Content uploaded by Nurdin Nurdin
Author content
All content in this area was uploaded by Nurdin Nurdin on Jun 29, 2022
Content may be subject to copyright.
Kombinasi Teknik Konservasi (Nurdin) 245
KOMBINASI TEKNIK KONSERVASI TANAH DAN
PENGARUHNYA TERHADAP HASIL JAGUNG DAN
EROSI TANAH PADA LAHAN KERING DI SUB DAS
BIYONGA KABUPATEN GORONTALO
Combination of Soil Conservation Techniques and Its Effect on the
Yield of Maize and Soil Erosion of Dry Land in
Biyonga Sub-Watershed, Gorontalo
Nurdin
Program Agroteknologi, Fakultas Pertanian
Universitas Negeri Gorontalo
Jl. Jend Sudirman 6 Kota Gorontalo 96122
E-mail: nurdin@ung.ac.id
Diterima: 3 April 2012; Direvisi: 13 April 2012; Disetujui: 24 April 2012
Abstract
Upland is one of land potentials for maize development, but most farmers were using upland without
soil conservation, so the soil erosion is difcult controlling and productivity is decreasing. This research
was aimed to nd of soil conservation technique combinations which can minimize soil erosion
and rising of maize yields. This research was carried out in Biyonga Sub-Watershed of Gorontalo
Regency. Experimental was conducted in afactorial random block design with2 main factors, where
rst factor was contour cultivation and the second was strip cropping which each factors consisted
of 5 treatments for manure and mulching with 3 replicates. Erosion box and their soil collector were
used to measure of soil erosion. Results showed that contour cultivation is ±1.24 higher than strip
cropping toincrease maize yields, but soil erosion was ±1.20 higher than strip cropping. The highest
of maize yield was 5.82 ha-1 tahun-1 and their soil erosion was 1.34 ton ha-1 tahun-1. Soil erosion on
the strip cropping was only 1.08 tonha-1 tahun-1 although maize yields were only 4.80 ton ha-1. The
best dosage for manure and mulching were 10 ton ha-1 and 12 ton ha-1.
Keywords: erosion, strip, cropping, upland, maize
Abstrak
Lahan kering merupakan salah satu lahan yang potensial untuk pengembangan jagung, tetapi
umumnya petani jagung menggunakannya tanpa menerapkan teknik konservasi tanah, sehingga
erosi tanah sukar dikendalikan dan produktitasnya menurun. Penelitian ini bertujuan untuk
mendapatkan kombinasi teknik konservasi tanah yang dapat menekan erosi tanah dan meningkatkan
hasil jagung. Penelitian ini dilaksanakan di Sub DAS Biyonga Kabupaten Gorontalo. Rancangan
penelitian menggunakan rancangan acak kelompok faktorial dengan dua factor, yaitu faktor pertama
penanaman menurut kontur dan faktor kedua penanaman dalam strip yang masing-masing faktor
terdiri dari lima perlakuan pupuk kandang dan mulsa serta masing-masing tiga ulangan. Pengukuran
erosi tanah menggunakan petak erosi beserta drum penampung sedimen. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa penanaman menurut kontur meningkatkan hasil jagung sebanyak ±1,24 kali
lebih banyak dibanding penanaman dalam strip, tetapi erosi tanah sebanyak ±1,20 kali lebih banyak
dibanding penanaman dalam strip. Hasil jagung tertinggi sebanyak 5,82 ton ha-1 dan erosi tanah
sebanyak 1,34 ton ha-1 tahun-1. Sementara, erosi tanah pada penanaman dalam strip hanya 1,08
ton ha-1 tahun-1 dengan hasil jagung sebanyak 4,80 ton ha-1. Dosis pupuk kandang terbaikadalah 10
ton ha-1, sementara untuk mulsa adalah 12 ton ha-1.
Kata Kunci: erosi, strip, pertanaman, lahan kering, jagung
246 J. Tek. Ling. (ISSN 1411-318X), Vol. 13, No. 3, September 2012
1. PENDAHULUAN
Gorontalo dikenal sebagai provinsi Agropolitan
yang menetapkan jagung sebagai entry point
program tersebut. Produksi jagung provinsi ini
dengan program Agropolitan terus mengalami
peningkatan dari 130.251 ton tahun 2002
menjadi 572.874 ton pada tahun 2007. Pada
tahun 2008 produksi ini diharapkan mencapai
1 juta ton [1]. Hasil tersebut dicapai setelah
petani memperoleh bantuan dana untuk biaya
usahatani jagung.Upaya peningkatan produksi
jagung terus digalakkan melalui program
intensikasi, ekstensikasi, agroindustri jagung,
penguatan kelembagaan dan tata niaga (Ismail
2003). Namun, upaya pengembangan pertanian
tanpa konsep yang jelas, hanya akan membuat
program tersebut tidak berjalan terarah dan
berkesinambungan. Salah satu upaya dalam
program intensikasi adalah optimalisasi
produktitas lahan kering di daerah aliran sungai
(DAS) yang selama ini dibudidayakan untuk jagung.
