ArticlePDF Available

Correlation between coral reefs condition and target reefs fishes abundance in Tinabo Besar Island, Taka Bonerate National Park, South Sulawesi

Authors:

Abstract

This research aims to understand the condition of coral reef (life coral), the abundance of reef target fishes, and the correlation between those two variables. This research has been conducted in Tinabo Besar Island with 6 sampling stations in 5-6 meter depth. Data collected are substrate cover percentage (life form), and the number of reef target fish appeared from 7 specified families (Serranidae, Lutjanidae, Haemulidae, Lethrinidae, Scaridae, Siganidae, and Acanthuridae) using underwater photo transect (UPT) and Underwater Visual Census (UVC). Substrate cover analyzed using CPCe software with life coral, dead coral, algae, abiotic, and other biota cover output. Mortality Index (MI) obtained from the ratio of life coral and dead coral. The result shows that percentage of life coral cover between 11.87% to 38.80%, with dominance of coral massive (CM). It’s mean that the coral reef condition is in poor to moderate category. Coral death ratio is low with MI between 0.15 to 0.30. Reef target fish total abundance is 493 individual/2100m2 from 31 species, with dominance from Lutjanidae family (173 individual). The result shows positive and strong enough correlation between coral reef coverage and reef target fish abundance (r=0.65) with Determination Coefficient at 42.55%. Linear regression is y=-12.929+3.7562x, where in every addition of coral reef cover percentage, resulted in addition of 4 fishes.Keyword: life coral, abundance, reef target fish, correlation, Tinabo Besar Island
17
ISSN: 2460-0156
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara kepulauan
dengan ekosistem pesisirnya yang melimpah.
Salah satu ekosistem pesisir yang paling besar dan
potensial yaitu ekosistem terumbu karang, dengan
luas kurang lebih 60.000 km2, yang tersebar dari
kawasan barat sampai ke kawasan timur Indonesia
(Suharsono, 2008). Terumbu karang merupakan
habitat bagi lebih dari 300 jenis karang, 200 jenis
ikan, dan berbagai macam invertebrata lain seperti
moluska, crustacea, spons, alga, dan biota lainnya
(Dahuri, et al., 2009).
Ikan karang merupakan salah satu biota
yang banyak hidup di ekosistem terumbu
karang. Ikan karang target merupakan ikan
karang yang sering menjadi target penangkapan
nelayan dan bernilai ekonomis tinggi dan juga
merupakan ikan konsumsi. Kebutuhan manusia
yang semakin besar terhadap konsumsi ikan-
ikan tersebut akan berpengaruh terhadap
tingkat usaha penangkapan yang dilakukan,
sehingga cara-cara penangkapan yang tidak
ramah lingkungan pun dilakukan, dimana pada
ekosistem terumbu karang, hal ini akan berujung
pada rusaknya ekosistem tersebut dan jumlah
ikan-ikan karang yang ada semakin sedikit.
Ikan karang dapat digunakan untuk mengukur
tingkat kesesuaian habitatnya. Ikan karang dapat
berpindah-pindah untuk memilih habitat dengan
keadaan yang lebih sesuai untuk kehidupannya.
Kehadiran atau ketidakhadiran jenis-jenis tertentu
di suatu area terumbu karang merupakan petunjuk
akurat mengenai kondisi kesehatan ekosistem
tersebut (Giyanto, et al., 2014). Ikan karang target
adalah salah satunya. Kehadiran atau ketidakhadiran
spesies anggota kelompok ikan ini merupakan
petunjuk yang baik terhadap tingkat gangguan
antropogenik (Obura dan Grimsdith, 2009).
HUBUNGAN KONDISI TERUMBU KARANG DENGAN KELIMPAHAN
IKAN KARANG TARGET DI PERAIRAN PULAU TINABO BESAR,
TAMAN NASIONAL TAKA BONERATE, SULAWESI SELATAN
Corellation between Coral Reef Condition and Reef Target Fishes
Abundace in Tinabo Besar Island, Taka Bonerate National Park,
South Sulawesi
Muhammad Albar Ghiffar1*, Andi Irham4, Syawaludin A. Harahap2, Nia Kurniawaty3, Sri Astuty2
Diterima: 10 April 2017 Disetujui: 22 April 2017
ABSTRACT
This research aims to understand the condition of coral reef (life coral), the abundance of reef target
shes, and the corellation between those two variables. This research has been conducted in Tinabo Besar
Island with 6 sampling stations in 5-6 meter depth. Data collected are substrate cover precentage (life form),
and the number of reef target sh appeared from 7 speci ed families (Serranidae, Lutjanidae, Haemulidae,
Lethrinidae, Scaridae, Siganidae, and Acanthuridae) using Underwater Photo Transect (UPT) and Underwater
Visual Census (UVC). Substrate cover analyzed using CPCe software with life coral, dead coral, algae, abiotic,
and other biota cover output. Mortality Index (MI) obtained from the ratio of life coral and dead coral. The
result shows that percentage of life coral coverlie between 11.87% to 38.80%, with dominance of Coral Masive
(CM). It’s mean that the coral reef condition is in poor to moderate category. Coral death ratio is low with
MI between 0.15 to 0.30. Reef target sh total abundance is 493 individual/2100m2 from 31 species, with
dominance from Lutjanidae family (173 individual). The result shows positive and strong enough correlation
between coral reef coverage and reef target sh abundance (r=0.65) with Determinantion Coef cient at 42.55%.
Linear regression is y=-12.929+3.7562x, where in every addition of coral reef cover percentage, resulted in
addition of 4  shes.
