Available via license: CC BY-NC 4.0
Content may be subject to copyright.
Jurnal Kesehatan Global, Vol. 2, No. 2, Mei 2019 : 94-102
Published By : Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Institut Kesehatan Helvetia
94
ARTIKEL RISET
URL Artikel : http://ejournal.helvetia.ac.id/index.php/jkg
ANALISIS FAKTOR RISIKO DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS TAKALALA KECAMATAN MARIORIWAWO
KABUPATEN SOPPENG
Analysis of Risk Factor Relation With Hypertension Occurrence At Work Area of Takalala
Health Center, Marioriwawo Sub-District, Soppeng Regency
Musfirah1(K), Masriadi2
1Departemen Epidemiologi, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Tamalatea Makassar, Indonesia
2Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran Gigi, Universiras Muslim, Indonesia
Email Penulis Korespondensi: musfirah.achmad@gmail.com
Abstrak
Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan kondisi ketika seseorang mengalami kenaikan
tekanan darah baik secara lambat atau mendadak. Menurut WHO penyakit tidak menular telah
menjadi penyebab kematian terbesar di dunia. Disebutkan bahwa hampir 17 juta orang meninggal
lebih awal tiap tahunnya sebagai akibat epidemik penyakit tidak menular. Pada tahun 2025 nanti,
angka ini kemungkinan akan meningkat menjadi 29,2%. Dari 972 juta penderita hipertensi, 639 juta
berada di negara sedang berkembang, termasuk Indonesia dan 333 sisanya berada di negara maju.
Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian observasional dengan rancangan case control study (studi
kasus kontrol). Populasi dalam penelitian ini adalah jumlah kunjungan pasien dalam setahun di
Puskesmas Takalala Kabupaten Soppeng yang berjumlah 10.460 pasien. Besar sampel yang
digunakan dalam penelitian ini, kasus sebanyak 68 responden dan kontrol sebanyak 68 responden.
Analisis data yang digunakan univariat, dan bivariat. Uji statistik yang digunakan adalah chi square.
Kesimpulan dari hasil penelitian ini yaitu riwayat keluarga 5,5 kali lebih besar berisiko Hipertensi di
wilayah kerja Puskesmas Takalala Kabupaten Soppeng. Saran dari hasil penelitian ini yaitu
masyarakat harus menerapkan pola hidup sehat, olahraga teratur minimal tiga kali minggu selama 30
menit setiap sesinya, tidak merokok atau minum alkohol, menghindari makanan tinggi garam dan
lemak, tidur cukup minimal 7 sampai 8 jam dalam hari, dan menghindari stres.
Kata Kunci: Riwayat keluarga, Tingkat pendidikan, Tingkat pendapatan, Aktifitas fisik,
Hipertensi.
Abstract
Hypertension or high blood pressure is a condition when a person experiences a rise in
blood pressure either slowly or suddenly. According to WHO, non-infectious diseases have become
the leading cause of death in the world. It was mentioned that nearly 17 million people died earlier
each year as a result of the epidemic of non-communicable diseases. In 2025, this number is likely to
increase to 29.2%. Of the 972 million people with hypertension, 639 million are in developing
countries, including Indonesia and the remaining 333 are in developed countriesThis research type is
observational research with Case Control Study design. The population in this study is the number of
patient visits in a year at the Takalala Community Health Center, Soppeng Regency, amounting to
10,460 patients. The sample size used in this research, 68 cases of respondents and control of 68
respondents. Analysis of data used univariat, and bivariate.The statistical test used is chi square. The
conclusion of this research result is family history 5,5 times bigger risk hypertension in working area
of health center of Takalala Regency of Soppeng.Suggestions from the results of this study that the
Jurnal Kesehatan Global, Vol. 2, No. 2, Mei 2019 : 94-102
Published By : Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Institut Kesehatan Helvetia
95
community should apply a healthy lifestyle, regular exercise at least three times a week for 30 minutes
each session, not smoking or drinking alcohol, avoid foods high in salt and fat, sleep at least 7 to 8
hours in the day, and avoid stress.
Keywords :Family history, Education level, Income level, Physical activity, Hypertension.
PENDAHULUAN
Menurut WHO penyakit tidak menular telah menjadi penyebab kematian terbesar di dunia.
disebutkan bahwa hampir 17 juta orang meninggal lebih awal tiap tahunnya sebagai akibat epidemik
penyakit tidak menular (1). Pada tahun 2025 nanti, angka ini kemungkinan akan meningkat menjadi
29,2%. Dari 972 juta penderita hipertensi, 639 juta berada di negara sedang berkembang, termasuk
Indonesia dan 333 sisanya berada di negara maju (2). Hasil Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2013
menunjukkan adanya prevalensi hipertensi di Indonesia mencapai 31,17% dan pada responden dengan
umur 18 tahun keatas sebesar 25,8% (1).
