Content uploaded by Syawaludin Alisyahbana Harahap
Author content
All content in this area was uploaded by Syawaludin Alisyahbana Harahap on Nov 11, 2019
Content may be subject to copyright.
Content uploaded by Syawaludin Alisyahbana Harahap
Author content
All content in this area was uploaded by Syawaludin Alisyahbana Harahap on Nov 11, 2019
Content may be subject to copyright.
Available via license: CC BY-NC 4.0
Content may be subject to copyright.
17
ISSN: 2460-0156
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara kepulauan
dengan ekosistem pesisirnya yang melimpah.
Salah satu ekosistem pesisir yang paling besar dan
potensial yaitu ekosistem terumbu karang, dengan
luas kurang lebih 60.000 km2, yang tersebar dari
kawasan barat sampai ke kawasan timur Indonesia
(Suharsono, 2008). Terumbu karang merupakan
habitat bagi lebih dari 300 jenis karang, 200 jenis
ikan, dan berbagai macam invertebrata lain seperti
moluska, crustacea, spons, alga, dan biota lainnya
(Dahuri, et al., 2009).
Ikan karang merupakan salah satu biota
yang banyak hidup di ekosistem terumbu
karang. Ikan karang target merupakan ikan
karang yang sering menjadi target penangkapan
nelayan dan bernilai ekonomis tinggi dan juga
merupakan ikan konsumsi. Kebutuhan manusia
yang semakin besar terhadap konsumsi ikan-
ikan tersebut akan berpengaruh terhadap
tingkat usaha penangkapan yang dilakukan,
sehingga cara-cara penangkapan yang tidak
ramah lingkungan pun dilakukan, dimana pada
ekosistem terumbu karang, hal ini akan berujung
pada rusaknya ekosistem tersebut dan jumlah
ikan-ikan karang yang ada semakin sedikit.
Ikan karang dapat digunakan untuk mengukur
tingkat kesesuaian habitatnya. Ikan karang dapat
berpindah-pindah untuk memilih habitat dengan
keadaan yang lebih sesuai untuk kehidupannya.
Kehadiran atau ketidakhadiran jenis-jenis tertentu
di suatu area terumbu karang merupakan petunjuk
akurat mengenai kondisi kesehatan ekosistem
tersebut (Giyanto, et al., 2014). Ikan karang target
adalah salah satunya. Kehadiran atau ketidakhadiran
spesies anggota kelompok ikan ini merupakan
petunjuk yang baik terhadap tingkat gangguan
antropogenik (Obura dan Grimsdith, 2009).
HUBUNGAN KONDISI TERUMBU KARANG DENGAN KELIMPAHAN
IKAN KARANG TARGET DI PERAIRAN PULAU TINABO BESAR,
TAMAN NASIONAL TAKA BONERATE, SULAWESI SELATAN
Corellation between Coral Reef Condition and Reef Target Fishes
Abundace in Tinabo Besar Island, Taka Bonerate National Park,
South Sulawesi
Muhammad Albar Ghiffar1*, Andi Irham4, Syawaludin A. Harahap2, Nia Kurniawaty3, Sri Astuty2
Diterima: 10 April 2017 Disetujui: 22 April 2017
ABSTRACT
This research aims to understand the condition of coral reef (life coral), the abundance of reef target
shes, and the corellation between those two variables. This research has been conducted in Tinabo Besar
Island with 6 sampling stations in 5-6 meter depth. Data collected are substrate cover precentage (life form),
and the number of reef target sh appeared from 7 speci ed families (Serranidae, Lutjanidae, Haemulidae,
Lethrinidae, Scaridae, Siganidae, and Acanthuridae) using Underwater Photo Transect (UPT) and Underwater
Visual Census (UVC). Substrate cover analyzed using CPCe software with life coral, dead coral, algae, abiotic,
and other biota cover output. Mortality Index (MI) obtained from the ratio of life coral and dead coral. The
result shows that percentage of life coral coverlie between 11.87% to 38.80%, with dominance of Coral Masive
(CM). It’s mean that the coral reef condition is in poor to moderate category. Coral death ratio is low with
MI between 0.15 to 0.30. Reef target sh total abundance is 493 individual/2100m2 from 31 species, with
dominance from Lutjanidae family (173 individual). The result shows positive and strong enough correlation
between coral reef coverage and reef target sh abundance (r=0.65) with Determinantion Coef cient at 42.55%.
