Content uploaded by Oktiyas Muzaky Luthfi
Author content
All content in this area was uploaded by Oktiyas Muzaky Luthfi on Aug 01, 2019
Content may be subject to copyright.
Article history: ©2019 at http://jfmr.ub.ac.id
Diterima / Received 03-01-2019
Disetujui / Accepted 02-05- 2019
Diterbitkan / Published 31-07-2019
STUDI KOMPARATIF TUTUPAN LIVING DAN NON LIVING SUBSTRAT DASAR
PERAIRAN PULAU SEMPU KABUPATEN MALANG MENGGUNAKAN METODE
REEF CHECK
Oktiyas Muzaky Luthfia,*, Dzikrillah Akbara, Muhammad Gilang Ramadhana,
Mujibur Rohmana, Nur Kholis Wahiba
a Program Studi Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Brawijaya Malang
*Koresponden penulis : omuzakyl@ub.ac.id
Abstrak
Penelitian ini dilaksanakan guna mensurvei substrat di perairan Sempu Kabupaten Malang menggunakan
metode reefcheck (PIT: Point Intercept Transect). Substrat perairan dapat dibagi menjadi dua macam,
antaralain living/substrat hidup (HC = Hard Coral/karang keras, SC = Soft Coral/karang lunak, NIA =
Nutrient Indicator Algae/ alga, SP = Sponge/ spons, OT = Other/ organisme living lainnya) dan non living/
substrat tak hidup (RC = Rock/ batu, RKC = Recently Killed Coral/ karang yang baru mati, RB = Rubble/
Pecahan Karang, SI = Silt/ lumpur, SD = Sand/ pasir. Data penelitian diolah menggunakan perhitungan
presentase tutupan karang pada setiap stasiun penelitian. Presentase tutupan karang stasiun Teluk Semut 1
menurun dari tahun 2016 ke 2018 sebesar 22.75% dan didominasi oleh substrat batu (52%). Stasiun Teluk
Semut 2 yang didominasi oleh substrat karang keras mengalami kenaikan presentase tutupan karang di
tahun 2017 (42.37%) dan menurun di tahun 2018 sebesar 41%. Stasiun Waru-waru memiliki presentase
tutupan karang 30% dan didominasi oleh substrat pasir(44%). Stasiun Watu Meja yang di dominasi oleh
substrat pasir(53%) mengalami kenaikan presentase tutupan karang di tahun 2017 (25.5%) dan menurun
sebesar 45% di tahun 2018. Presentase tutupan karang dapat dipengaruhi oleh faktor alamiah maupun non
alamiah, bahkan keterkaitan aktivitas antara substrat living dan non living di perairan Sempu dalam selang
waktu dua tahun.
Kata Kunci : Sempu, PIT, presentase tutupan karang, substrat, living, non living
Abstract
This research was conducted to survey the substrate in Sempu waters, Malang Regency using a reefcheck
method (PIT: Point Intercept Transect). Water substrate can be divided into two types, including living/
living substrate (HC = Hard Coral/ hard coral, SC = Soft Coral / soft coral, NIA = Nutrient Indicator
Algae/ algae, SP = Sponge/ sponge, OT = Other/ living organisms other) and non living/ non-living
substrate (RC = Rock/ rock, Recently Killed Coral RKC, RB = Rubble, SI = Silt/ mud, SD = Sand/ sand.
Research data is processed using calculation of coral cover percentage at each research station The
percentage of coral cover at Teluk Semut 1 station decreased from 2016 to 2018 by 22.75% and was
dominated by stone substrate (52%) Teluk Semut 2 station dominated by hard coral substrate experienced
an increase in coral cover percentage in 2017 (42.37%) and decreased in 2018 by 41%, Waru-waru Station
had a 30% coral cover percentage and was dominated by sand substrate (44%). Watu Station Table
dominated by sand substrate (53%) experienced increase in press entase of coral cover in 2017 (25.5%)
and decreases by 45% in 2018. Many factors affect the condition of coral cover percentage both naturally
and non-naturally, even the linkages of activities between living and non living substrates in Sempu waters
within two intervals year.