Luas lahan kering di Provinsi Gorontalo
mencapai 437.597,59 ha [1] atau 36% dari
luas total provinsi yang potensial untuk
pengembangan jagung. Hal ini sejalan dengan
pernyataan Abdurachman et al. (2008) [2] bahwa
lahan kering merupakan salah satu agroekosistem
yang potensial untuk usaha pertanian, baik
tanaman pangan, hortikultura maupun tanaman
tahunan dan peternakan. Rukmana (2001) [3]
mendenisikan lahan kering sebagai sebidang
lahan yang digunakan untuk usaha pertanian
dengan menggunakan air secara terbatas, dan
biasanya tergantung dari air hujan. Lebih lanjut
Abdurachman et al. (2008) [2] menyatakan bahwa
keterbatasan air pada lahan kering mengakibatkan
usaha tani tidak dapat dilakukan sepanjang tahun,
dengan indeks pertanaman kurang dari 1,50.
Penyebabnya antara lain adalah distribusi dan pola
hujan yang uktuatif, baik secara spasial maupun
temporal. Secaraalamiah, lahan kering juga peka
terhadap erosi terutama bila keadaan tanahnya
miring dan tidak tertutup vegetasi [19, 21], tingkat
kesuburan tanahnya rendah, baik kandungan
unsur hara, bahan organik, pH dan KTK [4,7,3].
Melihat kondisi di atas, usahatani jagung di
daerah ini memiliki faktor pembatas agroklimat
dan lahan. Pada musim kemarau, lahan kering
sukar untuk diusahakan karena keterbatasan
lengas tanah yang tersimpan dalam jeluk matriks
tanah sehingga jagung sulit berproduksi secara
optimal. Pada musim penghujan bahaya erosi dan
tanah longsor sering terjadi akibat ulah manusia
membuka hutan dan mengalihfungsikannya
menjadi lahan-lahan pertanian. Lahan dengan
kelerengan di atas 8% peka terhadap erosi
dan tanah longsor. Hal ini diperparah dengan
pengolahan tanah yang intensif, mengakibatkan
kerusakan tanah, erosi dan kehilangan air [3].
Pengolahan tanah intensif dapat menyebabkan
kerusakan struktur tanah, menurunkan kapasitas
inltrasi tanah, dan daya hantar air (9), dan
kualitas kimia serta biologi tanah [10]. Untuk
mengurangi dampak tersebut, dianjurkan
pengolahan tanah minimum [11,12]. Pengolahan
tanah ini akan meningkatkan jumlah pori makro,
sehingga meningkatkan kapasitas inltrasi [13,
14], mengurangi aliran permukaan (run off) dan
erosi tanah [15]. Namun, tindakan membatasi
pengolahan tanah sering berakibat merosotnya
produksi pertanian. Di samping itu, banyak petani
yang membudidayakan jagung pada lahan kering
berlereng tanpa tindakan konservasi tanah,
sehingga terjadi erosi tanah dan berdampak
pada keberlanjutan usahatani jagung. Penelitian
ini bertujuan untuk memperoleh paket teknologi
konservasi tanah yang dapat menekan erosi
tanah dan meningkatkan hasil jagung sebagai
komoditas unggulan Program Agropolitan.
2. BAHAN DAN METODE
Penelitian ini dilaksanakan dalam kawasan
Sub DAS Biyonga yang merupakan salah satu
anak DAS Limboto dan termasuk bagian dari
Satuan Wilayah Pengelolaan Daerah Aliran
Sungai (SWP-DAS) Bone Bolango serta masuk
DAS Prioritas. Secara administratif, lokasi
penelitian termasuk dalam Kelurahan Biyonga
Kecamatan Limboto Kabupaten Gorontalo
Provinsi Gorontalo. Sedangkan secara geogras,
lokasi penelitian terletak pada 00o30’ LU sampai
00o40’ LU dan 122o50’ BT sampai 123o00’
BT. Penelitian dilaksanakan selama enam
bulan, dari Februari sampai Agustus 2007.
