ArticlePDF Available

Analisis Keterampilan Berpikir Kritis Tipe Kepribadian Thinking-Feeling Dalam Menyelesaikan Soal PISA

Authors:

Abstract

Hasil PISA dalam kompetensi matematika Indonesia tahun 2015 berada pada peringkat 62 dari 70 negara. Soal PISA berhubungan dengan permasalahan konkret, sehingga mampu meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis siswa untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi proses berpikir kritis siswa tipe kepribadian Thinking-Feeling dalam menyelesaikan soal PISA. Jenis Penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif deskriptif. Subjek penelitian adalah 1 siswa tipe kepribadian Thinking dan 1 siswa tipe kerpibadian Feeling kelas IX SMP swasta di Surabaya. Instrumen penelitian terdiri atas tes kepribadian MBTI, soal PISA, dan pedoman wawancara.Hasil penelitian menunjukkan bahwa Siswa Thinking dan Feeling dapat memahami masalah dan kemampuan klarifikasi. Tahap perencanaan siswa kepribadian Thinking dapat memprediksi sedangkan siswa Feeling tidak dapat dalam penyelesaian masalah dengan tepat. Pada tahap membuat kesimpulan siswa Thinking dapat memenuhi indikator tersebut, sedangkah siswa Feeling tidak dapat menunjukkan kemampuan membuat kesimpulan. Proses memeriksa kembali siswa Feeling hanya memenuhi Keterampilan Berpikir Kritis asesmen dan inferensi pada indikator menilai kebenaran langkah pemcehan dan membuat generalisasi. Sedangkan siswa Thinking dapat memenuhi semua kemampuan inferensi dan asesmen. Siswa tipe kepribadian Thinking telah memenuhi semua indikator keterampilan berpikir kritis dalam menyelesaikan soal PISA, sedangkan siswa tipe kepribadian Feeling tidak memenuhi semua indikator dalam menyelesaikan soal PISA.
DOI: http://dx.doi.org/10.24014/sjme.v5i1.6769
Analisis Keterampilan Berpikir Kritis Tipe Kepribadian
Thinking-
Feeling
dalam Menyelesaikan Soal PISA
Ade Miftah Fauzi* , Zainal Abidin
Pendidikan Matematika, STKIP Al Hikmah Surabaya
e-mail: *ademiftahfauzi10@gmail.com
ABSTRAK. Hasil PISA dalam kompetensi matematika Indonesia tahun 2015 berada pada
peringkat 62 dari 70 negara. Soal PISA berhubungan dengan permasalahan konkret, sehingga
mampu meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa untuk memecahkan masalah dalam
kehidupan sehari-hari. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi proses berpikir kritis siswa
tipe kepribadian thinking-feeling dalam menyelesaikan soal PISA. Jenis penelitian yang digunakan
adalah penelitian kualitatif deskriptif. Subjek penelitian adalah 1 siswa tipe kepribadian thinking dan
1 siswa tipe kerpibadian Feeling kelas IX SMP swasta di Surabaya. Instrumen penelitian terdiri atas
tes kepribadian MBTI, soal tes kemampuan berpikir kritis berstandar soal PISA dan pedoman
wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa Thinking dan Feeling dapat memahami
masalah dan memiliki kemampuan klarifikasi. Tahap perencanaan siswa kepribadian thinking dapat
memprediksi sedangkan siswa feeling tidak dapat dalam penyelesaian masalah dengan tepat. Pada
tahap membuat kesimpulan siswa thinking dapat memenuhi indikator tersebut, sedangkah siswa
feeling tidak dapat menunjukkan kemampuan membuat kesimpulan. Proses memeriksa kembali
siswa feeling hanya memenuhi keterampilan berpikir kritis asesmen dan inferensi pada indikator
menilai kebenaran langkah pemecahan dan membuat generalisasi. Siswa thinking dapat memenuhi
semua kemampuan inferensi dan asesmen. Siswa tipe kepribadian Thinking telah memenuhi semua
indikator keterampilan berpikir kritis dalam menyelesaikan soal PISA, sedangkan siswa tipe
kepribadian feeling tidak memenuhi semua indikator dalam menyelesaikan soal PISA.
Keywords : Feeling, Kemampuan Berpikir Kritis, Thinking, Tipe Kepribadian, Soal Berstandar
PISA.
PENDAHULUAN
Evaluasi pendidikan sangat dibutuhkan oleh negara berkembang bahkan negara maju. Hasil
evaluasi digunakan sebagai bahan pertimbangan atau acuan dalam menentukan kebijakan
pendidikan yang mendukung peningkatan kualitas sumber daya manusia yang kompetitif.
Pada abad 21 ini, diperlukan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Faktor
terpenting dalam meningkatkan kualitas SDM adalah pendidikan. Peningkatan kulitas SDM
dimulai dari peningkatakan kualitas pembelajaran dengan menyusun tujuan pembelajaran yang
tepat (Istiyono, Mardapi & Suparno, 2014). Menurut Kurniati, Harimukti & Jamil (2016) SDM
yang berkualitas memiliki pemikiran yang kritis, terstruktur, logis, kreatif dan kemauan untuk
saling bekerja sama secara efektif. Berpikir kritis merupakan keterampilan yang cukup penting
bagi semua sektor pendidikan, sebagaimana yang telah disampaikan oleh Pithers dan Soden
(2000) bahwa:
National governments and employers have argued that it is important for all sectors of education to
prepare individuals who are able to think well and for themselves.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Zoller, Ben-Chaim & Ron (2000) bahwa
mengembangkan keterampilan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran menjadi tujuan utama
Suska Journal of Mathematics Education
(p-ISSN: 2477-4758|e-ISSN: 2540-9670)
Vol. 5, No. 1, 2019, Hal. 1-8
Ade Miftah Fauzi, Zainal Abidin
2 Suska Journal of Mathematics Education, Vol. 5, No. 1, 2019
dalam dunia pendidikan. Untuk itu diperlukan berbagai macam keterampilan, diantaranya adalah
keterampilan berpikir kritis dimana proses belajar diarahkan untuk memperoleh pengetahuan
baru melalui proses pemecahan masalah (Walker, 2005).
Setiap manusia adalah pemikir yang kritis. Johnson (2007) menjelaskan mengenai langkah-
langkah berpikir kritis untuk membantu siswa memahami suatu masalah yaitu (1) menentukan
masalah, (2) menentukan kesalahan dan hasil yang diharapkan, (3) menentukan solusi dan alasan
pendukungnya, (4) menyimpulkan permasalahan tersebut. Keterampilan berpikir kritis
merupakan usaha seseorang dalam mengumpulkan, menafsirkan, menganalisis, mengevaluasi dan
menyimpulkan secara valid (Cukwuyenum, 2013). Menurut Ennis (1996) terdapat 5 indikator
berpikir kritis siswa yaitu basic clarification, the bases of the decision, inference, advance clarification, and
supposition and integration.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut dan indikator serupa yang pernah diterapkan
oleh Abid dan Rahaju (2018), maka peneliti memilih indikator keterampilan berpikir kritis sebagai
berikut.
