ChapterPDF Available

Imigran Ilegal, Migrasi atau Ekspansi?

Authors:
  • Immigration Polytechnic
!
!M. Alvi Syahrin | Petak Norma® ! !
!
!
!
!
!
!
!
!M. Alvi Syahrin | Petak Norma® ! !
!
!
!
!
!
!
!
!M. Alvi Syahrin | Petak Norma® ! !
!
!
!
!
!
!
!
!M. Alvi Syahrin | Petak Norma® ! !
!
!
!
... For countries that have not ratified, there is no obligation to comply with the principles set out in the convention. There are no international sanctions that can be imposed on a country if it does not ratify a convention (Syahrin, 2015c). ...
Article
Full-text available
The increasing number of asylum seekers and refugees in the territory of Indonesia has caused social disturbances, political security, and even orders in society. The number of their arrivals is not proportional to the number of settlements or placement to the recipient country (Australia). To deal with the problem of asylum seekers and refugees who enter and are in the Indonesian territory, the government issued Presidential Regulation No. 125 of 2016 concerning Handling of Foreign Refugees. This regulation does not only confirm the position of Indonesia pro against refugee humanitarian policies, but also its manufacture which is not in accordance with the legal principles of the establishment of legislation. The legal position of Presidential Regulation No. 125 of 2016 raises disharmony in the legal order (immigration) in Indonesia. Article 7 of Law Number 12 of 2011 has stipulated the order of laws and regulations that form the basis of the enactment of all legal regulations in Indonesia. The provisions of this article are in harmony with the Theory of Norms Hierarchy (Hans Kelsen) which explains that lower norms are valid, sourced and based on higher norms. However, this theory is not enacted in the formation of Presidential Regulation Number 125 of 2016, where in the body the norm is in conflict with the higher legal norms above it. The existence of this regulation has created norm conflicts which have led to the absence of legal certainty. Keywords: Presidential Regulation Number 125 of 2016, Refugees, Immigration
... Permasalahan timbul dibenak para khalayak adalah mengapa sampai ada tiga masa periode berbeda yang menjadi produk hukum dari naturalisasi tersebut. 92 Hal tersebut tentunya juga telah didasarkan pemikiran yang matang dari para wetsgever. Secara tidak langsung, perubahan tersebut tentunya telah membawa konsekuensi hukum tersendiri khususnya berkaitan dengan legitimasi di mata hukum dan tinjuan teoritis yang sudah pasti memilki perspektif yuridis yang berbeda satu sama lain. ...
Article
Full-text available
Naturalisasi diartikan sebagai proses perubahan status dari penduduk asing menjadi warga negara suatu negara. Dalam praktiknya, naturalisasi dapat menimbulkan dampak positif serta negatif bagi kehidupan bermasyarakat. Pemerintah perlu melakukan kebijakan selektif untuk mencegah dampak negatif yang akan timbul. Demi menunjang keteraturan dan keamanan serta diberlakukan filterisasi atau penyaringan yang selektif dari pemerintah Indonesia dengan ini yang tertuang dalam perturan perundang-undangan pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Dalam tulisan ini akan dijelaskan apa dan bagaimana proses naturalisasi dalam berbagai dimensi, serta beberapa isu hukumnya.
Article
Full-text available
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas pelaksanaan pengawasan terhadap pengungsi mandiri oleh Rumah Detensi Imigrasi Denpasar. Dengan bertambahnya jumlah pencari suaka dan pengungsi mandiri setiap tahun, pengawasan terhadap mereka menjadi semakin sulit karena sifat nomaden dari pengungsi dan kurangnya transparansi dari organisasi internasional seperti UNHCR dan IOM. Berdasarkan data dari tahun 2021 hingga 2023, ditemukan bahwa pelaksanaan pengawasan belum efektif, dengan kurang dari 50% pengungsi yang dapat diawasi. Hal ini terjadi karena keterbatasan sumber daya manusia serta data yang tidak valid, di mana banyak pengungsi sering berpindah tempat tanpa melapor, sehingga menyulitkan proses pengawasan. Selain itu, ketidakefektifan koordinasi antara instansi terkait, terutama dengan pihak internasional, memperparah situasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor penghambat utama dalam pengawasan adalah kurangnya fasilitas penampungan bagi pengungsi mandiri di wilayah Bali, sehingga banyak pengungsi yang hidup berpindah-pindah dan sulit dijangkau oleh petugas. Pengawasan administratif yang dilakukan bersifat terbatas dan hanya dapat mencakup pengawasan terhadap dokumen, namun belum menyentuh aspek sosial dan ekonomi pengungsi. Untuk meningkatkan efektivitas pengawasan, diperlukan pembaruan kebijakan serta peningkatan koordinasi antara Rumah Detensi Imigrasi dengan lembaga internasional dan pemerintah daerah.
