Available via license: CC BY 4.0
Content may be subject to copyright.
Lantanida Journal, Vol. 1 No. 1, 2014
KEMAMPUAN MERUMUSKAN SOAL BAGI MAHASISWA CALON GURU
(Penelitian di Program Studi Pendidikan Kimia FTK UIN Ar-Raniry)
Oleh: Azhar
E_mail: azhar_amsal@yahoo.co.id
Abstract
On learning activities, there are several processes, one of which is the implementation
of the evaluation. To carry out its own evaluation of learning requires the ability to formulate
an instrument for the evaluation. Every teacher should have the ability to formulate questions
correctly so that the matter will be communicative, with complete data and can be understood
by students. Student and Teaching Faculty Tarbiyah UIN Ar-Raniry as a prospective teacher
must also be known ability to formulate a matter before the respective assigned in the field.
The purpose of this study is to determine the ability to formulate questions for student
teachers in the Department of Chemistry, Faculty of Education and Teaching UIN Tarbiyah
Ar-Raniry. In general the results of this study are expected to be useful as reference material
for the development of the evaluation process of learning, and in particular the issue of the
ability to formulate questions for student teachers. This study uses research design evaluation
(evaluation research). Data collected through tests and interviews. Data obtained from this
study were processed using analytical techniques to the test result by means of the
formulation of questions students are classified by the type of formulation of the problem. The
results of this classification is an indicator of students' ability to formulate / create questions.
The tests will be carried out in stages (four times the test) the situation of different tasks
according to four subpokok discussion in learning Chemistry Calculation. From the test
results the ability to formulate questions can be seen that in the stages of an increase in
students' ability to formulate problems / questions that are appropriate to the situation of a
given task. Comparison of the ability to formulate a matter of student learning Chemistry in
the calculation of the stages can be described as follows: stage-4> stage-3> stage-2> stage-1.
Comparison of the ability to formulate a matter of students in stages at each learning
subpokok discussion of material Calculation Chemistry there are no significant differences,
except for differences in the ability to formulate a matter between the phase-1 to phase-2, this
is due to the learning stage-1 students are still in the process of adapting the pattern formulate
questions, and students are still in a state of hesitation to formulate questions because they
30 – Lantanida Journal, Vol. 1 No. 1, 2014
think that is the task of formulating a matter of lecturers / teachers are confidential, and they
should not be involved in the formulation / formation of the matter. Cognitive processes used
by the student in formulating (forming) problems is through the association, which is a
process of hooking something to others.
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Pada masa reformasi saat ini mulai diupayakan berbagai perubahan dan perbaikan
disegala bidang. Untuk bidang pendidikan telah digerakkan perubahan dan penyempurnaan
dengan dicetuskannya pola desentralisasi bidang pendidikan melalui pengesahan Undang
Undang Nomor 22 tahun 1999. Pasal 11 ayat 2 Undang Undang tersebut menyebutkan secara
jelas bahwa pendidikan termasuk bidang yang wajib diselenggarakan oleh Daerah Kabupaten
atau Daerah Kota. Pada hakekatnya setiap kebijaksanaan yang ditempuh dalam bidang
pendidikan termasuk kebijakan desentralisasi bidang pendidikan ini bertujuan untuk lebih
mengefektifkan dan mengefisienkan penyelenggaraan pendidikan guna mengantisipasi laju
pesat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka pencapaian tujuan
pendidikan nasional yaitu untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas sumber daya
manusia.
Laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta implikasi dari perubahan-
perubahan pesat ini memerlukan penyesuaian dan penyempurnaan dalam bidang pendidikan,
seperti penyesuaian materi kurikulum maupun strategi dan pendekatan pembelajarannya,
sebab perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi akan menciptakan permasalahan
tentang bagaimana membentuk pembelajaran agar sesuai dengan kebutuhan di dunia kerja.
Pada kegiatan pembelajaran terdapat beberapa proses, salah satunya ialah pelaksanaan
evaluasi pembelajaran. Untuk melaksanakan evaluasi membutuhkan kemampuan tersendiri
dalam merumuskan instrumen untuk evaluasi tersebut. Setiap guru harus mempunyai
kemampuan untuk merumuskan soal dengan benar sehingga soal tersebut akan komunikatif,
dengan data lengkap dan dapat dipahami oleh siswa. Mahasiswa Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan UIN Ar-Raniry sebagai calon guru juga harus diketahui kemampuannya dalam
merumuskan soal, sebelum yang bersangkutan ditugaskan di sekolah.
Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat 2 Undang Undang Nomor 22 tahun 1999,
maka jelaslah menjadi tugas daerah untuk menyiapkan tenaga pengajar yang mumpuni dalam
semua tahap proses pembelajaran termasuk merumuskan instrumen evaluasi pembelajaran.
Lantanida Journal, Vol. 1 No. 1, 2014 – 31
Kemampuan merumuskan soal bagi mahasiswa jurusan pendidikan kimia, sebagaimana ilmu-
ilmu MIPA lainnya terdapat kekhasan keilmuan yang melibatkan banyak variabel dan
menekankan pada aspek kuantitatif yang melibatkan hubungan matematis dan perhitungan-
perhitungan kimia antara zat-zat yang terkait dalam suatu reaksi. Oleh sebab itu rumusan soal
yang dihasilkan harus komunikatif dengan data lengkap sehingga soal tersebut dapat
diselesaikan.
Belajar merupakan tindakan yang kreatif, belajar tidak hanya dengan menyerap untuk
membentuk pengetahuan, akan tetapi kita belajar dengan baik jika kita aktif dalam
menciptakan, tidak hanya strategi penyelesian soal tetapi juga membentuk soal itu sendiri.
Pembelajaran yang disertai aktifitas membuat soal akan membiasakan peserta didik untuk
merumuskan soal sehingga terbiasa pula dalam menghadapi dan memecahkan soal,
sebagaimana pendapat Brown
1
bahwa untuk meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal
(problem solving) dapat dilakukan dengan membiasakan peserta didik merumuskan soal.
