ArticlePDF Available

Analisis Faktor Risiko dengan Kejadian Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Takalala Kecamatan Marioriwawo Kabupaten Soppeng

Authors:

Abstract

Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan kondisi ketika seseorang mengalami kenaikan tekanan darah baik secara lambat atau mendadak. Menurut WHO penyakit tidak menulartelah menjadi penyebab kematian terbesardi dunia. disebutkan bahwa hampir 17 jutaorang meninggal lebih awal tiap tahunnyasebagai akibat epidemik penyakit tidak menular. Pada tahun 2025 nanti, angka ini kemungkinan akan meningkat menjadi 29,2%. Dari 972 juta penderita hipertensi, 639 juta berada di negara sedang berkembang, termasuk Indonesia dan 333 sisanya berada di negara majuJenis penelitian ini adalah jenis penelitian observasional dengan rancangan Case Control Study (studi kasus kontrol). Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Takalala Kabupaten Soppeng tahun 2018. Besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini, kasus sebanyak 68 responden dan kontrol sebanyak 68 responden dengan menggunakan Case Control. Analisis data yang digunakan univariat, dan bivariat.Kesimpulan dari hasil penelitian ini yaitu riwayat keluarga 5,5 kali lebih besar berisiko Hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Takalala Kabupaten Soppeng.Saran dari hasil penelitian ini yaitu masyarakat harus menerapkan pola hidup sehat, olahraga teratur minimal tiga kali minggu selama 30 menit setiap sesinya, tidak merokok atau minum alkohol, menghindari makanan tinggi garam dan lemak, tidur cukup minimal 7 sampai 8 jam dalam hari, dan menghindari stres.
Jurnal Kesehatan Global, Vol. 2, No. 2, Mei 2019 : 94-102
Published By : Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Institut Kesehatan Helvetia
94
ARTIKEL RISET
URL Artikel : http://ejournal.helvetia.ac.id/index.php/jkg
ANALISIS FAKTOR RISIKO DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS TAKALALA KECAMATAN MARIORIWAWO
KABUPATEN SOPPENG
Analysis of Risk Factor Relation With Hypertension Occurrence At Work Area of Takalala
Health Center, Marioriwawo Sub-District, Soppeng Regency
Musfirah1(K), Masriadi2
1Departemen Epidemiologi, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Tamalatea Makassar, Indonesia
2Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran Gigi, Universiras Muslim, Indonesia
Email Penulis Korespondensi: musfirah.achmad@gmail.com
Abstrak
Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan kondisi ketika seseorang mengalami kenaikan
tekanan darah baik secara lambat atau mendadak. Menurut WHO penyakit tidak menular telah
menjadi penyebab kematian terbesar di dunia. Disebutkan bahwa hampir 17 juta orang meninggal
lebih awal tiap tahunnya sebagai akibat epidemik penyakit tidak menular. Pada tahun 2025 nanti,
angka ini kemungkinan akan meningkat menjadi 29,2%. Dari 972 juta penderita hipertensi, 639 juta
berada di negara sedang berkembang, termasuk Indonesia dan 333 sisanya berada di negara maju.
Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian observasional dengan rancangan case control study (studi
kasus kontrol). Populasi dalam penelitian ini adalah jumlah kunjungan pasien dalam setahun di
Puskesmas Takalala Kabupaten Soppeng yang berjumlah 10.460 pasien. Besar sampel yang
digunakan dalam penelitian ini, kasus sebanyak 68 responden dan kontrol sebanyak 68 responden.
Analisis data yang digunakan univariat, dan bivariat. Uji statistik yang digunakan adalah chi square.
Kesimpulan dari hasil penelitian ini yaitu riwayat keluarga 5,5 kali lebih besar berisiko Hipertensi di
wilayah kerja Puskesmas Takalala Kabupaten Soppeng. Saran dari hasil penelitian ini yaitu
masyarakat harus menerapkan pola hidup sehat, olahraga teratur minimal tiga kali minggu selama 30
menit setiap sesinya, tidak merokok atau minum alkohol, menghindari makanan tinggi garam dan
lemak, tidur cukup minimal 7 sampai 8 jam dalam hari, dan menghindari stres.
Kata Kunci: Riwayat keluarga, Tingkat pendidikan, Tingkat pendapatan, Aktifitas fisik,
Hipertensi.
Abstract
Hypertension or high blood pressure is a condition when a person experiences a rise in
blood pressure either slowly or suddenly. According to WHO, non-infectious diseases have become
the leading cause of death in the world. It was mentioned that nearly 17 million people died earlier
each year as a result of the epidemic of non-communicable diseases. In 2025, this number is likely to
increase to 29.2%. Of the 972 million people with hypertension, 639 million are in developing
countries, including Indonesia and the remaining 333 are in developed countriesThis research type is
observational research with Case Control Study design. The population in this study is the number of
patient visits in a year at the Takalala Community Health Center, Soppeng Regency, amounting to
10,460 patients. The sample size used in this research, 68 cases of respondents and control of 68
respondents. Analysis of data used univariat, and bivariate.The statistical test used is chi square. The
conclusion of this research result is family history 5,5 times bigger risk hypertension in working area
of health center of Takalala Regency of Soppeng.Suggestions from the results of this study that the
Jurnal Kesehatan Global, Vol. 2, No. 2, Mei 2019 : 94-102
Published By : Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Institut Kesehatan Helvetia
95
community should apply a healthy lifestyle, regular exercise at least three times a week for 30 minutes
each session, not smoking or drinking alcohol, avoid foods high in salt and fat, sleep at least 7 to 8
hours in the day, and avoid stress.
Keywords :Family history, Education level, Income level, Physical activity, Hypertension.
PENDAHULUAN
Menurut WHO penyakit tidak menular telah menjadi penyebab kematian terbesar di dunia.
disebutkan bahwa hampir 17 juta orang meninggal lebih awal tiap tahunnya sebagai akibat epidemik
penyakit tidak menular (1). Pada tahun 2025 nanti, angka ini kemungkinan akan meningkat menjadi
29,2%. Dari 972 juta penderita hipertensi, 639 juta berada di negara sedang berkembang, termasuk
Indonesia dan 333 sisanya berada di negara maju (2). Hasil Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2013
menunjukkan adanya prevalensi hipertensi di Indonesia mencapai 31,17% dan pada responden dengan
umur 18 tahun keatas sebesar 25,8% (1).
Data Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2014 terdapat penderita baru
hipertensi esensial (primer) sebanyak 5.902 kasus, dengan penderita lama sebanyak 7.575 kasus,
dengan kematian kasus 65 orang, jantung hipertensi dengan penderita lama 1.687 kasus, dan penderita
baru 1.670 kasus dengan kasus kematian 24 orang, ginjal hipertensi penderita baru sebanyak 58 kasus,
dengan penderita lama sebanyak 34 kasus dengan kematian 5 orang, jantung dan hipertensi sekunder
dengan penderita lama sebanyak 2.082 kasus dan penderita baru sebanyak 2.081 kasus dengan kasus
kematian 18 orang (3).
Profil Dinas kesehatan provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2017, tekanan darah tinggi atau
hipertensi di Sulawesi Selatan dengan kasus tertinggi, yaitu di kabupaten Selayar 32,49%, kabupaten
Soppeng 24,92% dan Takalar 14,82%. Berdasarkan data 10 penyakit tertinggi di Puskesmas Takalala
tahun 2017 hipertensi termasuk penyakit paling tinggi yang berada di urutan pertama dengan jumlah
penderita sebanyak 2218 (4).
