ArticlePDF Available

STUDI KOMPARATIF TUTUPAN LIVING DAN NON LIVING SUBSTRAT DASAR PERAIRAN PULAU SEMPU KABUPATEN MALANG MENGGUNAKAN METODE REEF CHECK

Authors:

Abstract

Abstrak Penelitian ini dilaksanakan guna mensurvei substrat di perairan Sempu Kabupaten Malang menggunakan metode reefcheck (PIT: Point Intercept Transect). Substrat perairan dapat dibagi menjadi dua macam, antaralain living/substrat hidup (HC = Hard Coral/karang keras, SC = Soft Coral/karang lunak, NIA = Nutrient Indicator Algae/ alga, SP = Sponge/ spons, OT = Other/ organisme living lainnya) dan non living/ substrat tak hidup (RC = Rock/ batu, RKC = Recently Killed Coral/ karang yang baru mati, RB = Rubble/ Pecahan Karang, SI = Silt/ lumpur, SD = Sand/ pasir. Data penelitian diolah menggunakan perhitungan presentase tutupan karang pada setiap stasiun penelitian. Presentase tutupan karang stasiun Teluk Semut 1 menurun dari tahun 2016 ke 2018 sebesar 22.75% dan didominasi oleh substrat batu (52%). Stasiun Teluk Semut 2 yang didominasi oleh substrat karang keras mengalami kenaikan presentase tutupan karang di tahun 2017 (42.37%) dan menurun di tahun 2018 sebesar 41%. Stasiun Waru-waru memiliki presentase tutupan karang 30% dan didominasi oleh substrat pasir(44%). Stasiun Watu Meja yang di dominasi oleh substrat pasir(53%) mengalami kenaikan presentase tutupan karang di tahun 2017 (25.5%) dan menurun sebesar 45% di tahun 2018. Presentase tutupan karang dapat dipengaruhi oleh faktor alamiah maupun non alamiah, bahkan keterkaitan aktivitas antara substrat living dan non living di perairan Sempu dalam selang waktu dua tahun. Abstract This research was conducted to survey the substrate in Sempu waters, Malang Regency using a reefcheck method (PIT: Point Intercept Transect). Water substrate can be divided into two types, including living/ living substrate (HC = Hard Coral/ hard coral, SC = Soft Coral / soft coral, NIA = Nutrient Indicator Algae/ algae, SP = Sponge/ sponge, OT = Other/ living organisms other) and non living/ non-living substrate (RC = Rock/ rock, Recently Killed Coral RKC, RB = Rubble, SI = Silt/ mud, SD = Sand/ sand. Research data is processed using calculation of coral cover percentage at each research station The percentage of coral cover at Teluk Semut 1 station decreased from 2016 to 2018 by 22.75% and was dominated by stone substrate (52%) Teluk Semut 2 station dominated by hard coral substrate experienced an increase in coral cover percentage in 2017 (42.37%) and decreased in 2018 by 41%, Waru-waru Station had a 30% coral cover percentage and was dominated by sand substrate (44%). Watu Station Table dominated by sand substrate (53%) experienced increase in press entase of coral cover in 2017 (25.5%) and decreases by 45% in 2018. Many factors affect the condition of coral cover percentage both naturally and non-naturally, even the linkages of activities between living and non living substrates in Sempu waters within two intervals year.
Article history: ©2019 at http://jfmr.ub.ac.id
Diterima / Received 03-01-2019
Disetujui / Accepted 02-05- 2019
Diterbitkan / Published 31-07-2019
STUDI KOMPARATIF TUTUPAN LIVING DAN NON LIVING SUBSTRAT DASAR
PERAIRAN PULAU SEMPU KABUPATEN MALANG MENGGUNAKAN METODE
REEF CHECK
Oktiyas Muzaky Luthfia,*, Dzikrillah Akbara, Muhammad Gilang Ramadhana,
Mujibur Rohmana, Nur Kholis Wahiba
a Program Studi Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Brawijaya Malang
*Koresponden penulis : omuzakyl@ub.ac.id
Abstrak
Penelitian ini dilaksanakan guna mensurvei substrat di perairan Sempu Kabupaten Malang menggunakan
metode reefcheck (PIT: Point Intercept Transect). Substrat perairan dapat dibagi menjadi dua macam,
antaralain living/substrat hidup (HC = Hard Coral/karang keras, SC = Soft Coral/karang lunak, NIA =
Nutrient Indicator Algae/ alga, SP = Sponge/ spons, OT = Other/ organisme living lainnya) dan non living/
substrat tak hidup (RC = Rock/ batu, RKC = Recently Killed Coral/ karang yang baru mati, RB = Rubble/
Pecahan Karang, SI = Silt/ lumpur, SD = Sand/ pasir. Data penelitian diolah menggunakan perhitungan
presentase tutupan karang pada setiap stasiun penelitian. Presentase tutupan karang stasiun Teluk Semut 1
menurun dari tahun 2016 ke 2018 sebesar 22.75% dan didominasi oleh substrat batu (52%). Stasiun Teluk
Semut 2 yang didominasi oleh substrat karang keras mengalami kenaikan presentase tutupan karang di
tahun 2017 (42.37%) dan menurun di tahun 2018 sebesar 41%. Stasiun Waru-waru memiliki presentase
tutupan karang 30% dan didominasi oleh substrat pasir(44%). Stasiun Watu Meja yang di dominasi oleh
substrat pasir(53%) mengalami kenaikan presentase tutupan karang di tahun 2017 (25.5%) dan menurun
sebesar 45% di tahun 2018. Presentase tutupan karang dapat dipengaruhi oleh faktor alamiah maupun non
alamiah, bahkan keterkaitan aktivitas antara substrat living dan non living di perairan Sempu dalam selang
waktu dua tahun.
Kata Kunci : Sempu, PIT, presentase tutupan karang, substrat, living, non living
Abstract
This research was conducted to survey the substrate in Sempu waters, Malang Regency using a reefcheck
method (PIT: Point Intercept Transect). Water substrate can be divided into two types, including living/
living substrate (HC = Hard Coral/ hard coral, SC = Soft Coral / soft coral, NIA = Nutrient Indicator
Algae/ algae, SP = Sponge/ sponge, OT = Other/ living organisms other) and non living/ non-living
substrate (RC = Rock/ rock, Recently Killed Coral RKC, RB = Rubble, SI = Silt/ mud, SD = Sand/ sand.
Research data is processed using calculation of coral cover percentage at each research station The
percentage of coral cover at Teluk Semut 1 station decreased from 2016 to 2018 by 22.75% and was
dominated by stone substrate (52%) Teluk Semut 2 station dominated by hard coral substrate experienced
an increase in coral cover percentage in 2017 (42.37%) and decreased in 2018 by 41%, Waru-waru Station
had a 30% coral cover percentage and was dominated by sand substrate (44%). Watu Station Table
dominated by sand substrate (53%) experienced increase in press entase of coral cover in 2017 (25.5%)
and decreases by 45% in 2018. Many factors affect the condition of coral cover percentage both naturally
and non-naturally, even the linkages of activities between living and non living substrates in Sempu waters
within two intervals year.
