Content uploaded by Al Fauzi Rahmat
Author content
All content in this area was uploaded by Al Fauzi Rahmat on Oct 07, 2019
Content may be subject to copyright.
Kompetisi Inovasi Kebijakan Publik “National Governance Days” 2018 | Kategori Pemuda Berwawasan Lingkungan
Penyelenggara: Ilmu Pemerintahan, Universitas Padjajaran, Jatinangor, Jawa Barat, Indonesia.
SUBTEMA: PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DALAM MENGELOLA DAN
MELINDUNGI KELESTARIAN EKOSISTEM LAUT
LITERATE-TOUR: PEMBANGUNAN KAMPUNG WISATA LITERASI DI KAWASAN
WISATA BAHARI
Ruli Desianti, Al Fauzi Rahmat, Hendy Setiawan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
A. Latar Belakang
Indonesia sebagai negara maritim yang 2/3 wilayahnya terdiri dari laut menjadikan
masyarakat Indonesia sangat bergantung pada laut. Dewasa ini, ekosistem laut Indonesia
mengalami kerusakan akibat adanya sampah plastik. Mulai dari kerusakan terumbu karang,
kematian hewan laut, terkontaminasinya seluruh rantai makanan laut (seperti zooplankton,
krustasea atau copepoda, kerang, kepiting, lobster dan ikan), hingga menurunnya kualitas garam
dapur sebagai komoditas penting bagi masyarakat dan industri. Adapun hasil riset Jenna R Jambeck
di tahun 2015 menempatkan Indonesia sebagai penghasil sampah plastik di laut terbesar kedua di
dunia setelah China, yang jumlahnya mencapai angka 187,2 juta ton. Di mana 80% sampah ini
berasal dari darat, seperti yang disampaikan Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar
Pandjaitan dalam republika.co.id (26/10/2017).
Sementara, riset terkini dari Sustainable Waste Indonesia (SWI) seperti yang dilansir dalam
kompas.id (25/04/2018) lalu, menunjukkan bahwa Indonesia menghasilkan lebih dari 45,3 juta ton
sampah per tahun. Yang mana 15,6 juta ton di dalamnya termasuk sampah plastik sebanyak 1,3
juta ton, tak tertangani, terlepas begitu saja ke alam, di darat dan perairan. Adapun sampah plastik
ini merupakan sumbangan dari kota-kota besar di Indonesia, yang salah satunya adalah Kota
Yogyakarta. Di mana berdasarkan data yang penulis rangkum dari Badan Pusat Statistik Daerah
Istimewa Yogyakarta, menunjukkan bahwa jumlah sampah di Kota Yogyakarta dari tahun 2014
hingga 2016 mengalami peningkatan. Peningkatan jumlah sampah secara keseluruhan ini juga
diikuti dengan peningkatan jumlah sampah anorganik termasuk sampah plastik dan diperkirakan
akan terus mengalami peningkatan hingga 10% pada tahun 2017, seperti yang dimuat dalam
republika.co.id (24/06/2017).
Fenomena jumlah sampah yang semakin bertambah dan terbilang sangat fantastik ini
rupanya kembali memperkuat temuan riset delapan tahun silam oleh Tasdyanto (2010), yang
mengunkapkan bahwa pendidikan, status sosial dan status ekonomi masyarakat yang tinggi tidak
Kompetisi Inovasi Kebijakan Publik “National Governance Days” 2018 | Kategori Pemuda Berwawasan Lingkungan
Penyelenggara: Ilmu Pemerintahan, Universitas Padjajaran, Jatinangor, Jawa Barat, Indonesia.
memberikan kontribusi positif terhadap budaya lingkungan yang semestinya. Artinya, meski
dalam situasi sebenarnya seseorang tahu pentingnya menjaga lingkungan, cara mengelola
lingkungan, dan bahaya sampah bagi ekosistem, tetapi tidak semua orang mau untuk berpartisipasi
penuh dalam menjaga lingkungan. Oleh karena itu, penulis menganggap bahwa perlu adanya
metode kampanye lingkungan yang lebih kreatif untuk meningkatkan partisipasi masyarakat
dalam rangka meminimalisir atau menekan laju peningkatan jumlah sampah yang tak terkendali.
B. Identifikasi Masalah
Bentuk respon terhadap permasalahan sampah ini oleh pemerintah diwujudkan dalam
bentuk kebijakan persampahan baik di darat maupun di laut. Mulai dari menetapkan Undang-
Undang Pengelolaan Sampah, aturan plastik berbayar, Bank Sampah, ecobrick, penggunaan
plastik sebagai bahan baku tambahan pembuatan aspal, penjaringan sampah di laut, pemasangan
perangkap sampah di mulut sungai, dan lain-lain. Akan tetapi, beragam kebijakan yang ada hingga
kini belum mampu memecahkan permasalahan sampah, khususnya sampah plastik. Dan
berdasarkan hasil pengamatan penulis, kegagalan kebijakan persampahan ini disebabkan oleh
beberapa faktor.
