ArticlePDF Available

Menciptakan Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas

Authors:

Abstract

Abstrak: Pembelajaran yang efektif dapat didefinisikan sebagai pembelajaran yang berhasil mencapai tujuan belajar peserta didik sebagaimana yang diharapkan oleh guru . Model pembelajaran efektif, mencakup empat hal pokok, yaitu: 1) kualitas pembelajaran, 2) tingkat pembelajaran yang memadai, 3) ganjaran dan 4) waktu. Sedangkan, kualitas pembelajaran merujuk pada aktivitas-aktivitas yang dirancang dan tindakan-tindakan yang dilakukan pembelajar dan peserta didik, termasuk di dalamnya bahan-bahan atau pengalaman belajar (kurikulum) serta media yang kita gunakan. Abstract: Effective learning can be defined as learning that successfully reaches the learning goals of students as expected by the teacher. Effective learning models, including four main things, namely: 1) the quality of learning, 2) adequate learning levels, 3) rewards and 4) time. Whereas, the quality of learning refers to activities designed and the actions carried out by learners and students, including materials or learning experiences (curriculum) and the media that we use.
Jurnal Inovasi dan Teknologi Pembelajaran, Volume 1, Nomor 1, Oktober 2014
20
MENCIPTAKAN PEMBELAJARAN YANG EFEKTIF DAN BERKUALITAS
Punaji Setyosari
Jurusan Teknologi Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Malang
Jl.Semarang No.5 Malang Jawa Timur 65145
E-mail: punaji-um@tep.ac.id
ABSTRAK
Pembelajaran yang efektif dapat didefinisikan sebagai pembelajaran yang berhasil mencapai tujuan belajar peserta didik
sebagaimana yang diharapkan oleh guru . Model pembelajaran efektif, mencakup empat hal pokok, yaitu: 1) kualitas
pembelajaran, 2) tingkat pembelajaran yang memadai, 3) ganjaran dan 4) waktu. Sedangkan, kualitas pembelajaran
merujuk pada aktivitas-aktivitas yang dirancang dan tindakan-tindakan yang dilakukan pembelajar dan peserta didik,
termasuk di dalamnya bahan-bahan atau pengalaman belajar (kurikulum) serta media yang kita gunakan.
Kata kunci: Pembelajaran efektif,pembelajaran berkualitas dan tindak mengajar
CREATING THE EFFECTIVE AND THE QUALITY OF THE LEARNING
ABSTRACT
Effective instruction can be defined as a successful instruction of achieving learner’s learning objective as desired by
teacher. The effective instructional model includes four elements, such as 1) instructional quality, 2) appropriate
instructional level, 3) rewards atau incentive and 4)time. Whereas, instructional quality refers to designed activities and
actions conducted by teacher and learner, including content and learning experiences (curriculum) as well as media we
use.
Key words: effective instruction, instructional quality and teaching act
Jurnal Inovasi dan Teknologi Pembelajaran, Volume 1, Nomor 1, Oktober 2014
21
PENDAHULUAN
Pembelajaran yang efektif biasanya ditandai
dan diukur oleh tingkat ketercapaian tujuan oleh
sebagian besar siswa. Tingkat ketercapain itu berarti
pula menunjukkan bahwa sejumlah pengalaman
belajar secara internal dapat diterima oleh para
siswa. Pembelajaran yang efektif itu menurut
Kyriacou (2009) mencakup dua hal pokok, yaitu
waktu belajar aktif active learning time’dan
kualitas pembelajaran ‘quality of instruction. Hal
yang pertama berkenaan dengan jumlah waktu yang
dicurahkan oleh siswa selama dalam pelajaran
berlangsung. Bagaimana para siswa terlibat, engage,
dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan
yang diharapkan. Hal yang kedua berkaitan dengan
kualitas aktual belajar itu sendiri. Artinya,
bagaimana proses atau interaksi pembelajaran dapat
berlangsung antara guru-siswa, siswa-siswa dan
siswa-sumber belajar. Dengan demikian,
pembelajaran yang efektif itu tidak bisa dilepaskan
dari pembelajaran yang berkualitas karena kualitas
hasil belajar itu tergantung pada efektivitas
pembelajaran yang terjadi atau diterjadikan di dalam
proses pembelajaan itu sendiri. Lebih dari empat
puluh tahun data penelitian yang telah dikumpulkan
juga memperlihatkan bahwa para peserta didik yang
menerima pembelajaran berkualitas tinggi
menunjukkan belajar lebih sukses daripada peserta
didik yang tidakmemperoleh pembelajaran yang
berkualitas (Joyce, Weil, & Calhoun, 2003).
Persoalan pendidikan, khususnya yang
berkenaan dengan mutu atau kualitas pendidikan ini
menyangkut terselenggaranya mutu proses dan hasil
pendidikan. Mutu proses pendidikan dan
pembelajaran ini perlu diselaraskan dengan standar
proses yang ada. Standar proses, sebagaimana yang
dinyatakan dalam pasal (1) Peraturan Pemerintah
Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan salah satu standar yang harus
dikembangkan adalah standar proses. Standar proses
adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan
dengan pelaksanaan pembelajaran pada satuan
pendidikan untuk mencapai kompetensi
lulusan.Standar proses berisi kriteria minimal proses
pembelajaran pada satuan pendidikan dasar dan
menengah di seluruh wilayah hukum Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Standar proses ini
berlaku untuk jenjang pendidikan dasar dan
menengah pada jalur formal, baik pada sistem paket
maupun pada sistem kredit semester. Standar proses
meliputi perencanaan proses pembelajaran,
pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil
pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran
untuk terlaksananya proses pembelajaran yang
efektif dan efisien (Permendiknas, nomor 41 tahun
2007).
PEMBAHASAN
Tugas Guru: Menumbuhkan dan Memfasilitasi
Proses Pembelajaran
Pembelajaran sebagai upaya memfasilitasi
atau mempermudah peserta didik dalam belajar.
Smith & Ragan (2003) menyatakan bahwa
pembelajaran merupakan penyampaian informasi
dan aktivitas-aktivitas yang memudahkan atau
memfasilitasi peserta didik untuk pencapaian tujuan
khusus belajar yang diharapkan. Dan, dalam proses
pembelajaran tersebut, belajar merupakan pusat
atau sentralnya pengalaman dalam kelas bagi
peserta didik dan guru baik di jenjang pendidikan
dasar maupun menengah (Hewitt, 2008). Agar
terjadi proses pembelajaran yang efektif, kita perlu
memusatkan perhatian padapeserta didik.
Pandangan ini sejalan dengan Hiltz (dalam
Jurnal Inovasi dan Teknologi Pembelajaran, Volume 1, Nomor 1, Oktober 2014
22
Setyosari, 2009) yang mengungkapkan bahwa
pembelajaran berpusat pada peserta didik (learner-
centered) bukan berpusat pada guru (teacher-
centered) dan pengetahuan dipandang sebagai suatu
konstruk sosial (a social construct), yang dapat
dilakukan melalui interaksi sebaya (peer
interaction), menilai kegiatan belajar dan kerja
sama.
Kita, para guru (pembelajar) mengemban
tugas utama yaitu mendidik dan mengajar. Tugas
utama atau tugas pokok ini menurut Gagne (1985)
mencakup merancang (design), melaksanakan
(execute) dan menilai (evaluate). Tugas merancang
dilakukan sebelum pelaksanaan kegiatan di dalam
kelas, yaitu merencanakan seluruh aktivitas yang
dilakukan agar terjadinya proses belajar bagi peserta
didik. Setelah merancang kegiatan, selanjutnya guru
melaksanakan seluruh aktivitas-aktivitas sesuai
dengan rancangan mulai dari kegiatan awal
(pendahuluan), kegiatan inti atau pokok atau disebut
juga kegiatan pengembangan, dan diakhiri dengan
kegiatan menutup pelajaran. Dan, sebagai akhir
tugas guru adalah menilai kegiatan pembelajaran
tersebut baik proses maupun hasilnya. Kegiatan-
kegiatan yang dilakukan oleh guru inilah
diidentifikasi sebagai kegiatan yang sesuai dengan
standar proses.
