ArticlePDF Available

TINGKAH LAKU AYAM KUB PADA PERBIBITAN AYAM KUB DI KABUPATEN SIGI, PROVINSI SULAWESI TENGAH

Authors:

Abstract

Ayam kampung adalah salah satu ternak yang dipelihara oleh masyarakat desa secara umum karena sistem pemeliharaan tidak terlalu memerlukan input yang besar seperti ayam ras, memiliki kemampuan adaptasi lingkungan yang baik sehingga banyak dipelihara masyarakat pedesaan di Indonesia. Bahkan dibeberapa tempat di pedesaan sistem pemeliharaanya zero input. Informasi tentang tingkah laku ayam KUB yang dipelihara secara intensif dalam kandang maupun secara bebas masih sangat minim, sehingga diperlukan sebuah kajian tentang tingkah laku ayam KUB agar dapat berproduksi maksimal. Tingkah laku dapat merepresentasikan kondisi fisiologis, perasaan serta respon unggas terhadap perubahan kondisi lingkungan sekitarnya. Kajian ini dilaksanakan di salah satu lokasi diseminasi pengembangan Ayam KUB di Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah. Kajian menggunakan metode one zero sampling , pengamatan dilakukan pagi hari (07.00-08.00 WITA) dan sore (16.00-17.00 WITA) selama 7 hari. Populasi ayam KUB yang digunakan dalam kajian ini sebanyak 5 ekor Jantan dan 25 ekor Betina berumur 18 minggu. Hasil pengamatan menunjukkan aktivitas tertinggi pada pagi hari berturut-turut adalah; aktivitas makan (10%), minum (9,9%), bertengger (9,2%), groming (9,2%) lokomosi (7,8%), agonistik (1,7%), kawin (1,4%), eliminasi (1,1) dan istirahat (1,1%), sedangkan aktivitas tertinggi pada sore hari adalah makan (11,8%), minum (9,9%), grooming (8,6%), lokomosi (7,8%), bertengger (7,0%), agonistik (1,3%), eliminasi (0,8%), istirahat (0,8%) dan kawin (0,6%). Disimpulkan bahwa tingkah laku ayam KUB umur 18 minggu secara keseluruhan masih dalam batas normal demi memenuhi tingkat kesejahterannya untuk persiapan berproduksi secara maksimal. Kata kunci : Tingkah Laku, Ayam KUB, one zero sampling .
Jurnal PeternakanVol 16 No 2 September2019 (49-54) ISSN18298729
49
TINGKAH LAKU AYAM KUB PADA PERBIBITAN AYAM KUB
DI KABUPATEN SIGI, PROVINSI SULAWESI TENGAH
WARDI1, M. DEWI 1DANA.B.L. ISHAK1
1Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah
Jl. Poros Kulawi Palu Km 23 No 62 Biromaru Sigi, Palu, Sulawesi Tengah
Email : wardiok1@gmail.com
ABSTRACT
Native chicken is one of the livestock commonly breeding by the villagers because the breeding system does not require large
inputs such as broiler chicken and has good environmental adaptability. Even in some places in the countryside, the breeding
system is zero input. The information about the behavior of KUB chickens that are kept intensively in cages and freely is still very
less. So, the study about the behavior of KUB chickens is needed in order to produce optimal. Behavior can represent the
physiological conditions, feelings, and response of chicken towards changes environmental conditions. This study was conducted
in one of the locations for the dissemination of KUB Chicken development in Sigi Regency, Central Sulawesi Province. The study
used the one zero sampling method, observations were carried out in the morning (07.00-08.00 WITA) and afternoon (16.00-
17.00 WITA) for 7 days. The KUB chicken population that used in this study were 5 males and 25 females that were 18 weeks old.
The result showed that the highest activity in the morning is; eating activity (10%), drinking (9.9%), perch (9.2%), grooming
(9.2%) locomotion (7.8%), agonistic (1.7%), mating (1, 4%), elimination (1.1), and rest (1.1%), while the highest activity in the
afternoon is eating (11.8%), drinking (9.9%), grooming (8.6%), locomotion (7.8%), perch (7.0%), agonistic (1 , 3%), elimination
(0.8%), rest (0.8%), and mating (0.6%). It was concluded that KUB chickens aged 18 weeks as a whole described behavioral
behavior in order to fulfill their level of welfare in preparation for maximum production.