Evaluasi merupakan salah satu komponen penting dalam sistem program
pembelajaran. Suatu program pembelajaran tanpa dievaluasi tidak akan mengetahui apakah
program tersebut telah berhasil seperti yang diharapkan atau sebaliknya. Ada beberapa
cakupan evaluasi, yaitu: pertama, evaluasi program pendidikan atau penilaian kurikulum yang
menyangkut penilaian terhadap tujuan pendidikan, isi program, strategi pelaksanaan program
dan sarana pendidikan; kedua, evaluasi proses belajar mengajar yang menyangkut penilaian
terhadap instruktur atau guru, kegiatan peserta didik, pola interaksi peserta dengan instruktur
dan proses pelaksanaan program pembelajaran; ketiga, evaluasi hasil belajar yang
menyangkut penilaian hasil belajar jangka pendek dan jangka panjang.
Pentingnya pembelajaran dengan pendekatan merumuskan soal sebagaimana
rekomendasi Professional Standard for Teaching Matematics dalam Silver
2
bahwa peserta
didik seharusnya memiliki pengalaman dalam mengenali dan merumuskan soal-soalnya
sendiri, dan menekankan pentingnya para guru memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk membuat sendiri soal-soalnya. Peserta didik seharusnya diberi kesempatan untuk
merumuskan soal-soal berdasarkan situasi yang diberikan. Pernyataan diatas mencerminkan
1
Brown dan Walter, The Art of the Problem Posing (London: Lawrence Erlbaum Associates
Publishers, 2003).
2
Silver dan Cai. 2006. An Analysis of Arithmetic Problem Posing by Middle School Students. Journal for
Research in Mathematics Education. 27: 521-539.
32 – Lantanida Journal, Vol. 1 No. 1, 2014
tingginya perhatian para praktisi untuk menjadikan perumusan soal sebagai sesuatu yang
penting dalam proses pembelajaran di kelas.
2. Rumusan Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini adalah: Apakah mahasiswa Jurusan PKM Fakultas
Tarbiyah dan Keguruan UIN Ar-Raniry sebagai calon guru dapat/mampu merumuskan soal
yang tepat dari suatu situasi yang diberikan?. Agar lebih jelas masalah penelitian ini
dirumuskan dalam beberapa pertanyaan penelitian yaitu, dari suatu situasi yang diberikan
maka:
1. Berapa persen mahasiswa yang mampu merumuskan soal yang sesuai dengan
situasi yang diberikan?
2. Berapa persen mahasiswa yang merumuskan soal yang tidak dapat diselesaikan
karena kurang data atau soal yang variabelnya tidak berhubungan/tidak sesuai dengan
situasi yang di berikan?
3. Berapa persen mahasiswa yang tidak mampu merumuskan soal atau hanya membuat
pernyataan ?
3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui kemampuan
merumuskan soal bagi mahasiswa calon guru di jurusan PKM Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan UIN Ar-Raniry. Secara umum hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai bahan
referensi untuk pengembangan proses pembelajaran, dan khususnya dalam masalah
kemampuan merumuskan soal bagi mahasiswa calon guru.
Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi keperluan secara praktis dan teoritis.
Secara teoritis akan dapat mendukung kehadiran bahan referensi dalam pembelajaran evaluasi
pendidikan kimia. Secara praktis diharapkan dapat memberikan bukti empirik tentang
masalah kemampuan merumuskan soal bagi mahasiswa calon guru dalam rangka menyiapkan
lulusan yang siap pakai di dunia kerja.
Lantanida Journal, Vol. 1 No. 1, 2014 – 33
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
1. Kemampuan Merumuskan Soal
Dalam artikel berjudul “Problem Posing Physics: A conceptual approach”, Jungck
3
menyarankan pendekatan dalam pembelajaran sains sebagai berikut: (1) suatu pengajaran
gaya interaksi sebaiknya merumuskan/ membentuk pertanyaan/soal dari konsep dasar yang
dimiliki siswa terhadap suatu subjek, (2) setiap kesalahpahaman siswa dapat diketahui lebih
awal sehingga akan lebih sempurna untuk memperbaiki kesalahan prakonsep pada
pembelajaran sains, (3) guru harus mempunyai suatu penghargaan yang besar terhadap siswa,
suatu keyakinan akan kemampuan mereka dalam menganalisis, mengembangkan atau
mengkreasikan kembali konsep-konsep realita mereka menjadi lebih aktif, dan (4)
mengaplikasikan model-model penjelasan baru dalam situasi baru dan akrab.
Brown
4
menjelaskan bahwa perumusan soal dalam pembelajaran memiliki dua
tahapan kegiatan kognitif, yaitu accepting (menerima) dan challenging (menantang). Tahap
menerima adalah suatu kegiatan siswa menerima situasi-situasi yang diberikan oleh guru atau
situasi-situasi yang sudah ditentukan, dan tahap menantang adalah suatu kegiatan siswa
menantang situasi tersebut dalam rangka perumusan soal. Selanjutnya Jungck
5
mengemukakan bahwa dalam pembelajaran dengan pendekatan problem posing strategi
ceramah dalam interaksi pembelajarannya merupakan strategi minimal, lebih tepat guru
bertindak sebagai fasilitator, dan dengan pendekatan problem posing dalam pembelajaran
akan mengembangkan sikap siswa yang kritis.
Menurut Brown
6
sebagai suatu pendekatan pembelajaran, problem posing mempunyai
beberapa kelebihan yaitu dengan problem posing dapat meningkatkan kemampuan problem
solving, mengembangkan pengertian dan perspektif yang lebih baik, serta membantu
mengurangi rasa cemas dalam pembelajaran. Di samping itu siswa yang mengajukan rumusan
soal mereka sendiri lebih termotivasi untuk memecahkan soal tersebut dari pada jika mereka
diberikan soal dari buku-buku teks atau dari guru. Pendekatan merumuskan soal merupakan
suatu bentuk pendekatan pembelajaran yang menekankan pada kegiatan merumuskan
(membentuk) soal yang memungkinkan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam
menyelesaikan soal. Jadi untuk meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal dapat dengan
cara membiasakan siswa merumuskan (membentuk) soal.