Tabel 1. Indikator Keterampilan Berpikir Kritis
Keterampilan Berpikir Kritis
Indikator
Kemampuan Klarifikasi
Dapat memahami permasalahan dan informasi yang diketahui
Kemampuan Asesmen
Dapat memberikan alasan yang logis terhadap pemilihan informasi yang
relevan untuk penyelesaian masalah pada setiap langkah yang telah
dilakukan serta alasan yang tepat terkait kesimpulannya
Kemampuan Inferensi
Dapat mengeneralisasi sesuai hasil yang diperoleh secara tepat dengan
membuat kesimpulan secara tepat
Kemampuan strategi
Dapat memprediksi hasil dari langkah yang diusulkan dengan alasan
logisnya
Proses kegiatan belajar mengajar di kelas menjadi unik, karena setiap siswa merupakan
individu unik yang memiliki sifat dan kepribadian yang berbeda-beda. Menurut Sardiman dalam
(Ramalisa, 2013) bahwa proses kegiatan belajar siswa dipengaruhi oleh karakteristik siswa, yaitu :
gaya belajar, latar belakang, proses berpikir, kepribadiam, usia, lingkungan, tingkat kematangan
dan lain-lain. Artinya, salah satu karakteristik yang mempengaruhi kegiatan belajar siswa adalah
kerpibadian.
Katharine Briggs dan Isabel Briggs (Cohen, 2008) merumuskan mengenai tipe kepribadian
menjadi 4 skala preferensi tipe kepribadian yaitu (1) extrovert-introvert (EI) merupakan orientasi
pada dunia luar manusia dan benda ataupun dunia-dalam yang berupa konsep dan ide, (2) feeling-
intuition (SN) menerangkan mengenai persepsi sesuatu yang datang dari pancaindra atau bawah
sadar manusia, (3) thinking-feeling (TF) suatu pendekatan dengan melalui proses yang tidak pribadi,
logis dan subjektif, (4) judging-perceiving (JP) memandang dari derajat fleksibilitas seseorang.
Ramalisa, 2013 menyatakan bahwa tipe kepribadian thinking memiliki keterampilan
berpikir kritis, pada praktiknya lebih menggunakan pikiran secara logis dan analisis yang objektif
dalam mengambil keputusan. Sementara feeling adalah mereka yang melibatkan perasaan serta
nilai-nilai yang digunakan dalam mengambil keputusan. Keterampilan berpikir kritis dapat
diketahui dari keberhasilan siswa dalam memenuhi semua tahapan berpikir kritis saat
memecahkan masalah yang diberikan. Hal ini menujukkan bahwa ada keterkaitan antara tipe
kepribadian siswa dengan keterampilan berpikir kritis siswa, sehingga siswa dengan tipe
kepribadian berbeda akan memiliki keterampilan berpikir kritis siswa yang berbeda pula dalam
menyelesaikan suatu permasalahan, termasuk dalam menyelesaikan permasalahan matematika.
Matematika adalah salah satu bidang ilmu pengetahuan yang berperan penting dalam dunia
pendidikan. Demikian pentingnya, matematika juga disebut Queen of Sciences, ratunya para ilmu.
Penguasaan matematika memerlukan ketertarikan dan ketekunan dalam mempelajarinya. Belajar
matematika dapat membantu meningkatkan kemampuan berpikir logis dan kritis dalam
memecahkan permasalahan. Menyadari betapa pentingnya matematika, kurikulum pendidikan
Analisis Keterampilan Berpikir Kritis Tipe Kepribadian Thinking-Feeling dalam Menyelesaikan Soal PISA
Suska Journal of Mathematics Education, Vol. 5, No. 1, 2019 3
Indonesia mengatur porsi pembelajaran matematika lebih banyak dibandingkan mata pelajaran
lainnya.
Objek kajian matematika berupa konsep, operasi, fakta dan prinsip yang bersifat abstrak.
Dalam kegiatan pembelajaran, diperlukan kesesuaian objek yang dipelajari. Keabstrakan
matematika semakin bisa dipahami dengan memperkaya dan menghubungkan konsep-konsep
yang beraneka ragam. Seperti halnya mempelajari diagram statistika yang di interpretasikan
dengan sebuah gambar yang mewakili diagram tersebut. Hudojo (1988) menyatakan bahwa para
siswa akan lebih mudah mempelajari matematika, jika siswa tersebut telah mengetahui konsep-
konsep yang ada dengan baik. Terdapat beberapa cabang ilmu matematika, diantaranya geometri,
analisis, aljabar dan statistika.
Pentingnya peran matematika dalam kehidupan menjadikan banyak lembaga atau organisasi
yang melakukan survei terhadap prestasi matematika. Salah satu organisasi Internasional yang
fokus menilai tentang kemampuan literasi matematika siswa adalah PISA (Programme for
International Student Assesment). PISA menekankan terhadap kompetensi dan keterampilan siswa
yang diperoleh dari sekolah dan dapat digunakan untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi
dalam kehidupan sehari-hari (OECD, 2010). Soal-soal PISA menuntut kemampuan pemecahan
masalah dan penalaran. Seorang siswa dikatakan dapat menyelesaikan masalah apabila mampu
menerapkan pengetahuan yang didapat sebelumnya ke dalam kondisi baru yang belum dikenal.
Keterampilan ini yang biasa dikenal sebagai keterampilan berpikir kritis.
Kemampuan matematika siswa dalam menyelesaikan soal PISA dibagi menjadi 6 tingkatan.
Secara rinci akan diuraikan ke dalam tabel berikut.
Tabel 2. Enam tingkatan kemampuan matematika dalam PISA
Level
Kompetensi Matematika
1
Siswa dapat menyelesaikan permasalahan umum serta semua informasi yang
relevan dengan pertanyaan yang jelas. Mereka mampu mengidentifikasi
informasi dan menyelesaikan prosedur rutin menurut instruksi eksplisit.
2
Para siswa dapat mengenali situasi dalam konteks yang memerlukan inferensi
langsung. Mereka dapat memilah informasi yang relevan dari sumber tunggal
dan menggunakan cara representasi tunggal. Para siswa pada tingkatan ini dapat
mengerjakan algoritma dasar, menggunakan rumus, melaksanakan prosedur
atau konvensi sederhana. Mereka mampu memberikan alasan secara langsung
dan melakukan penafsiran harafiah.
3
Para siswa dapat melaksanakan prosedur dengan baik, termasuk prosedur yang
memerlukan keputusan secara berurutan. Mereka dapat memilih dan
menerapkan strategi memecahkan masalah yang sederhana. Para siswa pada
tingkatan ini dapat menginterpretasikan dan menggunakan representasi
berdasarkan sumber informasi yang berbeda dan mengemukakan alasannya.
Mereka dapat mengkomunikaikan hasil interpretasi dan alasan mereka.