Keywords: Sempu, PIT, percentage of coral cover, substrate, living, non living
Luthfi, et al. / Journal of Fisheries and Marine Science Vol.3 No.2 (2019) 127-134
©2019 at http://jfmr.ub.ac.id
128
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara
kepulauan yang memiliki luas lautan sebesar
70% dari luas keseluruhan negara. Indonesia
merupakan habitat dari banyak spesies karang,
dikarenakan iklim tropis Indonesia sangatlah
cocok bagi pertumbuhan karang. Indonesia
merupakan salah satu bagian dari negara
”Coral Triangle” karena kekayaan terumbu
karang yang dimiliki Indonesia sangatlah
banyak. Coral Triangle di Indonesia berada di
sepanjang perairan timur Pulau Jawa hingga
perairan Papua. [1] Sebaran karang di
Indonesia merata dari Sabang sampai Utara
Jayapura, namun perairan dengan
pertumbuhan karang yang baik berada di
Sulawesi Maluku, Sorong, NTB, dan NTT.
Substrat merupakan susunan dasar
perairan yang tersusun dari dua komponen,
yaitu biotik dan abiotik. Contoh dari
komponen biotik yang menyusun dasar
perairan adalah karang, sedangkan contoh
komponen abiotik yang menyusun dasar
perairan adalah pasir dan lumpur [2]. [1]
Terumbu karang adalah suatu ekosistem dasar
perairan yang penyusun utamanya adalah
scleractinian (karang batu). Secara umum
kondisi terumbu karang yang teradapat di
perairan Indonesia 6,39% dalam kondisi
sangat baik, 23,40% dalam kondisi baik,
35,06% dalam kondisi cukup, dan 35,15%
dalam kondisi buruk [3].
Substrat dasar perairan dibagi menjadi
dua kategori, yaitu living dan non living.
Living merupakan kategori substrat dasar
perairan yang terdiri dari karang keras, karang
lunak, spons, dan alga. Non living merupakan
kategori substrat dasar perairan yang terdiri
dari karang yang baru mati, karang sudah lama
mati, pecahan karang, pasir, dan lumpur [4].
Substrat living diperairan memiliki peran
sebagai tempat tinggal, tempat memijah, dan
tempat mencari makan berbagai biota laut.
Selain itu, substrat living juga berperan dalam
pembentukan ekosistem karang dan sumber
kebutuhan bagi manusia [5].
Pulau Sempu secara adiministratif
terletak di Desa Tambakrejo, Kecamatan
Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang,
Jawa Timur. Secara geografis Pulau Sempu
berada diantara 112° 40′ 45″ - 112° 42′ 45″
bujur timur dan 8° 27′ 24″ - 8° 24′ 54″ lintang
selatan. Pulau Sempu merupakan salah satu
wilayah konservasi dengan status cagar alam
yang berada di Jawa Timur. Kondisi substrat
di perairan Pulau Sempu mengalami
peningkatan, pada penelitian yang dilakukan
tahun 2016 substrat di perairan Pulau Sempu
dalam kondisi rusak kemudian pada penelitian
yang dilakukan tahun 2017 substrat di perairan
Pulau Sempu kondisinya meningkat menjadi
baik. Berdasarkan study pustaka yang
dilakukan kondisi living dan non living pada
tahun 2016-2017 di perairan Pulau Sempu
keduanya mengalami penurunan [6]; [7].
Pengamatan kondisi substrat dasar perairan
dapat dilakukan dengan berbagai macam
metode, salah satunya metode Point Intercept
Transect (PIT) yang dikembangkan oleh Reef
Check. [8] Metode PIT digunakan untuk
memperkirakan kondisi substrat disuatu lokasi
berdasarkan persen living. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi
tutupan karang pada tahun 2016 hingga 2018
dengan mengaitkan antara substrat living dan
non living di perairan Pulau Sempu.