3
Junck, John R. 2003. A Problem Posing Approach to Biology Education. New Jersey: Lawrence
Erlbaum Associates Publishers.
4
Brown dan Walter. 2003. The Art of the Problem Posing. London: Lawrence Erlbaum Associates Publishers.
5
Junck, John R. 2003. A Problem Posing Approach to Biology Education. New Jersey: Lawrence Erlbaum
Associates Publishers.
6
Brown dan Walter. 2003. The Art of the Problem Posing. London: Lawrence Erlbaum Associates Publishers.
34 – Lantanida Journal, Vol. 1 No. 1, 2014
Kegiatan merumuskan soal juga akan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya
kepada siswa untuk merekonstruksikan pikiran-pikirannya dalam membentuk soal, kegiatan
ini memungkinkan pembelajaran yang dilakukan lebih bermakna sesuai dengan skemata yang
dimiliki siswa. English
7
menambahkan bahwa dengan pendekatan merumuskan soal siswa
diberi kesempatan beraktifitas untuk merumuskan soal-soal dan mendorong siswa agar lebih
bertanggung jawab dalam belajarnya.
Penelitian lain dilakukan oleh Silver dan Cai
8
melaporkan bahwa sebagian besar siswa
menghasilkan rumusan-rumusan soal yang dapat diselesaikan (rumusan soal yang sesuai
dengan situasi tugas yang diberikan) dan siswa berkemampuan tinggi merumuskan soal yang
lebih rumit dari pada siswa berkemampuan rendah serta menemukan adanya hubungan antara
kinerja merumuskan soal dan problem solving.
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Perhitungan Kimia
Proses belajar mengajar merupakan sarana untuk mencapai tujuan pendidikan, dan
menjadi harapan semua pihak agar setiap siswa dapat mencapai hasil belajar yang sebaik-
baiknya sesuai dengan kemampuannya. Namun dalam kenyataannya tidak semua siswa dapat
mencapai hasil belajar yang diharapkan karena berbagai faktor. Faktor kesulitan belajar yang
bersumber pada diri siswa sendiri antara lain yaitu: tidak mempunyai tujuan belajar yang
jelas, kesehatan terganggu, cara belajar yang salah, kurang penguasaan bahasa dan kurang
berminat terhadap pelajaran. Namun pada dasarnya setiap siswa dapat dibantu untuk
memperbaiki hasil belajar yang dicapainya sesuai dengan kemampuannya melalui berbagai
strategi, alat dan pendekatan pembelajaran yang disesuaikan dengan jenis kesulitan yang
dihadapi siswa.
Kesulitan-kesulitan yang dialami siswa dalam mempelajari Perhitungan Kimia
disebabkan dalam pembelajaran Perhitungan Kimia banyak menggunakan perhitungan secara
matematis, sehingga siswa dituntut terampil dalam melakukan operasi hubungan kuantitatif
yang diperlukan antara zat-zat yang terlibat dalam reaksi kimia. Selain itu siswa mengalami
kesulitan dalam menerjemahkan hubungan kuantitas yang dinyatakan dengan satuan gram dan
satuan mol, dan siswa tidak memahami hubungan antara koefisien reaksi dan jumlah mol zat
yang ada dalam persamaan reaksi. Berdasarkan kesulitan-kesulitan yang dialami siswa
tersebut akibatnya siswa tidak dapat menyelesaikan soal-soal Perhitungan Kimia dengan baik.
7
English, L.D. 2008. Children’s Problem Posing within Formal and Informal Contexts. Journal for Research in
Mathematics Education. 29(1).83-106.
8
Silver dan Cai. 2006. An Analysis of Arithmetic Problem Posing by Middle School Students. Journal for
Research in Mathematics Education. 27: 521-539.
Lantanida Journal, Vol. 1 No. 1, 2014 – 35
Selanjutnya Huddle
9
mengemukakan kesulitan-kesulitan yang dialami siswa pada
pembelajaran Perhitungan Kimia antara lain yaitu: siswa tidak dapat melakukan konversi
kuantitas zat (hubungan matematis) dari satuan gram ke satuan mol atau sebaliknya, siswa
tidak dapat menentukan koefisien reaksi dan tidak dapat menentukan jumlah mol zat
berdasarkan kesetaraannya dengan zat lain yang ada dalam persamaan reaksi, serta siswa
kesulitan melakukan konversi kuantitas zat dari satuan gram menjadi satuan liter atau
sebaliknya.
Penelitian-penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pembelajaran
Perhitungan Kimia, antara lain seperti penelitian Brouwn
10
menemukan bahwa siswa sulit
menerjemahkan suatu kalimat menjadi persamaan sehingga menyebabkan siswa tidak mampu
menyelesaikan perhitungan-perhitungan dalam Perhitungan Kimia. Sementara itu melalui kuis
dan tes, Hudle
11
melaporkan bahwa secara umum siswa mengalami kesulitan dalam
menerjemahkan konsep mol karena mengalami miskonsepsi tentang mol yang merintangi
siswa dalam menyelesaikan perhitungan-perhitungan Perhitungan Kimia, kesulitan ini terjadi
karena siswa selalu mendefinisikan mol setara dengan 6,02 x 1023 dan mengindentifikasikan
rintangan yang dihadapi siswa yaitu persoalan-persoalan tentang persamaan reaksi, mol,
satuan kuantitas dan penggunaan operasi matematika.
3. Merumuskan soal dan Relevansinya dalam Pembelajaran Perhitungan Kimia
Belajar merupakan tindakan yang kreatif, belajar tidak hanya dengan menyerap untuk
membentuk pengetahuan, akan tetapi kita belajar dengan baik jika kita aktif dalam
menciptakan tidak hanya strategi penyelesian soal tetapi juga membentuk soal itu sendiri.
