Article

Tanggungjawab Notaris Terhadap Penomoran Ganda Pada Akta Yang Berbeda

Authors:
To read the full-text of this research, you can request a copy directly from the author.

Abstract

A notary is a public official who has the authority to make an authentic deed. In carrying out its authority to make authentic deeds, a Notary cannot be separated from errors such as including the same deed number on a different deed. The problems contained in this writing are (1) What is the Notary's responsibility for double numbering on different deeds and (2) What are the legal consequences of multiple numbering on different deeds? The purpose of this paper is to analyze and understand the Notary's responsibility for double numbering on different deeds and legal consequences for double numbering on different deeds. This type of research is normative legal research that uses a type of statute approach. The legal material used consists of primary and secondary legal materials. Card system techniques are used as legal material collection techniques and description techniques as techniques for analyzing legal material. The results of the discussion obtained show that (1) the Notary's responsibility for double numbering on different deeds, namely the Notary is charged with civil liability as determined in Article 84 of the UUJN. This responsibility can be carried out by withdrawing a copy of the related deed whose costs are borne by a Notary, this is done because the mistake in numbering the deed can be detrimental to the parties if the deed is used in the verification process, (2) The legal consequences of double numbering on the different deed namely the deed still considered valid if it has fulfilled the legal requirements of an agreement specified in Article 1320 of the Civil Code. Notaris ialah pejabat umum yang mempunyai kewenangan untuk membuat suatu akta otentik. Dalam menjalankan kewenangannya membuat akta otentik, Notaris tidak terlepas dari kesalahan seperti mencantumkan nomor akta yang sama pada akta yang berbeda. Permasalahan yang terdapat dalam penulisan ini ialah (1) Bagaimana tanggungjawab Notaris terhadap penomoran ganda pada akta yang berbeda dan (2) Bagaimana akibat hukum atas penomoran ganda pada akta yang berbeda? Tujuan penulisan ini yaitu untuk menganalisis dan memahami mengenai tanggungjawab Notaris terhadap penomoran ganda pada akta yang berbeda dan akibat hukum atas penomoran ganda pada akta yang berbeda. Jenis penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang menggunakan jenis pendekatan perundang-undangan (statute approach). Bahan hukum yang digunakan terdiri dari bahan hukum primer dan sekunder. Teknik sistem kartu (card system) digunakan sebagai teknik pengumpulan bahan hukum dan teknik deskripsi sebagai teknik untuk menganalisis bahan hukum. Hasil pembahasan yang diperoleh menunjukan bahwa (1) Tanggungjawab Notaris terhadap penomoran ganda pada akta yang berbeda yaitu Notaris dibebankan tanggungjawab secara perdata sebagaimana ditentukan dalam Pasal 84 UUJN. Tanggungjawab tersebut dapat dilakukan dengan menarik salinan akta terkait yang biayanya ditanggung oleh Notaris, hal ini dilakukan karena kesalahan dalam penomoran akta dapat merugikan para pihak jika akta tersebut digunakan dalam proses pembuktian, (2) Akibat hukum atas penomoran ganda pada akta yang berbeda yaitu akta tersebut tetap dianggap sah apabila telah memenuhi syarat-syarat sahnya suatu perjanjian yang ditentukan dalam Pasal 1320 KUHPerdata.

No full-text available

Request Full-text Paper PDF

To read the full-text of this research,
you can request a copy directly from the author.