Keyword: life coral, abundance, reef target  sh, correlation, Tinabo Besar Island
SPERMONDE (2017) 2(3): 17-24
1 Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Universitas Padjadjaran
2 Departemen Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Universitas Padjadjaran
3 Departemen Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Universitas Padjadjaran
4 Balai Taman Nasional Taka Bonerate, Selayar
* Muhammad Albar Ghiffar
Email: muhammad13086@mail.unpad.ac.id
18
METODE PENELITIAN
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada
penelitian ini adalah SCUBA set, perahu motor,
kamera bawah air, frame, kertas tahan air, alat
tulis, GPS, hand refractometer, thermometer,
oating droudge, rollmeter, secchi disk, laptop,
hdd external, pirani lunak CPCe, dan piranti
lunak SPSS.
Lokasi Penelitian
Gambar 1. Pulau Tinabo Besar
Gambar 2. Ilustrasi Pengambilan Sampel Karang
Parameter oseanogra yang diukur diantaranya
suhu, salinitas, pH, kecerahan, dan kecepatan
arus.
Pengolahan Data
Data tutupan karang diolah dengan
menggunakan piranti lunak CPCe (Coral Point
Count with Excel extension) dengan menggunakan
30 titik acak untuk setiap framenya. Indeks
mortalitas karang dapat diketahui setelah
didapatkan data tutupan karang hidup dan
tutupan karang mati.
Data kelimpahan ikan diolah dengan
menggunakan Excel 2016, sehingga dapat
diketahui kelimpahan masing-masing tiap
stasiun maupun tiap famili.
Analisis stastistika (korelasi, regresi, dan
determinansi) dilakukan dengan menggunakan
piranti SPSS dengan variabel tutupan karang
hidup dan kelimpahan ikan karang tiap stasiun.
Penilaian Kondisi Terumbu Karang
Kriteria penilaian yang digunakan untuk
melihat kondisi tutupan karang hidup mengacu
pada Gomez dan Yap (1988):
1. Rusak (0 – 24,9%)
2. Sedang (25 – 49,9%)
3. Baik (50 – 74,9%)
4. Sangat Baik (75 – 100%)
Penilaian Indeks Mortalitas
Indeks mortalitas memiliki kisaran 0-1.
Kondisi terumbu karang dikatakan memiliki
rasio kematian karang yang kecil atau tingkat
kesehatan karang yang tinggi jika nilai indeks
mortalitasnya mendekati 0. Sebaliknya, kondisi
terumbu karang dikatakan memiliki rasio
kematian tinggi atau kondisi kesehatan rendah
apabila indeks mortalitas mendekati 1.
Penilaian Kelimpahan Ikan Karang Target
Kriteria kelimpahan ikan karang menurut
CRITC-COREMAP LIPI dalam Manuputi dan
Djuriah (2009) dikategorikan sebagai berikut:
1. Sedikit (<70 individu)
2. Banyak (70 – 140 individu)
3. Melimpah (>140 individu)
Pengambilan Data
Pengamatan kondisi terumbu karang
diambil dengan menggunakan metode UPT
(Underwater Photo Transect) dengan panjang
transek 50 m dan frame ukuran 58x44 cm2.
Pengambilan data diambil pada setiap interval
1 meter sehingga didapatkan total 50 data frame
untuk setiap stasiun.
Pengamatan ikan karang target dilakukan
dengan menggunakan metode UVC (Underwater
Visual Census) dengan panjang transek 70 m.
Ikan karang target diamati berdasarkan famili
yang sudah ditentukan menurut Giyanto et al.
(2014), yaitu serranidae, lutjanidae, haemulidae,
lethrinidae, siganidae, scaridae, dan acanthuridae.
Pengambilan data karang maupun ikan
dilakukan pada kedalaman 5 7 meter. Stasiun
pengamatan ditentukan berdasarkan arah mata
angin dan angin musiman (winward-leeward
reef), dengan total 6 stasiun yang berada di barat,
barat daya, selatan, tenggara, timur, dan utara.
SPERMONDE (2017) 2(3): 17-24
Muhammad Albar Ghiffar, dkk.
19
ISSN: 2460-0156
Penilaian Koe sien Korelasi dan Determinansi
Kuat tidaknya hubungan nilai x dan y
dapat dilihat dari nilai koe sien korelasi (r)
yang berkisar antara (-1) hingga (+1). Semakin
mendekati 1 atau -1, maka hubungan antara dua
variabel tersebut semakin kuat. Sebaliknya, jika
nilai mendekati 0, maka hubungan antara dua
variabel tersebut semakin lemah. Nilai positif
menunjukkan hubungan searah (x dan y naik),
sedangkan nilai negatif menunjukkan hubungan
terbalik (x naik dan y turun).
Koe sien determinansi berkisar antara
0-100%. Hubungan antara dua peubah tersebut
dikatakan semakin kuat apabila nilai KD
semakin mendekati 100%. Berikut adalah
standarisasi nilai KD menurut Sudjana (1982):
1. Sangat rendah (0 – 19,9 %)
2. Rendah (20 – 39,9%)
3. Cukup (40 – 59,9%)
4. Kuat (60 – 79,9%)
5. Sangat Kuat (80 – 100%)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Tutupan Substrat
Tutupan substrat perairan Pulau Tinabo
Besar terdiri dari karang hidup (life coral),
karang mati (dead coral), biota lain (karang
lunak, spons, zoanthid, dll), alga (makroagla,
turf, halimeda, dan coralline), dan abiotik (batu,
pasir, lumpur, dan pecahan karang). Tutupan
karang hidup berkisar antara 11,87 38,80 %,
yang menunjukkan kondisi terumbu karang
termasuk dalam kategori buruk hingga sedang.
Persentase karang mati berada pada kisaran 2,13
13,87 %, persentase biota lain sebesar 1,33
12,13 %, persentase alga sebesar 0,67 – 13,00 %,
dan persentase abiotik sebesar 42,13 83, 47 %
(Gambar 3).
Tutupan substrat keseluruhan didominasi
oleh abiotik, dengan persentase paling tinggi
(83,47%) di stasiun 4 yang berada di sebelah
timur. Dominansi substrat abiotik yang besar
ini mengindikasikan adanya tekanan pada
ekosistem karang seperti penggunaan bom atau
racun, dimana tutupan substrat yang dulunya
merupakan karang hidup, kemudian mati
menjadi tutupan substrat jenis abiotik (terutama
rubble). Stasiun di sebelah timur hingga selatan
(stasiun 2, 3, dan 4) cenderung lebih besar
tutupan abiotiknya dibanding stasiun yang
berada di sebelah barat hingga utara (stasiun
1, 5, dan 6). Dominansi rubble yang besar
kemungkinan diakibatkan oleh kombinasi
faktor alam dan juga faktor manusia karena
besar tutupannya yang terbilang tinggi di setiap
stasiun (Lampiran 3).
Tutupan karang hidup paling tinggi berada
pada stasiun 6 dengan persentase 38,80% dan
termasuk dalam kategori tutupan sedang,
sedangkan persentase tutupan paling kecil
berada di stasiun 4 dengan hanya 11,87% dan
termasuk kategori tutupan yang buruk. Dari
seluruh stasiun pengamatan, hanya 3 stasiun
yang termasuk ke kategori sedang (25 – 49,9%),
yaitu stasiun 1, 5, dan 6, dengan persentase
masing-masing 35,13%, 28,87%, dan 38,80%.
Sedangkan 3 stasiun lainnya termasuk ke dalam
kategori buruk (0 25%) yaitu pada stasiun 2,
3, dan 4, dengan persentase masing-masing
23,37%, 13,67%, dan 11,87%. Stasiun yang berada
di sebelah timur hingga selatan cenderung
lebih buruk dibandingkan dengan stasiun yang
berada di sebelah barat hingga utara. Persentase
tutupan karang hidup berbanding terbalik
dengan persentase tutupan abiotik, semakin
tinggi tutupan karang, maka tutupan abiotiknya
semakin rendah.
Tutupan karang mati terlihat memiliki
hubungan dengan tutupan karang hidup.
Persentase tutupannya cenderung mengikuti
kenaikan atau penurunan persentase tutupan
karang hidup. Sebagai contoh, stasiun dengan
persentase tutupan karang hidup sedang (1,
5, dan 6), tutupan karang matinya lebih tinggi
dibanding dengan stasiun dengan tutupan
karang hidup buruk (2, 3, dan 4).
Gambar 3. Histogram Persentase Tutupan Substrat
Dasar pada Tiap Stasiun
Muhammad Albar Ghiffar, dkk.
20
Tutupan alga paling tinggi berada di stasiun
5 (13%) dan 6 (10,87%). Tidak terlihat hubungan
antara persentase tutupan karang hidup dengan
tutupan alga, dimana kenaikan persentase
tutupan karang yang tinggi tidak menyebabkan
turunnya persentase tutupan alga. Karang dan
alga saling berkompetisi satu sama lain dalam
menempati ruang hidup di ekosistem karang,
sehingga jika tutupan karang tinggi, makan
tutupan alga cenderung rendah. Tutupan alga
yang tinggi (terutama makrolaga dan turf algae)
biasanya mengindikasikan adanya pencemaran
lingkungan. Pengecualian di stasiun 5, dimana
terdapat dominansi dari coralline algae (CA)
sebesar 8,27%. Coralline algae bukanlah indikator
pencemaran lingkungan, tetapi bisa dijadikan
indikator perubahan iklim yang mempengaruhi
ekosistem terumbu karang (Adey, 1986).
Kondisi Tutupan Karang Hidup
Terumbu karang di Pulau Tinabo Besar
memiliki tipe fringing reef atau karang tepi. Dari
hasil penelitian CRITC-LIPI (2004), terumbu
karang tepi merupakan jenis yang sebarannya
banyak. Topogra ini menjadikanareal terumbu
karang merupakan daerah slope yang landai
dan curam. Bentukan karang tepi tersebut
biasanya tumbuh pada daerah perairan dangkal
dan tumbuh di tepi atau dekat dengan garis
pantai (Goreau et al., 1982).
Kondisi tutupan karang hidup di Pulau
Tinabo Besar terdiri dari karang jenis acropora
dan non-acropora. Secara umum, tutupan karang
jenis non-acropora lebih banyak dibandingkan
karang jenis acropora.
Tutupan coral massive (CM) umumnya
tinggi di hampir seluruh stasiun (1,2,3,dan 4),
diikuti oleh karang bercabang (branching) dari
jenis acropora dan non-acropora (stasiun 5 dan
Gambar 4. Perbandingan Persentase Lifeform Karang
Hidup di Seluruh Stasiun
6). Tutupan dari lifeform lain tidak terlihat ada
dominansi yang signi kan (Gambar 4).
Secara keseluruhan, tutupan lifeform
karang di pulau tinabo besar didominansi oleh
lifeform coral massive (CM) sebesar 43% atau
28,33% dari seluruh tutupan karang hidup yang
ada, kemudian dominansi kedua oleh acropora
branching (ACB) sebesar 21,20% atau 13,97%
total tutupan karang hidup yang ada (Gambar
23). Dominansi paling kecil yaitu dari lifeform
coral heliopora (CHL) sebesar 0,07% atau 0,04%
dari seluruh karang hidup yang ada. Dominansi
lifeform ini berhubungan dengan kondisi
lingkungan, terutama pergerakan kolom air
dan kedalaman (Warner, 1984). Perbedaan
lifeform terjadi akibat adanya adaptasi terhadap
lingkungan tersebut.
Secara umum, persentase tutupan karang
hidup yang kecil dibandingkan dengan dominansi
oleh abotik dengan tipe rubble (pecahan karang)
mengindikasikan adanya kegiatan manusia yang
merusak, baik itu akibat penangkapan ikan yang
tidak ramah lingkungan dengan menggunakan
bom dan racun oleh masyarakat (TNTBR, 2013)
maupun efek dari kegiatan pariwisata. Selain
itu, faktor-faktor alam yang berlangsung lama
dan global seperti pemanasan global maupun
perubahan iklim dan cuaca dapat membunuh
karang secara berlahan, sehingga yang tersisa
hanyalah pecahan-pecahan karang tersebut.
Indeks Mortalitas
Berdasarkan hasil perhitungan, indeks
mortalitas karang berkisar antara 0,15 0,30
(Gambar 5), dimana bisa dikatakan secara umum
nilai indeks mortalitas ekosistem terumbu
karang di Pulau Tinabo Besar kecil sehingga
rasio kematian karangnya terbilang rendah.
meskipun tutupan karang hidup di Pulau Tinabo
Gambar 5. Perbandingan Nilai Indeks Mortalitas Tiap
Stasiun Pengamatan
SPERMONDE (2017) 2(3): 17-24
Muhammad Albar Ghiffar, dkk.
21
ISSN: 2460-0156
Besar rata-rata masuk ke kategori sedang, tetapi
jika dilihat dari rasio perbandingan antara
tutupan karang mati dan karang hidup,kondisi
ekosistem terumbu karang hidup di Pulau
Tinabo Besar berada pada kondisi baik dan
tingkat kesehatan yang cukup tinggi.
Kelimpahan Ikan Karang Target
Berdasarkan hasil pengamatan pada 6 stasiun,
di Pulau Tinabo Besar, terdapat beraneka ragam
jenis ikan karang target yang ditemukan dengan
kelimpahan total sebanyak 493 individu/2100
m2, meliputi 31 spesies dari 7 famili. Berdasarkan
kriteria kelimpahan ikan menurut Manuputi dan
Djuariah 2009), terdapat 1 stasiun dengan ketegori
“melimpah” yaitu Stasiun 6, 2 stasiun dengan
kategori “banyak” yaitu Stasiun 1 dan Stasiun
5, dan 3 stasiun dengan kategori “sedikit” yaitu
Stasiun 2, Stasiun 3, dan Stasiun 4 (Gambar 6)
Gambar 6. Jumlah Ikan Karang Target Berdasarkan
Famili pada Masing-masing Stasiun.
Secara keseluruhan jika total ikan target
herbivora dijumlahkan sebanyak 263 individu,
maka akan akan lebih banyak kelimpahannya
daripada seluruh ikan karnivora (230 individu).
Hal ini akan menyebabkan semakin sedikitnya
tutupan alga yang ada diperairan Pulau Tinabo
Besar, dibuktikan dengan tutupan alga yang
relatif kecil di seluruh stasiun (0,27 13,00 %).
Hal yang sama dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Lirman (2000) dan Damhudy
(2011), dimana kelimpahan ikan herbivora
berbanding terbalik dengan penutupan alga di
suatu perairan.
Gambar 7. Perbandingan Kelimpahan Ikan Karang
Target Pada Berdasarkan Famili.
Famili Tipe
Pemangsa Kelimpahan
(Individu/350m2)
Lutjanidae
Scaridae
Acanthuridae
Lethrinidae
Siganidae
Serranidae
Haemulidae
Karnivora
Herbivora
Herbivora
Karnivora
Herbivora
Karnivora
Karnivora
173
121
121
24
21
20
13
Hubungan Kondisi Terumbu Karang dengan
Kelimpahan Ikan Karang Target
Hubungan kondisi karang hidup dengan
kelimpahan ikan target dihitung dengan
menggunakan Analisis Korelasi Sederhana
(Lampiran 8). Dari hasil perhitungan dapat
diketahui adanya hubungan positif antara
tutupan karang hidup dengan kelimpahan ikan
target. Nilai koe sien korelasi yang didapat
adalah r=0,65 dan bisa dikatakan memiliki
hubungan yang cukup kuat dan positif. Analisis
dilanjutkan dengan melihat nilai koe sien
determinansinya. Dari output model summary
SPSS, diketahui nilai koe sien determinansi (R
square) sebesar 0,425 atau sama dengan 42,55%,
bisa dikatakan cukup berkorelasi. Berdasarkan
nilai ini berarti pengaruh tutupan karang hidup
terhadap kelimpahan ikan karang target hanya
sebesar 42,55%, sedangkan sisanya sebesar
57,45% dipengaruhi oleh faktor lain diluar
variabel yang diujikan. Faktor ini kemungkinan
berasal dari ketersediaan makanan atau aktivitas
manusia.
Korelasi tutupan karang hidup dengan
kelimpahan tiap famili didapatkan hasil r=0,21
untuk Serranide, r=0,63 untuk Lutjanidae, r=0,64
Tabel 1. Kelimpahan ikan karang target
berdasarkan tipe pemangsaan
Muhammad Albar Ghiffar, dkk.
Bila dilihat kelimpahan individu ikan karang
target berdasarkan famili, maka ikan karang
target yang paling banyak ditemukan yaitu dari
Famili Lutjanidae (total 173 individu), kemudian
famili Scaridae (total 121 individu), sedangkan
yang paling sedikit ditemukan yaitu dari famili
Haemulidae (total 13 individu) (Gambar 7).
22
untuk Haemulidae, r=0,11 untuk Lethrinidae,
r=0,57 untuk Scaridae, r=0,57 untuk Siganidae,
dan r=0,08 untuk Acanthuridae. Korelasi yang
kecil antara tutupan karang dengan kelimpahan
Serranidae terjadi karena pada saat pendataan di
lapangan, famili ini dapat ditemukan di hampir
semua stasiun, bahkan di stasiun yang memiliki
tutupan karang hidup yang kecil, jumlahnya bisa
lebih banyak daripada di lokasi dengan tutupan
karang hidup tinggi. Ketidakstabilan jumlah ini
kemungkinan terjadi karena adanya gangguan
antropogenik (aktivitas manusia) atau faktor
ketersediaan makanan pada suatu lokasi. Hal ini
berlaku juga untuk Acanthuridae, dimana famili
ini dapat ditemukan di semua stasiun dalam
jumlah yang banyak dan tidak dipengaruhi oleh
kondisi tutupan karang hidupnya. Hal ini karena
Acanthuridae merupakan ikan herbivora pemakan
alga (Allen, et al., 2003) yang kehadirannya lebih
dipengaruhi oleh kehadiran alga di suatu lokasi.
Lethrinidae juga memiliki korelasi yang lemah,
dimana di stasiun dengan tutupan karang hidup
paling rendah (stasiun 4), justru ditemukan ikan
tersebut dalam jumlah yang lebih banyak (8
individu) jika dibandingkan stasiun lain. Hal ini
terjadi karena Lethrinidae memangsa ikan-ikan
kecil (terutama ikan herbivora) yang preferensi
lokasi hidupnya tidak dipengaruhi oleh tutupan
karang hidup yang tinggi. Selain itu ikan ini juga
memakan crustacea, gastropoda, dan beberapa
hewan bentik lain (Setiawan, 2010) yang banyak
ditemukan di stasiun 4. Korelasi yang cukup
kuat hanya ditemukan di famili Lutjanidae,
Haemulidae, Scaridae, dan Siganidae.
Nilai koe sien determinansi karang hidup
dengan tiap famili ikan bervariasi, dimana famili
Serranidae memiliki KD sebesar 4,45% (sangat
rendah), Lutjanidae sebesar 40,05% (cukup),
Haemulidae sebesar 41,19% (cukup), Lethrinidae
sebesar 1,12% (sangat rendah), Scaridae sebesar
32,62% (rendah), Siganidae sebesar 32,39%
(rendah), dan Acanthuridae sebesar 0,61%
(sangat rendah). Nilai koe sien determinansi
ini berhubungan dengan nilai koe sien korelasi
karang dengan masing-masing famili karang.
Sehingga jika nilainya kecil, maka nilai KD pun
akan kecil pula.
Berdasarkan nilai variabel yang sudah
didapat, dibuat model hubungan antara kondisi
terumbu karang dengan kelimpahan ikan
karang target dengan menggunakan analisis
regresi linier sederhana. Variabel independent
atau x yang digunakan yaitu tutupan karang
hidup, sedangkan variabel dependent atau y
yaitu kelimpahan ikan karang target. Dari hasil
perhitungan regresi linier oleh software SPSS,
didapatkan nilai a=-12,929 dan nilai b=3,7562
sehingga diperoleh nilai regresi yaitu:
y = -12,929 + 3.7562 x
Keterangan:
y = Kelimpahan Ikan Karang Target
x = Tutupan Karang Hidup
Berdasarkan hubungan kondisi tutupan
karang hidup dengan kelimpahan ikan
karang target dapat dilihat arah hubungannya
memuncak ke atas (arah positif) (Gambar 8),
sehingga dapat dikatakan kenaikan persentase
tutupan karang hidup berhubungan dengan
kenaikan kelimpahan ikan karang target.
Gambar 8. Gra k Hubungan antara Tutupan Karang
Hidup dengan Kelimpahan Ikan Karang
Target.
Berdasarkan model persamaan korelasi
yang diperoleh, dapat diprediksibahwa setiap
kenaikan 1% tutupan karang, maka jumlah ikan
karang target di suatu area tersebut bertambah
sebanyak 4 individu (Lampiran 10). Jika tutupan
karang hidup (x) dinaikkan menjadi kondisi
sangat baik (80%), maka didapatkan hasil
kelimpahan ikan karang target (y) sebanyak 288
individu, pada kondisi baik (60%) sebanyak 212
individu, pada kondisi sedang (30%) sebanyak
100 individu, dan pada kondisi buruk (10%)
sebanyak 25 individu. Dengan demikian dapat
dibuktikan semakin tinggi tutupan karang, akan
semakin melimpah juga ikan karang target yang
ditemukan.
Secara umum, dapat dilihat bahwa ikan-
ikan target karnivora (Serranidae, Lutjanidae,
Haemulidae, dan Lethrinidae) lebih banyak
ditemukan di stasiun dengan tutupan karang
hidup yang tinggi (1, 5, dan 6). Sedangkan
ikan-ikan target herbivora (Scaridae, Siganidae,
SPERMONDE (2017) 2(3): 17-24
Muhammad Albar Ghiffar, dkk.
23
ISSN: 2460-0156
dan Acanthuridae) tidak terlalu dipengaruhi hal
tersebut. Hal ini karena ikan herbviora lebih
bergantung kepada kehadiran alga sebagai
makanan utamanya. Sedangkan ikan karnivora
bergantung kepada hadirnya juvenil ikan,
ikan-ikan kecil, atau crustacea yang menjadi
makanannya dan biasanya lebih banyak
ditemukan di lokasi dengan tutupan karang
yang baik (Setiawan, 2010). Ben eld et al. (2008)
mengatakan ada hubungan positif antara
tutupan karang bercabang dengan kelimpahan
Serranidae, dimana famili ini menggunakan
struktur karang tersebut untuk berlindung.
Selain itu, tutupan karang non-acropora yang
tinggi terutama dari lifeform CM (coral massive)
juga menjadi ruang hidup bagi ikan-ikan
Serranidae dan Haemulidae yang lebih suka
hidup bersembunyi di sela-sela karang.
Pola turun-naiknya kelimpahan ikan
karang target tidak selalu seiring dengan pola
turun-naiknya persentase tutupan karang. Hal
ini dapat dibuktikan dengan turunnya pola
tutupan karang di stasiun 3 yang tidak diiringi
dengan turunnya pola kelimpahan ikan karang
target (Gambar 9). Ketidakstabilan jumlah
kelimpahan dari tiap famili kemungkinan
terjadi karena adanya gangguan antropogenik
dan alami terhadap kemunculan ikan di lokasi
pengamatan tersebut.
Gambar 9. Gra k Perbandingan Tutupan Karang Hidup
dan Kelimpahan Ikan Karang Target.
lingkungan (Soule & Kleppel 1988). Meskipun
dapat dibuktikan adanya korelasi antara tutupan
karang hidup dengan kelimpahan ikan karang
target, tetapi ikan ini kurang bisa dijadikan
sebagai bioindikator karena hubungannya yang
kurang erat. Selain itu ikan karang target tidak
semuanya memangsa karang (corallivore) secara
langsung. Sehingga kurang sensitif terhadap
perubahan suatu sistem terumbu karang.
KESIMPULAN
Kondisi tutupan karang hidup di perairan
P. Tinabo Besar memiliki kriteria tutupan
buruk hingga sedang (11,87 38,80%), dengan
nilai rata-rata tutupan sebesar 25,3%. Untuk
kelimpahan ikan karang target kelimpahan
ikan karang target yang ditemukan di yaitu
sebesar 493 individu/2100m2 dari total 31
spesies dan didominasi oleh ikan herbivora.
Hubungan antara kondisi tutupan karang
dengan kelimpahan ikan karang target,
memiliki hubungan yang cukup kuat dan positif
dengan koe sen korelasi (r) = 0,65. Dilihat
dari koe sien determinasi (R2) sebesar 0,425
menunjukkan bahwa pengaruh kondisi tutupan
karang terhadap kelimpahan ikan karang target
hanya 42,5 %, selebihnya dipengaruhi faktor
lain, diantaranya ketersediaan makanannya dan
aktivitas manusia. Meskipun dapat dibuktikan
adanya korelasi antara tutupan karang hidup
dengan kelimpahan ikan karang target,
tetapi ikan ini kurang bisa dijadikan sebagai
bioindikator karena hubungannya yang kurang
erat.
UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terimakasih penulis sampaikan
kepada Balai Taman Nasional Taka Bonerate
(kepala, staff, dan jajarannya) yang telah
memberikan izin, bantuan, dan fasilitas kepada
penulis selama melaksanakan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Adey, W. H., 1986. Coralline algae as indicators of
sea-level. Sea-Level Research, 1(1), pp. 229-
280.
Allen, G., Steene, R., Humann, P. dan DeLoach,
N., 2003. Reef Fish Identi cation: Tropical
Pasi c. 1st ed. Jacksonville, California: New
World Publication.
Muhammad Albar Ghiffar, dkk.
Semakin tinggi tutupan karang (terutama
karang bercabang dan masif) akan menyebabkan
semakin banyak ruang-ruang tempat ikan hidup
dan berlindung. Hal ini dapat dibuktikan dari
banyaknya kehadiran ikan target di Stasiun 5
dan 6 yang memiliki tutupan karang bercabang
(branching) yang merupakan tempat berlindung
bagi ikan-ikan karang.
Konsep penggunaan spesies kunci tertentu
sebagai indikator kondisi ekologis sekarang telah
banyak dipakai untuk mendeteksi suatu kondisi
24
Ben eld, S., Baxter, L., Guzman, H. M. dan Mair,
J. M., 2008. A Comparison of Coral Reef
and Coral Community Fish Assemblages
in Pasi c Panama and Enviromental Factor
Governing Their Structure. Journal of
Marine Biological Association of the United
Kingdom, VII(1), pp. 1331-1341.
Dahuri, R., Kusumastanto, T. dan Hartanto,
A., 2009. Enchancing Sustainable Ocean
Development: An Indonesian Experiences.
Jakarta: Center for Coastal and Marine
Resource Studies Bogor Agricultur
University.
Damhudy, Dedy. 2011. Kondisi Kesehatan
Terumbu Karang berdasarkan Kelimpahan
Ikan Herbivora di Perairan Kecamatan
Pulau Tiga Kabupaten Natuna. Skripsi.
Bogor: FPIK, Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor.
Giyanto, Manuputty, A. E., Abrar, M. dan
Siringoringo, R. M., 2014. Monitoring
Terumbu Karang. In: Panduan Monitoring
Kesehatan Terumbu Karang. Jakarta:
COREMAP CTI LIPI, p. 63.
Gomez E. D., Yap H. T., 1988. Monitoring Reef
Condition: Coral Reef Management Handbook.
Jakarta: UNESCO regional of ce for
science and technology for southeast asia
(ROSTSEA).
Goreau TF, Goreau NI, Goreau TJ. 1982. Corals
and Coral Reefs. Life in The Sea. W.H.
Freeman and Company, San Fransisco. PP.
130 – 140.
Kohler, K dan Gill, S, 2006. Coral Point Count
with Excel extensions (CPCe): A Visual Basic
program for the determination of coral and
substrate coverage using random point count
methodology. Computers and Geosciences,
32(9), pp. 1259-1269.
Kuiter, R. H. dan Tonozuka, T., 2001. Pictorial
Guide to Indonesia Reef Fishes. 1st ed. Seaford:
Zoonetics.
Manuputi, A. E. dan Djuariah. 2009. Point
Intercept Transect (PIT) Untuk Masyarakat.
Jakarta: CRITC-COREMAP II.
Obura, D. O. dan Grimsdith, G., 2009. Resilience
Assessment of Coral Reefs-Assessment Protocol
for Coral Reefs, Focusin on Coral Bleaching and
Thermal Stress. Gland: IUCN.
Setiawan, F., 2010. Panduan Lapangan Identi kasi
Ikan Karang dan Invertebrata. 2nd ed.
Manado: WCS Marine Program.
Soule DF, Kleppel GS, editor. 1988. Marine
Organisms as Indicators. New York: Springer
Verlag. 342pp.
Sudjana. 1982. Metoda Statistika. Bandung:
Tarsito.
Suharsono, 2008. Jenis-jenis Karang di Indonesia.
Jakarta: LIPI Press.
TNTBR, 2013. Laporan Monitoring Karang
Wilayah SPTN I Tarupa, Benteng, Selayar:
Taman Nasional Takabonerate.
Warner, George F., 1984. Diving and Marine
Biology: The Ecology of the Sublittoral.
Cambridge Studies in Modern Biology.
Cambridgeshire: Cambridge University
Press.
SPERMONDE (2017) 2(3): 17-24
Muhammad Albar Ghiffar, dkk.
... Coral reefs have a role as a provider of nutrients and shelter for several aquatic biota such as reef fish and other biota [2]. According to [3] coral reef cover has an influence of approximately 42.55% on the abundance of reef fish. The statement was also conveyed by [4] that coral reef cover has a significant influence on the abundance of reef fish where a correlation of 65.4% was obtained. ...
Article
Full-text available
The Sempu Strait is an area located in the southern coastal area of Malang Regency, precisely in Krajan Village, Sumbermanjing Wetan District. The Sempu Strait has a Pondok Dadap Fishing Port which refers to the Eco Fishing Port. This study aims to analyze the effect of fishing activities at Pondok Dadap Fishing Port on seawater quality and coral reef cover in the Sempu Strait. Data collection was carried out at 3 stations with 3 points for each station. Retrieval of data based on areas with different levels of community activity: station 1 with low activity conditions, station 2 with high activity conditions and station 3 with moderate activity. The quality of the waters in the Sempu Strait is still in accordance with seawater quality standards. The condition of coral reefs in the Sempu Strait at station 1 with coral reef cover of 69.81% is in the good category, station 2 is 0.8% is in the damaged category and station 3 is 50.7% in the good category.
... The diverse composition of coral life forms at each observation site signifies the nuanced ecological dynamics present. Differential manifestations of coral life forms arise as a consequence of adaptive responses to the surrounding marine environment [40]. The proclivity for associations and the correlation between coral life forms and dive sites on Kei Besar Island and Mare Island show the nature of the relationship on a highly localized scale. ...
Article
Full-text available
Diverse life forms found on coral reefs indicate resilience to environmental change, sustaining marine biodiversity and ensuring the stability of the coastal community’s ecosystems. This study investigates the relationship between sea currents and the life forms of coral reefs in Indonesia and focuses on two primary locations: Kei Besar Island, Maluku, and Mare Island in North Maluku. Sea current data from the current real-time global forecasting and coral cover data were analysed to assess the influence of current velocities on the percentage of hard coral cover and the morphological composition of corals. The dominant bottom substrate in both locations is hard coral, with varying percentages of cover. Thirteen distinct life forms of coral were identified in both study sites, with massive and sub-massive forms being the most prevalent on Kei Besar Island (41%) having average current velocities of 0.159 m/s, and branching forms (40%) being dominant on Mare Island with average current velocities were 0.103 m/s. The massive form (CM) is strongly positively (negatively) correlated with faster (slower) currents, with a correlation coefficient of 0.81 (-0.69). On the other hand, several life form of fragile coral reefs particularly Acropora branching (ACB); Acropora sub-massive (ACS); and coral Tubipora (CTU) were found to be positively (negatively) correlated with slower (faster) currents, with a correlation coefficient of 0.55 (-0.63); 0.77 (-0.75); and 0.58 (-0.67).
... Because this type of family is found in the good condition coral reefs, locations with high algae closure, as well as areas that have a lot of crustaceans which are food for fish of this family. This is in accordance with [11] who state that although it can be proven that there is a correlation between live coral cover and abundance of coral reef fish, but these fish are not able to be used as bio indicators because of their lack of relationship. In addition, the coral reef fish do not all prey on corals (corallivore) directly. ...
Article
Full-text available
Coral reef ecosystems in Unggeh Island waters have recently declined in quality due to natural factors and human activities. The declining quality can affect the biota of the coral reef ecosystem, such as coral reef fish. Coral reef fish belong to the groups of fish whose lives are associated with the coral reef ecosystem environment. This study aims to determine the abundance and diversity of coral reef fish and the relationship between abundance of coral reef fish and the percentage of coral cover in Unggeh Island Waters, Badiri District, Central Tapanuli Regency, North Sumatra. This research was conducted in December 2017 and April 2018. The method used to observe the coral was Underwater Photo Transect (UPT) method. And the method used to observe the coral reef fish was Underwater Visual Census (UVC) method. To determine the relationship between coral cover and coral reef fish was by using a simple linear regression equation. The results showed that the relationship of coral cover with coral reef fish was in the correlation value (R) of 0.418.
Conference Paper
Full-text available
The coral reef is the habitat for more than a million marine species. The damage of the coral reef could decrease associated marine biodiversity, and the coral reef fishes are one of the groups impacted by the coral reef destruction. This study aimed to measure the coral coverage, to estimate the abundance of coral fishes, and to determine the correlation between coral coverage and abundance of coral reef fishes in Enggano Island, Bengkulu. The line intercept transect method was used by applying 25 m length transects to measure the coral cover in 12 sampling stations. The visual census method was implemented to count the presence of coral reef fishes around the transect line. The correlation between coral coverage and abundance of coral reef fishes was estimated using the multiple-linear-regression method. The results revealed that the coral coverage in Enggano Island varies from 99.6%-6.6%. The highest coverage was observed in station one at the leeward of Dua Island, whereas the lowest was found in station nine at Kahabi. The depth that measured 21 m could cause low coral coverage in condition. The substratum at this depth receives low sunlight intensity; thus, photosynthesis could not function efficiently. The highest coral reef fish abundance estimated at 603 ind/125 m2 was found in station 12 at Berhau, whereas the lowest at 8 ind/125m2 was in station eight at Kahabi. The analysis showed a positive but considerably a weak correlation between coral coverage and abundance of coral reef fishes with an r-value of 0.61 and the determination coefficient of 61.00%.
Article
Full-text available
Poncan Gadang Island used by people for marine tourism, underwater and fisheries activities. These activities make the island’s area as a ship transportation route and feared the condition of the coral reef ecosystem will be damaged. This research aims to find out the condition of coral reef (life coral), the abundance of reef fish and the corellation between those two variables in Poncan Gadang Island. This research was conducted in June 2018 using Underwater Photo Transect (UPT) and Underwater Visual Cencus (UVC) methods. From the results of this research were found 14 species of reef fish that consists of 5 families and 161 individual fish with 23.96 % coral reef lifeform percentage (damaged category). The corellation between coral reef lifeform and abundance of reef fish is 29.5%, which means showing sufficient or moderate corellation.
Article
Full-text available
Tapian Nauli Bay is along the coast of Sibolga Bay starting from the border of Sibolga City towards Barus, Tapanuli Tengah. In the Tapian Nauli Bay area there are plenty of fish biological resources and coral reef ecosystems. It is known that the reef fish community is a biotic component of the coral reef ecosystem that can be utilized as marine biological resources.This study aims to examine the diversity of reef fish. The method used in monitoring reef fish is a method Underwater Visual Census (UVC).The reef fishes observed were then grouped into 3 groups of fish, namely: target species, indicator species, and major species, then the structure of the reef fish community was calculated. The results showed that the composition of reef fish species in Sitardas Beach and Bakar island was dominated by major fish (97%), then followed by target fish (2%) and indicator fish (1%).And, overall the diversity of reef fish species in the Sitardas Beach and Bakar island waters shows a low level and shows a relatively unstable uniformity level.
Article
Full-text available
We compared the reef fish assemblages of two habitats, coral reefs and coral communities (rocky substratum with coral colonies), in the Las Perlas Archipelago in Pacific Panama and attempted to determine associations with habitat variables. We used a modified Atlantic and Gulf Rapid Reef Assessment (AGRRA) survey to record fish species and quadrat transects to determine benthic composition. Multivariate non-parametric multi-dimensional scaling (MDS) ordinations were performed in PRIMER and univariate correlations were used to determine relationships. The reef fish of coral communities were significantly more diverse and species rich than those of coral reefs. The two habitats had significantly different species and size composition, but trophic and family groups overlapped between habitats. Topography, exposure, and the percentage cover of branching and massive corals correlated significantly with differences in fish parameters. The reef fish assemblages of this region appear to be determined more by the larger scale structural features that characterize the two habitats than by features that vary over small scales within the habitats.
Chapter
The indicator species concept has its roots in the folklore of humanity and in the attempts of man to deal with the variables in his environment. The insecurities of early man’s existence led inevitably to attempts at organizing his qualitative observations into a cause and effect system of prediction.
Article
Photographic and video methods are frequently used to increase the efficiency of coral reef monitoring efforts. The random point count method is commonly used on still images or frame-grabbed video to estimate the community statistics of benthos. A matrix of randomly distributed points is overlaid on an image, and the species or substrate-type lying beneath each point is visually identified. Coral Point Count with Excel extensions (CPCe) is a standalone Visual Basic program which automates, facilitates, and speeds the random point count analysis process. CPCe includes automatic frame-image sequencing, single-click species/substrate labeling, auto-advancement of data point focus, zoom in/out, zoom hold, and specification of random point number, distribution type, and frame border location. Customization options include user-specified coral/substrate codes and data point shape, size, and color. CPCe can also perform image calibration and planar area and length calculation of benthic features. The ability to automatically generate analysis spreadsheets in Microsoft Excel based upon the supplied species/substrate codes is a significant feature. Data from individual frames can be combined to produce both inter- and intra-site comparisons. Spreadsheet contents include header information, statistical parameters of each species/substrate type (relative abundance, mean, standard deviation, standard error) and the calculation of the Shannon–Weaver diversity index for each species. Additional information can be found at http://www.nova.edu/ocean/cpce/.
Enchancing Sustainable Ocean Development: An Indonesian Experiences
  • R Dahuri
  • T Kusumastanto
  • A Hartanto
Dahuri, R., Kusumastanto, T. dan Hartanto, A., 2009. Enchancing Sustainable Ocean Development: An Indonesian Experiences. Jakarta: Center for Coastal and Marine Resource Studies Bogor Agricultur University.
Monitoring Terumbu Karang
  • Manuputty Giyanto
  • A E Abrar
  • M Siringoringo
Giyanto, Manuputty, A. E., Abrar, M. dan Siringoringo, R. M., 2014. Monitoring Terumbu Karang. In: Panduan Monitoring Kesehatan Terumbu Karang. Jakarta: COREMAP CTI LIPI, p. 63.
Monitoring Reef Condition: Coral Reef Management Handbook. Jakarta: UNESCO regional of ce for science and technology for southeast asia (ROSTSEA)
  • E D Gomez
  • H T Yap
Gomez E. D., Yap H. T., 1988. Monitoring Reef Condition: Coral Reef Management Handbook. Jakarta: UNESCO regional of ce for science and technology for southeast asia (ROSTSEA).
Pictorial Guide to Indonesia Reef Fishes
  • R H Kuiter
  • T Dan Tonozuka
Kuiter, R. H. dan Tonozuka, T., 2001. Pictorial Guide to Indonesia Reef Fishes. 1st ed. Seaford: Zoonetics.
Resilience Assessment of Coral Reefs-Assessment Protocol for Coral Reefs, Focusin on Coral Bleaching and Thermal Stress
  • D O Obura
  • G Dan Grimsdith
Obura, D. O. dan Grimsdith, G., 2009. Resilience Assessment of Coral Reefs-Assessment Protocol for Coral Reefs, Focusin on Coral Bleaching and Thermal Stress. Gland: IUCN.
Jenis-jenis Karang di Indonesia
  • Suharsono
Suharsono, 2008. Jenis-jenis Karang di Indonesia. Jakarta: LIPI Press.