Keywords: Behavior, KUB Chicken, one zero sampling
PENDAHULUAN
Ayam kampung adalah salah satu ternak
yang dipelihara oleh masyarakat desa
secara umum karena sistem pemeliharaan
tidak terlalu memerlukan input yang besar
seperti ayam ras. Bahkan di beberapa
tempat di pedesaan sistem
pemeliharaannya zero input. Ayam
kampung memiliki multifungsi yaitu
sebagai hobi karena suaranya yang merdu,
bahan upacara adat, ternak aduan dan
penghasil daging dan telur (Sartika dan
Iskandar, 2007). Menurut Iskandar et al.,
(1989) ayam kampung memiliki
kemampuan adaptasi lingkungan yang baik
di Indonesia, sehingga ayam ini banyak
dipelihara secara semi intensif dan intensif
di masyarakat.
Badan Litbang Pertanian sebagai
penghasil produk unggulan pertanian
(termasuk ternak), melalui Balitnak telah
melakukan penelitian dan menghasilkan
produk-produk ternak unggul, seperti
ayam Kampung Unggul Balitbangtan
(KUB) dengan keunggulan produksi telur
tinggi yaitu produksi telur hen day 45-50%,
puncak produksi telur mencapai 84% pada
umur ayam 31 minggu, bobot telur pertama
bertelur 30 g/butir, dan akan bertambah
terus sampai 36 g/butir pada akhir bulan
kedua berproduksi (Sartika et al., 2013).
Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia No. 95 tahun 2012 tentang
Kesejahteraan Masyarakat Veteriner dan
Kesejahteraan Hewan Pasal 1 menyebutkan
bahwa kesejahteraan hewan adalah segala
urusan yang berhubungan dengan keadaan
fisik dan mental hewan menurut ukuran
perilaku alami hewan yang perlu
diterapkan dan ditegakkan untuk
melindungi hewan dari perlakuan setiap
orang yang tidak layak teradap hewan yang
dimanfaatkan manusia.
Kesejahteraan sangat berhubungan
dengan terpenuhinya kebutuhan dasar
mahluk hidup. Kesejahteraan unggas
Vol 16 No 2 TINGKAH LAKU AYAM KUB
50
mencakup kesehatan fisik dan mental,
karena itu memberi kesejahteraan pada
unggas berarti memenuhi kebutuhan fisik
dan mental unggas tersebut. Kesejahteraan
sangat berpengaruh terhadap
produktivitasnya (produktivitas unggas
merupakan manifestasi dari pertumbuhan,
perkembangan, produksi telur dan
reproduksi) (Prayitno dan Sugiharto, 2015).
Ewing et al. (1995) dalam Suryana dan
Yasin (2013), membagi tingkah laku
berdasarkan kebutuhan pokok yang
bersifat naluri yaitu: makan, bereaksi,
bergerak, mencari tempat hidup,
berkelompok,berintorial,mempertahankan
diri, bertelur, tidur dan istirahat.
Perilaku unggas adalah refleksi dari
status kesejahteraan mereka pada saat
tertentu, dan itu terkait dengan faktor
internal (fisiologis) dan eksternal
(lingkungan). Beberapa perilaku alami yang
mendukung kesejahteraan, serta perilaku
yang tidak diinginkan, dapat dirangsang
oleh pengayaan lingkungan. Interpretasi
yang benar dari perilaku yang
diekspresikan oleh unggas, termasuk
frekuensi, durasi, dan urutannya, dapat
digunakan untuk memperkirakan
kesejahteraannya (Costa et al., 2012).
Informasi tentang tingkah laku ayam
KUB di kandang sangat minim sehingga
diperlukan sebuah kajian tentang prilaku
ayam KUB untuk mengetahui prilaku ayam
agar tingkat kesejateraan terpenuhi
sehingga dapat berproduksi maksimal.
METODE PENELITIAN
Kajian tingkah laku ayam KUB
dilaksanakan di salah satu lokasi
diseminasi pengembangan ayam KUB di
wilayah desa Bulubente, kecamatan Dolo
Selatan, Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi
Tengah.