Linear regression is y=-12.929+3.7562x, where in every addition of coral reef cover percentage, resulted in
addition of 4 shes.
Keyword: life coral, abundance, reef target sh, correlation, Tinabo Besar Island
SPERMONDE (2017) 2(3): 17-24
1 Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Universitas Padjadjaran
2 Departemen Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Universitas Padjadjaran
3 Departemen Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Universitas Padjadjaran
4 Balai Taman Nasional Taka Bonerate, Selayar
* Muhammad Albar Ghiffar
Email: muhammad13086@mail.unpad.ac.id
18
METODE PENELITIAN
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada
penelitian ini adalah SCUBA set, perahu motor,
kamera bawah air, frame, kertas tahan air, alat
tulis, GPS, hand refractometer, thermometer,
oating droudge, rollmeter, secchi disk, laptop,
hdd external, pirani lunak CPCe, dan piranti
lunak SPSS.
Lokasi Penelitian
Gambar 1. Pulau Tinabo Besar
Gambar 2. Ilustrasi Pengambilan Sampel Karang
Parameter oseanogra yang diukur diantaranya
suhu, salinitas, pH, kecerahan, dan kecepatan
arus.
Pengolahan Data
Data tutupan karang diolah dengan
menggunakan piranti lunak CPCe (Coral Point
Count with Excel extension) dengan menggunakan
30 titik acak untuk setiap framenya. Indeks
mortalitas karang dapat diketahui setelah
didapatkan data tutupan karang hidup dan
tutupan karang mati.
Data kelimpahan ikan diolah dengan
menggunakan Excel 2016, sehingga dapat
diketahui kelimpahan masing-masing tiap
stasiun maupun tiap famili.
Analisis stastistika (korelasi, regresi, dan
determinansi) dilakukan dengan menggunakan
piranti SPSS dengan variabel tutupan karang
hidup dan kelimpahan ikan karang tiap stasiun.
Penilaian Kondisi Terumbu Karang
Kriteria penilaian yang digunakan untuk
melihat kondisi tutupan karang hidup mengacu
pada Gomez dan Yap (1988):
1. Rusak (0 – 24,9%)
2. Sedang (25 – 49,9%)
3. Baik (50 – 74,9%)
4. Sangat Baik (75 – 100%)
Penilaian Indeks Mortalitas
Indeks mortalitas memiliki kisaran 0-1.
Kondisi terumbu karang dikatakan memiliki
rasio kematian karang yang kecil atau tingkat
kesehatan karang yang tinggi jika nilai indeks
mortalitasnya mendekati 0. Sebaliknya, kondisi
terumbu karang dikatakan memiliki rasio
kematian tinggi atau kondisi kesehatan rendah
apabila indeks mortalitas mendekati 1.
Penilaian Kelimpahan Ikan Karang Target
Kriteria kelimpahan ikan karang menurut
CRITC-COREMAP LIPI dalam Manuputi dan
Djuriah (2009) dikategorikan sebagai berikut:
1. Sedikit (<70 individu)
2. Banyak (70 – 140 individu)
3. Melimpah (>140 individu)
Pengambilan Data
Pengamatan kondisi terumbu karang
diambil dengan menggunakan metode UPT
(Underwater Photo Transect) dengan panjang
transek 50 m dan frame ukuran 58x44 cm2.
Pengambilan data diambil pada setiap interval
1 meter sehingga didapatkan total 50 data frame
untuk setiap stasiun.
Pengamatan ikan karang target dilakukan
dengan menggunakan metode UVC (Underwater
Visual Census) dengan panjang transek 70 m.
Ikan karang target diamati berdasarkan famili
yang sudah ditentukan menurut Giyanto et al.
(2014), yaitu serranidae, lutjanidae, haemulidae,
lethrinidae, siganidae, scaridae, dan acanthuridae.
Pengambilan data karang maupun ikan
dilakukan pada kedalaman 5 – 7 meter. Stasiun
pengamatan ditentukan berdasarkan arah mata
angin dan angin musiman (winward-leeward
reef), dengan total 6 stasiun yang berada di barat,
barat daya, selatan, tenggara, timur, dan utara.
SPERMONDE (2017) 2(3): 17-24
Muhammad Albar Ghiffar, dkk.
