ArticlePDF Available

Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah dalam Perdagangan Berjangka Komoditi untuk Mendukung Penanggulangan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Studi di PT. Monex Investindo Future dan PT. First State Bali)

Authors:

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prinsip mengenal nasabah pada perdagangan berjangka dalam aturan hukum di Indonesia dan untuk mengetahui pelaksanaan prinsip mengenal nasabah pada perusahaan pialang berjangka di Bali. Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalahmetode penelitian hukum empiris, yakni metode yang menggunakan data penelitian primer sebagai data utama dan data penelitian sekunder sebagai pendukung. Penelitian ini menggunakan 2 (dua) pendekatan, yakni pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan analisis konsep (analytical and conceptual approach). Kesimpulan dalam penelitian ini ada 2 (dua), pertama pengaturan prinsip mengenal nasabah dalam bidang perdagangan berjangka diatur dalam Peraturan Bappebti Nomor 2 Tahun 2016 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah yang mewajibkan setiap perusahaan pialang berjangka untuk menerapkan prinsip-prinsip mengenal nasabah untuk meminimalisasi risiko usaha yang berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang. Kedua, perusahaan pialang berjangka di Bali pada dasarnya telah menerapkan prinsip-prinsip mengenal nasabah namun belum sesuai dengan standar penerapan prinsip mengenal nasabah yang diatur dalam Peraturan Bappebti Nomor 2 Tahun 2016 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah.
315
Volume 2 Issue 1, March 2018: pp. 315-334. Copyright © 2018 HOLREV.
Faculty of Law, Halu Oleo University, Kendari, Southeast Sulawesi, Indonesia.
ISSN: 2548-1762 | e-ISSN: 2548-1754. Open Access at:
http://ojs.uho.ac.id/index.php/holrev/
Halu Oleo Law Review is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License, which permits
unrestricted use, distribution, and reproduction in any medium, provided the original work is properly cited.
Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah dalam Perdagangan
Berjangka Komoditi untuk Mendukung Penanggulangan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Studi di PT.
Monex Investindo Future dan PT. First State Bali)
Implementation of Know Your Customer Principles in commodity futures
Trade to Support the Resolution and Eradication of Money Laundering
(study in PT. Monex Investindo Future and PT. First State Bali)
Pande S. Yogantara
Dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana
E-mail: pande_yogantara@unud.ac.id
Putu Edgar Tanaya
Dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana
E-mail: edgar_tanaya@unud.ac.id
Abstract: This research aims to knowing the Know Your Customer Principles in
commodity futures Trade in the legal regulation in Indonesia and to know the
implementation of Know Your Customer Principles at the futures brokerage company
in Bali. Research method used in this research is empirical law research method, that
is method which use primary research data as main data and secondary research
data as supporting. This research uses two approaches, that is statute approach and
analytical and conceptual approach. The Conclusion in this research there are two,
first, the regulation of the Know Your Customer Principles in commodity futures
Trade is regulated in Bappebti Regulation Number 2 Year 2016 on the
Implementation of Know Your Customer Principles which compulsory each futures
brokers to implemented the Know Your Customer Priciples to minimize business risks
associated with money laundering crime. Second, Futures Brokers in Bali has
implemented The Know Your Customer Principles but not in accordance with that
provisions regulated in Bappebti Regulation Number 2 Year 2016 on the
Implementation of Know Your Customer Principles.
Keyword: implementation, the know your customer principles, money laundering
crime.
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prinsip mengenal nasabah pada
perdagangan berjangka dalam aturan hukum di Indonesia dan untuk mengetahui
pelaksanaan prinsip mengenal nasabah pada perusahaan pialang berjangka di Bali.
316
Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
hukum empiris, yakni metode yang menggunakan data penelitian primer sebagai
data utama dan data penelitian sekunder sebagai pendukung. Penelitian ini
menggunakan 2 (dua) pendekatan, yakni pendekatan perundang-undangan (statute
approach) dan pendekatan analisis konsep (analytical and conceptual approach).
Kesimpulan dalam penelitian ini ada 2 (dua), pertama pengaturan prinsip mengenal
nasabah dalam bidang perdagangan berjangka diatur dalam Peraturan Bappebti
Nomor 2 Tahun 2016 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah yang
mewajibkan setiap perusahaan pialang berjangka untuk menerapkan prinsip-
prinsip mengenal nasabah untuk meminimalisasi risiko usaha yang berkaitan
dengan tindak pidana pencucian uang. Kedua, perusahaan pialang berjangka di Bali
pada dasarnya telah menerapkan prinsip-prinsip mengenal nasabah namun belum
sesuai dengan standar penerapan prinsip mengenal nasabah yang diatur dalam
Peraturan Bappebti Nomor 2 Tahun 2016 tentang Penerapan Prinsip Mengenal
Nasabah.
Kata kunci: penerapan, prinsip mengenal nasabah, tindak pidana pencucian uang.
PENDAHULUAN
Tindak pidana pencucian uang tidak hanya mengancam stabilitas dan integritas sistem
perekonomian dan sistem keuangan, tapi juga membahayakan sendi-sendi kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
1
Pengaturan tindak pidana pencucian uang di Indonesia
diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (selanjutnya disebut UUTPPU). UUTPPU
lahir sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang sebagai akibat kompleksitas tindak pidana pencucian uang yang terjadi di
Indonesia bahkan sampai melintasi batas-batas yurisdiksi. Lahirnya UUTPPU juga
didorong oleh keluarnya standar internasional yang berkaitan dengan tindak pidana
pencucian uang oleh Financial Action Task Force (FATF).
Pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang harus didukung
oleh semua pihak, dari pemerintah, penegak hukum, lembaga keuangan, serta masyarakat
(stakeholder). Lembaga keuangan memiliki peranan penting khususnya dalam
menerapkan prinsip mengenali pengguna jasa dan melaporkan transaksi tertentu pada
otoritas (financial intelligence unit). Lembaga keuangan tidak hanya berperan dalam
1
Paragraf Pertama Penjelasan umum atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010
tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
317
membantu penegakan hukum, tetapi juga menjaga dirinya dari berbagai risiko, yaitu risiko
operasional, hukum, terkonsentrasinya transaksi dan reputasi karena tidak lagi digunakan
sebagai sarana dan sasaran oleh pelaku tindak pidana untuk mencuci uang hasil tindak
pidana. Lembaga keuangan akan mampu melaksanakan fungsinya secara optimal melalui
risk management yang baik yang pada akhirnya akan membuat sistem keuangan menjadi
lebih stabil dan terpercaya.