Pembelajaran dengan pendekatan problem posing akan membiasakan siswa untuk
merumuskan soal dari situasi yang diberikan sehingga siswa terbiasa pula dalam menghadapi
dan memecahkan soal, bahwa untuk meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal dapat
dilakukan dengan membiasakan siswa merumuskan soal.
9
Huddle, PA dan Pillay. An In-Depth Study of Misconcentions in Stoichiometry and Chemical
Equilibrium at a South Africa University. Journal of Research in Science Teaching. 33 no.1 (2006):
65-77.
10
Brown dan Walter. 2003. The Art of the Problem Posing. London: Lawrence Erlbaum Associates
Publishers.
11
Huddle, PA dan Pillay. An In-Depth Study of Misconcentions in Stoichiometry and Chemical
Equilibrium at a South Africa University. Journal of Research in Science Teaching. 33 no.1
(2006): 65-77.
36 – Lantanida Journal, Vol. 1 No. 1, 2014
Penemuan Moses
12
menyatakan bahwa pada kelas-kelas tertentu di mana problem
solving berisi penyelesaian soal yang diajukan oleh guru maka diketahui adanya kecemasan
yang besar pada diri siswa. Dalam hal ini terdapat rasa takut untuk melakukan kesalahan
dalam menyelesaikan soal yang ditugaskan atau takut mengungkapkan jawaban yang
mungkin dianggap bodoh. Namun dalam kelas problem posing tidak ada kecemasan
demikian, sebab siswa sendiri yang merumuskan soal dan mengajukan apa yang mereka
anggap menarik dari situasi yang ada, dengan demikian sebagaimana yang ditunjukkan oleh
Brown
13
bahwa dalam kegiatan pembelajaran seharusnya tidak mengintimidasi dan
mencemaskan.
Pada kegiatan pembelajaran kimia sebagaimana rambu-rambu dalam GBPP tercantum
sebagai berikut: (1) metode pembelajaran yang digunakan hendaknya yang melibatkan siswa
berperan aktif dalam belajar (2) metode pembelajaran yang digunakan hendaknya disesuaikan
dengan kekhasan pokok bahasan/sub pokok bahasan dan perkembangan berpikir siswa.
Sedangkan pokok bahasan Perhitungan Kimia merupakan materi pembelajaran yang
menekankan pada aspek kuantitatif yang melibatkan hubungan matematis dan perhitungan-
perhitungan kimia antara zat-zat yang terkait dalam suatu reaksi.
Sementara itu menurut Silver
14
bahwa pendekatan problem posing merupakan salah
satu alternatif pendekatan pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir
matematis atau menggunakan pola pikir matematis. Selain itu English
15
menambahkan bahwa
pada pembelajaran dengan pendekatan problem posing, siswa diberikan kesempatan untuk
merumuskan soal-soal dari suatu situasi tugas yang diberikan sehingga membantu siswa
dalam memahami suatu konsep. Dengan demikian diharapkan akan terdapat keserasian antara
pembelajaran yang menekankan pada pemahaman konsep dengan pembelajaran yang
menekankan pada ketrampilan menyelesaikankan masalah yang berpola hubungan kuantitatif
dan perhitungan-perhitungan kimia.
12
Moses, Barbara. 2003. Beyond Problem Solving: Problem Posing. New Jersey: Lawrence Erlbaum
Associates Publishers.
13
Brown dan Walter. 2003. The Art of the Problem Posing. London: Lawrence Erlbaum Associates
Publishers.
14
Silver dan Cai. 2006. An Analysis of Arithmetic Problem Posing by Middle School Students.
Journal for Research in Mathematics Education. 27: 521-539.
15
English, L.D. 2008. Children’s Problem Posing within Formal and Informal Contexts.
Journal for Research in Mathematics Education. 29(1).83-106.
Lantanida Journal, Vol. 1 No. 1, 2014 – 37
METODOLOGI
1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian evaluasi (evaluation research) yang
bertujuan untuk mengetahui kemampuan merumuskan soal bagi mahasiswa calon guru di
jurusan Tadris Kimia (PKM) Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Ar-Raniry. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, yaitu upaya menyelidiki
permasalahan yang sedang dihadapi pada situasi sekarang.
16
Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu: 1) perumusan masalah,
tujuan dan kerangka konseptual penelitian; 2) mengadakan pengumpulan data melalui
instrumen penelitian yang telah disiapkan; 3) melakukan analisis dan menarik kesimpulan.
2. Lokasi dan Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah mahasiswa Jurusan/Prodi Pendidikan Kimia (PKM)
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Ar-Raniry Banda Aceh, semester V pada tahun
akademik 2012/2013. Alasan pemilihan subyek ini adalah; pertama, mahasiswa semester V
dapat dianggap telah cukup dalam menerima jasa pengajaran Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
UIN Ar-Raniry, dan telah mengikuti mata kuliah yang berhubungan dengan evaluasi
pembelajaran. Kedua, penelitian ini dapat diulangi tahun berikutnya dengan sampel yang
sama (pada semester VII) untuk mengetahui trend tingkat kemampuan mahasiswa dalam
merumuskan/membuat soal, untuk mempersiapkan diri mengikuti program praktek lapangan
(PPL).
3. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan melalui tes dan wawancara. Instrumen tes yang
digunakan merupakan seperangkat alat ukur tes yang berupa sejumlah tes kemampuan
merumuskan soal. Tes ini dilakukan untuk melihat kemampuan mahasiswa dalam
merumuskan soal/pertanyaan sesuai dengan situasi tugas yang diberikan. Tes berbentuk
uraian yang memuat situasi-situasi tugas. Dari situasi tugas tersebut mahasiswa diminta untuk
merumuskan soal/pertanyaan. Tes tersebut akan dilaksanakan dalam tahap-tahap (sebanyak
empat kali tes) dengan situasi tugas yang berbeda sesuai dengan empat subpokok bahasan
16
Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung:
Alfabeta, 2011.