Bahan penelitian terdiri atas: pupuk majemuk
NPK Ponska (15-15-15) sebagai starter, pupuk
kandang, mulsa jerami padi, benih jagung Lamuru
FM dan strip rumput gajah (elephant grass).
Penelitian ini menggunakan rancangan acak
kelompok faktorial (RAKF) dengan perlakuan faktor
utama berupa teknik konservasi tanah (penanaman
menurut kontur (K) dan penanaman dalam strip
(S)), lima faktor perlakuan pupuk kandangterdiri
dari: perlakuan kontrol atau P0 (0 ton ha-1), P1
(2,5 ton ha-1), P2 (5 tonha-1), P3 (7,5 ton ha-1)
dan P4 (10 ton ha-1). Sementara itu,limafaktor
perlakuan pemulsaan terdiri dari: perlakuankontrol
atau M0 (0 ton ha-1), M1 (3 ton ha-1), M2 (6 ton
ha-1), M3 (9 ton ha-1), dan M4 (12 ton ha-1).
Sebelum pengolahan tanah dilakukan,
sampel tanah diambil dari lahan dengan
metodediagonal[17], padalima titik untuk keperluan
analisis tanah di laboratorium.Pengambilan
contoh tanah tidak terusik menggunakan ring
sampel. Sementara untuk tanah terusik digunakan
kantong plastik dengan kedalaman tanah 20 cm.
Kombinasi Teknik Konservasi (Nurdin) 247
Analisis sifat sik dan kimia tanah dilakukan untuk
mendapatkan gambaran sifat tanah di lokasi
penelitian. Pengolahan tanah dilakukan sebanyak
tiga kali, kemudian dibuat alur-alur penanaman
jagung menurut kontur dan strip. Pembuatan alur
-alur strip untuk rumput gajah dengan jarak tanam
30 cm dan meratakan pupuk kandang. Pada alur
strip dibuat saluran air yang memotong lereng
dengan ukuran selebar 0,3 m dan sedalam 0,3
m. Sebelum penanaman, dilakukan pencampuran
pupuk kandang sesuai dosis perlakuan dengan
tanah olah. Pupuk kandang berasal dari kotoran
kuda yang telah diinkubasi selama ± tiga bulan.
Penanaman dilakukan dengan cara ditugal
dimana jarak tanam adalah 75 cm × 75 cm.
Setiap lubang akan diisi 3 biji jagung dengan
kedalaman 5 cm. Pemeliharaan jagung meliputi
penyulaman pada 7 hari setelah tanam (HST),
penjarangan 14 HST, penyiangan 10 HST untuk
memberantas gulma, dan pembumbunan 28 HST
untuk memperkokoh batang dan memperbaiki
drainase. Pengendalian hama dan penyakit
tidak dilakukan karena tanaman bebas dari
gangguan hama dan penyakit. Selama penelitian
berlangsung tidak terjadi hujan. Oleh karena itu
dilakukan penyiraman sebanyak dua kali, yaitu
pada awal tanam dan pada saat berbunga betina.
Penyiraman menggunakan air yang ditampung
dalam tong dan dihubungkan dengan selang.
Penilaian produktivitas jagung berdasarkan
parameter hasil jagung kadar air 15%. Seluruh
data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam
pola rancangan acak kelompok faktorial (RAKF).
Uji lanjut menggunakan uji beda nyata terkecil
(BNT) pada taraf uji 5% dengan Minitab versi 14.