Keywords: Sempu, PIT, percentage of coral cover, substrate, living, non living
Luthfi, et al. / Journal of Fisheries and Marine Science Vol.3 No.2 (2019) 127-134
©2019 at http://jfmr.ub.ac.id
128
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara
kepulauan yang memiliki luas lautan sebesar
70% dari luas keseluruhan negara. Indonesia
merupakan habitat dari banyak spesies karang,
dikarenakan iklim tropis Indonesia sangatlah
cocok bagi pertumbuhan karang. Indonesia
merupakan salah satu bagian dari negara
Coral Triangle” karena kekayaan terumbu
karang yang dimiliki Indonesia sangatlah
banyak. Coral Triangle di Indonesia berada di
sepanjang perairan timur Pulau Jawa hingga
perairan Papua. [1] Sebaran karang di
Indonesia merata dari Sabang sampai Utara
Jayapura, namun perairan dengan
pertumbuhan karang yang baik berada di
Sulawesi Maluku, Sorong, NTB, dan NTT.
Substrat merupakan susunan dasar
perairan yang tersusun dari dua komponen,
yaitu biotik dan abiotik. Contoh dari
komponen biotik yang menyusun dasar
perairan adalah karang, sedangkan contoh
komponen abiotik yang menyusun dasar
perairan adalah pasir dan lumpur [2]. [1]
Terumbu karang adalah suatu ekosistem dasar
perairan yang penyusun utamanya adalah
scleractinian (karang batu). Secara umum
kondisi terumbu karang yang teradapat di
perairan Indonesia 6,39% dalam kondisi
sangat baik, 23,40% dalam kondisi baik,
35,06% dalam kondisi cukup, dan 35,15%
dalam kondisi buruk [3].
Substrat dasar perairan dibagi menjadi
dua kategori, yaitu living dan non living.
Living merupakan kategori substrat dasar
perairan yang terdiri dari karang keras, karang
lunak, spons, dan alga. Non living merupakan
kategori substrat dasar perairan yang terdiri
dari karang yang baru mati, karang sudah lama
mati, pecahan karang, pasir, dan lumpur [4].
Substrat living diperairan memiliki peran
sebagai tempat tinggal, tempat memijah, dan
tempat mencari makan berbagai biota laut.
Selain itu, substrat living juga berperan dalam
pembentukan ekosistem karang dan sumber
kebutuhan bagi manusia [5].
Pulau Sempu secara adiministratif
terletak di Desa Tambakrejo, Kecamatan
Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang,
Jawa Timur. Secara geografis Pulau Sempu
berada diantara 112° 40 45″ - 112° 42′ 45″
bujur timur dan 8° 27′ 24″ - 24′ 54″ lintang
selatan. Pulau Sempu merupakan salah satu
wilayah konservasi dengan status cagar alam
yang berada di Jawa Timur. Kondisi substrat
di perairan Pulau Sempu mengalami
peningkatan, pada penelitian yang dilakukan
tahun 2016 substrat di perairan Pulau Sempu
dalam kondisi rusak kemudian pada penelitian
yang dilakukan tahun 2017 substrat di perairan
Pulau Sempu kondisinya meningkat menjadi
baik. Berdasarkan study pustaka yang
dilakukan kondisi living dan non living pada
tahun 2016-2017 di perairan Pulau Sempu
keduanya mengalami penurunan [6]; [7].
Pengamatan kondisi substrat dasar perairan
dapat dilakukan dengan berbagai macam
metode, salah satunya metode Point Intercept
Transect (PIT) yang dikembangkan oleh Reef
Check. [8] Metode PIT digunakan untuk
memperkirakan kondisi substrat disuatu lokasi
berdasarkan persen living. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi
tutupan karang pada tahun 2016 hingga 2018
dengan mengaitkan antara substrat living dan
non living di perairan Pulau Sempu.
BAHAN DAN METODE
Pengambilan data penelitian dilakukan
pada 28 April 2018 di Cagar Alam Pulau
Sempu, Desa Tambakrejo, Kecamatan
Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang,
Jawa Timur. Terdapat empat stasiun dalam
pengambilan data penelitian, yakni stasiun satu
hingga empat secara berurutan antara lain
Teluk Semut 1 (112.68203o BT 08.43913o
LS), Teluk Semut 2 (112.68082o BT
08.44010o LS), Waru-waru (112.69370o BT
08.43005o LS) dan Watu Meja (112.69814o
BT 08.42895o LS) (Gambar 1).
Metode pengambilan data substrat
digunakan untuk menggambarkan bagaimana
kondisi substrat yang ada di daerah penelitian.
[9] Mengambil data substrat dapat dilakukan
dengan menggunakan metode antaralain
metode transek garis (Line Transect), metode
transek kuadrat, metode Manta Tow dan
Metode Transek Sabuk (Belt transek). Metode
pengambilan data substrat juga dapat
dilakukan dengan menggunakan metode PIT
(Point Intercept Transect) (Reefcheck.org).
Luthfi, et al. / Journal of Fisheries and Marine Science Vol.3 No.2 (2019) 127-134
©2019 at http://jfmr.ub.ac.id
129
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian, Pulau Sempu
Metode PIT dilakukan dengan cara
membentangkan roll meter sepanjang 100
meter, dimana dalam satu garis tersebut
terbagi menjadi 4 segmen dengan panjang 25
meter. Pada tiap ujung segmen terdapat blank
space sepanjang 5 meter guna interpolasi data.
Pencatatan objek substrat dilakukan pada
interval 0.5 meter pada garis transek. Sehingga
pengambilan data dapat dimulai dari 0 meter,
0.5 meter, 1 meter, 1,5 meter, 2 meter hingga
titik 5 meter terakhir pada tiap segmennya
(Gambar 2). Dari setiap segmen terdapat 40
titik substrat yang tercatat, sehingga total
dalam satu transek PIT terdapat 160 titik
substrat yang tercatat [10]. Metode PIT
dianggap lebih sederhana dan mudah untuk
dipahami dibanding metode yang lain, namun
metode ini lebih terukur. [11] Metode PIT
dapat menghasilkan presentase tutupan karang
dengan membutuhkan waktu yang singkat dan
hasil yang efisien.
Pencatatan data dilakukan dengan
melihat objek substrat yang sesuai dengan
kategori reef check. Kategori reef check
tersebut meliputi karang keras (HC), karang
lunak (SC), karang yang baru saja mati (RKC),
alga indikator nutrien (NIA), Spons (SP) dan
lainnya (OT) sebagai golongan kategori
substrat living serta batu (RC), patahan karang
(RB), pasir (SD) dan lumpur (SI) sebagai
golongan substrat non living [10].
Gambar 2. Metode PIT (Hodgson et al., 2006)
Pengolahan Data
Presentase tutupan substrat dapat
dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut [10] :
𝐶 = Σ(i)
𝐴×100%
Keterangan:
C : Tutupan Substrat
Σ(i) : Jumlah titik setiap tipe substrat
A : Jumlah total kisi yang digunakan
dalam pengambilan data (160 titik).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan pengukuran yang telah
dilakukan di empat stasiun penelitian mulai
dari stasiun Teluk Semut 1, Teluk Semut 2,
Waru Waru dan Watu Meja didapat data
substrat seperti yang ditampilkan pada (Tabel
1). Pengamatan substrat yang dilakukan pada
setiap lokasi pengamatan dilakukan dengan
melihat substrat tepat di bawah titik
pengamatan dan dilakukan sepanjang garis
transek penelitian (PIT). Pelaksanaan metode
ini menggunakan poin pengamatan tiap 0.5
meter, sepanjang grais transek 100 m.
Luthfi, et al. / Journal of Fisheries and Marine Science Vol.3 No.2 (2019) 127-134
©2019 at http://jfmr.ub.ac.id
130
Gambar 3. Skema cara kerja dengan metode PIT
Berdasarkan sifatnya, substrat yang
menjadi indikator dalam penelitian terbagi
menjadi dua, yaitu substrat hidup, dan substrat
mati, sehingga persentase substrat akan terbagi
menjadi dua kelompok, yaitu living dan living.