Data Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2014 terdapat penderita baru
hipertensi esensial (primer) sebanyak 5.902 kasus, dengan penderita lama sebanyak 7.575 kasus,
dengan kematian kasus 65 orang, jantung hipertensi dengan penderita lama 1.687 kasus, dan penderita
baru 1.670 kasus dengan kasus kematian 24 orang, ginjal hipertensi penderita baru sebanyak 58 kasus,
dengan penderita lama sebanyak 34 kasus dengan kematian 5 orang, jantung dan hipertensi sekunder
dengan penderita lama sebanyak 2.082 kasus dan penderita baru sebanyak 2.081 kasus dengan kasus
kematian 18 orang (3).
Profil Dinas kesehatan provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2017, tekanan darah tinggi atau
hipertensi di Sulawesi Selatan dengan kasus tertinggi, yaitu di kabupaten Selayar 32,49%, kabupaten
Soppeng 24,92% dan Takalar 14,82%. Berdasarkan data 10 penyakit tertinggi di Puskesmas Takalala
tahun 2017 hipertensi termasuk penyakit paling tinggi yang berada di urutan pertama dengan jumlah
penderita sebanyak 2218 (4).
Sekitar 40% kematian diusia muda diakibatkan karena hipertensi tidak terkendali. Banyak
faktor yang berperan untuk terjadinya hipertensi meliputi faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan
dan faktor risiko yang dapat dikendalikan. Faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan seperti
keturunan, jenis kelamin, ras dan usia. Sedangkan faktor risiko yang dapat dikendalikan yaitu
obesitas, kurang olahraga atau aktivitas fisik, merokok, minum kopi, sensitivitas natrium, kadar
kalium rendah, alkohol, stres, pekerjaan, pendidikan dan pola makan (5).
Adapaun tujuan penelitian ini adalah untuk analisis faktor risiko dengan kejadian hipertensi di
wilayah kerja Puskesmas Takalala Kecamatan Marioriwawo Kabupaten Soppeng tahun 2018.
METODE
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasional analitik dengan
rancangan case control study, yaitu suatu faktor risiko (riwayat keluarga, tingkat pendidikan, tingkat
pendapatan, aktifitas fisik) tertentu benar berpengaruh terhadap terjadinya efek yang diteliti (kejadian
hipertensi) dengan menbandingkan kekerapan pajanan faktor risiko tersebut pada kelompok kasus,
dengan kelompok kontrol studi kasus kontrol. Penelitian dimulai dengan mengidentifikasi masyarakat
yang menderita hipertensi (kasus) dan masyarakat yang tidak menderita hipertensi (kontrol),
kemudian secara retrospektif diteliti faktor risiko yang dapat menerangkan mengapa kasus terkena
efek sedangkan kontrol tidak. Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Takalala
Kabupaten Soppeng tahun 2018. Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah jumlah kunjungan
pasien dalam setahun di Puskesmas Takalala Kabupaten Soppeng yang berjumlah 10.460 pasien
dengan menggunakan rumus lemeshow maka dalam penelitian ini sampel ditetapkan kasus sebanyak
68 sampel dan kontrol sebanyak 68 sampel. Pada penelitian ini menggunakan analisis univariat dan
bivariat dengan uji statistik chi square dan untuk risk fact menggunakan analisis Odd Ratio (OR).
Jurnal Kesehatan Global, Vol. 2, No. 2, Mei 2019 : 94-102
Published By : Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Institut Kesehatan Helvetia
96
HASIL
Analisis Univariat
Tabel 1 menunjukkan bahwa responden yang berjenis kelamin laki-laki sebesar (43,4%) dan
perempuan (56,6%) dengan kelompok umur > 50 tahun tertinggi sebesar (46,3%) dan terendah < 20
tahun sebesar (2,2%) Jenis pekerjaan terbanyak IRT (46,3%) dan yang paling sedikit pensiunan
(6,6%) dengan riwayat keluarga ya sebanyak (56,6%) dan tidak (43,4%), tingkat pendidikan
responden tertinggi yaitu SMA/sederajat sebesar (41,2%) dan terendah perguruan tinggi (diploma,
sarjana, magister) sebesar (9,6%), pendapatan responden yaitu < 2.600.000 (52,9%) dan > 2.600.000
sebesar (47,1%) dengan aktifitas fisik < 30 menit sebesar (50,7%) dan > 30 menit sebesar (49,3%).
Tabel 1.
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik Responden
Variabel
n
Persentase
Jenis Kelamin
Laki-Laki
59
43,4
Perempuan
77
56,6
Kelompok Umur
< 20 Tahun
3
2,2
20-30 Tahun
14
10,3
31-40 Tahun
23
16,9
41-50 Tahun
33
24,3
> 50 Tahun
63
46,3
Pekerjaan
PNS
12
8,8
Wiraswasta
21
15,4
Petani
31
22,8
IRT
63
46,3
Pensiunan
9
6,6
Riwayat Keluarga
Ya
77
56,6
Tidak
59
43,4
Tingkat Pendidikan
Tidak tamat SD/Tidak sekolah
16
11,8
SD/Mi
16
11,8
SMP/MTs
35
25,7
SMA/Sederajat
56
41,2
Perguruan Tinggi (Sarjana,
Diploma, Magister
13
9,6
Pendapatan
< 2.600.000
72
52,9
> 2.600.000
64
47,1
Aktifitas Fisik
< 30 menit
69
50,7
> 30 menit
67
49,3
Analisis Bivariat
Berdasarkan tabel 2. menunjukkan bahwa responden yang menderita hipertensi terdapat 52
(67,05%) ada riwayat keluarga dan 16 (27,1%) tidak ada riwayat keluarga, sedangkan dari 68
responden yang tidak hipertensi terdapat 25 (32,5%) ada riwayat keluarga dan terdapat 43 (72,9%)
tidak ada riwayat keluarga dengan nilai OR sebesar 5,590 yang menunjukkan bahwa riwayat keluarga
Jurnal Kesehatan Global, Vol. 2, No. 2, Mei 2019 : 94-102
Published By : Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Institut Kesehatan Helvetia
97
merupakan faktor risiko kejadian hipertensi. Responden yang menderita hipertensi terdapat 44
(64,7%) yang berpendapatan rendah dan 24 (35,3%) yang berpendapatan tinggi. Sedangkan dari 68
yang tidak menderita hipertensi terdapat 27(39,7%). Responden yang berpendapatan tinggi dan yang
berpendapatan rendah terdapat 41(60,3%) dengan nilai OR sebesar 3,365 yang menunjukkan bahwa
pendapatan merupakan faktor risiko terjadinya hipertensi.
Responden yang menderita hipertensi terdapat 39 (58,6%) yang berpendidikan rendah dan 29
(41,4%) yang berpendidikan tinggi. Sedangkan dari 68 yang tidak menderitahipertensi terdapat 27
(40,9%) yang berpendidikan rendah dan yang tidak berpendidikan tinggi 41 (58,6%) dengan nilai OR
sebesar 2,172 yang menunjukkan bahwa pendidikan merupakan faktor risiko terjadinya hipertensi.
Responden yang menderita hipertensi terdapat 41 (59,4%) yang melakukan aktifitas fisik < 30 menit
dan 27 (40,3%) yang melakukan aktifitas fisik > 30 menit. Sedangkan dari 68 yang tidak menderita
hipertensi terdapat 27 (40,3%) yang melakukan aktifitas fisik < 30 menit dan yang melakukan
aktifitas fisik > 30 menit 40 (59,7%) dengan nilai OR sebesar 2,169 yang menunjukkan aktifitas fisik
merupakan faktor risiko kejadian hipertensi.
Tabel 2.
Faktor Risiko dengan Kejadian Hipertensi
Variabel
Kejadian Hipertensi
OR
Lower dan
upper
p Value
Ya
Tidak
n
%
n
%
Riwayat Keluarga
5,590
2,650-11,790
0,000
Ada riwayat keluarga
52
67,5
25
32,5
Tidak ada riwayat
keluarga
16
27,1
43
72,9
Pendapatan
3,365
6,803-1,685
0,001
Pendapatan rendah
45
62,3
23
33,8
Pendapatan
tinggi
29
34,8
42
60,3
Pendidikan
2,172
4,313-1,094
0,390
Pendidikan rendah
39
59,1
27
40,9
Pendidikan
tinggi
29
41,4
41
58,6
Aktifitas Fisik
2,169
1,094-4,303
0,020
< 30 menit
41
59,4
28
40,6
> 30 menit
27
40,3
40
59,7
PEMBAHASAN
Hubungan Riwayat Keluarga dengan Hipertensi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa riwayat keluarga merupakan faktor risiko kejadian
hipertensi, dengan nilai OR = 5,5 yaitu kelompok yang memiliki riwayat keluarga 5,590 atau 5,5 kali
berisiko dibandingkan dengan kelompok yang tidak memiliki riwayat keluarga sehingga peluang
menderita hipertensi lebih besar. Dengan tingkat kemaknaan 2,650-11,790, artinya riwayat keluarga
memiliki hubungan yang bermakna.
Menurut teori Paskah Rina, riwayat keluarga hipertensi berisiko 3,6 kali lebih besar menderita
hipertensi dibandingkan dengan responden yang tidak memiliki riwayat keluarga menderita
hipertensi. Pada 70-80% kasus hipertensi esensial, didapatkan riwayat hipertensi di dalam keluarga.
Apabila riwayat hipertensi didapatkan pada kedua orang tua, maka kemungkinan hipertensi esensial
Jurnal Kesehatan Global, Vol. 2, No. 2, Mei 2019 : 94-102
Published By : Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Institut Kesehatan Helvetia
98
lebih besar. Hipertensi juga banyak dijumpai pada penderita kembar monozigot (satu telur), apabila
salah satu menderita hipertensi (6).
Menurut Laode (7), seseorang dengan kedua orang tuanya menderita hipertensi memilki 50-
57% kemungkinan untuk menjadi hipertensi, sedangkan bila salah satunya menderita maka hanya 4-
20% yang kemudian menjadi hipertensi. Seorang penderita yang mempunyai sifat genetik hipertensi
primer (esensial) apabila dibiarkan secara alamiah tanpa intervensi terapi, bersama lingkungannya
akan menyebabkan hipertensinya berkembang dan dalam waktu sekitar 30-50 tahun akan timbul tanda
dan gejala hipertensi dengan kemungkinan komplikasinya.
Berdasarkan penelitian ini membuktikan bahwa faktor keturunan memiliki peran penting dan
menjadi penentu seberapa besar kecenderungan orang untuk menderita hipertensi, namun bila
dibiarkan secara alamiah tanpa intervensi apapun, maka bersama lingkungannya akan menyebabkan
hipertensi hingga menimbulkan tanda dan gejala. Sharing exposure atau pembagian paparan dari
kebiasaan anggota keluarga lain yang secara tidak disadari dapat mempertinggi risiko kejadian
hipertensi. Hipertensi memiliki kecendurungan untuk menurun pada generasi selanjutnya. Faktor
risiko ini tidak dapat dihilangkan tetapi dapat diantisipasi sedini mungkin dengan rajin melakukan
kontrol terhadap tekanan darah di fasilitas kesehatan terdekat baik itu di Puskesmas maupun di
Rumah Sakit dan menjaga pola hidup sehat. Mengetahui memiliki orang tua hipertensi sebaiknya
rutin memeriksakan tekanan darah dan menghindari gaya hidup yang dapat meningkatkan tekanan
darah.Menurut Peneliti, riwayat hipertensi didapat dari orang tua maka dugaan terjadinya hipertensi
primer pada seseorang akan cukup besar. Hal ini terjadi karena pewarisan sifat melalui gen. Faktor
keturunan memang memiliki peran besar terhadap munculnya hipertensi. Hal itu terbukti dengan
ditemukannya kejadian bahwa dari 10 orang penderita hipertensi, 90 persen diantaranya terjadi karena
mereka memiliki bakat atau gen yang membawa munculnya hipertensi. Meski demikian gen dapat
menjadikan seseorang sebagai penderita hipertensi karena ada faktor pemicu eksternal yang lain.
Riwayat keluarga (orang tua, kakek/nenek, dan saudara kandung) yang menunjukkan adanya tekanan
darah yang tinggi merupakan faktor risiko paling kuat bagi seseorang untuk mengidap hipertensi di
masa yang akan datang.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan ini, menunjukkan bahwa riwayat keluarga memilki
hubungan dengan kejadian hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Takalala Kecamatan Marioriwawo
Kabupaten Soppeng Tahun 2018. Penyebab hipertensi karena faktor riwayat keluarga ini diketahui
disebabkan oleh pola hidup yang kurang baik, dikaitkan dengan pola makan, jika seseorang
menerapkan pola makan yang baik, kemungkinan orang tersebut akan terhindar dari hipertensi.
Seperti terlihat dari data distribusi responden berdasarkan status Hipertensi bahwa responden dalam
penelitian ini kebanyakan mengalami Hipotesis, hal ini berarti bahwa pola hidup responden masih
kurang baik, sehingga responden mengalami hipertensi dengan salah satu faktornya adalah
mempunyai riwayat keluarga yang menderita hipertensi.
Keluarga yang memiliki riwayat hipertensi, akan kemungkinan memiliki terkena hipertensi.
Namun, risiko terkena hipertensi dapat diperkecil dengan menerapkan pola hidup sehat, olahraga
teratur minimal 3x/minggu selama 30 menit setiap sesinya, menghindari makanan tinggi garam dan
lemak, tidur cukup minimal 7-8 jam/hari, dan menghindari stres. Selain itu juga perlu dilakukan
pemeriksaan tekanan darah secara berkala. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan 15-20 menit setelah
berisitirahat, duduk tenang, dan tidak menyilangkan kaki. Hal ini penting karena setelah olahraga,
aktivitas tinggi dan stres menyebabkan tekanan darah naik saat pemeriksaan.