Kajian dilaksanakan dengan
mengunakan metode one zero sampling.
Nilai satu diberikan bila ada aktivitas yang
dilakukan dan nol bila tidak ada aktivitas
(Martin dan Batesson, 1988). Data diperoleh
di analisis secara deskriptif. Peubah yang
diamati meliputi aktivitas makan, minim,
eliminasi (membuang kotoran), bertengger,
lokomosi, agonistik, grooming, kawin dan
istirahat pada setiap individu serta dihitung
menggunakan rumus :
Persentase Aktivitas = A/B X 100 %
Ket :
A = Rata-rata nilai perilaku selama
pengamatan
B = Total rata-rata nilai aktivitas perilaku
selama pengamatan.
Pengamatan dilakukan pagi hari (07.00-
08.00 WITA) dan sore hari (16.00-17.00
WITA) selama 7 hari. Populasi ayam KUB
yang digunakan untuk kajian ini sebanyak
5 ekor Jantan dan 25 ekor betina umur
18 minggu.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Kondisi Kadang Ayam KUB di
Desa Bolubete Kec Dolo Selatan Kab. Sigi
Kondisi Kandang Inti Plasma Ayam
KUB Balitbangtang terletak di Desa
Bolubete, Kecamatan Dolo Selatan,
Kabupaten Sigi. Rataan suhu selama kajian
adalah sebesar 29ºC (pagi), 33ºC (siang) dan
29ºC (sore). Terlihat pada Gambar 1 berikut
ini. Rtaan kelembaban udara yang dicacat
setiap pagi dan sore adalah masing-masing
sebesar 82,15% dan 75,6% . Kondisi suhu
dan kelembaban yang tinggi akan
berpengaruh terhadap kondisi dan aktivitas
Ayam KUB.
Perilaku Ayam KUB di Kandang
Pembimbitan di desa Bulubete
Beberapa aktivitas tingkah laku normal
yang biasa dijumpai pada unggas, antara
lain mandi debu (dust bathing), tingkah laku
WARDI, dkk Jurnal Peternakan
51
membuat sarang (nesting), tingkah laku
bertengger (perching) dan berjalan (walking),
tingkah laku mencoker-coker (scratching)
serta tingkah laku agresif atau agonistik.
Tingkah laku ternak merupakan ekspresi
suatu binatang yang disebabkan oleh
semua faktor yang mempengaruhinya
antara lain faktor ekternal dan internal
yang akan mempengaruhi prilaku asli dan
modifikasi. Aktivitas ayam KUB yang
diamati terdiri dari dua macam, yaitu
aktivitas yang berhubungan langsung
dengan aktivitas makan (makan, minum,
BAB, dan bertenger) dan aktivitas yang
memengaruhi aktivitas makan (lokomosi,
grooming, kawin dan istirahat). Pengamatan
dilakukan selama 7 hari di waktu pagi dan
sore hari. Persentase aktivitas Ayam KUB
selama pengamatan pada pagi hari
ditunjukan pada Gambar 1.
Gambar 1. Persentase aktivitas ayam selama pengamatan.
Makan
Tingkah laku makan dipengaruhi oleh
faktor genetik, suhu lingkungan, jenis
makanan yang tersedia dan habitat
(Warsono, 2002). Merujuk pada Gambar 1
memperlihatkan bahwa aktivitas prilaku
ayam KUB terbesar adalah aktivitas makan
sebesar 10%. Berdasarkan laporan Sturkie
(1986) bahwa ayam akan makan pada
keadaan dingin dan tidak makan selama
keadaan panas, karena kebutuhan energi
yang lebih tinggi. Perilaku aktivitas ayam
KUB di pagi hari didominasi oleh aktivitas
yang berpengaruh langsung terhadap
aktivitas makan yang mendukung tingkat
produktivitas Ayam KUB. Persentase
aktivitas Ayam KUB selama pengamatan
pada sore hari sebesar 11,1% ditunjukkan
pada Gambar 2.
