
Laporan Pelaksanaan IUSSD ke-XI;
Kemhan, Jakarta, 2013
Laporan Hasil Pelaksanaan Indonesia-
US Security Dialogue (IUSSD)
XII tahun 2014; Kemhan,
2015.
Kerjasama Bidang Pertahanan,
Kemhan, Jakarta, 2010.
Sekilas Hasil-hasil Indonesia-US
Strategic Dialogue, Kemhan;
Jakarta, 2010.
Buku Strategi Pertahanan Indonesia,
Dephan; Jakarta, 2007.
Buku Putih Pertahanan Negara 2008,
Dephan, Jakarta, 2008.
Congressional Record, Military to
Military Cooperation, No. S
735, Februari 2005.
H a l a m a n | 121
Prodi Ilmu Hubungan Internasional FISIP UPN”Veteran” Jakarta
MANDALA
Jurnal Ilmu Hubungan Internasional
Vol.1 No.1
Januari- Juni
2017
Sustaining US Global Leadership of
21th Century Defense": DoD,
Washington, US 2012.
Undang-Undang
UUD 1945
UU No. 3 tahun 2002 tentang
Pertahanan Negara
UU No. 34 tahun 2004 tentang TNI
UU No.97 tahun 1999 tentang
Kementerian Luar Negeri.
Daftar Singkatan
ACSA : Acquisiton
and Cross Service Agreement
ALP : Aviation
Leadership Program
Armabar : Armada
Kawasan Barat
Armatim : Armada
Kawasan Timur
Alutsista : Alat Utama
Sistem Persenjataan
BDD : Bilateral
Defense Dialogue
CARAT : Cooperation
Afloat and Readiness Training
CISMOA :
Communication and Information
Security Memorandum of
Agreement
CTFP : Combating
Terrorism Fellowship Program
Dephan : Departemen
Pertahanan
DHS : Department of
Homeland Security
DoD : Department of
Defense
DoS : Department of
State
DRM : Defense
Resources Management
FMS : Foreign
Military Sales
FMF : Foreign
Military Financing
H a l a m a n | 122
Prodi Ilmu Hubungan Internasional FISIP UPN”Veteran” Jakarta
MANDALA
Jurnal Ilmu Hubungan Internasional
Vol.1 No.1
Januari- Juni
2017
GPOI : Global Peace
Operation Initiative
HADR : Humanitarian
Assistance and Disaster Relieve
IMET : International
Military Education and Training
IMSS : Integrated
Maritime Surveillance System
INL : International
Narcotics and Law Enforcement
Affairs
IUSDD : Indonesia
United States Strategic Defense
Dialogue
JCET : Joint
Combined Exercises Training
Jakumhanneg : Kebijakan
Umum Pertahanan Negara
Kemhan : Kementerian
Pertahanan
MEF : Minimum
Essential Forces
MoD : Ministry of
Defense
NDU : National
Defense University
ODA : Office of
Defense Attach
ODC : Office of
Defense Cooperation
OMP : Operasi
Militer Perang
OMSP : Operasi
Militer Selain Perang
Pothan : Potensi
Pertahanan
Strahan : Strategi
Pertahanan
Renhan : Perencanaan
Pertahanan
TNI : Tentara
Nasional Indonesia
H a l a m a n | 123
Prodi Ilmu Hubungan Internasional FISIP UPN”Veteran” Jakarta
MANDALA
Jurnal Ilmu Hubungan Internasional
Vol.1 No.1
Januari- Juni
2017
UNHAN : Universitas
Pertahanan
USCG : US Coast
Guard
USPACOM : US Pacific
Command
USARPAC : US Army
Pacific Command
... [11]. In building a strong national defense system in the face of the threat of Covid-19, there are at least 3 things that can be considered, including [33]. ...
Article
Full-text available
National defense is faced with an uncertain changing strategic environment. For this reason, in order for a country to be able to maintain the sovereignty and security of its people, a state defense strategy strategy is needed that is adaptive to all changes and potential threats. The strategy of holding power during the COVID-19 pandemic is different from previous conditions. This study focuses on developing a strategy for deploying defense forces that are appropriate to deal with all these threats. The research uses qualitative methods with data collection techniques from literature studies. The results of the study prove that the concept of a grand strategy which is a universal defense system has principles that are suitable for dealing with increasingly complex threats in the future.