BAHAN DAN METODE
Pengambilan data penelitian dilakukan
pada 28 April 2018 di Cagar Alam Pulau
Sempu, Desa Tambakrejo, Kecamatan
Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang,
Jawa Timur. Terdapat empat stasiun dalam
pengambilan data penelitian, yakni stasiun satu
hingga empat secara berurutan antara lain
Teluk Semut 1 (112.68203o BT – 08.43913o
LS), Teluk Semut 2 (112.68082o BT –
08.44010o LS), Waru-waru (112.69370o BT –
08.43005o LS) dan Watu Meja (112.69814o
BT – 08.42895o LS) (Gambar 1).
Metode pengambilan data substrat
digunakan untuk menggambarkan bagaimana
kondisi substrat yang ada di daerah penelitian.
[9] Mengambil data substrat dapat dilakukan
dengan menggunakan metode antaralain
metode transek garis (Line Transect), metode
transek kuadrat, metode Manta Tow dan
Metode Transek Sabuk (Belt transek). Metode
pengambilan data substrat juga dapat
dilakukan dengan menggunakan metode PIT
(Point Intercept Transect) (Reefcheck.org).
Luthfi, et al. / Journal of Fisheries and Marine Science Vol.3 No.2 (2019) 127-134
©2019 at http://jfmr.ub.ac.id
129
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian, Pulau Sempu
Metode PIT dilakukan dengan cara
membentangkan roll meter sepanjang 100
meter, dimana dalam satu garis tersebut
terbagi menjadi 4 segmen dengan panjang 25
meter. Pada tiap ujung segmen terdapat blank
space sepanjang 5 meter guna interpolasi data.
Pencatatan objek substrat dilakukan pada
interval 0.5 meter pada garis transek. Sehingga
pengambilan data dapat dimulai dari 0 meter,
0.5 meter, 1 meter, 1,5 meter, 2 meter hingga
titik 5 meter terakhir pada tiap segmennya
(Gambar 2). Dari setiap segmen terdapat 40
titik substrat yang tercatat, sehingga total
dalam satu transek PIT terdapat 160 titik
substrat yang tercatat [10]. Metode PIT
dianggap lebih sederhana dan mudah untuk
dipahami dibanding metode yang lain, namun
metode ini lebih terukur. [11] Metode PIT
dapat menghasilkan presentase tutupan karang
dengan membutuhkan waktu yang singkat dan
hasil yang efisien.
Pencatatan data dilakukan dengan
melihat objek substrat yang sesuai dengan
kategori reef check. Kategori reef check
tersebut meliputi karang keras (HC), karang
lunak (SC), karang yang baru saja mati (RKC),
alga indikator nutrien (NIA), Spons (SP) dan
lainnya (OT) sebagai golongan kategori
substrat living serta batu (RC), patahan karang
(RB), pasir (SD) dan lumpur (SI) sebagai
golongan substrat non living [10].
Gambar 2. Metode PIT (Hodgson et al., 2006)
Pengolahan Data
Presentase tutupan substrat dapat
dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut [10] :
𝐶 = Σ(i)
𝐴×100%
Keterangan:
C : Tutupan Substrat
Σ(i) : Jumlah titik setiap tipe substrat
A : Jumlah total kisi yang digunakan
dalam pengambilan data (160 titik).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan pengukuran yang telah
dilakukan di empat stasiun penelitian mulai
dari stasiun Teluk Semut 1, Teluk Semut 2,
Waru – Waru dan Watu Meja didapat data
substrat seperti yang ditampilkan pada (Tabel
1). Pengamatan substrat yang dilakukan pada
setiap lokasi pengamatan dilakukan dengan
melihat substrat tepat di bawah titik
pengamatan dan dilakukan sepanjang garis
transek penelitian (PIT). Pelaksanaan metode
ini menggunakan poin pengamatan tiap 0.5
meter, sepanjang grais transek 100 m.
Luthfi, et al. / Journal of Fisheries and Marine Science Vol.3 No.2 (2019) 127-134
©2019 at http://jfmr.ub.ac.id
130
Gambar 3. Skema cara kerja dengan metode PIT
Berdasarkan sifatnya, substrat yang
menjadi indikator dalam penelitian terbagi
menjadi dua, yaitu substrat hidup, dan substrat
mati, sehingga persentase substrat akan terbagi
menjadi dua kelompok, yaitu living dan living.