4
Para siswa dapat bekerja secara efektif dengan model dalam situasi yang
konkret tetapi kompleks. Mereka dapat memilih dan mengintegrasikan
representasi yang berbeda, dan menghubungkannya dengan situasi nyata. Para
siswa pada tingkatan ini dapat menggunakan keterampilannya dengan baik dan
mengemukakan alasan dan pandangan yang fleksibel sesuai dengan konteks.
Mereka dapat memberikan penjelasan dan mengkomunikasikannya disertai
argumentasi berdasar pada interpretasi dan tindakan mereka.
5
Para siswa dapat bekerja dengan model untuk situasi yang kompleks,
mengetahui kendala yang dihadapi, dan melakukan dugaan-dugaan. Mereka
dapat memilih, membandingkan, dan mengevaluasi strategi untuk memecahkan
masalah rumit yang berhubungan dengan model ini. Para siswa pada tingkatan
ini dapat bekerja dengan menggunakan pemikiran dan penalaran yang luas,
serta secara tepat menguhubungkan pengetahuan dan keterampilan
matematikanya dengan situasi yang dihadapi. Mereka dapat melakukan refleksi
dari apa yang mereka kerjakan dan mengkomunikasikannya.
6
Para siswa dapat melakukan konseptualisasi dan generalisasi dengan
menggunakan informasi berdasarkan modelling dan penelaahan dalam suatu
situasi yang kompleks. Mereka dapat menghubungkan sumber informasi
Ade Miftah Fauzi, Zainal Abidin
4 Suska Journal of Mathematics Education, Vol. 5, No. 1, 2019
berbeda dengan fleksibel dan menerjemahkannya. Para siswa pada tingkatan ini
telah mampu berpikir dan bernalar secara matematika. Mereka dapat
menerapkan pemahamannya secara mendalam disertai dengan penguasaan
teknis operasi matematika, mengembangkan strategi dan pendekatan baru
untuk menghadapi situasi baru. Mereka dapat merumuskan dan
mengkomunikasikan apa yang mereka temukan. Mereka melakukan penafsiran
dan berargumentasi secara dewasa.
Sumber : (R Johar, 2012)
Dari hasil survei PISA 2015 (Programme for International Student Assesment), diketahui bahwa
rata-rata kemampuan matematika siswa Indonesia hanya 386 poin, walaupun mengalami
peningkatan dari 375 poin di tahun 2012 (OECD, 2018), namun Indonesia masih berada di
urutan lima terbawah dibanding negara-negara yang ikut berpartisipasi lainnya. Walaupun
demikian, hal ini tentunya menunjukkan adanya potensi besar bagi pendidikan Indonesia untuk
meningkatkan kualitas pendidikan berdasarkan pada hasil-hasil sebelumnya.
Beberapa peneliti telah melakukan analisis mengenai kemampuan siswa Indonesia dalam
menyelesaikan soal berstandar PISA. Kurniati, Harimukti & Jamil (2016) dalam penelitiannya
membahas mengenai kemampuan berpikir tingkat tinggi (HOTs) siswa dalam menyelesaikan soal
berstandar PISA indikator yang digunakan ialah logika dan penalaran, analisis, evaluasi, dan
kreasi. Penelitian ini juga bertujuan menganalis kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal
PISA, namun dibatasi pada satu aspek kemampuan, yaitu kemampuan berpikir kritis. Penelitian
ini difokuskan kepada identifikasi proses berpikir kritis siswa tipe kepribadian Thinking-Feeling
dalam menyelesaikan soal PISA.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian berupa metode kualitatif. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif
deskriptif. Dalam penelitian ini tidak memberikan perlakuan pada obyek yang diteliti, melainkan
menggambarkan kejadian atau fakta, fenomena dan kondisi yang ada.
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik tes dan wawancara. Terdapat dua
tes yang diberikan, yaitu tes kepribadian Mayers-Briggs Type Indicator (MBTI) dan tes kemampuan
berpikir kritis siswa. Tes kepribadian MBTI digunakan untuk menentukan jenis kepribadian yang
dimiliki oleh siswa. Tes ini diberikan kepada 30 orang siswa kelas IX SMP swasta di Surabaya,
yang kemudian dipilih 2 orang siswa, masing-masing berkepribadian feeling dan thinking yang akan
menjadi subjek penelitian. Soal tes kemampuan berpikir kritis ditulis mengikuti standar soal PISA.
Soal diberikan dalam bentuk uraian sesuai indikator kemampuan berpikir kritis matematis, yaitu
basic clarification, the bases of the decision, inference, advance clarification, and supposition and integration.
Pedoman wawancara digunakan untuk mendapatkan informasi yang valid dari proses berpikir
mereka serta mengungkap kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal PISA. Sebelum digunakan,
pedoman wawancara telah divalidasi oleh ahli. Kemudian, mengumpulkan dokumen dan data-
data yang diperlukan untuk mendukung serta menambah kepercayaan suatu penelitian. Terakhir,
data direduksi untuk dianalisis agar sesuai dengan tujuan penelitian penelitian.
HASIL
Pemilihan subjek penelitian dilakukan dengan cara mempertimbangkan hasil tes tipe kepribadian
MBTI thinking-feeling yang terdiri atas 15 nomor dengan masing-masing terdapat pilihan “a” dan
“b”. Apabila yang dipilih a, maka subjek bersifat Thinking. Sebaliknya, jika memilih b, maka subjek
bersifat feeling. Berdasarkan hasil tes tersebut diperoleh data 18 siswa berkpribadian feeling dan 12
siswa berkpribadian thinking. Selanjutnya peneliti memilih 2 subjek penelitian yang terdiri dari 1
siswa tipe kepribadian thinking dan 1 siswa tipe kepribadian feeling.
Pada bagian ini dipaparkan hasil penelitian secara jelas dan detail.
Analisis Keterampilan Berpikir Kritis Tipe Kepribadian Thinking-Feeling dalam Menyelesaikan Soal PISA
Suska Journal of Mathematics Education, Vol. 5, No. 1, 2019 5
Tabel 3. Hasil tes kepribadian MBTI
Nama Siswa
Nilai
Ket.
Agung Firmansyah Djalil
73%
27%
Thinking
Feeling
Wisnu Candra C
40%
60%
Thinking
Feeling
Sumber : Data Olahan Peneliti
Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa tipe kepribadian Thinking telah menggunakan
keterampilan berpikir kritis dalam menyelesaikan soal PISA melalui tahapan memahami masalah
dan mendapatkan informasi yang sesuai dengan masalah, menyusun rencana penyelesaian
masalah, menyelesaikan masalah dan mengecek ulang hasilnya. Hal ini sejalan dengan pendapat
Kief (1999) yang menyatakan bahwa seorang dapat dikatakan mampu berpikir kritis apabila orang
tersebut mengidentifikasi masalah yang dihadapi dan mampu menyusun konsep. Artinya kegiatan
berpikir untuk memperoleh atau menangkap pengertian dari data-data yang telah diketahui. Dari
hasil tersebut terlihat bahwa siswa tipe kepribadian thinking dapat mengidentifikasi hal hal yang
diketahui dari masalah, informasi yang berkaitan dan kecukupan syarat yang diberikan pada tahap
memahmi masalah.