... Singapura saat ini mulai meninggalkan paradigma merkantilisme dalam pengembangan industri pertahanan dan beralih pada paradigma liberalisme, di mana industri pertahanannya berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi melalui ekspor teknologi pertahanan. Sukadis (2017) menggambarkan peran diplomasi pertahanan Indonesia terhadap AS di era kepemimpinan Presiden SBY. Diplomasi pertahanan Indonesia utamanya didorong oleh motif memenuhi program minimum essensial forces (MEF) dalam bentuk pemeliharan dan pembelian alpalhankam. ...
Preprint
Full-text available
Studi pertahanan memiliki pemikiran bahwa inovasi militer suatu negara memiliki kaitan dengan politik luar negeri suatu negara; kemudian memberikan motivasi bagi mereka untuk melakukan diplomasi pertahanan. Namun, masih sedikit akademisi yang memberikan perhatiannya dalam hal industri pertahanan, khususnya berkaitan dengan negara middle power dan new emerging power. Penelitian ini bertujuan menjelaskan hubungan antara faktor-faktor pendorong dengan kebijakan Indonesia dalam melakukan kerjasama industri pertahanan dengan Turki. Temuan penelitian ini adalah partisipasi sipil dalam inovasi militer dan kepentingan nasional strategis merupakan faktor penting yang mendorong kerjasama tersebut. Kerjasama Indonesia-Turki meliputi riset dan pengembangan, produksi dan pemasaran bersama beberapa alat peralatan pertahanan dan keamanan. Penelitian ini menggunakan konsep inovasi militer dan diplomasi pertahanan dan melihat bahwa Indonesia mengejar agenda kemandirian teknologi pertahanan. Untuk itu, Indonesia mulai melebarkan relasi pertahanan di luar mitra tradisionalnya. Kata kunci: kerjasama, industri pertahanan, partisipasi sipil, kepentingan nasional strategis, diplomasi pertahanan.
Article
As of October 29, 2020, WHO stated that Covid-19 had infected more than 43 millionpeople worldwide with 400 thousand new cases every day and had caused more than 1 millionpeople to die. The Covid-19 pandemic has changed the nations’ views of security concept and hasimplications for global and regional communities’ defence diplomacy. This paper uses a contentanalysis research method based on Mayring's theory and focuses on defense diplomacyimplemented by 10 regional security organizations in the world based on Bailes and Cottey’s work,namely AU, Arab League, ASEAN, APEC, CARICOM, EU, OAS, OIC, SADC, and NATO.From the analysis of related content, it can be concluded that the Covid-19 pandemic hasimplications toward the form of defense diplomacy carried out by international organizations.Defense diplomacy carried out during the pandemic focused on the commitment and assistancemade to reduce the spread of Covid-19 and the nations’ economic recovery in the form of healthdiplomacy and economic diplomacy. This is in line with the complexity in the concept of securityand the variety of areas of cooperation that can be accomplished in the concept of defense diplomacy.Keywords: Covid-19 pandemic, defence diplomacy, security, regional organizations
Article
Full-text available
p>Tujuan penelitian ini membahas mengenai kebijakan Negara terkait perkembangan dan revitalisasi Industri Pertahanan Indonesia dari masa ke masa. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, tipe penelitiannya menggunakan kajian komprehensif analitis dan pendekatannya normatif analitis. Pemerintah memberikan perhatian kepada industri pertahanan dalam negeri dengan membentuk tim, dewan dan badan yang pada prinsipnya untuk mempercepat pembangunan industry pertahanan nasional. Pembentukan tim, dewan, dan badan dilakukan dengan beberapa Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 40 Tahun 1980 tentng Tim Pembina Industri Hankam, Nomor 6 Tahun 1984 tentang Dewan Pembina Industri Strategis, Nomor 44 Tahun 1989 tentang Badan Pembina Industri Strategis, Nomor 56 Tahun 1989 tentang Dean Pembina Industri Strategis, Nomor 64 Tahun 1998 tentang Badan Pengelola BUMN dan Penetapan PT BPIS. Perjalanan industry pertahanan Indonesia mengalami pasang surut sampai akhirnya terjadi krisis pada tahun 1998 seiring dengan krisis eknomi yang melanda Indonesia. Dengan terjadinya krisis, maka pada tahun 2001 dengan memperhatikan banyak BUMN yang tumbang, maka PT BPIS dibubarkan. Kebijakan revitalisasi Industri Pertahanan di awali dengan pembentukan Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) melalui Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2010 disusul dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan. Salah satu amanat Undang-undang terseut adalah pembentukan KKIP yang kemudian dikukuhkan dengan Keppres nomor 59 tahun 2013.</p
Article
The following text is taken from the website of the International Institute for Strategic Studies: "Over the last decade there have been major changes in patterns of international defence diplomacy. Defence diplomacy – peacetime military cooperation and assistance – has traditionally been used for realpolitik purposes of strengthening allies against common enemies. Since the early 1990s, however, the Western democracies have increasingly used defence diplomacy for a range of new purposes. These include strategic engagement with former or potential enemies, in particular Russia and China, encouraging multilateral regional cooperation, supporting the democratisation of civil-military relations and assisting states in developing peacekeeping capabilities. This Adelphi Paper analyses the new defence diplomacy and the policy challenges and dilemmas it poses. The new defence diplomacy runs alongside the old and there are tensions between the two, in particular between the new goal of promoting democracy and the old imperative of supporting authoritarian allies. These tensions cannot easily be resolved, but external defence diplomacy assistance is likely to play a continuing role in supporting conflict prevention, the reform and democratisation of armed forces and the development of peacekeeping capabilities."