Pengukuran erosi dengan metode petak erosi
kecil, yaitu membuat petak erosi dengan panjang
22 m, lebar 2 m dan tinggi 0,5 m [1], karena
tanaman peraga adalah tanaman semusim
(jagung). Disamping itu, dibuat bak penampungan
(soil collector) dengan ukuran panjang 2 m, lebar
0,5 m dan tinggi 0,5 m., juga lubang pengeluaran
aliran permukaan sebanyak 5 buah dengan
jarak antar pipa 10 cm dan lubang di tengah
dimasuki pipa plastik. Drum penampungan
aliran permukaan ditanam sebagian (masuk
ke dalam tanah) serta tutup drum. Perhitungan
besar erosi dan aliran permukaan dilaksanakan
menurut teknik yang diungkapkan Soah
(1978). Untuk menghitung aliran permukaan
digunakan persamaan sebagai berikut:
Total volume = volume 1 + volume 2, dimana:
VT = volume total aliran permukaan, volume
1 = volume air pada ember 1 dan volume 2 =
volume air pada ember 2, sedangkan untuk
menghitung total tanah yang tererosidengan
menghitung berat tanah yang tertampung
diambil cuplikannya sebanyak 1 liter, kemudian
dihitung dengan menggunakan persamaan:
D1 = (x1 g/1 l) x volume air D1……..(3)
D2 = (x1 g/1 l) x volume air D2……..(4)
A = D1 + D2
Dimana: A = erosi tanah (ton ha-1 tahun-1);
D1 = tanah tererosi pada ember 1; D2 = tanah
tererosi pada ember 2; x1 = berat tanah kering
oven pada ember 1; x2 = berat tanah kering
oven pada ember 2.Sebagai pembanding,
maka dilakukan pendugaan besarnya erosi
tanah dilakukan dengan metode USLE
(universal soil loss equation) yang dikemukakan
oleh Weischmeier dan Smith (1978), yaitu:
A = R K L S C P …………………….(5)
Dimana: A = banyak tanah tererosi (ton ha-1
tahun-1); R = faktor curah hujan dan aliran
permukaan; K = faktor erodibilitas tanah; L = faktor
panjang lereng; S = faktor kecuraman lereng; C =
faktor vegetasi penutup tanah dan pengelolaan
tanaman; dan P = faktor tindakan khusus
konservasi tanah. Sedangkan faktor erodibilitas
(K) dihitung dengan persamaan berikut:
...................(6)
Dimana: M = % pasir dan debu (Φ 0,1-0,05 dan
0,05-0,02 mm); a = % bahan organik; b = kode
struktur tanah; dan c = kelas permeabilitas tanah.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Sifat-Sifat Tanah
Tanah di lokasi penelitian bertekstur lempung
berdebu, permeabilitasnya agak cepat, porositas
tanah sedikit dan struktur gumpal bersudut
(Tabel 1). Permeabilitas tanah yang agak cepat
disebabkan karena tekturnya lempung berdebu
dengan persentase pasirnya 36,15% walaupun
porositas tanahnya relatif sedikit.Kadar N total,
P dan K terekstrak Bray 1 sangat rendah, serta
kadar C-Organik sedang. Kondisi pH tanah yang
relatif netral (6,71) menunjukkan bahwa tanah ini
sebenarnya cukup menyediakan unsur hara yang
esensial untuk tanaman.Sedangkan kapasitas
tukar kation (KTK) tergolong sangat tinggi,
sehingga tanah tersebut mampu memegang hara
yang diberikan ke dalam tanah [20]. Berdasarkan
kriteria sifat kimia tanah, maka status kesuburan
tanah di lokasi penelitian tergolong sedang[32].
Status kesuburan tanah yang rendah,
membutuhkan upaya strategis untuk
meningkatkan kesuburan tanah agar dapat
menyuplai kebutuhan hara bagi tanaman. Hal ini
disebabkan oleh erosi yang mengakut hara dari
lapisan olah. Pada endapan cekungan lahan di
lokasi penelitian, terlihat gulma dan rerumputan
248 J. Tek. Ling. (ISSN 1411-318X), Vol. 13, No. 3, September 2012
tumbuh subur. Morgan (1986) menyatakan bahwa
toleransi kehilangan tanah terjadi jika tingkat
kesuburan tanah dapat dipertahankan 20 sampai
25 tahun. Soepardi (1983) melaporkan bahwa
kehilangan unsur hara karena erosi selama dua
tahun di Missouri, yaitu: 66 kg N ha-1, 41 kg
P2O5 ha-1, 729 kg K2O ha-1, 309 kg CaO ha-
1, 145 kg MgO ha-1, dan 42 kg SO4 ha-1.Di
samping itu, intensifnya pengolahan tanah dan
penanaman pada musim tanam sebelumnya
telah menyebabkan kehilangan unsur hara, baik
karena hilang bersama panen, pencucian hara
bersama air perkolasi dan penguapan karena
proses volatilisasi beberapa unsur hara yang
mobil, seperti NO3-, dan NH4+.Hasil wawancara
dengan petani diperoleh informasi bahwa selama
mengusahakan lahan tersebut untuk berbagai
tanaman, belum pernah diberikan pupuk atau
bahan organik, sehingga wajar bila di dalam
tanah ketersediaan N, P dan K sangat rendah.
Kemiringan lereng daerah penelitian sebesar
8% atau landai sehingga cocok untuk diterapkan
teknik konservasi tanah dengan metode
vegetatif. Metode vegetatif yang cocok dan
sesuai diantaranya adalah penanaman menurut
kontur (countur cultivation) dan penanaman
dalam strip (strip cropping). Hal ini sejalan
dengan pernyataan Joseph (2005) bahwa lahan
dengan kedalaman afektif lebih dari 30 cm dari
permukaan tanah dan kemiringan lereng 8 %
–25% sebaiknya diterapkan teknik penanaman
menurut kontur. Teknik ini cukup layak diterapkan
karena kedalaman efektif tanah rata-rata 37 cm.
