Conference PaperPDF Available

Teknologi dan Pembelajaran Matematika Generasi Milenial

Authors:

Abstract

Matematika merupakan ilmu abstrak dimana objek yang dipelajari bersifat tidak konkret. Pembelajaran dalam matematika sering menggunakan bahasa simbol. Hal ini menyebabkan siswa yang masih terbiasa berfikir secara konkret akan kesulitan dalam memahaminya. Oleh karena itu, dibutuhkan metode dan media pembelajaran yang tepat dalam menyampaikan konsep matematika. Di sisi lain, perkembangan teknologi yang pesat mempengaruhi seluruh aspek kehidupan, termasuk pendidikan. Masuknya teknologi dalam pendidikan menjadi tantangan sekaligus peluang dalam pembelajaran. Pemanfaatan teknologi dengan bijak dapat menunjang proses pembelajaran, begitu pun sebaliknya. Fenomena ini memberikan dampak pada siswa zaman sekarang (milenial) dimana mereka cenderung lebih melek teknologi daripada generasi sebelumnya. Oleh karena itu, pemanfaatan teknologi merupakan hal yang tepat dalam mengatasi masalah yang muncul dalam pembelajaran matematika. Langkah ini bisa diwujudkan dengan pembuatan game edukasi berbasis android untuk pembelajaran. Media pembelajaran yang sesuai dengan kondisi psikologis siswa diharapkan dapat membantu siswa dalam memahami konsep matematika yang diajarkan oleh guru di kelas. Pemahaman konsep matematika yang baik akan menunjang proses pembelajaran yang mampu mewujudkan tujuan pendidikan.
Prosiding Sendika: Vol 5, No 1, 2019
508
TEKNOLOGI DAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA GENERASI MILENIAL
Hariza Noor Perdani[1], Raekha Azka[2]
Program Studi Pendidikan Matematika UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Email : harizanoorperdani@gmail.com , raekha.azka@uin-suka.ac.id
ABSTRAK
Matematika merupakan ilmu abstrak dimana objek yang dipelajari bersifat tidak konkret.
Pembelajaran dalam matematika sering menggunakan bahasa simbol. Hal ini menyebabkan siswa
yang masih terbiasa berfikir secara konkret akan kesulitan dalam memahaminya. Oleh karena itu,
dibutuhkan metode dan media pembelajaran yang tepat dalam menyampaikan konsep matematika. Di
sisi lain, perkembangan teknologi yang pesat mempengaruhi seluruh aspek kehidupan, termasuk
pendidikan. Masuknya teknologi dalam pendidikan menjadi tantangan sekaligus peluang dalam
pembelajaran. Pemanfaatan teknologi dengan bijak dapat menunjang proses pembelajaran, begitu
pun sebaliknya. Fenomena ini memberikan dampak pada siswa zaman sekarang (milenial) dimana
mereka cenderung lebih melek teknologi daripada generasi sebelumnya. Oleh karena itu,
pemanfaatan teknologi merupakan hal yang tepat dalam mengatasi masalah yang muncul dalam
pembelajaran matematika. Langkah ini bisa diwujudkan dengan pembuatan game edukasi berbasis
android untuk pembelajaran. Media pembelajaran yang sesuai dengan kondisi psikologis siswa
diharapkan dapat membantu siswa dalam memahami konsep matematika yang diajarkan oleh guru di
kelas. Pemahaman konsep matematika yang baik akan menunjang proses pembelajaran yang mampu
mewujudkan tujuan pendidikan.
Kata kunci: Game Edukasi, Matematika, Milenial, Pembelajaran, Teknologi
1. PENDAHULUAN
Matematika adalah ilmu umum yang
mencakup semua aspek kehidupan manusia.
Matematika disebut ilmu inti yang artinya ilmu
tersebut tidak bergantung kepada bidang ilmu
lainnya. Seperti dikatakan Fehr, bahwa
“Matematika adalah ratunya ilmu sekaligus
pelayan ilmu”. Sebagai ratu, matematika
merupakan bentuk tertinggi dari logika.
Sebagai pelayan, matematika memberikan
tidak hanya sistem pengorganisasian ilmu
yang bersifat logis tetapi juga pernyataan-
pernyataan dalam bentuk model matematik.
(Jujun, 2003:203) Matematika juga berperan
sebagai pendukung dari ilmu pengetahuan
lainnya seperti fisika, kimia, biologi,
kedokteran, astronomi serta ilmu-ilmu lain
yang berkaitan dengan perkembangan
teknologi. Matematika merupakan ilmu yang
berperan untuk memajukan daya pikir
manusia. Hal ini sejalan dengan pendapat Reys
(1984) yang mengatakan bahwa matematika
adalah telaah tentang pola dan hubungan,
suatu pola pikir, suatu seni, suatu bahasa, dan
suatu alat. (Herry Sukarman, 2002:4-5).