Pembelajaran hendaknya memfokuskan pada
proses mendidik, yang menjadi tugas utama
pembelajar (Setyosari, 2009). Ketiga tugas utama
sebagaimana yang telah dikemukakan di atas,
sejalan dengan salah satu tugas guru dalam upaya
mengembangkan standar nasional pendidikan, yaitu
standar proses. Merancang proses pembelajaran
yang akan dilaksanakan di kelas perlu dilakukan
secara cermat. Merancang pembelajaran merujuk
pada suatu proses secara sistematis untuk
menjabarkan prinsip-prinsip belajar dan
pembelajaran ke dalam suatu perencanaan untuk
menyajikan materi pembeajaran dan aktivitas-
aktivitas pembelajaran (Smith & Ragan, 1993).
Tugas kedua adalah melaksanakan
pendidikan dan pembelajaran. Tugas mendidik ini
sangat berkaitan dengan mengembangtumbuhkan
peserta didik menjadi manusia dewasa. Manusia
dewasa itu ditandai oleh adanya kedewasaan
berpikir (intelektual), mengelola perasaan diri
(emosi), berkembangnya kemampuan membedakan
tindakan baik dan jelek/buruk (moral/etika), menilai
hal-hal yang indah dan tidak (estetika), bekerja
sama dengan orang lain (sosial) dan aspek-aspek
lain. Tugas mengajar sangat berkaitan dengan tugas-
tugas mengembangkan tiga aspek utama, yang oleh
Bloom dkk.diidentifikasi sebagai aspek atau matra
kognitif, psikomotorik dan afektif. Ketiga aspek ini
merupakan dimensi olah pikir, dimensi olah raga
dan dimensi olah rasa (Setyosari, 2009). Secara
terintegrasi ketiga aspek ini perlu dibelajarkan untuk
dimiliki oleh peserta didik. Tugas kedua ini
terwujud dalam bentuk, yang oleh Gagne (1985)
disebut sebagai peristiwa pembelajaran,the events
of instructions. Peristiwa pembelajaran ini
mencakup: 1) menarik perhatian (gaining attention),
2) menyampaikan tujuan khusus pembelajaran
(informaing instructional objectives), 3)
membangkitkan hal-hal yang telah dimiliki oleh
peserta didik/pebelajar atau pemelajar (stimulating
recall of prerequisite learning), 4) menyajikan
bahan atau materi pembelajaran (presenting stimulus
materials), 5) memberikan latihan terbimbing
(providing learning guidance), 6) menampilkan
unjuk kerja (eliciting performance), 7) memberikan
balikan (providing feedback), 8) menilai unjuk kerja
(assessing performance), dan 9) meningkatkan
Jurnal Inovasi dan Teknologi Pembelajaran, Volume 1, Nomor 1, Oktober 2014
23
Tabel 1: Tahap-tahap Proses Pembelajaran
Peristiwa Pembelajaran
(Gagne, et.al., 1992)
Kegiatan Pembelajaran
(Permendiknas 2007)
Peristiwa Pembelajaran
(Smith & Ragan, 1993)
1) menarik perhatian
2) menyampaikan tujuan
khusus pembelajaran
3) membangkitkan hal-hal
yang telah dimiliki oleh
peserta didik
4) menyajikan bahan atau
materi pembelajaran
5) memberikan latihan
terbimbing
6) menampilkan unjuk kerja
7) memberikan balikan
8) menilai unjuk kerja
9) meningkatkan retensi
dan transfer
1) kegiatan pendahuluan;
2) kegiatan inti, yang mencakup
a) eksplorasi,
b) elaborasi dan
c) konfimasi; dan
3) kegiatan penutup.
1) pendahuluan (introduction),
2) pokok (body),
3) kesimpulan (conclusion)
4) penilaian (assessment).
retensi dan transfer (enhancing retention and
transfer). Berkaitan dengan tugas kedua ini, ada
tiga kegiatan yang perlu dilakukan (menurut
Permendiknas, 2007) yaitu: 1) kegiatan
pendahuluan; 2) kegiatan inti, yang mencakup (a)
eksplorasi, (b) elaborasi dan (c) konfimasi; dan 3)
kegiatan penutup. Kegiatan pembelajaran ini
menurut Smith & Ragan (1993) mencakup empat
peristiwa, yang disebut, expanded instructional
events.” Peristiwa pembelajaan tersebut meliputi: 1)
pendahuluan (introduction), 2) pokok (body), 3)
kesimpulan (conclusion) dan 4) penilaian
(assessment). Ketiga langkah proses pembelajaran
tersebut dapat diperiksa pada Table 1.
Dalam kaitan dengan tugas ketiga, yaitu
menilai keseluruhan aktivitas yang telah dirancang
dan dilakukan yang dalam hal ini berupa program
pembelajaran. Penilaian ini mencakup penilaian
proses dan hasil, yaitu mulai dari kegiatan
perencanaan, proses kegiatan pembelajaran hingga
hasil yang ditentukan.
Pembelajaran Efektif dan Berkualitas
Sebelum berbicara mengenai kualitas
pembelajaran lebih jauh, ada dua pertanyaan yang
muncul, yaitu: Apakah yang dimaksud
pembelajaran berkualitas itu? dan Apakah yang
dimaksud pembelajaran efektif? Permasalahan yang
pertama telah lama menjadi pusat perhatian banyak
pihak, bahkan sejak awal kemerdekaan hingga
sekarang. Masalah kualitas ini justru seperti bola
salju, yang semakin lama semakin menjadi besar,
dan apabila tidak kita cari solusinya masalah
kualitas itu akan menjadi seperti benang kusut, yang
sulit dicari mana ujung dan pangkalnya. Masalah
kedua, terkait dengan seberapa jauh capaian atau
hasil yang dicapai melalui proses pembelajaran yang
kita lakukan di kelas.
Karakteristik Pembelajaran yang Efektif
Pembelajaran yang efektif, sesungguhnya
bukan sesuatu yang mudah dan sederhana.
Pembelajaran yang efektif, bukan hanya masalah
tercapainya seluruh tujuan khusus pembelajaran.
Banyak aspek yang terlibat di dalamnya. Kita
nampaknya sepaham bahwa sebagian besar kajian
atau literature menyatakan pembelajaran yang
efektif itu merupakan suatu proses yang benar-benar
kompleks (MacGregor, 2007).Pembelajaran efektif
Jurnal Inovasi dan Teknologi Pembelajaran, Volume 1, Nomor 1, Oktober 2014
24
sesungguhnya terkait dengan aspek-aspek
pembelajaran dan seberapa kemampuan guru
menentukan suatu pengalaman belajar yang
mengarah pada pencapaian hasil (belajar) yang
diharapkan. Agar supaya hal ini bisa terwujud,
maka setiap peserta didik harus dilibatkan dalam
aktivitas pembelajaran. Kyriacou (2009)
menyatakan bahwa pembelajaran yang efektif dapat
didefinisikan sebagai pembelajaran yang berhasil
mencapai tujuan belajar peserta didik sebagaimana
yang diharapkan oleh guru. Sedikitnya ada dua
unsur pokok dalam pembelajaran yang efektif, yaitu
1) guru harus memiliki suatu gagasan jelas tentang
tujuan belajar yang diharapkan dan 2) pengalaman
belajar yang direncanakan dan disampaikan dapat
tercapai.