38 – Lantanida Journal, Vol. 1 No. 1, 2014
dalam pembelajaran Perhitungan Kimia. Wawancara digunakan sebagai alat pengumpul data
yang bersifat kualitatif untuk pendalaman data yang diperoleh dari tes dan berbagai masalah
yang dihadapi mahasiswa dalam merumuskan soal.
4. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian dapat dikatakan memenuhi persyaratan sebagai alat
pengumpul data adalah apabila instrumen penelitian tersebut valid dan reliabel
a). Uji Validitas
Uji validitas instrumen bermaksud untuk mengetahui tingkat kesesuaian instrumen
penelitian dengan tujuan dan isi materi pembelajaran. Validitas instrumen penelitian ini
ditentukan berdasarkan penilaian dan pertimbangan tiga orang ahli. Kepada tim penilai
diminta memberikan penilaian dalam dua hal, yaitu penilaian terhadap pemakaian kalimat
yang digunakan (sudah komunikatif atau belum) dan penilaian terhadap kandungan konsep-
konsep yang akan diteliti pada setiap item tes.
Sistem penilaian yang digunakan adalah dengan memberikan nilai 2 (dua) untuk setiap
item tes yang sudah komunikatif dan mengandung konsep yang akan diteliti. Nilai 1 (satu)
diberikan untuk item tes yang sudah komunikatif tetapi belum mengandung konsep yang akan
diteliti atau sebaliknya. Nilai 0 (nol) untuk item tes yang belum lengkap sama sekali.
Kemudian hasil penilaian tersebut dihitung kevalidannya dalam persentase dengan rumus
berikut:
%100
Jsm
Jsp
Vs.x%
Keterangan:
%Vs.x = Validitas butir tes ke-x
Jsp = Jumlah skor tim penilai
Jsm = Jumlah skor maksimum
Untuk menginterpretasikan kriteria dari validasi isi ini adalah sebagai berikut:
17
Jika nilai Vs.x antara 80 sampai 100% = sangat tinggi
Jika nilai Vs.x antara 60 sampai 80% = tinggi
Jika nilai Vs.x antara 40 sampai 60% = cukup
Jika nilai Vs.x antara 20 sampai 40% = rendah
17
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta, 2006.
Lantanida Journal, Vol. 1 No. 1, 2014 – 39
Jika nilai Vs.x antara 0 sampai 20% = sangat rendah
Dari hasil penilaian yang diberikan oleh tim validator untuk instrumen tes kemampuan
merumuskan soal bahwa hasil validasi berkisar antara 83,3 % sampai dengan 100 % atau
dengan kata lain penilaian terhadap setiap item tes dengan skor kriteria sangat tinggi.
b). Reliabilitas Instrumen
Dalam penelitian ini reliabilitas instrumen dihitung dengan menggunakan rumus
Kuder-Richardson atau K-R.21
2
2
S
n/x-x
-1
1-n
n
r
Keterangan: r = reliabilitas secara keseluruhan
n = banyaknya item/jumlah skor total
S2 = Varians skor total
x = rata-rata skor total
Sebagai dasar untuk menginterpretasi besarnya harga r adalah sebagai berikut:
18
Antara 0,80 sampai dengan 1,00 = sangat tinggi
Antara 0,60 sampai dengan 0,80 = tinggi
Antara 0,40 sampai dengan 0,60 = cukup
Antara 0,20 sampai dengan 0,40 = rendah
Antara 0,00 sampai dengan 0,20 = sangat rendah
Dari hasil perhitungan reliabilitas instrumen Tes Kemampuan Merumuskan Soal diperoleh
harga r sebesar 0,733 (dalam kategori tinggi).
5. Teknik Analisis Data
Untuk mengetahui hasil kemampuan merumuskan soal mahasiswa maka dilakukan
analisis terhadap data tes dengan cara jawaban mahasiswa diklasifikasikan berdasarkan jenis
rumusan soalnya, dan hasil pengklasifikasian ini merupakan indikator kemampuan peserta
didik dalam merumuskan (membentuk) soal/pertanyaan.
Aturan skor atas jawaban mahasiswa diberikan menurut ketentuan berikut: untuk
jawaban mahasiswa yang berupa pernyataan atau pertanyaan yang tidak sesuai dengan situasi
18
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta,
2006.
40 – Lantanida Journal, Vol. 1 No. 1, 2014
tugas (pertanyaan yang tidak dapat diselesaikan karena tidak sesuai dengan situasi tugas yang
diberikan sehingga tidak cukup data) diberi skor 0 (nol), sedangkan untuk jawaban
mahasiswa yang berupa pertanyaan dan sesuai dengan situasi tugas diberi skor 1 (satu).
19
Berikut disajikan skor kemampuan merumuskan soal mahasiswa sebagaimana tertera
dalam tabel di bawah ini.
Tabel 1 Skor kemampuan merumuskan soal
No.
Jenis Rumusan Soal
Skor
1.
2.
3.
Pernyataan
Pertanyaan/soal yang tidak sesuai dengan situasi
tugas (pertanyaan yang tidak dapat diselesaikan)
Pertanyaan yang sesuai dengan situasi tugas
0
0
1
Klasifikasi kemampuan mahasiswa dalam merumuskan/membuat soal di hitung
dengan statistik sederhana yaitu: persentase mahasiswa yang mampu merumuskan soal yang
sesuai dengan situasi yang diberikan; persentase mahasiswa yang merumuskan soal yang
tidak dapat diselesaikan karena kurang data atau soal yang variabelnya tidak
berhubungan/tidak sesuai dengan situasi yang diberikan; dan, persentase mahasiswa yang
tidak mampu merumuskan soal atau hanya membuat pernyataan, bukan pertanyaan.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Penelitian
Untuk mengetahui hasil kemampuan merumuskan soal mahasiswa maka dilakukan
analisis terhadap data tes dengan cara jawaban mahasiswa diklasifikasikan berdasarkan jenis
rumusan soalnya, dan hasil pengklasifikasian ini merupakan indikator kemampuan peserta
didik dalam merumuskan (membentuk) soal/pertanyaan. Aturan skor atas jawaban mahasiswa
diberikan menurut ketentuan berikut: untuk jawaban mahasiswa yang berupa pernyataan atau
pertanyaan yang tidak sesuai dengan situasi tugas (pertanyaan yang tidak dapat diselesaikan
karena tidak sesuai dengan situasi tugas yang diberikan sehingga tidak cukup data) diberi skor
0 (nol), sedangkan untuk jawaban mahasiswa yang berupa pertanyaan dan sesuai dengan
situasi tugas diberi skor 1 (satu).