Contoh sederhana penggunaan
matematika dalam kehidupan manusia adalah
penentuan waktu. Seseorang bisa mengetahui
waktu di tempat tinggal dan waktu saat ini di
negara lain dengan bantuan ilmu matematika.
Selain matematika sangat dekat dengan
kehidupan sehari-hari manusia, matematika
juga mengajarkan seseorang yang
mempelajarinya untuk berpikir logis,
sistematis, kritis, analitis, dan kreatif. Belajar
matematika secara sistematis (urutan-urutan
yang teratur) menjadikan otak terlatih dan
terbiasa dalam memecahkan masalah
kehidupan secara terarah dan lebih mudah.
Matematika juga melatih seseorang untuk
cermat, teliti, dan tidak ceroboh dalam
bertindak. Contohya dalam mengerjakan soal
matematika Siswa harus benar-benar
memperhatikan nilainya, berapa digit
dibelakang koma, ketepatan menggambar
grafik, menentukan rumus yang sesuai,
menghitung dengan tepat, dan sebagainya. Hal
Prosiding Sendika: Vol 5, No 1, 2019
509
ini secara tidak langsung melatih seseorang
untuk berhati-hati dan teliti dalam setiap
tindakannya. Dari penjelasan di atas, dapat
dikatakan bahwa matematika sangat penting
untuk dipelajari oleh setiap orang.
Matematika digambarkan sebagai ilmu
yang abstrak, karena objek yang ada di
dalamnya bersifat tidak nyata dan
menggunakan bahasa simbol. Contoh yang
paling sederhana yaitu konsep bilangan dua.
Konsep bilangan dua merupakan ide abstrak
tetapi dapat ditunjukkan dengan simbol 2 atau
II (dua romawi). Representasi tersebut
membuat bilangan 2 seolah-olah nyata. Contoh
lain yakni lingkaran. Dalam geometri Euklid,
sebuah lingkaran adalah himpunan semua titik
pada bidang yang berjarak sama dari titik
pusat. (Barnett, 2005:4). Benda-benda seperti
ban mobil, gelang, dan CD-ROM bukan
merupakan lingkaran, melainkan benda yang
mempunyai bentuk lingkaran.
Menurut Piaget dalam Yudrik
(2011:177-178), ada empat tahap
perkembangan kognitif anak. Pertama adalah
sensori motorik (0-2 tahun). Tahap ini anak
hanya mempunyai pola reflek untuk bertindak.
Kemudian, pra-operasional (2-7 tahun). Pada
tahap ini, anak mulai mempresentasikan ulang
duia dengan kata-kata, cerita, dan gambar.
Tahap ketiga adalah operasional konkret (7-11
tahun). Anak pada tahap ini belum dapat
membayangkan langkah-langkah yang
diperlukan karena masih terlalu abstrak untuk
mereka. Lalu tahap kognitif yang terakhir
adalah operasional formal (11-15 tahun) di
mana anak dapat berpikir lebih abstrak dan
logis serta berpikir mengenai masa depan atau
pun apa yang akan mereka capai.
Menurut Piaget, anak di bawah usia 11
tahun masih berpikir secara konkret. Mereka
belum bisa menangkap hal-hal yang bersifat
abstrak. Disisi lain, matematika adalah ilmu
yang objek kajiannya bersifat abstrak. Objek
kajian yang abstrak membuat mereka kesulitan
dalam menalar, memecahkan masalah, dan
memahami konsep matematika. Sehingga
banyak dari mereka yang kesulitan dalam
belajar matematika. Sulitnya belajar
matematika memunculkan pandangan bahwa
matematika adalah mata pelajaran yang sulit
dan tidak mudah untuk dipelajari. Salah satu
penyebab sulitnya matematika adalah
rendahnya pengetahuan siswa dalam
menguasai konsep dasar matematika.