Article
The gradual institutionalization of defence diplomacy is becoming an increasingly prominent and potentially important feature of security dialogue in the Asian region. This stands in marked contrast to Asia’s recent history, where across the region multilateral defence or military interactions have traditionally been regarded with suspicion. This article examines the emergence of Asia’s most prominent exercise in defence diplomacy: the Shangri-La Dialogue (SLD). Within a relatively short space of time, this forum has developed into one of the most important opportunities for regional defence ministers and senior military officers to meet and exchange views on security issues. Yet despite its growing standing, the SLD has received virtually no scholarly attention. The article begins by reviewing the origins and development of the SLD, before outlining its operating modalities. It seeks to account for the apparent appeal of the SLD, measured in terms of its capacity to consistently attract high-level representation and favourable reviews. The article explores how the SLD might develop in the future and outlines some of the challenges it faces, including the rise of potentially competing mechanisms for defence diplomacy in East Asia. The article closes by outlining a number of areas for further research.
Building Asia's Security, London:IISS and Routledge
  • N Bisley
Bisley, N. (2009), Building Asia's Security, London:IISS and Routledge.
Crafting a Strategic Vision: a New Era of US and Indonesia Relations(paper)
  • A Denmark
Denmark, A. (2010), Crafting a Strategic Vision: a New Era of US and Indonesia Relations(paper), Washington DC:CNAS Hills, A. (2000), Defense Diplomacy and Security Sector Reform, Contemporary Security Policy, 21:1, 46-67, DOI.
Promoting Security through Public Diplomacy, Military Art and Science
  • S Junius
Junius, S.(2012), Politik Luar Negeri Indonesia Masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terhadap ASEAN2004-2009, tesis, Jakarta: Universitas Paramadina Kardi, K. Marsekal Muda (purn.),(2009), Permasalahan Pengadaan dan Perawatan Alutsista; makalah seminar, 7 Oktober 2009, Jakarta: LESPERSSI Marcel, M. (2014), Promoting Security through Public Diplomacy, Military Art and Science, Revista Academei Fortelor Terestre No.2 (74): Rumania.
Contemporary US Foreign Policy towards Indonesia (Thesis for Master degree in military science)
  • H Mcaslan
McAslan, H. (2004), Contemporary US Foreign Policy towards Indonesia (Thesis for Master degree in military science), Ft. Leavenworth, Kansas: US Army CGSC,
Deputy Secretary of State Remarks at USINDO
  • J Nye
Nye Jr., J. (2011), The Future of Power, NY: Public Affairs, Negroponte, J. (2008),Deputy Secretary of State Remarks at USINDO, Washington DC: USINDO.
US-Indonesia Military relationship
  • A Obrien
Obrien, A. (2005), US-Indonesia Military relationship, NY (USA): Council for Foreign Relations.
  • P Simamora
Simamora, P. (2013), Peluang dan Tantangan Diplomasi Pertahanan, Jogjakarta: Graha Ilmu Setiadji A. (2016),Alutsista dan Poros Maritim Dunia,
Subdit Athan, Ditkersin, Direktorat Jenderal Strategi Pertahanan, Kementerian Pertahanan Laporan Pelaksanaan IUSSD ke-10 dan JCM ke-3 di AS
Kronologis Singkat Kegiatan IUSSD, 17 April 2012, Subdit Athan, Ditkersin, Direktorat Jenderal Strategi Pertahanan, Kementerian Pertahanan Laporan Pelaksanaan IUSSD ke-10 dan JCM ke-3 di AS. Kemhan, 2012.