Article
Full-text available
Deed of Recognition of Debt is a deed that is generally made by the notary public, followed by binding guarantees that are attached (accessoir) the main agreement. In practice, the Deed of Recognition of Debt can be transferred to another party who is willing to buy it, so that The Sale and Purchase Agreement of Rights to Cessie and Agreements of Transfer of Rights to Cessie is notarized made. The last party who has the cessie rights sometimes does not get his rights because the debtor is no longer known to exist. That is why the party who has the cessie rights claims it to District Court so that it can be determined as the owner of the object of collateral. This case happened at the North Jakarta District Court No. 123/Pdt.G/2018/PN. JKT.UTR where the Panel of Judges decided that the Court's Decision could be a substitute of the land deed sell and purchase based on the sale and purchase agreement of rights to cessie and agreements of transfer of rights to cessie. This court decision is certainly a new legal breakthrough, especially in the notarial and land affairs fields. This type of research is normative with qualitative data analysis, and concluding deductive means. Based on the author's analysis, The Sale and Purchase Agreement of Rights to Cessie and Agreements of Transfer of Rights to Cessie is valid is authentic deeds that are valid and in accordance with applicable law. The public notaries also run their authority properly, so that the deeds have fulfilled the external, formal, and material aspects. Land deed officer who will make the deed on Land Certificate Number. 5217/Bojongnangka has been protected by law because the Land deed officer is obliged to obey the Decision of the Panel of Judges as the competent general authority, and the land deed officer only run his authority after the Land Office of Tangerang Regency has processed the owner's name change of initials TN to SS.
Article
Full-text available
In Law on the Occupation of Notary Article 43, there are 2 (two) contradicting Paragraphs, namely Paragraph (1) and Paragraph (3). In Paragraph (1) it is stated that "deeds must be made in Indonesian", while in Paragraph (3) it states "if the parties wish, the deed can be drawn up in a foreign language". The disharmony of the 2 (two) rules could potentially reduce the perfection of the deed. As for the problems raised in this study regarding what is the notary's responsibility in making authentic deeds in foreign languages? and what is the urgency of using Indonesian in making authentic deeds? Then the objective of this research is to knowing the Notary's responsibility in making authentic deeds in foreign languages ??and to find out how much urgency the use of Indonesian is in making authentic deeds. This study is using a normative research method with statutory approach. Through this research it is known that the responsibility of notaries in making authentic deeds in foreign languages ??can be classified into administrative, civil and criminal responsibilities, then it is known that the urgency of using Indonesian in making deeds is very important because the regulation of the applicatian of Indonesian in the territory of the Indonesian state is clearly stated in Article 36 of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia.
Article
Full-text available
Artikel ini bertujuan untuk membahas tentang cara penyelesaian disparitas pemidanaan terhadap kriminalisasi kebijakan pejabat publik. Pada dasarnya ranah pertanggungjawaban kebijakan pejabat publik identik dengan hukum administrasi, tetapi pada kenyataannya aparat penegak hukum melakukan proses pemidanaan terhadap pejabat publik pemilik kebijakan tersebut. Berdasarkan fakta tersebut, menarik dipermasalahkan beberapa hal yaitu: apa yang menjadi persinggungan kriminalisasi kebijakan pejabat publik menurut hukum administrasi dan hukum pidana? dan bagaimanakah praktik pemidanaan terhadap kriminalisasi kebijakan pejabat publik di Indonesia? serta mengapa diperlukan penyelesaian disparitas pemidanaan terhadap kriminalisasi kebijakan pejabat publik? Hasil pembahasan mengemukakan bahwa terdapat titik singgung konseptual terkait kriminalisasi pejabat pembuat dan pelaksana kebijakan (yang berakibat merugikan keuangan negara) baik secara normatif maupun doktrin. Pada praktiknya, para hakim peradilan pidana memiliki ragam tafsir dalam hal memutus penghukuman dan pembebasan serta pelepasan dari segala tuntutan hukum terhadap pejabat publik yang bersangkutan. Untuk meminimalisir ketidakpastian hukum akibat disparitas pemidanaan tersebut maka diterbitkan Inpres Nomor 1 Tahun 2016 untuk mengarahkan Kepolisian dan Kejaksaan agar sebelum melakukan penyidikan terhadap penyalahgunaan wewenang (kebijakan) agar mendahulukan proses hukum administrasi pemerintahan sesuai Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014. Sehubungan kedudukan Inpres yang notabene bukan merupakan jenis peraturan perundang-undangan maka daya ikatnya kurang kuat sehingga perlu dinaikkan statusnya menjadi sebuah Perpres. Selain itu untuk memperkuat solusi penyelesaian disparitas tersebut maka diperlukan juga penyusunan pedoman pemidanaan oleh Mahkamah Agung yang diperuntukkan bagi para hakim yang menangani perkara kriminalisasi kebijakan pejabat publik.