Tabel 4. Hasil Tes Kemampuan Berpikir Kritis Berstandar PISA Topik Statistika
No.
Nama Siswa
Nilai
Ket.
1.
Agung Firmansyah Djalil
90
Thinking
2.
isnu Candra C
75
Feeling
Sumber : Data Olahan Peneliti
Siswa tipe kepribadian feeling memperhatikan lebih detil dan berpikir linear secara urut.
Hasil penyelesaian soal PISA dari 2 lembar soal yang diberikan pada materi statistika untuk
melihat bagaimana keterampilan berpikir kritis yang digunakan oleh siswa dengan tipe
kepribadian feeling. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa kepribadian feeling
dapat menyelesaikan 2 soal PISA yang diberikan dengan memenuhi indikator berpikir kritis yang
ada. Siswa kepribadian feeling juga dapat mengetahui informasi yang relevan dan tidak relevan
beserta dengan pemberian alasan yang rasional terkait pemilihan informasi tersebut. Hal ini sesuai
dengan pendapat Ghufron dan Risnawati (2012) bahwa proses menganalisis masalah, siswa tipe
kepribadian feeling akan mengawali dengan mengerjakan fakta sampai mengerti masalahnya
terlebih dahulu.
PEMBAHASAN
Menurut Glaser (Fisher, 2009) critical thinking sebuah upaya untuk memeriksa setiap jawaban atau
pengetahuan yang didapat dari kesimpulan-kesimpulan lanjutan. Dalam penelitian ini, siswa
dengan kepribadian thinking memeriksa setiap jawaban, pendapat dalam penyelesaian
permasalahan. Hal ini terbukti pada setiap langkah penyelesaian masalah berdasarkan Polya dari
tahap memahami masalah sampai mengecek kembali hasil pemecahan masalah tersebut. Siswa
tipe kepribadian thinking dapat memberi alasan-alasan yang logis atas pendapat maupun argumen
dalam pemecahan masalah (Ramalisa 2013).
Berdasarkan hasil analisis penyelesaian soal berpikir kritis berstandar PISA dan wawancara
dengan siswa berpkepribadian thinking, didapatkan bahwa siswa tersebut mampu menggeneralisasi
sesuai hasil yang diperoleh secara tepat dengan membuat kesimpulan secara tepat dan dapat
meprediksi hasil dari langkah yang diusulkan dengan alasan logisnya.Semua indikator
keterampilan berpikir kritis dipenuhi oleh siswa dengan tipe kepribadian thinking. Namun, siswa
Ade Miftah Fauzi, Zainal Abidin
6 Suska Journal of Mathematics Education, Vol. 5, No. 1, 2019
tersebut masih kurang teliti dalam mengerjakan soal. Untuk itu perlu pemberian latihan yang
kontinu dalam melatih ketelitian siswa.
Siswa dengan tipe kepribadian thinking berada di level 4 kemampuan matematika dalam PISA
berdasarkan pada analisis penyelesaian soal, dimana siswa dapat menggunakan keterampilannya
dengan baik dan mengemukakan alasan dan pandangan yang fleksibel sesuai dengan konteks.
Mereka dapat memberikan penjelasan dan mengkomunikasikannya disertai argumentasi berdasar
pada interpretasi dan tindakan mereka.Untuk masalah 1 siswa dengan tipe kepribadian feeling
dapat mengetahui tentang informasi yang terdapat pada grafik kecepatan mobil meliputi jarak dan
waktunya. Kemudian subjek menyelesaikan 3 permasalahan pada nomor 1 dengan benar. Namun
pada indikator prediksi, subjek feeling tidak dapat memberikan jawaban yang sesuai. Hal ini
menunjukkan bahwa siswa kepribadian feeling cenderung tidak imajinatif, dan lemah dalam
memperkirakan hasil yang akan diperoleh dari langkah yang telah diberikan.
Inferensi sebagai bagian dari pelaksanaan rencana melalui keterampilan berpikir kritis yaitu dapat
menggeneralisasi sesuai hasil yang diperoleh secara tepat dengan membuat kesimpulan secara
tepat. Berdasarkan hasil analisis jawaban siswa. Subjek feeling hanya dapat memenuhi indikator
penyelesaian masalah dengan cara yang tepat dan langkah yang sudah direncakanan. Namun pada
indikator lain subjek feeling belum memenuhi karena tidak didapati keajegan kemampuan
membuat kesimpulan pada masalah yang diberikan.
Siswa dengan tipe kepribadian feeling berada di level 2 kemampuan matematika dalam PISA
berdasarkan pada analisis penyelesaian soal, dimana siswa dapat mengenali situasi dalam konteks
yang memerlukan inferensi langsung dan dapat memilah informasi yang relevan dari sumber
tunggal dan menggunakan cara representasi tunggal. Siswa tersebut mampu memberikan alasan
secara langsung dan melakukan penafsiran harafiah.
Berdasarkan pembahasan dari dua subjek siswa dengan tipe kepribadian thinking dan siswa
tipe kepribadian feeling terdapat persamaan dan perbedaan keterampilan berpikir kritis yaitu
sebagai berikut.
1. Siswa thinking dan feeling dapat memahami masalah. Kedua siswa ini dapat menangkap secara
detail informasi yang relevan pada soal sehingga dapat memunculkan strategi penyelesaian.
2. Pada tahap membuat perencanaan siswa thinking dan feeling dapat memenuhi keterampilan
berpikir kritis inferensi dan strategi di dalam indikator yang telah ditetapkan kecuali pada
indikator membuat prediksi. Kedua siswa ini dapat memberikan alasan disetiap strategi yang
diusulkan, hal ini diperoleh dari hasil wawancara bahwa siswa thinking dan feeling dapat
menentukan serta merepresentasikan dari grafik kecepatan balap mobil terhadap dugaan
jawaban yang benar. Perbedaan yang muncul adalah siswa feeling tidak mampu untuk
membuat prediksi dari langkah yang diusulkan sedangkan subjek thinking mampu
memberikan dugaan tentang strategi yang digunakan dalam membut prediksi terkait
hubungan grafik kecepatan balap mobil terhadap gambar track mobil balap yang terekam
berdasarkan grafiknya.
3. Pada tahap melaksanakan rencana siswa thinking dan feeling dapat memenuhi semua indikator
penyelesaian permasalahan dengan cara yang tepat dan mendapat jawaban yang benar.