Kategori substrat yang masuk dalam kelompok
living cover yaitu, Hard Coral (HC), Soft
Coral (SC) , Nutrient Indikator Algae (NIA),
Sponge (SP) dan Other (OT), sedangkan
substrat yang masuk dalam kelompok non
living cover yaitu, recently killed coral (RKC),
rock (RC), Rubble (RB), Sand (SD) dan Silt
(SI) (Tabel 1).
Hasil monitoring pada stasiun Teluk
Semut I tahun 2016 tutupan karang keras
adalah 33,75% [12] . Pada tahun 2017 dilokasi
yang sama tutupan karang keras adalah 12%
[7]. Pada tahun 2018 dilokasi stasiun yang
sama tutupan karang keras sebesar 11%
(Gambar 6). Ditemukan karang keras pada
Teluk Semut I yaitu karang jenis life form
foliose (Echinopra lamellosa, Monthipora sp.)
dan massive. Stasiun Teluk Semut I memiliki
nilai substrat living dengan tutupan paling
tinggi adalah Hard Coral (HC) dengan nilai
sebesar 11% sedangkan untuk substrat non
living dengan tutupan paling tinggi adalah
Rock (RC) dengan nilai sebesar 52% (Gambar
5). Faktor penurunan yang terjadi diduga
dampak antropogenik dibandingkan dengan
peristiwa alamiah seperti penaikan atau
penurunan muka laut secara ekstrim, proses
predasi, dan pemanasan global. Hal ini
menunjukkan besarnya pengaruh manusia
dalam jangka panjang terhadap eksistensi di
ekosistem terumbu karang [13].
Luthfi, et al. / Journal of Fisheries and Marine Science Vol.3 No.2 (2019) 127-134
©2019 at http://jfmr.ub.ac.id
131
Tabel 1. Data Substrat Pada Setiap Stasiun Penelitian
Stasiun
Kategori
Tipe
Jumlah
HC
18
SC
0
Living
NIA
2
SP
0
Teluk Semut 1
OT
1
RKC
0
RC
83
Non - living
RB
31
SD
25
SI
0
HC
49
SC
0
Living
NIA
1
SP
0
Teluk Semut 2
OT
1
RKC
2
Non living
RC
49
RB
36
SD
23
SI
0
HC
48
SC
0
Living
NIA
0
SP
2
Waru - Waru
OT
5
RKC
0
RC
34
Non living
RB
28
SD
71
SI
0
HC
12
SC
3
Living
NIA
0
SP
0
Watu Meja
OT
4
RKC
0
Non living
RC
45
RB
16
SD
84
SI
0
Luthfi, et al. / Journal of Fisheries and Marine Science Vol.3 No.2 (2019) 127-134
©2019 at http://jfmr.ub.ac.id
132
Gambar 4. Tutupan Substrat Living cover di
Perairan Pulau Sempu 2018
Gambar 5. Tutupan Substrat Non Living di
Perairan Pulau Sempu 2018
Gambar 6. Presentase tutupan karang tahun 2016,
2017 dan 2018
Presentase substrat non living RC
tahun 2016 yaitu 4.375 % dan pada tahun
2017 yaitu 21%. Tututpan RC tahun 2018
yaitu 52 % peningkatan substrat batu (RC)
yang juga dapat diduga akibat proses
sedimentasi oleh pasir dan kompetisi oleh alga
(< 3 cm) pada karang yang hidup sebelumnya.
Hal ini dapat dilihat dari substart batu itu
sendiri yang merupakan bekas skeleton karang
yang sudah di tumbuhi oleh alga dan sebagian
tertututp oleh pasir. [14] Sedimentasi akan
mengurangi penetrasi cahaya matahari dan
mengganggu zooxanthellae karang untuk
fotosintesis. Alga sebagai kompetitor utama
terumbu karang bersaing dalam hal ruang dan
cahaya yang masuk dalam perairan [12].
Tutupan karang keras stasiun Teluk
Semut II tahun 2016 adalah 10,625% [12].
Pada tahun 2017 tutupan karang keras adalah
53% [7]. Tahun 2018 presentase tutupan
karang keras menurun, dengan nilai presentase
31% (Gambar 6). Substrat living di dominasi
oleh karang keras (HC), dan substrat non
living di dominasi kembali oleh batu (RC)
dengan presentase tutupan 31% (Gambar 5).
Stasiun Teluk Semut II memiliki tutupan
presentase karang tertinggi dari semua stasiun
penelitian ini. Substrat non living jenis
pecahan karang (RB) juga memiliki nilai
presentase tertinggi (23%) dari nilai tutupan
RB stasiun lainnya. Pecahan karang yang di
temukan berasal dari fragmen karang dengan
life form acropora dan foliose. [15] Rubble
(RB) dapat ditemukan di suatu perairan
diakibatkan oleh predasi organisme, penyakit,
bioerosi dan keadaan perairan yang tak stabil
(extreme).
Bukan tidak mungkin terumbu karang
akan rusak akibat perilaku manusia, pada
penelitian ini banyak ditemukan alat tangkap
(benang pancing) yang tersangkut pada karang
dan bekas jangkar yang tersangkut pada
bebatuan. [16] Pecahan karang memiliki sifat
yang dinamis, mudah bergeser atau
dipindahkan oleh gelombang dan arus. Maka
dari itu susah untuk membedakan pecahan
karang yang timbul akibat aktivitas alami
maupun akibat aktivitas manusia.
Stasiun Waru-Waru merupakan
stasiun yang baru pertama kali dilakukan
penilitian. Stasiun ini memiliki tutupan karang
keras 30% (Gambar 4) yang sekaligus menjadi
substrat living yang mendominasi. Stasiun ini
di dominasi oleh substrat non living yakni
pasir (SD) dengan nilai sebesar 44%. Stasiun
ini merupakan stasiun penelitian terdalam dari
stasiun lainnya. Subtrat non living pasir (SD)
mendominasi akibat stasiun Waru-Waru
merupakan perairan dengan tipe slope. [10]
Survei substrat dapat dilakukan pada dua
kontur kedalaman yakni kedalaman dangkal
(2-6 meter) dan kedalaman menengah (>6-12
meter). Pemantauan tergolong kategori survey
menengah karena dilakukan pada pemantauan
Luthfi, et al. / Journal of Fisheries and Marine Science Vol.3 No.2 (2019) 127-134
©2019 at http://jfmr.ub.ac.id
133
kedalaman 7 meter. Pada kedalaman ini, tidak
banyak karang yang dapat survive karena
faktor terbatasnya penetrasi cahaya dan
sedimentasi akibat dominasi substrat non-
living pasir (SD).
Karang yang mendominasi di stasiun
Waru-Waru adalah karang dengan life form
massive (Porites lutea). Kondisi karang
Porites lutea sendiri tergolong tidak sehat,
banyak ditemukan koloni karang yang terkena
penyakit pink line syndrome. Penelitian ini
juga menemukan Christmas tree worm
(Spirobranchus giganteus) sebagai kategori
substart living other (OT) tertinggi (3%)
didapati pada semua koloni Porites lutea. [17]
Karang Porites lutea dan Porites lobata yang
bersimbiosis dengan Christmas tree worm
dapat mengurangi dampak sedimentasi.