Gambar 2. Persentase aktivitas ayam selama pengamatan
Vol 16 No 2 TINGKAH LAKU AYAM KUB
52
Begitu dengan aktivitas membuang
kotoran jarang sekali ditemukan
dikarenakan sering dilakukan pada
menjelang pagi hari (dini hari). Jika terlihat
pada siang hari itupun dalam keadaan stres
karena ada gangguan dari luar kandang.
Aktivitas yang mempengaruhi aktivitas
makan Ayam KUB
Minum
Perilaku minum pada ayam biasanya
dilakukan sambil menenggelamkan paruh
kedalam tempat minum, kemudian dalam
selang beberapa detik ketika ayam
meminum air biasanya ayam tersebut
mengangkat kepala sambil membuka
paruhnya (Mishra et al., 2005).
Aktivitas minum pada ayam KUB pada
kandang relatif tinggi. Hal ini terlihat
dalam persentase 9,9% dari total aktivitas
pada pagi hari. Menurut Nuriyasa (2003)
fluktuasi penyinaran matahari juga akan
memengaruhi iklim mikro dalam kandang
ternak. Penyinaran matahari selama
pengamatan dipagi hari dapat
meningkatkan tingkat stres pada ayam
KUB karena suhu udara dapat mencapai
29ºC. Pemeliharaan ayam KUB dengan
suhu udara kandang yang lebih tinggi dari
kebutuhan optimal akan menyebabkan
ternak mengalami stres panas atau
hipetermia. Untuk mengatasi kondisi
tersebut ayam melakukan aktivitas minum
untuk mengurangi stres panas.
Ayam KUB melakukan aktivitas
minum, hal ini diduga kebutuhan air belum
tercukupi dari bahan pakan yang diberikan.
Keadaan seperti ini harus disediakan
tempat minum di kandang dalam
manajemen pemeliharaan Ayam KUB.
Lokomosi
Lokomosi adalah aktivitas pergerakan
yang dilakukan dari suatu titik ke titik
tertentu. Persentase akitivitas ini sebesar
7,8%. Aktivitas ini biasanya dilakukan
ketika ayam sedang melakukan aktivitas
makan. Gambaran ini memperlihatkan
bahwa ternak sangat menyukai wilayah
yang luas, sehingga pada budidayaayam
KUB memerlukan kandang yang sesuai
dengan kebutuhannya.
Aktivitas lokomosi oleh ayam digunakan
untuk mengeksplor lingkungan sekitarnya
sehingga ayam dapat beradaptasi dengan
lingkungan tersebut. Hal ini sejalan
denganTandiabang (2014) menyatakan
bahwa tingkah laku berjalan sering terlihat
ketika ayam merasa terganggu dengan
adanya keberadaan manusia dan ayam
menjadi waspada.
Grooming
Grooming adalah aktivitas membersihkan
diri atau merawat diri, seperti mematuk
badan, mandi pasir litter alas kandang.
Aktivitas grooming mempunyai nilai
persentase yaitu sebesar 9,2%. Aktivitas ini
biasanya dilakukan ketika Ayam KUB
sedang melakukan setelah makan pada
pagi hari. Aktivitas grooming didominasi
dengan mandi pasir dikandang. Sehingga
dalam managemen pemeliharaan Ayam
KUB sebaiknya dalam kandang disediakan
pasir atau litter dalam kandang.
Aktivitas grooming pada pagi hari sangat
tinggi yaitu sebesar 9,27% dari total
keseluruhan aktivitas. Hal ini dikarenakan
pada pagi hari ayam KUB diberi pakan
sehingga setelah makan biasanya satwa
tersebut melakukan grooming. Aktivitas ini
akan turun pada sore hari menjadi 8,6%,
disebabkan sedang istirahat, dimana jarang
melakukan grooming.
Istirahat
Menurut Mishra et al. (2005) tingkah
laku ini biasa dilakukan ayam ketika dalam
situasi yang sepi dan ayam biasanya
WARDI, dkk Jurnal Peternakan
53
istirahat lebih dari 2 menit. Aktivitas
istirahat memperlihat persentase yang
rendah yaitu sebesar 0,8% dari total
aktivitas sore hari. Rendahnya persentase
aktivitas istirahat bisa diakibatkan oleh
suhu udara lingkungan sekitar. Suhu udara
waktu sore hari sudah menurun (30,8ºC)
akan menyebabkan ayam KUB masih aktif
bergerak. Bozakova et al. (2012)
menyatakan bahwa pengaruh suhu
lingkungan yang tinggi dan peningkatan
konsentrasi amonia menunjukkan semakin
sering tindakan agresif dan jumlah makan,
bertelur, membersihkan bulu, mandi debu
yang rendah.