Namun, perbedaan yang nampak dari kedua siswa ini adalah siswa feeling tidak dapat
membuat kesimpulan pada masalah 2 dengan tidak memberikan jawaban pada pertanyaan c,
sedangkah siswa thinking dapat memenuhinya. Pada tahap memeriksa kembali kedua siswa
dapat menilai kebenaran dari langkah-langkah yang sudah dilakukan dalam penyelesaian
masalah baik pada masalah 1 maupun masalah 2. Selain itu juga dapat membuat generalisasi
pada langkah yang diusulkan. Namun perbedaan yang nampak pada bagian ini ialah pada
indikator asesmen yaitu dapat memberikan alasan yang logis terhadap pemilihan informasi
yang relevan untuk penyelesaian masalah pada setiap langkah yang telah dilakukan serta
alasan yang tepat terkait kesimpulannya. Siswa Feeling tidak dapat menunjukkan alasan
tentang kesimpulan berdasarkan langkah penyelesaian masalah yang dilakukan. Sedangkan
siswa Thinking mampu memenuhi semua indikator pada tahap ini baik masalah 1 maupun 2
Analisis Keterampilan Berpikir Kritis Tipe Kepribadian Thinking-Feeling dalam Menyelesaikan Soal PISA
Suska Journal of Mathematics Education, Vol. 5, No. 1, 2019 7
SIMPULAN
Penelitian ini mengidentifikasi kemampuan berpikir kritis siswa thinking dan feeling dalam
menyelesaikan soal berstandar PISA. Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah
dipaparkan, maka terdapat perbedaan keterampilan berpikir kritis antara siswa dengan tipe
kerpibadian thinking dan siswa tipe kepribadian feeling. Siswa thinking dan feeling dapat memahami
masalah dan semua kemampuan klarifikasi. Pada tahap perencanaan siswa kepribadian thinking
dapat menunjukkan kemampuan membuat prediksi sedangkan siswa feeling tidak dapat
menunjukkan kemampuan membuat prediksi dalam penyelesaian masalah dengan cara yang tepat.
Pada tahap membuat kesimpulan siswa thinking dapat memenuhi indikator tersebut, sedangkah
siswa feeling tidak dapat menunjukkan kemampuan membuat kesimpulan. pada tahap memeriksa
kembali siswa feeling hanya memenuhi Keterampilan Berpikir kritis asesmen dan inferensi pada
indikator menilai kebenaran langkah pemcehan dan membuat generalisasi. Sedangkan siswa
thinking dapat memenuhi semua kemampuan inferensi dan asesmen.
Hal ini juga membuktikan bahwa walaupun siswa dengan tipe kepribadian thinking
memenuhi semua indikator keterampilan berpikir kritis dalam menyelesaikan soal PISA pada
topik statistika tetapi tidak menjamin siswa ini dapat menyelesaikan semua soal yang ada dengan
tepat dan benar. Dikarenakan siswa kurang teliti dalam menyelesaikan soal tersebut. Sehingga,
diperlukan pemberian latihan soal secara kontinu untuk melatih ketelitian siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Abid, M.M dan Rahaju, E.B. (2018). Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Sma Dalam
Memecahkan Masalah Turunan Ditinjau dari Tipe Kepribadian Sensing Dan Intuitive.
Mathedunesa, 7(2), 340-349.
Amir, M. F. (2015). Proses Berpikir Kritis Siswa Sekolah Dasar dalam Memecahkan. Jurnal Math
Educator Nusantara, 12, 159170.
Chukwuyenum, A.N. (2013). Impact of Critical Thinking of Perfomance in Mathematics Among
Senior Secondary School Studnet in Logos State. Journal of Research & Matode in Education,
3(5), 18-25.
Cohen, J.J. (2008). Learning Styles of Myer-Briggs Type Indicators. A Master's Thesis, School of
Graduate Studies. Indiana : Indiana State University Terre Haute.
Ennis, R.H. (1996). Critical Thinking. New Jersey : Printice Hall Inc.
Fisher, A. (2009). Berpikir Kritis Sebuah Pengantar. Jakarta : Erlangga.
Ghufron, N.M. dan Risnawita, R.. (2012). Gaya Belajar Kajian Teoritik. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar.
Hudojo, H. (1988). Teori Dasar Belajar Mengajar Matematika. Jakarta : Depdikbud.
Istiyono, E., Mardapi, D., & Suparno. (2014). Pengembangan Tes Kemampuan Berpikir Tingkat
Tinggi Fisika (PysTHOTS) Peserta Didik SMA. Jurnal Penelitian Dan Evaluasi Pendidikan,
18(1), 112.
Johnson, E.B. (2007). Contextual Teaching and Learning : what It Is And Why It’s Here to Stay.
Diterjemahkan oleh Ibnu Setiawan, Contextual Teaching & Learning Menjadikan Kegiatan
Belajar-Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna. Bandung : Mizan Media Utama.
Johar, R. (2012). Domain Soal PISA untuk Literasi Matematika. Jurnal Peluang, 1(1), 30.
Kurniati, D., Harimukti, R. & Jamil, N. A. (2016). Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa
SMP di Kabupaten Jember dalam Menyelesaikan Soal Berstandar PISA. Jurnal Penelitian dan
Evaluasi Pendidikan, 20(2), 142-155.
Ade Miftah Fauzi, Zainal Abidin
8 Suska Journal of Mathematics Education, Vol. 5, No. 1, 2019
Kief, J. (1999). Berpikir Apa dan Bagaimana. Surabaya Indah Surabaya.
OECD. 2010. Draft PISA 2012 Assessment Framework. (Online). Tersedia :
http//www.oecd.org/dataoecd/61/15/46241909.pdf. Diakses 01 November 2018.
OECD. 2018. PISA 2015 Focus on Result. (Online). Tersedia : http//www.oecd.org
Pithers, R. T dan Soden, R. (2000). Critical Thinking in Education A Review. Educational Research,
42(3), 237-249.
Ramalisa, Y. (2013). Proses Berpikir Kritis Siswa SMA Tipe Kepribadian Thinking dalam
Memecahkan Masalah Matematika. Edumatica, 03(01), 4247.
Walker, G. H. (2005). Critical Thinking in Asynchronous Discussions. International Journal of
Instructional Technology and Distance Learning, 2(6), 19-21.
Zoller, U., Ben-Chaim, D & Ron, S. (2000). The Disposition toward Critical Thinking of High
School and University Science Students An Inter-Intra Isreaeli-Italian Study. International
Journal of Science Education, 22(6), 571- 582.
... Kepribadian merupakan keseluruhan tingkah laku yang terlihat menonjol pada diri individu. Untuk dapat mengetahui tipe kepribadian seseorang dapat dilakukan dengan melakukan tes MBTI (Myers Briggs Type Indicator) (Aprilia, 2021;Fauzi & Abidin, 2019;Putri, 2022). Berdasarkan teori Carl Jung, tes kepribadian ini dikelompokkan menjadi empat skala preferensi, (Ayu, 2021;Fahira et al., 2023;Nainggolan et al., 2022;Putri & Masriyah, 2020;Rabbani et al., 2022) diantaranya (1) introvertextrovert (cara individu memusatkan perhatian), (2) sensingintuising (cara individu memperoleh informasi), (3) thinkingfeeling (cara individu mengambil keputusan), (4) judgingperceiving (cara individu mengamati dan menilai). ...
