ArticlePDF Available

PENGGUNAAN DIRECT INSTRUCTION MODEL UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA PADA MATERI TUMBUHAN DAN FUNGSINYA SISWA KELAS IV A SDN 015 SUNGAI SALAK KECAMATAN TEMPULING

Authors:

Abstract

Problems in the Classroom Action Research (PTK) is the low learning outcomes IPA A fourth grade students of SDN 015 Sungai Salak Kecamatan Tempuling. This study addressed the problem by applying direct instrucsion models. The problem of this research is "Is the direct application of the model intruction IPA can improve learning outcomes in grade IV A SDN 015 Sungai Salak Kecamatan Tempuling ?. The purpose of this study is to improve science learning outcomes in class IV A SDN 015 Sungai Salak Kecamatan Tempuling by way of direct intruction models. Direct intruction A model of fourth grade students of SDN 015 Sungai Salak, Kecamatan Tempuling can improve learning outcomes significantly. At first the student learning outcomes pre-cyclye is 36.00 categorized as very unfavorable; in the first cycle was 61.00 with category; and the results of the second cycle is 81.50 with very good category. Mastery learning individually and classical increases; pre-cyclye 4 students and 20.00 (not finished); in the first cycle is 12 students and 60.00% (not finished) and the second cycle is 19 students or 95% (complete). Based on observations of fourth grade students of SDN 015 A Sungai Salak Kecamatan Tempuling, activity in the first cycle an average of 72% or better and the second cycle of activity is 82% or better at all. Students seem to understand the direct intruction models and they can understand the subject matter properly and appropriately. Based on the research results with direct instructional improvement intruction models managed to fix the problem of low student learning outcomes SDN 015 class IV A Sungai Salak Kecamatan of Tempuling.
14
Direct Instruction Model, Hasil Belajar IPA
Garnawati Siregar
Jurnal Primary Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau
| Volume 5 | Nomor 1 | April - September 2016 | ISSN: 2303-1514 |
PENGGUNAAN DIRECT INSTRUCTION MODEL
UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA PADA MATERI TUMBUHAN
DAN FUNGSINYA SISWA KELAS IV A SDN 015 SUNGAI SALAK
KECAMATAN TEMPULING
Garnawati Siregar
siregargarnawati@yahoo.com
SD Negeri Sungai Salak Kecamatan Tempuling
Kabupaten Indragiri Hilir
ABSTRACT
Problems in the Classroom Action Research (PTK) is the low learning outcomes IPA A fourth
grade students of SDN 015 Sungai Salak Kecamatan Tempuling. This study addressed the
problem by applying direct instrucsion models. The problem of this research is "Is the direct
application of the model intruction IPA can improve learning outcomes in grade IV A SDN
015 Sungai Salak Kecamatan Tempuling ?. The purpose of this study is to improve science
learning outcomes in class IV A SDN 015 Sungai Salak Kecamatan Tempuling by way of
direct intruction models. Direct intruction A model of fourth grade students of SDN 015
Sungai Salak, Kecamatan Tempuling can improve learning outcomes significantly. At first the
student learning outcomes pre-cyclye is 36.00 categorized as very unfavorable; in the first
cycle was 61.00 with category; and the results of the second cycle is 81.50 with very good
category. Mastery learning individually and classical increases; pre-cyclye 4 students and
20.00 (not finished); in the first cycle is 12 students and 60.00% (not finished) and the second
cycle is 19 students or 95% (complete). Based on observations of fourth grade students of
SDN 015 A Sungai Salak Kecamatan Tempuling, activity in the first cycle an average of 72%
or better and the second cycle of activity is 82% or better at all. Students seem to understand
the direct intruction models and they can understand the subject matter properly and
appropriately. Based on the research results with direct instructional improvement intruction
models managed to fix the problem of low student learning outcomes SDN 015 class IV A
Sungai Salak Kecamatan of Tempuling.
Keywords: direct intruction models, learning outcomes IPA
PENDAHULUAN
Pembelajaran adalah inti dari
pendidikan. Siswa datang ke sekolah untuk
belajar dan guru bertugas untuk mengajar.
Keduanya mengemban misi untuk
mendapatkan hasil atau prestasi belajar,
baik pada bidang kognitif, apektif, maupun
psikomotorik. Hasil belajar akan tercapai
maksimal jika pembelajaran yang
diterapkan oleh guru berjalan dengan
produktif, efektif, dan efisien.
Sesuai pedoman Kurikulum Satuan
Tingkat Pendidikan (KTSP), guru harus
menetapkan target yang akan dicapai dalam
pembelajaran atau disebut Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM). Jika siswa
dapat mencapai KKM maka siswa tersebut
berhasil dalam pembelajaran, sebaliknya
jika nilai siswa belum mencapai patokan
yang ditentukan menjadi masalah dalam
pembelajaran yang perlu dicarikan
solusinya, misalnya dengan remedial.