19
Silver dan Cai. 2006. An Analysis of Arithmetic Problem Posing by Middle School
Students. Journal for Research in Mathematics Education. 27: 521-539.
Lantanida Journal, Vol. 1 No. 1, 2014 – 41
Klasifikasi kemampuan mahasiswa dalam merumuskan/membuat soal di hitung
dengan statistik sederhana yaitu: persentase mahasiswa yang mampu merumuskan soal yang
sesuai dengan situasi yang diberikan; persentase mahasiswa yang merumuskan soal yang
tidak dapat diselesaikan karena kurang data atau soal yang variabelnya tidak
berhubungan/tidak sesuai dengan situasi yang diberikan; dan, persentase mahasiswa yang
tidak mampu merumuskan soal atau hanya membuat pernyataan, bukan pertanyaan.
Pengukuran kemampuan merumuskan soal mahasiswa dilaksanakan dalam tahap-tahap sesuai
dengan subpokok bahasan pada pembelajaran perhitungan kimia.
a). Tes kemampuan merumuskan soal tahap-1
Tes kemampuan merumuskan soal tahap-1 dilaksanakan pada akhir pembelajaran
subpokok bahasan pertama Perhitungan Kimia. Berdasarkan hasil tes merumuskan soal pada
tahap-1 ini dihasilkan rumusan mahasiswa dengan klasifikasi sebagai berikut: diperoleh 22
rumusan atau 5,5 % rumusan yang berupa pernyataan, dan 181 rumusan atau 45,2 % rumusan
berupa pertanyaan/soal yang tidak dapat diselesaikan (pertanyaan yang tidak sesuai dengan
situasi yang diberikan), serta diperoleh 197 rumusan atau 49,3 % rumusan berupa pertanyaan
yang sesuai dengan situasi yang diberikan.
Klasifikasi rumusan soal mahasiswa pada tahap-1 dalam pembelajaran perhitungan kimia
disajikan dalam tabel dibawah ini.
Tabel 2. Klasifikasi hasil merumuskan soal tahap-1
No.
Jenis Rumusan Soal
Jumlah Rumusan
1.
2.
3.
Pernyataan
Pertanyaan yang tidak sesuai dengan situasi tugas
(pertanyaan yang tidak dapat diselesaikan)
Pertanyaan yang sesuai dengan situasi tugas
22 (5,5 %)
181 (45,2 %)
197 (49,3 %)
b). Tes kemampuan merumuskan soal tahap-2
Tes kemampuan merumuskan soal tahap-2 dilaksanakan pada akhir pembelajaran
subpokok bahasan kedua Perhitungan Kimia. Dari hasil tes merumuskan soal pada tahap-2
dihasilkan rumusan soal mahasiswa dengan klasifikasi sebagai berikut: diperoleh 17 rumusan
atau 4,25 % rumusan yang berupa pernyataan, dan 79 rumusan atau 19,75 % rumusan soal
berupa pertanyaan yang tidak dapat diselesaikan (pertanyaan yang tidak sesuai dengan situasi
42 – Lantanida Journal, Vol. 1 No. 1, 2014
tugas yang diberikan), serta diperoleh 304 rumusan atau 76 % rumusan soal yang berupa
pertanyaan yang sesuai dengan situasi tugas yang diberikan.
Klasifikasi rumusan soal mahasiswa dalam tahap-2 pada pembelajaran Perhitungan
Kimia disajikan dalam tabel dibawah ini.
Tabel 3. Klasifikasi hasil merumuskan soal tahap-2
No.
Jenis Rumusan Soal
Jumlah Rumusan
1.
2.
3.
Pernyataan
Pertanyaan yang tidak sesuai dengan situasi tugas
(pertanyaan yang tidak dapat diselesaikan)
Pertanyaan yang sesuai dengan situasi tugas
17 (4,25 %)
79 (19,75 %)
304 (76 %)
c). Tes kemampuan merumuskan soal tahap-3
Tes kemampuan merumuskan soal tahap-3 dilaksanakan pada akhir pembelajaran
subpokok bahasan ketiga Perhitungan Kimia. Berdasarkan hasil tes merumuskan soal pada
tahap-3 ini dihasilkan rumusan soal mahasiswa dengan klasifikasi sebagai berikut: diperoleh
15 rumusan atau 3,75 % rumusan yang berupa pernyataan, dan 49 rumusan atau 12,25 %
rumusan soal yang berupa pertanyaan yang tidak sesuai dengan situasi yang
diberikan/pertanyaan yang tidak dapat diselesaikan, serta diperoleh 336 rumusan atau 84 %
rumusan soal yang berupa pertanyaan yang sesuai dengan situasi yang diberikan. Klasifikasi
hasil rumusan mahasiswa dalam tahap-3 dalam tabel berikut ini.
Tabel 4. Klasifikasi hasil merumuskan soal tahap-3
No.
Jenis Rumusan Soal
Jumlah Rumusan
1.
2.
3.