Kategori substrat yang masuk dalam kelompok
living cover yaitu, Hard Coral (HC), Soft
Coral (SC) , Nutrient Indikator Algae (NIA),
Sponge (SP) dan Other (OT), sedangkan
substrat yang masuk dalam kelompok non
living cover yaitu, recently killed coral (RKC),
rock (RC), Rubble (RB), Sand (SD) dan Silt
(SI) (Tabel 1).
Hasil monitoring pada stasiun Teluk
Semut I tahun 2016 tutupan karang keras
adalah 33,75% [12] . Pada tahun 2017 dilokasi
yang sama tutupan karang keras adalah 12%
[7]. Pada tahun 2018 dilokasi stasiun yang
sama tutupan karang keras sebesar 11%
(Gambar 6). Ditemukan karang keras pada
Teluk Semut I yaitu karang jenis life form
foliose (Echinopra lamellosa, Monthipora sp.)
dan massive. Stasiun Teluk Semut I memiliki
nilai substrat living dengan tutupan paling
tinggi adalah Hard Coral (HC) dengan nilai
sebesar 11% sedangkan untuk substrat non
living dengan tutupan paling tinggi adalah
Rock (RC) dengan nilai sebesar 52% (Gambar
5). Faktor penurunan yang terjadi diduga
dampak antropogenik dibandingkan dengan
peristiwa alamiah seperti penaikan atau
penurunan muka laut secara ekstrim, proses
predasi, dan pemanasan global. Hal ini
menunjukkan besarnya pengaruh manusia
dalam jangka panjang terhadap eksistensi di
ekosistem terumbu karang [13].
Luthfi, et al. / Journal of Fisheries and Marine Science Vol.3 No.2 (2019) 127-134
©2019 at http://jfmr.ub.ac.id
131
Tabel 1. Data Substrat Pada Setiap Stasiun Penelitian
Stasiun
Kategori
Tipe
Jumlah
HC
18
SC
0
Living
NIA
2
SP
0
Teluk Semut 1
OT
1
RKC
0
RC
83
Non - living
RB
31
SD
25
SI
0
HC
49
SC
0
Living
NIA
1
SP
0
Teluk Semut 2
OT
1
RKC
2
Non – living
RC
49
RB
36
SD
23
SI
0
HC
48
SC
0
Living
NIA
0
SP
2
Waru - Waru
OT
5
RKC
0
RC
34
Non – living
RB
28
SD
71
SI
0
HC
12
SC
3
Living
NIA
0
SP
0
Watu Meja
OT
4
RKC
0
Non – living
RC
45
RB
16
SD
84
SI
0
Luthfi, et al. / Journal of Fisheries and Marine Science Vol.3 No.2 (2019) 127-134
©2019 at http://jfmr.ub.ac.id
132
Gambar 4. Tutupan Substrat Living cover di
Perairan Pulau Sempu 2018
Gambar 5. Tutupan Substrat Non Living di
Perairan Pulau Sempu 2018
Gambar 6. Presentase tutupan karang tahun 2016,
2017 dan 2018
Presentase substrat non living RC
tahun 2016 yaitu 4.375 % dan pada tahun
2017 yaitu 21%. Tututpan RC tahun 2018
yaitu 52 % peningkatan substrat batu (RC)
yang juga dapat diduga akibat proses
sedimentasi oleh pasir dan kompetisi oleh alga
(< 3 cm) pada karang yang hidup sebelumnya.
Hal ini dapat dilihat dari substart batu itu
sendiri yang merupakan bekas skeleton karang
yang sudah di tumbuhi oleh alga dan sebagian
tertututp oleh pasir. [14] Sedimentasi akan
mengurangi penetrasi cahaya matahari dan
mengganggu zooxanthellae karang untuk
fotosintesis. Alga sebagai kompetitor utama
terumbu karang bersaing dalam hal ruang dan
cahaya yang masuk dalam perairan [12].