Hubungan Pendapatan dengan Hipertensi
Berdasarkan hasil perhitungan uji Chi-Square diketahui bahwa adanya hubungan antara
pendapatan dengan odss Ratio (OR) diperoleh nilai =3,365 (Confodence Interval dengan nilai dan
Jurnal Kesehatan Global, Vol. 2, No. 2, Mei 2019 : 94-102
Published By : Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Institut Kesehatan Helvetia
99
lower limit (6,803 danupper limit (1,665) dengan odss Ratio (OR) terjadinya hipertensi pada
kelompok yang berisiko tinggi 3,365 atau pendapatan berisiko dengan terjadinya hipertensi. Dengan
tingkat kemaknaan lower limit (6,803)dan upper limit (1,665), maka hipertensi dengan pendapatan
mempunyai hubungan yang bermakna.
Pada penelitian ini didapatkan hipertensi banyak pada kelompok berpendapatan rendah
dibanding pendapatan tinggi, dikarenakan faktor kurangnya biaya untuk memeriksakan diri secara
teratur serta tekanan psikologis berkaitan dengan himpitan ekonomi. Pendapatan tinggi sendiri
berhubungan dengan kejadian hipertensi lebih dikarenakan kemampuan materi dan kemudahan akses
mendapatkan informasi kesehatan melalui berbagai media baik cetak maupun elektronik. Dalam
penelitian terdahulu disebutkan bahwa tingkat pendapatan tidak berhubungan dengan faktor risiko
penyakit cardiovaskuler, hal ini dikarenakan adanya faktor risiko overweight dan obesitas yang
banyak dialami oleh kelompok berpendapatan tinggi (8).
Menurut Peneliti, penyakit hipertensi yang diderita masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas
Takalala Kecamatan Marioriwawo Kabupaten Soppeng sering kambuh karena berdasarkan hasil
wawancara mereka mengaku tidak pernah memperhatikan asupan makanan setiap harinya
dikarenakan pendapatan yang kurang untuk memperoleh makanan yang bergizi. Dengan pendapatan
yang kurang maka masyarakat penderita hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Takalala Kecamatan
Marioriwawo Kabupaten Soppeng akan kesulitan untuk memeriksakan tekanan darahnya ke Rumah
Sakit atau Puskesmas terdekat karena tidak mempunyai biaya untuk membayar biaya kesehatan.
Pada masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas Takalala Kecamatan Marioriwawo Kabupaten
Soppeng yang sosialyang ekonominya rendah cenderung tidak mematuhi anjuran dokter dan jarang
mengontrol tekanan darah terutama masyarakat perkotaan yang sibuk mencari uang untuk mencukupi
kebutuhan hidupnya. Penduduk yang berpendapatan lebih dalam penyediaan makanan buat keluarga
banyak yang memanfaatkan bahan makanan yang bergizi, hal ini disebabkan karena mendukungnya
faktor pendapatan dalam memperoleh makanan yang bergizibuat keluarga mereka. Berbeda dengan
penduduk yang berpendapatan rendah maka sulit bagi mereka untuk memperoleh makanan yang
bergizi karena terkendala dana.
Tingkat sosial ekonomi yang rendah dapat menjadi faktor risiko hipertensi. Kebanyakan dari
mereka merupakan masyarakat dengan ekonomi menengah ke bawah, yang lebih banyak
menggunakan penghasilannya untuk memenuhi kebutuhan pokok daripada memeriksakan kesehatan.
Meskipun telah mengetahui bahwa dirinya menderita hipertensi, mereka mengabaikan nasihat dari
petugas kesehatan tentang pengobatan hipertensi, karena kecenderungan orang-orang yang hidup
sendiri dan daya ingatnya sudah mulai menurun.
Hubungan Pendidikan dengan Hipertensi
Berdasarkan hasil perhitungan uji Chi-Square adanya hubungan antaradengan odss Ratio (OR)
diperoleh nilai =2,172 (Confodence Interval dengan nilai lower limit (4,313) dan upper limit (1,094),
dengan tingkat kemaknaan 4,313-2,172, maka hipertensi dan pendidikan tidak memiliki hubungan
dengan tingkat kemaknaan.
Penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Sulistyowati (9), yang membuktikan
bahwa Adanya hubungan antara tingkat pendidikan dengan hipertensi Dikampung botton kelurahan
magelang, kecamatan magelang tengah kota Magelang, (OR=1,861). Penelitian ini juga didukung
oleh teori menurut Soekidjo Notoatmodjo, mengatakan bahwa Pendidikan secara umum adalah segala
upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat
sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. Pendidikan juga dapat
mempengaruhi kesehatan, semakin tinggi taraf pendidikan seseorang maka tingkat kesadaran akan
kesehatan meningkat (10)(11). Tingkat pendidikan kriteria SD menurunkan risiko terkena hipertensi
sebesar 66%, sedangkan yang bependidikan SMP berkisar 72% hal ini menyimpulkan makin tinggi
Jurnal Kesehatan Global, Vol. 2, No. 2, Mei 2019 : 94-102
Published By : Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Institut Kesehatan Helvetia
100
tingkat pendidikan seseorang makin kecil risiko menderita hipertensi dan tingkat pendidikan rendah
berisiko 2,9 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan dengan responden yang tingkat
pendidikannya tinggi (12).
Pada hakikatnya pendidikan merupakan salah satu cara seseorang mendapatkan ilmu maupun
pengetahuan di bangku sekolah. Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan
masyarakat yang sangat berperan meningkatkan kualitas hidup. Secara umum semakin tinggi tingkat
pendidikan suatu masyarakat, maka akan semakin baik tingkat pengetahuan dan kualitas sumber
dayanya. Selain itu, pendidikan merupakan proses untuk mempengaruhi sejumlah aspek perilaku
individu khususnya kesehatan. Pendidikan kesehatan memberikan wawasan baru, mengurangi
ketegangan dan ketakutan pada seseorang yang khawatir akan penyakitnya sehingga dapat
menurunkan tekanan darah yang tadinya tinggi karena perasaan cemas dan khawatir terhadap hal yang
serius terkait dengan penyakit yang dideritanya kemudian memicu hipertensi (13).
Menurut Peneliti, tingkat pendidikan dapat mempengaruhi hipertensi karena berhubungan
dengan pengetahuan seseorang mengenai penyakit disekitarnya. Tingkat pendidikan secara tidak
langsung mempengaruhi tekanan darah pada seseorang karena tingkat pendidikan berpengaruh
terhadap gaya hidup seseorang yaitu seperti kebiasaan merokok, kebiasaan mengonsumsi alkohol,
asupan makan, dan aktivitas fisik. Hasil penelitian di negara berkembang menunjukkan kebiasaan
merokok dan kualitas diet seperti konsumsi buah dan sayur yang rendah, signifikan lebih tinggi pada
kelompok dengan status soial ekonomi rendah. Mereka yang berpendidikan rendah berkaitan dengan
rendahnya kesadaran untuk berperilaku hidup sehat dan rendahnya akses terhadap sarana pelayanan
kesehatan.
Pada pendidikan rendah, prevalensi (hipertensi) lebih tinggi dibanding yang berpendidikan
tinggi. Semakin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan
pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya jika seseorang tingkat
pendidikannya rendah, akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan,
informasi dan nilai-nilai yang baru diperkenalkan. Temuan ini tentu menjadi tantangan yang cukup
signifikan. Di satu sisi, data ini menunjukkan bahwa masalah vaskuler lebih banyak ditemukan pada
kelompok dengan jenjang pendidikan yang rendah. Di sisi lain, jenjang pendidikan yang rendah
berkaitan dengan kurangnya pengetahuan dan kesadaran terkait kesehatan. Pengetahuan dan
kesadaran yang rendah pada penderita hipertensi berisiko membuat kondisi hipertensi tidak terkontrol
dengan baik. Hipertensi yang tidak terkontrol dengan baik dapat menyebabkan beragam komplikasi di
kemudian hari. Beberapa komplikasi yang ditimbulkan dari hipertensi adalah gagal jantung dan gagal
ginjal.Mengacu pada hasil penelitian ini, pengetahuan tentang hipertensi pada responden secara nyata
menunjukkan pengaruhnya terhadap upaya pengendalian hipertensi. Hal ini sesuai dengan pendapat
Maryono (2007) bahwa pengetahuan yang baik akan mampu merubah gaya hidup dengan cara
berhenti merokok sedini mungkin, berolahraga secara teratur, perbaikan diet, hindari stres serta
hindari pola hidup tidak sehat. Sumadi (2009), menyatakan bahwa semakin baik pengetahuan
responden mengenai hipertensi maka semakin baik pula upaya responden untuk mengendalikan
hipertensi yang dideritanya (14)(15).