... Selain itu, hal tersebut juga berakibat pada indikator-indikator selanjutnya yang tidak dapat dipenuhi juga yaitu indikator mengenal dan memecahkan masalah, menyimpulkan serta mengevaluasi. Hal ini sejalan dengan temuan penelitian sebelumnya (Aprilia, 2021;Ayu, 2021;Fahira et al., 2023;Fauzi & Abidin, 2019;Nainggolan et al., 2022;Putri & Masriyah, 2020;Putri, 2022;Rabbani et al., 2022) bahwa siswa dengan tipe kepribadian ISFJ belum mampu indikator berpikir kritis disebabkan pada ketidakmampuan siswa dalam mengidentifikasi informasi yang terdapat pada permasalahan 572 Khansa Faizah, Ria Sudiana, Fakhrudin ...
... Ini dapat dikatakan bahwa siswa telah memenuhi indikator evaluasi dengan menghitung ulang kembali soal dan mengoreksi jawaban yang salah. Hal ini sejalan dengan temuan penelitian sebelumnya (Aprilia, 2021;Ayu, 2021;Fahira et al., 2023;Fauzi & Abidin, 2019;Nainggolan et al., 2022;Putri & Masriyah, 2020;Putri, 2022;Rabbani et al., 2022) bahwa siswa dengan kepribadian ENTP mampu menunjukkan pemikiran kritis karena kesadaran siswa dalam menghasilkan ide dari setiap permasalahan yang diberikan ...
Article
Full-text available
Tipe kepribadian siswa yang beragam cenderung memberikan dampak terhadap kemampuan berpikirnya, khususnya pada berpikir kritis. Oleh karena itu, Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana menganalisis kemampuan berpikir kritis siswa dalam menyelesaikan soal matematika ditinjau dari tipe kepribadian Myer Brigss Type Indicator (MBTI). Untuk menjawab permasalahan, kami menggunakan penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Kami melibatkan 2 subjek diambil berdasarkan dimensi sensing – intuition dari kelas MAN 1 Kota Cilegon pada semester genap tahun pelajaran 2023/2024 dengan menggunakan teknik purposive sampling. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket, tes, dan wawancara. Untuk memastikan keabsahan data, kami menggunakan triangulasi teknik. Teknik analisis data meliputi, data deskripsi hasil tes tertulis dan hasil wawancara, dianalisis dari hasil tes tertulis dan hasil wawancara, kemudian ditarik kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa intuition memiliki kemampuan berpikir kritis lebih baik daripada siswa sensing
... Analisis adalah pertanyaan yang memerlukan siswa untuk berpikir kritis dan mendalam, mengemukakan suatu kesimpulan dengan cara mencari dan mengidenti ikasi masalah yang muncul. (Fauzi, A. M., & Abidin, Z. 2019) Sentesis adalah penyatuan unsur-unsur atau bagian-bagian ke dalam suatu bentuk yang menyeluruh. Berpikir sentesis merupakan salah satu langkah untuk meningkatkan kreativitas seseorang (Yudha, K. 2016). ...
Article
Full-text available
This study analyzes the Aqidah Akhlak curriculum in Madrasah Ibtidaiyah using philosophical, theological, psychological, and sociocultural foundations. The research aims to evaluate the effectiveness of a thematic approach in teaching moral and faith values. This study employs content analysis methodology and interviews with teachers as the research design. The findings indicate that the thematic approach aids students in understanding and recalling moral principles, but there are shortcomings in practical application and comprehensive evaluation. Key findings suggest that improvements in teacher training and the use of information technology can enhance the effectiveness of this curriculum. The implications of this study contribute to Islamic education literature by highlighting the importance of a more integrated and adaptive approach in teaching religious values at the elementary school level.
... In the 2018 PISA results, Indonesia was placed seventh from the bottom (Lestari & Annizar, 2020). PISA questions require problem-solving abilities and the ability to reason (Fauzi & Abidin, 2019). Therefore, efforts are needed to empower students' critical thinking abilities in learning. ...
Article
Full-text available
Objective: Critical thinking as part of the competency tools for 21st-century positions has a strategy at the Vocational high school in preparing graduates who are competent, ready to work, and have communication and collaboration skills. However, learning media use still needs to be optimal for teachers to support classroom learning to increase students' understanding and facilitate critical thinking skills in the learning process. Therefore, it is necessary to improve the learning system because these problems must provide students with a better learning experience. The research aims to determine students' perceptions regarding opportunities for developing e-modules based on problem-based learning to facilitate critical thinking skills in accounting learning material. Method: Descriptive qualitative, using research instruments like interviews and questionnaires. The research participants were 45 students specializing in accounting. The research results showed that students are very familiar with using digital media, and most students said that learning with digital learning media gave an interesting learning impression. Results: are great opportunities for developing e-modules that students can use for independent learning flexibly. Novelty: E-modules integrated with problem-based learning models aim to empower students' critical thinking skills, especially in accounting material.
... Peserta didik dengan keterampilan berpikir kritis yang baik akan peka terhadap perubahan, baik itu perubahan positif ataupun negatif, serta mempunyai kesiapan hidup di lingkungannya dengan baik. Hal tersebut sesuai dengan yang diungkapakan oleh (Fauzi & Abidin, 2019) yang menyampaikan bahwa seseorang yang berpikiran kritis akan mampu mengatasi segala hal yang dihadapi dikehidupannya. Keterampilan berpikir kritis peserta didik dapat ditingkatkan dengan arahan dan bimbingan guru. ...
Article
Full-text available
This study aims to: (1) produce LKPD-based Project Based Learning that is feasible to improve critical thinking and social skills for grade IV elementary school students (2) produce LKPD-based Project Based Learning that is effective for improving critical thinking for grade IV elementary school students (3) produce LKPD based on Project Based Learning which is effective to improve social skills for fourth grade elementary school students. (4) produce practical Project Based Learning-based worksheets to improve critical thinking and social skills for fourth grade elementary school students. This learning media development research refers to the ADDIE model. The research subjects were fourth grade students of SD Negeri Mojo with a total of 16 students. The research design used one group pretest-posttest. The results showed: (1) that the learning device in the form of a syllabus obtained a validation result of 86.6% and RPP obtained a validation result of 94%. The results of the validation of the pre-posttest instrument were 91.6%. While the results of LKPD validation from media experts are 90%. Based on the calculation of the Likert scale, the validation results enter the very feasible criteria. So it can be concluded that Project Based Learning LKPD to Improve Critical Thinking and Social Skills for Grade IV Elementary School Students is very feasible to use. (2) There is a moderate increase in the acquisition of pretest and posttest scores, classically completeness is only 12.5% with an average pretest of 52.81. The results of the posttest classical completeness score reached 87.5% with an average posttest score of 80.94. Based on the calculation of the N-Gain score, there is an increase of 0.60 and is included in the moderate improvement criteria. (3) Observation of students' communication skills obtained results of 86.6%, participating 91.8%, and sharing 94.4%. Classically obtained an average of 92.18, with very active criteria. (4) The results of the teacher's assessment of the Project Based Learning-Based LKPD to Improve Critical Thinking and Social Skills for Fourth Grade Students scored 92.18% and the average student response questionnaire was 96.5%. From these results, according to the Likert scale calculation which is converted into a percentage, it is included in the very good criteria, which means it is very practical. Thus, it can be concluded that the LKPD Based on Project Based Learning to Improve Critical Thinking and Social Skills for Class IV Students is very practical to be used as a learning medium.