Pertama, karena perumusan kebijakan yang tidak tepat atau gagal fokus, sehingga pada
proses implementasi kebijakan pun banyak mengalami kendala seperti masalah biaya, teknologi,
dan permasalahan partisipasi semua pihak yang harusnya terlibat dalam upaya pencapaian tujuan
kebijakan tersebut. Hal ini dikarenakan kebijakan persampahan yang ada lebih kepada kebijakan
pengelolaan sampah, yang pada akhirnya malah memunculkan anggapan bahwa perilaku
menghasilkan sampah bukan sebagai suatu masalah karena dapat diolah. Padahal, yang harusnya
menjadi fokus di sini ialah pengurangan jumlah sampah, yaitu dengan meningkatkan partisipasi
masyarakat (sebagai sumber penghasil sampah) dalam mengelola lingkungan.
Kedua, pelayanan persampahan yang masih setengah hati. Hal ini terlihat dari peran
lembaga pengelola sampah khususnya di tingkat Rukun Tetangga yang belum optimal dalam
menjamin terpilihnya sampah sesuai jenis dan sifatnya mulai dari rumah tangga sebagai sumber
sampah itu sendiri. Selain itu, pelayanan persampahan juga lebih digincarkan pada kawasan laut
yang ditetapkan sebagai destinasi wisata yang dianggap mendatangkan keuntungan ekonomi.
Sementara, pada laut-laut yang belum ditetapkan sebagai destinasi wisata, yang berpotensi adanya
penimbunan sampah, belum terjamah atau tidak ada pengawasan.
Kompetisi Inovasi Kebijakan Publik “National Governance Days” 2018 | Kategori Pemuda Berwawasan Lingkungan
Penyelenggara: Ilmu Pemerintahan, Universitas Padjajaran, Jatinangor, Jawa Barat, Indonesia.
Faktor ketiga ialah peran masyarakat yang belum dilibatkan secara penuh. Pemerintah
lebih sering menggandeng perusahaan atau lembaga non pemerintah yang dianggap ahli dan
mempunyai sumber finansial yang cukup. Hal ini menyebabkan masyarakat menjadi acuh atas
kegiatan pemerintah dalam memerangi sampah. Bahkan adanya kebijakan persampahan pun tidak
dapat diterapkan secara maksimal karena tidak adanya rasa memiliki atas kebijakan yang ada, dan
menganggap bahwa kebijakan tersebut tidak bermanfaat bagi masyarakat itu sendiri.
Adapun faktor terakhir sekaligus sebagai faktor utama dalam kegagalan kebijakan
persampahan ialah karena kebijakan persampahan yang hadir lebih terkesan inisiasi dari
pemerintah, bukan berdasarkan inisiasi masyarakat itu sendiri (top-down). Akhirnya, pemerintah
pun kurang jeli dalam proses pemetaan terhadap masalah sampah, sehingga dalam pemberian
treatment pun sering tidak tepat. Kebijakan yang digelontorkan hadir untuk mengatasi
permasalahan sampah yang ada, sementara upaya preventif untuk menekan peningkatan jumlah
sampah ini sering luput dari fokus utama pemerintah. Di sinilah letak urgensi kebijakan yang
penulis tawarkan dalam tulisan ini.
C. Inovasi Kebijakan
Literate-Tour merupakan program atau strategi edukasi lingkungan melalui pembangunan
desa wisata literasi di sekitar kawasan wisata bahari. Program ini sebagai upaya preventif dan
rehabilitatif atas pencemaran ekosistem laut yang dimulai dari kebijakan di darat. Strategi
pengoptimalan peran institusi lokal dalam proses pembangunan dan pengembangan kawasan
wisata bahari ini bertujuan untuk menggerakkan atau meningkatkan partisipasi masyarakat dalam
mengelola lingkungan, yaitu dengan berfokus pada dampak ekonomi lansgung yang dapat
diperolah masyarakat sebagai metode kampanye lingkungan yang dianggap ideal. Dengan kata
lain, jika program ini dapat terealisasi, maka akan berdampak positif terhadap perbaikan kondisi
lingkungan, bernilai ekonomis dan meningkatkan daya saing masyarakat setempat, serta yang
terpenting ialah terjadi perubahan atas perilaku atau budaya lingkungan masyarakat. Adapun
langkah strategis dalam rangka implementasi program ini dapat ditempuh dalam tiga tahap sebagai
berikut.
a. Education and Coaching
Pada tahap awal, masyarakat desa sekitar kawasan wisata bahari akan diberikan pendidikan
ekologi sekaligus pelatihan kewirausahaan (Diklat). Diklat ini terkait pentingnya menjaga
lingkungan, pengenalan terhadap produk-produk hijau, bahaya sampah khususnya sampah plastik
bagi ekosistem laut, cara mendaur ulang sampah, contoh usaha dari hasil pengelolaan sampah, cara
Kompetisi Inovasi Kebijakan Publik “National Governance Days” 2018 | Kategori Pemuda Berwawasan Lingkungan
Penyelenggara: Ilmu Pemerintahan, Universitas Padjajaran, Jatinangor, Jawa Barat, Indonesia.
meningkatkan pendapatan sekaligus edukuasi lingkungan oleh komunitan nelayan, dan lain-lain.