19
ISSN: 2460-0156
Penilaian Koe sien Korelasi dan Determinansi
Kuat tidaknya hubungan nilai x dan y
dapat dilihat dari nilai koe sien korelasi (r)
yang berkisar antara (-1) hingga (+1). Semakin
mendekati 1 atau -1, maka hubungan antara dua
variabel tersebut semakin kuat. Sebaliknya, jika
nilai mendekati 0, maka hubungan antara dua
variabel tersebut semakin lemah. Nilai positif
menunjukkan hubungan searah (x dan y naik),
sedangkan nilai negatif menunjukkan hubungan
terbalik (x naik dan y turun).
Koe sien determinansi berkisar antara
0-100%. Hubungan antara dua peubah tersebut
dikatakan semakin kuat apabila nilai KD
semakin mendekati 100%. Berikut adalah
standarisasi nilai KD menurut Sudjana (1982):
1. Sangat rendah (0 – 19,9 %)
2. Rendah (20 – 39,9%)
3. Cukup (40 – 59,9%)
4. Kuat (60 – 79,9%)
5. Sangat Kuat (80 – 100%)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Tutupan Substrat
Tutupan substrat perairan Pulau Tinabo
Besar terdiri dari karang hidup (life coral),
karang mati (dead coral), biota lain (karang
lunak, spons, zoanthid, dll), alga (makroagla,
turf, halimeda, dan coralline), dan abiotik (batu,
pasir, lumpur, dan pecahan karang). Tutupan
karang hidup berkisar antara 11,87 – 38,80 %,
yang menunjukkan kondisi terumbu karang
termasuk dalam kategori buruk hingga sedang.
Persentase karang mati berada pada kisaran 2,13
– 13,87 %, persentase biota lain sebesar 1,33 –
12,13 %, persentase alga sebesar 0,67 – 13,00 %,
dan persentase abiotik sebesar 42,13 – 83, 47 %
(Gambar 3).
Tutupan substrat keseluruhan didominasi
oleh abiotik, dengan persentase paling tinggi
(83,47%) di stasiun 4 yang berada di sebelah
timur. Dominansi substrat abiotik yang besar
ini mengindikasikan adanya tekanan pada
ekosistem karang seperti penggunaan bom atau
racun, dimana tutupan substrat yang dulunya
merupakan karang hidup, kemudian mati
menjadi tutupan substrat jenis abiotik (terutama
rubble). Stasiun di sebelah timur hingga selatan
(stasiun 2, 3, dan 4) cenderung lebih besar
tutupan abiotiknya dibanding stasiun yang
berada di sebelah barat hingga utara (stasiun
1, 5, dan 6). Dominansi rubble yang besar
kemungkinan diakibatkan oleh kombinasi
faktor alam dan juga faktor manusia karena
besar tutupannya yang terbilang tinggi di setiap
stasiun (Lampiran 3).
Tutupan karang hidup paling tinggi berada
pada stasiun 6 dengan persentase 38,80% dan
termasuk dalam kategori tutupan sedang,
sedangkan persentase tutupan paling kecil
berada di stasiun 4 dengan hanya 11,87% dan
termasuk kategori tutupan yang buruk. Dari
seluruh stasiun pengamatan, hanya 3 stasiun
yang termasuk ke kategori sedang (25 – 49,9%),
yaitu stasiun 1, 5, dan 6, dengan persentase
masing-masing 35,13%, 28,87%, dan 38,80%.
Sedangkan 3 stasiun lainnya termasuk ke dalam
kategori buruk (0 – 25%) yaitu pada stasiun 2,
3, dan 4, dengan persentase masing-masing
23,37%, 13,67%, dan 11,87%. Stasiun yang berada
di sebelah timur hingga selatan cenderung
lebih buruk dibandingkan dengan stasiun yang
berada di sebelah barat hingga utara. Persentase
tutupan karang hidup berbanding terbalik
dengan persentase tutupan abiotik, semakin
tinggi tutupan karang, maka tutupan abiotiknya
semakin rendah.
Tutupan karang mati terlihat memiliki
hubungan dengan tutupan karang hidup.
Persentase tutupannya cenderung mengikuti
kenaikan atau penurunan persentase tutupan
karang hidup. Sebagai contoh, stasiun dengan
persentase tutupan karang hidup sedang (1,
5, dan 6), tutupan karang matinya lebih tinggi
dibanding dengan stasiun dengan tutupan
karang hidup buruk (2, 3, dan 4).