Pernyataan ini sesuai dengan kondisi stasiun
yang didominasi oleh substrat non living pasir
(SD). Hasil monitoring pada stasiun Watu
Meja tahun 2016 tutupan karang keras adalah
27,5% [17]. Pada tahun 2017 tutupan karang
keras meningkat dengan nilai presentase 53%
[7]. Pada tahun 2018 tutupan karang keras
menurun secara signifikan dengan presentase
tutupan 8% (Gambar 6). Substrat non living
tertinggi dengan presentase 53% oleh pasir
(SD) (Gambar 5). Substrat pasir diduga
berasal dari pecahan karang (RB) yang
terbawa arus. Stasiun ini memiliki topografi
perairan slope, serta memiliki arus yang kuat
karena jauh dari teluk dan menghadap secara
langsung pada samudera Pasifik. Guna
mengutamakan faktor keselamatan, pengaatan
substrat di stasiun ini dilakukan di kedalaman
1.5 meter.
Nilai tutupan substrat sendiri setiap
tahunnya mengalami fenomena kurva yang
tidak stabil. Terdapat komposisi karang keras
yang berbeda dan mendominasi tiap stasiun.
Tipologi karang dengan massive slow growht
coral, yakni karang Poritiids, faviids, dan
Fungiids yang memiliki laju pertumbuhan
lama [6]. Karang dengan jenis lifeform
bercabang memiliki pertumbuhan yang cepat
(5.23 cm2) [18], dan karang dengan lifeform
lembaran tergolong memiliki pertumbuhan
yang cepat pula meskipun tidak secepat karang
bercabang [19]. [18] Ekosistem terumbu
karang pada perairan Sendang Biru mengalami
penurunan, hal tersebut terjadi akibat beberapa
kegiatan antropogenik (destructive fishing,
kegiatan pariwisata) dan secara alami
(sedimentasi, naiknya suhu perairan).
KESIMPULAN
Berdasarkan analisa komparsi survei
tutupan karang yang dilakukan pada tahun
2016, 2017 dan 2018 dapat di simpulkan
bahwa terjadi fluktasi presentase tutupan
karang di Cagar Alam Pulau Sempu.
Presentase tutupan karang meningkat pada
tahun 2016 menuju 2017, dan turun secara
signifikan di tahun 2018 dengan kondisi
”buruk” (Teluk Semut I: 11% ; Teluk Semut
II: 31%; Waru-Waru: 30%; Watu Meja :8%).
Kondisi tutupan karang yang buruk ditandai
dengan dominasi substrat non living seperti
batu dan pasir di stasiun pengamatan.
Ucapan Terimakasih
Terimakasih penulis ucapkan kepada
Kementrian Kelautan dan Perikanan UPP
Pondok Dadap Sendang Biru yang telah
memberikan sarana guna melancarkan
jalannya penelitian Reefcheck di perairan
Sempu. Terimakasih pula penulis ucapkan
kepada seluruh mahasiswa Selam Keahlian
2018 yang telah membantu melaksanakan
jalannya penelitian Reffcheck ini.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Suharsono, “Jenis-jenis karang di
Indonesia,” Coremap Program., LIPI
Jakarta, 2008.
[2] Ariyati, R.W., Sya’rani, dan L., Arini,
E., “Analisis Kesesuaian Perairan Pulau
Karimunjawa Dan Pulau Kemujan
Sebagai Lahan Budidaya Rumput Laut
Menggunakan Sistem Informasi
Geografis 19,” 2007.
[3] Giyanto, Abrar, M., Hadi, T.A., Hafizt,
M., Salatalohy, A., dan Iswari, M.Y.,
“Status Terumbu Karang Indonesia
2017,” Puslit Oseanografi LIPI.,
Jakarta, 2017.
[4] Hodgson, G. (Ed.), “Reef check
intruction manual: a guide to reef check
coral reef monitoring,” Reef Check,
Inst. of the Environment., Los Angeles
[Calif.], 2004.
[5] Luthfi, O.M., Yulianto, F., Pangaribuan,
S.P.C., Putranto, D.B.D., Alim, D.S.,
Luthfi, et al. / Journal of Fisheries and Marine Science Vol.3 No.2 (2019) 127-134
©2019 at http://jfmr.ub.ac.id
134
dan Sasmitha, R.D., “Kondisi Substrat
Dasar Perairan Cagar Alam Pulau
Sempu, Kabupaten Malang,” 2018.
[6] Luthfi, O.M., Januarsa, I.N., Fajri, H.,
Muhammad, F., Aji, A.T., Jumantry, S.,
Kusuma, M.I.A., Algadri, G.A.,
Roganda, F., Rizal, M.F.A., dan Setyo,
A., 2017. “Substrates monitoring using
reef check method in Sempu Strait
Waters, Malang Regency,” vol. 6, no. 9,
2017.
[7] Luthfi, O.M., Yulianto, F., Pangaribuan,
S.P.C., Putranto, D.B.D., Alim, D.S.,
dan Sasmitha, R.D., “Kondisi Substrat
Dasar Perairan Cagar Alam Pulau
Sempu, Kabupaten Malang,” 2019.
[8] Afandy, Z., “Kondisi Terumbu Karang
Di Pesisir Barat Pulau Kei Kecil,
Kabupaten Maluku Tenggara,” vol.5,
no.7, 2014.
[9] Johan, Ofri, “Metode Survei Terumbu
Karang Indonesia,” Training course.,
Biologi Karang, 2003.
[10] Hodgson, G., Hill, J., Kiene, W., Maun,
L., Mihaly, J.,Liebeler, J., Shuman, C.,
dan Torres, R.. “Reef check instruction
manual: a guide to reef check coral reef
monitoring,” Reef Check Foundation.,
Pacific Palisades, California USA, 2006.
[11] Souhoka J dan Picasauw J., “Studi
Baseline Terumbu Karang di Lokasi
DPL Kabupaten Selayar Tahun 2008,”
COREMAP LIPI, Jakarta, 2008
[12] Luthfi, O.M., “Pemantauan Kondisi
Substrat Menggunakan Metode Reef
Check di Perairan Selat Sempu,
Kabupaten Malang,”. Depik., no.6, hal.
7280, 2017
[13] Toruan, L.N.L., dan Soedharma, D.,
“Komposisi dan Distribusi Foraminifera
Bentik di Ekosistem Terumbu Karang
pada Kepulauan Seribu,” Jurnal Ilmu
Dan Teknologi Kelautan Tropis., vol. 5,
no. 16, 2013.
[14] Fachrurrozie, A., Patria, M.P.,
“Pengaruh Perbedaan Intensitas Cahaya
terhadap Kelimpahan Zooxanthella pada
Karang Bercabang (Marga:Acropora) di
Perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu,”
Jurnal Akuatika., vol 3, 2. ISSN 0853-
2523. 115-124, 2012.
[15] Holmes, K.E., Edinger, E.N., Hariyadi,
Limmon, G.V., dan Risk, M.J.,
“Bioerosion of Live Massive Corals
And Branching Coral Rubble On
Indonesian Coral Reefs,”. Marine
Pollution Bulletin., no. 40, hal. 606
617, 2000.
[16] Fox, H.E., Pet, J.S., Dahuri, R., dan
Caldwell, R.L., 2003. “Recovery In
Rubble Fields: Long-Term Impacts of
Blast Fishing,” Marine Pollution
Bulletin., no. 46, hal. 10241031, 2003.
[17] Luthfi, O.M., dan Yamindago, A.,
“Telaah Struktur Komunitas Terumbu
Karang Sebagai Studi Awal Program
Rehabilitasi Terumbu Karang di
Perairan Pasir Putih Situbondo,” 2008.