... Matematika merupakan salah satu bidang ilmu pengetahuan yang sangat dibutuhkan dan berperan penting dalam dunia pendidikan bahkan dijuluki sebagai Queen of Sciences, ratunya para ilmu (Fauzi & Abidin, 2019). Peranan matematika sangat penting dalam kehidupan manusia, hal itu dapat dilihat bahwa matematika sudah dipelajari sejak dari jenjang sekolah dasar hingga perguruan tinggi (Fatmawati et al., 2020). ...
Article
Full-text available
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk mendeskripsikan berpikir kritis siswa dalam memecahkan masalah matematika ditinjau dari kemandirian belajar. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VII E SMP Negeri 2 Weleri sebanyak 32 siswa dengan menggunakan purposive sampling terpilih 2 siswa dengan kemandirian belajar tinggi, 2 siswa dengan kemandirian belajar sedang, dan 2 siswa dengan kemandirian belajar rendah. Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini yaitu angket, tes tertulis, wawancara serta dilengkapi dengan dokumentasi. Teknik analisis data yang dilakukan pada penelitian ini yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi. Teknik pemeriksaan keabsahan data dengan menggunakan triangulasi teknik dan triagulasi sumber. Hasil penelitian ini sebagai berikut: (1) siswa dengan kemandirian belajar tinggi memunculkan keenam indikator berpikir kritis yaitu focus, reason, inference, situation, clarity, overview. (2) siswa dengan kemandirian belajar sedang memunculkan empat indikator berpikir kritis yaitu focus, reason, inference, situation. (3) siswa dengan kemandirian belajar rendah hanya memunculkan satu indikator berpikir kritis yaitu focus. (4) Berpikir kritis siswa berkemandirian belajar tinggi lebih baik dari siswa berkemandirian belajar sedang dan rendah dengan rata-rata nilai siswa berkemandirian belajar tingi sebesar 99, siswa berkemandirian belajar sedang rata-rata nilai sebesar 85 dan siswa berkemandirian belajar rendah rata-rata nilai sebesar 27.
... Penelitian ini penting untuk dilaksanakan karena di era Big Data, keterampilan berpikir kritis diperlukan untuk menghadapi tingkat kompleksitas data yang sangat besar. Setiap manusia juga merupakan pemikir kritis, hal yang membedakan adalah karakteristiknya [29]. Maka dari itu penting bagi mahasiswa mengetahui karakteristik dirinya agar dapat merencanakan strategi pembelajaran dan proses regulasi diri sesuai dengan karakteristik mereka sehingga keterampilan berpikir kritis yang mereka miliki dapat meningkat. ...
Article
em>The purpose of this study was to determine the level of conscientiousness and self-regulated learning of university students in the elementary school teacher education study program at Sebelas Maret University. The sample of this study was students from the class of 2022. The data collection technique used is a test. Data analysis used descriptive statistical analysis. The results of this study the self-regulated learning of the class of 2022 students in the elementary school teacher education study program is mostly in the medium category, which is 35%, and critical thinking is mostly in the low category, which is 35%. Based on the non-parametric with Kendall Tau correlation test there is a relationship between self-regulated learning and critical thinking skills, which is 0,000 < 0,05. The research can be used as a reference to measure the correlation between self-regulated learning and the critical thinking of university students. This research also explains that self-regulated learning in students increases, followed by an increase in critical thinking skills.</em
Article
Full-text available
This study aims to determine the effect of the Project Based Learning (PjBL) learning model on students' creative thinking skills on environmental pollution material. This type of research uses Quasi Experimental Design. The population of this study were all grade X students at MA Mu'allimat NWDI Pancor. The sample of this study was determined by Simple Random Sampling technique. Class X B as an experimental class using the Project Based Learning (PjBL) model and class X A as a control class using the lecture method. The research design used is Posttest-Only Control design which has been modified on the posttest value which is not obtained from student test scores after learning, but student creative thinking after learning. Data collection techniques used documentation, LKPD, and flower vase creativity assessment sheets. Data were analyzed using independent t-test analysis. The hypothesis results show that tcount> ttable, namely (2.795> 1.161) which means H0 is rejected and Ha is accepted, so it can be concluded that there is an effect of the Project Based Learning (PjBL) learning model on the Creative Thinking Ability of Class X MA Mu'allimat NWDI Pancor Students.
Article
Full-text available
Beragam kesalahan yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan masalah SPLDV. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk-bentuk kesalahan yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan soal tentang Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV) berdasarkan tahapan analisis Newman Error Analysis. Kami menggunakan pendekatan kualitatif dengan melibatkan siswa SMPIT Rabbani Qur’an School 23 siswa tahun ajaran 2023/2024. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan kombinasi dari hasil tes dan wawancara. Tes digunakan untuk mengidentifikasi kesalahan yang dilakukan siswa, sementara wawancara digunakan untuk mengkonfirmasi kesalahan dan mengetahui penyebabnya. Teknik analisis yang digunakan termasuk reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Berdasarkan hasil analisis kesalahan siswa menggunakan teori Newman, ditemukan bahwa siswa melakukan kesalahan dalam semua tipe kesalahan yang dianalisis yaitu Kesalahan membaca (reading error), Kesalahan memahami (Comprehension error), Kesalahan transformasi (Transformation error), Kesalahan keterampilan proses (Process skill error), dan Kesalahan penulisan jawaban akhir (Encoding error).
Article
The critical thinking skills of students in Indonesia are still low. This is attributed to teachers emphasizing solving mathematical problems with given formulas. Therefore, the PISA framework's space and shape content was used in this study to test students' abilities to identify similarities and differences in different objects, analyze the components of objects, and recognize different dimensions and representations. This research aims to describe and obtain students' cognitive knowledge at each stage of the mathematical critical thinking ability in working on PISA's space and shape content framework problems. The five indicators of mathematical critical thinking skills used are demonstrating problem understanding, explaining arguments according to mathematical concepts, using appropriate problem-solving methods, providing systematic modeling or explanations, and using alternative solutions in problem-solving. This qualitative research employed a grounded theory approach. Data were obtained through self-efficacy questionnaires, critical thinking ability tests on spatial geometry, and interviews. The self-efficacy questionnaire results were analyzed and categorized (high, medium, and low), with two students selected from each category as subjects. The research finding show that the indicator of using alternative solutions in mathematical problem-solving is not fulfilled in all three subject categories, which have high, medium, and low self-efficacy. Another aspect found in this study is the need for optimalization of reflective thinking for critical inquiry (contemplating) with effective communication among students or groups. This is necessary for identifying problems, detecting the correctness and errors of answers, and correcting them to draw accurate conclusions.