Pernyataan
Pertanyaan yang tidak sesuai dengan situasi tugas
(pertanyaan yang tidak dapat diselesaikan)
Pertanyaan yang sesuai dengan situasi tugas
15 (3,75 %)
49 (12,25 %)
336 (84 %)
d). Tes kemampuan merumuskan soal tahap-4
Tes kemampuan merumuskan soal tahap-4 dilaksanakan pada akhir pembelajaran
subpokok bahasan keempat Perhitungan Kimia. Berdasarkan hasil tes merumuskan soal
Lantanida Journal, Vol. 1 No. 1, 2014 – 43
tahap-4 ini dihasilkan rumusan soal mahasiswa dengan klasifikasi sebagai berikut: diperoleh
12 rumusan atau 3 % rumusan yang berupa pernyataan, 53 rumusan atau 13,2 % rumusan soal
berupa pertanyaan yang tidak sesuai dengan situasi yang diberikan, serta diperoleh 347
rumusan atau 86,8 % rumusan berupa pertanyaan yang sesuai dengan situasi tugas.
Klasifikasi hasil rumusan soal mahasiswa pada tahap-4 disajikan dalam tabel di bawah ini.
Tabel 5 Klasifikasi hasil merumuskan soal tahap-4
No.
Jenis Rumusan Soal
Jumlah Rumusan
1.
2.
3.
Pernyataan
Pertanyaan yang tidak sesuai dengan situasi tugas
(pertanyaan yang tidak dapat diselesaikan)
Pertanyaan yang sesuai dengan situasi tugas
12 (3 %)
41 (10,2 %)
347 (86,8 %)
Berdasarkan tahap-tahap tes kemampuan merumuskan soal pada pembelajaran
Perhitungan Kimia diperoleh rumusan soal/ pertanyaan yang sesuai dengan situasi yang
diberikan sebagai berikut: tahap-1 sebesar 197 (49,3 %), tahap-2 sebesar 304 (76 %), tahap-3
sebesar 336 (84 %) dan tahap-4 sebesar 347 (86,8 %).
Tabel 6. Klasifikasi hasil merumuskan soal untuk seluruh tahap
No.
Jenis Rumusan
Soal
Jumlah rumusan dalam tahap-tahap
Tahap-1
Tahap-2
Tahap-3
Tahap-4
1.
2.
3.
Pernyataan
Pertanyaan yang
tidak sesuai de-
ngan situasi tugas
Pertanyaan yang
sesuai dengan
situasi tugas
22 (5,5 %)
181 (45,2%)
197 (49,3%)
17 (4,25 %)
79 (19,75%)
304 (76 %)
15 (3,75 %)
49 (12,25%)
336 (84 %)
12 (3 %)
41 (10,2%)
347 (86,8%)
Dari hasil tes kemampuan merumuskan soal dapat diketahui bahwa dalam tahap-tahap
pada pembelajaran Perhitungan Kimia terjadi peningkatan kemampuan mahasiswa dalam
merumuskan soal/pertanyaan yang sesuai dengan situasi tugas yang diberikan. Perbandingan
kemampuan merumuskan soal mahasiswa pada pembelajaran Perhitungan Kimia dalam
tahap-tahap dapat dilukiskan sebagai berikut: tahap-4 > tahap-3 > tahap-2 > tahap-1,
sehingga dapat disimpulkan bahwa ada peningkatan kemampuan mahasiswa dalam
merumuskan soal dalam pembelajaran.
44 – Lantanida Journal, Vol. 1 No. 1, 2014
2. Pembahasan
Dari hasil penelitian tentang kemampuan merumuskan soal mahasiswa pada
pembelajaran Perhitungan Kimia diketahui bahwa pada tahap-tahap setiap pembelajaran
subpokok bahasan dalam materi Perhitungan Kimia terjadi peningkatan kemampuan
mahasiswa dalam merumuskan soal/pertanyaan. Perbandingan kemampuan merumuskan soal
mahasiswa pada pembelajaran Perhitungan Kimia dalam tahap-tahap dapat digambarkan
sebagai berikut: tahap-4 > tahap-3 > tahap-2 > tahap-1. Perbandingan kemampuan
merumuskan soal mahasiswa dalam tahap-tahap pada setiap pembelajaran subpokok bahasan
materi Perhitungan Kimia tidak terdapat perbedaan yang begitu mencolok, kecuali perbedaan
kemampuan merumuskan soal antara tahap-1 dengan tahap-2. Berdasarkan hasil wawancara
hal ini disebabkan pada pembelajaran tahap-1 mahasiswa masih dalam proses beradaptasi
dengan pola merumuskan soal, yang merupakan hal yang baru bagi mereka dan mahasiswa
masih dalam keadaan ragu-ragu untuk merumuskan soal sebab mereka beranggapan bahwa
merumuskan soal merupakan tugas dosen/guru yang bersifat rahasia serta mereka tidak boleh
terlibat dalam kegiatan perumusan/pembentukan soal tersebut.
Hasil pengamatan penelitian menunjukkan bahwa proses kognitif yang digunakan
mahasiswa dalam merumuskan (membentuk) soal adalah melalui proses asosiasi, yaitu suatu
proses mengaitkan sesuatu kepada yang lainnya. Proses ini terlihat pada saat mahasiswa
merumuskan soal/pertanyaan dari rumusan yang pertama ke rumusan soal yang kedua, yaitu
dari dua rumusan soal yang ditugaskan pada setiap situasi tugas yang diberikan, terdapat
kecenderungan rumusan soal kedua mengikuti pola yang sama dari rumusan soal yang
pertama. Hasil temuan penelitian ini menunjukkan bahwa asosiasi memiliki peran yang sangat
penting dalam merumuskan soal. Hal ini sesuai dengan temuan Killpatrick dalam Silver
20
bahwa salah satu dasar proses kognitif yang ada dalam merumuskan soal adalah asosiasi,
karena pengetahuan disampaikan sebagai satu jaringan ide-ide yang terkait, maka jaringan itu
dapat digunakan untuk merumuskan masalah-masalah/ membentuk pertanyaan dengan cara
mengambil konsepnya dan keterkaitannya.
Selanjutnya berdasarkan hasil tes kemampuan merumuskan soal diketahui bahwa
persentase rumusan soal/pertanyaan yang dihasilkan mahasiswa sebagian besar (74 %)
dengan klasifikasi rumusan soal yang sesuai dengan situasi tugas yang diberikan (pertanyaan
20
Silver dan Cai. 2006. An Analysis of Arithmetic Problem Posing by Middle School
Students. Journal for Research in Mathematics Education. 27: 521-539.