Gambar 3. Histogram Persentase Tutupan Substrat
Dasar pada Tiap Stasiun
Muhammad Albar Ghiffar, dkk.
20
Tutupan alga paling tinggi berada di stasiun
5 (13%) dan 6 (10,87%). Tidak terlihat hubungan
antara persentase tutupan karang hidup dengan
tutupan alga, dimana kenaikan persentase
tutupan karang yang tinggi tidak menyebabkan
turunnya persentase tutupan alga. Karang dan
alga saling berkompetisi satu sama lain dalam
menempati ruang hidup di ekosistem karang,
sehingga jika tutupan karang tinggi, makan
tutupan alga cenderung rendah. Tutupan alga
yang tinggi (terutama makrolaga dan turf algae)
biasanya mengindikasikan adanya pencemaran
lingkungan. Pengecualian di stasiun 5, dimana
terdapat dominansi dari coralline algae (CA)
sebesar 8,27%. Coralline algae bukanlah indikator
pencemaran lingkungan, tetapi bisa dijadikan
indikator perubahan iklim yang mempengaruhi
ekosistem terumbu karang (Adey, 1986).
Kondisi Tutupan Karang Hidup
Terumbu karang di Pulau Tinabo Besar
memiliki tipe fringing reef atau karang tepi. Dari
hasil penelitian CRITC-LIPI (2004), terumbu
karang tepi merupakan jenis yang sebarannya
banyak. Topogra ini menjadikanareal terumbu
karang merupakan daerah slope yang landai
dan curam. Bentukan karang tepi tersebut
biasanya tumbuh pada daerah perairan dangkal
dan tumbuh di tepi atau dekat dengan garis
pantai (Goreau et al., 1982).
Kondisi tutupan karang hidup di Pulau
Tinabo Besar terdiri dari karang jenis acropora
dan non-acropora. Secara umum, tutupan karang
jenis non-acropora lebih banyak dibandingkan
karang jenis acropora.
Tutupan coral massive (CM) umumnya
tinggi di hampir seluruh stasiun (1,2,3,dan 4),
diikuti oleh karang bercabang (branching) dari
jenis acropora dan non-acropora (stasiun 5 dan
Gambar 4. Perbandingan Persentase Lifeform Karang
Hidup di Seluruh Stasiun
6). Tutupan dari lifeform lain tidak terlihat ada
dominansi yang signi kan (Gambar 4).
Secara keseluruhan, tutupan lifeform
karang di pulau tinabo besar didominansi oleh
lifeform coral massive (CM) sebesar 43% atau
28,33% dari seluruh tutupan karang hidup yang
ada, kemudian dominansi kedua oleh acropora
branching (ACB) sebesar 21,20% atau 13,97%
total tutupan karang hidup yang ada (Gambar
23). Dominansi paling kecil yaitu dari lifeform
coral heliopora (CHL) sebesar 0,07% atau 0,04%
dari seluruh karang hidup yang ada. Dominansi
lifeform ini berhubungan dengan kondisi
lingkungan, terutama pergerakan kolom air
dan kedalaman (Warner, 1984). Perbedaan
lifeform terjadi akibat adanya adaptasi terhadap
lingkungan tersebut.
Secara umum, persentase tutupan karang
hidup yang kecil dibandingkan dengan dominansi
oleh abotik dengan tipe rubble (pecahan karang)
mengindikasikan adanya kegiatan manusia yang
merusak, baik itu akibat penangkapan ikan yang
tidak ramah lingkungan dengan menggunakan
bom dan racun oleh masyarakat (TNTBR, 2013)
maupun efek dari kegiatan pariwisata. Selain
itu, faktor-faktor alam yang berlangsung lama
dan global seperti pemanasan global maupun
perubahan iklim dan cuaca dapat membunuh
karang secara berlahan, sehingga yang tersisa
hanyalah pecahan-pecahan karang tersebut.
Indeks Mortalitas
Berdasarkan hasil perhitungan, indeks
mortalitas karang berkisar antara 0,15 – 0,30
(Gambar 5), dimana bisa dikatakan secara umum
nilai indeks mortalitas ekosistem terumbu
karang di Pulau Tinabo Besar kecil sehingga
rasio kematian karangnya terbilang rendah.
meskipun tutupan karang hidup di Pulau Tinabo
Gambar 5. Perbandingan Nilai Indeks Mortalitas Tiap
Stasiun Pengamatan
SPERMONDE (2017) 2(3): 17-24
Muhammad Albar Ghiffar, dkk.