15
Direct Instruction Model, Hasil Belajar IPA
Garnawati Siregar
Jurnal Primary Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau
| Volume 5 | Nomor 1 | April - September 2016 | ISSN: 2303-1514 |
Secara klasikal, jika 85% siswa
dalam kelas telah mencapai target maka
pembelajaran dianggap telah tuntas. Akan
tetapi, jika siswa yang mencapai KKM di
bawah 85%, maka guru harus melakukan
introspeksi diri atau refleksi diri dan
melakukan perbaikan. Proses perbaikan
secara klasikal inilah yang disebut
Penelitian Tindakan Kelas (PTK).
Pembelajaran IPA di kelas IV A
SDN 015 Sungai Salak pada standar
kompetensi memahami hubungan antara
bagian tumbuhan dan fungsinya, penulis
telah berusaha semaksimal mungkin namun
hasil belajar secara klasikal belum
memuaskan. Penulis mengalami masalah
dalam pembelajaran. Proses Belajar yang
berlangsung aman dan tertib belum
menggambarkan hasil yang maksimal.
Siswa kurang memahami materi belajar.
Siswa belum dapat mengerjakan ulangan
harian tentang bagian dan fungsinya.
Evaluasi prasiklus yang dilaksanakan pada
akhir pembelajaran dengan KKM 70.00,
siswa yang tuntas 4 siswa atau 20.00 %
dan belum tuntas 16 siswa atau 80.00%.
Nilai rata-rata secara klasikal adalah 36.00
atau kurang baik. Artinya pembelajaran
belum tuntas.
Pada dasarnya, mereka telah
memahami pengertian tumbuhan dan
bagiannya, akan tetapi mereka kurang dapat
memahami fungsi-fungsinya. Terlihat,
siswa-siswa dapat mengetahui bagian
tumbuhan batang, akar, daun, dan bunga
akan tetapi apa gunanya bagian tumbuhan
tersebut mereka belum dapat memahami
dan menguasainya.
Berdasarkan refleksi dan identifikasi
yang dilakukan penulis, rendahnya hasil
belajar IPA pada siswa kelas IV A SDN
015 Sungai Salak, Kecamatan Tempuling
disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: (1)
tidak semua siswa memilki buku paket
wajib IPA dan penunjangnya; (2)
kurangnya penulis menggunakan media
dalam pembelajaran, materi pembelajaran
yang terlalu abstrak dan jauh dari
jangkauan siswa; (3) pembelajaran hanya
menggunakan metode satu arah atau
ceramah saja; dan (4) penerapan model
pembelajaran yang kurang tepat.
Djamarah (2002) mengatakan
bahwa metode ceramah membuat siswa
menjadi pasif, selalu berada pada posisi
menerima, tidak saling memberi dan saling
menerima di kalangan siswa. Dengan
metode ceramah pembelajaran cenderung
membosankan, sehingga informasi yang
disampaikan tak dapat diserap dengan baik.
Berdasarkan analisis yang dilakukan
penulis, penyebab utama atau penyebab
dominan rendahnya hasil belajar IPA pada
siswa kelas IV A SDN 015 Sungai Salak
Kecamatan Tempuling pada standar
kompetensi di atas adalah pembelajaran
yang hanya menggunakan satu arah atau
ceramah saja dan penerapan model
pembelajaran yang kurang tepat.
Untuk mengatasi hal ini, penulis
akan menerapkan direct intruction model
atau pengajaran langsung. Pembelajaran
cara ini mengantarkan siswa langsung
melihat materi pelajaran yang diajarkan.
Bagian-bagian tumbuhan secara langsung
dapat dilihat dan dirasakan langsung oleh
siswa. Penulis akan membawa bagian-
bagian tumbuhan ke dalam kelas sehingga
materi akan mudah, murah, dan langsung
diterima dan praktikkan siswa.
Arends (1997) mengatakan bahwa
direct intruction model atau pengajaran
langsung dapat membantu siswa
mengembangkan penguasaan keterampilan
sederhana dan kompleks serta pengetahuan
deklaratif yang dapat dirumuskan dengan
jelas secara bertahap langkah demi langkah
sehingga materi dapat dikuasai dengan baik.