2
Risiko tindak pidana pencucian uang pada umumnya terjadi dalam sektor
perbankan, namun risiko tersebut juga dihadapi sektor perdagangan berjangka komoditi
(selanjutnya disebut perdagangan berjangka).
3
Perdagangan berjangka dilakukan oleh
investor bekerja sama dengan perusahaan pialang berjangka melalui instrumen perjanjian
kerja sama investasi. Investor mengamanatkan modalnya untuk diinvestasikan di bursa
berjangka melalui perantara perusahaan pialang berjangka karena masyarakat umum
tidak dapat secara langsung melakukan transaksi di bursa berjangka. Hal tersebut sesuai
dengan Pasal 1 angka 17 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi bahwa
pialang berjangka adalah badan usaha yang melakukan kegiatan jual beli komoditi
berdasarkan kontrak berjangka, kontrak derivatif syariah, dan/atau kontrak derivatif
lainnya atas amanat nasabah dengan menarik sejumlah uang dan/atau surat berharga
tertentu sebagai margin untuk menjamin transaksi tersebut. Sehingga melalui
perdagangan berjangka dapat mengurangi ketidakpastian ekonomi baik di sektor finansial
maupun sektor riil.
4
Risiko tindak pidana pencucian uang yang dihadapi oleh perusahaan pialang
berjangka akhirnya melahirkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Perdagangan
Berjangka Komoditi Nomor 2 Tahun 2016 tentang Prinsip Mengenal Nasabah oleh Pialang
Berjangka dengan pertimbangan mewujudkan kegiatan perdagangan berjangka yang
teratur, wajar, efisien, efektif, dan transparan serta dalam suasana persaingan yang sehat
2
Paragraf Keempat Penjelasan umum atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010
tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
3
Dalam menghadapi era perdagangan bebas dan sejalan dengan kesepakatan Indonesia dalam WTO, APEC,
dan AFTA serta Paket Reformasi 15 Januari 1998, Pemerintah Indonesia telah mengurangi campur
tangan di bidang tata niaga komoditi dan menyerahkannya pada mekanisme pasar. (BAPPEBTI, “Sekilas
Tentang Perdagangan Berjangka Komoditi, https://www.bappebti.go.id/id/edu/brochures/detail/
126.html, diakses pada tanggal 5 Juli 2017.)
4
Mohammad Samsul dalam Siti Indah Nurvianti, “Peran Pialang Dalam Transaksi Perdagangan Berjangka
Komoditi Perspektif Hukum Islam (Studi di PT. Victory Internasional Future Matos), Tesis, Fakultas Syariah
UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, hlm. 2.
318
terutama menciptakan industri perdagangan berjangka yang sehat dan terlindung dari
praktek-praktek tindak pidana pencucian uang dan dijadikan sarana pendanaan kegiatan
terorisme, maka diperlukan upaya untuk melakukan pencegahan dan pemberantasan
tindak pidana pencucian uang dan pendanaan kegiatan terorisme oleh pialang berjangka
melalui penerapan prinsip mengenal nasabah. Sehingga perusahaan pialang berjangka
wajib menerapkan dan mematuhi ketentuan prinsip mengenal nasabah, serta wajib
memiliki pedoman penerapan prinsip mengenal nasabah sesuai Pasal 2 Peraturan Kepala
Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 2 Tahun 2016 tentang Prinsip
Mengenal Nasabah oleh Pialang Berjangka. Penerapan ketentuan Peraturan Kepala Badan
Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 2 Tahun 2016 tentang Prinsip
Mengenal Nasabah menjadi bagian dari perlindungan hukum oleh negara kepada
masyarakat.
5
Bali merupakan salah satu obyek wisata favorit, hal ini dibuktikan dengan jumlah
kunjungan wisatawan mancanegara ke bali pada tahun 2015 sebanyak 4.001.835 orang
dan pada tahun 2016 sebanyak 4.927.937 orang.
6
Pertumbuhan pariwisata di bali
berbanding lurus dengan pertumbuhan penyedia jasa pariwisata seperti hotel, restoran
dan lain-lain. hal tersebut menjadikan Bali salah satu daerah yang potensial terjadinya
tindak pidana pencucian uang. Risiko terjadinya pencucian uang di Bali tidak terkecuali
pada bidang perdagangan berjangka. Di Bali sudah berdiri beberapa perusahaan pialang
berjangka seperti PT Monex Investindo Futures dan PT. First State Futures yang telah
teregistrasi di BAPPETI.
Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik untuk mengkaji penerapan
prinsip know your customer dalam perdagangan berjangka di bali berdasarkan Peraturan
Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 2 Tahun 2016 tentang
Prinsip Mengenal Nasabah oleh Pialang Berjangka dalam rangka menanggulangi dan
memberantas tindak pidana pencucian uang di Bali.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian empiris.
Dalam konteks ini hukum tidak semata-mata dikonsepkan sebagai suatu gejala normatif
5
Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000, hlm. 55.
6
Dinas Pariwisata dan Budaya Provinsi Bali, Statistik Pariwisata Bali”, http://www.disparda.baliprov.
go.id/id/Statistik3, diakses pada tanggal 14 Juli 2017.
319
yang otonom, sebagai ius constituendum (law as what ought to be), dan tidak pula semata-
mata sebagai ius constitutum (law as what it is in the book), akan tetapi secara empiris
sebagai ius operatum (law as what it is in society). Hukum sebagai “law as what it is in
society”, hukum sebagai gejala sosio empirik dapat dipelajari di satu sisi sebagai
independent variable yang menimbulkan efek-efek pada pelbagai kehidupan sosial, dan di
sisi lain sebagai dependent variable yang muncul sebagai akibat berbagai ragam kekuatan
dalam proses sosial (studi mengenai law in process).
7
Penelitian ini mengkaji peraturan
perundang-undangan berkaitan dengan prinsip know your customer (das sollen) dalam hal
penerapannya (das sein) pada perdagangan berjangka di Bali dalam rangka
menanggulangi dan memberantas tindak pidana pencucian uang serta kendala-kendala
yang dihadapi oleh perusahaan pialang berjangka dalam menerapkan prinsip know your
customer tersebut.