21
ISSN: 2460-0156
Besar rata-rata masuk ke kategori sedang, tetapi
jika dilihat dari rasio perbandingan antara
tutupan karang mati dan karang hidup,kondisi
ekosistem terumbu karang hidup di Pulau
Tinabo Besar berada pada kondisi baik dan
tingkat kesehatan yang cukup tinggi.
Kelimpahan Ikan Karang Target
Berdasarkan hasil pengamatan pada 6 stasiun,
di Pulau Tinabo Besar, terdapat beraneka ragam
jenis ikan karang target yang ditemukan dengan
kelimpahan total sebanyak 493 individu/2100
m2, meliputi 31 spesies dari 7 famili. Berdasarkan
kriteria kelimpahan ikan menurut Manuputi dan
Djuariah 2009), terdapat 1 stasiun dengan ketegori
“melimpah” yaitu Stasiun 6, 2 stasiun dengan
kategori “banyak” yaitu Stasiun 1 dan Stasiun
5, dan 3 stasiun dengan kategori “sedikit” yaitu
Stasiun 2, Stasiun 3, dan Stasiun 4 (Gambar 6)
Gambar 6. Jumlah Ikan Karang Target Berdasarkan
Famili pada Masing-masing Stasiun.
Secara keseluruhan jika total ikan target
herbivora dijumlahkan sebanyak 263 individu,
maka akan akan lebih banyak kelimpahannya
daripada seluruh ikan karnivora (230 individu).
Hal ini akan menyebabkan semakin sedikitnya
tutupan alga yang ada diperairan Pulau Tinabo
Besar, dibuktikan dengan tutupan alga yang
relatif kecil di seluruh stasiun (0,27 – 13,00 %).
Hal yang sama dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Lirman (2000) dan Damhudy
(2011), dimana kelimpahan ikan herbivora
berbanding terbalik dengan penutupan alga di
suatu perairan.
Gambar 7. Perbandingan Kelimpahan Ikan Karang
Target Pada Berdasarkan Famili.
Famili Tipe
Pemangsa Kelimpahan
(Individu/350m2)
Lutjanidae
Scaridae
Acanthuridae
Lethrinidae
Siganidae
Serranidae
Haemulidae
Karnivora
Herbivora
Herbivora
Karnivora
Herbivora
Karnivora
Karnivora
173
121
121
24
21
20
13
Hubungan Kondisi Terumbu Karang dengan
Kelimpahan Ikan Karang Target
Hubungan kondisi karang hidup dengan
kelimpahan ikan target dihitung dengan
menggunakan Analisis Korelasi Sederhana
(Lampiran 8). Dari hasil perhitungan dapat
diketahui adanya hubungan positif antara
tutupan karang hidup dengan kelimpahan ikan
target. Nilai koe sien korelasi yang didapat
adalah r=0,65 dan bisa dikatakan memiliki
hubungan yang cukup kuat dan positif. Analisis
dilanjutkan dengan melihat nilai koe sien
determinansinya. Dari output model summary
SPSS, diketahui nilai koe sien determinansi (R
square) sebesar 0,425 atau sama dengan 42,55%,
bisa dikatakan cukup berkorelasi. Berdasarkan
nilai ini berarti pengaruh tutupan karang hidup
terhadap kelimpahan ikan karang target hanya
sebesar 42,55%, sedangkan sisanya sebesar
57,45% dipengaruhi oleh faktor lain diluar
variabel yang diujikan. Faktor ini kemungkinan
berasal dari ketersediaan makanan atau aktivitas
manusia.
Korelasi tutupan karang hidup dengan
kelimpahan tiap famili didapatkan hasil r=0,21
untuk Serranide, r=0,63 untuk Lutjanidae, r=0,64
Tabel 1. Kelimpahan ikan karang target
berdasarkan tipe pemangsaan
Muhammad Albar Ghiffar, dkk.
Bila dilihat kelimpahan individu ikan karang
target berdasarkan famili, maka ikan karang
target yang paling banyak ditemukan yaitu dari
Famili Lutjanidae (total 173 individu), kemudian
famili Scaridae (total 121 individu), sedangkan
yang paling sedikit ditemukan yaitu dari famili
Haemulidae (total 13 individu) (Gambar 7).