Hubungan Aktivitas Fisik dengan Hipertensi
Hasil analisis bivariat pada penelitian ini menyatakan adanya hubungan antara dengan odss
Ratio (OR) diperoleh nilai = 2.169 (Confodence Interval dengan nilai lower limit (1,094) dan upper
limit (4,303). Pada kelompok kasus sebesar 59,4% yang berisiko sehingga memiliki peluang
menderita hipertensi, sedangkan pada kelompok kontrol sebesar 40,6%. Maka odss Ratio (OR)
terjadinya hipertensi pada kelompok yang melakukan aktifitas fisik < 30 menit 2.169 atau 2,1 kali
berisiko dibandingkan dengan terjadinya hipertensi pada kelompok yang melakukan aktifitas fisik >
Jurnal Kesehatan Global, Vol. 2, No. 2, Mei 2019 : 94-102
Published By : Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Institut Kesehatan Helvetia
101
30 menit tidak berisiko sehingga peluang menderita hipertensi lebih besar. Dengan tingkat kemaknaan
1,094-4,303, maka hipertensi dengan lamanya melakukan aktifitas memiliki hubungan yang
bermakna.
Kurangnya aktifitas fisik meningkatkan risiko menderita hipertensi karena meningkatkan risiko
kelebihan berat badan. Orang yang tidak aktif juga cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung
yang lebih tinggi sehingga otot jantungnya harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin
keras dan sering otot jantung harus memompa, makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri
(16)(17).
Kurang melakukan olahraga akan meningkatkan kemungkinan timbulnya obesitas dan jika
asupan garam juga bertambah akan memudahkan timbulnya hipertensi. Kurangnya aktifitas fisik
meningkatkan risiko menderita hipertensi karena meningkatkan risiko kelebihan berat badan. Orang
yang tidak aktif juga cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi sehingga otot
jantungnya harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung harus
memompa, makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri.
Aktivitas fisik sangat memengaruhi stabilitas tekanan darah. Pada orang yang tidak aktif
melakukan kegiatan fisik cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi. Hal
tersebut mengakibatkan otot jantung bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras usaha otot
jantung dalam memompa darah, makin besar pula tekanan darah yang dibebankan pada dinding arteri
sehingga tahanan perifer yang menyebabkan kenaikan tekanan darah. Tekanan darah juga dipengaruhi
oleh aktivitas fisik. Aktivitas fisik yang rendah seperti bermalas-malasan memicu terjadinya
hipertensi karena curah jantung menurun sehingga tahanan perifer meningkat. Gaya hidup yang tidak
aktif atau malas berolahraga bisa memicu terjadinya hipertensi pada orang-orang memiliki kepekaan
yang diturunkan Wigudjoyo (2008). Berat badan yang berlebih akan membuat seseorang susah
bergerak dengan bebas (18)(9).
Kurangnya aktivitas fisik juga dapat meningkatkan risiko kelebihan berat badan yang akan
menyebabkan risiko hipertensi meningkat. Aktivitas fisik meningkatkan aliran darah ke jantung,
kelenturan arteri dan fungsi arterial. Aktivitas fisik juga melambatkan aterosklerosis serta
menurunkan risiko serangan jantung dan stroke. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa lamanya
kebiasaan menonton televisi (inaktivitas) berhubungan dengan peningkatan prevalensi obesitas yang
akan menyebabkan risiko hipertensi meningkat. Aktivitas fisik yang sedang hingga tinggi akan
mengurangi kemungkinan terjadinya obesitas (19)(20).
Menurut Peneliti, pentingnya berolahraga dan bergerak badan sejak kecil demi terbentuknya
otot-otot jantung yang lebih tangguh. Jantung yang tangguh tetap kuat memompakan darah kendati
menghadapi rintangan pipa pembuluh darah yang sudah tidak utuh lagi. Jantung yang terlatih sejak
usia muda ototnya lebih tebaldan kuat dibanding yang tidak terlatih. Jantung yang terlatih selalu
efisien dalammemompa darah. Dalam menghindari hipertensi sebaiknya untuk kedepannya bagi
wilayah kerja puskesmas takalala kab. Soppeng tahun 2018 agar lebih meningkatkan peran serta
Posbindu PTM (Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular) dalam masyarakat, seperti
membuat kegiatan olahraga bersama sebaiknya bukan hanya dilakukan jika ada kegiatan saja, namun
perlu dilakukan rutin setiap minggunya, melakukan penyuluhan pada laki-laki dewasa awal tentang
pentingnya aktivitas fisik bagi kesehatan, dan juga melibatkan keluarga terdekat agar lebih
menekankan mereka untuk menghindari faktor risiko terjadinya hipertensi. Hal ini dapat disimpulkan
responden yang mempunyai aktivitas fisik ringan cenderung lebih besar beresiko terkena hipertensi
tetapi begitu sebaliknya responden yang memiliki aktivitas fisik sedang cenderung lebih sedikit
beresikoterkena hipertensi. Jadi aktivitas fisik responden sangat mempengaruhi terjadinyahipertensi
pada responden.