Kata belajar sudah akrab pada
masyarakat, guru, dan siswa. Secara
sederhana belajar dikalangan masyarakat
adalah menuntut ilmu. Belajar adalah usaha
untuk mengubah tingkah laku manusia di
16
Direct Instruction Model, Hasil Belajar IPA
Garnawati Siregar
Jurnal Primary Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau
| Volume 5 | Nomor 1 | April - September 2016 | ISSN: 2303-1514 |
bidang keterampilan, pengetahuan, dan
sikap. Hilgard dan Bower dalam
Winataputra (2005) mengatakan ”Belajar
berhubungan dengan tingkah laku
seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu
yang disebabkan oleh pengalamannya
berulang-ulang dalam situasi itu, di mana
perubahan tingkah laku itu tidak dapat
dijelaskan atau dasar kecendurungan respon
pembawaan kematangan, atau keadaan
sesaat seseorang (kelelahan, pengaruh obat
dan sebagainya)”.
Pendapat di atas hampir sama
dengan pendapat yang diungkapkan oleh
Morgan dalam Winataputra (2005),
“Belajar adalah setiap perubahan yang
relatif menetap dalam tingkah laku yang
terjadi sebagai suatu hasil latihan atau
pengalaman”.
Pendapat lain dikemukakan oleh
Slameto dalam Winataputra (2005) yang
mengatakan bahwa belajar merupakan suatu
proses usaha yang dilakukan seseorang
untuk memperoleh perubahan tingkah laku
yang baru secara keseluruhan sebagai hasil
pengalamannnya sendiri dalam berinteraksi
dengan lingkungannnya.
Morgan dalam Sutikno (2013)
mengatakan belajar adalah sebagai suatu
perubahan yang relatif menetap dalam
tingkah laku sebagai akaibat atau hasil dari
pengalaman masa lalu. Dari beberapa
definisi di atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa belajar merupakan suatu proses
usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan yang baru
sebagai pengalamannya sendiri dalam
interaksi dengan lingkungannya.
Tujuan belajar adalah untuk
mencapai hasil belajar. Winataputra (2005)
menjelaskan bahwa hasil belajar adalah
berupa perubahan perilaku atau tingkah
laku baik berupa pengetahuan, keterampilan
motorik, atau peguasaan nilai-nilai (sikap).
Sudjana (1992) mengatakan bahwa hasil
belajar adalah kemampuan yang dimiliki
siswa setelah menerima pengalaman
belajarnya serta menjadi milik siswa
sebagai akibat dari kegiatan belajar yang
dilakukannya.
Faktor-Faktor yang mempengaruhi
hasil belajar adalah faktor intren dan faktor
eksteren. Faktor intren terdiri dari faktor
yang berasal dari dalam diri siswa yang
meliputi aspek fisiologi dan psikologis.
Aspek fisiologis yang menyangkut
keberadaan fisik siswa, seperti keadaan
jasmani. Keadaan jasmani dapat melatar
belakangi aktivitas belajar karena jasmani
yang segar akan berbeda dengan yang
kurang sehat (sakit), sedangkan aspek
psikologis adalah aspek yang meliputi
tingkat kecerdasan, minat, motivasi dan
kemampuan kognitif siswa.
Faktor eksteren adalah faktor yang
berasal dari luar diri siswa, yaitu faktor
yang meliputi keberadaan dan
penggunaannya dirancang dengan hasil
belajar yang diharapkan. Faktor tersebut
sebagai sarana untuk tercapainya tujuan
belajar yang telah dirancang yang meliputi
keberadaan gedung sekolah, perpustakaan
dan metode pengajaran yang diberikan oleh
guru. Faktor di atas turut menentukan
keberhasilan siswa dalam belajar.
Direct intruction model atau model
pengajaran langsung pertama kali
diperkenalkan pada tahun 1968 oleh
Siegfried Engellman. Dia menggunakan
pendekatan ini untuk membantu anak-anak
belajar dan menguasai materi pelajaran.
Pendekatan ini sukses meningkatkan hasil
belajar siswa, tanpa memandang latar
belakang ekonomi mereka. Selanjutnya
dikembangkan Arends (1997) yang
menyatakan bahwa direct intruction model
atau pengajaran langsung adalah suatu
model pengajaran yang memfokuskan pada
suatu pendekatan mengajar yang dapat
membantu siswa mempelajari keterampilan
dasar dan memperoleh informasi yang
diajarkan selangkah demi selangkah.
17
Direct Instruction Model, Hasil Belajar IPA
Garnawati Siregar
Jurnal Primary Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau
| Volume 5 | Nomor 1 | April - September 2016 | ISSN: 2303-1514 |
Pengajaran langsung adalah model
pengajaran yang terpusat pada guru dan
memiliki sintaks yang terdiri dari lima fase
yaitu: (1) menyampaikan tujuan dan
menyiapkan siswa; (2) mendemonstrasikan
keterampilan atau pemahaman yang
merupakan fokus pelajaran; (3)
memberikan latihan terbimbing; (4)
mengecek pemahaman dan memberikan
umpan balik, dan (5) memberikan latihan
mandiri.