[18] Luthfi, O. M, “Coral Reef Conservation
Using Coral Garden Initiative In Sempu
Island,” Journal of Innovation and
Applied Technology., vol. 2, hal. 210
216, 2016.
[19] Kaleka W. M Deselina, “Transplantasi
Karang Batu Marga Acropora pada
Substrat Buatan di Perairan Tablolong
Kabupaten Kupang,”. Falsafah Sains.,
PPS 702, 2004.
... Ikan kepe-kepe juga memiliki keunikan lainnya yaitu keberadaan, kelimpahan jenis serta individu ikan ini pada suatu perairan dapat menjadi gambaran kondisi dari terumbu karang di tempat tersebut (Suryanti, 2011). Menurut Luthfi et al. (2019), stasiun Watu Meja memiliki presentase tutupan karang 8% dan di dominasi substrat non living yakni pasir sebesar 53% dan batu 29% yang terdapat turfalgae pada permukaannya. Namun hasil data penelitian ini menunjukkan bahwa ikan Chaetodonidae pada stasiun Watu Meja dan Waru-Waru memiliki jumlah nilai tertinggi yakni masing-masing 26 individu. ...
... Makanan kesukaan ikan tersebut antaralain alga, zooplankton dan polip karang lunak (Edrus dan Syam 1998). Sejalan dengan pernyataan tersebut, penelitian Luthfi et al. (2019) mengenai substrat living dan non living pada perairan pulau Sempu hanya pada stasiun Watu Meja ditemukan soft coral/ karang lunak. ...
... Rendahnya jumlah ikan terumbu yang di temukan dalam penelitian ini diduga disebabkan oleh fluktasi presentase tutupan karang. Presentase tutupan karang pada Pulau Sempu menurun secara signifikan pada tahun 2018 dan di dominasi oleh substat non living (Luthfi et al., 2019). Terumbu karang memiliki fungsi ekologis sebagai habitat kompleks, dapat mempengaruhi kelimpahan dan biomassa ikan (Manembu et al., 2012). ...
Conference Paper
Full-text available
Abstrak Reef Check is an activity to find out the condition of coral reefs and it's another supporting ecosystem. Reef fish are important for describing the healthy condition of coral reef health. Herbivorous fish is major agent of decreasing number coral's competitor, algae, that open space to coral growth. Corallivorous fish are dependent on coral for their daily dietary, so both of coral and fish are mutualism each other. Deterioration of coral and it supporting ecosystem due stressor will impacted on their sustainability. The aim of this research is to record reef fish in nature reserve area, Pulau Sempu, as part yearly monitoring of ReefCheck program. Survey was conducted on Teluk Semut 1, Teluk Semut 2, Watu Meja, and Waru-waru. Underwater Visual Census (UVC) was used as a method for this research to identify reef fish in a transect of 100 x 5 x 5m scale in (length, width, and height). Results showed several fishes was used to identify yet the family of Chaetodontidae with mean abundance 0.0072 individual/m3 in Teluk Semut 1, 0.0084 individual/m3 in Teluk Semut 2, 0.0104 individual/m3 in Waru-Waru, and 0.008 individual/m3 in Watu Meja. Watu Meja and Waru-Waru station showed higher mean abundance than other station, this indicates coral reefs ecosystem in this station have a better health and condition compare to the other stations. Haemulidae, snapper and grouper shows low mean abundance that indicates overfishing on Sempu Strait, South Malang. Reef fish in Pulau Sempu that has important for economical seem lower in their abundance and the other hand indicator reef fish higher indicate the coral reef still remaining health. 1. PENDAHULUAN Nilai komersial yang dimiliki ikan banyak ditemukan di daerah terumbu karang, sehingga dapat dikatan bahwa terumbu karang sebagai habitat bagi ikan komersil. Selain itu, ekosistem termbu karang juga memiliki tingkat keragaman ikan yang tinggi (Manembu et al., 2014). Luasan dari terumbu karang hanya 0,1% dari permukaan laut yang ada di dunia, akan tetapi memiliki kisaran 12.000 spesies ikan yang ada di dunia dan 7.000 spesies merupakan spesies ikan yang terdapat pada ekosistem terumbu karang atau sekitar 58,3% dari jenis ikan yang ada di dunia (Allen, 2007). Ikan yang hidup didalam ekosistem terumbu karang memiliki ciri yang beragam, mulai dari warna, bentuk, dan ukuran. Ikan terumbu sebagai ikan konsumsi juga memiliki nilai sebagai ikan hias dengan nilai jual tinggi (Manembu et al., 2014). Ikan terumbu berdasarkan tujuan pegelolaan dapatdibagi menjadi tiga kelompok, antaralain adalah ikan target, ikan indikator dan ikan mayor (berperan dalam rantai makanan) (Dartnall dan Jones, 1986). Komunitas ikan terumbu yang berasosiasi dengan karang memiliki respon dari setiap perubahan dalam berbagai faktor lingkungan serta perubahan dalam berbagai kondisi, yakni mulai dari perubahan secara spasial maupun temporal (Miller dan Hay, 1998). Bentuk yang berbeda dari life form karang merupakan salah satu faktor utama dari tempat hidup dari ikan terumbu (Kingsford, 1998). Ikan terumbu mempunyai ikatan yang erat dengan terumbu karang, terumbu karang dijadikan tempat dimana ikan berlindung, mencari makan, dan memijah. Struktur fisik dari setaip karang di jadikan tempat berlindung bagi ikan dari kejaran pridator sehingga menjadi tempat yang aman bagi ikan terumbu (Denny dan Babcock, 2004). Melimpahnya komunitas ikan terumbu sangat erat kaitannya dengan kondisi dari kondisi karang itu sendiri, sama halnya dengan keanekaragaman spesies ikan terumbu yang juga berbanding lurus dengan keanekaragaman spesies karang keras (Rembet, 2011). Ikan terumbu dapat membantu karang dalam proses pemulihan ketika terjadi akumilasi berlebihan dari makroalga di suatu perairan (Anderson dan Russell, 2004). Pencemaran perairan oleh logam berat Pb (timbal) dapat membahayakan organisme perairan dengan tingkat toksisitas yang cukup tinggi dan mengakibatkan kerusakan organ pada organisme yang nantinya dapat menyebabkan kematian (Triadayani, 2010). Selain itu, kegiatan penangkapan yang intensif juga dapat berpengaruh terhadap populasi ikan dan ekosistemnya (Lampae, 2005). Hal ini dapat mengganggu ekosistem terumbu karang yang nantinya berpengaruh langsung atau tidak langsung terhadap hasil
... High macro algae conditions can occur because many coral reefs have been lost or even clean. This can happen because coral reefs and macroalgae will compete in terms of fighting for place and light so that when competitors disappear macroalgae will grow well [21]. The following is a graph of the percentage of coral reef cover at station 2 can be seen in Figure 3. ...
Article
Full-text available
The Sempu Strait is an area located in the southern coastal area of Malang Regency, precisely in Krajan Village, Sumbermanjing Wetan District. The Sempu Strait has a Pondok Dadap Fishing Port which refers to the Eco Fishing Port. This study aims to analyze the effect of fishing activities at Pondok Dadap Fishing Port on seawater quality and coral reef cover in the Sempu Strait. Data collection was carried out at 3 stations with 3 points for each station. Retrieval of data based on areas with different levels of community activity: station 1 with low activity conditions, station 2 with high activity conditions and station 3 with moderate activity. The quality of the waters in the Sempu Strait is still in accordance with seawater quality standards. The condition of coral reefs in the Sempu Strait at station 1 with coral reef cover of 69.81% is in the good category, station 2 is 0.8% is in the damaged category and station 3 is 50.7% in the good category.