Tutupan karang keras stasiun Teluk
Semut II tahun 2016 adalah 10,625% [12].
Pada tahun 2017 tutupan karang keras adalah
53% [7]. Tahun 2018 presentase tutupan
karang keras menurun, dengan nilai presentase
31% (Gambar 6). Substrat living di dominasi
oleh karang keras (HC), dan substrat non
living di dominasi kembali oleh batu (RC)
dengan presentase tutupan 31% (Gambar 5).
Stasiun Teluk Semut II memiliki tutupan
presentase karang tertinggi dari semua stasiun
penelitian ini. Substrat non living jenis
pecahan karang (RB) juga memiliki nilai
presentase tertinggi (23%) dari nilai tutupan
RB stasiun lainnya. Pecahan karang yang di
temukan berasal dari fragmen karang dengan
life form acropora dan foliose. [15] Rubble
(RB) dapat ditemukan di suatu perairan
diakibatkan oleh predasi organisme, penyakit,
bioerosi dan keadaan perairan yang tak stabil
(extreme).
Bukan tidak mungkin terumbu karang
akan rusak akibat perilaku manusia, pada
penelitian ini banyak ditemukan alat tangkap
(benang pancing) yang tersangkut pada karang
dan bekas jangkar yang tersangkut pada
bebatuan. [16] Pecahan karang memiliki sifat
yang dinamis, mudah bergeser atau
dipindahkan oleh gelombang dan arus. Maka
dari itu susah untuk membedakan pecahan
karang yang timbul akibat aktivitas alami
maupun akibat aktivitas manusia.
Stasiun Waru-Waru merupakan
stasiun yang baru pertama kali dilakukan
penilitian. Stasiun ini memiliki tutupan karang
keras 30% (Gambar 4) yang sekaligus menjadi
substrat living yang mendominasi. Stasiun ini
di dominasi oleh substrat non living yakni
pasir (SD) dengan nilai sebesar 44%. Stasiun
ini merupakan stasiun penelitian terdalam dari
stasiun lainnya. Subtrat non living pasir (SD)
mendominasi akibat stasiun Waru-Waru
merupakan perairan dengan tipe slope. [10]
Survei substrat dapat dilakukan pada dua
kontur kedalaman yakni kedalaman dangkal
(2-6 meter) dan kedalaman menengah (>6-12
meter). Pemantauan tergolong kategori survey
menengah karena dilakukan pada pemantauan
0
5
10
15
20
25
30
35
HC SC NIA SP OT
Presentase living (%)
Lifeform Subtrat Living
Teluk Semut 1
Teluk Semut II
Waru - Waru
Watu Meja
0
10
20
30
40
50
60
RKC RC RB SD SI
Presentase Non living (%)
Lifeform Substrat Non Living
Teluk Semut 1
Teluk Semut II
Waru - Waru
Watu Meja
0
10
20
30
40
50
60
Presentase Tutupan Karang
(%)
Tahun 2016
Tahun 2017
Tahun 2018
Luthfi, et al. / Journal of Fisheries and Marine Science Vol.3 No.2 (2019) 127-134
©2019 at http://jfmr.ub.ac.id
133
kedalaman 7 meter. Pada kedalaman ini, tidak
banyak karang yang dapat survive karena
faktor terbatasnya penetrasi cahaya dan
sedimentasi akibat dominasi substrat non-
living pasir (SD).
Karang yang mendominasi di stasiun
Waru-Waru adalah karang dengan life form
massive (Porites lutea). Kondisi karang
Porites lutea sendiri tergolong tidak sehat,
banyak ditemukan koloni karang yang terkena
penyakit pink line syndrome. Penelitian ini
juga menemukan Christmas tree worm
(Spirobranchus giganteus) sebagai kategori
substart living other (OT) tertinggi (3%)
didapati pada semua koloni Porites lutea. [17]
Karang Porites lutea dan Porites lobata yang
bersimbiosis dengan Christmas tree worm
dapat mengurangi dampak sedimentasi.
Pernyataan ini sesuai dengan kondisi stasiun
yang didominasi oleh substrat non living pasir
(SD). Hasil monitoring pada stasiun Watu
Meja tahun 2016 tutupan karang keras adalah
27,5% [17]. Pada tahun 2017 tutupan karang
keras meningkat dengan nilai presentase 53%
[7]. Pada tahun 2018 tutupan karang keras
menurun secara signifikan dengan presentase
tutupan 8% (Gambar 6). Substrat non living
tertinggi dengan presentase 53% oleh pasir
(SD) (Gambar 5). Substrat pasir diduga
berasal dari pecahan karang (RB) yang
terbawa arus. Stasiun ini memiliki topografi
perairan slope, serta memiliki arus yang kuat
karena jauh dari teluk dan menghadap secara
langsung pada samudera Pasifik. Guna
mengutamakan faktor keselamatan, pengaatan
substrat di stasiun ini dilakukan di kedalaman
1.5 meter.
Nilai tutupan substrat sendiri setiap
tahunnya mengalami fenomena kurva yang
tidak stabil. Terdapat komposisi karang keras
yang berbeda dan mendominasi tiap stasiun.
Tipologi karang dengan massive slow growht
coral, yakni karang Poritiids, faviids, dan
Fungiids yang memiliki laju pertumbuhan
lama [6]. Karang dengan jenis lifeform
bercabang memiliki pertumbuhan yang cepat
(5.23 cm2) [18], dan karang dengan lifeform
lembaran tergolong memiliki pertumbuhan
yang cepat pula meskipun tidak secepat karang
bercabang [19]. [18] Ekosistem terumbu
karang pada perairan Sendang Biru mengalami
penurunan, hal tersebut terjadi akibat beberapa
kegiatan antropogenik (destructive fishing,
kegiatan pariwisata) dan secara alami
(sedimentasi, naiknya suhu perairan).
KESIMPULAN
Berdasarkan analisa komparsi survei
tutupan karang yang dilakukan pada tahun
2016, 2017 dan 2018 dapat di simpulkan
bahwa terjadi fluktasi presentase tutupan
karang di Cagar Alam Pulau Sempu.
Presentase tutupan karang meningkat pada
tahun 2016 menuju 2017, dan turun secara
signifikan di tahun 2018 dengan kondisi
”buruk” (Teluk Semut I: 11% ; Teluk Semut
II: 31%; Waru-Waru: 30%; Watu Meja :8%).
Kondisi tutupan karang yang buruk ditandai
dengan dominasi substrat non living seperti
batu dan pasir di stasiun pengamatan.
Ucapan Terimakasih
Terimakasih penulis ucapkan kepada
Kementrian Kelautan dan Perikanan UPP
Pondok Dadap Sendang Biru yang telah
memberikan sarana guna melancarkan
jalannya penelitian Reefcheck di perairan
Sempu. Terimakasih pula penulis ucapkan
kepada seluruh mahasiswa Selam Keahlian
2018 yang telah membantu melaksanakan
jalannya penelitian Reffcheck ini.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Suharsono, “Jenis-jenis karang di
Indonesia,” Coremap Program., LIPI
Jakarta, 2008.
[2] Ariyati, R.W., Sya’rani, dan L., Arini,
E., “Analisis Kesesuaian Perairan Pulau
Karimunjawa Dan Pulau Kemujan
Sebagai Lahan Budidaya Rumput Laut
Menggunakan Sistem Informasi
Geografis 19,” 2007.
[3] Giyanto, Abrar, M., Hadi, T.A., Hafizt,
M., Salatalohy, A., dan Iswari, M.Y.,
“Status Terumbu Karang Indonesia
2017,” Puslit Oseanografi – LIPI.,
Jakarta, 2017.
[4] Hodgson, G. (Ed.), “Reef check
intruction manual: a guide to reef check
coral reef monitoring,” Reef Check,
Inst. of the Environment., Los Angeles
[Calif.], 2004.
[5] Luthfi, O.M., Yulianto, F., Pangaribuan,
S.P.C., Putranto, D.B.D., Alim, D.S.,
Luthfi, et al. / Journal of Fisheries and Marine Science Vol.3 No.2 (2019) 127-134
©2019 at http://jfmr.ub.ac.id
134
dan Sasmitha, R.D., “Kondisi Substrat
Dasar Perairan Cagar Alam Pulau
Sempu, Kabupaten Malang,” 2018.
[6] Luthfi, O.M., Januarsa, I.N., Fajri, H.,
Muhammad, F., Aji, A.T., Jumantry, S.,
Kusuma, M.I.A., Algadri, G.A.,
Roganda, F., Rizal, M.F.A., dan Setyo,
A., 2017. “Substrates monitoring using
reef check method in Sempu Strait
Waters, Malang Regency,” vol. 6, no. 9,
2017.
[7] Luthfi, O.M., Yulianto, F., Pangaribuan,
S.P.C., Putranto, D.B.D., Alim, D.S.,
dan Sasmitha, R.D., “Kondisi Substrat
Dasar Perairan Cagar Alam Pulau
Sempu, Kabupaten Malang,” 2019.
[8] Afandy, Z., “Kondisi Terumbu Karang
Di Pesisir Barat Pulau Kei Kecil,
Kabupaten Maluku Tenggara,” vol.5,
no.7, 2014.
[9] Johan, Ofri, “Metode Survei Terumbu
Karang Indonesia,” Training course.,
Biologi Karang, 2003.
[10] Hodgson, G., Hill, J., Kiene, W., Maun,
L., Mihaly, J.,Liebeler, J., Shuman, C.,
dan Torres, R.. “Reef check instruction
manual: a guide to reef check coral reef
monitoring,” Reef Check Foundation.,
Pacific Palisades, California USA, 2006.
[11] Souhoka J dan Picasauw J., “Studi
Baseline Terumbu Karang di Lokasi
DPL Kabupaten Selayar Tahun 2008,”
COREMAP – LIPI, Jakarta, 2008
[12] Luthfi, O.M., “Pemantauan Kondisi
Substrat Menggunakan Metode Reef
Check di Perairan Selat Sempu,
Kabupaten Malang,”. Depik., no.6, hal.
72–80, 2017
[13] Toruan, L.N.L., dan Soedharma, D.,
“Komposisi dan Distribusi Foraminifera
Bentik di Ekosistem Terumbu Karang
pada Kepulauan Seribu,” Jurnal Ilmu
Dan Teknologi Kelautan Tropis., vol. 5,
no. 16, 2013.
[14] Fachrurrozie, A., Patria, M.P.,
“Pengaruh Perbedaan Intensitas Cahaya
terhadap Kelimpahan Zooxanthella pada
Karang Bercabang (Marga:Acropora) di
Perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu,”
Jurnal Akuatika., vol 3, 2. ISSN 0853-
2523. 115-124, 2012.
[15] Holmes, K.E., Edinger, E.N., Hariyadi,
Limmon, G.V., dan Risk, M.J.,
“Bioerosion of Live Massive Corals
And Branching Coral Rubble On
Indonesian Coral Reefs,”. Marine
Pollution Bulletin., no. 40, hal. 606–
617, 2000.
[16] Fox, H.E., Pet, J.S., Dahuri, R., dan
Caldwell, R.L., 2003. “Recovery In
Rubble Fields: Long-Term Impacts of
Blast Fishing,” Marine Pollution
Bulletin., no. 46, hal. 1024–1031, 2003.
[17] Luthfi, O.M., dan Yamindago, A.,
“Telaah Struktur Komunitas Terumbu
Karang Sebagai Studi Awal Program
Rehabilitasi Terumbu Karang di
Perairan Pasir Putih Situbondo,” 2008.
[18] Luthfi, O. M, “Coral Reef Conservation
Using Coral Garden Initiative In Sempu
Island,” Journal of Innovation and
Applied Technology., vol. 2, hal. 210–
216, 2016.
[19] Kaleka W. M Deselina, “Transplantasi
Karang Batu Marga Acropora pada
Substrat Buatan di Perairan Tablolong
Kabupaten Kupang,”. Falsafah Sains.,
PPS 702, 2004.