Salah satu keunikan mata pelajaran
matematika adalah pembelajarannya dilakukan
secara hierarki dan berkelanjutan. Maksudnya,
materi dalam pelajaran ini diberikan sesuai
jenjang pendidikan yang ditempuh siswa serta
dilakukan secara berkesinambungan atau
terus-menerus. Jika dasar atau konsep awal
belum bisa dikuasai oleh siswa, maka siswa
akan kesulitan dalam memahami konsep
selanjutnya, demikian seterusnya. Sehingga
belajar matematika harus dilalui secara step by
step dengan dukungan latihan soal serta
bantuan media pembelajaran. Media
pembelajaran menurut Latuheru (1988:14)
adalah semua alat (bantu) atau benda yang
digunakan untuk kegiatan belajar mengajar,
dengan maksud menyampaikan pesan atau
informasi pembelajaran dari sumber (guru
maupun sumber lain) kepada penerima (dalam
hal ini siswa). Pesan yang disampaikan
melalui media, dalam bentuk isi atau materi
pengajaran harus dapat diterima oleh penerima
pesan, dengan menggunakan salah satu atau
pun gabungan beberapa alat indera mereka.
Bahkan akan lebih baik lagi, bila seluruh alat
indera yang dimiliki mampu dapat menerima
isi pesan yang disampaikan. Demikian juga
menurut Molenda dan Russel (1990) yang
menyatakan bahwa “media is a channel of
communication. Derived from the latin word
for „between‟, the term refers to anything that
carries information between a source and
receiver”. Berdasarkan pendapat tersebut,
media pembelajaran adalah alat bantu untuk
menyampaikan pesan dari sumber kepada
penerima pesan untuk memudahkan penerima
dalam menangkap suatu konsep.
Media pembelajaran juga dapat
digunakan dalam pembelajaran matematika.
Media pembelajaran matematika bisa berupa
benda yang dapat disentuh maupun tidak.
Benda yang dapat disentuh secara nyata
misalnya buku, papan tulis, Lembar Kegiatan
Siswa (LKS), alat peraga, dan lain sebagainya.
Sedangkan benda yang tidak dapat disentuh
contohnya adalah media pembelajaran dalam
bentuk software antara lain video, slide, dan
game edukasi. Media pembelajaran
matematika kategori kedua saat ini
berkembang pesat seiring dengan
perkembangan teknologi informasi.
Prosiding Sendika: Vol 5, No 1, 2019
510
Sementara itu, anak zaman sekarang
atau dikatakan sebagai generasi milenial pasti
tidak akan lepas dari dampak perkembangan
teknologi. Menurut Bambang Warsita
(2008:135), teknologi informasi adalah sarana
dan prasarana (hardware, software, useware)
serta metode untuk memperoleh, mengirim,
mengolah, menafsirkan, menyimpan,
mengorganisasi, dan menggunakan data secara
bermakna. NCTM (National Council of
Teacher of Mathematics) dalam kaitannya
dengan teknologi menyatakan bahwa teknologi
merupakan sarana penting untuk belajar dan
mengajar matematika. Dilihat sebagai bagian
utuh dari alat-alat pembelajaran, teknologi
dapat memperluas lingkup materi
pembelajaran yang dapat dipelajari siswa dan
dapat memperluas soal yang dapat dikerjakan
oleh siswa. (Ball & Stacey, 2005).
Perkembangan teknologi yang sangat
pesat ini mengubah cara pandang dan gaya
hidup manusia. Mulai dari bangun tidur
sampai tidur kembali, manusia tidak bisa lepas
dari handphone, televisi, internet dan
perangkat teknologi. Bahkan saat ini
handphone dan internet bisa dibilang sebagai
kebutuhan primer manusia selain sandang,
pangan, dan papan.
Hal ini dapat tercermin dari maraknya
penggunaan handphone di Indonesia. Semua
kalangan telah menggunakanya, mulai dari
balita hingga orang dewasa sudah tidak asing
dengan barang ini. Selain banyaknya jumlah
handphone yang ada, perkembangan teknologi
juga membuat fitur-fitur yang ada di
handphone menjadi semakin lengkap dan
canggih. Kecanggihan dan kelengkapan fitur
yang ada di handphone membuatnya disebut
smartphone atau telepon pintar. Menurut Ridi
Ferdiana (2008), smartphone adalah jenis
perangkat ponsel yang memiliki fitur lebih
banyak daripada ponsel biasanya, sehingga
smartphone selain dapat digunakan sebagai
alat komunikasi juga dapat dipergunakan
untuk kepentingan lainnya. Saat ini, sebagian
besar smartphone sudah terkoneksi dengan
internet, dimana internet memberikan manfaat
yang cukup besar bagi penggunanya. Manfaat
internet menurut Maryono dan Istiana (2008)
adalah sebagai sarana informasi, sarana
kegiatan bisnis, sarana komunikasi, sarana
pendidikan, dan sarana hiburan.
Berdasarkan hasil survei Asosiasi
Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII)
pada bulan Oktober 2016, setengah dari
masyarakat Indonesia atau sebanyak 132,7 juta
orang telah menggunakan internet. Pengguna
internet datang dari berbagai rentang usia.