Sekitar 40% kematian diusia muda diakibatkan karena hipertensi tidak terkendali. Banyak
faktor yang berperan untuk terjadinya hipertensi meliputi faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan
dan faktor risiko yang dapat dikendalikan. Faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan seperti
keturunan, jenis kelamin, ras dan usia. Sedangkan faktor risiko yang dapat dikendalikan yaitu
obesitas, kurang olahraga atau aktivitas fisik, merokok, minum kopi, sensitivitas natrium, kadar
kalium rendah, alkohol, stres, pekerjaan, pendidikan dan pola makan (5).
Adapaun tujuan penelitian ini adalah untuk analisis faktor risiko dengan kejadian hipertensi di
wilayah kerja Puskesmas Takalala Kecamatan Marioriwawo Kabupaten Soppeng tahun 2018.
METODE
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasional analitik dengan
rancangan case control study, yaitu suatu faktor risiko (riwayat keluarga, tingkat pendidikan, tingkat
pendapatan, aktifitas fisik) tertentu benar berpengaruh terhadap terjadinya efek yang diteliti (kejadian
hipertensi) dengan menbandingkan kekerapan pajanan faktor risiko tersebut pada kelompok kasus,
dengan kelompok kontrol studi kasus kontrol. Penelitian dimulai dengan mengidentifikasi masyarakat
yang menderita hipertensi (kasus) dan masyarakat yang tidak menderita hipertensi (kontrol),
kemudian secara retrospektif diteliti faktor risiko yang dapat menerangkan mengapa kasus terkena
efek sedangkan kontrol tidak. Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Takalala
Kabupaten Soppeng tahun 2018. Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah jumlah kunjungan
pasien dalam setahun di Puskesmas Takalala Kabupaten Soppeng yang berjumlah 10.460 pasien
dengan menggunakan rumus lemeshow maka dalam penelitian ini sampel ditetapkan kasus sebanyak
68 sampel dan kontrol sebanyak 68 sampel. Pada penelitian ini menggunakan analisis univariat dan
bivariat dengan uji statistik chi square dan untuk risk fact menggunakan analisis Odd Ratio (OR).
Jurnal Kesehatan Global, Vol. 2, No. 2, Mei 2019 : 94-102
Published By : Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Institut Kesehatan Helvetia
96
HASIL
Analisis Univariat
Tabel 1 menunjukkan bahwa responden yang berjenis kelamin laki-laki sebesar (43,4%) dan
perempuan (56,6%) dengan kelompok umur > 50 tahun tertinggi sebesar (46,3%) dan terendah < 20
tahun sebesar (2,2%) Jenis pekerjaan terbanyak IRT (46,3%) dan yang paling sedikit pensiunan
(6,6%) dengan riwayat keluarga ya sebanyak (56,6%) dan tidak (43,4%), tingkat pendidikan
responden tertinggi yaitu SMA/sederajat sebesar (41,2%) dan terendah perguruan tinggi (diploma,
sarjana, magister) sebesar (9,6%), pendapatan responden yaitu < 2.600.000 (52,9%) dan > 2.600.000
sebesar (47,1%) dengan aktifitas fisik < 30 menit sebesar (50,7%) dan > 30 menit sebesar (49,3%).
Tabel 1.
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik Responden
Variabel
n
Persentase
Laki-Laki
59
43,4
Perempuan
77
56,6
< 20 Tahun
3
2,2
20-30 Tahun
14
10,3
31-40 Tahun
23
16,9
41-50 Tahun
33
24,3
> 50 Tahun
63
46,3
PNS
12
8,8
Wiraswasta
21
15,4
Petani
31
22,8
IRT
63
46,3
Pensiunan
9
6,6
Ya
77
56,6
Tidak
59
43,4
Tidak tamat SD/Tidak sekolah
16
11,8
SD/Mi
16
11,8
SMP/MTs
35
25,7
SMA/Sederajat
56
41,2
Perguruan Tinggi (Sarjana,
Diploma, Magister
13
9,6
< 2.600.000
72
52,9
> 2.600.000
64
47,1
< 30 menit
69
50,7
> 30 menit
67
49,3
Analisis Bivariat
Berdasarkan tabel 2. menunjukkan bahwa responden yang menderita hipertensi terdapat 52
(67,05%) ada riwayat keluarga dan 16 (27,1%) tidak ada riwayat keluarga, sedangkan dari 68
responden yang tidak hipertensi terdapat 25 (32,5%) ada riwayat keluarga dan terdapat 43 (72,9%)
tidak ada riwayat keluarga dengan nilai OR sebesar 5,590 yang menunjukkan bahwa riwayat keluarga
Jurnal Kesehatan Global, Vol. 2, No. 2, Mei 2019 : 94-102
Published By : Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Institut Kesehatan Helvetia
97
merupakan faktor risiko kejadian hipertensi. Responden yang menderita hipertensi terdapat 44
(64,7%) yang berpendapatan rendah dan 24 (35,3%) yang berpendapatan tinggi. Sedangkan dari 68
yang tidak menderita hipertensi terdapat 27(39,7%). Responden yang berpendapatan tinggi dan yang
berpendapatan rendah terdapat 41(60,3%) dengan nilai OR sebesar 3,365 yang menunjukkan bahwa
pendapatan merupakan faktor risiko terjadinya hipertensi.
Responden yang menderita hipertensi terdapat 39 (58,6%) yang berpendidikan rendah dan 29
(41,4%) yang berpendidikan tinggi. Sedangkan dari 68 yang tidak menderitahipertensi terdapat 27
(40,9%) yang berpendidikan rendah dan yang tidak berpendidikan tinggi 41 (58,6%) dengan nilai OR
sebesar 2,172 yang menunjukkan bahwa pendidikan merupakan faktor risiko terjadinya hipertensi.
Responden yang menderita hipertensi terdapat 41 (59,4%) yang melakukan aktifitas fisik < 30 menit
dan 27 (40,3%) yang melakukan aktifitas fisik > 30 menit. Sedangkan dari 68 yang tidak menderita
hipertensi terdapat 27 (40,3%) yang melakukan aktifitas fisik < 30 menit dan yang melakukan
aktifitas fisik > 30 menit 40 (59,7%) dengan nilai OR sebesar 2,169 yang menunjukkan aktifitas fisik
merupakan faktor risiko kejadian hipertensi.
Tabel 2.
Faktor Risiko dengan Kejadian Hipertensi
Variabel
Kejadian Hipertensi
OR
Lower dan
upper
p Value
Ya
Tidak
n
%
n
%
Riwayat Keluarga
5,590
2,650-11,790
0,000
Ada riwayat keluarga
52
67,5
25
32,5
Tidak ada riwayat
keluarga
16
27,1
43
72,9
Pendapatan
3,365
6,803-1,685
0,001
Pendapatan rendah
45
62,3
23
33,8
Pendapatan
tinggi
29
34,8
42
60,3
Pendidikan
2,172
4,313-1,094
0,390
Pendidikan rendah
39
59,1
27
40,9
Pendidikan
tinggi
29
41,4
41
58,6
Aktifitas Fisik
2,169
1,094-4,303
0,020
< 30 menit
41
59,4
28
40,6
> 30 menit
27
40,3
40
59,7
PEMBAHASAN
Hubungan Riwayat Keluarga dengan Hipertensi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa riwayat keluarga merupakan faktor risiko kejadian
hipertensi, dengan nilai OR = 5,5 yaitu kelompok yang memiliki riwayat keluarga 5,590 atau 5,5 kali
berisiko dibandingkan dengan kelompok yang tidak memiliki riwayat keluarga sehingga peluang
menderita hipertensi lebih besar. Dengan tingkat kemaknaan 2,650-11,790, artinya riwayat keluarga
memiliki hubungan yang bermakna.