... On the south coast, which is directly adjacent to the Indian Ocean, coral can be found from the Banyuwangi, Jember, Prigi areas, to the Malang area. The average coral cover in southern East Java is 25-30% (Luthfi & Rendy, 2018;Luthfi et al., 2019). Coral reefs in the south are mostly found in the reef flat to reef crest areas. ...
Article
Diatom, Bacillariophyceae, has an important role in environmental support because these algae contribute to 25% of the oxygen supply globally and each year represent 40% of primary production by fixed carbon using photosynthesis. Diatom samples were obtained from 3 different sites in around NRPS. Cleaning diatoms analyzed using SEM for describe ultrastructure in diatom valves. Three dominant diatoms Cocconeidaceae and Bacillariaceae from the south Java Sea (Indian Ocean). Basic information regarding the diversity of diatoms, and the success of photoautotrophic micro-algae that can be found both in marine and freshwater habitats, is very important to describe the role of each taxon from an ecology perspective in the future. Samples are taken from the substrate of 3 stations in Nature Reserve Pulau Sempu and prepared in the laboratory for scanning electron microscopy photographs. Clear and detailed features diatom frustule of SEM photograph reveal a schild diatom (Cocconeis) and panduriform diatom (Psammodictyon) are dominating taxa in NRSP areas.Keywords:Hard coralCocconeisPsammodictyonPulau SempuDiatom
... [16]. Watu Meja merupakan perairan terbuka yang berbatasan langsung dengan Samudra Hindia sehingga memiliki arus yang kuat dengan gelombang yang tinggi [17]. Jetty berada di utara Pulau Sempu yang terpengaruh oleh limbah pelabuhan dan aktivitas kapal. ...
Article
Full-text available
Turf algae is an organism that is an indicator of the health of coral reef ecosystems. This organism can even dominate an area and suppress coral reef cover in certain water conditions. This is of course a threat to the sustainability of an ecosystem which has an impact on the economy of the surrounding community through the amount of fish caught. Therefore, this research was carried out to monitor the extent of turf algae cover in the Sempu Strait waters in August 2023. The method used was ten Underwater Photo Transects (UPT) at five stations with a transect length of 100 meters assisted by quadrant transects measuring 1 x 1 m. This research uses several water parameter data that influence the extent of turf algae cover, such as temperature, salinity, brightness, DO, currents, sedimentation, pH, nitrate and phosphate. The results obtained were that the highest cover occurred at Banyu Tawar station at 1,3042.05 cm2 and the lowest cover at Waru-Waru station at 488.7 cm2. The water parameter data that has been measured has optimal values with pH having a range of 7.5–8.1 dissolved oxygen (DO) in the range 6.8–7 mg/L, salinity 34.2-34.4‰, nitrate 0.9-2.1 mg/L, and phosphate 0.03-0.17 mg/L, where these parameter values support the growth of turf algae.
... 3. Rocks adalah substrat yang strukturnya berupa batu alam (non coral) yang berasal dari lapisan kerak bumi maupun endapan sedimen lava gunung berapi (English et al., 1997) umumnya bersifat permanen dan stabil (Smith, 2013 (English et al., 1997) Preferensi tipe substrat dan kepadatan populasi Ophiomastix annulosa... (Setiawan et al.) 4. Sand adalah substrat yang diduga berasal dari pecahan karang atau hewan bercangkang yang terbawa arus berupa butiran berukuran 0,0625 -2 mm (Luthfi et al., 2019). Substrat pasir yang ada di ekosistem intertidal Pantai Bilik TNB berwarna putih. 5. Sand with seagrass adalah substrat pasir yang ditumbuhi lamun. ...
Article
Full-text available
Spesies bintang mengular Ophiomastix annulosa termasuk dalam kelas Ophiuroidea yang berperan penting dalam ekosistem sebagai pemakan detritus dan partikel – partikel kecil yang berasal dari subtrat (surface deposit feeder). Spesies ini mampu hidup dan menempati berbagai habitat dengan tipe substrat berupa karang hidup, karang mati, pecahan karang, dan daerah lamun. Tipe substrat tersebut dapat ditemukan di Pantai Bilik Taman Nasional Baluran (TNB). Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan preferensi tipe substrat dan kepadatan populasi O. annulosa. Penelitian ini menggunakan metode jelajah terstruktur dengan analisis data penilaian tipe substrat berdasarkan kode bentik (benthic code) dan menghitung kepadatan dari O. annulosa. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa spesies O. annulosa banyak ditemukan pada tipe substrat karang mati (91.5%) dan karang masif (5.82%) dengan kepadatan tergolong rendah yaitu 0.0089 individu/m².
... The low value of live coral cover with a percentage below 25% indicates that the coral reefs are in poor condition [13]. Luthfi, et al. [14] states that coral cover has decreased significantly with poor conditions marked by the dominance of non-living substrates in the form of rock (RC) and sand (SD) around the waters of Sendang Biru (Semut Bay, Waru-waru and Watumeja). Several factors that impact the sustainability of coral reefs, especially on coral growth in the Sempu Strait waters, include tourism factors, port waste, ship activities, and ship waste and household waste [3]. ...
Article
Full-text available
Sendang Biru Tourism Beach and Sempu Island are tourism zones based on East Java Provincial Regulation No. 1 of 2018, which are part of the Sempu Strait, Malang Regency. Tourism activities depend on the quality of natural resources as the main tourism commodity. Activities that do not match or exceed the area's carrying capacity will also pressure coastal and water resources. This study aimed to determine the suitability of oceanographic and ecosystem characters in tourism zones as parameters for suitability. This study collects secondary and primary data obtained in January 2021, and the method of analysis uses the overlapping technique of physical and biological parameters. The study results show that these waters have a sloping - steep topography with tidal types is mixed tide prevailing semidiurnal, and a current type with a slow - medium category and conditions of temperature, salinity, and pH are still suitable for aquatic ecosystem life. The tourism zone of Sendang Biru Beach and Sempu Island has an oceanographic character that supports coastal tourism activities and ecosystem life, and aquatic biota. However, the existing ecosystem conditions less support coastal tourism activities in these waters. Based on the analysis, it appears that some coastal areas are suitable and very suitable for coastal tourism activities, and the ecotourism concept is recommended for coastal tourism activities.
... Sempu Island is administratively located in Tambakrejo Village, Sumbermanjing Wetan District, Malang Regency, East Java. Sempu Island has high biodiversity, for example, it has a bottom substrate in the form of corals which can be found in the western and eastern regions of the Sempu Strait waters [9]. Sempu Island has high biodiversity, the ecosystem on Sempu Island consists of coral reef ecosystems, mangrove ecosystems, seagrass ecosystems, and protected forest ecosystems. ...
Article
Full-text available
Sempu Island is one of the marine conservation areas, which has an important function in the conservation stage, namely preservation, preservation itself means the preservation of biodiversity and protected areas in biotic and abiotic life support systems. Many problems arise on Sempu Island as a protected area due to lack of access, which triggers a conflict of interest in the management of the area between policy makers and the community. Water quality is an important parameter for assessing water conditions and productivity associated with other biotic parameters, such as plankton and zooxanthellae. The method used in this research is quantitative method with direct in-situ data collection using water quality parameters measuring instrument AAQ Rinko 1183. Data collection was carried out at 15 station points in the Sempu Strait. The results obtained show that the average temperature in the Sempu Strait waters is 26.27 °C, turbidity is 0.40 ftu, salinity levels are 34.57 ppt, pH levels are 8.6, DO levels are 6.656074 mg / L, and chlorophyll content of 1.17 mg / m ³ . This research is the result of preliminary research from the advanced research stage, which discusses the resilience of the Sempu Island aquatic ecosystem.