Aktivitas Agonistik pada Ayam KUB
Aktivitas agonistik adalah aktivitas
dimana Ayam waspada dan siap
menyerang sesama ayam. Aktivitas ini
ditandai dengan ayam saling patuk
mematuk dan kanibal terhadap ternak lain.
Ayam KUB akan mengembangkan bulu
sehingga seluruh tubuh terlihatan penuh
dengan mengepak gepakan sayap. Selain
itu ayam juga bertindak agresif dengan
menyerang, selanjutnya siap menyerang
dengan cara berusaha menancapkan taji
kaki tajam ke dalam ayam yang lain.
Aktivitas agonistik mempunyai
persentase sebesar 1,7% dari aktivitas total
pada pagi hari. Hal ini menujukan bahwa
ayam sedangan kompetisi merebutkan
pakan yang diberikan ke kandang. Selain
aktivitas diatas yang dilakukan ayam
dalam tingkah laku hariannya ternyata
masih ada aktivitas lain yaitu berusaha
bertengger dan berusaha mengali alas
kandang dengan cara mengais litter
kandang. Aktivitas ini merupakan sifat
ayam yang ada di alam liar, sehingga
terkadang masih dilakukan didalam
kadang. Sehingga dalam desain kandang
ayam KUB dibuatkan tempat bertengger.
Tingkah laku agonistik adalah tingkah
laku yang ditunjukkan oleh unggas untuk
mempertahankan diri saat terjadi konflik
sosial antar unggas. Secara umum, agonistic
behaviour pada unggas melibatkan
ancaman, agresi, penaklukan, usaha untuk
menghindar dan kepasifan (sifat apatis).
Dibandingkan dengan unggas betina,
unggas jantan cenderung lebih
memperlihatkan tingkah laku agonistik
terutama terkait dengan usaha
memperebutkan unggas betina untuk
dikawini. Meskipun demikian, unggas
betina juga menunjukkan tingkah laku
agonistik pada kondisi tertentu, misalnya
terkait dengan usaha untuk melindungi
anaknya dan usaha memperebutkan pakan.
Pada unggas yang dipelihara secara
intensif, kanibalisme dapat menjadi
masalah yang serius. Tingkah laku
agonistik sering muncul pada kasus
kanibalisme yang dapat diawali saling
bertengkar dan patuk-mematuk untuk
berebut pakan ataupun karena sifat bawaan
(Prayitno dan Sugiharto, 2015).
Bertengger
Aktifitas bertengger termasuk dalam
salah satu tingkah laku berlindung (shelter
behavior). Pada umumnya ayam akan
mencari perlindungan ketika merasa
datangnya gangguan dari luar
(lingkungan), seperti sinar matahari, angin,
hujan, dan predator seperti serangga. Ayam
akan naik ketempat yang lebih tinggi untuk
bertengger. Umumnya ayam menyukai
duduk dan berdiri di dekat tenggerannya.
Hubungan performa dengan tingkah
laku bertengger biasanya tidak saling
mempengaruhi satu sama lain (Mishra
et al., 2005). Penyediaan tempat bertengger
mengarah pada manfaat kesejahteraan
dalam hal berkurangnya rasa takut dan
agresi serta kondisi tubuh yang lebih baik
(Donaldson dan O’Connell, 2012). Aktivitas
bertengger memperlihat prosentase sebesar
7,0% dari total aktivitas sore hari. Dimana
Vol 16 No 2 TINGKAH LAKU AYAM KUB
54
ayam masih melakukan aktivitas kegiataan
menjelang senja hari.
KESIMPULAN
Aktivitas ayam KUB yang dominan
adalah aktivitas makan dan minum baik
pada pagi hari maupun sore hari sebesar
10% dan 11,8%. Hal ini menunjukkan
gambaran bahwa ayam KUB umur 18
minggu muncul perilaku tingkah laku demi
memenuhi tingkat kesejahterannya untuk
persiapan berproduksi secara maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Bozakova, N., S. Popova-Ralcheva, V.