22
untuk Haemulidae, r=0,11 untuk Lethrinidae,
r=0,57 untuk Scaridae, r=0,57 untuk Siganidae,
dan r=0,08 untuk Acanthuridae. Korelasi yang
kecil antara tutupan karang dengan kelimpahan
Serranidae terjadi karena pada saat pendataan di
lapangan, famili ini dapat ditemukan di hampir
semua stasiun, bahkan di stasiun yang memiliki
tutupan karang hidup yang kecil, jumlahnya bisa
lebih banyak daripada di lokasi dengan tutupan
karang hidup tinggi. Ketidakstabilan jumlah ini
kemungkinan terjadi karena adanya gangguan
antropogenik (aktivitas manusia) atau faktor
ketersediaan makanan pada suatu lokasi. Hal ini
berlaku juga untuk Acanthuridae, dimana famili
ini dapat ditemukan di semua stasiun dalam
jumlah yang banyak dan tidak dipengaruhi oleh
kondisi tutupan karang hidupnya. Hal ini karena
Acanthuridae merupakan ikan herbivora pemakan
alga (Allen, et al., 2003) yang kehadirannya lebih
dipengaruhi oleh kehadiran alga di suatu lokasi.
Lethrinidae juga memiliki korelasi yang lemah,
dimana di stasiun dengan tutupan karang hidup
paling rendah (stasiun 4), justru ditemukan ikan
tersebut dalam jumlah yang lebih banyak (8
individu) jika dibandingkan stasiun lain. Hal ini
terjadi karena Lethrinidae memangsa ikan-ikan
kecil (terutama ikan herbivora) yang preferensi
lokasi hidupnya tidak dipengaruhi oleh tutupan
karang hidup yang tinggi. Selain itu ikan ini juga
memakan crustacea, gastropoda, dan beberapa
hewan bentik lain (Setiawan, 2010) yang banyak
ditemukan di stasiun 4. Korelasi yang cukup
kuat hanya ditemukan di famili Lutjanidae,
Haemulidae, Scaridae, dan Siganidae.
Nilai koe sien determinansi karang hidup
dengan tiap famili ikan bervariasi, dimana famili
Serranidae memiliki KD sebesar 4,45% (sangat
rendah), Lutjanidae sebesar 40,05% (cukup),
Haemulidae sebesar 41,19% (cukup), Lethrinidae
sebesar 1,12% (sangat rendah), Scaridae sebesar
32,62% (rendah), Siganidae sebesar 32,39%
(rendah), dan Acanthuridae sebesar 0,61%
(sangat rendah). Nilai koe sien determinansi
ini berhubungan dengan nilai koe sien korelasi
karang dengan masing-masing famili karang.
Sehingga jika nilainya kecil, maka nilai KD pun
akan kecil pula.
Berdasarkan nilai variabel yang sudah
didapat, dibuat model hubungan antara kondisi
terumbu karang dengan kelimpahan ikan
karang target dengan menggunakan analisis
regresi linier sederhana. Variabel independent
atau x yang digunakan yaitu tutupan karang
hidup, sedangkan variabel dependent atau y
yaitu kelimpahan ikan karang target. Dari hasil
perhitungan regresi linier oleh software SPSS,
didapatkan nilai a=-12,929 dan nilai b=3,7562
sehingga diperoleh nilai regresi yaitu:
y = -12,929 + 3.7562 x
Keterangan:
y = Kelimpahan Ikan Karang Target
x = Tutupan Karang Hidup
Berdasarkan hubungan kondisi tutupan
karang hidup dengan kelimpahan ikan
karang target dapat dilihat arah hubungannya
memuncak ke atas (arah positif) (Gambar 8),
sehingga dapat dikatakan kenaikan persentase
tutupan karang hidup berhubungan dengan
kenaikan kelimpahan ikan karang target.
Gambar 8. Gra k Hubungan antara Tutupan Karang
Hidup dengan Kelimpahan Ikan Karang
Target.
Berdasarkan model persamaan korelasi
yang diperoleh, dapat diprediksibahwa setiap
kenaikan 1% tutupan karang, maka jumlah ikan
karang target di suatu area tersebut bertambah
sebanyak 4 individu (Lampiran 10). Jika tutupan
karang hidup (x) dinaikkan menjadi kondisi
sangat baik (80%), maka didapatkan hasil
kelimpahan ikan karang target (y) sebanyak 288
individu, pada kondisi baik (60%) sebanyak 212
individu, pada kondisi sedang (30%) sebanyak
100 individu, dan pada kondisi buruk (10%)
sebanyak 25 individu. Dengan demikian dapat
dibuktikan semakin tinggi tutupan karang, akan
semakin melimpah juga ikan karang target yang
ditemukan.