Direct intruction model atau
pengajaran langsung memerlukan
pelaksanaan yang sangat cermat dari pihak
guru. Tugas penting bagi guru adalah
memberi siswa umpan balik bermakna dan
pengetahuan tentang latihannya. Ada
beberapa pedoman dalam memberikan
umpan balik kepada siswa yaitu: (1)
memberikan umpan balik sesegera mungkin
setelah latihan; (2) mengupayakan agar
umpan balik jelas dan spesifik; (3) menjaga
umpan balik sesuai dengan tingkat
perkembangan siswa; dan (4) memberikan
pujian dan umpan balik positif pada kinerja
yang benar, (5) apabila memberikan umpan
balik negatif, tunjukkan bagaimana
melakukan yang benar.
Ciri-ciri pembelajaran langsung
adalah: Adanya tujuan pembelajaran dan
prosedur penilaian hasil belajar; Adanya
sintak atau pola keseluruhan dan alur
kegiatan pembelajaran; adanya sistem
pengelolaan dan lingkungan belajar yang
mendukung pelaksanaan dan keberhasilan
proses pembelajaran.
Kardi (2000) mengemukakan bahwa
pengajaran langsung dirancang khusus
untuk menunjang proses belajar siswa yang
berkaitan dengan pengetahuan prosedural
dan pengetahuan tentang bagaimana
melaksanakan sesuatu, dan pengetahuan
deklaratif adalah pengetahuan tentang
sesuatu. Langkah-langkah penerapan
pengajaran langsung menurut Arends
(1997) adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Sintaks Direct Intruction Model
Fase
Peran Guru
Menyampaikan tujuan dan
mempersiapkan siswa
Guru menjelaskan TPK, informasi latar belakang
pelajaran, mempersiapkan untuk belajar
Mendemonstrasikan pengetahuan
dan keterampilan.
Guru mendemonstrasikan keterampilan dengan benar,
atau menyajikan informasi tahap demi tahap.
Membimbing Pelatihan
Guru merencanakan dan memberikan bimbingan
pelatihan awal.
Mengecek pemahaman dan
memberikan umpan balik
Mengecek apakah siswa telah berhasil melakukan
tugas dengan baik, memberi umpan balik.
Memberikan kesempatan
Guru mempersiapkan kesempatan melakukan
pelatihan lanjutan, dengan perhatian khusus pada
penerapan kepada situasi lebih kompleks dan
kehidupan sehari-hari.
Karakteristik Ilmu Pengetahuan Alam
(IPA) Berdasarkan karakteristiknya, IPA
berhubungan dengan cara mencari tahu
tentang alam secara sistematis, sehingga
IPA bukan hanya penguasaan kumpulan
pengetahuan yang berupa fakta-fakta,
konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja
tetapi juga merupakan suatu proses
penemuan. Pemahaman tentang
karakteristik IPA ini berdampak pada
proses belajar IPA di sekolah.
IPA di sekolah diharapkan dapat
menjadi wahana bagi peserta didik untuk
mempelajari diri sendiri dan alam sekitar,
serta prospek pengembangan lebih lanjut
18
Direct Instruction Model, Hasil Belajar IPA
Garnawati Siregar
Jurnal Primary Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau
| Volume 5 | Nomor 1 | April - September 2016 | ISSN: 2303-1514 |
dalam menerapkannya di dalam kehidupan
sehari-hari. Berdasarkan karakteristik IPA
pula, cakupan IPA yang dipelajari di
sekolah tidak hanya berupa kumpulan fakta
tetapi juga proses perolehan fakta yang
didasarkan pada kemampuan menggunakan
pengetahuan dasar IPA untuk memprediksi
atau menjelaskan berbagai fenomena yang
berbeda.
Cakupan dan proses belajar IPA di
sekolah memiliki karakteristik tersendiri.
Uraian karakteristik belajar IPA dapat
diuraikan sebagi berikut: (1) proses belajar
IPA melibatkan hampir semua alat indera,
seluruh proses berpikir, dan berbagai
macam gerakan otot. Contoh: untuk
mempelajari pemuaian pada benda, kita
perlu melakukan serangkaian kegiatan yang
melibatkan indera penglihat untuk
mengamati perubahan ukuran benda
(panjang, luas, atau volume); (2) belajar
IPA dilakukan dengan menggunakan
berbagai macam cara (teknik), misalnya:
observasi, eksplorasi, dan eksperimentasi;
3) belajar IPA memerlukan berbagai
macam alat, terutama untuk membantu
pengamatan. Hal ini dilakukan karena
kemampuan alat indera manusia itu sangat
terbatas. Contoh: pengamatan untuk
mengukur suhu benda diperlukan alat bantu
pengukur suhu yaitu thermometer; (4)
belajar IPA seringkali melibatkan kegiatan-
kegiatan temu ilmiah (misal seminar,
konferensi atau simposium), studi
kepustakaan, mengunjungi suatu objek,
penyusunan hipotesis, dan yang lainnya.