Article
Full-text available
ABSTRAK Ekosistem terumbu karang menyimpan berbagai potensi sumberdaya hayati yang bernilai ekonomis penting. Namun demikian aktivitas antropogenik serta faktor alam menyebabkan perubahan fungsi ekosistem akibat terjadinya kerusakan. Diperlukan adanya data dan informasi tentang kondisi terumbu karang saat ini untuk mengetahui tingkat kerusakan yang terjadi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tutupan terumbu karang diperairan Pulau Sembilan yang akan menjadi dasar dalam kebijakan pengelolaan dan konservasi ekosistem terumbu karang di Kabupaten Sinjai. Pengukuran dilakukan setiap stasiun pengamatan menggunakan metode garis transek (Line Intercept Transect). Standarisasi pengkategorian kondisi terumbu karang mengacu pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 04/MENLH/02/2001 tentang Kriteria baku Kerusakan Terumbu Karang. Hasil yang diperoleh adalah tutupan karang didominasi karang mati. Karang dalam kondisi hidup terdiri dari dominan karang bercabang dan massif, sedangkan tutupan karang hidup tergolong dalam kategori Rusak. Kata kunci : terumbu karang, tutupan, Pulau Sembilan, Kabupaten Sinjai PENDAHULUAN Tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi pada ekosistem terumbu karang merupakan potensi yang memerlukan perhatian khusus bagi kita semua. Keberadaan ekosistem terumbu karang dengan tingkat keanekaragaman yang tinggi merupakan potensi besar yang harus dijaga kelestariannya. Ekosistem terumbu karang mengandung beragam sumberdaya yang penting serta berguna bagi kepentingan manusia. Keanekaragaman karang Indonesia terdiri dari Scleractinia (karang batu) sebanyak 569 jenis, non sclerectinia 8 jenis Octocoralia (karang lunak) 311 jenis dan Gorgonia (karang kipas) sebanyak 271 jenis (Suharsono 2014). Pulau Sembilan merupakan gugusan pulau di perairan Teluk Bone Kabupaten Sinjai Sulawesi Selatan. Salah satu potensi Pulau Sembilan adalah ekosistem terumbu
Article
Full-text available
Kegiatan antropogenik serta perubahan iklim secara global mempengaruhi ekosistem terumbu karang. Diperlukan data dan informasi tentang kondisi ril terumbu karang saat ini untuk mengetahui perubahan yang terjadi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tutupan karang diperairan Pulau Larearea yang akan menjadi dasar dalam kebijakan pengelolaan dan konservasi ekosistem terumbu karang di Kabupaten Sinjai. Pengukuran dilakukan setiap stasiun pengamatan menggunakan metode garis transek (Line Intercept Transect). Standarisasi pengkategorian kondisi terumbu karang mengacu pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 04/MENLH/02/2001 tentang Kriteria baku Kerusakan Terumbu Karang. Hasil yang diperoleh, Tutupan karang diperairan Pulau Larearea termasuk dalam kategori sedang. Karang hidup didominasi oleh tipe pertumbuhan massif dan bercabang, sedangkan karang mati didominasi oleh karang mati yang telah ditumbuhi alga.
Article
Full-text available
The aim this study was to determine the condition of bottom substrate base of Sempu Island Nature Reserve of Malang that was very important to know the coral reef composition to support living creatures in this area. The research was conducted on December 8-9, 2017, the substrates data was taken by using Point Intercept Transect (PIT) for 100 m along of coast of Sempu Island (Reef Check Indonesia), the transect was divided into four parts 20 meters each segment and 5 m blank between segments. The data was taken into three stations, they were Teluk Semut 1 , Teluk Semut 2, and Watu Meja. The results of this study indicate that the basic substrate of waters at Sempu Island Nature Reserve is divided into two: living (HC = Hard Coral, SC = Soft Coral, NIA = Nutrien Indicator Algae, SP = Sponge and OT = Other) and non-living (RKC = Ricently Killed Coral, RC = Rock, RB = Rubble, SD = Sand and SI = Silt). Teluk Semut Station 1 was dominated by the rubble (39%), Teluk Semut 2 station and Watu Meja were dominated by hard coral (53%). In conclusion, from three monitored stations showed that the life coral percentage in Sempu Island water was significane changed during last one year where in Teluk Semut 1 the coral coverage decreased to 21.75%, while in Teluk Semut 2 and Watu Meja was increased up to 42.38% and 25.5% respectively. The natural and non-natural factors may have influenced the changed of substrate cover in Sempu Island water during this last year.
Article
Full-text available
Reef Check merupakan sebuah organisasi yang didedikasikan untuk konservasi ekosistem terumbu karang dengan menggunakan metode pemantauan ekosistem terumbu karang dan lingkungan. Teknik yang digunakan sangat sederhana serta datanya dapat dipastikan kuat secara ilmiah. Data yang didapat berupa perhitungan penutupan jenis substrat, ikan, invertebrata, spesies langka dan dampak kerusakan. Invertebrata merupakan hewan bertulang belakang yang memiliki peranan penting dalam ekosistem terumbu karang. Data invertebrata yang diambil di lapang merupakan spesies ekonomis penting yang ada di Perairan Sendang Biru. Lokasi penelitian berada di wilayah Perairan Sendang Biru, Malang Selatan. Dilakukan pengambilan data di 4 stasiun pengamatan yakni, Teluk Semut 1, Teluk Semut 2, Fish Apartment, dan Watu Meja agar dapat dilakukan adanya perbandingan kelimpahan. Metode penelitian dengan menggunakan metode transek sabuk sejauh 100 m pada 4 stasiun, dilakukan pengamatan dengan pola zig-zag dengan 5 kali pengulangan. Hasil dari monitoring 4 stasiun ini terdapat 2 ekor invertebrata Diadema urchin pada stasiun Teluk Semut 1 dan Teluk Semut 2, 3 ekor invertebrata Pencil urchin pada stasiun 3Fish Apartment, dan 2 ekor Kima dengan besar 10-20 cm pada stasiun Fish Apartment dan Watu Meja. Ketiga spesies invertebrata diatas mewakili semua invertebrata yang ditemukan di lokasi penelitian. Sedikitnya jumlah kelimpahan invertebrata yang ditemukan tersebut sebanding dengan kondisi kesehatan terumbu karang yang kurang baik dan rendahnya jumlah biota pada lokasi tersebut. Kondisi kesehatan karang yang rusak diakibatkan adanya aktivitas perikanan, bleaching, dan penyakit karang. Kegiatan monitoring mengenai invertebrata di daerah tersebut perlu dilakukan kembali secara berkala agar dapat mengetahui kondisi perairan tersebut dengan adanya kelimpahan pada invertebrata.