Berdasarkan survei tersebut, persentase
pengguna internet terbanyak ada pada rentang
usia 10-14 tahun. Mereka sudah melek
teknologi. Survei yang sama juga memberikan
penjelasan bahwa anak usia tersebut biasanya
menggunakan internet untuk keperluan media
sosial seperti chating melalui WhatApps atau
Facebook dan hiburan seperti game daring
ataupun akses video melalui youtube.
Penggunaan smartphone dan internet
di era milenial yang kurang tepat ini dapat
diminimalisir melalui pemanfaatan teknologi
dengan bijak. Salah satunya adalah dengan
menggunakan teknologi dalam bidang
pendidikan, contohnya antara lain
pembelajaran berbasis komputer, e-learning,
perpustakaan digital, tatap muka secara daring
(blended learning), dan software pendukung
pembelajaran lain. Teknologi ini dapat
diterapkan di semua jenjang pendidikan dan
semua pelajaran, termasuk matematika.
Pemanfaatan teknologi dalam pembelajaran
matematika di era milenial dapat diwujudkan
dalam game edukasi berbasis android yang
akan dibahas lebih lanjut dalam tulisan ini.
2. PEMBAHASAN
Kata game berasal dari bahasa inggris
yang berarti permainan. Permainan dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
diartikan sebagai sesuatu yang dapat
dimainkan dengan aturan tertentu sehingga ada
pemain yang menang ataupun kalah. Biasanya
game dimainkan dalam konteks tidak serius
atau dengan tujuan hiburan atau refreshing.
Menurut Agustinus Nilwan (1998),
game merupakan permainan komputer yang
dibuat dengan teknik dan metode animasi. Jika
ingin mendalami pengunaan animasi,
seseorang harus memahami pembuatan game.
Sebaliknya, jika seseorang ingin membuat
game, maka haruslah memahami teknik dan
metode animasi, sebab keduanya saling
berkaitan. Sementara menurut Yudhanto
(2010:1), game adalah permainan yang
Prosiding Sendika: Vol 5, No 1, 2019
511
menggunakan media elektronik, merupakan
sebuah hiburan berbentuk multimedia yang
dibuat semenarik mungkin agar pemain bisa
mendapatkan suatu kepuasan batin. Dari
pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
game adalah sesuatu yang digunakan untuk
bermain menggunakan media elektronik yang
dibuat dengan metode serta teknik tertentu dan
dapat memberi kesenangan atau kepuasan
batin.
Jenis game juga dapat disebut sebagai
genre game. Selain berarti jenis, genre juga
berarti format atau gaya dari sebuah game.
Gaya dari suatu game bisa murni genre itu
sendiri atau bisa merupakan gabungan dari
beberapa genre yang lain. Beberapa jenis game
menurut Henry (2010:111) adalah sebagai
berikut: (1) Maze game. Jenis game ini
biasanya menggunakan maze sebagai setting
atau latar game. Jenis game maze ini termasuk
jenis game yang pertama. Contoh game ini
adalah Pacman dan Digger. (2) Board Game.
Game jenis ini sama dengan game board
tradisional seperti monopoli. Tetapi dimainkan
melalui media komputer. (3) Card Game. Jenis
game kartu juga tidak jauh berbeda dari game
tradisional aslinya. Namun, tampilannya lebih
variatif daripada versi tradisional. Game ini
juga termasuk game yang awal muncul.
Contoh game ini adalah Solitaire dan Hearts.
(4) Battle Card Game. Game ini jarang
ditemukan di Indonesia. Contoh game ini yang
popular yaitu Battle Card Pokemon. (5) Quiz
Game. Game jenis ini adalah game berbentuk
kuis. Contoh Quiz Game yang pernah beredar
yaitu Who Wants to Be Millionaire. (6) Puzzle
Game. Jenis game ini memberi tantangan
dengan cara menjatuhkan atau melenyapkan
sesuatu dari sisi atas ke bawah atau dari kiri ke
kanan. Contoh game jenis ini adalah Tetris. (7)
Side Scroller Game. Jenis game ini pemain
diharuskan bergerak searah di alur yang
disediakan. Dia harus berjalan, meloncat,
merunduk serta menghindari rintangan yang
ada. Contohnya adalah Mario Bros. (8) Racing
Game. Racing game adalah jenis game tentang
balapan. Bisa balapan mobil, motor, sepeda,
dan lain-lain. Contoh game ini yaitu Need for
Speed Underground. (9) Simulation (SIM).