Article
Full-text available
Penelitian dilakukan untuk mengembangkan instrumen kemampuan berpikir tingkat tinggi fisika (PhysTHOTS) peserta didik SMA dan mendapatkan karakteristik PhysTHOTS. Kisi-kisi instrumen disusun berdasarkan aspek dan subaspek kemampuan berpikir tingkat tinggi, yang selanjutnya digunakan untuk menyusun item-item. Instrumen terdiri atas dua perangkat tes yang masing-masing memiliki 26 item termasuk delapan anchor item dan telah divalidasi oleh ahli pengukuran, ahli pendidikan fisika, ahli fisika, dan praktisi. Instrumen yang telah divalidasi diujicobakan pada 1.001 siswa dari sepuluh SMAN di Daerah Istimewa Yogyakarta. Data politomus dianalisis menggunakan Partial Credit Model (PCM). Hasil uji coba menunjukkan bahwa semua item sebanyak 44 dan instrumen PhysTHOTS terbukti fit dengan PCM, reliabilitas instrumen sebesar 0,95, indeks kesukaran item mulai -0,86 sampai 1,06 yang berarti semua item dalam kategori baik. Dengan demikian, PhysTHOTS memenuhi syarat digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi fisika peserta didik SMA.Kata kunci: pengembangan instrumen, tes kemampuan berpikir tingkat tinggi, fisika, politomus, dan PCM ______________________________________________________________ DEVELOPING HIGHER ORDER THINKING SKILL TEST OF PHYSICS (PhysTHOTS) FOR SENIOR HIGH SCHOOL STUDENTSAbstrak The objectives of this research were to develop an instrument for measuring senior high school students’ physics higher order thinking skills (PhysTHOTS) and to obtain the characteristics of the PhysHOTS. The instrument blue print was developed based on the aspects and sub-aspects of high order thinking skills, then it was used to develop the items. Two sets of instrument consisting of 26 items and each, including eight anchor items were then validated by promotors, measurement experts, physics specialists, physics education experts, and practitioners. The validated instruments were then tried out on 1,001 students of ten senior high schools throughout Special Province of Yogyakarta. The polytomous data were analyzed according to the Partial Credit Model (PCM). The results show that the 44 items and PhysTHOTS were fit to the PCM, the reliability of the test was 0.95, the items’ difficulty indexes were between -0.86 and 1.06. Therefore, the PhysTHOTS are qualified to measure senior high school students’ physics higher order thinking skills.Keywords: instrument development, physics test of higher order thinking skills, polytomous, and PCM
Article
Full-text available
The California Critical Thinking Disposition Inventory (CCTDI) was used to assess the disposition of Israeli and Italian high school and university science students toward critical thinking. The study sought to establish base-lines for these groups as well as quantifying the differences between two national populations. Significant differences between the Israeli and Italian high school science students in the total score and those of five subscales of the CCTDI have been found, the largest on the OpenMindedness and Self-Confidence subscales. The overall scores of high school and university science students on the CCTDI in both countries were essentially the same, with quite a similar pattern in the corresponding disposition profiles. Although the CCTDI can be reliably used for establishing base-line differences between science student populations, the effect of a specific approach to teaching (e.g. HOCS-orientation vs traditional) on the stability or change of this aspect of critical thinking remains an open question.
Article
Critical Thinking has been one of the tools used in our daily life's to solve some problems because it involves logical reasoning, interpreting, analysing and evaluating information to enable one take reliable and valid decisions. The purpose of the study is to examined the impact of Critical thinking on Performance in Mathematics among Senior Secondary School Students in Lagos State. The study would benefit students and teachers by promoting creativity in solving mathematical problems. Quasi-experimental designs was adopted for the study. Multi-stage sampling were applied to generate a sample of 195 students for the study. Mathematics performance test and Watson-glaser Critical Thinking Appraisal were used for the study. Three hypotheses were formulated and tested using Analysis of covariance. The study revealed that there was a significant difference in Mathematics performance test scores among the experimental groups. The study also found out that there was no significance gender difference in Mathematics performance test . Critical Thinking Skills was also an effective means of enhancing students' understanding of Mathematics concepts. It therefore recommended that in teaching Mathematics in secondary schools, Critical thinking skills should be infuse in the curriculum of teachers education so as to improve students' performance in Mathematics.
Article
This book for teachers and administrators demonstrates how implementing contextual teaching and learning (CTL) at all levels can change students' lives and help them realize their full potential and achieve academic excellence. CTL is based on the philosophy that students learn when they see meaning in academic material, and they see meaning in schoolwork when they can connect new information with prior knowledge and their own experience. The book explains the eight components of the CTL system. Eight chapters focus on: (1) "Why Contextual Teaching and Learning?"; (2) "A Definition: Why CTL Works"; (3) "Making Connections To Find Meaning"; (4) "Self-Regulated Learning and Collaboration"; (5) "Critical and Creative Thinking"; (6) "No One Is Ordinary: Nurturing the Individual"; (7)"Reaching High Standards and Using Authentic Assessment"; and (8) "CTL: A Pathway to Excellence for Everyone." (Contains 148 references.) (SM)
Article
National governments and employers have argued that it is important for all sectors of education to prepare individuals who are able to think well and for themselves. 'Good thinking' and 'thinking well' are commonly used terms bound up with what is called 'critical thinking' in the research literature. Evidence is presented in this paper, however, which suggests that not all students may be good at critical thinking; nor do some teachers appear to teach students 'good thinking' skills. A review of the research literature in this area was undertaken and the methods and conceptions of teaching likely to inhibit and enhance critical thinking are outlined, as well as what is required to improve students' thinking skills. Ways forward in teaching critical thinking, and in helping students to learn to think well and for themselves, are described and discussed.
Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Sma Dalam Memecahkan Masalah Turunan Ditinjau dari Tipe Kepribadian Sensing Dan Intuitive
  • M Abid
  • E B Dan Rahaju
Abid, M.M dan Rahaju, E.B. (2018). Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Sma Dalam Memecahkan Masalah Turunan Ditinjau dari Tipe Kepribadian Sensing Dan Intuitive. Mathedunesa, 7(2), 340-349.
Proses Berpikir Kritis Siswa Sekolah Dasar dalam Memecahkan
  • M F Amir
Amir, M. F. (2015). Proses Berpikir Kritis Siswa Sekolah Dasar dalam Memecahkan. Jurnal Math Educator Nusantara, 12, 159-170.
Berpikir Kritis Sebuah Pengantar
  • A Fisher
Fisher, A. (2009). Berpikir Kritis Sebuah Pengantar. Jakarta : Erlangga.
Teori Dasar Belajar Mengajar Matematika
  • H Hudojo
Hudojo, H. (1988). Teori Dasar Belajar Mengajar Matematika. Jakarta : Depdikbud.