Menurut teori Paskah Rina, riwayat keluarga hipertensi berisiko 3,6 kali lebih besar menderita
hipertensi dibandingkan dengan responden yang tidak memiliki riwayat keluarga menderita
hipertensi. Pada 70-80% kasus hipertensi esensial, didapatkan riwayat hipertensi di dalam keluarga.
Apabila riwayat hipertensi didapatkan pada kedua orang tua, maka kemungkinan hipertensi esensial
Jurnal Kesehatan Global, Vol. 2, No. 2, Mei 2019 : 94-102
Published By : Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Institut Kesehatan Helvetia
98
lebih besar. Hipertensi juga banyak dijumpai pada penderita kembar monozigot (satu telur), apabila
salah satu menderita hipertensi (6).
Menurut Laode (7), seseorang dengan kedua orang tuanya menderita hipertensi memilki 50-
57% kemungkinan untuk menjadi hipertensi, sedangkan bila salah satunya menderita maka hanya 4-
20% yang kemudian menjadi hipertensi. Seorang penderita yang mempunyai sifat genetik hipertensi
primer (esensial) apabila dibiarkan secara alamiah tanpa intervensi terapi, bersama lingkungannya
akan menyebabkan hipertensinya berkembang dan dalam waktu sekitar 30-50 tahun akan timbul tanda
dan gejala hipertensi dengan kemungkinan komplikasinya.
Berdasarkan penelitian ini membuktikan bahwa faktor keturunan memiliki peran penting dan
menjadi penentu seberapa besar kecenderungan orang untuk menderita hipertensi, namun bila
dibiarkan secara alamiah tanpa intervensi apapun, maka bersama lingkungannya akan menyebabkan
hipertensi hingga menimbulkan tanda dan gejala. Sharing exposure atau pembagian paparan dari
kebiasaan anggota keluarga lain yang secara tidak disadari dapat mempertinggi risiko kejadian
hipertensi. Hipertensi memiliki kecendurungan untuk menurun pada generasi selanjutnya. Faktor
risiko ini tidak dapat dihilangkan tetapi dapat diantisipasi sedini mungkin dengan rajin melakukan
kontrol terhadap tekanan darah di fasilitas kesehatan terdekat baik itu di Puskesmas maupun di
Rumah Sakit dan menjaga pola hidup sehat. Mengetahui memiliki orang tua hipertensi sebaiknya
rutin memeriksakan tekanan darah dan menghindari gaya hidup yang dapat meningkatkan tekanan
darah.Menurut Peneliti, riwayat hipertensi didapat dari orang tua maka dugaan terjadinya hipertensi
primer pada seseorang akan cukup besar. Hal ini terjadi karena pewarisan sifat melalui gen. Faktor
keturunan memang memiliki peran besar terhadap munculnya hipertensi. Hal itu terbukti dengan
ditemukannya kejadian bahwa dari 10 orang penderita hipertensi, 90 persen diantaranya terjadi karena
mereka memiliki bakat atau gen yang membawa munculnya hipertensi. Meski demikian gen dapat
menjadikan seseorang sebagai penderita hipertensi karena ada faktor pemicu eksternal yang lain.
Riwayat keluarga (orang tua, kakek/nenek, dan saudara kandung) yang menunjukkan adanya tekanan
darah yang tinggi merupakan faktor risiko paling kuat bagi seseorang untuk mengidap hipertensi di
masa yang akan datang.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan ini, menunjukkan bahwa riwayat keluarga memilki
hubungan dengan kejadian hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Takalala Kecamatan Marioriwawo
Kabupaten Soppeng Tahun 2018. Penyebab hipertensi karena faktor riwayat keluarga ini diketahui
disebabkan oleh pola hidup yang kurang baik, dikaitkan dengan pola makan, jika seseorang
menerapkan pola makan yang baik, kemungkinan orang tersebut akan terhindar dari hipertensi.
Seperti terlihat dari data distribusi responden berdasarkan status Hipertensi bahwa responden dalam
penelitian ini kebanyakan mengalami Hipotesis, hal ini berarti bahwa pola hidup responden masih
kurang baik, sehingga responden mengalami hipertensi dengan salah satu faktornya adalah
mempunyai riwayat keluarga yang menderita hipertensi.
Keluarga yang memiliki riwayat hipertensi, akan kemungkinan memiliki terkena hipertensi.
Namun, risiko terkena hipertensi dapat diperkecil dengan menerapkan pola hidup sehat, olahraga
teratur minimal 3x/minggu selama 30 menit setiap sesinya, menghindari makanan tinggi garam dan
lemak, tidur cukup minimal 7-8 jam/hari, dan menghindari stres. Selain itu juga perlu dilakukan
pemeriksaan tekanan darah secara berkala. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan 15-20 menit setelah
berisitirahat, duduk tenang, dan tidak menyilangkan kaki. Hal ini penting karena setelah olahraga,
aktivitas tinggi dan stres menyebabkan tekanan darah naik saat pemeriksaan.
Hubungan Pendapatan dengan Hipertensi
Berdasarkan hasil perhitungan uji Chi-Square diketahui bahwa adanya hubungan antara
pendapatan dengan odss Ratio (OR) diperoleh nilai =3,365 (Confodence Interval dengan nilai dan
Jurnal Kesehatan Global, Vol. 2, No. 2, Mei 2019 : 94-102
Published By : Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Institut Kesehatan Helvetia
99
lower limit (6,803 danupper limit (1,665) dengan odss Ratio (OR) terjadinya hipertensi pada
kelompok yang berisiko tinggi 3,365 atau pendapatan berisiko dengan terjadinya hipertensi. Dengan
tingkat kemaknaan lower limit (6,803)dan upper limit (1,665), maka hipertensi dengan pendapatan
mempunyai hubungan yang bermakna.
Pada penelitian ini didapatkan hipertensi banyak pada kelompok berpendapatan rendah
dibanding pendapatan tinggi, dikarenakan faktor kurangnya biaya untuk memeriksakan diri secara
teratur serta tekanan psikologis berkaitan dengan himpitan ekonomi. Pendapatan tinggi sendiri
berhubungan dengan kejadian hipertensi lebih dikarenakan kemampuan materi dan kemudahan akses
mendapatkan informasi kesehatan melalui berbagai media baik cetak maupun elektronik. Dalam
penelitian terdahulu disebutkan bahwa tingkat pendapatan tidak berhubungan dengan faktor risiko
penyakit cardiovaskuler, hal ini dikarenakan adanya faktor risiko overweight dan obesitas yang
banyak dialami oleh kelompok berpendapatan tinggi (8).
Menurut Peneliti, penyakit hipertensi yang diderita masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas
Takalala Kecamatan Marioriwawo Kabupaten Soppeng sering kambuh karena berdasarkan hasil
wawancara mereka mengaku tidak pernah memperhatikan asupan makanan setiap harinya
dikarenakan pendapatan yang kurang untuk memperoleh makanan yang bergizi. Dengan pendapatan
yang kurang maka masyarakat penderita hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Takalala Kecamatan
Marioriwawo Kabupaten Soppeng akan kesulitan untuk memeriksakan tekanan darahnya ke Rumah
Sakit atau Puskesmas terdekat karena tidak mempunyai biaya untuk membayar biaya kesehatan.
Pada masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas Takalala Kecamatan Marioriwawo Kabupaten
Soppeng yang sosialyang ekonominya rendah cenderung tidak mematuhi anjuran dokter dan jarang
mengontrol tekanan darah terutama masyarakat perkotaan yang sibuk mencari uang untuk mencukupi
kebutuhan hidupnya. Penduduk yang berpendapatan lebih dalam penyediaan makanan buat keluarga
banyak yang memanfaatkan bahan makanan yang bergizi, hal ini disebabkan karena mendukungnya
faktor pendapatan dalam memperoleh makanan yang bergizibuat keluarga mereka. Berbeda dengan
penduduk yang berpendapatan rendah maka sulit bagi mereka untuk memperoleh makanan yang
bergizi karena terkendala dana.