Sredkova, V.Gerzilov, S. Atanasova, A.
Atanasov, Sotirov and N. Georgieva. 2012.
Mathematical welfare assessment model of
chicken breeder flocks. Bulgarian Journal of
Agricultural Science. 18(2).
Costa, L.S., D.F. Pereira, L.G.F. Bueno and H.
Pandorfi. 2012. Some Aspects of Chicken
Behaviour and Welfare. Brazilian Journal of
Poultry Science. 14(3).
Donaldson, C.J. and N.E. O’Connell. 2012. The
influence of access to aerial perches on
fearfulness, social behaviour and production
parameters in free-range laying hens. Animal
Behaviour Science. 142:1-2.
Iskandar S., B. Wibowo, E. Juarini, A.P. Sinurat
danP. Sitorus. 1989. Budidaya Ayam Buras
di Pedesaan. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan. Bogor.
Martin, P. dan P. Beteson. 1988. Measuring
Behaviour, An Introduction Guide. 2nd Ed.
Cambridge University Press. London.
Mishra, A., P. Kaone, W. Schouten, B. Sprujit, P.
Van Beek, dan J.H.M. Metz, 2005. Temporal
and sequential structure of behaviour and
facility usage of laying Hens In An Enriched
Environment. Poult. Sci. 84:979-991.
Nuriyasa, M. 2003. Pengaruh tingkat kepadatan
ternak dan kecepatan angin dalam kandang
terhadap indeks ketidaknyamanan dan
penampilan ayam pedaging.Majalah Ilmiah
Peternakan. 5(3).
Prayitno, D.S. dan Sugiharto. 2015.
Kesejahteraan dan Metode Penelitian
Tingkah Laku Unggas. Universitas
Diponegoro Press. Semarang.
Sartika, T. dan S. Iskandar. 2007. Mengenal
plasma nutfah ayam Indonesia dan
pemanfaatannya. Balai Penelitian Ternak.
Bogor.
Sartika, T., S. Iskandar dan H. Zainal. 2013.
Seleksi galur betina ayam KUB calon GP
(Grand Parent).Laporan Penelitian Balai
Penelitian Ternak No. Protokol :
1806.010.003/F-02/APBN-2014.
Sturkie, P.D. 1986. Avian Physiology. 5th Ed.
Editted by G.C. Whittow Academic Press.
New York.
Suryana dan M. Yasin. 2013. Studi Tingkah
Laku pada Itik Alabio (Anas platyrhynchos
borneo) di Kalimantan Selatan. Seminar
Nasional Inovasi Teknologi Pertanian.
Tandiabang, B. 2014. Tingkah Laku Ayam Ras
Petelur Fase Layer yang Dipelihara dengan
Sistem Free-Range pada Musim Kemarau.
Fakultas Peternakan. Universitas
Hasanuddin.
Warsono, I.U. 2002. Pola tingkah laku makan
dan kawin burung kasuari (Casuarrius Sp.)
dalam penangkaran di Taman Burung dan
Taman AnggrekBiak. Makalah Pengantar
Falsafah Sains.Program Pascasarjana. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Article
Full-text available
This study aims to determine the effect of five variables characteristic of KUB chicken innovation, including relative advantage, compatibility, complexity, trialability, and observability, on farmers’ perceptions in developing KUB chickens. It consists of four farmer groups in Cereme Taba Village, Lubuk Linggau City. The determination of the study location was taken purposively based on the consideration that Lubuk Linggau City was used for the development of KUB chickens. The study method used descriptive quantitative analysis to obtain 95 members of the farmer groups as respondents. Furthermore, the variables studied were the innovation characteristics and farmers’ perceptions measured by a mathematical model using the score category of each variable and the SIM (Successive Interval Method) program. The results showed that the farmers’ perceptions of the five variables were included in the agree category. It obtains positive support from respondents by looking at the advantages of implementing a technology package on the development of KUB chickens. From an environmental aspect, the development of KUB chickens can reduce household and market waste, especially vegetable waste used as a source of chicken feed. Waste reduction has a positive impact on environmentally friendly pollution.