Contoh: sebuah temuan ilmiah baru untuk
memperoleh pengakuan kebenaran, maka
temuan tersebut harus dibawa ke
persidangan ilmiah lokal, regional,
nasional, atau internasional; dan (5) belajar
IPA merupakan proses aktif. Belajar IPA
merupakan sesuatu yang harus siswa
lakukan, bukan sesuatu yang dilakukan
untuk siswa.
Dalam belajar IPA, siswa
mengamati obyek dan peristiwa,
mengajukan pertanyaan, memperoleh
pengetahuan, menyusun penjelasan tentang
gejala alam, menguji penjelasan tersebut
dengan cara-cara yang berbeda, dan
mengkomunikasikan gagasannya pada
pihak lain. Keaktifan secara fisik saja tidak
cukup untuk belajar IPA, siswa juga harus
memperoleh pengalaman berpikir melalui
kebiasaan berpikir dalam belajar IPA. Para
ahli pendidikan dan pembelajaran IPA
menyatakan bahwa pembelajaran IPA
seyogianya melibatkan siswa dalam
berbagai ranah, yaitu ranah kognitif,
psikomotorik, dan afektif. Pengembangan
dan Pembelajaran IPA SD
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan Penelitian
Tindakan Kelas. Penelitian tindakan kelas
adalah penelitian yang dilakukan oleh guru
di kelasnya sendiri melalui refleksi diri
dengan tujuan untuk memperbaiki
kinerjanya sehingga hasil belajar siswa
menjadi meningkat.
PTK adalah proses penelitian yang
sistematis dan terencana yang dilakukan
oleh guru di kelasnya sendiri. PTK
bertujuan untuk memperbaiki kinerja guru
sehingga kualitas pembelajaran menjadi
lebih meningkat.
Pendapat sama disampaikan oleh
Aqib (2006) yang mengatakan bahwa
tujuan PTK adalah ntuk memperbaiki dan
meningkatkan kualitas praktik
pembelajaran secara berkesinambungan,
sehingga meningkatkan mutu hasil
instruksional, mengembangkan
keterampilan guru, meningkatkan relefansi,
meningkatkan efisiensi pengelolaan
instruksional serta menumbuhkan budaya
meneliti pada komunitas guru.
Langkah-langkah penelitian
tindakan kelas menurut Wardani (2004)
menjelaskan bahwa langkah-langkah dalam
penelitian tindakan kelas (PTK) merupakan
satu daur atau siklus yang terdiri dari: (1)
19
Direct Instruction Model, Hasil Belajar IPA
Garnawati Siregar
Jurnal Primary Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau
| Volume 5 | Nomor 1 | April - September 2016 | ISSN: 2303-1514 |
merencanakan perbaikan; (2) melaksanakan
perbaikan; (3) mengamati; dan (4)
melakukan refleksi.
Penelitian tindakan kelas ini
dilaksanakan di SDN 015 Sungai Salak,
Kecamatan Tempuling Kabupaten Indragiri
Hilir. Subjek pelaksanaan PTK ini
dilaksanakan di kelas IV A SDN 015
Sungai Salak, Kecamatan Tempuling,
dengan jumlah siswa 20 orang, 9 laki-laki
dan 11 perempuan.
Adapun jenis data yang diperoleh
dalam penelitian ini ada dua, yaitu: (1) data
kualitatif, yaitu data yang diperoleh melalui
hasil pengamatan aktivitas guru dan hasil
pengamatan aktivitas siswa; (2) data
kuantitatif, yaitu data yang diperoleh dari
hasil tes belajar siswa. Data kualitatif
dijabarkan dengan kata atau kalimat,
sedangkan data kuantitatif data
digambarkan dengan angka. Sementara
untuk teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
observasi dan tes hasil belajar. Tes
dilakukan untuk mengetahui hasil belajar
siswa setelah tindakan siklus I dan siklus II.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil belajar yang diperoleh pada
siklus I telah meningkat dibandingkan
dengan pembelajaran sebelum
menggunakan pengajaran langsung. Proses
belajar mengajar telah berlangsung dengan
baik, ini terlihat dari antusiasnya siswa
melihat langsung materi pembelajaran yang
diperlihatkan siswa.
Para siswa pada awalnya
menganggap bahwa akar tumbuhan hanya
untuk pelengkap saja, maka pada
pemelajaran ini, siswa telah memahami
akar sangat berfungsi bagi tumbuhan untuk
mencari makanan dan pengokoh tumbuhan.