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Pengaturan Prinsip Mengenal Nasabah Dalam Perdagangan Berjangka
Perkembangan lembaga jasa keuangan berbanding lurus dengan perkembangan tindak
pidana pencucian uang di Indonesia. Dahulu risiko terjadinya tindak pidana pencucian
uang hanya pada sektor perbankan, sekarang risiko-risiko tersebut juga dihadapi oleh
lembaga keuangan non perbankan termasuk lembaga-lembaga perdagangan berjangka di
Indonesia.
Munculnya risiko-risiko tersebut kemudian melahirkan Peraturan Kepala Badan
Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 2 Tahun 2016 tentang Prinsip
Mengenal Nasabah dengan pertimbangan:
a. Bahwa dalam rangka mewujudkan kegiatan perdagangan berjangka yang
teratur, wajar, efisien, efektif, dan transparan serta dalam suasana persaingan
yang sehat terutama menciptakan industri perdagangan berjangka yang sehat
dan terlindung dari praktek-praktek tindak pidana pencucian uang dan
dijadikan sarana pendanaan kegiatan terorisme, maka diperlukan upaya untuk
melakukan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan
pendanaan kegiatan terorisme oleh pialang berjangka melalui penerapan
prinsip mengenal nasabah;
7
Buku pedoman Pendidikan Fakultas Hukum Universitas Udayana Tahun 2013.
320
b. bahwa ketentuan tentang prinsip mengenal nasabah oleh pialang berjangka
perlu disusun sesuai dengan standar internasional mengenai penerapan
program anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme.
Perusahaan pialang berjangka wajib menerapkan dan mematuhi ketentuan prinsip
mengenal nasabah, serta memiliki pedoman penerapan prinsip mengenal nasabah.
8
Hal
tersebut dilakukan melalui pengawas aktif oleh direksi dan dewan komisaris pialang
berjangka. Berikut beberapa bentuk pengawasan yang wajib dilaksanakan seorang direksi
dan dewan komisaris.
Direksi pialang berjangka wajib melakukan pengawasan paling kurang:
a memastikan bahwa pialang berjangka memiliki pedoman penerapan prinsip
mengenal nasabah;
b mengusulkan pedoman penerapan prinsip mengenal nasabah kepada dewan
komisaris;
c memastikan bahwa penerapan prinsip mengenal nasabah dilaksanakan sesuai
dengan pedoman penerapan prinsip mengenal nasabah yang telah ditetapkan;
d memastikan bahwa pedoman penerapan prinsip mengenal nasabah sejalan
dengan perubahan dan perkembangan produk, jasa, dan teknologi pialang
berjangka sesuai dengan perkembangan modus pencucian uang dan/atau
pendanaan terorisme; dan
e memastikan bahwa seluruh pegawai yang terkait dengan penerapan prinsip
mengenal nasabah telah mengikuti pelatihan yang berkaitan dengan
penerapan prinsip mengenal nasabah secara berkala.
9
Dewan komisaris pialang berjangka juga memiliki kewajiban melakukan pengawas
aktif paling sedikit:
a memberikan persetujuan pedoman penerapan prinsip mengenal nasabah yang
diusulkan oleh direksi;
b melakukan pengawasan atas pelaksanaan tanggung jawab direktur utama
terhadap penerapan prinsip mengenal nasabah; dan
8
Pasal 2 Peraturan Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 2 Tahun 2016
tentang Prinsip Mengenal Nasabah.
9
Pasal 3 Peraturan Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 2 Tahun 2016
tentang Prinsip Mengenal Nasabah.
321
c memastikan adanya pembahasan terkait anti pencucian uang dan pencegahan
pendanaan terorisme dalam rapat direksi dan dewan komisaris.
10
Terhadap fungsi pengawasan yang dilaksanakan oleh direksi dan dewan komisaris
wajib melaporkan semua kegiatan yang berkaitan dengan prinsip mengenal nasabah
kepada Bappebti.
11
Pasal 2 Peraturan Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi
Nomor 2 Tahun 2016 tentang Prinsip Mengenal Nasabah seperti yang dijelaskan
sebelumnya mewajibkan pialang berjangka untuk memiliki pedoman yang memuat
kebijakan dan prosedur tertulis yang paling sedikit mencakup:
a. identifikasi dan verifikasi
b. pemilik manfaat
c. manajemen risiko
d. area berisiko tinggi
e. pemantauan rekening, transaksi nasabah, dan pengkinian data nasabah
f. penatausahaan dokumen; dan
g. pelaporan.
Pedoman penerapan prinsip mengenal nasabah yang dimiliki pialang berjangka
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mengacu pada Peraturan Kepala Bappebti ini,
peraturan perundang-undangan terkait pencegahan dan pemberantasan tindak pidana
pencucian uang dan/atau pendanaan terorisme. Pedoman tersebut juga harus
dilaksanakan secara konsisten dan berkesinambungan.
12
Sebelum lahirnya Peraturan Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka
Komoditi Nomor 2 Tahun 2016 tentang Prinsip Mengenal Nasabah, pencegahan terhadap
tindak pidana pencucian uang sudah dilakukan oleh negara kita sejak diberlakukannya
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 dengan
tumbuhnya kesadaran dari para pihak yang terkait dengan tindak pidana pencucian uang,
seperti penyedia jasa keuangan untuk melaporkan setiap transaksi nasabahnya yang
10
Pasal 4 Peraturan Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 2 Tahun 2016
tentang Prinsip Mengenal Nasabah.
11
Pasal 5 Peraturan Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 2 Tahun 2016
tentang Prinsip Mengenal Nasabah.
12
Pasal 10 dan 11 Peraturan Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 2 Tahun
2016 tentang Prinsip Mengenal Nasabah.
322
termasuk kategori transaksi keuangan mencurigakan, lembaga yang berwenang untuk
membuat peraturan, pejabat PPATK untuk membuat analisis dan penegak hukum dalam
menindaklanjuti hasil analisis sampai dengan penjatuhan sanksi administratif maupun
sanksi pidana.