Tingkat sosial ekonomi yang rendah dapat menjadi faktor risiko hipertensi. Kebanyakan dari
mereka merupakan masyarakat dengan ekonomi menengah ke bawah, yang lebih banyak
menggunakan penghasilannya untuk memenuhi kebutuhan pokok daripada memeriksakan kesehatan.
Meskipun telah mengetahui bahwa dirinya menderita hipertensi, mereka mengabaikan nasihat dari
petugas kesehatan tentang pengobatan hipertensi, karena kecenderungan orang-orang yang hidup
sendiri dan daya ingatnya sudah mulai menurun.
Hubungan Pendidikan dengan Hipertensi
Berdasarkan hasil perhitungan uji Chi-Square adanya hubungan antaradengan odss Ratio (OR)
diperoleh nilai =2,172 (Confodence Interval dengan nilai lower limit (4,313) dan upper limit (1,094),
dengan tingkat kemaknaan 4,313-2,172, maka hipertensi dan pendidikan tidak memiliki hubungan
dengan tingkat kemaknaan.
Penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Sulistyowati (9), yang membuktikan
bahwa Adanya hubungan antara tingkat pendidikan dengan hipertensi Dikampung botton kelurahan
magelang, kecamatan magelang tengah kota Magelang, (OR=1,861). Penelitian ini juga didukung
oleh teori menurut Soekidjo Notoatmodjo, mengatakan bahwa Pendidikan secara umum adalah segala
upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat
sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. Pendidikan juga dapat
mempengaruhi kesehatan, semakin tinggi taraf pendidikan seseorang maka tingkat kesadaran akan
kesehatan meningkat (10)(11). Tingkat pendidikan kriteria SD menurunkan risiko terkena hipertensi
sebesar 66%, sedangkan yang bependidikan SMP berkisar 72% hal ini menyimpulkan makin tinggi
Jurnal Kesehatan Global, Vol. 2, No. 2, Mei 2019 : 94-102
Published By : Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Institut Kesehatan Helvetia
100
tingkat pendidikan seseorang makin kecil risiko menderita hipertensi dan tingkat pendidikan rendah
berisiko 2,9 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan dengan responden yang tingkat
pendidikannya tinggi (12).
Pada hakikatnya pendidikan merupakan salah satu cara seseorang mendapatkan ilmu maupun
pengetahuan di bangku sekolah. Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan
masyarakat yang sangat berperan meningkatkan kualitas hidup. Secara umum semakin tinggi tingkat
pendidikan suatu masyarakat, maka akan semakin baik tingkat pengetahuan dan kualitas sumber
dayanya. Selain itu, pendidikan merupakan proses untuk mempengaruhi sejumlah aspek perilaku
individu khususnya kesehatan. Pendidikan kesehatan memberikan wawasan baru, mengurangi
ketegangan dan ketakutan pada seseorang yang khawatir akan penyakitnya sehingga dapat
menurunkan tekanan darah yang tadinya tinggi karena perasaan cemas dan khawatir terhadap hal yang
serius terkait dengan penyakit yang dideritanya kemudian memicu hipertensi (13).
Menurut Peneliti, tingkat pendidikan dapat mempengaruhi hipertensi karena berhubungan
dengan pengetahuan seseorang mengenai penyakit disekitarnya. Tingkat pendidikan secara tidak
langsung mempengaruhi tekanan darah pada seseorang karena tingkat pendidikan berpengaruh
terhadap gaya hidup seseorang yaitu seperti kebiasaan merokok, kebiasaan mengonsumsi alkohol,
asupan makan, dan aktivitas fisik. Hasil penelitian di negara berkembang menunjukkan kebiasaan
merokok dan kualitas diet seperti konsumsi buah dan sayur yang rendah, signifikan lebih tinggi pada
kelompok dengan status soial ekonomi rendah. Mereka yang berpendidikan rendah berkaitan dengan
rendahnya kesadaran untuk berperilaku hidup sehat dan rendahnya akses terhadap sarana pelayanan
kesehatan.
Pada pendidikan rendah, prevalensi (hipertensi) lebih tinggi dibanding yang berpendidikan
tinggi. Semakin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan
pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya jika seseorang tingkat
pendidikannya rendah, akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan,
informasi dan nilai-nilai yang baru diperkenalkan. Temuan ini tentu menjadi tantangan yang cukup
signifikan. Di satu sisi, data ini menunjukkan bahwa masalah vaskuler lebih banyak ditemukan pada
kelompok dengan jenjang pendidikan yang rendah. Di sisi lain, jenjang pendidikan yang rendah
berkaitan dengan kurangnya pengetahuan dan kesadaran terkait kesehatan. Pengetahuan dan
kesadaran yang rendah pada penderita hipertensi berisiko membuat kondisi hipertensi tidak terkontrol
dengan baik. Hipertensi yang tidak terkontrol dengan baik dapat menyebabkan beragam komplikasi di
kemudian hari. Beberapa komplikasi yang ditimbulkan dari hipertensi adalah gagal jantung dan gagal
ginjal.Mengacu pada hasil penelitian ini, pengetahuan tentang hipertensi pada responden secara nyata
menunjukkan pengaruhnya terhadap upaya pengendalian hipertensi. Hal ini sesuai dengan pendapat
Maryono (2007) bahwa pengetahuan yang baik akan mampu merubah gaya hidup dengan cara
berhenti merokok sedini mungkin, berolahraga secara teratur, perbaikan diet, hindari stres serta
hindari pola hidup tidak sehat. Sumadi (2009), menyatakan bahwa semakin baik pengetahuan
responden mengenai hipertensi maka semakin baik pula upaya responden untuk mengendalikan
hipertensi yang dideritanya (14)(15).
Hubungan Aktivitas Fisik dengan Hipertensi
Hasil analisis bivariat pada penelitian ini menyatakan adanya hubungan antara dengan odss
Ratio (OR) diperoleh nilai = 2.169 (Confodence Interval dengan nilai lower limit (1,094) dan upper
limit (4,303). Pada kelompok kasus sebesar 59,4% yang berisiko sehingga memiliki peluang
menderita hipertensi, sedangkan pada kelompok kontrol sebesar 40,6%. Maka odss Ratio (OR)
terjadinya hipertensi pada kelompok yang melakukan aktifitas fisik < 30 menit 2.169 atau 2,1 kali
berisiko dibandingkan dengan terjadinya hipertensi pada kelompok yang melakukan aktifitas fisik >
Jurnal Kesehatan Global, Vol. 2, No. 2, Mei 2019 : 94-102
Published By : Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Institut Kesehatan Helvetia
101
30 menit tidak berisiko sehingga peluang menderita hipertensi lebih besar. Dengan tingkat kemaknaan
1,094-4,303, maka hipertensi dengan lamanya melakukan aktifitas memiliki hubungan yang
bermakna.
Kurangnya aktifitas fisik meningkatkan risiko menderita hipertensi karena meningkatkan risiko
kelebihan berat badan. Orang yang tidak aktif juga cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung
yang lebih tinggi sehingga otot jantungnya harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin
keras dan sering otot jantung harus memompa, makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri
(16)(17).
Kurang melakukan olahraga akan meningkatkan kemungkinan timbulnya obesitas dan jika
asupan garam juga bertambah akan memudahkan timbulnya hipertensi. Kurangnya aktifitas fisik
meningkatkan risiko menderita hipertensi karena meningkatkan risiko kelebihan berat badan. Orang
yang tidak aktif juga cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi sehingga otot
jantungnya harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung harus
memompa, makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri.