Lantanida Journal, Vol. 1 No. 1, 2014 – 45
yang dapat diselesaikan menggunakan informasi yang ada), dibandingkan dengan rumusan
yang berupa pernyataan atau pertanyaan yang tidak sesuai dengan situasi tugas (pertanyaan
yang tidak dapat diselesaikan). Kecilnya persentase hasil rumusan soal yang berupa
pernyataan atau pertanyaan yang tidak sesuai dengan situasi tugas menunjukkan bahwa hanya
sebagian kecil mahasiswa yang mengalami kesulitan dalam merumuskan soal, sehingga
memberikan gambaran bahwa sebagian besar mahasiswa dapat/mampu mengikuti proses
kegiatan pembelajaran Perhitungan Kimia dengan metode merumuskan soal. Hal ini sejalan
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Silver dan Cai
21
yang melaporkan bahwa lebih
dari 70 % mahasiswa menghasilkan rumusan-rumusan soal aritmetika yang dapat diselesaikan
menggunakan informasi yang ada (rumusan soal yang sesuai dengan situasi tugas yang
diberikan).
KESIMPULAN DAN SARAN
Pada tahap-tahap dalam pembelajaran Perhitungan Kimia terjadi peningkatan
kemampuan mahasiswa dalam merumuskan soal/pertanyaan yang sesuai dengan situasi tugas
yang diberikan. Perbandingan kemampuan merumuskan soal mahasiswa pada pembelajaran
dalam tahap-tahap dapat dilukiskan sebagai berikut: tahap-4 > tahap-3 > tahap-2 > tahap-1,
sehingga dapat disimpulkan bahwa ada peningkatan kemampuan mahasiswa dalam
merumuskan soal dalam pembelajaran Perhitungan Kimia.
Hasil pengamatan penelitian menunjukkan bahwa proses kognitif yang digunakan
mahasiswa dalam merumuskan (membentuk) soal adalah melalui proses asosiasi, yaitu suatu
proses mengaitkan sesuatu kepada yang lainnya. Proses ini terlihat pada saat mahasiswa
merumuskan soal/pertanyaan dari rumusan yang pertama ke rumusan soal yang kedua, yaitu
dari dua rumusan soal yang ditugaskan pada setiap situasi tugas yang diberikan, terdapat
kecenderungan rumusan soal kedua mengikuti pola yang sama dari rumusan soal yang
pertama.
Selanjutnya berdasarkan hasil tes kemampuan merumuskan soal diketahui bahwa
persentase rumusan soal/pertanyaan yang dihasilkan mahasiswa sebagian besar (74 %)
dengan klasifikasi rumusan soal yang sesuai dengan situasi tugas yang diberikan (pertanyaan
yang dapat diselesaikan menggunakan informasi yang ada), dibandingkan dengan rumusan
21
Silver dan Cai. 2006. An Analysis of Arithmetic Problem Posing by Middle School
Students. Journal for Research in Mathematics Education. 27: 521-539.
46 – Lantanida Journal, Vol. 1 No. 1, 2014
yang berupa pernyataan atau pertanyaan yang tidak sesuai dengan situasi tugas (pertanyaan
yang tidak dapat diselesaikan). Kecilnya persentase hasil rumusan soal yang berupa
pernyataan atau pertanyaan yang tidak sesuai dengan situasi tugas menunjukkan bahwa hanya
sebagian kecil mahasiswa yang mengalami kesulitan dalam merumuskan soal, sehingga
memberikan gambaran bahwa sebagian besar mahasiswa dapat/mampu mengikuti proses
kegiatan pembelajaran Perhitungan Kimia dengan metode merumuskan soal.
Penelitian ini merupakan penelitian pendahuluan dalam bidang pendidikan kimia,
untuk itu disarankan kepada peneliti lain yang berminat terhadap masalah ini, hendaknya
dapat mencoba meneliti kemampuan merumuskan soal pada pembelajaran materi lain dalam
bidang pendidikan kimia untuk memperkuat kesimpulan penelitian tentang kemampuan
mahasiswa calon guru dalam merumuskan soal.
Berdasarkan temuan penelitian maka diharapkan dilakukan penelitian lanjutan guna
menganalisis tingkat kesukaran rumusan soal/pertanyaan hasil bentukan mahasiswa yang
berkaitan dengan struktur sintaksis dan struktur semantik.
Lantanida Journal, Vol. 1 No. 1, 2014 – 47
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Hiskia. 2001. Perhitungan Kimia, Energitika Kimia. Bandung: Citra Adhitiya Bakti.
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta,
2006.
Brown dan Walter. 2003. The Art of the Problem Posing. London: Lawrence Erlbaum
Associates Publishers.
Ditdikmenum Depdikbud. 2005. Perhitungan Kimia. Jakarta: Depdikbud RI.
Dinas Pendidikan NAD. 2004. Kimia I. Banda Aceh: Dinas Pendidikan NAD
English, L.D. 2008. Children’s Problem Posing within Formal and Informal Contexts. Journal
for Research in Mathematics Education. 29(1).83-106.
Huddle, PA dan Pillay. An In-Depth Study of Misconcentions in Stoichiometry and Chemical
Equilibrium at a South Africa University. Journal of Research in Science Teaching. 33
no.1 (2006): 65-77.
Junck, John R. 2003. A Problem Posing Approach to Biology Education. New Jersey:
Lawrence Erlbaum Associates Publishers.
Moses, Barbara. 2003. Beyond Problem Solving: Problem Posing. New Jersey: Lawrence
Erlbaum Associates Publishers.
Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D.
Bandung: Alfabeta, 2011.
Silver dan Cai. 2006. An Analysis of Arithmetic Problem Posing by Middle School Students.
Journal for Research in Mathematics Education. 27: 521-539.
Sobri. 2005. Kamus Istilah MIPA. Bandung: FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia.