Content uploaded by M. Alvi Syahrin
Author content
All content in this area was uploaded by M. Alvi Syahrin on May 30, 2019
Content may be subject to copyright.
ISSN: 2655‐7614 (ONLINE) |ISSN: 2655‐7622
(PRINT)
Politik Huku Keimigrasian…… | M. Alvi Syahrin
43
SOL JUSTICIA, VOL. 2, NO. 1 Juni 2019, PP 43-68
POLITIK HUKUM KEIMIGRASIAN INDONESIA:
STUDI PENDEKATAN SEJARAH DAN KONTEMPORER
M. Alvi Syahrin
Politeknik Imigrasi
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia
Email: ma.syahrin@gmail.com
Abstract
Paradigms or perspectives on immigration issues are not limited to population movements
between countries which are only seen from the element of movement but also include all aspects
that accompany them both regionally and globally. A holistic understanding of the immigration
paradigm and its changes causes the arrangement of immigration law to be carried out in a direct
manner which is a political elaboration of national immigration law and becomes more
appropriate. The political development of immigration law in Indonesia is divided into two parts,
namely (1) Politics of the National Immigration Law which consists of: Legal Politics in the Field
of Immigration during the Dutch East Indies (1913-1949), Legal Politics in Immigration in 1950-
1992, Politics Law on Immigration in 1992-2011, Legal Policy in Immigration in 2011 - Now.
With the issuance of Law No. 6 of 2011 concerning Immigration which was promulgated on May
5, 2011, then based on Chapter XV Article 142, Law No. 9 of 1992 concerning Immigration and its
related provisions are declared null and void. When compared, the material of Law No. 6 of 2011
concerning Immigration, basically does not substantially change the politics of immigration law in
principle which is contained in the previous immigration law. (2) Politics of International
Immigration Law. The development of legal politics in the field of immigration globally has
undergone many changes, which if we look at the post-World War II period, in order to
accommodate and accommodate the problems that arise as a result of large-scale exodus
(exodus), especially the state- countries directly involved in World War II. Problems faced
globally at that time both concerning the country of origin, transit country and destination country
have different problems that can be categorized in several ways, such as poverty, income level per
capita, quality of education, age, culture, race, religion, and several other problems.
Keywords: Politics, Law, Immigration
Abstrak
Paradigma atau cara pandang terhadap masalah imigrasi bukan sebatas pada perpindahan
penduduk antar negara yang hanya dilihat dari unsur pergerakan tetapi juga meliputi segala aspek
yang menyertainya baik secara regional maupun global. Pemahaman yang holistik mengenai
paradigma imigrasi dan perubahannya menyebabkan penataan hukum keimigrasian harus
dilakukan secara terarah yang merupakan penjabaran politik hukum keimigrasian nasional dan
menjadi lebih tepat. Perkembangan politik hukum keimigrasian di Indonesia dibagi dalam dua
bagian, yaitu (1) Politik Hukum Keimigrasian Nasional yang terdiri dari: Politik Hukum di Bidang
Keimigrasian pada Masa Hindia Belanda (1913-1949), Politik Hukum di Bidang Keimigrasian
pada Tahun 1950-1992, Politik Hukum di Bidang Keimigrasian pada Tahun 1992-2011, Politik
Hukum di Bidang Keimigrasian pada Tahun 2011- Sekarang. Dengan diterbitkan Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian yang telah diundangkan pada tanggal 05 Mei 2011,
maka berdasarkan Bab XV Pasal 142, Undang-Undang No 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian
dan ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengannya dinyatakan tidak berlaku lagi. Bila
dibandingkan, maka materi Undang-Undang No 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, pada
dasarnya secara prinsip tidak banyak mengubah politik hukum keimigrasian dimana termuat di
ISSN: 2655‐7614 (ONLINE) |ISSN: 2655‐7622
(PRINT)
Politik Huku Keimigrasian…… | M. Alvi Syahrin
44
SOL JUSTICIA, VOL. 2, NO. 1 Juni 2019, PP 43-68
dalam undang-undang keimigrasian yag terdahulu. (2) Politik Hukum Keimigrasian Internasional.
Perkembangan politik hukum di bidang keimigrasian secara global telah banyak mengalami
perubahan-perubahan, yang apabila kita melihat pada periode pasca Perang Dunia ke II, guna
menampung serta mengakomodaksikan masalah-masalah yang timbul akibat pengungsian yang
dilakukan secara besar-besaran (eksodus) terutama negara-negara yang terlibat langsung Perang
Dunia II. Masalah yang dihadapi secara global saat itu baik yang menyangkut negara asal, negara
transit maupun negara tujuan memiliki persoalan yang berbeda dapat dikategorikan dalam
beberapa hal, seperti kemiskinan, tingkat income perkapita, kualitas edukasi, usia, kultur, ras,
agama, dan beberapa masalah lainnya.
Kata Kunci: Politik, Hukum, Keimigrasian.
A. Pendahuluan
Paradigma atau cara pandang
terhadap masalah imigrasi bukan
sebatas pada perpindahan penduduk
antar negara yang hanya dilihat dari
unsur pergerakan tetapi juga meliputi
segala aspek yang menyertainya baik
secara regional maupun global.
1
Pemahaman yang holistik mengenai
paradigma imigrasi dan
1
M Alvi Syahrin, ―Antara Batas
Imajiner Dan Kedaulatan Negara,‖ in
Imigrasi Di Batas Imajiner (TPI Soekarno
Hatta), 1st ed., vol. 1 (Jakarta: Kantor
Imigrasi Kelas I Khusus Soekarno Hatta,
2016), 16–31,
https://www.researchgate.net/publication/33
0534352_Antara_Batas_Imajiner_dan_Keda
ulatan_Negara; M Alvi Syahrin, ―Actio
Pauliana: Konsep Hukum Dan
Problematikanya,‖ Lex Librum 4, no. 1
(2017): 605–616,
http://lexlibrum.id/index.php/lexlibrum/articl
e/view/97; M Alvi Syahrin, ―Aspek Hukum
Laboratorium Forensik Keimigrasian: Studi
Kasus Pemeriksaan Paspor Palsu
Kebangsaan Inggris Atas Nama Abbas
Tauqeer,‖ Akta Yudisia 3, no. 1 (2018): 104–
135,
https://www.researchgate.net/publication/33
0243204_Aspek_Hukum_Laboratorium_For
ensik_Keimigrasian_Studi_Kasus_Pemeriks
aan_Paspor_Palsu_Kebangsaan_Inggris_Ata
s_Nama_Abbas_Tauqeer?_sg=XDjtd3KNL
9Vp-LdIdokpYAzRj4DiFvu56jafra6vfQ-
H_R37ripj7vbr-eqB4sH5Sz8swW0uG.
perubahannya menyebabkan
penataan hukum keimigrasian harus
dilakukan secara terarah yang
merupakan penjabaran politik hukum
keimigrasian nasional dan menjadi
lebih tepat.
Sebelum dijelaskan tentang apa
arti politik hukum, terlebih dahulu
akan dikemukakan secara lebih
spesifik menegenai pengertian
filsafat hukum, yaitu perenungan dan
perumusan nilai-nilai ideal yang
berlaku secara universal termasuk, di
dalamnya penyerasaian nilai-nilai.
Sedangkan politik hukum mencakup
kegitan memilih nilai-nilai ideal
(yang berlaku secara universal) dan
menerapkan hasil penilaian nilai nilai
tersebut akan diberlakukan sebagai
nilai nilai yang dianut. Politik hukum
berbicara tentang hukum yang dicita-
citakan (ius constitiuendum) dan
berusaha menjadikan sebagai hukum
positif (ius constitutum).
2
Selain itu dapat dikatakan bahwa
politik hukum adalah merupakan
suatu tindakan pemilihan terhadap
2
Dardji Darmohidrajo dan Sidharta,
1996, Pokok Pokok Filsafat Hukum: Apa
dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia,
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, hlm. 20.
ISSN: 2655‐7614 (ONLINE) |ISSN: 2655‐7622
(PRINT)
Politik Huku Keimigrasian…… | M. Alvi Syahrin
44
SOL JUSTICIA, VOL. 2, NO. 1 Juni 2019, PP 43-69
hukum yang baik dan benar bagi
masyarakat atau bangsa tertentu.
Karena tidak semua hukum yang
dianggap baik dan benar di suatu
masyarakat kemudian dapat
diterapkan pula pada masyarakat
atau bangsa lainnya. Pilihan akan
hukum yang cocok dengan situasi
kondisi suatu masyarakat merupakan
hasil perenungan filsafat hukum
yang berlaku secara umum yang
kemudian pilihan itu diberlakukan
dalam waktu tertentu dan lingkungan
tertentu secara khusus pula. Artinya,
nilai-nilai dalam politik hukum suatu
negara bisa saja berbeda tergantung
pilihan nilai-nilai yang dianut dalam
masyarakat. Bahkan politik hukum
suatu negara bisa saja berubah
bergantung pada Ancaman,
Tantangan, Gangguan, dan
Hambatan (ATGH) yang dihadapi
dan sasaran yang ingin dicapai.
Namun demikian pemerintah
Hindia Belanda yang masih berlaku
tersebut tidak boleh bertentangan
dengan cita-cita proklamasi
Indonesia. Apabila terdapat hal-hal
yang bertentangan maka diperlukan
proses harmonisasi hukum hukum
berdasarkan politik hukum nasional
Indonesia. Oleh karena itu sejak
Tahun 1946 sampai dengan 1950
peraturan keimigrasian yang
digunakan adalah
Toelatingordonantie dan Toelating
Besluit, bahkan posisi penting yang
bersifat teknik keimigrasian masih
dijabat orang Belanda. Hal itu
menunjukkan bahwa politik hukum
keimigrasian masih dipengaruhi
politik hukum keimigrasian
Belanda.
3
Dalam kaitan perubahan politik
hukum Hindia Belanda, menjadi
politik nasional, pembangunan
hukum diawali dengan penggantian
jiwa / paradigma hukum itu sendiri.
Pembangunan hukum harus
dilakukan dari dasar sehingga secara
kualitatif jiwanya berbeda dengan
yang sebelumnya. Apabila hanya
menerjemahkan saja produk hukum
peninggalan Hindia Belanda, maka
jiwa / paradigma hukum nasional
akan menjadi liberal kapitalis sesuai
dengan asal hukumnya.
4
Perombakan
mutlak diperlukan, sehingga
pembangunan hukum dimulai dari
pondasinya dan jiwa / paradigma
bangsa Indonesia. Hal ini
menyangkut membangun ketaatan
3
M Alvi Syahrin, ―Jus Cogens Dalam
Protokol Penyelundupan Migran Tahun
2000,‖ Bhumi Pura (Jakarta: Direktorat
Jenderal Imigrasi, 2018),
https://www.researchgate.net/publication/33
0776592_Jus_Cogens_dalam_Protokol_200
0; M Alvi Syahrin, Konsep Teoretis
Penyelesaian Sengketa Hukum E-
Commerce, 1st ed. (Tangerang: Mahara
Publishing, 2017),
https://www.researchgate.net/publication/33
0533825_Konsep_Teoretis_Penyelesaian_Se
ngketa_Hukum_E-Commerce.
4
M Alvi Syahrin, ―Memahami Pencari
Suaka Dan Pengungsi Dalam Syariat Islam,‖
in Islamigrasi, 1st ed. (Depok: Politeknik
Imigrasi, 2019),
https://www.researchgate.net/publication/33
2183555_Memahami_Pencari_Suaka_dan_P
engungsi_dalam_Syariat_Islam; M Alvi
Syahrin, ―Memaksimalkan Peran Imigrasi
Di Perbatasan,‖ Bhumi Pura (Jakarta:
Direktorat Jenderal Imigrasi, 2015),
https://www.researchgate.net/publication/33
0753139_Memaksimalkan_Peran_Imigrasi_
di_Perbatasan.
ISSN: 2655‐7614 (ONLINE) |ISSN: 2655‐7622
(PRINT)
Politik Huku Keimigrasian…… | M. Alvi Syahrin
45
SOL JUSTICIA, VOL. 2, NO. 1 Juni 2019, PP 43-69
dari masyarakat terhadap hukum
(respect for the law ).
Wancana tersebut berkisar pada
beberapa persoalan seperti benarkah
politik hukum di bidang
keimigrasian nasional mengacu pada
sistem politik tertentu.
5
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pilihan nilai-nilai dalam
politik hukum di bidang
keimigrasian dilakukan secara
sadar?
2. apakah politik hukum di bidang
keimigrasian di Indonesia hendak
dibangun tanpa meninggalkan
struktur sosialnya dalam situasi
dunia yang semakin global
3. bagaiamana dinamika
perkembangan politik hukum
keimigrasian di Indonesia, serta
kaitannya dengan konteks
internasional.
C. Metode Penelitian
6
a. Pendekatan
Jenis pendekatan yang digunakan
adalah penelitian hukum normatif yang
bersifat kaualitatif. Maksudnya adalah
penelitian yang menggambarkan,
menjelaskan, menganalisis, serta
5
M Alvi Syahrin, ―Menakar Eksistensi
Area Imigrasi,‖ Bhumi Pura (Jakarta:
Direktorat Jenderal Imigrasi, 2014),
https://www.researchgate.net/publication/33
0753013_Menakar_Eksistensi_Area_Imigra
si.
6
M Alvi Syahrin, Metode Penelitian
Keimigrasian, 1st ed. (Depok: Politeknik
Imigrasi, 2019),
https://www.researchgate.net/publication/33
1800867_Metode_Penelitian_Keimigrasian.
mengembangkan terkait rumusan
masalah yang dibahas.
b. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan bahan-bahan hukum
dilakukan dengan menidentifikasi dan
menginventarisasi peraturan
perundang-undangan, meneliti bahan
pustaka (tulisan dan hasil karya ilmiah),
dan sumber-sumber bahan hukum
lainnya yang ada relevansinya dengan
isu hukum dalam penelitian ini.
c. Teknik Analisa Data
Teknik analisa isu hukum (legal issue)
dalam penelitian ini menggunakan
logika berpikir campuran. Maksudnya
penalaran (hukum) yang merupakan
gabungan dari pola pikir induktif
(inductive) dan deduktif (deductive)
dalam persoalan hukum faktual yang
konkrit. Proses yang terjadi dalam
logika berpikir campuran adalah
abstaksi (hukum), nilai-nilai hukum,
asas-asas hukum, konsep-konsep
hukum, dan norma-norma hukum yang
dirumuskan secara umum dalam
aturan-aturan hukum positif, kemudian
dikonkritisasi (dijabarkan) dan
diterapkan guna penyelesaian persoalan
hukum konkrit yang dihadapi, begitu
juga seterunsya secara bolak-balik
dalam proses campuran.
D. Pembahasan
A. Politik Hukum Keimigrasian
Nasional
7
7
M. Iman Santoso, 2005, Perspektif
Imigrasi dalam Pembangunan Ekonomi dan
Ketahanan Nasional, Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia (UI-Press), hlm. 60-
ISSN: 2655‐7614 (ONLINE) |ISSN: 2655‐7622
(PRINT)
Politik Huku Keimigrasian…… | M. Alvi Syahrin
46
SOL JUSTICIA, VOL. 2, NO. 1 Juni 2019, PP 43-69
Perkembangan politik hukum di
bidang keimigrasian di Indonesia
terbagi dalam empat periode yaitu,
pada masa Hindia Belanda (1913-
1949), pada masa kemerdekaan
(1950-1992), pada masa
pemberlakuan Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 1992 tentang
Keimigrasian dan terakhir adalah
masa pemberlakuan Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2011 tentang
Keimigrasian sampai saat ini.
8
1. Politik Hukum di Bidang
Keimigrasian pada Masa
Hindia Belanda (1913-1949)
Konferensi internasional tentang
Emigrasi dan Imigrasi Tahun 1942 di
Roma, memberikan definisi imigrasi
sebagai suatu ―human mobility to
enter a country with its purpose to
make a living or for residence.‖ Dari
definisi itu dipahami bahwa imigrasi
71; M. Iman Santoso, 2007, Cet-1,
Perspektif Imigrasi dalam United Nation
Convention Against Transnational
Organized Crime, Jakarta: Perum
Percetakan Negara RI, hlm. 61-81. M. Iman
Santoso, 2012, Perspektif Imigrasi dalam
Migrasi Manusia, Bandung: Pustaka Reka
Cipta, hlm. 129-152. Bandingkan dengan,
Jazim Hamidi dan Charles Christian, 2015,
Hukum Keimigrasian bagi Orang Asing di
Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 17-
29.
8
M Alvi Syahrin, ―Menakar
Kedaulatan Negara Dalam Perspektif
Keimigrasian,‖ Jurnal Penelitian Hukum De
Jure 18, no. 1 (2018): 43–57,
http://ejournal.balitbangham.go.id/index.php
/dejure/article/view/331/pdf; M Alvi
Syahrin, ―Mengukur Kekuatan Hukum Surat
Edaran,‖ Bhumi Pura (Jakarta: Direktorat
Jenderal Imigrasi, 2018),
https://www.researchgate.net/publication/33
0776814_Mengukur_Kekuatan_Hukum_Sur
at_Edaran.
memiliki arti gerak pindah orang
memasuki suatu negeri dengan niat
unutk mencari nafkah dan menetap
disana.
9
Motif orang berimigrasi dari
suatu negara, antara lain terdesaknya
suatu bangsa oleh penyerbuan atau
pendudukan bangsa lain atau orang
yang melaksanakan tugas suci
mengembangkan agama. Sebab
lainnya yang cukup signifikan adalah
kemiskinan dan keyakinan untuk
mendapatkan kehidupan layak di
negara baru, di samping adanya
motif ekonomi yang telah membuka
selera kapitalis untuk menjajah,
sedangkan ilmu pengetahuan telah
menarik cerdik pandai untuk
menyelidiki berbagai daerah baru.
10
Politik keimigrasian zaman
Hindia Belanda meliputi tiga bidang,
yaitu bidang perizinan masuk dan
tinggal orang asing, bidang
kependudukan orang asing, dan
kewarganegaraan.
a. Bidang Perizinan Masuk
Dan Tinggal Orang Asing
Produk perundang-
undangan di bidang perizinan
masuk dan tinggal orang asing di
9
M Alvi Syahrin, ―Nomenklatur
Pengawasan Dan Penindakan Keimigrasian
Di Daerah, Perlukah Dipisah?,‖ Bhumi Pura
(Jakarta: Direktorat Jenderal Imigrasi, 2017),
https://www.researchgate.net/publication/33
0776640_Nomenklatur_Pengawasan_dan_P
enindakan_Perlukah_Dipisah.
10
M Alvi Syahrin, ―Pembatasan
Prinsip Non-Refoulement,‖ Bhumi Pura
(Jakarta: Direktorat Jenderal Imigrasi, 2018),
https://www.researchgate.net/publication/33
0776651_Pembatasan_Prinsip_Non-
Refoulement.
ISSN: 2655‐7614 (ONLINE) |ISSN: 2655‐7622
(PRINT)
Politik Huku Keimigrasian…… | M. Alvi Syahrin
47
SOL JUSTICIA, VOL. 2, NO. 1 Juni 2019, PP 43-69
Indonesia yang terpokok
adalah:
11
1) Wet Op de
Staatsinrichting van
Indonesie (S. 1855-2),
khususnya pasal 160
(1), Pasal 35, Pasal 36;
2) Algemeine Bepalingen
van Wetgeving (S.1847-
23), khususnya Pasal 5;
3) Bepalingen Omtrent de
Toelating en Vregeling
in Indonesie van
Nederlanders en
Vreemendelingen (S.
1916-47) sebagaimana
diubah dan ditambah,
terakhir dengan (S.
1949-330);
4) Toelatings Ordonanitie
(S. 1949-331);
5) Wetboek van
Straafrecht voor
Indonesie (S. 1915-732)
khususnya Pasal 241,
270, dan 527.
Pada masa Hindia Belanda,
penyelesaian pendaratan kedatangan
orang asing pertama kali ditangani
oleh syahbandar (havenmaster).
Proses berikutnya baru diselesaikan
oleh Immigratie Commisie yang
dipimpin oleh Secretaris der
Immigratie Commisie.
12
Berdasarkan
Stbd 1913 Nomor 105 dan Stbd 1916
Nomor 142 diangkat Sekertaris
11
BPHN, 1985, Sejarah Departemen
Kehakiman RI, Jakarta, hlm. 409.
12
Persatuan Pensiunan Imigrasi
(PERPIM), 1990, Buku Kenangan 40 Tahun
Imigrasi (1950-1990), Jakarta, hlm. 13.
Komisi Imigrasi (Secretaris der
Immigratie Commisie) di berbagai
kota pemerintahan, seperti Batavia,
Semarang, Surabaya Dan Pontianak.
Keanggotaan tiap-tiap Komisi
Imigasi terdiri dari Kepolisian,
Karantina, dan pimpinan kelompok
masyarakat asing setempat.
13
Ruang
lingkup kerja keimigrasiaan pada
masa ini masih sangat sempit,
sebatas pada tugas pendaratan,
pemberangkatan, dan pelaksanaan
pengenyahaan (pengusiran /
deportasi) sehingga Kantor Imigrasi
selaku Kantor Pendaratan selalu
ditempatkan di pelabuhan-pelabuhan.
Pekerjaan yang bersifat immigratoir
technis yang sesungguhnya pada
waktu itu dilakukan oleh Hoofd van
Plaatselijk Bestuur (H.P.B) dan
pekerjaan itu berupa pemberian
Kartu Izin Masuk (KIM),
perpanjangan KIM, pemberian Surat
Keterangan Kewarganegaraan (SKK)
A/B, pemberian izin berangkat.
14
Setelah perang dunia kedua
berakhir, Immigratie Dienst dibuka
kembali tahun 1946 dengan struktur
organisasi dibawah Directur Van
Justite yang mana perkataan ini
harus dibaca Gubernur Jenderal
Hindia Belanda (Stbd 1095 Nomor
302). Immigratie Dienst dipimpin
oleh Hoofd Immigratie Dienst
(Kepala Jawatan Imigrasi) yang
dibantu 3 (tiga) Inspectuur van de
13
Departemen Kehakiman, 1985,
Sejarah Departemen Kehakiman 1945-1985,
Jakarta, hlm. 435.
14
R. Soedarsono, Perananan Imigrasi
Serta Kemampuan Djwatan Imigrasi
Dewasa Ini, Warta Imigrasi, Tahun IX
Nomor 1, Januari 1958 Jakarta, hlm. 33.
ISSN: 2655‐7614 (ONLINE) |ISSN: 2655‐7622
(PRINT)
Politik Huku Keimigrasian…… | M. Alvi Syahrin
48
SOL JUSTICIA, VOL. 2, NO. 1 Juni 2019, PP 43-69
Buitendienst (Inspektur Dinas
Urusan Luar) yang berkedudukan di
Singapura, Batavia, dan Jakarta dan
beberapa Afdelingshoofden (Kepala
Bagian) yang mengepalai Afdeling
(Bagian), seperti Afdeling Visa,
Afdeling Vertrek & Tergkeer,
Afdeling Ontscheping & Toelatings.
Pada akhir masa penjajahan Hindia
Belanda terdapat 14 (empat belas)
Kantor Imigrasi yang berada di
Medan, Tanjung Pinang, Tanjung
Balai Karimun, Bagan Siapi-Api,
Jambi, Pontianak, Singkawang,
Pangkal Pinang, Palembang, Batavia,
Semarang, Surabaya, Makasar, dan
Kupang.
Pada masa kependudukan
Jepang tidak banyak perubahan
peraturan di bidang keimigrasian
yang dilakukan pemerintahan militer
Jepang. Kegiatan yang menyangkut
bidang keimigrasian seperti
pengawasan terhadap orang asing
dilakukan dengan mengeluarkan
dokumen keimigrasian berupa Surat
Pernyataan Berdiam Orang Asing,
berupa cacatan identitas
pemegangnya.
Pada masa pemerintahan Hindia
Belanda, politik hukum di bidang
keimigrasian bersifat pintu terbuka
(open deur politiek / open door
policy), walaupun tidak tersurat
dalam peraturan keimigrasian Hindia
Belanda. Namun dari perumusan
pasal-pasal, di berbagai peraturan
seperti Pasal 9 Toelatings Besluit
(orang asing ilegal masih diberikan
kemungkinan Kartu Izin Masuk
melalui pengesahan), Pasal 527 WvS
(orang asing kedua kalinya
menyeludup masuk hanya dikenakan
denda dan yang ketiga kali
menyeludup hanya diancam pidana
dua bulan kurungan), dan Pasal 241
WvS (penggunaaan dokumen
keimigrasian palsu dikualifikasikan
kejahatan ringan).
Kebijakan hukum ini bertujuan
membuka kesempatan seluas-luasnya
bagi orang asing untuk masuk dan
tinggal di Hindia Belanda. Semakin
bervariasi golongan / keturunan
bangsa asing tinggal dan bekerja di
Hindia Belanda diharapkan sektor
perekonomian dan politik tetap
dikuasai asing, sehingga golongan
bumi putera diharapkan akan tetap di
bawah jajahan bangsa Belanda.
Kebijakan pintu terbuka mempunyai
maksud:
15
a. Untuk menarik modal asing
dan pengaruh asing dengan
harapan agar Indonesia
sama sekali tidak dapat
bergerak oleh karena segala
sesuatau diliputi dan ditekan
oleh pengaruh tadi. Dengan
demikian bangsa Indonesia
sudah tentu tetap tinggal
terjajah;
b. Harapan ditujukan pula
bahwa bila terhadap
Indonesia ada serangan dari
luar, bukanlah pemerintah
Hindia Belanda saja yang
mempertahankan Indonesia,
karena banyak negara lain
yang menaruh kapitalnya di
sini, sudah tentu
15
Penjelasan Umum Undang-Undang
Darurat Nomor 8 Tahun 1955 tentang
Tindak Pidana Imigrasi.
ISSN: 2655‐7614 (ONLINE) |ISSN: 2655‐7622
(PRINT)
Politik Huku Keimigrasian…… | M. Alvi Syahrin
49
SOL JUSTICIA, VOL. 2, NO. 1 Juni 2019, PP 43-69
kepentingannya tidak
tinggal diam;
c. Sebaliknya kapital asing
membutuhkan tenaga, lebih
murah tenaga lebih banyak
keuntungan kapital asing.
Kedatangan tenaga asing
dimaksudkan agar dijadikan
saingan supaya upah buruh
dapat ditekan lagi.
Terlihat jelas politik
keimigrasian Hindia Belanda
berpihak pada kepentingan
pemerintahan jajahan. Secara tersurat
memang tidak ada ditetapkan politik
keimigrasian bersifat terbuka, tetapi
dari berbagai peraturan di bidang
kependudukan, kewarganegaraan,
pemberian izin masuk dan izin
tinggal dapat disimpulkan politik
keimigrasian Hindia Belanda bersifat
pintu terbuka.
2. Politik Hukum di Bidang
Keimigrasian pada Tahun
1950-1992
Pada tanggal 26 Januari 1950
dengan resmi Immigratie Dienst
diserahkan kepada pemerintah
Indonesia dan dibentuk Djawatan
Imigrasi yang mempunyai tugas dan
kewajiban pokok, yaitu mengawasi
orang asing yang masuk (tentu saja
secara inklusif juga yang keluar).
Dalam menjalankan tugas dan
kewajiban, Djwatan Imigrasi
mempunyai garis politik yang
berpedoman pada politik negara
dalam bidang imigrasi, yaitu politik
keimigrasian yang bersifat selektif.
Dengan demikian saat itu tidak
hanya merupakan penggantian
pimpinan Djawatan Imigrasi dari
tangan pemerintahan Hindia Belanda
ke tangan pemerintah Indonesia,
tetapi yang lebih penting adalah titik
mula dari era baru dalam politik
keimigrasian Indonesia. Perubahan
yang dimaksud ialah perubahan
politik keimigrasiaan yang
menopang politik pemerintah Hindia
Belanda menjadi politik keimigrasian
yang didasarkan pada kepentingan
nasional.
Pada masa ini berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 60
Tahun 1948, Djawatan Imigrasi
secara hierarki sebagai bagian
Departemen Kehakiman. Menteri
Kehakiman membawahi Kepala
Djawatan Imigrasi yang membawahi
Kepala Muda Djawatan Imigrasi I
(KDIM I) yang membawahi bidang
teknis keimigrasian dan Kepala
Muda Djwatan Imigrasi II (KDIM II)
yang membawahi bidang
administrasi keimigrasian.
Pada masa ini tugas yang
bersifat teknis imigrasi yang tadinya
dilaksanakan oleh H.P.B disentralisir
dalam Djawatan Imigrasi. Dengan
adanya perubahan ini otomatis
kantor-kantor imigrasi yang dahulu
berstatus kantor pendaratan
kemudian melakukan tugas teknis
imgratoir. Berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Kehakiman
Nomor J.M. 2/19/14 tanggal 28
November 1953 ditetapkan beberapa
Kantor Imigrasi dengan wilayah
kerja masing-masing. Dasar
penetapan wilayah kerja tidak paralel
dengan pembagian kekuasaan
pemerintahan daerah melainkan lebih
banyak ditekankan pada faktor
imigratoir semata, artinya
ISSN: 2655‐7614 (ONLINE) |ISSN: 2655‐7622
(PRINT)
Politik Huku Keimigrasian…… | M. Alvi Syahrin
50
SOL JUSTICIA, VOL. 2, NO. 1 Juni 2019, PP 43-69
disesuaikan sedikit banyaknya
persoalan-persoalan orang asing di
daerah tersebut. Namun demikian,
walaupun ditilik dari segi daerah
kekuasaan ada perbedaan terdapat
kesamaan tanggung jawab yang
diemban yaitu, tanggung jawab yang
bersifat imigratoir, polisonil, serta
tanggung jawab yang bersifat
administratif, ditambah beban tugas
pendaftaran orang asing berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 32
Tahun 1954, pengawasan asing
berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 45 Tahun 1954 serta tugas
Penguasa Perang, dan
penyelengaraan administratif
menyangkut Peraturan Penguasa
Militer Nomor Prt/PM/0/1957
tentang Kewarganegaraan. Pada
masa ini, imigrasi diberikan
wewenang berdasarkan Pasal 7
Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1955 tentang Tindak Pidana Migrasi
untuk bertindak sebagai pembantu
magisstraat dalam mengusut
perkara-perkara pidana khusus tindak
pidana imigrasi dan dapat secara
langsung mengajukan perkara-
perkara tersebut kepada jaksa tanpa
melalui pihak kepolisian negara.
Dari uraian tersebut di atas
menunjukkan bahwa corak dan
kedudukan institusi imigrasi pasca
kemerdekaan mempunyai wewenang
personil yang luas dan mandiri dalam
menyidik perkara-perkara
keimigrasian. Hal ini berbeda pada
masa sekarang yang walaupun
disebutkan imigrasi merupakan
leading sector dalam pengawasan
asing.
3. Politik Hukum di Bidang
Keimigrasian pada Tahun
1992-2011
Peraturan perundang-undangan
keimigrasian yang diberlakukan
sejak tahun dari peraturan tersebut
merupakan warisan dari pemerintah
Hindia Belanda yang diberlakukan
berdasarkan Pasal II Aturan
Peralihan Undang-Undang Dasar
Republik Indonesia Tahun 1945.
Selain itu pembentukan hukum di
bidang keimigrasian baik undang-
undang maupun pemerintah
dilakukan secara parsial. Hal ini
dimaksudkan untuk memenuhi
kebutuhan pada saat itu. Akibatnya
pembentukan hukum di bidang
keimigrasian menjadi tumpang tindih
dan tidak tertata secara sistematis.
Pada tanggal 31 Maret 1992,
telah diberlakukan Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 1992 tentang
Keimigrasian yang merupakan era
baru dalam politik hukum hukum
keimigrasian, dan sekaligus telah
mempersatukan seluruh peraturan
perundang-undangan yang berkaitan
dengan keimigrasian.
16
Undang-
16
Peraturan perundang-undangan
keimigrasian yang dilebur dalam Undang-
Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang
Keimigrasian adalah:
a. Undang-Undang Darurat Nomor
42 Tahun 1950;
b. Undang-Undang Darurat Nomor
9 Tahun 1950;
c. Undang-Undang Darurat Nomor
8 Tahun 1955 tentang Tindak Pidana
Imigrasi;
d. Undang-Undang Darurat Nomor
9 Tahun 1955 tentang Kependudukan Orang
Asing;
ISSN: 2655‐7614 (ONLINE) |ISSN: 2655‐7622
(PRINT)
Politik Huku Keimigrasian…… | M. Alvi Syahrin
51
SOL JUSTICIA, VOL. 2, NO. 1 Juni 2019, PP 43-69
Undang Nomor 9 Tahun 1992
tentang Keimigrasian bertujuan
menekankan pada kepentingan
nasional dan perlindungan yang lebih
besar bagi warga negara Indonesia
serta menciptakan kepastian hukum
dalam pengaturan lalu lintas orang
asing. Di dalam penjelasan umum
undang-undang ini, Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 1992 tentang
Keimigrasian ditegaskan bahwa
undang-undang ini menganut
kebijakan bersifat selektif, yaitu
kebijakan yang meneliti setiap
kedatangan. Kebijakan ini
menggunakan dua pendekatan, yaitu
pendekatan kesejahteraan (prosperity
approach) yang meneliti sejauh
mana orang asing memberikan
manfaat dan keuntungan bagi bangsa
dan negara. Pendekatan keamanan
(security approach), yaitu meneliti
sejauh mana orang asing tidak
mengganggu keamanan dan
ketertiban masyarakat dan negara.
Penataan peraturan perundang-
undangan di bidang keimigrasian
nasional bukan tanpa pertimbangan
yang mendalam sehubungan dengan
pembangunan nasional yang
berwawasan nusantara dan disertai
semakin meningkatnya lalu lintas
orang serta hubungan antar bangsa
dan negara. Hal ini ditegaskan dalam
konsiderans Undang Undang Nomor
9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian
sebagai berikut:
―fungsi dan peranan
keimigrasian di Indonesia adalah
e. Undang-Undang Darurat Nomor
14 Tahun 1959 tentang Surat Perjalanan
Republik Indonesia.
sebagai pengatur lalu lintas
orang masuk / keluar wilayah RI
dan pengaturan perlintasan
orang tersebut terkait
pembangunan nasional dan
hubungan antar bangsa.”
Fungsi dan peranan keimigrasian
dalam konteks perkembangan dunia
saat itu dan sekarang memiliki aspek
nasional dan internasional. Fungsi
keimigrasian memiliki aspek
nasional karena peraturan
perundang-undangan keimigrasian
berfungsi mengatur lalu lintas orang
yang melindungi kepentingan
nasional.
17
Di sisi lain, fungsi
keimigrasian juga memiliki aspek
internasional karena peraturan
peraturan perundang-undangan
keimigrasian mengatur lalu lintas
orang asing dengan menggunakan
pendekatan kerjasama internasional
dan harus tetap berpegang teguh
prinsip berkedaulatan negara (state
sovereignty). Adanya aspek
internasional menyebabkan
pergeseran fungsi keimigrasian yang
bersifat nasional namun berwawasan
internasional. Hal ini disebabkan
17
M Alvi Syahrin, ―Penegasan Asas
Kewarganegaraan Dalam UU No. 12 Tahun
2006,‖ Bhumi Pura (Jakarta: Direktorat
Jenderal Imigrasi, 2014),
https://www.researchgate.net/publication/33
0753116_Penegasan_Asas_Kewarganegaraa
n_dalam_UU_No_12_Tahun_2006; M Alvi
Syahrin, ―Penentuan Forum Yang
Berwenang Dan Model Penyelesaian
Sengketa Transaksi Bisnis Internasional
Menggunakan E-Commerce: Studi
Kepastian Hukum Dalam Pembangunan
Ekonomi Nasional,‖ Rechtsvinding 7, no. 2
(2018): 207–228,
https://rechtsvinding.bphn.go.id/ejournal/ind
ex.php/jrv/article/view/240.
ISSN: 2655‐7614 (ONLINE) |ISSN: 2655‐7622
(PRINT)
Politik Huku Keimigrasian…… | M. Alvi Syahrin
52
SOL JUSTICIA, VOL. 2, NO. 1 Juni 2019, PP 43-69
perubahan dan perkembangan global
mendorong munculnya entitas
kejahatan baru, yaitu kejahatan
transnasional terorganisasi yang
karena adanya lingkup operasinya
bersifat lintas negara, maka akan
terkait dengan tugas pokok dan
fungsi keimigrasian nasional.
18
Undang-Undang Nomor 9
Tahun 1992, mengatur dua hal, yaitu
pengaturan tentang lalu lintas orang
keluar, masuk, dan tinggal dari dan
ke dalam wilayah IndonesiaI dan
pengaturan tentang hal mengenai
pengawasan orang asingnya.
Pengawasan orang asing di Indonesia
merupakan rangkaian kegiatan yang
ditujukan untuk mengawasi lalu
lintas orang asing meliputi masuk
dan keluarnya orang asing ke dan
dari wilayah Indonesia, dan
keberadaan serta kegiatan orang
asing di wilayah Indonesia.
Pengawasan orang asing sebagai
suatu rangkaian kegiatan pada
dasarnya telah dilakukan oleh
perwakilan Indonesia di luar negeri,
ketika menerima permohonan
pengajuan visa.
19
Pengawasan
18
M Alvi Syahrin, ―Penerapan Hukum
Deteni Tanpa Kewarganegaraan (Stateless)
Yang Ditahan Lebih Dari 10 (Sepuluh)
Tahun Di Rumah Detensi Imigrasi Jakarta,‖
Fiat Justicia 3, no. 2 (2017): 455–481,
http://journal.ukb.ac.id/journal/detail/197/pe
nerapan-hukum-deteni-tanpa-
kewarganegaraan-stateless-yang-ditahan-
lebih-dari-10-sepuluh-tahun-di-rumah-
detensi-imigrasi-jakarta:-studi-kasus-danko-
nizar-zlavic.
19
M Alvi Syahrin, ―Penerapan Prinsip
Keadilan Restoratif Dalam Sistem Peradilan
Pidana Terpadu,‖ Majalah Hukum Nasional
1, no. 1 (2018): 97–114,
selanjutnya dilaksanakan oleh
pejabat imigrasi di Tempat
Pemeriksaan Indonesia ketika
pejabat imigrasi dengan
kewenangannya yang otonom
memutuskan menolak atau
memberikan izin masuk, kemudian
diberikan izin tinggal sesuai visa
yang dimilikinya, maka selanjutnya
pengawasan beralih kepada Kantor
Imigrasi yang wilayahnya kerjanya
meliputi tempat tinggal warga negara
asing tersebut.
Pada setiap perubahan politik
hukum keimigrasian akan membawa
akibat logis, yaitu perlunya
pembaharuan atau penyesuaian
struktur organisasi imigrasi. Hal ini
juga diakibatkan meningkatnya
kesadaran hukum masyarakat
mengenai konsepsi keamanan saat
ini yang dirasakan mulai bergeser.
Sebelumnya, konsepsi keamanan
menggunakan pendekatan
kewilayahan yang hanya meliputi
keamanan nasional, sekarang
berubah menjadi pendekatan
komprehensif yang secara
menyeluruh dengan melihat pada
kondisi keamanan global dengan
menggunakan pendekatan hukum
baik hukum nasional dan hukum
internasional.
20
Dengan demikian,
https://mhn.bphn.go.id/index.php/mhn/articl
e/view/10/39.
20
M Alvi Syahrin, ―Penerapan
Wewenang Penyidik Pegawai Negeri Sipil
Dalam Melakukan Penyidikan Tindak
Pidana Keimigrasian,‖ Seminar Hukum
Nasional 4, no. 1 (2018): 25–49,
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/snh/
article/view/25555; M Alvi Syahrin,
―Penyadapan Oleh Australia, Saatnya
Imigrasi Bersikap,‖ Bhumi Pura (Jakarta:
ISSN: 2655‐7614 (ONLINE) |ISSN: 2655‐7622
(PRINT)
Politik Huku Keimigrasian…… | M. Alvi Syahrin
53
SOL JUSTICIA, VOL. 2, NO. 1 Juni 2019, PP 43-69
fungsi keamanan yang semula hanya
sebagai alat kekuasaan telah berubah
menjadi fungsi yang mendapat
kepastian hukum, melaksanakan
penegakan hukum serta memberikan
perlindungan umum kepada
masyarakat.
Politik hukum keimigrasian
berdasarkan Undang-Undang Nomor
9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian
juga membedakan fungsi pelayanan
masyarakat, penegakan hukum, dan
keamanan (Tri Fungsi Imigrasi).
21
Fungsi pelayanan masyarakat
merupakan fungsi penyelanggaran
pemerintahan atau administrasi di
bidang pelayanan masyarakat.
Imigrasi di tuntut untuk memberikan
pelayanan maksimal di bidang
keimigrasian baik kepada warga
negara Indonesia maupun warga
negara asing. Pelayanan bagi warga
negara Indonesia terdiri dari
pemberian paspor / pemberian Surat
Laksana Paspor / Pos Lintas Batas,
pemberian tanda bertolak / masuk.
Sedangkan pelayanan bagi warga
negara asing terdiri dari pemberian
dan perpanjangan masa berlaku
dokumen imigrasi, meliputi KITAS /
KITAP / Kemudahan Khusus
Keimigrasian, perpanjangan izin
tinggal meliputi Visa Kunjungan
Wisata, Visa Kunjungan Sosial
Budaya, Visa Kunjungan Usaha,
pemberian Izin Masuk Kembali dan
Direktorat Jenderal Imigrasi, 2014),
https://www.researchgate.net/publication/33
0752808_Penyadapan_oleh_Australia_Saatn
ya_Imigrasi_Bersikap.
21
Direktorat Jenderal Imigrasi, 2005,
Lintas Sejarah Imigrasi, Departemen
Hukum dan HAM RI, Jakarta, hlm. 57.
Izin Bertolak, pemberian Tanda
Bertolak, dan Tanda Masuk.
22
Fungsi-fungsi keimigrasian yang
ada saat ini memerlukan pengkajian
kembali dan perubahan-perubahan
yang akan dilakukan harus sejalan
dengan perkembangan kondisi
keimigrasian saat ini dalam berbagai
bidang lainnya. Peran keimigrasian
yang bersifat multidimensional di
masa kini dan masa yang akan
datang akan lebih kuat dipengaruhi
oleh berbagai aspek kehidupan.
Misalanya, pernyataan Menteri
Kesehatan Indonesia mengenai
terjangkitnya virus flu atau polio
yang berbahaya di media masa akan
mempengaruhi langsung terhadap
jumlah kedatangan turis
mancanegara ke Indonesia dan ini
berarti beban pekerjaan keimigrasian
di pelabuhan pendaratannya akan
menurun. Justru disinilah terlihat
bagaimana peran keimigrasian atau
petugas imigrasi yang berada di garis
depan harus dapat menjelaskan atau
menetralisirkan keadaan terhadap
pengaruh pernyataan Menteri
Kesehatan Indonesia. Dengan
demikian peran keimigrasian di masa
yang akan datang di samping ketiga
22
M Alvi Syahrin, ―Perkembangan
Konsep Nasionalisme Di Dunia,‖ Bhumi
Pura (Jakarta: Direktorat Jenderal Imigrasi,
2014),
https://www.researchgate.net/publication/33
0753319_Perkembangan_Konsep_Nasionali
sme_di_Dunia; M Alvi Syahrin, ―Posisi Dan
Perkembangan Hukum Pengungsi
Internasional,‖ Bhumi Pura (Jakarta:
Direktorat Jenderal Imigrasi, 2017),
https://www.researchgate.net/publication/33
0776497_Posisi_dan_Perkembangan_Huku
m_Pengungsi_Internasional.
ISSN: 2655‐7614 (ONLINE) |ISSN: 2655‐7622
(PRINT)
Politik Huku Keimigrasian…… | M. Alvi Syahrin
54
SOL JUSTICIA, VOL. 2, NO. 1 Juni 2019, PP 43-69
fungsi yang telah ada, maka fungsi-
fungsi lainnya berkaitan langsung
dengan berbagai kepentingan
pemerintah dan masyarakat juga
merupakan bagian dari tanggung
jawab keimigrasian. Perubahan juga
diperlukan untuk meningkatkan
intentsitas hubungan indonesia
dengan negara lain di dunia.
4. Politik Hukum di Bidang
Keimigrasian pada Tahun
2011- Sekarang
Dengan diterbitkan Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 2011
tentang Keimigrasian yang telah
diundangkan pada tanggal 05 Mei
2011, maka berdasarkan Bab XV
Pasal 142, Undang-Undang No 9
Tahun 1992 tentang Keimigrasian
dan ketentuan-ketentuan yang
berkaitan dengannya dinyatakan
tidak berlaku lagi. Bila
dibandingkan, maka materi Undang-
Undang No 6 Tahun 2011 tentang
Keimigrasian, pada dasarnya secara
prinsip tidak banyak mengubah
politik hukum keimigrasian dimana
termuat di dalam undang-undang
keimigrasian yag terdahulu. Di
dalam penjelasan Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2011 tentang
Keimigrasian pada Bagian I
Penjelasan Umum, perubahan pokok
yang terlihat hanya pada alenia
ketiga dan diulang pada alenia ketiga
belas mengenai penghapusan
ketentuan ―Penangkalan‖ terhadap
Warga Negara Indonesia, serta pada
Bagian I Penjelasan Umum huruf d
yang mengatur adanya pembatasan
jangka waktu masa ―Pendentensian‖
seorang asing di Rumah Detensi
Imigrasi, yang sebelumnya tidak
pernah diatur masalah tersebut pada
undang-undang terdahulu. Namun,
pengaturan jangka waktu
pendetensian maksimal 10 (sepuluh)
tahun yang ditetapkan dalam Pasal
85 ayat 2 dirasakan tidak tuntas,
karena pasal atau ayat tersebut tidak
pernah mengatur bagaimana status
keimigrasian keberadaan mereka
setelah lepas dari Rumah Detensi
Imigrasi, apakah mereka setelah
lepas untuk bertempat tinggal di
Indonesia?
23
Selebihnya materi
pasal-pasal dalam undang-undang ini
hanya berupa pemutahiran
(updating) mengenai peraturan
keimigrasian sesuai dengan adanya
pengaruh globalisasi, misalnya
adanya pengaruh terhadap
perkembangan serta dampak-
dampaknya akibat terjadinya
transnational crime yang terus
meningkat, adanya perkembangan
perekonomian dunia yang yang mana
fungsi keimigrasian diharapkan dapat
menunjang atau menfasilitasi
pembangunan perekonomian
nasional serta menindak lanjuti
ketentuan yang mengatur ―dwi
kewarganegaraan terbatas bagi warga
negara Indonesai ftertentu‖
sebagaimana telah ditetapkan oleh
23
Perhatikan Pasal 18 Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2009 tentang Ratifikasi
Konvensi PBB Menentang Kejahatan
Transnasional Terorganisasi, mengenai
pemulangan imigran yang diseludupkan.
Bandingkan Undang-Undang Nomor 9
Tahun 1992 dengan Undang-Undang Nomor
6 Tahun 2011 mengenai pengertian
keimigrasian.
ISSN: 2655‐7614 (ONLINE) |ISSN: 2655‐7622
(PRINT)
Politik Huku Keimigrasian…… | M. Alvi Syahrin
55
SOL JUSTICIA, VOL. 2, NO. 1 Juni 2019, PP 43-69
Undang-Undang Nomor 12 tentang
Kewarganegaraan Indonesia.
24
Di samping itu dalam Alenia
Kelima Bagian I pada Penjelasan
Umum Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2011 tentang Keimigrasian
ditetapkan adanya perluasan subjek
kriminalisasi keimigrasian, sesuai
dengan Undang-Undang Nomor 5
Tahun 2009 tentang Ratifikasi
Konvensi PBB Menentang Kejahatan
Transnasional Terorganisasi. Namun,
isi alenia ini tidak secara eksplisit
dilengkapi dengan mengadopsi
Undang-Undang Nomor 14 Tahun
2009 tentang Ratifikasi Protokol
Perdagangan Manusia Terutama
Perempuan dan Anak- Anak dan
Undang-Undang Nomor 15 Tahun
2009 tentang Ratifikasi Protokol
Penyeludupan Manusia Melalui
Darat, Laut dan Udara.
25
Padahal
24
M Alvi Syahrin, ―Rekonstruksi
Paradigma Hukum Pengungsi Indonesia:
Keamanan Atau Kemanusiaan?,‖ in
ImmiTalk 2018: Challenges in Border
Protection (Depok: Politeknik Imigrasi,
2018); M Alvi Syahrin, ―Reorientasi Fungsi
Imigrasi Indonesia,‖ in Imigrasi Di Batas
Imajiner (TPI Soekarno Hatta), 1st ed., vol.
1 (Jakarta: Kantor Imigrasi Kelas I Khusus
Soekarno Hatta, 2016), 89–102,
https://www.researchgate.net/publication/33
0534295_Reorientasi_Fungsi_Imigrasi_Indo
nesia.
25
M Alvi Syahrin, ―Refleksi Hukum
Implementasi Kebijakan Bebas Visa
Kunjungan Dalam Perspektif Keimigrasian,‖
Fiat Justicia 4, no. 2 (2018): 155–169,
http://journal.ukb.ac.id/journal/detail/300/ref
leksi-hukum-implementasi-kebijakan-bebas-
visa-kunjungan-dalam-perspektif-
keimigrasian; M Alvi Syahrin, ―Refleksi
Teoretik E-Contract: Hukum Yang Berlaku
Dalam Sengketa Transaksi Bisnis
Internasional Yang Menggunakan E-
justru pada kedua undang-undang
inilah fungsi dan peran keimgrasian
secara tegas dimuat didalamnya. Dari
undang-undang inilah sebetulnya
dijadikan dasar dari perubahan
politik hukum di bidang
keimigrasian utamanya di bidang
intelejen, pengawasan dan keamanan
nasional dalam kaitan lalu lintas
manusia yang masuk dan keluar
wilayah Indonesia. Meningkatnya
kedatanagn ilegal migran akhir-akhir
ini merupakan indikator yang
membuktikan bahwa migrasi
manusia saat ini dan di masa-masa
mendatang akan semankin sulit
diatasi.
Ada hal baru yang dimuat di
Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2011 tentang Keimigrasian, yaitu
diaturnya teknologi informasi dan
komunikasi di dalam sistem
manjemen keimigrasian, suatu
ketentuan yang seharusnya sudah
dimuat dalam Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 1992 tentang
Keimigrasian, karena sebenarnya
instansi keimigrasian Indonesia telah
menerapkan teknologi informasi
sejak Tahun 1976. Pengaturan
mengenai penggunaan teknologi
informasi dan komunikasi hanya
diatur dalam satu pasal dengan dua
ayat, disayangkan bahwa dalam
pengaturan Sistem Informasi
Manajemen Keimigrasian tidak
diatur suatu pasal mengenai status
legal formal penggunaan produk
teknologi informasi dalam suatu
Commerce,‖ Lex Librum 3, no. 2 (2017):
475–494,
http://lexlibrum.id/index.php/lexlibrum/articl
e/view/55.
ISSN: 2655‐7614 (ONLINE) |ISSN: 2655‐7622
(PRINT)
Politik Huku Keimigrasian…… | M. Alvi Syahrin
56
SOL JUSTICIA, VOL. 2, NO. 1 Juni 2019, PP 43-69
proses hukum atau proses peradilan
yang baik terbentuk hard copy atu
soft copy sebagai barang bukti yang
sah dan valid.
Mengenai pengaturan dan
pencegahan pada Pasal 97 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2011 tentang Keimigrasian dikatakan
bahwa pencegahan dapat
diperpanjang setiap 6 (enam) bulan
dan tidak diatur batas jumlah
maksimum dari perpanjang tersebut.
Hal ini dikhawatirkan dapat
disalahgunakan penerapannya dan
menjadikan suatu keadaan bersifat
―ultra vires―. Penetapan pasal ini
telah mendapatkan gugatan dari
Yusril Ihza Mahendra ke Mahkamah
Konstitusi mengabulkan gugatan itu
dan sesuai dengan Keputusan
Mahkamah Konstitusi Nomor
64/PUU-IX/2011 tanggal 20 Juni
2012, maka Pasal 91 ayat 1 Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 2011
tentang Keimigrasian, untuk
keputusan pencegahan terhadap
seseorang hanya diberlakukan 2
(dua) kali perpanjangan saja, tidak
seperti sebelumnya setiap 6 (enam)
bulan dengan jumlah perpanjangan
yang tidak terbatas. Demikian pula
karena dalam praktiknya mengenai
pencegahan ternyata sering terjadi
pelanggaran, yaitu kaburnya orang-
orang dicegah keluar negeri maka
selayaknya pelanggaran atas
pencegahan ini dilakukan
kriminalisasi.
Politik hukum di bidang
keimigrasian Indonesia yang
tercermin dalam Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2011 tentang
Keimigrasian seharusnya sudah
dapat mengakomodasikan masalah
masalah yang berkaitan dengan
konsep doktrin keimigrasian
Indonesia, berupa gambaran
kebijakan publik yang lebih konkrit
dimana fungsi keimigrasian tidak
hanya berada pada ranah sistem atau
proses administrasi pemerintahan di
bidang teknis keimigrasian saja, akan
tetapi sudah diikutsertakannya peran
fungsi keimigrasian yang merupakan
bagian yang dapat mempengaruhi
suatu proses penetapan kebijakan
negara (state policy). Sebagaimana
dalam pembahasan terdahulu
bagaimana sifat multidimensi dan
interdisiplin fungsi keimigrasian
ditambah dengan sifat manusia yang
sangat dinamis serta perkembangan
global dunia, khususnya
meningkatkan migratory flows secara
transnasional, maka di masa
mendatang ini tidak satupun negara
di dunia yang luput dari persoalan
keimigrasian. Pemerintah Indonesia
harus secara tepat dan segera dapat
untuk mengantisipasinya, antara lain
dengan melakukan upaya yang
disebut Goverment Bussiness Proces
Re-engenering, dimaksud untuk
memberdayakan fungsi keimigrasian
sesuai dengan perkembangan dan
perubahan besar yang terjadi di dunia
migrasi internasional. Sebagai
contoh konkrit, misalnya di dalam
Pasal 1 butir 1 Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2011 tentang
Keimigrasian dinyatakan bahwa:
26
26
Bandingkan dengan Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 1992 dengan Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 2011 mengenai
pengertian Keimigrasian.
ISSN: 2655‐7614 (ONLINE) |ISSN: 2655‐7622
(PRINT)
Politik Huku Keimigrasian…… | M. Alvi Syahrin
57
SOL JUSTICIA, VOL. 2, NO. 1 Juni 2019, PP 43-69
“Keimigrasian adalah hal ihwal
lalu lintas orang yang masuk
atau keluar wilayah indonesia
serta pengawasanyna dalam
rangka menjaga tegaknya
kedaulatan negara.”
Pengertiannya bahwa butir
hanya memberikan definisi atas lalu
lintas manusia dan pengawasannya
yang keluar masuk wilayah
Indonesia. Padahal saat ini
paradigma keimigrasian sudah
banyak berubah apalagi mengacu
kepada pemahaman-pemahaman
secara internasional saat ini, bahwa
pengertian keimigrasian tidak lagi
semata-mata hanya berfokus kepada
manusia sebagai objek berlalulintas
antar negara dan pengawasannya
saja. Paradigma baru telah bergeser
dan memberikan perluasan atas
pengertian mengenai migrasi yang
tadinya hanya pengertian
perpindahan dari suatu negara ke
negara lain dan dilakukan secara
individual. Namun saat ini
pengertian tersebut menyatakan
bahwa perpindahan tidak hanya
sesuatu negara, tapi diasumsikan
dapat dilakukan ke beberapa negara
(transnational migration) serta
dilakukan secara berkelompok.
Literatur-literatur keimigrasian
dalam kurun waktu lima tahun
terakhir yang dapat dijadikan
refrerensi untuk memberikan
penjelasan tentang perubahan-
perubahan tersebut, menjelaskan
bahwa suatu proses migrasi dari
manusia (human migration) tidak
saja melihat manusia secara
―unsich‖. Namun harus dapat
dipahami bahwa setiap pergerakan-
pergerakan perpindahan manusia
secara simultan juga diartikan
adanya pergerakan / perpindahan
modal uang (money capital), sumber
daya manusia (human capital),
masalah politik budaya, keamanan,
demografi lingkungan hidup dan
lain-lain aspek kehidupan.
Pemahaman mengenai transnasional
migrasi yang disampaikan oleh
Thomas Faist, Margit Fauser, dan
Eveline Reisenauer dalam bukunya
―Transnational Migration‖, adalah
salah satu contoh memberi gambaran
tentang perubahan paradigma
migrasi saat ini. Perubahan
paradigma mengenai keimigrasian
yang dipahami secara universal tentu
saja harus dapat diadopsi oleh
Imigrasi Indonesia. Misalnya dengan
mengubah pengertian mengenai
keimigrasian seperti apa yang
dikatakan dalam Pasal 1 butir 1
Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2011 tentang Keimigrasian tersebut
menjadi suatu pengertian yag sesuai
dengan perubahan paradigma
keimigrasian saat ini. Tentu saja hal
tersebut akan berdampak sangat luas
terhadap pelaksanaan tugas pokok
dan fungsi di bidang keimigrasian
sebagai salah satu sub-sistem dari
sistem yang lebih besar, yaiu tugas
pokok fungsi Kementerian Hukum
dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia.
B. Politik Hukum Keimigrasian
Internasional
Demikian pula perkembangan
politik hukum di bidang
keimigrasian secara global telah
banyak mengalami perubahan-
perubahan, yang apabila kita melihat
ISSN: 2655‐7614 (ONLINE) |ISSN: 2655‐7622
(PRINT)
Politik Huku Keimigrasian…… | M. Alvi Syahrin
58
SOL JUSTICIA, VOL. 2, NO. 1 Juni 2019, PP 43-69
pada periode pasca Perang Dunia ke
II, guna menampung serta
mengakomodaksikan masalah-
masalah yang timbul akibat
pengungsian yang dilakukan secara
besar-besaran (eksodus) terutama
negara-negara yang terlibat langsung
Perang Dunia II. Masalah yang
dihadapi secara global saat itu baik
yang menyangkut negara asal, negara
transit maupun negara tujuan
memiliki persoalan yang berbeda
dapat dikategorikan dalam beberapa
hal, seperti kemiskinan, tingkat
income perkapita, kualitas edukasi,
usia, kultur, ras, agama, dan
beberapa masalah lainnya.
Berbagai permasalahan yang
dihadapi untuk masalah pengungsian
telah melahirkan Kovensi PBB
tentang Pengungsi (Convention
Relating to The Status of Refugees)
pada tahun 1951 di Roma, Italia atau
biasa disebut juga Konvensi Roma
1951. Pada dasarnya konvensi ini
telah memberikan hak-hak serta
fasilitas kepada para pengungsi agar
tetap hidup lebih layak, penyediaan
makanan, kesehatan, pendidikan,
serta penampungan kepada para
pengungsi pada negara dimana
mereka bertempat tinggal. Namun
sampat saat ini Indonesia bukan
sebagai negara penandatangan
konvensi tersebut, sehingga Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 2011
tentang Keimigrasian tidak pernah
mengatur persoalan pengungsi asing
di Indonesia dan mereka sampai saat
ini dikategorikan sebagai ilegal
migran bila memasuki wilayah
Indonesia tanpa dilengkapi dokumen
yang sah dan berlaku. Sampai di
akhir tahun 1960-an dan awal tahun
1970-an dampak pengungsi akibat
Perang Dunia II masih dapat
dirasakan dimana arus pengungsi
dominan menuju negara-negara maju
(developed countries).
Beberapa faktor pengaruh di
dalam pembentukan paradigma
keimigrasiaan saat ini telah
menyebabkan kebijakan (policy)
keimigrasian bergeser dari kebijakan
yang bersifat domestik menjadi
kebijakan yang lebih luas dari itu,
baik regional maupun internasional.
Kebijakan keimigrasian tidak lagi
hanya sekedar mengatur lalu lintas
orang masuk atau keluar ke atau dari
suatu negara, baik warga negaranya
sendiri atau warga negara asing.
27
Kebijakan keimigrasian saat ini juga
mencakup masalah yang berkaitan
dengan izin tinggal baik yang
bersifat sementara maupun tetap,
pengaturan pemberian
kewarganegaraan (baik melalui kuota
maupun tidak), penentuan jumlah
penduduk negara (population),
penentuan kualitas penduduk
(education and knowhow) serta
beberapa faktor lainnya yang sangat
berkaitan dengan kebijakan politik,
ekonomi, dan keamanan negara atau
dengan kata lain saat ini di banyak
negara di dunia masalah
keimigrasian sudah dijadikan bagian
27
M Alvi Syahrin and Surya Pranata,
―Studi Kritis Kepentingan Indonesia Dalam
Proses Ratifikasi Konvensi Tahun 1951 Dan
Protokol Tahun 1967,‖ Jurnal Ilmiah Kajian
Keimigrasian 1, no. 1 (2018): 49–62,
https://www.researchgate.net/publication/33
0307816_Studi_Kritis_Kepentingan_Indone
sia_dalam_Proses_Ratifikasi_Konvensi_Tah
un_1951_dan_Protokol_Tahun_1967.
ISSN: 2655‐7614 (ONLINE) |ISSN: 2655‐7622
(PRINT)
Politik Huku Keimigrasian…… | M. Alvi Syahrin
59
SOL JUSTICIA, VOL. 2, NO. 1 Juni 2019, PP 43-69
penentu kebijakan negara (state
policy), bahkan seringkali juga
dijadikan issue politik.
Faktor pengaruh terhadap
pembentukan paradigma tersebut
dapat kita lihat keterkaitannya satu
dengan yang lain, misalnya sebagai
berikut:
1. Migrasi dengan Izin Tingggal
Kebijakan pemberian izin
tinggal bagi orang asing di suatu
negara saat ini sangat berkaitan
dengan berbagai kepentingan atas
beradanya orang asing tersebut di
negara itu. Apakah itu berkaitan
dengan kepentingan sisi politis,
ekonomi, sosial budaya, komposisi
demografis (beberapa negara
menetapkan kebijakan komposisi
demografis asal ras seperti Australia,
Singapura, dan lain-lain) keamanan
dengan hal hal lainnya dimana dasar
pemberian izin tinggal tidak lagi
semata-mata dilihat dari faktor
kemanusiaan.
2. Migrasi dengan Naturalisasi
Walaupun kebijakan pemberian
naturalisasi negara asing di banyak
negara masih mendasarkan pada
penyatuan keluarga. Namun
demikian saat ini kebijakan
naturalisasi yang diberikan oleh
suatu negara didasarkan juga pada
asas manfaat, penentuan komposisi
ras atau agama, tingkat edukasi dan
keahlian, dan kemampuan
perekonomian seseorang serta
beberapa hal lainnya
3. Migrasi dan Kualitas Penduduk
Edukasi, keahlian, dan
pengetahuan (education, skilled, and
knowhow) saat ini merupakan faktor
pendorong utama terjadinya ―people
mobility‖. Hal ini terjadi merupakan
dampak dari meningkatnya kulitas
pendidikan dan keahlian baik di
negara-negara under developed,
developing, dan developed. Mereka
mencari peluang untuk mendapatkan
pendapatan (salary) yang lebih besar
atau pendidikan yang lebih baik serta
pengalaman yang lebih luas (better
quality of life). Beberapa negara di
dunia saat ini telah kehilangan
tenaga-tenaga terdidik dan terampil
mereka yang berimigrasi ke negara
lain untuk mendapatkan kehidupan
yang lebih baik.
4. Migrasi dengan Teknologi
Kemajuan teknologi akibat dari
semakin tingginya ilmu pengetahuan
di abad ini, telah menyebabkan
sistem transportasi lebih dapat
menjangkau daerah yang lebih jauh,
lebih cepat, dan lebih murah, telah
mendorong imigrasi manusia lebih
meningkat baik dari segi kuantitas
maupun kualitas.
28
Di samping itu
sistem komunikasi yang lebih
canggih telah menyebabkan dunia
semakin kecil, misalnya teknologi
komunikasi telepon seluler dengan
program ―facetime‖, dimana setiap
orang dapat berbicara secara
langsung karena dapat menampilkan
lawan bicara di layar telepon
28
M Alvi Syahrin, Sengketa Hukum
Perbankan Syariah: Dualisme Kompetensi
Absolut Peradilan, 1st ed. (Depok:
Politeknik Imigrasi, 2018),
https://www.researchgate.net/publication/33
0533920_Sengketa_Hukum_Perbankan_Sya
riah_Dualisme_Kompetensi_Absolut_Peradi
lan.
ISSN: 2655‐7614 (ONLINE) |ISSN: 2655‐7622
(PRINT)
Politik Huku Keimigrasian…… | M. Alvi Syahrin
60
SOL JUSTICIA, VOL. 2, NO. 1 Juni 2019, PP 43-69
selulernya, sehingga setiap orang
akan merasakan masih di kampung
halaman nya sendiri.
29
5. Migrasi dengan Perubahan
Sosial
Masalah migrasi ini juga sangat
berkaitan dengan adanya perubahan
manusia, sebagai contoh di masa lalu
di lingkungan masyarakat jawa di
kenal adanya pameo ―mangan ora
managan seng penting ngumpul‖
(makan tidak makan yang penting
kumpul). Saat ini pameo tersebut
sudah bergeser, perubahan-
perubahan cara berpikir baik secara
ekonomis, sosiologis, budaya dan
lain-lain alasan telah merubah logika
berpikir dalam masyarakat luas.
Masyarakat saat ini sudah lebih
berpikir secara pragmatis bagaimana
menyikapi dan menyiasati hidup
yang semakin sulit.
6. Migrasi dengan Iklim Ekonomi
Dari uraian tersebut jelas tampak
perubahan yang sangat signifikan
dari gejala kemanusiaan yang
berpindah dari suatu negara ke
negara lain dan hal tersebut
29
M Alvi Syahrin, ―The Legal
Concepts of Abuse of Dominant Position on
Monopolistic Practices and Unfair Business
Competition,‖ in International Conference
on Applied Business and Economics, vol. 14,
2018, 357–363,
https://www.researchgate.net/publication/33
0309340_The_Legal_Concepts_of_Abuse_o
f_Dominant_Position_on_Monopolistic_Pra
ctices_and_Unfair_Business_Competition;
M Alvi Syahrin, ―The Rohingya Refugee
Crisis: Legal Protection on International
Law and Islamic Law,‖ in International
Conference on Indonesian Legal Studies,
vol. 192, 2018, 94–99, https://www.atlantis-
press.com/proceedings/icils-18/25903147.
menyebabkan bergesernya arah
kebijakan keimigrasian dengan
terbentuknya politik hukum
keimigrasian yang mengacu kepada
paradigma dunia yang dihadapi saat
ini. Beberapa pola kemudian
dibakukan dengan pengertian sebagai
berikut:
a. Berpindahnya penduduk
suatu negara ke negara lain
dimana kelompok tersebut
merupakan kelompok yang
memiliki edukasi dan
keahlian yang cukup tinggi
(expert) yang berimigrasi ke
negara lain guna
memperoleh kehidupan
yang lebih baik (better life)
dan pada umumnya tidak
akan kembali ke negara
asal. Kelompok ini
dikategorikan sebagai brain
drain. Kondisi ini dapat
dikatakan sebagai Human
Capital Flight, dimana
negara asal migran
mengalami kerugian atas
investasi pendidikan yang
telah dikeluarkan.
b. Berpindahnya warga negara
yang melakukan migrasi ke
suatu negara dari negara
asalnya dengan kategori
brain drain, maka negara
tujuan atau negara penerima
dapat dikatakan telah
mendapatkan manfaat atau
keuntungan human capital,
dan hal ini dapat dikatan
dengan brain gain.
c. Para imigran dalam kategori
brain drain setelah bertahun
ISSN: 2655‐7614 (ONLINE) |ISSN: 2655‐7622
(PRINT)
Politik Huku Keimigrasian…… | M. Alvi Syahrin
61
SOL JUSTICIA, VOL. 2, NO. 1 Juni 2019, PP 43-69
tahun menjalani kehidupan
di negara baru, dimana
mereka telah memperoleh
penambahan kemampuan,
keahlian, tambahan edukasi,
dan pengalaman selama
waktu tertentu. Kemudian
mereka memperoleh
kehidupan yang lebih baik.
Kelompok ini dikategorikan
sebagai brain circulation.
d. Dikenal juga kategori
migran yang disebut brain
waste, yaitu mereka yang
memiliki edukasi,
pengetahuan atau keahlian
yang cukup tinggi, namun
pada saat melakukan
migrasi ke negara lain tidak
mendapatkan posisi yang
sesuai dengan keahliannya.
Misalnya seorang dokter
yang berasal dari asia dan
berimigrasi ke eropa.
Namun dia tidak
mendapatkan pekerjaan di
bidangnya bahkan kemudian
dia bekerja hanya sebagai
pegawai administrasi di
rumah sakit.
Tujuan para imigran itu sendiri
tentu saja tidak terlepas dari alasan-
alasan peluang kerja, gaji yang lebih
menarik, peluang untuk menambah
pengalaman, meningkatkan
pengetahuan serta keahlian,
tersedianya jaminan sosial
kehidupan, dan lingkungan hidup
yang lebih baik bagi keluarganya.
Fenomena ini tidak hanya terjadi di
suatu negara baik pada sisi yang
penduduknya telah mengalami
kemajuan dan peningkatan
kemampuan edukasi serta
keahlianya, namun juga terjadi di
negara-negara tertinggal
(underdeveloped country) maupun
negara berkembang (developing
country). Bahkan ada beberapa
negara maju telah mengeluarkan
kebijakan (policy) yang bersifat
memberikan insentif dengan
beragam pola (scheme) yang ada
pada dasarnya mencegah terjadinya
―brain dain‖.
30
E. Penutup
Perkembangan politik hukum
keimigrasian di Indonesia dibagi
dalam dua bagian, yaitu:
A. Politik Hukum Keimigrasian
Nasional
1. Politik Hukum di Bidang
Keimigrasian pada Masa
Hindia Belanda (1913-
1949).
2. Politik Hukum di Bidang
Keimigrasian pada Tahun
1950-1992.
3. Politik Hukum di Bidang
Keimigrasian pada Tahun
1992-2011.
30
M Alvi Syahrin, ―The Immigration
Crime and Policy: Implementation of PPNS
Authorities on Investigation,‖ JILS 3 (2018):
175,
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jils/
article/view/27512; M Alvi Syahrin, ―The
Implementation of Non-Refoulement
Principle to the Asylum Seekers and
Refugees in Indonesia,‖ Sriwijaya Law
Review 1, no. 2 (2017): 168–178,
http://journal.fh.unsri.ac.id/index.php/sriwija
yalawreview/issue/view/7.
ISSN: 2655‐7614 (ONLINE) |ISSN: 2655‐7622
(PRINT)
Politik Huku Keimigrasian…… | M. Alvi Syahrin
62
SOL JUSTICIA, VOL. 2, NO. 1 Juni 2019, PP 43-69
4. Politik Hukum di Bidang
Keimigrasian pada Tahun
2011- Sekarang.
Dengan diterbitkan Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 2011
tentang Keimigrasian yang telah
diundangkan pada tanggal 05 Mei
2011, maka berdasarkan Bab XV
Pasal 142, Undang-Undang No 9
Tahun 1992 tentang Keimigrasian
dan ketentuan-ketentuan yang
berkaitan dengannya dinyatakan
tidak berlaku lagi. Bila
dibandingkan, maka materi Undang-
Undang No 6 Tahun 2011 tentang
Keimigrasian, pada dasarnya secara
prinsip tidak banyak mengubah
politik hukum keimigrasian dimana
termuat di dalam undang-undang
keimigrasian yag terdahulu.
B. Politik Hukum Keimigrasian
Internasional
Perkembangan politik hukum di
bidang keimigrasian secara global
telah banyak mengalami perubahan-
perubahan, yang apabila kita melihat
pada periode pasca Perang Dunia ke
II, guna menampung serta
mengakomodaksikan masalah-
masalah yang timbul akibat
pengungsian yang dilakukan secara
besar-besaran (eksodus) terutama
negara-negara yang terlibat langsung
Perang Dunia II. Masalah yang
dihadapi secara global saat itu baik
yang menyangkut negara asal, negara
transit maupun negara tujuan
memiliki persoalan yang berbeda
dapat dikategorikan dalam beberapa
hal, seperti kemiskinan, tingkat
income perkapita, kualitas edukasi,
usia, kultur, ras, agama, dan
beberapa masalah lainnya
DAFTAR PUSTAKA
BPHN. 1985. Sejarah Departemen
Kehakiman RI. Jakarta.
Darmohidrajo, Dardji dan Sidharta.
1996. Pokok Pokok Filsafat
Hukum: Apa dan Bagaimana
Filsafat Hukum Indonesia.
Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Departemen Kehakiman. 1985.
Sejarah Departemen Kehakiman
1945-1985. Jakarta.
Direktorat Jenderal Imigrasi. 2005.
Lintas Sejarah Imigrasi.
Departemen Hukum dan HAM
RI.
H. Azahary, Oktober 2000. Diktat
Kuliah Politik Hukum. pada
Program Pascasarjana
Universitas Krisnadwipayana.
Hamidi, Jazim dan Charles Christian.
2015. Hukum Keimigrasian bagi
Orang Asing di Indonesia.
Jakarta: Sinar Grafika.
Moh. Mahfud M.D. 1998. Politik
Hukum di Indonesia. LP3S.
Jakarta.
Muladi. 2002. Demokratisasi. Hak
Asasi Manusia. dan Reformasi
Hukum di Indonesia. Jakarta:
Habibie Center.
ISSN: 2655‐7614 (ONLINE) |ISSN: 2655‐7622
(PRINT)
Politik Huku Keimigrasian…… | M. Alvi Syahrin
64
Persatuan Pensiunan Imigrasi
(PERPIM). 1990. Buku
Kenangan 40 Tahun Imigrasi
(1950-1990). Jakarta.
R. Soedarsono. Perananan Imigrasi
Serta Kemampuan Djwatan
Imigrasi Dewasa Ini. Warta
Imigrasi. Tahun IX Nomor 1.
Januari 1958 Jakarta.
Santoso, M. Iman. 2005. Perspektif
Imigrasi dalam Pembangunan
Ekonomi dan Ketahanan
Nasional. Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia (UI-
Press).
Santoso, M. Iman. 2007. Cet-1.
Perspektif Imigrasi dalam
United Nation Convention
Against Transnational
Organized Crime. Jakarta:
Perum Percetakan Negara RI.
Santoso, M. Iman. 2012. Perspektif
Imigrasi dalam Migrasi
Manusia. Bandung: Pustaka
Reka Cipta.
Simorangkir, JCT (penyunting).
Sejarah Kehakiman Republik
Indonesia 1945-1985.
Syahrin, M Alvi. ―Actio Pauliana:
Konsep Hukum Dan
Problematikanya.‖ Lex Librum
4, no. 1 (2017): 605–616.
http://lexlibrum.id/index.php/le
xlibrum/article/view/97.
———. ―Antara Batas Imajiner Dan
Kedaulatan Negara.‖ In
Imigrasi Di Batas Imajiner (TPI
Soekarno Hatta), 1:16–31. 1st
ed. Jakarta: Kantor Imigrasi
Kelas I Khusus Soekarno Hatta,
2016.
https://www.researchgate.net/pu
blication/330534352_Antara_B
atas_Imajiner_dan_Kedaulatan_
Negara.
———. ―Aspek Hukum
Laboratorium Forensik
Keimigrasian: Studi Kasus
Pemeriksaan Paspor Palsu
Kebangsaan Inggris Atas Nama
Abbas Tauqeer.‖ Akta Yudisia
3, no. 1 (2018): 104–135.
https://www.researchgate.net/pu
blication/330243204_Aspek_H
ukum_Laboratorium_Forensik_
Keimigrasian_Studi_Kasus_Pe
meriksaan_Paspor_Palsu_Keba
ngsaan_Inggris_Atas_Nama_A
bbas_Tauqeer?_sg=XDjtd3KN
L9Vp-
LdIdokpYAzRj4DiFvu56jafra6
vfQ-H_R37ripj7vbr-
eqB4sH5Sz8swW0uG.
———. ―Beri Efek Jera Pada Pelaku
Kejahatan Keimigrasian.‖
Bhumi Pura. Jakarta: Direktorat
Jenderal Imigrasi, 2015.
https://www.researchgate.net/pu
blication/330753327_Beri_Efek
_Jera_Pada_Pelaku_Kejahatan_
Keimigrasian.
———. E-Commerce: Pilihan
Hukum Dan Pilihan Forum. 1st
ed. Tangerang: Mahara
Publishing, 2017.
https://www.researchgate.net/pu
blication/330533769_E-
Commerce_Pilihan_Hukum_da
n_Pilihan_Forum.
———. ―E-Commerce Dispute
Settlement: The Determination
of Authorized Forums.‖ In
International Conference on
Continuing Professional
Development on Law Expert
and Mediation Process, 1:11–
20, 2018.
ISSN: 2655‐7614 (ONLINE) |ISSN: 2655‐7622
(PRINT)
Politik Huku Keimigrasian…… | M. Alvi Syahrin
65
https://www.researchgate.net/pu
blication/330309796_E-
Commerce_Dispute_Settlement
_The_Determination_of_Author
ized_Forums.
———. ―Eksodus Warga Negara
Tiongkok: Antara Kebijakan
Dan Penyelundupan.‖ Bhumi
Pura. Jakarta: Direktorat
Jenderal Imigrasi, 2016.
https://www.researchgate.net/pu
blication/330753263_Eksodus_
Warga_Negara_Tiongkok_Anta
ra_Kebijakan_dan_Penyelundu
pan.
———. ―Evaluasi Peraturan
Presiden Nomor 125 Tahun
2016 Tentang Penanganan
Pengungsri Dari Luar Negeri
Dalam Perspektif Kebijakan
Selektif Keimigrasian.‖ In
Kebijakan Indonesia Dalam
Penerapan Peraturan Presiden
Nomor 125 Tahun 2016:
Tanggung Jawab, Keamanan,
Dan Regionalisme. Depok:
University of Melbourne dan
Universitas Indonesia, 2019.
———. ―Hak Asasi Bermigrasi.‖
Bhumi Pura. Jakarta: Direktorat
Jenderal Imigrasi, 2015.
https://www.researchgate.net/pu
blication/330753333_Hak_Asas
i_Bermigrasi.
———. ―Imigran Ilegal, Migrasi
Atau Ekspansi?‖ Checkpoint.
Depok: Akademi Imigrasi,
2015.
https://www.researchgate.net/pu
blication/330848620_Imigran_I
legal_Migrasi_atau_Ekspansi.
———. ―Imigran Ilegal Dan HAM
Universal.‖ Bhumi Pura.
Jakarta: Direktorat Jenderal
Imigrasi, 2017.
https://www.researchgate.net/pu
blication/330776717_Imigran_I
legal_dalam_HAM_Universal.
———. ―Jus Cogens Dalam
Protokol Penyelundupan
Migran Tahun 2000.‖ Bhumi
Pura. Jakarta: Direktorat
Jenderal Imigrasi, 2018.
https://www.researchgate.net/pu
blication/330776592_Jus_Coge
ns_dalam_Protokol_2000.
———. Konsep Teoretis
Penyelesaian Sengketa Hukum
E-Commerce. 1st ed.
Tangerang: Mahara Publishing,
2017.
https://www.researchgate.net/pu
blication/330533825_Konsep_T
eoretis_Penyelesaian_Sengketa
_Hukum_E-Commerce.
———. ―Kontroversi Penerapan
Prinsip Non-Refoulement Bagi
Pencari Suaka Dan Pengungsi
Sebagai Suatu Jus Cogens.‖ In
Seminar Nasional Kebijakan
Pengawasan Imigran Ilegal
Dalam Perspektif Kedaulatan
Negara. Depok: Universitas
Pancasila, 2018.
———. ―Konvergensi Hukum,
Otoritas, Dan Moralitas.‖ Petak
Norma 5, no. 1 (2012): 1–5.
https://www.researchgate.net/pu
blication/332183953_Konverge
nsi_Hukum_Otoritas_dan_Mora
litas.
———. Landasan Teoretis
Penyelesaian Sengketa Hukum
Perbankan Syariah. 1st ed.
Depok: Politeknik Imigrasi,
2018.
https://www.researchgate.net/pu
blication/330533705_Landasan
ISSN: 2655‐7614 (ONLINE) |ISSN: 2655‐7622
(PRINT)
Politik Huku Keimigrasian…… | M. Alvi Syahrin
66
_Teoretis_Penyelesaian_Sengke
ta_Hukum_Perbankan_Syariah.
———. ―Memahami Pencari Suaka
Dan Pengungsi Dalam Syariat
Islam.‖ In Islamigrasi. 1st ed.
Depok: Politeknik Imigrasi,
2019.
https://www.researchgate.net/pu
blication/332183555_Memaha
mi_Pencari_Suaka_dan_Pengun
gsi_dalam_Syariat_Islam.
———. ―Memaksimalkan Peran
Imigrasi Di Perbatasan.‖ Bhumi
Pura. Jakarta: Direktorat
Jenderal Imigrasi, 2015.
https://www.researchgate.net/pu
blication/330753139_Memaksi
malkan_Peran_Imigrasi_di_Per
batasan.
———. ―Menakar Eksistensi Area
Imigrasi.‖ Bhumi Pura. Jakarta:
Direktorat Jenderal Imigrasi,
2014.
https://www.researchgate.net/pu
blication/330753013_Menakar_
Eksistensi_Area_Imigrasi.
———. ―Menakar Kedaulatan
Negara Dalam Perspektif
Keimigrasian.‖ Jurnal
Penelitian Hukum De Jure 18,
no. 1 (2018): 43–57.
http://ejournal.balitbangham.go.
id/index.php/dejure/article/view
/331/pdf.
———. ―Mengukur Kekuatan
Hukum Surat Edaran.‖ Bhumi
Pura. Jakarta: Direktorat
Jenderal Imigrasi, 2018.
https://www.researchgate.net/pu
blication/330776814_Mengukur
_Kekuatan_Hukum_Surat_Edar
an.
———. Metode Penelitian
Keimigrasian. 1st ed. Depok:
Politeknik Imigrasi, 2019.
https://www.researchgate.net/pu
blication/331800867_Metode_P
enelitian_Keimigrasian.
———. ―Nomenklatur Pengawasan
Dan Penindakan Keimigrasian
Di Daerah, Perlukah Dipisah?‖
Bhumi Pura. Jakarta: Direktorat
Jenderal Imigrasi, 2017.
https://www.researchgate.net/pu
blication/330776640_Nomenkla
tur_Pengawasan_dan_Penindak
an_Perlukah_Dipisah.
———. ―Pembatasan Prinsip Non-
Refoulement.‖ Bhumi Pura.
Jakarta: Direktorat Jenderal
Imigrasi, 2018.
https://www.researchgate.net/pu
blication/330776651_Pembatas
an_Prinsip_Non-Refoulement.
———. ―Penegasan Asas
Kewarganegaraan Dalam UU
No. 12 Tahun 2006.‖ Bhumi
Pura. Jakarta: Direktorat
Jenderal Imigrasi, 2014.
https://www.researchgate.net/pu
blication/330753116_Penegasan
_Asas_Kewarganegaraan_dala
m_UU_No_12_Tahun_2006.
———. ―Penentuan Forum Yang
Berwenang Dan Model
Penyelesaian Sengketa
Transaksi Bisnis Internasional
Menggunakan E-Commerce:
Studi Kepastian Hukum Dalam
Pembangunan Ekonomi
Nasional.‖ Rechtsvinding 7, no.
2 (2018): 207–228.
https://rechtsvinding.bphn.go.id/
ejournal/index.php/jrv/article/vi
ew/240.
———. ―Penerapan Hukum Deteni
Tanpa Kewarganegaraan
(Stateless) Yang Ditahan Lebih
ISSN: 2655‐7614 (ONLINE) |ISSN: 2655‐7622
(PRINT)
Politik Huku Keimigrasian…… | M. Alvi Syahrin
67
Dari 10 (Sepuluh) Tahun Di
Rumah Detensi Imigrasi
Jakarta.‖ Fiat Justicia 3, no. 2
(2017): 455–481.
http://journal.ukb.ac.id/journal/d
etail/197/penerapan-hukum-
deteni-tanpa-kewarganegaraan-
stateless-yang-ditahan-lebih-
dari-10-sepuluh-tahun-di-
rumah-detensi-imigrasi-jakarta:-
studi-kasus-danko-nizar-zlavic.
———. ―Penerapan Prinsip
Keadilan Restoratif Dalam
Sistem Peradilan Pidana
Terpadu.‖ Majalah Hukum
Nasional 1, no. 1 (2018): 97–
114.
https://mhn.bphn.go.id/index.ph
p/mhn/article/view/10/39.
———. ―Penerapan Wewenang
Penyidik Pegawai Negeri Sipil
Dalam Melakukan Penyidikan
Tindak Pidana Keimigrasian.‖
Seminar Hukum Nasional 4, no.
1 (2018): 25–49.
https://journal.unnes.ac.id/sju/in
dex.php/snh/article/view/25555.
———. ―Penyadapan Oleh
Australia, Saatnya Imigrasi
Bersikap.‖ Bhumi Pura. Jakarta:
Direktorat Jenderal Imigrasi,
2014.
https://www.researchgate.net/pu
blication/330752808_Penyadap
an_oleh_Australia_Saatnya_Imi
grasi_Bersikap.
———. ―Perkembangan Konsep
Nasionalisme Di Dunia.‖ Bhumi
Pura. Jakarta: Direktorat
Jenderal Imigrasi, 2014.
https://www.researchgate.net/pu
blication/330753319_Perkemba
ngan_Konsep_Nasionalisme_di
_Dunia.
———. ―Posisi Dan Perkembangan
Hukum Pengungsi
Internasional.‖ Bhumi Pura.
Jakarta: Direktorat Jenderal
Imigrasi, 2017.
https://www.researchgate.net/pu
blication/330776497_Posisi_da
n_Perkembangan_Hukum_Peng
ungsi_Internasional.
———. ―Pro Dan Kontra Penerbitan
Perpres No. 20 Tahun 2018
Tentang Penggunaan Tenaga
Kerja Asing.‖ Bhumi Pura.
Jakarta: Direktorat Jenderal
Imigrasi, 2018.
https://www.researchgate.net/pu
blication/330776657_Pro_dan_
Kontra_Penerbitan_Perpres_No
_20_Tahun_2018_tentang_Peng
gunaan_Tenaga_Kerja_Asing.
———. ―Refleksi Hubungan
Negara, Warga Negara, Dan
Keimigrasian.‖ Bhumi Pura.
Jakarta: Direktorat Jenderal
Imigrasi, 2014.
https://www.researchgate.net/pu
blication/330753225_Refleksi_
Hubungan_Negara_Warga_Neg
ara_dan_Keimigrasian.
———. ―Refleksi Hukum
Implementasi Kebijakan Bebas
Visa Kunjungan Dalam
Perspektif Keimigrasian.‖ Fiat
Justicia 4, no. 2 (2018): 155–
169.
http://journal.ukb.ac.id/journal/d
etail/300/refleksi-hukum-
implementasi-kebijakan-bebas-
visa-kunjungan-dalam-
perspektif-keimigrasian.
———. ―Refleksi Teoretik E-
Contract: Hukum Yang Berlaku
Dalam Sengketa Transaksi
Bisnis Internasional Yang
ISSN: 2655‐7614 (ONLINE) |ISSN: 2655‐7622
(PRINT)
Politik Huku Keimigrasian…… | M. Alvi Syahrin
68
Menggunakan E-Commerce.‖
Lex Librum 3, no. 2 (2017):
475–494.
http://lexlibrum.id/index.php/le
xlibrum/article/view/55.
———. ―Rekonstruksi Paradigma
Hukum Pengungsi Indonesia:
Keamanan Atau
Kemanusiaan?‖ In ImmiTalk
2018: Challenges in Border
Protection. Depok: Politeknik
Imigrasi, 2018.
———. ―Reorientasi Fungsi
Imigrasi Indonesia.‖ In Imigrasi
Di Batas Imajiner (TPI
Soekarno Hatta), 1:89–102. 1st
ed. Jakarta: Kantor Imigrasi
Kelas I Khusus Soekarno Hatta,
2016.
https://www.researchgate.net/pu
blication/330534295_Reorienta
si_Fungsi_Imigrasi_Indonesia.
———. Sengketa Hukum Perbankan
Syariah: Dualisme Kompetensi
Absolut Peradilan. 1st ed.
Depok: Politeknik Imigrasi,
2018.
https://www.researchgate.net/pu
blication/330533920_Sengketa_
Hukum_Perbankan_Syariah_Du
alisme_Kompetensi_Absolut_P
eradilan.
———. ―The Immigration Crime
and Policy: Implementation of
PPNS Authorities on
Investigation.‖ JILS 3 (2018):
175.
https://journal.unnes.ac.id/sju/in
dex.php/jils/article/view/27512.
———. ―The Implementation of
Non-Refoulement Principle to
the Asylum Seekers and
Refugees in Indonesia.‖
Sriwijaya Law Review 1, no. 2
(2017): 168–178.
http://journal.fh.unsri.ac.id/inde
x.php/sriwijayalawreview/issue/
view/7.
———. ―The Legal Concepts of
Abuse of Dominant Position on
Monopolistic Practices and
Unfair Business Competition.‖
In International Conference on
Applied Business and
Economics, 14:357–363, 2018.
https://www.researchgate.net/pu
blication/330309340_The_Lega
l_Concepts_of_Abuse_of_Domi
nant_Position_on_Monopolistic
_Practices_and_Unfair_Busines
s_Competition.
———. ―The Rohingya Refugee
Crisis: Legal Protection on
International Law and Islamic
Law.‖ In International
Conference on Indonesian
Legal Studies, 192:94–99, 2018.
https://www.atlantis-
press.com/proceedings/icils-
18/25903147.
Syahrin, M Alvi, Ridwan Arifin, and
Gunawan Ari Nursanto.
Regulasi Pemeriksaan
Keimigrasian Di Indonesia. 1st
ed. Depok: Politeknik Imigrasi,
2018.
https://www.researchgate.net/pu
blication/330533789_Regulasi_
Pemeriksaan_Keimigrasian_di_
Indonesia.
Syahrin, M Alvi, Hari Budi Artono,
and Faisal Santiago. ―Legal
Impacts of The Existence of
Refugees and Asylum Seekers
in Indonesia.‖ International
Journal of Civil Engineering
and Technology 9, no. 5 (2018):
1051–1058.
ISSN: 2655‐7614 (ONLINE) |ISSN: 2655‐7622
(PRINT)
Politik Huku Keimigrasian…… | M. Alvi Syahrin
69
http://www.iaeme.com/MasterA
dmin/UploadFolder/IJCIET_09
_05_117/IJCIET_09_05_117.pd
f.
Syahrin, M Alvi, and Irsan. ―Law
Enforcement of Foreign
Workers Abusing Immigration
Residence Permit: Case Studies
on Energy and Mining
Companies.‖ In International
Conference on Energy and
Mining Law, 59:184–189, 2018.
https://www.atlantis-
press.com/proceedings/iceml-
18/25902923.
Syahrin, M Alvi, and Pramella
Yunidar Pasaribu. ―Dialektika
Hukum Determinasi Migrasi
Pengungsi Di Indonesia.‖
Jurnal Ilmiah Kajian
Keimigrasian 1, no. 1 (2018):
150–164.
https://www.researchgate.net/pu
blication/330307799_Dialektika
_Hukum_Determinasi_Migrasi_
Pengungsi_Internasional_di_Ind
onesia.
Syahrin, M Alvi, and Surya Pranata.
―Studi Kritis Kepentingan
Indonesia Dalam Proses
Ratifikasi Konvensi Tahun 1951
Dan Protokol Tahun 1967.‖
Jurnal Ilmiah Kajian
Keimigrasian 1, no. 1 (2018):
49–62.
https://www.researchgate.net/pu
blication/330307816_Studi_Krit
is_Kepentingan_Indonesia_dala
m_Proses_Ratifikasi_Konvensi
_Tahun_1951_dan_Protokol_Ta
hun_1967.