Aktivitas fisik sangat memengaruhi stabilitas tekanan darah. Pada orang yang tidak aktif
melakukan kegiatan fisik cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi. Hal
tersebut mengakibatkan otot jantung bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras usaha otot
jantung dalam memompa darah, makin besar pula tekanan darah yang dibebankan pada dinding arteri
sehingga tahanan perifer yang menyebabkan kenaikan tekanan darah. Tekanan darah juga dipengaruhi
oleh aktivitas fisik. Aktivitas fisik yang rendah seperti bermalas-malasan memicu terjadinya
hipertensi karena curah jantung menurun sehingga tahanan perifer meningkat. Gaya hidup yang tidak
aktif atau malas berolahraga bisa memicu terjadinya hipertensi pada orang-orang memiliki kepekaan
yang diturunkan Wigudjoyo (2008). Berat badan yang berlebih akan membuat seseorang susah
bergerak dengan bebas (18)(9).
Kurangnya aktivitas fisik juga dapat meningkatkan risiko kelebihan berat badan yang akan
menyebabkan risiko hipertensi meningkat. Aktivitas fisik meningkatkan aliran darah ke jantung,
kelenturan arteri dan fungsi arterial. Aktivitas fisik juga melambatkan aterosklerosis serta
menurunkan risiko serangan jantung dan stroke. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa lamanya
kebiasaan menonton televisi (inaktivitas) berhubungan dengan peningkatan prevalensi obesitas yang
akan menyebabkan risiko hipertensi meningkat. Aktivitas fisik yang sedang hingga tinggi akan
mengurangi kemungkinan terjadinya obesitas (19)(20).
Menurut Peneliti, pentingnya berolahraga dan bergerak badan sejak kecil demi terbentuknya
otot-otot jantung yang lebih tangguh. Jantung yang tangguh tetap kuat memompakan darah kendati
menghadapi rintangan pipa pembuluh darah yang sudah tidak utuh lagi. Jantung yang terlatih sejak
usia muda ototnya lebih tebaldan kuat dibanding yang tidak terlatih. Jantung yang terlatih selalu
efisien dalammemompa darah. Dalam menghindari hipertensi sebaiknya untuk kedepannya bagi
wilayah kerja puskesmas takalala kab. Soppeng tahun 2018 agar lebih meningkatkan peran serta
Posbindu PTM (Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular) dalam masyarakat, seperti
membuat kegiatan olahraga bersama sebaiknya bukan hanya dilakukan jika ada kegiatan saja, namun
perlu dilakukan rutin setiap minggunya, melakukan penyuluhan pada laki-laki dewasa awal tentang
pentingnya aktivitas fisik bagi kesehatan, dan juga melibatkan keluarga terdekat agar lebih
menekankan mereka untuk menghindari faktor risiko terjadinya hipertensi. Hal ini dapat disimpulkan
responden yang mempunyai aktivitas fisik ringan cenderung lebih besar beresiko terkena hipertensi
tetapi begitu sebaliknya responden yang memiliki aktivitas fisik sedang cenderung lebih sedikit
beresikoterkena hipertensi. Jadi aktivitas fisik responden sangat mempengaruhi terjadinyahipertensi
pada responden.
Jurnal Kesehatan Global, Vol. 2, No. 2, Mei 2019 : 94-102
Published By : Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Institut Kesehatan Helvetia
102
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa ada hubungan faktor
(riwayat keluarga, pendapatan, pendidikan dan aktifitas fisik) dengan kejadian hipertensi di Wilayah
Kerja Puskesmas Takalala Kecamatan Marioriwawo Kabupaten Soppeng Tahun 2018.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala Puskesmas dan pegawai Puskesmas
Takalala Kecamatan Marioriwawo Kabupaten Soppeng dan para partisipan yang telah berpartisipasi
pada penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
1. Linda L. The Risk Factors Of Hypertension Disease. J Kesehat Prima. 2018;11(2):1507.
2. Windarsih AD, Suyamto S, Devianto A. Hubungan Antara Stres Dan Tingkat Sosial Ekonomi
Terhadap Hipertensi Pada Lansia. J Keperawatan Notokusumo. 2017;5(1):6271.
3. Prasetyaningrum YI, Gz S. Hipertensi bukan untuk ditakuti. FMedia; 2014.
4. Selatan DKPS. Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi SelatanTahun 2016. Selatan DKPS, Ed.
2016;
5. Kurniadi H, Nurrahmani U. Stop diabetes, hipertensi, kolesterol tinggi, jantung koroner.
Yogyakarta: Istana Media. 2014;
6. Yoga Prasetya B. Asuhan Keperawatan Hipertensi Pada Pasien Ny. T Dan Ny. S Dengan
Masalah Keperawatan Nyeri Akut Di Ruang Melati Rsud Dr. Haryoto Lumajang Tahun 2018.
7. Ramadhan AM, Rijai L, Liu JM. Kajian Penggunaan Obat Hipoglikemik Oral pada Pasien
Diabetes Mellitus Tipe 2 di Puskesmas Temindung Samarinda. J Sains dan Kesehat.
2015;1(3):10510.
8. Adhitomo I. Hubungan Antara Pendapatan, Pendidikan, dan Aktivitas Fisik Pasien dengan
Kejadian Hipertensi. UNS (Sebelas Maret University); 2014.
9. Artiyaningrum B. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian hipertensi tidak terkendali
pada penderita yang melakukan pemeriksaan rutin di puskesmas kedungmundu kota semarang
tahun 2014. Universitas Negeri Semarang; 2001.
10. Nasional DP. Sistem pendidikan nasional. Jakarta (ID): Depdiknas. 2003;
11. Effendy N. Dasar-dasar keperawatan kesehatan masyarakat. In EGC; 1998.
12. Wahyuni E. D. 2013. Hubungan tingkat pendidikan dan jenis kelamin dengan kejadian
hipertensi di Kelurahan Jagalan di wilayah kerja Puskesmas Pucang Sawit Surakarta. J Ilmu
Keperawatan Indones. 1(1):7985.
13. Gasong D. Belajar dan pembelajaran. Deepublish; 2018.
14. Daeli FS. Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Pasien Hipertensi Dengan Upaya
Pengendalian Hipertensi Di Uptd Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli Selatan Kota
Gunungsitoli Tahun 2017. 2017;
15. Ginting M. Determinan Tindakan Masyarakat Dalam Pencegahan Penyakit Hipertensi Di
Kecamatan Belawan.
16. Anggara FHD, Prayitno N. Faktor-faktor yang berhubungan dengan tekanan darah di
Puskesmas Telaga Murni, Cikarang Barat tahun 2012. J Ilm Kesehat. 2013;5(1):205.
17. Novitaningtyas T. Hubungan karakteristik (umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan) dan
aktivitas fisik dengan tekanan darah pada lansia di Kelurahan Makamhaji Kecamatan
Kartasura Kabupaten Sukoharjo. Universitas Muhammadiyah Surakarta; 2014.
18. Kartikasari AN, Chasani S, Ismail A. Faktor Risiko Hipertensi pada Masyarakat di Desa
Kabongan Kidul, Kabupaten Rembang. Fakultas Kedokteran; 2012.
19. Rahma NM, Pujianto A. Gambaran Gaya Hidup Penderita Hipertensi Pada Masyarakat Pesisir.
Faculty of Medicine; 2017.