Pembelajaran yang efektif ini juga
sangatterkait dengan guru yang efektif. Good and
Brophy (dalam MacGregor, 2007) menjelaskan
bahwa guru yang efektif ini adalah guru yang: 1)
guru yang menggunaian waktu pembelajaran secara
maksimal, 2) menyajikan bahan atau materi
pembelajaran dengan cara tertentu sehingga
memenuhi kebutuhan peserta didik, 3) memantau
program dan kemajuan, 4) merancang kesempatan
belajar bagi peserta didik untuk menerapkan
pengalaman belajarnya, 5) bersedia mengulang
kembali jika diperlukan dan 6) mematok harapan
tinggi, tetapi tujuan tersebut realistik.
Slavin (1994) menyusun suatu model
pembelajaran efektif, didasarkan atas hasil kerja
Carroll, dan mengidentifikasi unsur-unsur atau
elemen-elemen pembelajaran sebagai berikut.
Unsur-unsur model mencakup empat hal pokok,
yaitu: 1) kualitas pembelajaran, 2) tingkat
pembelajaran yang memadai, 3) ganjaran dan 4)
waktu. Kualitas pembelajaran berkenaan dengan
seberapa tinggi tingkat informasi atau keterampilan
yang disajikan kepada para peserta didik itu mudah
dipelajari mereka. Kualitas pembelajaran itu pada
umumnya berupa hasil yang berkualitas berkenaan
dengan pengalaman belajar atau kurikulum dan
pelajaran itu. Tingkat pembelajaran yang memadai
merujuk pada seberapa jauh guru yakin bahwa para
peserta didik siap belajar sesuatu hal yang baru.
Artinya, mereka memiliki keterampilan dan
pengetahuan yang diperlukan untuk mempelajari hal
baru tersebut, yang sebelumnya belum pernah
dipelajarinya. Dengan ungkapan lain, tingkat
pembelajaran itu memadai jikalau suatu pelajaran
tidak terlalu sulit dan juga tidak terlalu mudah bagi
peserta didik. Ganjaran menyangkut hal yang
berkenaan bahwa guru yakin para peserta didik
termotivasi untuk mengerjakan tugas-tugas
pembelajaran dan ingin belajar tentang hal yang
telah disampaikan, tentu saja setelah mendapatkan
penguatan atau ganjaran yang diberikan oleh guru.
Terakhir, berkaitan dengan waktu yang dalam hal
ini seberapa cukup waktu yang digunakan untuk
belajar peserta didik untuk mempelajari hal-hal yang
telah disampaikan oleh guru.
Keempat unsur model di atas, yaitu:kualitas
(quality), kesesuaian (appropriate), insentif atau
ganjaran (incentive) dan waktu yang digunakan
(time). Empat unsur itu KKIW atau yang oleh
Slavin disebut dengan model QAIT (Quality,
Appropriateness, Incentive, Time) ., yang
kesemuanya harus selaras bagi terjadinya
pembelajaran yang efektif. Kita menyadari ,
pembelajaran yang efektif bukan hanya
pembelajaran yang berlangsung baik , tetapi
pembelajaran yang efektif itu melibatkan banyak
unsur yang saling berkaitan . Betapa pun tingginya
kualitas pembelajaran, peserta didik tidak akan
Jurnal Inovasi dan Teknologi Pembelajaran, Volume 1, Nomor 1, Oktober 2014
25
belajar jika mereka tidak memiliki pengetahuan dan
keterampilan sebelumnya yang diperlukan, jika
meereka tidak termotivasi, jika mereka memiliki
waktu kurang yang diperlukan untuk belajar.
Sebaliknya, jika kualitas pembelajaran rendah maka
hal tersebut akan memberikan dampak kecil bagi
belajarnya peserta didik, walaupun mereka para
peserta didik memiliki motivasi dan waktu yang
cukup untuk belajar. Perlu kita ketahui bahwa
setiap elemen atau unsur dalam model tersebut
saling terkait seperti jalinan yang membentuk suatu
rantai sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 1.
Variabel konteks
Variabel konteks merujuk pada karakterikstik
atau ciri-ciri konteks kegiatan belajar, yang biasanya
berdasarkan kelas, yang mungkin memiliki dampak
keberhasilan kegiatan belajar. Variabel ini berkaitan
dengan latar belakang guru, peserta didik atau siswa,
kelas yang ada, bidang studi atau mata pelajaran,
sekolah, latar atau lingkungan dan situasi
masyarakat dimana pembelajaran terjadi dan
diterjadikan serta ketersediaan waktu yang dapat
dimanfaatkan secara efektif. Faktor-faktor yang ada
dalam lingkungan belajar memberikan pengaruh
terhadap hasil belajar peserta didik.
Variable proses
Variabel proses merujuk pada apa ya ng
sesungguhnya terjadi atau berlangsung dalam kelas,
berkenaan dengan persepsi, strategi dan tindakan
guru dan peserta didik, dan karakateristik tugas-
tugas dan aktivitas-aktivitas belajar tersebut dan
bagaimana hubungannya satu d engan yang lain.
Faktor-faktor tersebut meliputi antusiasme guru,
Gambar 1 : Model QAIT
(Sumber: Slavin (1994). A Model of Effective Instruction. The Office of Educational Research and
Improvement, U.S. Department of Education)
BAKAT SISWA
MOTIVASI SISWA
KUALITAS
PEMBELAJARAN
TINGKAT
PEMBELAJARAN
YANG SESUAI
INSENTIF
ALOKASI WAKTU
KETERLIBATAN SISWA
EFISIENSI
PEMBELAJARAN
(PRESTASI CAPAIAN
PER UNIT WAKTU)
MASUKAN SISWA
VARIABEL YANG DAPAT
BERUBAH
Jurnal Inovasi dan Teknologi Pembelajaran, Volume 1, Nomor 1, Oktober 2014
26
kejelasan uraian guru, penggunaan pertanyaan,
penggunaan penghargaan dan kritik, strategi
pengelolaan, teknik pendisiplinan, iklim kelas atau
pembelajaran, organisasi pelajaran, kesesuaian
tugas-tugas belajar, jenis balikan yang diterima
peserta didik, keterlibatan peserta didik dalam
belajar, interaksi peserta didik dan guru dan strategi
belajar yang digunakan oleh peserta
didik.Berkenaan dengan pembelajaran yang efektif
tersebut ada tiga faktor atau variabel yang terkait.
Ketiga faktor tersebut menurut Kyriacou (2009)
diperlihatkan pada Gambar 2.
Variabel Hasil
Variabel hasil berkenaan dengan capaian
akhir setelah melalui proses pembelajaran dalam
kurun waktu tertentu. Hasil belajar ditandai dengan
tingkat ketercapaian siswa atau peserta didik terkait
dengan hal yang dipelajarinya. Capaian atau hasil
belajar ini mencakup domain kognitif (kemampuan
untuk mengingat, memahami, menerapkan,
menganalisis, dan menciptakan), afektif atau sikap
(kesadaran untuk menerima, menghargai, bertindak
sesuai kaidah atau aturan dan sebagainya) dan
psikomotorik (bertindak sesuai dengan atau
melakukan aktivitas atau gerakan otot yang didasari
intelektual dan perasaan atau emosi).
Variabel Ekstra
Faktor lain yang bersifat kontigensi; misalnya
peristiwa yang terjadi pada saat pelajaran
berlangsung. Hal-hal yang berada di luar atau di
sekitar siswa (peserta didik) pada saat siswa belajar
dapat mempengaruhi proses belajar, yang pada
gilirannya juga berpengaruh pada tercapainya tujuan
belajar. Faktor-faktor yang bersifat incidental atau
Gambar 2: Kerangka Dasar Berpikir tentang Pengajaran yang Efektif
Variabel system pendukung
Sinergi diantara komponen
pembelajaran untuk mencapai
tujuan khusus (standar/tujuan,
isi, strategi, media dan sumber
belajar serta evaluasi)
Variabel Konteks
Karakteristik Guru
Misal, jenis kelamin, usia,
pengalaman, kelas sosial
pelatihan, kepribadian.
Karakteristik Peserta didik
Misal
usia.kemampuan,nilai,
kepribadian, kelas sosial
Karakteristik Kelas
Misal, mata pelajaran,
tingkat kesulitan, minat
umum
Karakteristik BidangStudi
Misal, mata pelajaran,
tingkatkesulitan, minat
umum
Karakteristik Sekolah
Misal, luas, bangunan,
fasilitas, semangat kerja
kebijakan. proporsi
masukan
Karakteristik Masyarakat
Misal, kekayaan, kepadat-
an populasi dan lokasi
geografis
Karakteristik Waktu
misal, aslokasi waktu,
pelajaran sebelumnya,
cuaca, periodetahun
ajaran
Variabel Proses
Guru Peserta didik
percepsi, persepsi,
strategi dan strategi dan
perilaku perilaku
Karacteristik
Tugas dan aktivitas
belajar
Variabel Hasil
Hasil pendidikan
kognitif, afektif jangka
panjang/pendek.
Misal, perubahan sikap
peserta didik terhadap
sekolah dan mata
pelajaran; hasil
didasarkan pada
capaian standar,
meningkatnya tingkat
konsep diri,
keberhasilan ujian
nasional dan
kemandirian peserat
didik semakin besar.
Variabel Ekstra
Faktor lain yang bersifat
kontigensi; misalnya peristiwa
yang terjadi pada saat
pelajaran berlangsung
Jurnal Inovasi dan Teknologi Pembelajaran, Volume 1, Nomor 1, Oktober 2014
27
sementara ini menjadi faktor intervensi bagi
keberlangsungan dan kelancaran belajar siswa.
Variabel sistem pendukung
Sinergi diantara komponen pembelajaran
untuk mencapai tujuan khusus (standar/tujuan, isi,
strategi, media dan sumber belajar serta evaluasi)
sangat diperlukan. Ketersediaan media, teknologi,
sumber belajar dan lingkungan atau latar belajar
yang memadai sangat membantu siswa dalam
belajar. Lingkungan belajar menurut pandangan atau
teori kognitif dan konstruktivistik yang telah
menempatkan siswa sebagaia constructor,” bukan
sebagai a receiver atau recipient, pengetahuan.
Penyediaan lingkungan belajar yang lebih imersif
dan teknologi pembelajaran sebagai sarana kognitif
membantu guru dalam merancang dan menciptakan
yang selanjutnya dapat digunakan untuk
membimbing siswa, yang oleh Molenda dan
Januszewski (2008) ditegaskan untuk, to make
learning opportunities, and to assist learners in
finding answers to their questions.”
Pembelajaran Berkualitas
Berbicara masalah kualitas tentu sangat
terkait dengan seberapa besar layanan yang kita
berikan kepada peserta didik. Kita tidak bisa
menuntut banyak kepada peserta didik, jika layanan
yang kita berikan sangat terbatas. Artinya, layanan
belajar yang kita berikan seharusnya memberikan
peluang besar bagi perkembangan keseluruhan
aspek peserta didik. Kualitas pembelajaran merujuk
pada aktivitas-aktivitas yang kita rancang dan
tindakan-tindakan yang kita lakukan dan dilakukan
oleh peserta didik, termasuk di dalamnya bahan-
bahan atau pengalaman belajar (kurikulum) serta
media yang kita gunakan. Jika pembelajaran yang
kita lakukan berkualitas, maka bahan atau informasi
yang disajikan kepada peserta didik mudah
dipahami, mudah diingat dan diaplikasikan oleh
peserta didik. Hal yang terpenting tentang kualitas
pembelajaran adalahseberapa tinggi tingkat atau
derajad dimana pelajaran mudah bagi peserta didik
(Slavin, 1994).
Kita tahu dan sadar bahwa peserta didik
sesungguhnya telah memiliki potensi dan
kapabilitas yang dibawa (internal capabilities).
Sehubungan dengan hal tersebut Hewitt (2008)
menyatakan, Pupils have their own views on how
they learn. In many classes group work is seen as a
very effective classroom arrangement for promoting
dialogue and learning.” Artinya, peserta didik telah
memiliki pandangan sendiri terkait dengan
belajarnya. Dalam berbagai pembelajaran di kelas
kerja kelompok dipandang sebagai penataan kelas
yang paling efektif untuk meningkatkan dialog dan
belajar. Kita, sebagai guru (pembelajar) perlu
memfasilitasi dan mempermudah bagi terjadinya
belajar peserta didik, sehingga mereka (para peserta
didik) mampu berkembang lebih jauh. Dary, et.al.
(2010) menyatakan,High quality service-learning
practice does not happen by accidentor in isolation.
It requires a systems approach to the process,
grounding implementation solidly in the k-12
service-learning standards for quality practice.
High quality service-learning engages students who
use the concepts and skills they learn inschool.
Layanan belajar yang berkualitas itu tidak terjadi
begitu saja. Layanan belajar yang berkualitas ini
menuntut suatu pendekatan sistem terhadap proses,
yang mendasarkan pada penerapan secara solid
sesuai dengan standar layanan belajar mulai dari
pendidikan anak usia dini hingga di sekolah
menengah (yang di USA di sebut K-12,
Jurnal Inovasi dan Teknologi Pembelajaran, Volume 1, Nomor 1, Oktober 2014
28
kindergarten hingga kelas 12). Layanan belajar yang
berkualitas tersebut melibatkan peserta didik mulai
dari belajar menggunaan konsep-konsep dan
keterampilan-keterampilan yang mereka pelajari di
sekolah.
Layanan belajar sangat terkait dengan
tindak mengajar guru. Tindakan guru menyangkut
apa yang dikatakan, apa yang dilakukan,
menyiapkan materi pelajaran, menyampaikan materi
kepada peserta didik, berinteraksi dengan peserta
didik dan menilai hasil kerja peserta didik. Tentu
saja, hal tersebut belumlah cukup karena guru juga
perlu melihat proses pembelajaran yang terjadi
sebagai wujud layanan belajar bagi peserta didik.
Keputusan-keputusan yang dibuat oleh guru selalu
didasarkan pada tindakan-tindakannya di dalam
kelas terutama berkenaan dengan apa yang dicapai
oleh peserta didiknya. Dalam membuat keputusan
tentang kualitas pembelajaran sangat penting
mempertimbangkan tindak mengajar tersebut di atas
( Lawson, Askell-Williams, H., & Murray-Harvey,
dalam Saha &Dworkin, 2009).Kerr (dalam Saha
&Dworkin, 2009) menyatakan bahwa suatu tindak
mengajar guru itu mencakup tiga tindakan secara
berurutan, yaitu: 1) membuat suatu pilihan tentang
suatu belajar yang dapat mendorong peserta didik,
2) merancang suatu perencanaan untuk mendorong
belajar tersebut, dan 3) melaksanakan berdasarkan
perencanaan tersebut.
Berkenaan dengan kualitas pembelajaran,
ada 6 hal esensial praktik yang menandai kualitas
pembelajaran dan belajar. Keenam hal esensial
dalam praktik pembelajaran sebagai berikut, yaitu:
1) guru merancang secara efektif pembelajaran yang
berpusat pada standar, 2) guru menyampaikan
pembelajaran berkualitas tinggi, berpusat pada
peserta didik, 3) guru meningkatkan keterlibatan
peserta didik , 4) guru menggunakan penilaian untuk
belajar peserta didik, 5) guru menggunakan strategi
pengelolaan perilaku secara positif dan 6) adanya
kejelasan belajar peserta didik (MacGregor, 2007).
Apa ciri-ciri pendidikan yang berkualitas
itu? Ada beberapa dimensi yang menandai
pendidikan berkualitas. Dimensi-dimensi tersebut
(Unicef, 2000) meliputi sebagai berikut.
1) Para peserta didik dalam keadaan sehat,
terpenuhi gisi dan siap untuk terlibat dalam
proses belajar, ada dukungan keluarga dan
masyarakat dalam belajar;
2) Lingkungan yang sehat, aman, nyaman,
terlidungi dan memperhatikan gender serta
menyediakan sumber-sumber dan fasilitas
yang memadai;
3) Isi atau bahan yang termuat dalam
kurikulum relevan untuk mendukung
pemerolehan keterampilan dasar,
khususnya terkait bidang
kemahirwacanaan, berhitung dan
kecakapan hidup serta pengetahuan yang
terkait misalnya masalah gender, kesehatan,
nutrisi, pencegahan HIV/AIDS dan
perdamaian;
4) Proses pembelajaran yang dilakukan oleh
guru yang terlatih dengan menggunakan
pendekatan yang berpusat pada anak (
child-centred teaching approaches) dalam
kelas dan sekolah yang dikelola dengan
baik serta asesmen tepat untuk
memfasilitasi belajar dan mengurangi
disparitas;
5) Hasil belajar yang mencakup pengetahuan,
keterampilan dan sikap yang berkaitan
dengan tujuan (standar ) pendidikan
Jurnal Inovasi dan Teknologi Pembelajaran, Volume 1, Nomor 1, Oktober 2014
29
nasional sehingga mereka mampu
berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat.
Berdasarkan paparan di atas, secara singkat
dapat kita ungkapkan bahwa pembelajaran yang
efektif dan berkualitas itu, yaitu pembelajaran yang
dilaksanakan dengan memperhatikan seluruh
masukan (input) mulai dari perencanaan sesuai
dengan variabel konteks, variabel proses (termasuk
faktor-faktor yang berubah) dan hasilnya yang
ditandai pula oleh eserta didik yang sehat,
lingkungan sehat, isi atau kurikulum sesuai, proses
pembelajaran berfokus pada peserta didik sehingga
tercapai hasil pengetahuan, keterampilan dan sikap
sesuai standar yang ditetapkan.
KESIMPULAN
Ada tiga tugas utama atau tugas pokok guru,
yaitu mencakup merancang (design),
melaksanakan (execute) dan menilai (evaluate), dan
menurut Permendiknas 41/2007 ditambah lagi
dengan tugas pengawasan. Tugas utama tersebut
terarah untuk mendukung pencapaian kualitas
pendidikan, atau pembelajaran secara khusus. Untuk
mewujudkan standar proses, ditentukan adanya tiga
tahap pokok kegiatan, yang mencakup kegiatan
pendahuluan, pokok dan penutup.
Parameter keberhasilan guru dalam
memenuhi standar proses sangat tergantung pada
tingkat keterlaksanaan seluruh proses kegiatan atau
aktivitas yang dirancang oleh guru di dalam kelas.
Indikator keberhasilan dan keefektifan pembelajaran
juga ditentukan dan bahkan dipengaruhi oleh
variabel-variabel lain, konteks, proses, ekstra dan
system pendukung yang ada.
Kualitas hasil pembelajaran atau pendidikan
ditandai oleh adanya siswa yang sehat, lingkungan
sehat, nyaman dan aman, isi atau kurikulum yang
relevan, pembelajaran berpusat pada peserta didik
dan hasil belajar secara terintegrasi mecakup
pengetahuan, keterampilan dan sikap.
DAFTAR PUSTAKA
Dary, T., Prueter, B., Grinde, J., Grobschmidt, R.,
Evers, T. (2010). High Quality Instruction That
Transforms: A Guide to Implementing Quality
Academic Service-Learning. Wisconsin:
Department of Public Instruction.
Gagne, R.M. (1985).The Condition of Learning.
New York: Holt, Rinehart And Winstone
Hewitt, D. (2008). Undertanding Effective
Learning. Strategies for The Classroom. NY:
McGraw-Hill Education, Open University Press.
Huitt, W., Monetti, D., & Hummel, J. (2009).
Designing Direct Instruction. Pre-publication
version of chapter published in C. Reigeluth and
A. Carr-Chellman, Instructional-Design
Theories dnd Models: Volume III, Building A
Common Knowledgebase[73-97]. Mahwah, NJ:
Lawrence Erlbaum Associates.
Joyce, B., & Weil, M., & Calhoun, E. (2003).
Models of Teaching (7th ed.). Boston: Allyn &
Bacon.
Kyriacou, C. (2009) Effective Teaching in Schools:
Theory and Practice.Third Edition. Delta Place,
Cheltenham, UK: Nelson Thornes Ltd
Molenda, M., & Januszewski, A. (2008).
Educational Technology. A Dfinition with
Commentary. NY: Lawrence Erlbaum
Associates.
Michael J. Lawson, M.J., Helen Askell-Williams,
H., & Murray-Harvey, R. (2009). Dimensions of
Quality in Teacher Knowledge. In Lawrence J.
Saha & A. Gary
Dworkin (Eds). International Handbook of
Research on Teachers and Teaching. NY:
Springer Science+Business Media, LLC, p. 243-
257.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19
Tahun 2005. Standar Nasional Pendidikan.
Jakarta: Kemendikbud.
Jurnal Inovasi dan Teknologi Pembelajaran, Volume 1, Nomor 1, Oktober 2014
30
PeraturanMenteri Pendidikan NasionalRepublik
IndonesiaNomor 41 Tahun 2007.
Standar Prosesuntuk Satuan Pendidikan Dasardan
Menengah. Jakarta:Kemendikbud
Setyosari, P. (2009). Pembelajaran Kolaborasi:
Mengembangkan Keterampilan Sosial,Rasa
Saling Menghargai dan Tanggung Jawab.
Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang
Ilmu Teknologi Pembelajaran pada Fakultas
Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang
Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat
Universitas Negeri Malang.
Slavin, R. (1994). A Model of Effective Instruction.
The Office of Educational
Research and Improvement, U.S. Department of
Education. No. OERI-R-117-R-90002
Smith, P.L., & Ragan, T.J. (1993).Instructional
Design. NY: Macmillan Publishing Company.
UNICEF. (2000).Defining Quality in Education. A
paper presented by UNICEF at the meeting of
The International Working Group on Education
Florence, Italy. June 2000
... Salah satunya adalah kurangnya literasi digital di kalangan siswa, yang menyebabkan mereka kesulitan dalam mengidentifikasi sumber informasi yang valid dan berguna. Hal ini menjadi perhatian penting dalam upaya memaksimalkan pemanfaatan media sosial sebagai sumber belajar (Setyosari, 2017). Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menggali lebih dalam bagaimana siswa SMP memanfaatkan media sosial sebagai sumber belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhi pemanfaatannya. ...
... Banyak siswa yang mengakui kesulitan dalam membedakan antara konten yang bermanfaat dan yang tidak berkaitan dengan pelajaran. Hal ini menjadi masalah utama, karena literasi digital siswa yang masih terbatas dapat mempengaruhi efektivitas penggunaan media sosial sebagai sumber belajar (Setyosari, 2017). Pengetahuan tentang cara mencari dan memilih sumber informasi yang valid sangat penting dalam memastikan bahwa media sosial digunakan secara maksimal dalam mendukung pembelajaran. ...
Article
Full-text available
Pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang memungkinkan siswa untuk mengakses berbagai sumber pembelajaran secara mudah dan cepat. Media sosial sebagai bagian dari TIK banyak digunakan oleh siswa untuk mencari informasi terkait pelajaran, meskipun terdapat kendala dalam memilih informasi yang relevan dan valid. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif dengan pengumpulan data melalui kuesioner yang disebarkan kepada siswa SMP. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar siswa memanfaatkan YouTube, Instagram, dan TikTok sebagai sumber belajar, dengan YouTube sebagai platform yang paling dominan. Namun, tantangan utama yang dihadapi adalah kesulitan dalam memilih konten yang valid dan relevan. Berdasarkan hasil tersebut, disarankan agar pendidik memberikan pembekalan literasi digital kepada siswa, serta memperkuat pengawasan dalam penggunaan media sosial untuk tujuan pembelajaran.
... Untuk mencapainya, pembelajaran perlu dirancang agar relevan dan menarik, guna memotivasi siswa. Menurut Setyosari (2014), pembelajaran yang efektif adalah proses kompleks yang mencakup perencanaan matang, pengalaman belajar yang relevan, dan tujuan pembelajaran yang jelas. ...
... Model pembelajaran seperti QAIT (Quality, Appropriateness, Incentive, Time) menggarisbawahi pentingnya kualitas materi, kesesuaian tingkat kesulitan, motivasi siswa melalui penguatan, serta alokasi waktu yang memadai, yang semuanya harus selaras untuk menghasilkan hasil belajar yang optimal (Setyosari, 2014). Pendidikan berkualitas ditandai oleh kondisi peserta didik yang sehat dan siap belajar, lingkungan yang aman dan inklusif, kurikulum yang relevan, serta proses pembelajaran yang berpusat pada siswa dengan asesmen yang tepat. ...
Article
Learning effectiveness is influenced by a number of factors, including educator competence, material quality, delivery methods, and study time allocation. In particular, study time has a significant impact on students' concentration and motivation, especially in the context of the implementation of the shift system in Indonesia, which divides study time into morning and afternoon sessions. This study aims to illustrate the importance of learning time management and its impact on student motivation, concentration, and learning outcomes. This study uses a literature study approach to analyze the influence of learning time duration and system shifts on learning effectiveness. The main source of data for this research is scientific artifacts published through the Google Scholar database. Data analysis was carried out qualitatively with the knowledge of data reduction, data presentation, and drawing conclusions. The results of the analysis showed that the morning session was more effective in increasing students' concentration and motivation than the afternoon session which tended to cause fatigue. Schools should pay attention to learning time and curriculum adjustments to create a supportive learning environment
... Kualitas pembelajaran ditentukan oleh efektivitas pembelajaran (Setyosari, 2017). Untuk membut efektivitas, maka dibutuhkan kreativitas dalam pembelajaran efektivitas dan kreativitas dibutuhkan untuk mencegah pembelajaran yang tidak menarik dan membosankan, sehingga pemikiran bahwa belajar itu sulit tidak akan terjadi (Pentury, 2017). ...
Article
Full-text available
Abstrak Saat ini kita tengah berada di era society 5.0, era dimana manusia merupakan pusat teknologi. Untuk itu, perlu untuk mengembangkan sebuah media pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan teknologi saat ini. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan media pembelajaran berbasis android pada Tema Peduli terhadap Mahluk Hidup yang layak untuk siswa kelas IV SD dan untuk mengetahui kelayakan media pembelajaran berbasis android pada Tema Peduli terhadap Mahluk Hidup untuk siswa kelas IV SD. Produk yang dihasilkan pada penelitian ini, yaitu media pembelajaran berbasis android. Penelitian ini menggunakan model pengembangan Alessi & Trollip. Pengembangan ini melalui tiga tahap, yaitu (a) perencanaan, (b) perancangan, (c) pengembangan. Produk yang dikembangkan telah melalui uji alpha dan uji beta. Uji alpha dilakukan oleh 1 orang ahli media dan materi. Uji beta dilakukan oleh pengguna yang merupakan 12 siswa dan 2 guru SD Inpres BTN. IKIP I Makassar. Instrumen yang digunakan untuk mengetahui kelayakan produk, merupakan instrumen penilaian yang dikembangkan berdasarkan 3 macam kelayakan, yaitu praktis, teknis dan biaya. Instrumen penilaian tersebut, diberikan kepada ahli media, ahli materi dan pengguna. Dimana nilai akhir yang diperoleh dari ahli media ditinjau dari aspek pemograman dan tampilan, yaitu sebesar 90,62% dengan kategori sangat layak. nilai akhir yang diperoleh dari ahli materi ditinjau dari aspek pembelajaran dan isi, yaitu sebesar 90,51% dengan kategori sangat layak. Nilai akhir yang diperoleh dari siswa dan guru sebagai pengguna, yaitu sebesar 94,01% dan 92,7% dengan kategori sangat layak. Berdasarkan penilaian tersebut, dapat disimpulkan bahwa produk yang dikembangkan ini sangat layak digunakan untuk siswa kelas IV SD. Kata kunci: Media Pembelajaran Berbasis Android, Tema Peduli terhadap Makhuk Hidup, Siswa Kelas IV SD. Abstract We are currently in the era of society 5.0, era that humans are the centered of the technology. For that, we need to develop an instructional media that is in accordance with technological developments. The purpose of this research are to produce a feasible instructional media based on android for elementary school students and to determine the feasibility of Instructional Media Based on Android "Tema Peduli terhadap Makhluk Hidup" for 4 th Grade Of Elementary School Students. The product produced in this reseach is an instructional media based on android. This development research is using Alessi & Trollip development models. This development through by three stages, That are, (a) planning, (b) design, (c) development. Products development have been through alpha test and beta test. Alpha test is tested by 1 media and material expert. Beta test carried by 12 students and 2 teacher of SD Inpres BTN. IKIP I Makassar as the user of the product. Assessment instrument that used to determine the feasibility of the media was developed based on 3 kinds of feasibility, that are practical, technical and cost. Assessment instrument is given to media expert, material expert and user. From this research obtained the final score. Which The final score obtained by material expert in terms of programming and display ascpects is 90,62% with very feasible category. The final score obtained by material expert in terms of learning and content ascpects is 90,51% with very feasible category. The final score obtained by students as the user is 94,01% with very feasible category. The final score obtained by teacher as the user is 92,7% with very feasible category. Based on that assessment, in can be conclude that instructional media based on android product developed is very feasible to use for 4 th elementary school students. PENDAHULUAN Era revolusi industri 4.0 atau fourth industrial revolution merupakan fenomena global dimana semua terjadi serba digital. Adanya revolusi 4.0 menurut Novitasani dan Handoyo (2016) menciptakan sebuah penerapan gaya hidup baru pada masyarakat seperti perubahan gaya bicara, (
... Elemen-elemen ini yaitu pendidik sebagai pihak yang akan memimpin dan menyampaikan pembelajaran, siswa sebagai pihak yang akan menerima dan memproses pembelajaran, dan fasilitas serta materi yang digunakan dalam proses pembelajaran. Ukuran tercapainya suatu tujuan pembelajaran dapat dilihat dari keterlibatan dan antusias siswa dalam pembelajaran dan interaksi yang baik antara elemen dalam pembelajaran (Setyosari, 2014). ...
Article
Full-text available
The writing of this literature revie paper was carried out after the student teacher did a teaching practicum saw the situation a school in Yogyakarta, and saw problems that during the X-IPS History lessons. The facts found were the student’s lack of active involvement in participating in a series of activities in the course of learning. Therefore, the purpose of writing this literature review is to apply the recitation method to increase student involvement in achieving the goals of learning History in the X-IPS class. This study was conducted using literature review techniques and based on data from PPL 2. The distance learning model is one of the factors causing this problem, because this learning model utilizes technology that is supported by a network that is not supportive for learning. As a result, most students were not actively involved in learning because they did not have an internet network to access learning media. So, as God’s partner, a teacher must be able to design lessons that can lead students to achieve learning goals. For that, the application of the recitation method, it can be seen that the method can increase student involvement, correct understanding, and can direct students to achieve the designed learning goals. The next step in implementing this method is to provide feedback and assessment of assignments that have been done by students. BAHASA INDONESIA ABSTRACT: Penulisan kajian literatur ini dilakukan setelah mahasiswa guru melihat keadaan di salah satu sekolah di Yogyakarta, pada pembelajaran Sejarah X-IPS. Fakta yang ditemukan yaitu kurangnya keterlibatan aktif siswa dalam mengikuti rangkaian kegiatan dalam berlangsungnya pembelajaran. Untuk itu, tujuan penulisan kajian literatur ini yaitu untuk melihat penerapan metode resitasi beserta langkah-langkah penerapannya untuk meningkatkan keterlibatan siswa dalam pencapaian tujuan pembelajaran Sejarah kelas X-IPS. Studi ini dilakukan dengan teknik kajian literatur dan berdasarkan data dari PPL 2. Model pembelajaran jarak jauh merupakan salah satu faktor penyebab dari permasalahan ini, dikarenakan model pembelajaran ini memanfaatkan teknologi yang didukung oleh jaringan yang memadai. Akibatnya, sebagian besar siswa tidak terlibat aktif dalam pembelajaran dikarenakan tidak memiliki jaringan internet untuk mengakses media pembelajaran. Sehingga, sebagai mitra-Nya Allah, seorang guru harus mampu merancang pembelajaran yang dapat mengarahkan siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Untuk itu, mahasiswa guru menerapkan metode resitasi. Sehingga, dari penerapan metode resitasi yang telah dilaksanakan, dapat meningkatkan keterlibatan aktif siswa, memiliki pemahaman yang benar, dan mengarahkan siswa mencapai tujuan pembelajaran. Langkah selanjutnya dalam penerapan metode ini yaitu memberikan umpan balik dan penilaian tugas yang telah dikerjakan siswa.
... Upaya guru dalam meningkatkan keaktifan siswa di dalam kelas dilandasi oleh esensi pembelajaran efektif yang mengedepankan keterlibatan dan hasil belajar siswa. Pernyataan ini disempurnakan oleh Setyosari (2014) yang berpendapat bahwa pembelajaran efektif terjadi apabila siswa terlibat aktif dalam pembelajaran dan dikukuhkan dengan hasil belajar yang maksimal. Selain bermuara pada pembelajaran yang efektif, keaktifan siswa juga berdampak pada pengembangan potensi yang dimiliki oleh siswa. ...
Article
Full-text available
This paper discusses the efforts of a Christian teacher to increase the activeness of students in the classroom in the online learning process. The research was conducted from July to August 2020 with grade 6 elementary school students as research subjects. The purpose of this research is to expose teachers' efforts in improving student activity through Quizizz learning media applications using qualitative descriptive research methods. The results showed a form of inactive behavior of students in the classroom, such as not answering questions given by the teacher, not asking when given the opportunity to ask, and not doing the assignment stipulated by the teacher. To increase student activity, teachers use Quizizz learning media apps at every meeting. The results of Quizizz learning media have succeeded in improving student activity marked by changes in student responses, namely students have initiatives in answering questions given by teachers and asking questions about material that has not been understood in the online learning process. Quizizz's use of learning media needs to take the condition of the internet owned by students and teachers. Teachers also need to provide feedback to students about answers and quiz results.BAHASA INDONESIA: Paper ini membahas upaya guru Kristen dalam meningkatkan keaktifan siswa di dalam kelas pada proses pembelajaran daring. Penelitian yang dilakukan pada bulan Juli hingga Agustus 2020 dengan siswa kelas 6 SD sebagai subjek penelitian. Tujuan penelitian ini adalah memaparkan upaya guru dalam meningkatkan keaktifan siswa melalui aplikasi media pembelajaran Quizizz dengan menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Hasil observasi menunjukkan bentuk perilaku tidak aktif siswa di dalam kelas, seperti tidak menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru, tidak bertanya ketika diberikan kesempatan bertanya, serta tidak mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. Untuk meningkatkan keaktifan siswa, guru menggunakan aplikasi media pembelajaran Quizizz pada setiap pertemuan. Hasil dari penggunaan media pembelajaran Quizizz tersebut berhasil meningkatkan keaktifan siswa yang ditandai dengan perubahan respons siswa, yakni siswa memiliki inisiatif dalam menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru serta bertanya mengenai materi yang belum dimengerti pada proses pembelajaran daring. Penggunaan media pembelajaran Quizizz perlu mempertimbangkan kondisi internet yang dimiliki oleh siswa dan guru. Guru juga perlu memberikan umpan balik (feedback) kepada siswa mengenai jawaban dan hasil kuis.
Article
Full-text available
Modern developments have had a significant influence on the world of education, for example technology-based learning innovations. However, technological developments have both positive and negative impacts. An examination based on a Biblical perspective is sufficient to answer the problems that arise because it is important to view the presence of technology as God's providence that must be used wisely. If not reviewed biblically, the presence of technology becomes a big problem in learning. The purpose of writing this paper is to present a study of Christian philosophy and theology regarding learning innovations based on Artificial Intelligence (AI) technology. The method used is literature review. Hopefully God's providence will become more real, so that learning will increasingly glorify God and the world's philosophical views will not shake Christian faith. The results of the discussion show the philosophical views and Christian theology that students will get from teachers who invite students to properly examine AI technology-based learning innovations. The conclusion is that technology-based learning innovations are designed by Christian teachers in accordance with God's will. Suggestions that Christian teachers can make in learning are to deepen their mastery of knowledge, skills and correct attitudes regarding technological developments.
Article
Full-text available
Higher education as a center for the discovery of new knowledge that can answer various problems faced by society in this era of globalization. The pulse of scientific development is concentrated in study programs and good study programs come from the intellectual abilities of the program head in compiling the curriculum and recruiting competent lecturers to teach courses. A good study program head must have a transformational leadership style to support lecturers to carry out their teaching duties well and conduct research to discover new knowledge. The theoretical basis in this article is Resource-based theory. This study provides practical knowledge for higher education in Timor-Leste in terms of organizational learning, thus every leader and lecturer continues to learn through the development of a system of thinking about past events as a guideline to guide lecturers to learn better in building a more rational lecture system, thus producing quality graduates to contribute to the development of education in Timor-Leste. This study provides practical knowledge for higher education in Timor-Leste, especially organizational capabilities, thus leaders can manage human resources and material resources in higher education to improve organizational performance. By using existing internet technology to improve the education system in Timor-Leste, it can thus improve organizational performance
Article
The quality of educators is something that must always be considered by the government. The quality can be seen from how the characteristics of educators when providing learning in the classroom. This Mini Research will look at the Learning Characteristics of IAT Lecturers at UIN Raden Mas Said Surkarta. In this case, the researcher wants to examine two IAT lecturers only, the two lecturers are: Dr. H. Abdul Matin bin Salman Lc,.M.Ag and Dr. Hj. Ari Hikmawati S.Ag. M.Pd. This research includes descriptive qualitative research analysis. The data collection methods used are questionnaire method and RPS analysis. Respondents of this method are 2 students in each batch. In this case the researchers took from the class of 2016 - 2023, so that the respondents were 16 students. After the data is collected, then the researchers describe, and then the researchers compare and analyze using Permenristekdikti Article 11 Number 44 of 2015 related to “Learning Process Standards”. The conclusion: (1). The learning of IAT lecturers at UIN Raden Mas Said Surakarta is in accordance with the Learning Process Standards in Permenristekdikti Article 11 Number 44 of 2015 which is Integrative-Interconnective. (2). Learning Characteristics of Dr. H. Abdul Matin bin Salman Lc, M.Ag is more about Interactive, Holistic, Scientific, and Contextual learning. (3). Learning Characteristics of Dr. Hj Ari Hikmawati S.Ag. M.Pd is more about Integrative, Thematic, Effective, and Collaborative learning.
Article
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana penerapan pembelajaran berdiferensiasi pada mata pelajaran IPAS untuk meningkatkan kemampuan kognitif siswa kelas V SD Negeri 14/1 Sungai Baung. Penelitian ini dilaksanakan di Sungai Baung kelas V SDN 14/1. Berikutnya subjek penelitian ini adalah murid yang berada di kelas V SDN 14/1 Sungai Baung, dengan total 28 siswa yang terbagi rata antara 13 siswa laki-laki dan 15 siswa perempuan. Pembelajaran yang menjadi sasaran yaitu mata pembelajaran IPAS. Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian ini menggunakan data kualitatif dan data kuantitatif. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dokumentasi, dan tes. Ada 4 tahap penting yang digunakan dalam penelitian tindakan ini terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Berdasarkan hasil analisis data penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan di kelas V SDN 14/1 Sungai Baung pada mata pelajaran IPAS dapat disimpulkan bahwa dengan penerapan pembelajaran berdiferensiasi telah terbukti mampu meningkatkan kemampuan kognitif siswa. Tercermin dari hasil tes yang terus meningkat setiap siklusnya. Pada siklus I pertemuan pertama rata-rata nilai tes mencapai 71% dengan 16 siswa yang tuntas dari total jumlah siswa sebanyak 25, yang menghasilkan persentase klasikal sebesar 57,14% dengan kategori kurang. Pada pertemuan kedua siklus I, rata-rata nilai meningkat menjadi 78% jumlah siswa yang tuntas 20 dari 28 jumlah siswa keseluruhan dan menghasilkan persentase klasikal sebesar 71,42% dengan kategori cukup. Selanjutnya pada siklus II pertemuan pertama, rata-rata nilai tes mencapai 79%, dengan jumlah siswa yang tuntas sebanyak 23 dari 28 jumlah siswa keseluruhan, menghasilkan persentase klasikal sebesar 82,14% dengan kategori baik. Pada pertemuan kedua siklus II rata-rata nilai meningkat lagi menjadi 86%, dengan jumlah siswa yang tuntas sebanyak 24 siswa dari total siswa sebanyak 28 orang, menghasilkan persentase klasikal sebesar 85,71% dengan kategori sangat baik. Berdasarkan hasil yang sudah dijelaskan maka siklus II mencapai indikator kinerja yang diharapkan peneliti.
Article
The ability of agribusiness graduates to start new businesses is crucial in ensuring food security, reducing hunger, and addressing poverty in rural areas. This study aimed to evaluate entrepreneurship education’s direct impact on student’s motivation and potential for starting businesses in agribusiness. This research employed a mixed-method approach, utilizing JASP software to measure the significance of changes in students’ motivation while also using Atlas.ti to analyze students’ suggestions concerning the educational process. The study involved undergraduate agribusiness students to explore their involvement in post-graduation businesses, especially in businesses related to handling and processing perishable agricultural products. Findings indicated that entrepreneurship education significantly influences graduates’ prospects, showing a positive shift in their entrepreneurship motivation. Supported by the Paired Samples T-Test and Wilcoxon Signed-Rank Test (p-value < 0.001), this research rejected the null hypothesis (H 0 ). Agribusiness lecturers played a vital role in enhancing entrepreneurship motivation by shaping positive attitudes, creating a supportive environment, boosting confidence, and integrating practical training. Higher education institutions should provide facilities like business incubators, collaboration with business entities, and curriculums that support entrepreneurial practices to enhance the likelihood of graduates succeeding in establishing new agribusinesses, along with government policy support to create a conducive learning atmosphere.
Chapter
In the media, in government and in research literature there is a strong view that we need high quality teachers. In Australia, the Federal Minister for Education, Science and Training recently made her government's views clear: “I am committed to ensuring that every child in Australia, wherever they attend school, have access to a high quality education, with high quality teachers in a high quality environment” (Bishop, 2006). In the United States of America, a recent report from the new Commission on the Skills of the American Workforce identified the need to recruit more high quality teachers as a key component in a recommended revamp of the US education system (NCEE, 2006). The official documents associated with the No Child Left Behind Act in the US also have a focus on improving teacher quality (U.S. Department of Education, 2007) in addition to a major concern with ensuring that “highly qualified” teachers are available in all classrooms. And the vision of the United Kingdom Department for Education and Skills is that its recent National Strategies will “transform the quality of learning and teaching to benefit all children and young people in all phases and settings” (U.K. Department for Education and Skills, 2006, Purpose vision and strategic aims para. 2).
High Quality Instruction That Transforms: A Guide to Implementing Quality Academic Service-Learning
  • T Dary
  • B Prueter
  • J Grinde
  • R Grobschmidt
  • T Evers
Dary, T., Prueter, B., Grinde, J., Grobschmidt, R., Evers, T. (2010). High Quality Instruction That Transforms: A Guide to Implementing Quality Academic Service-Learning. Wisconsin: Department of Public Instruction.
Undertanding Effective Learning. Strategies for The Classroom
  • R M Gagne
Gagne, R.M. (1985).The Condition of Learning. New York: Holt, Rinehart And Winstone Hewitt, D. (2008). Undertanding Effective Learning. Strategies for The Classroom. NY: McGraw-Hill Education, Open University Press.
Designing Direct Instruction. Pre-publication version of chapter
  • W Huitt
  • D Monetti
  • J Hummel
Huitt, W., Monetti, D., & Hummel, J. (2009). Designing Direct Instruction. Pre-publication version of chapter published in C. Reigeluth and A. Carr-Chellman, Instructional-Design Theories dnd Models: Volume III, Building A Common Knowledgebase[73-97].
Effective Teaching in Schools: Theory and Practice.Third Edition. Delta Place
  • C Kyriacou
Kyriacou, C. (2009) Effective Teaching in Schools: Theory and Practice.Third Edition. Delta Place, Cheltenham, UK: Nelson Thornes Ltd Molenda, M., & Januszewski, A. (2008). Educational Technology. A Dfinition with Commentary. NY: Lawrence Erlbaum Associates.
Educational Technology. A Dfinition with Commentary
  • M Molenda
  • A Januszewski
Molenda, M., & Januszewski, A. (2008). Educational Technology. A Dfinition with Commentary. NY: Lawrence Erlbaum Associates.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005. Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Kemendikbud.
Pembelajaran Kolaborasi: Mengembangkan Keterampilan Sosial
  • P Setyosari
Setyosari, P. (2009). Pembelajaran Kolaborasi: Mengembangkan Keterampilan Sosial,Rasa Saling Menghargai dan Tanggung Jawab. Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Ilmu Teknologi Pembelajaran pada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang.
A Model of Effective Instruction. The Office of Educational Research and Improvement
  • R Slavin
Slavin, R. (1994). A Model of Effective Instruction. The Office of Educational Research and Improvement, U.S. Department of Education. No. OERI-R-117-R-90002
Instructional Design
  • P L Smith
  • T J Ragan
Smith, P.L., & Ragan, T.J. (1993).Instructional Design. NY: Macmillan Publishing Company.