Meskipun demikian, hal tersebut di atas dirasa masih kurang dalam menghadapi
para pelaku kejahatan karena masih adanya celah untuk melakukan tindak kejahatan
pencucian uang. Oleh karena itu, untuk menyesuaikan dengan perkembangan kebutuhan
penegakan hukum, praktik dan standar internasional, maka UU TPPU tersebut diganti
dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang.
Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 disebutkan mengenai
materi muatan yang dilakukan perubahan, yaitu:
1. Redefinisi pengertian hal yang terkait dengan tindak pidana pencucian uang;
2. Penyempurnaan kriminalisasi tindak pidana pencucian uang;
3. Pengaturan mengenai penjatuhan sanksi pidana dan sanksi administratif;
4. Pengukuhan penerapan prinsip mengenali pengguna jasa;
5. Perluasan pihak pelapor;
6. Penetapan mengenai jenis pelaporan oleh penyedia barang dan/atau jasa
lainnya;
7. Penataan kembali pengawasan kepatuhan;
8. Pemberian kewenangan kepada pihak pelapor untuk menunda transaksi;
9. Perluasan kewenangan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terhadap
pembawaan uang tunai dan instrumen pembayaran lain ke dalam atau keluar
daerah pabean;
10. Pemberian kewenangan kepada penyidik tindak pidana asal untuk menyidik
dugaan tindak pidana pencucian uang;
11. Perluasan instansi yang berhak menerima hasil analisis atau pemeriksaan
12. Penataan kembali kelembagaan PPATK;
13. Penambahan kewenangan PPATK; termasuk kewenangan menghentikan
sementara transaksi;
14. Penataan kembali hukum acara pemeriksaan tindak pidana pencucian uang;
15. Pengaturan mengenai penyitaan harta kekayaan yang berasal dari tindak
pidana.
323
Perubahan yang penting dalam UU ini adalah adanya pengukuhan penerapan
prinsip mengenali pengguna jasa yang dalam Pasal 18 ayat (I) disebutkan kewajiban
Lembaga Pengawas dan Pengatur untuk menetapkan ketentuan prinsip mengenali
pengguna jasa. Pada ayat (2) diterangkan lebih lanjut bahwa yang dimaksud dengan
menerapkan prinsip mengenali pengguna jasa adalah Customer Due Diligence (CDD) dan
Enhanced Due Diligence (HDD) sebagaimana dimaksud dalam Rekomendasi 5 FATF, yang
sekurang-kurangnya memuat tentang identifikasi, verifikasi dan pemantauan transaksi
pengguna jasa. Dan apabila belum terdapat Lembaga Pengawas dan Pengatur, maka
ketentuan mengenai prinsip mengenali Pengguna Jasa dan pengawasannya diatur dengan
Peraturan Kepala PPATK.
Perubahan lainnya yang terdapat dalam UU Nomor 8 Tahun 2010 menyebutkan
bahwa sebelumnya penanganan tindak pidana pencucian uang hanya diserahkan kepada
Kepolisian saja, tetapi sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 maka
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga berhak dan turut serta melakukan pengusutan
dan penanganan kasus pencucian uang. Selain itu, melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun
2010 KPK berhak menangani kasus baik itu termasuk kasus tindak pidana asal maupun
money laundering.
13
Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah Dalam Perdagangan Berjangka di Bali
Pasal 10 Peraturan Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 2
Tahun 2016 tentang Prinsip Mengenal Nasabah seperti yang dijelaskan sebelumnya
bahwa pedoman prinsip mengenal nasabah harus memenuhi beberapa hal. Berikut
penjelasan kebijakan dan prosedur tertulis yang mencakup beberapa hal dan wajib
diimplementasikan oleh pialang berjangka.
Identifikasi dan verifikasi
Pialang berjangka wajib melakukan prosedur Customer Due Diligence (CDD) pada saat:
proses penerimaan calon nasabah menjadi nasabah pialang berjangka; nasabah
melakukan transaksi perdagangan berjangka; terdapat keraguan kebenaran data,
informasi, dan/atau dokumen pendukung yang diberikan oleh nasabah; dan/atau terdapat
13
Terkait dengan kewenangan KPK dalam menangani kasus pencucian uang atau money laundering, lihat
Sabrina Hidayat, Tinjauan Yuridis Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi Melakukan Penyidikan
Penggabungan Perkara Tindak Pidana Korupsi dan Pencucian Uang”, Halu Oleo Law Review (HOLREV),
Volume 1, Issue 2, September 2017, http://ojs.uho.ac.id/index.php/holrev/article/view/3641/3135,
diakses pada tanggal 15 Januari 2018, hlm. 180-195.
324
indikasi keuangan yang mencurigakan yang terkait dengan pencucian uang dan
pendanaan terorisme.
Petugas pialang berjangka yang akan melakukan edukasi dan/atau prospek kepada
calon nasabah wajib meminta data dan informasi kepada calon nasabah. Adapun data dan
informasi calon nasabah tersebut antara lain:
1) Untuk calon nasabah orang perseorangan
a) Data sesuai dengan dokumen identitas, yaitu: nama; nomor identitas;
alamat; tempat dan tanggal lahir; jenis kelamin; dan kewarganegaraan
b) Alamat tempat tinggal terkini (jika berbeda dengan dokumen identitas);
c) Nomor telepon;
d) Status perkawinan;
e) Pekerjaan
f) Alamat dan nomor telepon tempat kerja (jika ada)
g) Rata-rata penghasilan per tahun;
h) Sumber dana;
i) Maksud dan tujuan transaksi;
j) Nomor pokok wajib pajak; dan
k) Nama bank dan nomor rekening.
2) Untuk calon nasabah non perseorangan:
a) Nama calon nasabah non-orang perorangan;
b) Nomor izin atau nomor izin usaha dari instansi berwenang;
c) Bidang usaha atau kegiatan;
d) Alamat kedudukan;
e) Nomor telepon;
f) Tempat dan tanggal pendirian;
g) Identitas pemilik manfaat;
h) Sumber dana;
i) Maksud dan tujuan transaksi;
j) Nama bank dan nomor rekening;
k) Nomor pokok wajib pajak; dan
l) Data dan informasi pihak yang diberikan kuasa menjalankan transaksi.
Berdasarkan data calon nasabah atau nasabah yang dikumpulkan pialang
berjangka wajib mengelompokkan calon nasabah atau nasabah berdasarkan tingkat risiko
325
terjadinya pencurian uang atau pendanaan terorisme. Pengelompokan calon nasabah atau
nasabah tersebut terdiri dari 3 (tiga) klasifikasi risiko, yaitu: rendah; menengah; dan
tinggi. Pialang berjangka wajib menerapkan tingkat risiko yang dimiliki calon nasabah atau
nasabah.
a) Calon nasabah atau nasabah risiko rendah jika memenuhi kriteria: nasabah
yang melakukan pembukaan rekening dan transaksi untuk tujuan lindung nilai
(hedging); nasabah yang menyetorkan deposit awal paling banyak sebesar Rp.
100.000.000 (seratus juta rupiah); nasabah yang melakukan penambahan dana
dalam 1 (satu) hari paling banyak sebesar Rp. 50.000.000 (lima puluh juta
rupiah); nasabah yang memiliki kumulatif margin kurang dari Rp. 100.000.000
(seratus juta rupiah); nasabah yang hanya memiliki 1 (satu) account dalam
perusahaan yang sama; dan nasabah yang tidak mencapai kriteria tingkat risiko
menengah.
b) Calon nasabah atau nasabah risiko menengah Calon Nasabah atau Nasabah
masuk dalam kelompok risiko menengah jika memenuhi kriteria sebagai
berikut: Nasabah yang tidak termasuk dalam kriteria risiko rendah; Nasabah
yang tidak termasuk dalam kriteria berisiko tinggi; Nasabah yang pembukaan
rekening (account) dan transaksi untuk tujuan spekulasi dalam transaksi
komoditi; Nasabah yang menyetorkan deposit awal antara Rp. 100.000.000,00
(seratus juta rupiah) sampai dengan Rp. 400.000.000,00 (empat ratus juta
rupiah); Nasabah yang melakukan penambahan dana (top-up) dalam 1 (satu)
hari sebesar Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) sampai dengan Rp.
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); Nasabah yang memiliki kumulatif
margin antara Rpl00.000.000,00 (seratus juta rupiah) sampai dengan
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); atau Nasabah yang memiliki 2 (dua)
rekening (account) dalam perusahaan Pialang Berjangka yang sama.
c) Calon nasabah atau nasabah risiko tinggi calon nasabah atau nasabah masuk
dalam kelompok risiko tinggi jika memenuhi kriteria sebagai berikut: Nasabah
yang tidak termasuk dalam kriteria risiko rendah; Nasabah yang tidak
termasuk dalam kriteria risiko menengah; calon Nasabah atau Nasabah
dan/atau Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) termasuk dalam area berisiko
tinggi; terdapat perubahan profil atau informasi penting yang signifikan,
sehingga Nasabah termasuk dalam area berisiko tinggi; Nasabah yang
326
melakukan transaksi tidak sesuai dengan profil, karakteristik, dan kebiasaan
pola transaksi; Nasabah yang pembukaan rekening (account) dan transaksi
untuk tujuan spekulasi dalam transaksi Sistem Perdagangan Alternatif;
Nasabah yang menyetorkan deposit awal lebih dari Rp. 400.000.000,00 (empat
ratus juta rupiah); Nasabah yang melakukan penambahan dana (top-up) dalam
1 (satu) hari lebih dari Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); Nasabah
yang memiliki kumulatif margin lebih dari Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah); atau nasabah yang memiliki lebih dari 2 (dua) rekening (account)
dalam perusahaan Pialang Berjangka yang sama.
Pemilik manfaat
Nasabah perseorangan wajib bertindak untuk dan atas kepentingan diri sendiri. Pialang
Berjangka wajib memastikan bahwa calon Nasabah perseorangan bertindak untuk diri
sendiri dan bukan untuk kepentingan pihak ketiga atau Pemilik Manfaat (Beneficial
Owner). Dalam hal calon Nasabah non-perseorangan bertindak untuk kepentingan Pemilik
Manfaat (Benefecial Owner), Pialang Berjangka wajib melakukan CDD terhadap Pemilik
Manfaat (Benefecial Owner). Penerapan CDD dilakukan mengikuti tingkat risiko yang lebih
tinggi, dalam hal terdapat perbedaan tingkat risiko antara calon Nasabah non-
perseorangan atau Nasabah non-perseorangan dengan Pemilik Manfaat (Benefecial
Owner).
Pialang Berjangka wajib memperoleh bukti atas identitas dan/atau informasi
lainnya mengenai Pemilik Manfaat (Beneficial Owner). Bukti atas identitas dan/atau
informasi lainnya yakni bagi Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) non perorangan:
1) Data dan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) huruf b;
2) Dokumen identitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3) huruf b; dan
3) Pernyataan dari calon Nasabah mengenai kebenaran identitas maupun sumber
dana dari Pemilik Manfaat (Beneficial Owner).
Dalam hal Pialang Berjangka meragukan atau tidak dapat meyakini identitas
Pemilik Manfaat (Benefecial Owner), Pialang Berjangka wajib menolak untuk melakukan
hubungan usaha dengan calon Nasabah. Pialang Berjangka wajib melaporkan kepada
PPATK mengenai tindakan penolakan untuk melakukan hubungan usaha dengan calon
Nasabah.
327
Pialang Berjangka wajib melakukan pengujian terhadap keefektifan dari
pelaksanaan Prinsip Mengenai Nasabah. Pengujian dilakukan dengan mengambil contoh
secara acak (random sampling). Pialang Berjangka wajib mendokumentasikan pengujian.
Pialang Berjangka wajib mendokumentasikan dan melakukan pemutakhiran jenis,
indikator, dan contoh dari transaksi keuangan yang mencurigakan yang timbul di berbagai
unit kerja terkait.
Manajemen risiko
Kebijakan dan prosedur manajemen risiko yang berkaitan dengan penerapan Prinsip
Mengenai Nasabah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan dan prosedur
manajemen risiko Pialang Berjangka secara keseluruhan. Kebijakan dan prosedur
manajemen risiko yang berkaitan dengan penerapan Prinsip Mengenai Nasabah paling
sedikit mencakup:
1) pengawasan oleh Direksi dan Dewan Komisaris Pialang Berjangka;
2) pendelegasian wewenang;
3) pemisahan tugas; dan
4) sistem pengawasan internal termasuk audit internal.
Area berisiko tinggi
Calon nasabah atau nasabah dianggap dan/atau dikelompokkan dalam area berisiko tinggi
apabila:
1) Latar belakang atau profil calon Nasabah atau Nasabah dan pengendali calon
Nasabah atau Nasabah termasuk PEP atau Nasabah yang Berisiko Tinggi (High
Risk Customer);
2) bidang usaha calon Nasabah atau Nasabah termasuk Usaha yang Berisiko
Tinggi (High Risk Business);
3) negara atau teritori asal, domisili atau dilakukannya transaksi calon Nasabah
atau Nasabah termasuk Negara yang Berisiko Tinggi (High Risk Countries);
4) tercantum dalam daftar terduga teroris dan organisasi teroris yang ditetapkan
baik oleh Pemerintah maupun Negara atau yurisdiksi lain; dan/atau
5) transaksi yang dilakukan diduga terkait dengan tindak pidana di bidang
Perdagangan Berjangka Komoditi, tindak pidana Pencucian Uang dan/atau
tindak pidana Pendanaan Terorisme.
328
Pemantauan rekening, transaksi nasabah, dan pengkinian data nasabah
Pialang Berjangka wajib melakukan pemantauan data Nasabah secara berkesinambungan
untuk memastikan transaksi yang dilakukan Nasabah sesuai dengan profil, karakteristik,
dan/atau kebiasaan pola transaksi Nasabah yang bersangkutan.
Dalam melaksanakan pemantauan Pialang Berjangka wajib memiliki sistem
pemantauan yang dapat:
1) mengidentifikasi, menganalisis, memantau, dan menyediakan laporan secara
efektif mengenai profil, karakteristik dan/atau kebiasaan pola transaksi yang
dilakukan oleh Nasabah; dan
2) menelusuri setiap transaksi, apabila diperlukan, termasuk penelusuran atas
identitas Nasabah, bentuk transaksi, tanggal transaksi, jumlah dan denominasi
transaksi, serta sumber dana yang digunakan untuk transaksi.
3) Pialang Berjangka wajib melakukan pemantauan rekening dan transaksi
Nasabah termasuk analisis terkait dengan kemungkinan adanya tindak pidana
asal (predicate crime) dan Pendanaan Terorisme.
4) Pialang Berjangka dapat meminta data dan/atau informasi lebih lanjut kepada
Nasabah terhadap transaksi yang tidak sesuai dengan profil, karakteristik,
dan/atau kebiasaan pola transaksi.
5) Pialang Berjangka wajib melakukan evaluasi terhadap hasil pemantauan
rekening dan transaksi Nasabah untuk memastikan ada atau tidak adanya
transaksi keuangan yang mencurigakan.
6) Dalam hal terdapat kesamaan nama dan informasi lain atas Nasabah dengan
nama dan informasi yang tercantum dalam daftar terduga teroris dan
organisasi teroris yang ditetapkan baik oleh Pemerintah maupun Negara atau
yurisdiksi lain, Pialang Berjangka wajib melaporkan Nasabah tersebut dalam
laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan.
7) Dalam hal data dan/atau informasi yang disampaikan Nasabah tidak
memberikan penjelasan yang meyakinkan, maka Pialang Berjangka wajib
melaporkan Transaksi Keuangan Mencurigakan tersebut kepada PPATK.
8) Dalam hal terdapat kesamaan nama dan informasi lain atas nasabah dengan
nama dan informasi yang tercantum dalam daftar nama teroris, Pialang
329
Berjangka wajib melaporkan Nasabah tersebut dalam laporan Transaksi
Keuangan Mencurigakan.
Pialang Berjangka wajib melakukan upaya pengkinian data, informasi, dan/atau
dokumen pendukung dalam hal terdapat perubahan yang diketahui dari pemantauan
Pialang Berjangka terhadap Nasabah atau informasi lain yang dapat
dipertanggungjawabkan,
Pemantauan secara berkala terkait profil Nasabah untuk kepentingan pengkinian
data dilaksanakan paling kurang 1 (satu) kali dalam jangka waktu:
1) 3 (tiga) tahun untuk Nasabah yang tergolong dalam tingkat risiko rendah;
2) (satu) tahun untuk Nasabah yang tergolong dalam tingkat risiko menengah;
dan/atau
3) 6 (enam) bulan untuk Nasabah yang tergolong dalam tingkat risiko tinggi.
Penatausahaan dokumen
Pialang Berjangka wajib membuat dan mendokumentasikan daftar Nasabah sesuai dengan
tingkat risiko Nasabah. Pialang Berjangka wajib menata usahakan dokumen-dokumen.
Penatausahaan dokumen dilaksanakan dalam jangka waktu paling kurang 5 (lima) tahun
sejak berakhirnya hubungan usaha dengan Nasabah. Pialang Berjangka wajib menyimpan
catatan dan dokumen mengenai seluruh proses identifikasi Transaksi Keuangan
Mencurigakan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pialang Berjangka
wajib memberikan data, informasi, dan/atau dokumen yang ditatausahakan apabila
diminta oleh Bappebti dan/atau otoritas lain yang berwenang sebagaimana diatur oleh
undang-undang.
Pelaporan
Pialang Berjangka wajib menyampaikan laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan,
laporan transaksi keuangan yang dilakukan secara tunai, Transaksi Keuangan transfer
dana dari dan ke luar negeri dan/atau laporan lain kepada PPATK sebagaimana diatur
dalam ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Pencucian Uang dan/atau Pendanaan
Terorisme. Penyampaian laporan dilakukan dengan berpedoman pada ketentuan yang
dikeluarkan oleh PPATK.
330
Setiap perusahaan pialang berjangka, termasuk perusahaan pialang berjangka di
Bali wajib memenuhi standar yang sudah ditetapkan oleh Kepala Bappebti melalui
Peraturan Kepala Bappebti Nomor 2 Tahun 2016 tentang Prinsip Mengenal Nasabah Oleh
Pialang Berjangka. Hal tersebut penting dilakukan untuk meminimalisasi terjadinya risiko
usaha terutama risiko yang berhubungan dengan hasil tindak pidana baik dari hasil
korupsi, terorisme, sampai tindak pidana lainnya.
PT. Monex Investindo Future Cabang Bali (selanjutnya disebut Monex Bali)
merupakan salah satu perusahaan Pialang berjangka terbesar di Indonesia yang
teregistrasi di Bappebti. Monex Bali sebagai perusahaan pialang berjangka melakukan
aktivitas bisnis sebagai perantara antaran pembeli (calon nasabah atau nasabah) dengan
produsen komoditi. Berdasarkan Monex Investment Pack petugas pemasaran harus
menyampaikan beberapa hal berkaitan dengan prinsip mengenal nasabah. Hal-hal
tersebut yaitu:
1) Bertanya mengenai nama calon nasabah;
2) Bertanya mengenai usia calon nasabah;
3) Bertanya mengenai profesi calon nasabah;
4) Bertanya mengenai status calon nasabah;
5) Bertanya mengenai jumlah anak calon nasabah;
6) Bertanya mengenai tempat tinggal calon nasabah; dan
7) Status rumah calon nasabah.
14
PT. First State Cabang Bali (selanjutnya disebut First State Bali) yang juga
merupakan perusahaan pialang berjangka yang teregistrasi Bappebti bali berdasarkan
hasil wawancara sudah menerapkan prinsip mengenal nasabah sebelum lahirnya
peraturan Bappebti tentang prinsip mengenal nasabah karena pihak First State Bali
menyadari bahwa dalam melaksanakan usaha perusahaan dihadapkan dengan berbagai
risiko sehingga dengan penerapan prinsip mengenal nasabah akan meminimalisasi risiko-
risiko tersebut.
15
Monex dan First State sendiri menghindari calon nasabah berisiko seperti aparatur-
aparatur pemerintah yang berisiko terjadi penyelewengan keuangan negara. Monex juga
menghindari aliran dana yang berasal dari negara-negara yang seperti Iran, Irak, dan
14
Monex Investment Pack.
15
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Ahmad Fauzan selaku Vice President PT. First State Futures
Kantor Cabang Bali pada 30 Oktober 2017.
331
Korea Selatan karena terindikasi dana tersebut digunakan tindak pidana terorisme. Monex
dan First State juga memahami prinsip mengenal nasabah mempunyai peran yang sangat
penting untuk meminimalisasi terjadinya risiko-risiko baik yang dialami oleh perusahaan
maupun calon nasabah atau nasabah.
16
Investment Pack tersebut menjadi pengetahuan
standar yang harus dikuasai oleh petugas pemasaran perusahaan untuk menarik minat
nasabah sekaligus sebagai penghimpun informasi mengenai nasabah untuk menghindari
nasabah yang berisiko. Baik Monex Bali maupun First State bali sampai saat ini belum
menemukan calon nasabah yang berisiko mendapatkan dana dari hasil kejahatan.
Peraturan Kepala Bappebti Nomor 2 Tahun 2016 tentang Prinsip Mengenal
Nasabah Oleh Pialang Berjangka sebagai peraturan yang belum lama terbit harus selalu
disosialisasikan oleh Bappebti atau aparat terkait lainnya agar perusahaan-perusahaan
pialang berjangka memenuhi standar-standar penerapan prinsip mengenal nasabah yang
diatur dalam Peraturan Kepala Bappebti Nomor 2 Tahun 2016 tentang Prinsip Mengenal
Nasabah Oleh Pialang Berjangka. Monex sebagai perusahaan pialang berjangka
sebenarnya sudah menerapkan prinsip mengenal nasabah untuk menghindari risiko,
namun untuk memaksimal penerapan prinsip tersebut harus memenuhi standar
penerapan prinsip yang diatur oleh Peraturan Kepala Bappebti Nomor 2 Tahun 2016
tentang Prinsip Mengenal Nasabah Oleh Pialang Berjangka. Pada akhirnya hukum yang
baik harus ditegakkan melalui peran penegak hukum serta harus didukung oleh budaya
hukum yang baik oleh calon nasabah atau nasabah, perusahaan pialang berjangka serta
seluruh pihak yang terkait sehingga peraturan ini dapat terlaksana dengan baik atau
antara law in the book sama dengan law in action.
Penerapan prinsip mengenal nasabah yang tidak sesuai standar tentunya akan
berisiko tinggi menyebabkan terjadinya tindak pidana pencucian uang. Semakin banyak
terjadi tindak pidana pencucian uang pada perusahaan-perusahaan pialang berjangka di
Indonesia khususnya Bali akan meningkat risiko terjadinya dampak ekonomi sistemis di
Indonesia. Sehingga peran pemerintah as a regulator
17
menjadi penting untuk memastikan
penerapan prinsip tersebut dilaksanakan oleh semua perusahaan pialang berjangka
termasuk lembaga penyedia jasa keuangan yang lain. Pada akhirnya peran pemerintah
16
Berdasarkan Wawancara dengan Bapak Agung Mahendra Relationship Manager PT. Monex Investindo
Future Cabang Bali tanggal 28 Agustus 2017.
17
W. Friedmann membagi fungsi pemerintah menjadi 4, yakni state as a regulator, state as a enterpreneure,
state as provider, state as jury (W. Friedmann, The State and the Rule of Law in a Mixed Economy, London:
Steven and Son, 1971, hlm. 3).
332
dalam implementasi ketentuan ini menjadi bagian perlindungan hukum bagi masyarakat
Indonesia.
KESIMPULAN
Berikut beberapa kesimpulan berdasarkan pembahasan di atas:
1. Pengaturan prinsip mengenal nasabah dalam bidang perdagangan berjangka
secara khusus diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Perdagangan
Berjangka Komoditi Nomor 2 Tahun 2016 tentang Prinsip Mengenal Nasabah.
Pasal 2 Peraturan Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi
Nomor 2 Tahun 2016 tentang Prinsip Mengenal Nasabah mengatur bahwa
setiap perusahaan pialang berjangka wajib menerapkan dan mematuhi
ketentuan prinsip mengenal nasabah, serta memiliki pedoman penerapan
prinsip mengenal nasabah. Prinsip mengenal nasabah dalam bidang
perdagangan berjangka juga diatur beberapa peraturan yakni Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15
Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, Undang-Undang Nomo8
Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian
Uang serta Peraturan- Peraturan Kepala PPATK.