Game genre ini merypakan bentuk permainan
simulasi. Di sini pemain membangun sebuah
area, kota, negara atau koloni. Contoh genre
ini yaitu Ship simulator, Train simulator, dan
Crane Simulator. (10) Adventure Game. Game
ini bergenre petualangan. Di sepanjang
perjalanan pemain akan menemukan peralatan
yang akan disimpan dan digunakan sebagai
petunjuk perjalanan. Contoh game ini adalah
Sam and Max atau Beyond and Evil. (11)
Educational and Edutainment. Genre in lebih
mengacu pada isi dan tujuan game yang
memancing minat belajar anak sambil
bermain. Contoh game ini adalah Boby Bola.
Semakin bertambahnya variasi jenis
game yang beredar, semakin digemari pula
game di semua kalangan. Mulai anak-anak
hingga orang dewasa. Game pada umumnya
membuat seseorang bahkan anak-anak menjadi
adiktif atau kecanduan. Anak-anak sangat
menyukai game karena dianggap menarik dan
menyenangkan. Namun ternyata, kecanduan
pada anak dalam bermain game menimbulkan
dampak buruk, terlebih lagi di era milenial ini
banyak orang tua yang memberikan gawai
kepada anaknya saat mereka masih berusia
dini.
Beberapa dampak negatif yang
muncul akibat terlalu lama bermain game
adalah membuat anak lupa waktu. Tidak
sedikit dari mereka yang bermain game
menjadi lupa waktu makan, lupa beribadah,
dan lupa tidur, bahkan waktu tidur mereka
terkikis hanya untuk bermain game. Sifat
adiktif game yang sudah melekat pada anak
menjadikan ia kurang memperhatikan
pelajaran, sehingga berakibat pada
menurunnya semangat dan motivasi mereka
untuk belajar. Mereka memanfaatkan waktu
luang mereka hanya untuk bermain game yang
seharusnya digunakan untuk membantu orang
tua ataupun belajar. Karena menurut mereka,
belajar tidak semenyenangkan berinteraksi
dengan game dan fitur-fitur lain yang tersaji
dalam smartphone mereka. Dampak buruk
game ini menjadi tantangan tersendiri bagi
para orang tua dan guru di sekolah.
Orang tua diharapkan mampu untuk
mengatur kebiasaan anak serta
mengarahkannya ke hal-hal positif seperti
belajar atau mengembangkan bakatnya. Orang
tua juga harus tegas dalam menetapkan
batasan waktu dalam bermain game serta
memilih waktu yang tepat untuk anak bermain
game. Sementara itu, sebagai orang tua kedua
yang ada di sekolah, guru diharapkan juga
melek teknologi sebagimana siswa milenial,
maksudnya adalah guru diharapkan mampu
Prosiding Sendika: Vol 5, No 1, 2019
512
mengikuti perkembangan zaman dan mampu
memanfaatkan teknologi dengan tepat untuk
menunjang pembelajaran di kelas.
Dunia pendidikan harus mengadakan
inovasi yang positif untuk kemajuan sekolah
dan pendidikan itu sendiri. Sekolah diharapkan
juga sigap terhadap canggihnya teknologi
dengan menyediakan perangkat elektronik
yang mendukung proses pembelajaran. Sarana
dan prasarana yang baik dan lengkap akan
mendukung keefektifan dan keefisienan proses
pembelajaran di kelas. Dalam hal ini, guru
berperan sebagai desainer, pembimbing,
fasilitator, dan motivator yang keberadaannya
sangat penting dalam kegiatan belajar
mengajar. Salah satu pemanfaatan teknologi
dalam dunia pendidikan adalah melalui game
edukasi.
Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, edukasi artinya pendidikan.
Pendidikan diartikan sebagai proses
pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau
sekelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan. Sedangkan menurut
Sugihartono (2007) pendidikan berasal dari
kata didik atau mendidik yang artinya
memelihara dan membentuk latihan.
Pendidikan adalah proses pembelajaran dan
pelatihan yang bertujuan untuk membuat
seseorang paham dan mengerti akan suatu hal
serta mampu berpikir kritis.
Game edukasi adalah salah satu genre
game yang dapat dimanfaatkan untuk
menunjang proses belajar-mengajar yang
menyenangkan, lebih kreatif, dan lebih
inovatif. Game edukasi dapat menambah
pengetahuan penggunanya melalui media yang
unik dan menarik. Game edukasi yang sering
dijumpai berbentuk puzzle. Hal ini dapat
melatih otak pengguna game untuk
memecahkan masalah-masalah yang ada
dalam puzzle tersebut. Namun seiring
perkembangan teknologi dan tuntutan zaman,
game edukasi kini mulai berkembang
menggunakan genre lain, seperti petualangan,
quiz, dan board game.