20. Harahap RA. Faktor Risiko Aktivitas Fisik, Merokok, dan Konsumsi Alkohol terhadap
Kejadian Hipertensi pada Laki-Laki Dewasa Awal di Wilayah Puskesmas Bromo Medan
Tahun 2017. 2017;
... This is also the reason why the management of hypertension is less than optimal and causes other complications 3 It is generally accepted that several controllable and uncontrollable factors contribute to hypertension. Age, sex, and heredity are examples of uncontrollable factors [5][6][7] . The controllable factors include physical activity, fruit and vegetable consumption, stress, smoking habits, and obesity [8][9][10][11][12][13] . ...
... A patient who has the genetic nature of primary hypertension (essential) if left naturally without therapeutic intervention, together with environmental factors will cause hypertension to develop and in about 30-50 years will appear signs and symptoms. Based on research by Musfirah and Masriadi (2019), the cause of hypertension due to family history is known to be caused by a poor lifestyle. So, families who have a history of hypertension will likely have the potential to develop hypertension as well. ...
... However, the risk of developing hypertension can be reduced by adopting a healthy lifestyle (related to diet, rest, physical activity and stress). 5,29,30 . In this study, there were obstacles related to the variable history of hypertension in the family. ...
Article
Background: Hypertension is a public health concern since it has the potential to cause consequences such as stroke, coronary heart disease, renal failure, and eventually become one of the leading causes of premature death worldwide. In many parts of Indonesia, notably rural regions, the prevalence of hypertension is relatively high. Information on hypertension risk factors in rural regions is required to develop effective interventions for the prevention and treatment of hypertension among rural communities. The purpose of this study is to investigate the risk factors associated with the prevalence of hypertension in rural areas. Methods: This research is a quantitative study using a case control approach with a total sample of 76 respondents. The comparison of the case and control groups in this study was 1:1.Questionnaires are used as instruments in data collection. The chi square test was used to assess the data. Results: Most of the respondents were in the late elderly age (35.5%), female (84.2%), had a family history of hypertension (40.8%), had normal BMI (30.3%), and obesity (28.9%). Most of the respondents did not smoke (93.4%), consumed less vegetables and fruit (78.9%), were not stressed (93.4%) and had sufficient levels of physical activity (82.9%).The findings revealed there was a relationship between age and hypertension (p value = 0.000). Gender (p = 0.753), family history of hypertension (p = 1,000), obesity (p = 0.502), smoking habit (p = 1,000), fruit and vegetable consumption (p = 0.778), level of stress (p = 1000), and physical activity (p = 0.542) were not linked with hypertension. Conclusions: Community health activities in rural regions must be strengthened in order to monitor public health status (including blood pressure monitoring) and approach the community to increase their involvement in these activities.
... Meski demikian gen dapat menjadikan seseorang sebagai penderita hipertensi karena ada faktor pemicu eksternal yang lain. riwayat keluarga (orang tua, kakek/nenek, dan saudara kandung) yang menunjukkan adanya tekanan darah yang tinggi merupakan faktor risiko paling kuat bagi seseorang untuk mengidap hipertensi di masa yang akan datang (7). ...
... Faktor risiko tidak dapat dihilangkan tetapi dapat diantisipasi sedini mungkin dengan rajin melakukan kontrol terhadap tekanan darah di fasilitas kesehatan terdekat baik itu di Puskesmas maupun di Rumah Sakit. Mengetahui memiliki orang tua hipertensi sebaiknya rutin untuk memeriksakan tekanan darah dan menghindari gaya hidup yang dapat meningkatkan tekanan darah (7). ...
Article
Hypertension is a body condition where there is an increase in systolic blood pressure 140 mmHg or systolic blood pressure ≥ 90 mmHg. This study aims to determine the risk factors for family history, physical activity, obesity and smoking habits at the Kandai Health Center in 2022. This study used design case control. The population in this study were all patients who came for treatment at the Kandai Health Center in 2022. The sample in this study was 120 consisting of 60 cases and 60 controls, sampling using simple random sampling technique. The results showed that family history obtained an OR = 99 (CI; 28,512-334,751), physical activity obtained a value of OR = 0.655 (CL; 0.246-9.478), obesity obtained an OR = 2.466 (CI; 0.193-0.853), and habits smoking obtained OR value = 1.238 (CL; 0.590-2.596). From the 120 research samples used, it can be concluded that the variables of family history, obesity, and smoking habits are risk factors for the incidence of hypertension in the work area of the Kandai Public Health Center in 2022, while the physical activity variable is not a risk factor for the incidence of hypertension
... Suplai oksigen yang menurun ini, akan menyebabkan tubuh melakukan kompensasi dengan semakin meningkatkan fungsi jantung. Aktivitas fungsi jantung yang meningkat dalam keadaan lumen pembuluh darah yang menyempit inilah yag bermanifestasi klinis sebagai hipertensi [16]. Hasil observasi lapangan sesuai dengan teori bahwa tingginya hipertensi banyak terjadi pada jenis kelamin perempuan. ...
Article
Full-text available
Hipertensi adalah tekanan darah arteri yang meningkat dimana tekanan darah sistolik <130 mmHg dan tekanan darah diastolik <80mmHg. Prevalensi hipertensi di Kalimantan Timur sebesar 29,6% pada tahun 2018. Tingginya angka kejadian hipertensi di dunia, dipengaruuhi oleh dua jenis faktor, yaitu faktor yang tidak bisa diubah seperti umur dan jenis kelamin. Selanjutnya, faktor yang bisa diubah adalah obesitas, kurang olahraga, dan riwayat penyakit lain. Salah satu tanaman yang memiliki aktivitas antihipertensi yaitu buah naga merah dan buah pepaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan karakteristik penderita hipertensi dengan tingkat kejadian hipertensi di Klinik Bunga Bakung dan mengkaji pengaruh pemberian jus buah naga merah dan jus buah pepaya terhadap penderita hipertensi. Metode penelitian yang digunakan yaitu observasi lapangan penderita hipertensi di Klinik Bunga Bakung dan kajian pustaka secara elektronik dengan mengakses situs pencarian jurnal ilmiah. Hasil observasi lapangan didapatkan bahwa karakteristik responden tertinggi memiliki jenis kelamin perempuan (86%), umur 46-55 (50%), pendidikan SD dan SMA/ SMK (29%), pekerjaan IRT (46%), IMT diatas normal (100%), dan tidak ada riwayat penyakit (50%). Hasil penelitian berdasarkan kajian literatur menunjukkan bahwa adanya pengaruh hubungan karakteristik dan pengaruh pemberian jus buah naga merah dan jus buah pepaya terhadap penderita hipertensi.
... Based on the results of the study of 79 respondents, it can be seen that some of the education of hypertensive patients is high school as many as 32 people (40.5%). This is in line with research conducted by Musfirah and Masriadi (2019), it was found that the majority of respondents' education was high school, as many as 56 people (41.2%) which stated that the higher a person's education level, the lower the risk of developing hypertension. The higher the level of education, the higher the level of health awareness. ...
Article
Full-text available
Introduction: The factor that influences dietary behavior in hypertension sufferers is the perception of disease. This study aims to determine the relationship between perceptions of disease and dietary behavior in hypertensive patients. Methods: This study uses a correlation descriptive design with a cross sectional approach. The samples in this study were 79 respondents and were taken using a purposive sampling technique. The analysis used was bivariate analysis using the Chi-Square test. Results: The univariate results showed that the respondent was 56-65 years old, female, high school education, housewife, had suffered from hypertension for 1-3 years, had a perception that hypertension was dangerous, hypertension was a chronic disease, had complete control, hypertension treatment can help, many have severe symptoms, worry about disease, clearly understand hypertension, lack of emotional impact, and hypertension is caused by diet, stress, sleep patterns, heredity and having good dietary behavior. The results of the statistical test of disease perception with dietary behavior in hypertensive patients showed consequences (p=0.020), disease duration (p=0.540), personal control (p=0.000), treatment control (p=0.000), anxiety (p=0.000). , identity/symptoms (p=0.056), understanding of disease (p=1.000), and emotion (p=0.099). Conclusion: There is a relationship between perceptions of disease in terms of consequences, personal control, treatment control, and anxiety with dietary behavior in hypertensive patients and there is no relationship between perceptions of disease in terms of disease duration, identity/symptoms, understanding of disease, and emotions with dietary behavior in hypertension.
... Tingkat pendidikan yang rendah dengan tingkat kesadaran seseorang untuk berperilaku sehat. Rendahnya tingkat pendidikan seseorang yang mana memiliki tingkat pengetahuan dan kesadaran yang rendah ini dapat menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap informasi yang diterima sehingga membuat kondisi hipertensi tidak terkontrol dengan baik (Musfirah, 2019). Namun, tingkat pendidikan yang tinggi, tidak menjamin kalau pengalaman yang didapat juga tinggi dikarenakan adanya pengaruh faktor sosial budaya yang memengaruhi seseorang dalam bertindak sesuai pengalamannya. ...
Article
Full-text available
Hypertension is a chronic disease with long-term treatment. According to World Health Organization (WHO) data, only 36.8% of hypertensive patients take hypertension medication properly. Adherence is the most common problem in the treatment of hypertension. This adherence can be improved by providing counseling regarding the use of medicine boxes as a tool that can increase patient compliance in taking medicine. This community service activity aims to improve medication adherence in hypertension patients in Lubuk Kilangan District, Padang City. The counseling session was held among 35 participants. Based on sociodemographic data, it was found that there were differences in the number of female and male participants (80%: 20%), as well as the level of education and type of work (unemployment 94%) . Therefore, community service is expected to improve medication adherence in hypertensive patients (>80%). If medication adherence has increased, it is hoped that the incidence of hypertension can be reduced.
... Therefore, people who do physical activity regularly generally have a normal blood pressure range (Iswahyuni, 2017). Furthermore, someone who has less physical activity will be at risk of obesity and cause hypertension because individuals who are not active in activities will tend to have a higher heart rate so that the heart muscle has to work harder which increases blood pressure (Musfirah & Masriadi, 2019 (Karim, 2018). Therefore, researchers want to identify further the relationship between physical activity and blood pressure that can cause hypertension. ...
Article
Full-text available
Physical activity is one of the factors that can affect the incidence of hypertension. Individuals who lack physical activity will be at risk for hypertension. Therefore, this study aimed to identify the relationship between physical activity and blood pressure participants in non-communicable diseases of integrated development post (Posbindu PTM) Jenggawah Public Health Center, Jember. The retrospective case-control study design was used to analyze secondary data of Posbindu PTM registered from September to November 2020 among 126 participants. Characteristics of participants (age, gender, education, marital and occupational status), physical activity, and blood pressure were measured based on the health chart (KMS) of Posbindu PTM. Among 126 participants in Posbindu PTM identified 58% of having adequate activity and 60% of normal blood pressure. Meanwhile, there was a relationship between physical activity and the blood pressure of Posbindu PTM (χ2=5.795; p-value=0.016). Furthermore, Posbindu PTM participants who had enough physical activity were 0.4 times maintaining the blood pressure (OR: 0.411; 95% CI = 0.198-0.853). Physical activity is correlated with blood pressure among participants in Posbindu PTM. Therefore, the adequacy of physical activity should be improved to maintain blood pressure and prevent the risk of hypertension.
Article
Background; The increasing life expectancy of the population causes the number of elderly (elderly) to continue to increase globally, according to the World Health Organization (2019), amounting to 22% of the total world population. Hypertension itself in the elderly, if not treated, causes heart and blood vessel disorders, functional changes, and physical function disorders that will affect Daily Living Activities (ADL). For this reason, there need to be appropriate efforts to overcome hypertension. Elderly fitness gymnastics is a series of forms of physical exercise to increase the strength of the heart muscle. The objectives of the research; were to know the results of the implementation of the application of elderly fitness gymnastics on blood pressure in elderly with hypertension. Methods; This application uses the case study method to determine the decrease in blood pressure values with an Omron digital tensimeter. Result; Blood pressure before doin elderly fitness exercises for respondents in the category of degree 2 hypertension and blood pressure after doing elderly fitness exercises for respondents in the high nornal category. There was decrease blood pressure in respondents after the elderly fitness exercise intervention. Summary; Elderly fitness exercises can reduce the blood pressure of the elderly with hypertension.
Article
Full-text available
Menopausal women have a higher risk of hypertension than those who have not been menopausal. Hypertension can damage organs and cause stroke, kidney failure and heart attack. The purpose of the study was to determine the incidence of hypertension in menopausal women in the Working Area of the Lok Batu Health Center. This research method uses quantitative analytical surveys with a cross sectional approach. The population is all menopausal women in the Working Area of Lok Batu Health Center as many as 156 people with purposive sampling techniques as many as 61 respondents. Chi square data analysis technique. The results showed that the majority of the incidence of level 2 hypertension was 33 respondents (54.1%), hormonal birth control history was 42 respondents (68.9%), normal BMI was 33 respondents (54.1%), basic education was 57 respondents (93.4%), working as many as 40 respondents (65.6%). The results of statistical tests using chi square had no relationship between family planning history p = 0.531 (p > 0.05), body mass index p = 0.458 (p > 0.05), education p = 0.403 (p > 0.05) and work p = 0.399 (p > 0.05) with the incidence of hypertension in menopausal women in the working area of the Lok Batu Health Center.
Article
Full-text available
Background: Hypertension, commonly referred to as high blood pressure, stands as a leading non-communicable disease responsible for a significant number of global fatalities and health issues. This condition constitutes a primary risk factor for various health complications, including heart disease, stroke, kidney disorders, and dementia. Hypertension frequently develops without noticeable symptoms, earning it the moniker "The Silent Killer." The prevalence of high blood pressure continues to increase, and low levels of physical activity are still a problem in Indonesia. Objective: The objective of this research was to examine the association between attributes such as age, gender, educational attainment, occupation, smoking habits, Body Mass Index (BMI), and physical activity concerning hypertension within the elderly population affiliated with the Muhammadiyah Regional Leadership (PDM) of Sleman. Method: The research utilized a descriptive methodology with a cross-sectional approach. Purposive sampling was employed to select a sample size of 120 elderly participants as respondents. Statistical analysis was conducted using the Chi-square Test. Results: The analysis findings indicate that most of the respondents display the following attributes: 45% are aged between 49 and 59 years, 87.5% are females, 45.8% have a secondary education, 45.8% are obese, 90% are non-smokers, 54.2% have a low level of physical activity, and 81.7% are diagnosed with stage 1 hypertension. There is a notable association between the level of physical activity and the prevalence of hypertension (p-value = 0.000). Conclusion: A connection exists between physical activity and hypertension among the elderly in the Muhammadiyah Regional Leadership (PDM) of Sleman.