Article
Full-text available
Abstrak Suasana politik ekonomi saat ini menuntut Indonesia harus membuka diri dari masuknya tenaga kerja asing (Tiongkok), namun bukan berarti harus meninggalkan kebijakan selektif keimigrasian. Berdasarkan kebijakan ini, Pemerintah tidak dapat seenaknya memberikan akses masuk bagi orang asing, tapi juga tidak dapat menutup diri secara ekstrim dari perkembangan global. Perosalan migrasi warga negara Tiongkok ke Indonesia bukan hanya masalah satu atau dua institusi, tapi menjadi permasalahan bangsa. Keberadaan tenaga kerja Tiongkok ibarat dua sisi mata uang, yang (mungkin) dapat mensejahterakan masyarakat, tapi juga mengganggu keamanan negara. Tidak hanya itu, dalam jangka panjang dapat memberikan pengaruh negatif terhadap perkembangan ideologi, sosial, politik, dan ekonomi. Penegakan hukum terkait ekspansi warga negara Tiongkok yang melakukan pelanggaran, mau tidak mau harus segera dilaksanakan, terutama di bidang keimigrasian. Penyalahgunaan izin tinggal merupakan pelanggaran yang paling banyak dilakukan. Diperlukan koordinasi antar lembaga guna meningkatkan pengawasan selama mereka melakukan kegiatan di Indonesia. Keberadaan Sekretariat Tim Pengawasan Orang Asing (Tim Pora) yang melibatkan TNI, Polri, Kejaksaan, Kemenakertrans, dan lembaga lainnya, perlu didukung secara maksimal. Peran serta masyarakat sebagai pihak yang paling sering bersentuhan dengan warga negara asing (Tiongkok) harus diberdayakan.
Article
KetetapanpadaUndang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 mengenai keimigrasian yang berhubungan terhadap pencegahan dan juga penangkalan, khususnya pencegahan dan penangkalan kepada Orang Asing, sejalan dengan kebijakan pemerintah pada bidang keimigrasian yang mana didasarkan pada asas “selective policy”,Kebijakan yang diatas dasarkan pada prinsip selektivitas. Menurut prinsip ini, hanya orang asing yang bisa membawa kesejahteraan rakyat, bangsa, dan negara Republik Indonesia yang tidak mengancam keamanan dan ketertiban dan juga tidak memusuhi rakyat atau negara kesatuan Republik Indonesia yang dapat masuk atau keluar wilayah Indonesia yang didasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Article
Full-text available
Tuntutan masyarakat atas pelayanan publik di bidang keimigrasian semakin tinggi. Kondisi ini memaksa Direktorat Jenderal Imigrasi harus dapat beradaptasi dengan berbagai perubahan. Dengan diterbitkannya Surat Edaran Direktur Jenderal Imigrasi Nomor IMI- UM.01.01-4166 tentang Implementasi Aplikasi Pendaftaran Antrian Permohonan Paspor secara Online (APAPO) di Seluruh Indonesia, diharapkan dapat menjadi alternatif terobosan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Namun dalam pelaksanaannya, aplikasi tersebut mengalami bermacam kendala. Mulai dari perumusan kebijakan yang tidak sesuai prosedur, hingga aspek materil implementasi yang berpotensi gugatan hukum. Sejak dilaunching pada tanggal 26 Januari 2019, APAPO 2.0 mendapat beragam tanggapan dari masyarakat. Ada sebagaian yang memberikan apresiasi, tapi tidak sedikit yang berkomentar miring terkait aplikasi ini. Jumlah laporan tekait resistensi APAPO 2.0 mengalami peningkatan yang cukup siginifikan. Perbincangan warganet di linimasa Twitter pada topik Ditjen Imigrasi selama Maret 2019 mengalami kenaikan yakni terpantau 171 cuitan. Hal tersebut didominasi retweet warganet terkait peluncuran Aplikasi Pendaftaran Antrean Paspor Online (APAPO) di Apple App Store. Warganet masih me-mentionDirektorat Jenderal Imigrasi terkait pertanyaan dan keluhan seputar paspor online. Aplikasi antrean paspor online masih menjadi isu teratas yang diperbincangkan warganet dan mengandung sentimen negatif. Kuota yang selalu penuh serta website dan aplikasi yang sering down paling banyak dikeluhkan warganet. Tulisan ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pimpinan untuk melakukan evaluasi kebijakan, sehingga kedepannya dapat memprediksi potensi apa saja yang dapat mengancam keberlangsungan organisasi. Dalam tulisan ini penulis berusaha menggambarkan dan menjelaskan secara komprehensif berkenaan dengan konsep teoretis dan audit hukum atas permasalahan yang dimaksud.
Article
Full-text available
The problem of refugees and the displacement of people in the country is the most difficult problem facing the world community today. Many discussions were held at the United Nations which continued to seek more effective ways to protect and assist these very vulnerable groups. Some people call for increased cooperation and coordination between aid agencies, others point to gaps in international regulations and call for further standards in this field. However, everyone agrees that this problem is a global and global problem. Therefore every approach and solution must be carried out comprehensively and explain all aspects of the problem from the causes of mass exodus to the elaboration of the necessary responses to overcome the range of problems of refugees from emergencies to repatriation. This study will discuss how the basic rules of protection for asylum seekers and refugees according to Islamic law and international law.
ResearchGate has not been able to resolve any references for this publication.