Article
Full-text available
Brazil is the world leader in broiler production and export. It achieved this position mainly to its excellent supply chain structure and climate, which favor poultry and grain production throughout its territory. Although Brazilian egg production is not as important as broiler production, this segment presents great potential of increasing its share in the global market. However, as elsewhere in the world, Brazilian poultry production faces the challenge to balance two elements within its supply chain: cruelty and productivity. The consumers of the European Union (EU) are very concerned with animal welfare issues. In order to increase its share in the European market, and eventually in the world market, Brazilian poultry producers must understand the effects of production systems on poultry welfare, and try to develop systems that are suited for its climate and other production conditions. There is a consensus that the natural behaviors performed by poultry in intensive production systems allow better welfare. This objective of this review is to present scientific research studies that relate different behaviors to chicken welfare. Poultry behavior is a reflex of their welfare status at a particular moment, and it is related to internal (physiological) and external (environmental) factors. Several natural behaviors that favor welfare, as well as undesirable behaviors, may be stimulated by environmental enrichment. The correct interpretation of the behaviors expressed by poultry, including their frequency, duration, and sequence, may be used to estimate their welfare.
Article
Full-text available
The aim of the present study was to evaluate the mathematical welfare assessment model of New Hampshire breeder flocks reared under different production systems and to examine the effect of welfare improvement during the hot period by dietary supplementation with zinc and vitamin C. For this purpose, changes in poultry behaviour, blood corticosterone concentrations and some biochemical blood indices were determined. Using a mathematical welfare assessment model, the integrated assessment of poultry welfare (PW) of breeders reared indoor on litter was PW=33.33 %. It was based upon statistically significant changes in different behavioral traits, higher blood corticosterone (P<0.001), cholesterol (P<0.001), glucose (P<0.001), triglycerides (P<0.01), com-pared to birds reared in the free-range system. Free range-reared breeders had a PW=60%. The dietary supplementation of 35 mg/kg zinc and 250 mg/kg vitamin C contributed to reduction of the adverse effect of stressors in both rearing systems and to improvement of poultry welfare to PW= 60% in indoor-reared breeders and up to 80% in free range-reared breeders.
Article
Full-text available
Improved housing for laying hens may start from the translation of their behavioral needs into welfare-based design parameters for laying hen houses. The objective of our research was to gain insights into the facility usage and behavioral needs of the hen over 24 h when there are no obvious restraints. Twenty ISA Brown commercial laying hens (Gallus domesticus) that were 18 wk old and not beak trimmed, were accommodated in a pen (4 x 6 m) at 19 + 2 degrees C on a light-dark cycle of 10L:14D. The pen providing nest boxes, drinkers, feeders, perches, sand, and wood shaving was designed to accommodate the hens for the experimental period. Video recordings were made for 10 d. Behavioral analyses were conducted on 5 birds for 5 d. Time spent on each behavior, log survivor analysis of events and inter-event intervals, bout analysis, diurnal pattern in events and bouts, occurrence of behavior in different segments and the corridor of the pen, and sequence analysis were performed to gain insights into the temporal and sequential structures of behavior. Hens spent 97% of the day on nest use, preening, drinking, feeding, still, walking, perching, and resting; 43% on commodity-dependent behavior; and 57% not on commodity-oriented behaviors. Behavioral events were short (around 70% event <2 min) and frequent (around 70% inter-event intervals <40s). The pen corridor was the preferred place for attack, escape, flying, resting, walking, and wing flapping. Feeding-drinking-feeding, preening-resting-preening, scratching-resting-scratching, dust bathing-resting-preening, or dust bathing-resting-wing stretching-dust bathing were the preferred sequences of behavior. Although hens interrupted ongoing behaviors and changed behaviors frequently, they nonetheless clustered behavioral events.