2. Penerapan Prinsip Mengenal nasabah dalam perusahaan pialang berjangka
harus berdasarkan pedoman yang diatur dalam Pasal 10 Peraturan Badan
Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 2 Tahun 2016 tentang
Prinsip Mengenal Nasabah. Pedoman penerapan prinsip mengenal nasabah
harus mencakup beberapa hal yaitu: Identifikasi dan Verifikasi; pemilik
manfaat; manajemen risiko; area berisiko tinggi; pemantauan rekening,
transaksi nasabah, dan pengkinian data nasabah; penatausahaan dokumen;
dan pelaporan. Penerapan prinsip mengenal nasabah oleh perusahaan pialang
berjangka di Bali sudah diterapkan sebelum lahirnya Peraturan Badan
Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 2 Tahun 2016 tentang
Prinsip Mengenal Nasabah namun belum sesuai standar Pasal 10 Peraturan
Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 2 Tahun 2016
tentang Prinsip Mengenal Nasabah.
333
Daftar Pustaka
Buku
Batu, Pantas Lumban, Perdagangan Berjangka (Futures Trading), Jakarta: Dian Utama,
2008.
Buku Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum Universitas Udayana Tahun 2013.
Friedman, Lawrence M., The Legal System; A Social Scince Prespective, New York: Russel
Sage Foundation, 1975.
Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Jakarta: Prenada Media Group, 2011.
Raharjo, Satjipto, Ilmu Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000.
Soekanto, Soerjono, Efektifitas Hukum dan Peranan Sanksi, Bandung: Remaja Karya, 1985.
Widoatmodjo, Sawidji, Cara Cepat Memulai Investasi Saham, Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo, 2004.
Jurnal
Hidayat, Sabrina, Tinjauan Yuridis Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi Melakukan
Penyidikan Penggabungan Perkara Tindak Pidana Korupsi dan Pencucian Uang”,
Halu Oleo Law Review (HOLREV), Volume 1, Issue 2, September 2017,
http://ojs.uho.ac.id/index.php/holrev/article/view/3641/3135, diakses pada
tanggal 15 Januari 2018.
Sjahdeini, Sutan Remy, Pencuciann Uang: Pengertian, Sejarah, Faktor-Faktor Penyebab dan
Dampak Bagi Masyarakat”, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 22 No. 3 Tahun 2003.
Tesis
Nurvianti, Siti Indah, Peran Pialang Dalam Transaksi Perdagangan Berjangka Komoditi
Perspektif Hukum Islam (Studi di PT. Victory Internasional Future Matos), Tesis,
Fakultas Syariah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.
Swastika, Benny, Tinjauan Hukum Asas Pembuktian Terbalik Dalam Tindak Pidana
Pencucian Uang”, Tesis, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011.
Artikel
BAPPEBTI, Sekilas Tentang Perdagangan Berjangka Komoditi https://
www.bappebti.go.id/id/edu/brochures/detail/126.html, diakses pada 5 Juli 2017.
334
Dinas Pariwisata dan Budaya Provinsi Bali, “Statistik Pariwisata Bali”,
http://www.disparda.baliprov.go.id/id/Statistik3, diakses pada 14 Juli 2017.
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 93, Tambahan Lembaga
Negara Nomor 3720)
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor
122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5164)
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 79, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5232)
Peraturan Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 2 Tahun
2016 tentang Prinsip Mengenal Nasabah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2016 Nomor 763)
Article
Full-text available
Perlindungan Hukum terhadap investor/nasabah yang melakukan transaksi Perdagangan Berjangka meliputi hak dan kewajiban para pihak baik itu pihak nasabah yang dirugikan maupun pihak Perusahaan Pialang yang harus memenuhi tanggung jawab akibat kerugian yang dirasakan nasabah. Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan yuridis normatif yang di dalamnya menjelaskan mengenai kontrak yang diatur dalam UU No.10 tahun 2011 serta peraturan Bappebti yang belum seimbang mengatur hak dan kewajiban para pihak. Oleh karna itu dalam jurnal ini mengupas mengenai perlindungan hukum terhadap nasabah yang mengalami kerugian dalam transaksi forex serta penyelesaian sengketa secara administratif, perdata maupun pidana sesuai dengan pedoman Perundang-undangan yang berlaku. Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Perdagangan Berjangka, Investor/Nasabah.
Article
Full-text available
Pada awalnya Komisi Pemberantasan Korupsi tidak berwenang melakukan penyidikan tindak pidana pencucian uang yang berdiri sendiri. Selanjutnya dalam perkembangan ilmu hukum acara pidana, penyidikan ternyata dapat menelusuri tindak pidana pencucian uang yang tindak pidana asalnya dari tindak pidana korupsi yang sedang disidik tersebut. Dengan demikian, penggabungan perkara pada tahap penyidikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi telah dilakukan yang dimulai dengan penyidikan tindak pidana asal berupa tindak pidana korupsi yang secara yuridis normatif merupakan kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi. Penggabungan perkara tindak pidana korupsi dengan tindak pidana pencucian uang pada tahap penyidikan yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi membawa konsekuensi penggabungan perkara pada tahap penuntutan terhadap tindak pidana pencucian uang dengan tindak pidana asal yang berupa tindak pidana korupsi dengan tetap berpegang pada prinsip concursus.
  • Sutan Sjahdeini
  • Remy
Sjahdeini, Sutan Remy, "Pencuciann Uang: Pengertian, Sejarah, Faktor-Faktor Penyebab dan Dampak Bagi Masyarakat", Jurnal Hukum Bisnis, Volume 22 No. 3 Tahun 2003. Tesis Nurvianti, Siti Indah, "Peran Pialang Dalam Transaksi Perdagangan Berjangka Komoditi Perspektif Hukum Islam (Studi di PT. Victory Internasional Future Matos)", Tesis, Fakultas Syariah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.
Tinjauan Hukum Asas Pembuktian Terbalik Dalam Tindak Pidana Pencucian Uang
  • Benny Swastika
Swastika, Benny, "Tinjauan Hukum Asas Pembuktian Terbalik Dalam Tindak Pidana Pencucian Uang", Tesis, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011.
Nomor 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi
  • Undang-Undang
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 93, Tambahan Lembaga Negara Nomor 3720)
Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
  • Undang-Undang
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5164)