Jurnal Kesehatan Global, Vol. 2, No. 2, Mei 2019 : 94-102
Published By : Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Institut Kesehatan Helvetia
102
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa ada hubungan faktor
(riwayat keluarga, pendapatan, pendidikan dan aktifitas fisik) dengan kejadian hipertensi di Wilayah
Kerja Puskesmas Takalala Kecamatan Marioriwawo Kabupaten Soppeng Tahun 2018.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala Puskesmas dan pegawai Puskesmas
Takalala Kecamatan Marioriwawo Kabupaten Soppeng dan para partisipan yang telah berpartisipasi
pada penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
1. Linda L. The Risk Factors Of Hypertension Disease. J Kesehat Prima. 2018;11(2):150–7.
2. Windarsih AD, Suyamto S, Devianto A. Hubungan Antara Stres Dan Tingkat Sosial Ekonomi
Terhadap Hipertensi Pada Lansia. J Keperawatan Notokusumo. 2017;5(1):62–71.
3. Prasetyaningrum YI, Gz S. Hipertensi bukan untuk ditakuti. FMedia; 2014.
4. Selatan DKPS. Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi SelatanTahun 2016. Selatan DKPS, Ed.
2016;
5. Kurniadi H, Nurrahmani U. Stop diabetes, hipertensi, kolesterol tinggi, jantung koroner.
Yogyakarta: Istana Media. 2014;
6. Yoga Prasetya B. Asuhan Keperawatan Hipertensi Pada Pasien Ny. T Dan Ny. S Dengan
Masalah Keperawatan Nyeri Akut Di Ruang Melati Rsud Dr. Haryoto Lumajang Tahun 2018.
7. Ramadhan AM, Rijai L, Liu JM. Kajian Penggunaan Obat Hipoglikemik Oral pada Pasien
Diabetes Mellitus Tipe 2 di Puskesmas Temindung Samarinda. J Sains dan Kesehat.
2015;1(3):105–10.
8. Adhitomo I. Hubungan Antara Pendapatan, Pendidikan, dan Aktivitas Fisik Pasien dengan
Kejadian Hipertensi. UNS (Sebelas Maret University); 2014.
9. Artiyaningrum B. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian hipertensi tidak terkendali
pada penderita yang melakukan pemeriksaan rutin di puskesmas kedungmundu kota semarang
tahun 2014. Universitas Negeri Semarang; 2001.
10. Nasional DP. Sistem pendidikan nasional. Jakarta (ID): Depdiknas. 2003;
11. Effendy N. Dasar-dasar keperawatan kesehatan masyarakat. In EGC; 1998.
12. Wahyuni E. D. 2013. Hubungan tingkat pendidikan dan jenis kelamin dengan kejadian
hipertensi di Kelurahan Jagalan di wilayah kerja Puskesmas Pucang Sawit Surakarta. J Ilmu
Keperawatan Indones. 1(1):79–85.
13. Gasong D. Belajar dan pembelajaran. Deepublish; 2018.
14. Daeli FS. Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Pasien Hipertensi Dengan Upaya
Pengendalian Hipertensi Di Uptd Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli Selatan Kota
Gunungsitoli Tahun 2017. 2017;
15. Ginting M. Determinan Tindakan Masyarakat Dalam Pencegahan Penyakit Hipertensi Di
Kecamatan Belawan.
16. Anggara FHD, Prayitno N. Faktor-faktor yang berhubungan dengan tekanan darah di
Puskesmas Telaga Murni, Cikarang Barat tahun 2012. J Ilm Kesehat. 2013;5(1):20–5.
17. Novitaningtyas T. Hubungan karakteristik (umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan) dan
aktivitas fisik dengan tekanan darah pada lansia di Kelurahan Makamhaji Kecamatan
Kartasura Kabupaten Sukoharjo. Universitas Muhammadiyah Surakarta; 2014.
18. Kartikasari AN, Chasani S, Ismail A. Faktor Risiko Hipertensi pada Masyarakat di Desa
Kabongan Kidul, Kabupaten Rembang. Fakultas Kedokteran; 2012.
19. Rahma NM, Pujianto A. Gambaran Gaya Hidup Penderita Hipertensi Pada Masyarakat Pesisir.
Faculty of Medicine; 2017.
20. Harahap RA. Faktor Risiko Aktivitas Fisik, Merokok, dan Konsumsi Alkohol terhadap
Kejadian Hipertensi pada Laki-Laki Dewasa Awal di Wilayah Puskesmas Bromo Medan
Tahun 2017. 2017;