Article
Full-text available
The problem that will be discussed in this research is whether the deed made before the notary is legally valid, in case of violation of Article 16 Paragraph (1) Letter (a) of Notary Position Law, how the Notary’s responsibility to the deed already issued by a notary if it does not implement Article 16 Paragraph (1) Subparagraph (a) of the Notary Position Law. The research method used is normative. Based on the result of research in the validity of the deed made before the notary in case of violation of Article 16 Paragraph (1) Subparagraph (a) of Law on Notary Position, as the case of transition or sale and purchase of building on Malang City Government land. Found a deed made by a notary, and has been issued by a notary, in case of violation of Article 16 Paragraph (1) Letter (a) Law on the position of Notary, legally valid. Sanctions only affect the legal subject of a Notary pursuant to Article 16 paragraph (11) that is subject to sanctions in the form of written warning, suspension, dismissal with respect; or dismissal with disrespect.
Article
Notary is a defender of truth and justice so that law enforcement should be run in good faith and sincerity, so that the legal profession is an honorable and noble profession (officium nobile). The number of notaries create tighter competition between notaries and notary sometimes make less careful in their profession. The paper concludes that the notary is responsible for what he saw, that they have seen, heard and done by the notary as a public official in the run position. Notaries are not responsible if any information and documents from a client that is not true.
Article
Notaris dalam menjalankan jabatannya selaku pejabat umum, selain terkait pada suatu peraturan jabatan, juga terkait pada sumpah jabatan yang diucapkannya pada saat diangkat sebagai notaris dimana notaris wajib untuk merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperolehnya sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (2) UUJN, Pasal 170 ayat (1) KUHAP, Pasal1909 ayat (2) KUHPerdata,Pasal 322 ayat (1) KUHPidana. Namun berdasarkan ketentuan dalam Pasal 54ayat (1) dan Pasal 66 ayat (1), terkesan seorang notaris dapat memberitahukan isi akta pada pihak yang tidak berkepentingan terhadapnya seperti pihak kepolisian asal didukung peraturan perundang-undangan. Adapun isu hokum dalam penelitian ini antara lain adalah mengenai pengaturan hak ingkar notaris dalam hal dilakukan pemeriksaan terhadap notaris berdasarkan UUJN dan Kode Etik Notaris dan mengenai penyelesaian hukumnya apabila notaris menggunakan hak ingkarnya pada saat dilakukan pemeriksaan. Metode penelitian dalam penulisan tesis ini adalah metode penelitian hukum normatifdan Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach) pendekatan kasus (case approach). Selanjutnya, bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer, sekunder, dan tertier yang kemudian bahan hokum tersebut dianalisis dengan teknik analisis yuridis kualitatif. Hasil penelitian dalam tesis ini menunjukkan bahwa pengaturan Hak ingkar terhadap jabatan notaris terdapat pada sumpah jabatan Notaris yang memerintahkan untuk merahasiakan isi akta yang diatur pada Pasal 4 dan Pasal 16 UUJN, serta Pasal 322 ayat (1) KUHP. Pasal-pasal tersebut tidak berlaku jika Undang-Undang lain memerintahkan untuk membuka rahasia dan memberikan keterangan / pernyataan tersebut kepada pihak yang memintanya. Akibat hukum bagi seorang notaris dalam menggunakan hak ingkarnya di depan pengadilan yaitunotaris harus dibebaskan dari kewajiban sebagai saksi atau memberikan kesaksian di muka pengadilan dan membebaskan notaris dari segala tuntutan dari pihak-pihak yang berkepentingan apabila hak ingkar tersebut di tolak oleh hakim/pengadil atau menurut ketentuan hukum ia diwajibkan memberikan kesaksian di muka pengadilan.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun
  • Indonesia
Indonesia, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491).