Pada pertemuan kedua siklus I
melalui pengajaran langsung siswa
memahami betapa pentingnya batang bagi
tumbuhan dan guna batang bagi tumbuhan
supaya tumbuhan dapat berdiri dengan
tegak. Pada akhir pembelajaran pertemuan
kedua siklus I, penulis memberikan ujian
ulangan untuk mengetahui tingkat
pemahaman anak terhadap materi akar,
batang dan fungsinya bagi tumbuhan.
Hasilnya telah baik. Nilai rata-rata secara
klasikal 61.00 atau dengan kategori cukup.
Siswa yang tuntas belajar hanya 12
siswa atau 60%. Siswa yang belum tuntas 8
siswa atau 40,00%. Berdasarkan hasil
tersebut, ketuntasan klasikal belum tercapai.
Ini sesuai petunjuk Depdikbud bahwa
ketuntasan klasikal tercapai apabila jumlah
siswa yang mencapai ketuntasan individu
minimum 85%.
Aktivitas siswa pada siklus I
pertemuan pertama sudah baik dengan
persentase. Berdasarkan hasil pengamatan
akativitas siswa adalah sebagai berikut: (1)
mendengarkan petunjuk guru sebanyak 18
siswa atau 90%; (2) mendemonstrasikan
materi pelajaran dilakukan oleh 7 siswa
atau 35%; (3) mengerjakan latihan
terbimbing sebanayak 11 siswa atau 55%;
(4) mengerjakan LKS oleh 16 siswa atau
80% dan 5) mengerjakan latihan mandiri
100 siswa atau 100%, rerata adalah 72%.
Penyebab gagalnya siklus I,
kemungkinan karena alokasi yang kurang,
kurangnya siswa memahami pembelajaran
dan kurangnya siswa mengungkapkan
pemahamannya pada kalimat tulis.
Adapun keunggulan perbaikan
pembelajaran adalah: (1) direct intruction
model yang dilaksanakan telah mendorong
anak bertambah aktif dalam belajar dan
menjadikan guru serius dalam mengajar; (2)
siswa lebih kreatif dan serius mengikuti
pembelajaran; dan (3) suasana kelas
bertambah hidup.
Kelemahannya adalah pembelajaran
agak sedikit gaduh karena akan melihat
gambar dan terlibatnya siswa dalm
pembelajaran. Berdasarkan refleksi dan
saran supervisor 2, penulis melakukan
20
Direct Instruction Model, Hasil Belajar IPA
Garnawati Siregar
Jurnal Primary Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau
| Volume 5 | Nomor 1 | April - September 2016 | ISSN: 2303-1514 |
perbaikan kedua atau siklus II. Berbekal
dari pelaksanaan siklus I, penulis telah lebih
berpengalaman menerapkan pengajaran
langsung. Pada siklus II, penulis telah
berupaya menerapkan model pembelajaran
ini semaksimal mungkin. Hasilnya, penulis
dan siswa belajar lebih aktif dan kreatif.
Pada siklus I, siswa dibiarkan menulis
catatan intisari pelajaran, pada siklus II ini,
penulis memandu menuliskan intisari
materi pelajaran.
Pada saat evaluasi siklus II kelihatan
serius mengerjakannnya. Hasilnya adalah
19 siswa (95%) telah tuntas belajar, dan
tidak ada siswa yang belum tuntas. Nilai
rata-rata 82,50 atau amat baik. Artinya
pembelajaran dengan Direct intruction
modelterbukti dapat meningkatkan
kreatifitas dan aktivitas siswa dalam belajar,
dan dapat meningkatkan hasil belajar,
sedangkan aktivitas siswa adalah (1)
mendengarkan petunjuk guru s sebanayak
18 siswa atau 90%; (2) mendemonstrasikan
materi pelajaran dilakukan oleh 8 siswa
atau 40%; (3) mengerjakan latihan
terbimbing sebanayak 16 siswa atau 80%,
(4) mengerjakan LKS oleh 19 siswa atau
95%; dan (5) mengerjakan latihan mandiri
290 siswa atau 100%. Rata-rata adalah
81%. Hal ini sesuai dengan pendapat
Arens (1997) direct Intruction Model yang
dilaksanakan dengan baik dapat mendorong
anak bertambah aktif dan kreatif dalam
belajar dan menjadikan guru serius dalam
mengajar. Di samping itu dapat membantu
siswa mengembangkan penguasaan
keterampilan sederhana dan kompleks serta
pengetahuan deklaratif yang dapat
dirumuskan dengan jelas secara bertahap
langkah demi langkah sehingga materi
dapat dikuasai dengan baik.
Pada siklus II, hasil belajar telah
mencapai target yang tetapkan. Oleh karena
itu, penulis tidak melakukan siklus III.
Perbaikan dengan menggunakan Direct
intruction modeltelah meningkatkan hasil
belajar secara signifikan.
Berdasarkan pengalaman siklus II
dan diskusi dengan pengamat, keunggulan
direct intruction model yang dilaksanakan
pada siklus II telah mendorong anak
bertambah aktif dan kreatif dalam belajar
dan menjadikan guru serius dalam
mengajar. Siswa lebih kreatif dan serius
mengikuti pembelajaran. Susana kelas
bertambah hidup. Hasil belajar telah
mencapai yang ditetapkan.
Di samping kelebihan, kelemahan
yang terlihat adalah pembelajaran agak
sedikit gaduh karena terlibatnya siswa dalm
pembelajaran. Pertanyaan siswa hanya
terfokus pada materi yang ditentukan.
Siswa yang pintar mendominasi pertanyaan.
SIMPULAN DAN REKOMENDASI
Berdasarkan hasil penelitian
bahwa dengan menggunakan model
pengajaran langsung atau direct instruction
model pada konsep struktur akar batang,
daun, bunga dan fungsinya dapat
disimpulkan sebagai berikut. Daya serap
siswa meningkat, hasil ulangan harian I
pada siklus I adalah 61.00 (baik) dan hasil
ulangan harian II pada siklus II adalah
82.50 (baik). Ketuntasan belajar secara
individual dan klasikal meningkat, pada
siklus I adalah 12 siswa dan 60.00% (tidak
tuntas) dan pada siklus II adalah 19 siswa
dan 95.00% (tuntas). Rata-rata aktivitas
siswa dalam mengikuti belajar mengajar
pada siklus I adalah 72% (baik), dan pada
siklus II adalah 81% (baik sekali).
Berdasarkan uraian di atas, dapat
dilihat bahwa dengan menggunakan model
pengajaran langsung dalam pembelajaran
IPA di kelas IV A SDN 015 Sungai Salak
Kecamatan Tempuling Kabupaten Indragiri
Hilir dapat meningkatkan hasil belajar
siswa secara individual dan klasikal.
Berdasarkan kesimpulan yang
diperoleh dari PTK di atas, dengan ini
21
Direct Instruction Model, Hasil Belajar IPA
Garnawati Siregar
Jurnal Primary Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau
| Volume 5 | Nomor 1 | April - September 2016 | ISSN: 2303-1514 |
penulis memberi saran kepada guru sekolah
dasar khususnya yang mengajar di kelas IV
dapat menerapkan model pengajaran
langsung dalam pembelajaran IPA di kelas
IV, khususnya pada materi bagian-bagian
tumbuhan dan fungsinya dan mampu
menyiapkan semua perangkat pembelajaran
sebagai salah satu alternatif pembelajaran
untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
Para pengelola pendidikan: pengawas
pendidikan, dinas pendidikan, dan guru
dapat mensosialisasikan model ini melalui
pendidikan dan latihan untuk dapat
diterapkan di sekolah lain.
DAFTAR PUSTAKA
Aqib, Zainal. 2006. Penelitian Tindakan
Kelas. Bandung. CV. Yuama
Widya.
Arends. 1997. Classroom Instructional and
Management. New York, Mc Grow
Hill Companict Inc.
Djamarah. 2002. Strategi Belajar
Mengajar. Rineka Cipta. Jakarta.
Kardi. 2000. Pengajaran Langsung
Surabaya. UNIVESA. University
Press.
Sudjana, Nana. 1992. Penilaian Hasil
Proses Belajar Mengajar. PT.
Remaja Rosdakarya. Bandung.
Sutikno. 2013. Belajar dan Pembelajaran.
Lombok: Holistica Lombok
Wardani, I.G.K. dkk. 2012. Penelitian
Tindakan kelas. Jakarta: Pusat
Penerbitan Universitas Terbuka.
Winataputra, Udin. 2005. Strategi Belajar
Mengajar. Jakarta: Universitas
Terbuka.
... Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka peneliti tertarik untuk mengkaji lebih dalam tentang Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif DI) dalam Meningkatkan Hasil Belajar IPA Tentang Ciri-Ciri Makhluk Hidup Siswa Kelas III SDN Nguter 01 Tahun Pelajaran 2019/2020. Penelitian yang dilakukan oleh Garnawati Siregar (2016) dalam Jurnal Primary Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau menyatakan belajar merupakan suatu proses belajar usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan baru yang akan dianggap sebagai pengalamannya supaya dapat berinteraksi dan berkomunikasi di dalam suatu lingkungan. Sedangkan belajar menurut Avikasari (2015) yang dituangkan dalam jurnal theory intro practice menjelaskan bahwa belajar merupakan sebuah perubahan perilaku sebagai hasil kebiasaan kepribadian dan pengalaman hidup yang dialami individu di lingkungannya. ...