Suatu game dapat disebut game
edukasi jika ia memenuhi beberapa kriteria.
Sebuah game dapat disebut game edukasi jika
(1) Produktif. Game haruslah dapat
mengembangkan sikap produktif penggunanya
sehingga dapat merangsang kreativias dalam
menciptakan hal yang baru. (2) Relevan. Isi
game edukasi harus relevan atau sesuai dengan
materi pembelajaran yang akan diajarkan
sehingga dapat difungsikan dengan baik
apabila isinya sesuai dengan tujuan
pembelajaran yang ditetapkan. (3) Efektif dan
efisien. Game edukasi dapat membuat siswa
menjadi cepat berpikir dan dapat menganalisis
sesuatu. Game edukasi juga harus dapat
dimainkan kapan saja dan dimana saja. (4)
Menyenangkan. Game edukasi tetap adalah
game yang harus ada unsur menarik dan
menyenangkan di dalamnya. Game edukasi
sebisa mungkin dapat membuat pemainnya
semakin pandai tanpa meninggalkan
kesenangan dalam bermain.
Game edukasi merupakan salah satu
langkah yang dapat ditempuh oleh guru dalam
merencanakan pembelajaran yang
menyenangkan. Media game edukasi dapat
membantu guru dalam menyampaikan materi
pembelajaran dengan lebih mudah dan efektif.
Dengan game edukasi, siswa diproyeksikan
akan menaruh antusias yang lebih tinggi dalam
pembelajaran sehingga memunculkan sikap
positif dalam pembelajaran.
Game edukasi memiliki banyak
manfaat yang dapat diambil di dalamnya.
Beberpa manfaat game edukasi antara lain: (1)
Melatih konsentrasi. (2) Mengajarkan materi
atau sesuatu secara lebih cepat dan dalam
waktu yang relatif singkat. (3) Menambah
daya paham dan ingatan. (4) Menjadikan
proses belajar menyenangkan. (5)
Membangkitkan emosi positif. (6)
Meningkatkan kemampuan komunikasi.
Game edukasi dapat menjadi magnet
yang mampu menarik siswa untuk berperan
aktif dalam pembelajaran. Game edukasi ini
dapat diterapkan di semua pelajaran, termasuk
pelajaran yang oleh sebagian siswa dianggap
sulit, yakni matematika. Dengan adanya game
edukasi, siswa akan lebih tertarik dan
termotivasi dalam mengikuti pembelajaran
matematika. Hadirnya game edukasi
diharapkan mampu mengubah paradigma
pembelajaran yang selama ini berpusat pada
guru (teacher-centered learning) menjadi
pembelajaran yang berpusat pada siswa
(student centered learning). Pembelajaran
yang berpusat pada siswa menuntut siswa
untuk aktif dalam pembelajaran. Aktifnya
Prosiding Sendika: Vol 5, No 1, 2019
513
siswa dalam pembelajaran matematika akan
mendukung menjadi tercapainya tujuan
pembelajaran matematika.
Matematika adalah pelajaran yang
mengkaji objek-objek yang abstrak.
Keabstrakan objek ini bisa dikonkretkan
dengan bantuan media pembelajaran berupa
game edukasi. Game edukasi mampu
membantu siswa yang mengalami hambatan
dalam belajar matematika. Hambatan yang
paling sering muncul yakni kurangnya
kemampuan siswa dalam memahami konsep
matematika karena objek di dalamnya bersifat
abstrak serta rendahnya minat dan motivasi
siswa dalam belajar matematika.
Pengertian dari pemahaman konsep
adalah kedalamaan pengetahuan mengenai
suatu objek yang dipelajari. Pemahaman bukan
sekedar mengingat fakta, akan tetapi
berkenaan dengan kemampuan menjelaskan,
menerangkan, menafsirkan, atau kemampuan
menangkap makna atau arti suatu konsep.
(Sanjaya, 2012:126) Kurangnya pemahaman
konsep menjadikan siswa kesulitan belajar
matematika.
Selain itu, banyak siswa juga masih
belum bisa mengungkapan suatu materi yang
disajikan dalam bentuk yang lebih mudah
dipahami. Kurangnya pemahaman konsep
siswa ini menimbulkan kebingungan siswa
dalam belajar matematika. Misalkan pada
materi lingkaran, siswa terkadang masih
bingung dalam menyelesaikan soal cerita,
apakah menggunakan rumus keliling lingkaran
atau rumus luas lingkaran.
Kebingungan akan konsep lingkaran
ini diharapkan mendapat perhatian lebih dari
guru untuk menyelesaikannya. Perlu kreatifitas
lebih dalam mengembangkan model-model
pembelajaran serta media pembelajaran yang
sesuai, sehingga pemahaman siswa akan
konsep matematika dapat tercapai. Game
edukasi merupakan salah satu alternatif yang
membantu siswa dalam memahami konsep
matematika.
Sebagi contoh adalah game puzzle,
dimana siswa harus memasangkan semua
juring-juring dari satu lingkaran utuh ke dalam
tempat yang sudah disediakan. Di sini, siswa
akan menemukan sendiri bahwa konsep luas
lingkaran adalah turunan dari konsep luas
persegi panjang. Siswa yang mengalami dan
menemukan konsep matematika secara
mandiri akan lebih mengingat konsep tersebut
daripada melalui pemaparan orang lain. Secara
psikologis, menurut teori Bruner, suatu konsep
akan lebih melekat bila kegiatan-kegiatan yang
menunjukkan representasi konsep itu
dilakukan oleh siswa sendiri.
Rendahnya minat dan motivasi siswa
dalam belajar matematika dapat diminimalisir
dengan game edukasi matematika. Game
edukasi mampu meningkatkan minat siswa
karena bermain game adalah kegiatan yang
menyenangkan. Siswa akan lebih tertarik dan
bersemangat dalam mengikuti pembelajaran
matematika di kelas karena materi disajikan
menggunkan tampilan yang interaktif.
Secara psikologis, pembelajaran yang
menyenangkan akan membawa situasi belajar-
mengajar menjadi nyaman dan harmonis.
Selain itu, game edukasi akan menciptakan
interaksi positif antara guru dan siswa. Kondisi
ini secara alami akan menumbuhkan semangat
belajar siswa yang tinggi sehingga memotivasi
mereka untuk terlibat aktif dalam proses
belajar-mengajar.
Pemanfaatan game edukasi dalam
pembelajaran matematika di era milenial dapat
menjawab masalah yang muncul dalam
pembelajaran konvensional. Sebagai hasil
akhir, guru dapat dengan mudah
mengendalikan kelas, sehingga akan
berdampak positif pada peningkatan kualitas
pembelajaran yang nantinya mendukung
tercapainya tujuan pembelajaran.
3. SIMPULAN DAN SARAN
Matematika adalah ilmu yang
mengkaji objek-objek abstrak. Hal ini
menimbulkan masalah pada siswa yang
terkadang masih berpikir konkret. Oleh karena
itu, dibutuhkan media yang dapat membantu
memecahkan masalah tersebut. Salah satunya
yaitu game edukasi. Game edukasi dekat
dengan kehidupan siswa di era milenial,
sehingga mampu meningkatkan motivasi
belajar siswa. Game edukasi juga dapat
meningkatkan pemahaman konsep siswa
dalam belajar matematika. Dengan
meningkatnya motivasi dan pemahaman
Prosiding Sendika: Vol 5, No 1, 2019
514
terhadap konsep matematika, diharapkan kualitas pembelajaran juga akan meningkat.
4. DAFTAR PUSTAKA
Jujun S. Suriasumantri. (2003). Ilmu Dalam
Prespektif. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Herry Sukarman. (2002). Psikologi
Pembelajaran Matematika di SMU
(Diklat Matematika untuk Guru Inti
MGMP SMU). Yogyakarta:
Departemen Pendidikan Nasional.
Rich, Barnett (2005). Schaum’s Easy Outlines
Geometri. Jakarta: Erlangga.
Jahja, Yudrik. (2011). Psikologi
Perkembangan Edisi Pertama. Jakarta:
Kencana.
Heinich, R., Molenda, M., Russell, J. D., &
Smaldino, S.E. (2002). Instructional
Media and Technology for Learning,
7th edition. New Jersey: Prentice Hall,
Inc.
Latuheru, JD. (1988). Media Pembelajaran
dalam Proses Belajar Masa Kini.
Jakarta: DepdikbudMason
Warsita, Bambang. (2008). Teknologi
Pembelajaran: Landasan &
Aplikasinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Ferdiana, Ridi, ST, MT. (2008). Membangun
Aplikasi Smart Client Pada Platform
Windows Mobile. Jakarta: PT Elex
Media Komputindo
Maryono dan Istiana, Padmi. (2008).
Teknologi Informasi dan Komunikasi
SMP Kelas IX. Jakarta: Quadra.
Nilwan, Agustinus. (1998). Pemrograman
Animasi dan Game Profesional 4.
Jakarta: Elex Media Komputindo.
Yudhanto, P.A. (2010). Perancangan
Promosi Produk Edukasi-Games
Melalui Event. Laporan tugas akhir,
Universitas Komputer Indonesia,
Bandung.
KBBI. (2019). Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI). [Online] Available
at: https://kbbi.web.id/edukasi,
[Diakses 12 April 2019].
Sugihartono, dkk. (2007). Psikologi
Pendidikan. Yogyakarta: UNY
Press.
Ball, L. & Stacey, K., (2005), Teaching
Strategies for Developing Judicious
Technology Use. In W.J. Masalski
& P.C. Elliot, Technology-
supported Mathematics Learning
Environments, hal. 3-15, Reston,
VA: National Council of Teacher of
Mathematics.
Article
Full-text available
The problem that occurs in mathematics learning in grade V is the low metacognitive ability and numerical literacy of students. This happens because the evaluation given is still limited to memorizing formulas alone. This study aims to analyze the effectiveness of ethnomathematics-based e-evaluation to improve students' numerical literacy and metacognitive abilities. The research model used is the ADDIE development model (analyze, design, development, implementation, evaluation). The subjects of this study were 35 grade V students. The data collection method used in this study was a questionnaire and test. The data collection instrument in this study will use a rating scale and a short essay test. The data analysis technique used is quantitative descriptive and inferential statistics. Based on the t-test table on the metacognitive ability variable, it was found that the significance value (2-tailed) was 0.000. These results indicate that the significance value is less than 0.05 (significance level 5%) or p <0.05. This means that H0 is rejected and H1 is accepted. Then in the numerical literacy variable, it was found that the significance value (2-tailed) was 0.000. These results indicate that the significance value is less than 0.05 (significance level 5%) or p <0.05. This means that H0 is rejected and H1 is accepted. Based on these results, it can be concluded that ethnomathematics-based e-evaluation can be used in mathematics learning because it is effective in improving students' metacognitive and literacy abilities.
Article
Full-text available
Mathematics is considered a difficult subject. So in the learning process teachers need teaching materials to help students with difficulties in understanding abstract material. The aim of this research is to create an interactive e-module based on ethnomathematics in mathematics subjects with valid and practical geometry material. The type of research used is development research with the ADDIE model. The test subjects in this research were two material expert lecturers, two media expert lecturers, a class II teacher and 10 students. The data collection method is a questionnaire in the form of a rating scale. The data analysis method uses qualitative and quantitative analysis. Based on the analysis results, it was found that the validity test results according to media experts obtained a score percentage of 99% with very good qualifications. The test results from the teacher's responses obtained a score percentage of 98% with very good qualifications. The test results from individual student trials obtained a score percentage of 99% with very good qualifications. The test results from a small group of students obtained a score percentage of 98% with very good qualifications. Based on this, the e-module developed is valid and suitable for use in learning activities. The implication of this research is that teachers can use e-modules based on Balinese upakara ethnomathematics as a reference or special learning tool for grade 2 elementary school geometry material. Through the use of this e-module, students will gain new learning experiences. Apart from that, the use of technological developments and attractive visual, audio and video displays will accommodate students' learning styles, both auditory and visual learning styles.
Ilmu Dalam Prespektif
  • S Jujun
  • Suriasumantri
Jujun S. Suriasumantri. (2003). Ilmu Dalam Prespektif. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Schaum's Easy Outlines Geometri
  • Barnett Rich
Rich, Barnett (2005). Schaum's Easy Outlines Geometri. Jakarta: Erlangga.
Membangun Aplikasi Smart Client Pada Platform Windows Mobile. Jakarta: PT Elex Media Komputindo Maryono dan Istiana
  • Ridi Ferdiana
  • M T St
Ferdiana, Ridi, ST, MT. (2008). Membangun Aplikasi Smart Client Pada Platform Windows Mobile. Jakarta: PT Elex Media Komputindo Maryono dan Istiana, Padmi. (2008).
Perancangan Promosi Produk Edukasi-Games Melalui Event. Laporan tugas akhir
  • P A Yudhanto
Yudhanto, P.A. (2010). Perancangan Promosi Produk Edukasi-Games Melalui Event. Laporan tugas akhir, Universitas Komputer Indonesia, Bandung.
Psikologi Pendidikan
  • Dkk Sugihartono
Sugihartono, dkk. (2007). Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.
Teaching Strategies for Developing Judicious Technology Use
  • L Ball
  • K Stacey
Ball, L. & Stacey, K., (2005), Teaching Strategies for Developing Judicious Technology Use. In W.J. Masalski & P.C. Elliot, Technologysupported Mathematics Learning Environments, hal. 3-15, Reston, VA: National Council of Teacher of Mathematics.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
  • Kbbi
KBBI. (2019). Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). [Online] Available at: https://kbbi.web.id/edukasi, [Diakses 12 April 2019].