Book
Since the publication of earlier editions, there has been The new edition has a number of new contributors, a considerable increase in research activity ina number who have written on the nervous system, sense organs, of areas, with each succeeding edition including new muscle, endocrines, reproduction, digestion and immu­ chapters and an expansion of knowledge in older chap­ nophysiology. Contributors from previous editions ters. have expanded their offerings considerably. The fourth edition contains two new chapters, on The authors are indebted to various investigators, muscle and immunophysiology, the latter an area journals and books for the many illustrations used. Indi­ where research on Aves has contributed significantly vidual acknowledgement is made in the legends and to our general knowledge of the subject. references. Preface to the 'Third Edition Since the publication of the first and second editions, pathways of birds and mammals. New contributors in­ there has been a considerable increase of research activ­ clude M. R. Fedde and T. B. Bolton, who have com­ ity in avian physiology in a number of areas, including pletely revised and expanded the chapters on respira­ endocrinology and reproduction, heart and circulation, tion and the nervous system, respectively, and J. G. respiration, temperature regulation, and to a lesser ex­ Rogers, Jr. , W. J. Mueller, H. Opel, and D. e. Meyer, who have made contributions to Chapters 2,16, 17, tent in some other areas. There appeared in 1972-1974 a four volume treatise and 19, respectively.
Article
The aim of this trial was to determine the influence of aerial perches on welfare and production parameters in free-range laying hens. Five commercial free-range houses, each containing between 7000 and 8000 birds, were used. Each house and range area was split in half to create two treatments. In half of the house the birds had access to aerial perches (P) and in the other half they did not (NP). Perches were provided from the start of the lay cycle at 16 weeks of age, and remained in place until the end of the lay cycle (at approximately 74 weeks). Behavioural observations took place over two day periods at intervals between 17 and 70 weeks of age. During day 1, tests of fearfulness and observations of aggressive and feather pecking behaviours were performed. In addition, twenty birds per replicate were randomly selected and weight, body condition, feather coverage and resistance to handling were measured. The use of the range area by birds was assessed on day 2. The percentage of eggs laid out of nest boxes (‘floor eggs’) was recorded continuously on three of the farms, and egg quality was assessed from a sample of eggs every 10 weeks across the production cycle on all farms. Access to aerial perches significantly reduced the level of aggression in the slatted and litter areas of the house (P < 0.05). P birds had a significantly lower flight distance from the observer than NP birds (P < 0.05). In addition, NP birds resisted more to being handled than P birds (P < 0.01). P birds were heavier (P < 0.01) and had a greater body condition score (P < 0.05) than NP birds. There was no effect of treatment on feather coverage (P > 0.05), egg quality parameters (all P > 0.05), or the proportion of floor eggs (P > 0.05). In conclusion, these results suggest that the provision of aerial perches in commercial free-range farms leads to welfare benefits in terms of reduced fearfulness and aggression, and improved body condition.
Sinurat danP. Sitorus. 1989. Budidaya Ayam Buras di Pedesaan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan
  • S Iskandar
  • B Wibowo
  • E Juarini
Iskandar S., B. Wibowo, E. Juarini, A.P. Sinurat danP. Sitorus. 1989. Budidaya Ayam Buras di Pedesaan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor.
Measuring Behaviour, An Introduction Guide. 2 nd Ed
  • P P Martin
  • Beteson
Martin, P. dan P. Beteson. 1988. Measuring Behaviour, An Introduction Guide. 2 nd Ed. Cambridge University Press. London.
Pengaruh tingkat kepadatan ternak dan kecepatan angin dalam kandang terhadap indeks ketidaknyamanan dan penampilan ayam pedaging
  • M Nuriyasa
Nuriyasa, M. 2003. Pengaruh tingkat kepadatan ternak dan kecepatan angin dalam kandang terhadap indeks ketidaknyamanan dan penampilan ayam pedaging.Majalah Ilmiah Peternakan. 5(3).
Mengenal plasma nutfah ayam Indonesia dan pemanfaatannya. Balai Penelitian Ternak
  • T S Sartika
  • Iskandar
Sartika, T. dan S. Iskandar. 2007. Mengenal plasma nutfah ayam Indonesia dan pemanfaatannya. Balai Penelitian Ternak. Bogor.
Seleksi galur betina ayam KUB calon GP (Grand Parent)
  • T Sartika
  • S Iskandar Dan
  • H Zainal
Sartika, T., S. Iskandar dan H. Zainal. 2013. Seleksi galur betina ayam KUB calon GP (Grand Parent).Laporan Penelitian Balai Penelitian Ternak No. Protokol : 1806.010.003/F-02/APBN-2014.