Article
Penelitian dilatarbelakangi oleh rendahnya hasil belajar IPA siswa kelas III SDN Nguter 01 Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar IPA materi ciri-ciri makhluk hidup pada siswa kelas III SDN Nguter 01, Sukoharjo Semester I tahun pelajaran 2019/2020 melalui Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif DI. Metode penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan dalam 4 alur kegiatan, meliputi tahap kegiatan perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap tindakan, pengamatan, dan yang terakhir adalah tahap refleksi. Lembar instrumen yang digunakan adalah perangkat tes,dan lembar observasi, yang digunakan untuk mengamati aktivitas belajar siswa. Berdasarkan hasil analisis dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa melalui penggunaan model Pembelajaran Kooperatif DI dapat meningkatkan dapat meningkatkan hasil belajar IPA Materi Ciri-Ciri Makhluk Hidup Siswa Kelas III SDN Nguter 01 Sukoharjo Semester I Tahun Pelajaran 2019/2020. Terjadi peningkatan nilai rata-rata sebesar 12,5 dan peningkatan ketuntasan sebesar 35% dari kondisi awal sampai pada akhir siklus II Kata Kata Kunci: direct instruction, hasil belajar, IPA
... Terutama dalam pembelajaran IPA. Berdasarkan karakteristiknya, IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga penemuan (Siregar, 2016). Pembelajaran IPA termasuk di dalamnya Biologi. ...
Article
Full-text available
This study aims to determine the effect of practicum based direct learning models on science process skills and students' critical thinking skills. This type of research is a quasi-experimental design with Pretest-posttest Control Group Design. Sampling technique using Cluster Random Sampling. The sample in this study were students of class XI IPA 4 as the experimental class and XI IPA 3 as the control class. The research instrument used in the form of learning implementation observation sheets, observation sheets of science process skills and tests of students' critical thinking skills. The data obtained were analyzed using t-test. The results of the data analysis show that the implementation of learning in both classes reaches very good categories. Data analysis of students 'science process skills shows that students' science process skills differ. Students' critical thinking ability in the experimental class using practicum based direct learning models is higher than the control class. The average students' critical thinking skills in the experimental class reached 73.5 and control class 58.6. Hypothesis test analysis using t-test is known that tcount is greater than ttable (3.45 > 2.04), therefore the hypothesis is accepted. Based on the results of these studies it can be concluded that the practicumbased direct learning model influences students 'critical thinking skills and students' average process science skills reach good categories.
Article
Full-text available
Development of Pop-Up Book media on science learning in elementary schools. This study aims to determine the validity level of pop-up book media in grade 1 SDS Syalom. The type of research used is development research (R&D). Researchers used the ADDIE development model. The ADDIE model development method consists of 5 development stages including: (1) Analysis (analysis stage), (2) Design (initial product design stage), (3) Development (product development stage), (4) Implementation (product implementation stage) , (5) Evaluation (product evaluation stage). Due to the limitations of researchers and the occurrence of the Covid19 pandemic during the study, the steps used in media validation were carried out online. Based on the validation results from material experts, media experts, design experts, it can be concluded that the quality of the pop-up book media developed is in the appropriate category or can be used for grade 1 elementary school students. Student responses to pop-up book media in the field implementation test got a good response. Keywords: Pop-up book media, science learning, learning media
Article
Full-text available
This study discusses the analysis of interest and learning outcomes in elementary school natural sciences through a contextual approach. The existence of this, the researchers found several problems that need to be researched. The problem is about how interest in learning natural science in elementary schools through a contextual approach and how the learning outcomes of elementary school natural science through a contextual approach. This problem made the researcher take a qualitative descriptive research approach using the literature study method. Sources of data obtained come from journals, articles and other previous research. The source of the data taken in the study must be at least the last five years. The results obtained from the study showed that students experienced an increase in interest in learning and learning outcomes of natural science using a contextual approach. These results make the researchers conclude that a contextual approach can affect students' interest and learning outcomes in natural science material.
Article
Full-text available
This study discusses the analysis of interest and learning outcomes of elementary school natural science through a contextual approach. With this, the researcher found several problems that need to be researched. The problem is about how interest in learning natural science in elementary school through a contextual approach and how learning outcomes in elementary school natural science through a contextual approach. This problem makes the researcher take a qualitative descriptive research approach using the literature study method. Sources of data obtained from journals, articles and other previous research. Sources of data taken in the study must be at least the last five years. The results obtained from the research are that students have increased interest in learning and learning outcomes of natural science using a contextual approach. These results make the researcher conclude that the contextual approach can affect the interest and learning outcomes of students in natural science material.
ResearchGate has not been able to resolve any references for this publication.