Secara umum, dapat dilihat bahwa ikan-
ikan target karnivora (Serranidae, Lutjanidae,
Haemulidae, dan Lethrinidae) lebih banyak
ditemukan di stasiun dengan tutupan karang
hidup yang tinggi (1, 5, dan 6). Sedangkan
ikan-ikan target herbivora (Scaridae, Siganidae,
SPERMONDE (2017) 2(3): 17-24
Muhammad Albar Ghiffar, dkk.
23
ISSN: 2460-0156
dan Acanthuridae) tidak terlalu dipengaruhi hal
tersebut. Hal ini karena ikan herbviora lebih
bergantung kepada kehadiran alga sebagai
makanan utamanya. Sedangkan ikan karnivora
bergantung kepada hadirnya juvenil ikan,
ikan-ikan kecil, atau crustacea yang menjadi
makanannya dan biasanya lebih banyak
ditemukan di lokasi dengan tutupan karang
yang baik (Setiawan, 2010). Ben eld et al. (2008)
mengatakan ada hubungan positif antara
tutupan karang bercabang dengan kelimpahan
Serranidae, dimana famili ini menggunakan
struktur karang tersebut untuk berlindung.
Selain itu, tutupan karang non-acropora yang
tinggi terutama dari lifeform CM (coral massive)
juga menjadi ruang hidup bagi ikan-ikan
Serranidae dan Haemulidae yang lebih suka
hidup bersembunyi di sela-sela karang.
Pola turun-naiknya kelimpahan ikan
karang target tidak selalu seiring dengan pola
turun-naiknya persentase tutupan karang. Hal
ini dapat dibuktikan dengan turunnya pola
tutupan karang di stasiun 3 yang tidak diiringi
dengan turunnya pola kelimpahan ikan karang
target (Gambar 9). Ketidakstabilan jumlah
kelimpahan dari tiap famili kemungkinan
terjadi karena adanya gangguan antropogenik
dan alami terhadap kemunculan ikan di lokasi
pengamatan tersebut.
Gambar 9. Gra k Perbandingan Tutupan Karang Hidup
dan Kelimpahan Ikan Karang Target.
lingkungan (Soule & Kleppel 1988). Meskipun
dapat dibuktikan adanya korelasi antara tutupan
karang hidup dengan kelimpahan ikan karang
target, tetapi ikan ini kurang bisa dijadikan
sebagai bioindikator karena hubungannya yang
kurang erat. Selain itu ikan karang target tidak
semuanya memangsa karang (corallivore) secara
langsung. Sehingga kurang sensitif terhadap
perubahan suatu sistem terumbu karang.
KESIMPULAN
Kondisi tutupan karang hidup di perairan
P. Tinabo Besar memiliki kriteria tutupan
buruk hingga sedang (11,87 – 38,80%), dengan
nilai rata-rata tutupan sebesar 25,3%. Untuk
kelimpahan ikan karang target kelimpahan
ikan karang target yang ditemukan di yaitu
sebesar 493 individu/2100m2 dari total 31
spesies dan didominasi oleh ikan herbivora.
Hubungan antara kondisi tutupan karang
dengan kelimpahan ikan karang target,
memiliki hubungan yang cukup kuat dan positif
dengan koe sen korelasi (r) = 0,65. Dilihat
dari koe sien determinasi (R2) sebesar 0,425
menunjukkan bahwa pengaruh kondisi tutupan
karang terhadap kelimpahan ikan karang target
hanya 42,5 %, selebihnya dipengaruhi faktor
lain, diantaranya ketersediaan makanannya dan
aktivitas manusia. Meskipun dapat dibuktikan
adanya korelasi antara tutupan karang hidup
dengan kelimpahan ikan karang target,
tetapi ikan ini kurang bisa dijadikan sebagai
bioindikator karena hubungannya yang kurang
erat.
UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terimakasih penulis sampaikan
kepada Balai Taman Nasional Taka Bonerate
(kepala, staff, dan jajarannya) yang telah
memberikan izin, bantuan, dan fasilitas kepada
penulis selama melaksanakan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Adey, W. H., 1986. Coralline algae as indicators of
sea-level. Sea-Level Research, 1(1), pp. 229-
280.
Allen, G., Steene, R., Humann, P. dan DeLoach,
N., 2003. Reef Fish Identi cation: Tropical
Pasi c. 1st ed. Jacksonville, California: New
World Publication.
Muhammad Albar Ghiffar, dkk.
Semakin tinggi tutupan karang (terutama
karang bercabang dan masif) akan menyebabkan
semakin banyak ruang-ruang tempat ikan hidup
dan berlindung. Hal ini dapat dibuktikan dari
banyaknya kehadiran ikan target di Stasiun 5
dan 6 yang memiliki tutupan karang bercabang
(branching) yang merupakan tempat berlindung
bagi ikan-ikan karang.
Konsep penggunaan spesies kunci tertentu
sebagai indikator kondisi ekologis sekarang telah
banyak dipakai untuk mendeteksi suatu kondisi
24
Ben eld, S., Baxter, L., Guzman, H. M. dan Mair,
J. M., 2008. A Comparison of Coral Reef
and Coral Community Fish Assemblages
in Pasi c Panama and Enviromental Factor
Governing Their Structure. Journal of
Marine Biological Association of the United
Kingdom, VII(1), pp. 1331-1341.
Dahuri, R., Kusumastanto, T. dan Hartanto,
A., 2009. Enchancing Sustainable Ocean
Development: An Indonesian Experiences.
Jakarta: Center for Coastal and Marine
Resource Studies Bogor Agricultur
University.
Damhudy, Dedy. 2011. Kondisi Kesehatan
Terumbu Karang berdasarkan Kelimpahan
Ikan Herbivora di Perairan Kecamatan
Pulau Tiga Kabupaten Natuna. Skripsi.
Bogor: FPIK, Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor.
Giyanto, Manuputty, A. E., Abrar, M. dan
Siringoringo, R. M., 2014. Monitoring
Terumbu Karang. In: Panduan Monitoring
Kesehatan Terumbu Karang. Jakarta:
COREMAP CTI LIPI, p. 63.
Gomez E. D., Yap H. T., 1988. Monitoring Reef
Condition: Coral Reef Management Handbook.
Jakarta: UNESCO regional of ce for
science and technology for southeast asia
(ROSTSEA).
Goreau TF, Goreau NI, Goreau TJ. 1982. Corals
and Coral Reefs. Life in The Sea. W.H.
Freeman and Company, San Fransisco. PP.
130 – 140.
Kohler, K dan Gill, S, 2006. Coral Point Count
with Excel extensions (CPCe): A Visual Basic
program for the determination of coral and
substrate coverage using random point count
methodology. Computers and Geosciences,
32(9), pp. 1259-1269.
Kuiter, R. H. dan Tonozuka, T., 2001. Pictorial
Guide to Indonesia Reef Fishes. 1st ed. Seaford:
Zoonetics.
Manuputi, A. E. dan Djuariah. 2009. Point
Intercept Transect (PIT) Untuk Masyarakat.
Jakarta: CRITC-COREMAP II.
Obura, D. O. dan Grimsdith, G., 2009. Resilience
Assessment of Coral Reefs-Assessment Protocol
for Coral Reefs, Focusin on Coral Bleaching and
Thermal Stress. Gland: IUCN.
Setiawan, F., 2010. Panduan Lapangan Identi kasi
Ikan Karang dan Invertebrata. 2nd ed.
Manado: WCS Marine Program.
Soule DF, Kleppel GS, editor. 1988. Marine
Organisms as Indicators. New York: Springer
Verlag. 342pp.
Sudjana. 1982. Metoda Statistika. Bandung:
Tarsito.
Suharsono, 2008. Jenis-jenis Karang di Indonesia.
Jakarta: LIPI Press.
TNTBR, 2013. Laporan Monitoring Karang
Wilayah SPTN I Tarupa, Benteng, Selayar:
Taman Nasional Takabonerate.
Warner, George F., 1984. Diving and Marine
Biology: The Ecology of the Sublittoral.
Cambridge Studies in Modern Biology.
Cambridgeshire: Cambridge University
Press.
SPERMONDE (2017) 2(3): 17-24
Muhammad Albar Ghiffar, dkk.