Article
One of the non-communicable disease that are currently a priority in the world of global health is hypertension. Hypertension is an increase in sytolic blood pressure of more than 140 mmHg and diastolic blood pressure of more than 90 mmHg. Based on data obtained from the Tomia health center, hypertension data in the last 3 years in 2020 was 240, in 2021 as many as 2022 it decreased by 111. The purpose of this study was to determine the relationship between lifestyle, obesity, familiy history and the incidence of hypertension in the region. Tomia Public Health Center, Tomia Distric, Wakatobi Regency. The research method is quantitative with a cross sectional study approach. The number of sample in this study was conducted by simple random sampling method. The source of data in this study is primary data and secondary data. The data analysis used in this research is univruate analysis and bivariate analysis. Using α 0,05 square test. Data were analyzed using SPSS 21. The research results show that there is no relationship between physical activity lifestyle (p-value = 0.206> 0.05), diet (p-value = 0.119> 0.05), there is a relationship betwee smoking habits (p-value = 0.005< 0.05), there is no relationship between obesity (p-value = 0.066> 0.05), and there is no relationship betwwen familiy history (p-value = 0.075> 0.05 ) with the incidence of hypertension in the working area of the Tomia health center. The conclusion of this study is that there is a relationship between smoking habits and no relationship between physical activity, eating patterns, obesity and family history with the incidence of hypertension in the working area of the Tomia Public Health Center. Suggestions in this study are that people should do early blood pressure checks because hypertension increases with age.
Article
Secara global sekitar 17 juta kematian pertahun akibat penyakit kardiovaskular, hampir sepertiga dari total penduduk dunia. Dari data tersebut, komplikasi dari hipertensi mengakibatkan 9,4 juta kematian setiap tahun. Prevalensi hipertensi di Indonesian yang didapat melalui pengukuran tekanan darah pada penduduk umur 18 tahun ke atas yaitu sebesar 25,8%. Prevalensi hipertensi di Sumatera utara berdasarkan diagnosis oleh tenaga kesehatan sebesar 6,8%. 31,7% atau 1 dari 3 orang mengalami hipertensi. Sekitar 75% penderita hipertensi tidak mengetahui bahwa dirinya menderita hipertensi. Mereka baru menyadari jika telah terjadi komplikasi. Di Indonesia, ancaman hipertensi tidak boleh diabaikan. Hal ini dapat dibuktikan dengan jumlah penderita hipertensi yang setiap waktu semakin bertambah. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh aktivitas fisik terhadap kejadian hipertensi pada laki-laki dewasa awal (18-40 tahun) di wilayah Puskesmas Bromo Medan tahun 2017. Jenis penelitian adalah ini adalah studi analitik observasional dengan menggunakan desain case control. Sampel penelitian sebanyak 44 kasus dan 44 kontrol yang ditetapkan secara consecutive sempling. Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner. Analisis data dilakukan secara univariat dan bivariat dengan menggunakan uji chi-square. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh aktivitas fisik terhadap kejadian hipertensi pada laki-laki dewasa awal (18-40 tahun) dengan nilai p= 0,010 OR= 3,095 (95%CI: 1,292-7,417). Disimpulkan bahwa laki laki dewasa awal (18-40 tahun) yang beraktivitas fisik ringan memiliki perkiraan risiko 3 kali akan terkena hipertensi dibandingkan dengan yang beraktivitas fisik sedang dan berat.
Article
Treatment of inappropriate hypertension will be at risk for complications such as Cerebral Vascular Accident (CVA), heart failure and others. Hypertension at puskesmas Toaya is included in the top 5 most diseases in each year. In the preliminary study found that people with hypertension routine treatment since January-July as many as 152 people. The objective of the research is to know the risk factors of hypertension disease at Community Health Center in Toaya village, Sindue distric, Donggala regency. Descriptive research method, study population is hypertension patients amounted to 152 people. Sample 34 people, sampling purposive sampling. Analysis of squaret chi data. The results showed that the age of hypertensive patients aged ≥ 50 years 20 people (58.8%), age <50 years 5 people (41.2%), male gender was 26 people (76.5%), women 8 23.5% of patients had a history of hypertension of 24 people (70.6%) there was no history of hypertension 10 people (29.4%), obese no 29 people (85.3%) obese 5 people (14, 7%), had a low risk (smoking cigarettes ≤ 10 cigarettes) amounted to 15 people (44.1%), no smoking 9 people (26.5%), low physical activity category was 23 people (67.7%) high category 1 person (2.9%). The conclusion is that the age of hypertensive patients is more ≥ 50 years old, more males, have a history of hypertension, not obesity, hypertensive patients have a lower risk of smoking cigarettes (≤ 10 cigarettes), more low category physical activity. It is suggested to Toaya Puskesmas should do counseling about risk factor and effort of prevention of hypertension and it is recommended to routinely check blood pressure.
Article
Telah dilakukan penelitian dengan judul Kajian Penggunaan Obat Hipoglikemik Oral pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di Puskesmas Temindung Samarinda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya persentase tingkat kepatuhan pasien DM tipe 2 dalam penggunaan Obat Hipoglikemik Oral (OHO), mengetahui bahwa pasien DM tipe 2 telah memenuhi kriteria tepat obat dan tepat dosis pada penggunaan OHO di Puskesmas Temindung. Penelitian ini bersifat analitik observasional, pengambilan data dilakukan secara cross sectional pada pasien diabetes mellitus tipe 2 yang memenuhi kriteria inklusi. Data ini diambil pada bulan Juni hingga Juli 2014. Analisa penelitian ini meliputi kategori tepat obat, tepat dosis dan kepatuhan pasien. Analisis data selanjutnya dilakukan secara analitik dengan menghitung persentase kategori yang diambil. Obat yang digunakan adalah dari golongan biguanid dan sulfonilurea. Obat dari golongan biguanid adalah metformin 500 mg. Dari golongan sulfonilurea adalah glibenklamid 5 mg dan glimepirid 2 mg. Obat yang telah digunakan memenuhi kriteria tepat obat dan tepat dosis. Sebagian besar pasien dengan persentase 60% memiliki tingkat kepatuhan yang rendah.
Hubungan Antara Stres Dan Tingkat Sosial Ekonomi Terhadap Hipertensi Pada Lansia
  • A D Windarsih
  • S Suyamto
  • A Devianto
Windarsih AD, Suyamto S, Devianto A. Hubungan Antara Stres Dan Tingkat Sosial Ekonomi Terhadap Hipertensi Pada Lansia. J Keperawatan Notokusumo. 2017;5(1):62-71.
Hipertensi bukan untuk ditakuti. FMedia
  • Y I Prasetyaningrum
  • S Gz
Prasetyaningrum YI, Gz S. Hipertensi bukan untuk ditakuti. FMedia; 2014.
Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi SelatanTahun
  • Dkps Selatan
Selatan DKPS. Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi SelatanTahun 2016. Selatan DKPS, Ed. 2016;
Stop diabetes, hipertensi, kolesterol tinggi, jantung koroner. Yogyakarta: Istana Media
  • H Kurniadi
  • U Nurrahmani
Kurniadi H, Nurrahmani U. Stop diabetes, hipertensi, kolesterol tinggi, jantung koroner. Yogyakarta: Istana Media. 2014;
Hubungan Antara Pendapatan, Pendidikan, dan Aktivitas Fisik Pasien dengan Kejadian Hipertensi
  • I Adhitomo
Adhitomo I. Hubungan Antara Pendapatan, Pendidikan, dan Aktivitas Fisik Pasien dengan Kejadian Hipertensi. UNS (Sebelas Maret University); 2014.
Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian hipertensi tidak terkendali pada penderita yang melakukan pemeriksaan rutin di puskesmas kedungmundu kota semarang tahun
  • B Artiyaningrum
Artiyaningrum B. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian hipertensi tidak terkendali pada penderita yang melakukan pemeriksaan rutin di puskesmas kedungmundu kota semarang tahun 2014. Universitas Negeri Semarang; 2001. 10. Nasional DP. Sistem pendidikan nasional. Jakarta (ID): Depdiknas. 2003;
Dasar-dasar keperawatan kesehatan masyarakat
  • N Effendy
Effendy N. Dasar-dasar keperawatan kesehatan masyarakat. In EGC; 1998.