Article
Full-text available
Composition and distribution of foraminifers are affected by human activities and have close association with coral reef ecosystem. The aims of this research were to investigate the benthic foraminifers’ composition and distribution in sediment of coral reef ecosystem. Eleven stations of Karang Bongkok, Pramuka, and Onrust Island were observed in this study. The sediments were taken from surface substrate up to 2 cm under the substrate. Samples were washed on sieve with mesh size 0,063 mm, and then dried in oven with 50°C of temperature for two hours. After separating from the sediment, the foraminifers were laid on foraminiferal slide and indentified using binocular microscope. The highest composition of symbiont-bearing foraminiferal assemblages which associated with reef ecosystem was in East Pramuka (78.17%) and the lowest was in South Onrust (21,83%). The opportunistic type had the highest composition in South Onrust (38.67%) and the lowest was in South Karang Bongkok. In west Pramuka had the highest composition of heterotrophic type (57.17%) and the lowest was in North Onrust (11.33%). Onrust Island was dominated by opportunistic type, indicating high nutrient. The highest amount of foraminifers’ taxa was found in Karang Bongkok with good coral reef coverage, while the lowest in Onrust facing with Jakarta Bay. Keywords: composition, distribution, benthic foraminifers, coral reef.
Article
Full-text available
The aim of this research was to evaluate the coral reef condition in Sempu's strait. This research has been conducted at December 2017 used PIT method in four research stations i.e. Teluk Semut 1, Teluk Semut 2, Watu Meja and Fish Apartement. In generally the substrate of Sempu strait was devided into two categories, they were living and non-living substrate. Living substrate include HC, SC, NIA, SP and OT while non-living were RKC, RC, RB, SD and SI. Station 1 was dominated by hard coral (33.75%), station 2 and 3 was by rock (59.38% and 40.63%), and station 4 was dominated by sand (39.38%) respectively. Based on the monitoring, the coral reefs ecosystem of Sempu Strait was categorised in damaged condition. It could be seen by the high covering of dead coral and the low covering of healthy coral along observed stations. The coral reefs rehabilitation program is needed to recover the reefs ecosystem in Sempu Strait. Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kondisi terumbu karang di Selat Sempu dengan cara mengetahui susunan dari substrat dasar perairannya. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada Desember 2016 dengan menggunakan metode PIT di empat stasiun penelitian yaitu Teluk Semut 1, Teluk Semut 2, Watu Meja dan Fish Apartement. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa substrat dasar perairan di Selat Sempu terbagai atas dua yaitu living (HC, SC, NIA, SP dan OT) dan non-living (RKC, RC, RB, SD dan SI). Stasiun 1 didominasi oleh hard coral (33,75%), stasiun 2 didominasi oleh rock (59,38%), stasiun 3 didominasi oleh rock (40,63%), dan stasiun 4 didominasi oleh sand (39,38%). Berdasarkan monitoring yang telah dilakukan, ekosistem terumbu karang di Selat Sempu telah mengalami kerusakan hal ini dapat dilihat dari tingginya tutupan karang mati dan rendahnya tutupan karang hidup yang ditemukan di sepanjang stasiun penelitian yang dilakukan. Program rehabilitasi terumbu karang sangat diperlukan untuk memulihkan kembali kondisi ekosistem karang di Selat Sempu. Kata kunci: Terumbu karang, Ancaman, Tutupan karang mati, Pulau Sempu, Malang Selatan Pendahuluan Terumbu karang adalah salah satu ekosistem paling produktif dan memiliki fungsi ekologi yang besar (Souter dan Linden, 2000) selain itu ekosistem terumbu karang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dan penting bagi kesejahteraan ekonomi (Speers et al., 2016) karena di ekosistem ini hidup berbagai organisme yang memiliki nilai ekonomi diantaranya dari Filum Arthropoda, Phylum Molusca, Echinodermata, dan Chordata. Sejauh ini belum ada data pasti jumlah biota yang berasosiasi dengan terumbu karang, namun demikian diperkirakan jumlah echinodermata yang berada di ekosistem tersebut sebanyak lebih kurang
Article
Full-text available
Pasir Putih is one of site in which coral reef still found as long as north coastal in Java, has been seriously threatened by tourism activities and fishing practices. This paper presents condition of coral reef through studying coral reef structure community in Pasir Putih. The objective of this research is examining coral reef cover, which can inform a recently implemented management plan for the marine component of local government. Methodology has been used in this research is using LIT method, where 100m length of transect is placed at 2 depth (3m and 10m). Results of the research show coral reef percent cover is 23%-49% and it is categorized critical until damage. Shannon–Wienner Index (H’) is 2,40-299 in Batu Lawang and 3,14-3,43 Karang Pon-pon. The Evenness Index (E) is close by 1, means corals species were found have same measurement in average of its length. The main conclusion from this research is coral reef in Pasir Putih on the danger and no sign of coral recovery in this place.
Article
The degree of bioerosion of live massive corals and rubble from branching corals were measured on nine reefs from two regions of Indonesia: the Java Sea and Ambon. Bioerosion in massive corals was measured by collecting live corals, cutting and X-raying slabs, and measuring the cross-sectional area removed from each slab by the various bioeroding organisms. A technique analysing branching coral rubble was developed and similarly used to evaluate the degree of bioerosion on the reefs. This rubble technique has potential advantages over the massive coral technique since it does not require the expense and technical expertise of making and analysing X-rays, nor does it require the destruction of living coral heads. The effectiveness of this rubble technique is evaluated here. Levels of bioerosion in massive coral heads and rubble from branching corals are each compared with environmental variables and health parameters of the nine reefs. Overall, both techniques showed that bioerosion levels were positively correlated with environmental variables indicative of eutrophication. Bioerosion of live massive corals and of branching coral rubble were positively correlated. At the Ambon sites, where the eutrophication levels differ only slightly compared to the Java sites, bioerosion in coral rubble was a more sensitive indicator of eutrophication stress than bioerosion measured from massive coral heads. The rubble technique we outline is a useful rapid reef assessment technique that could be a valuable contribution to the `reef survey toolbox'.
Article
This paper presents initial results from a study of factors that inhibit or enhance hard coral recovery in rubble fields created by blast fishing in Komodo National Park and Bunaken National Park, Indonesia. Within nine sites monitored since 1998, there was no significant natural recovery. Levels of potential source coral larvae were assessed with settlement tiles in the rubble fields and in nearby high coral cover sites. Rubble movement was measured and shown to be detrimental to small scleractinians, especially in high current areas. In shallow water (2-6 m deep), rubble is often overgrown by soft corals and corallimorpharians, which inhibit hard coral survival. There is increased scleractinian recruitment in quadrats cleared of soft coral, and Acropora nubbins transplanted into soft coral fields suffer greater mortality than those transplanted above the soft coral canopy. Gaining an understanding of the prognosis for coral recovery is essential not only in order to assess the long-term impacts of blast fishing, but also to improve management decisions about protection of intact reefs and potential restoration of damaged areas.
  • Abrar Giyanto
  • M Hadi
  • T A Hafizt
  • M Salatalohy
  • A Dan Iswari
Giyanto, Abrar, M., Hadi, T.A., Hafizt, M., Salatalohy, A., dan Iswari, M.Y., "Status Terumbu Karang Indonesia 2017," Puslit Oseanografi -LIPI., Jakarta, 2017.
Reef check intruction manual: a guide to reef check coral reef monitoring
  • G Hodgson
Hodgson, G. (Ed.), "Reef check intruction manual: a guide to reef check coral reef monitoring," Reef Check, Inst. of the Environment., Los Angeles [Calif.], 2004.
Kondisi Terumbu Karang Di Pesisir Barat Pulau Kei Kecil
  • Z Afandy
Afandy, Z., "Kondisi Terumbu Karang Di Pesisir Barat Pulau Kei Kecil, Kabupaten Maluku Tenggara," vol.5, no.7, 2014.