Dan pada akhirnya, output dari kegiatan tersebut ialah terbentuknya home industry, yang penulis
sebut sebagai microba industry yang menerapkan konsep produksi hijau.
b. Branding
Tahap promosi atau branding yang dilakukan terhadap produk-produk hasil karya
masyarakat yang telah melalui tahap pertama. Di mana produk tersebut dipromosikan mulai dari
gerbang utama menuju kawasan wisata bahari, sepanjang perjalanan, hingga di lokasi obyek wisata
bahari.
c. Literate-Tour
Wisata literasi dengan menyediakan co-working space dan co-playing space di sekitar
kawasan wisata bahari dengan desain yang ramah lingkungan dan ramah anak. Adapun petugas
atau karyawan yang ada di dalamnya direkrut dari warga setempat. Sementara, produk yang
diperjualbelikan di kawasan ini merupakan produk hasil karya masyarakat setempat yang telah
mendapat ecolabel dan telah melalui proses pengadaan barang dan jasa publik oleh pemerintah
setempat.
Gambar 1.1 Kampung Wisata Literasi (Literate-Tour) dalam Konsep Ecoturism dan
Colaborative Governance
Sumber: Analisis Penulis
D. Aktor-aktor yang Terlibat dalam Kebijakan
Adapun dalam rangka realisasi program dibutuhkan peran dari institusi lokal, yaitu mulai
dari pemerintah Daerah, Pemerintah Desa, petugas keamanan, petugas kebersihan, civil society,
privat sector, komunitas nelayan, dan masyarakat sekitar kawasan wisata bahari itu sendiri.
Kompetisi Inovasi Kebijakan Publik “National Governance Days” 2018 | Kategori Pemuda Berwawasan Lingkungan
Penyelenggara: Ilmu Pemerintahan, Universitas Padjajaran, Jatinangor, Jawa Barat, Indonesia.
Masyarakat berperan dalam menjaga kebersihan ekosistem laut, menyediakan jasa lingkungan dan
produk-produk ramah lingkungan. Sementara, Pemerintah Daerah dan pemerintah Desa berperan
dalam hal pembuatan kebijakan yaitu menyusun peraturan sebagai bentuk legalitas program,
menentukan indikator ekolabel, membentuk Petugas Pengadaan/Unit Layanan Pengadaan Barang
dan Jasa, memberikan pendidikan dan pelatihan (diklat) bagi petugas keamanan dan kebersihan
untuk proses pengawasan di kawasan wisata, hingga memfasilatasi kegiatan edukasi lingkungan
dan pelatihan kewirausahaan bagi masyarakat setempat.
Adapun petugas keamanan dan petugas kebersihan di sini berperan dalam mengontrol
sekaligus memberikan edukasi lingkungan bagi pengunjung, baik yang dilakukan dengan
sosialisasi sebelum pengunjung memasuki kawasan wisata atau berupa teguran dan pendidikan
langsung kepada pengunjung yang tertangkap basah membuang sampah sembarangan. Sementara,
Civil society (komunitas pemerhati lingkungan, komunitas pemerhati anak) berperan dalam
membantu pemerintah sebagai fasilitator kegiatan pendidikan ekologi dan pelatihan
kewirausahaan (Diklat) bagi masyarakat. Sedangkan dalam hal anggaran, pemerintah dapat
mengoptimalkan peran Privat sector melalui CSR perusahaan. Dan terakhir, dalam upaya
kampanye tujuan SDGs, pemerintah dapat melibatkan peran industri hiburan lokal maupun
nasional.
E. Sumber Refrensi
Badan Pusat Statistik Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2017. Diakses dari https://
yogyakarta.bps.go.id/, pada 18 Maret 2018.
Putra, Yudha Manggala P. (26 Oktober 2017). 80 Persen Sampah di Laut dari Darat. Diakses dari
http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/daerah/17/10/26/oyfu9v284-80-persen-sampah-
di-laut-dari-darat, pada 03 Mei 2018, pukul 17.54 WIB.
Susanto, Ichwan. (25 April 2018). 1,3 Juta Ton Sampah Plastik Ke Alam. Diakses dari https://kompa
s.id/baca/utama/2018/04/25/13-juta-ton-sampah-plastik-ke-alam/, pada 04 Mei 2018, pukul
17.11 WIB.
Tasdyanto. 2010, ‘Budaya Lingkungan Hidup Komunitas Kota di Yogykarta’, Jurnal Ekosains, vol.
2. No. 3.
Zuraya, Nidia. (24 Juni 2017). Volume Sampah di Yogyakarta Diperkirakan Naik 10 Persen. Diakses
dari http://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/17/06/24/os1rew-volume-sampah-di-
yogyakarta-diperkirakan-naik-10-persen, pada 03 Mei 2018, pukul 11.26 WIB.