3.2. Pengaruh Kombinasi Teknik Konservasi
Tanah terhadap Hasil Jagung
Penerapan teknik konservasi tanah pada
lahan kering di Sub DAS Biyonga meningkatkan
hasil jagung, kecuali pada perlakuan penanaman
dalam strip (Tabel 2). Pada penanaman menurut
kontur, taraf pupuk kandang dan mulsa nyata
meningkatkan hasil jagung dengan hasil tertinggi
(5,03 dan 4,99 ton ha-1) masing-masing pada
taraf pupuk kandang 10 ton ha-1dan 12 ton ha-1.
Berdasarkan kombinasi perlakuan, maka taraf
pupuk kandang 10 ton ha-1 dan mulsa 12 ton
ha-1 nyata meningkatkan hasil jagung. Hal ini
disebabkan oleh pupuk kandang yang digunakan
telah diinkubasi sehingga kandungan C/N
rationya rendah. Rasio C/N rendah menghambat
terjadinya imobilisasi oleh mikroba tanah[39, 11],
sehingga pupuk yang diberikan terutama Phonska
(N15-P15-K15) siap diserap oleh tanaman.
Hasil penelitian Hudson (1971) menunjukkan
bahwa pemupukan N15-P15-K15 sebanyak
250 kg ha-1 ternyata memberikan perlindungan
tanah dengan hasil jagung 4,08 ton ha-1. Nurdin
(2005) melaporkan bahwa pemupukan Phonska
pada taraf 250 kg ha-1 nyata meningkatkan
hasil jagung di Moodu Kota Gorontalo.
Mulsa yang digunakan pada penelitian
ini merupakan jerami padi. Neneng (2006)
melaporkan bahwa mulsa jerami menghasilkan
jagung pipilan kering lebih tinggi dibanding pupuk
hijau, tetapi pengaruhnya tidak nyata. Mulsa jerami
dapat menekan pertumbuhan gulma dan lebih
memperkaya bahan organik tanah, mengawetkan
bahan organik serta menurunkan suhu tanah
[37] karena kadar C-organik di lokasi penelitian
tergolong sangat rendah (Tabel 1). Nursyamsi
et al. 2002 [25] menyatakan bahwa tanah yang
memiliki kandungan C-organik <2% memerlukan
tambahan bahan organik sebanyak 5 ton ha-1.
Sementara itu, Kamagi (1998) menyatakan bahwa
pupuk kandang nyata meningkatkan hasil jagung.
Hal ini didukung hasil penelitian Faesal et al. 2006
[17] bahwa taraf pupuk kandang 3 ton ha-1 nyata
meningkatkan hasil jagung di Gowa Sulawesi
Selatan. Pada penelitian ini, taraf pupuk kandang
2,5 ton ha-1 sudah nyata meningkatkan hasil jagung.
Tabel 1. Sifat-Sifat Tanah pada lapisan olah(0-20 cm) sebelum percobaan (0-20 cm)
Sifat Fisik/Kimia Tanah
Nilai
Kriteria/Kelas
Tekstur :
Lempung Berdebu
Pasir (%)
36,15
Debu (%)
49,41
Liat (%)
14,44
Permeabilitas (cm jam
-1
)
11,05
Agar Cepat
Pori-Pori Tanah
Sedikit
Kemantapan Agregat
Sedang
Struktur
Gumpal Bersudut
Berat Jenis (g cm
-3
)
2,08
Berat Volume (g cm
-3
)
1,79
Kadar Air (θ) :
pF 0 (%)
22,07
pF 2,54 (%)
20,31
pH :
H
2
O
6,71
Netral
KCl
5,82
Masam Sedang
C-Organik (%)
2,44
Sedang
N total Kjedahl (%)
0,05
Sangat Rendah
PBray 1 (ppm)
8,23
Sangat Rendah
K Bray 1 (me 100 g
-1
)
3,06
Sangat Rendah
KTK NH
4
oAc (me 100 g
-1
)
51,11
Sangat Tinggi
Kombinasi Teknik Konservasi (Nurdin) 249
Tabel 2. Rataan hasil jagung akibat penerapan teknik konservasi tanah
Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji BNT 5%
Pada penanaman dalam strip, walaupun pada
taraf pupuk kandang dan mulsa yang sama nyata
meningkatkan hasil jagung, tetapi hasil tersebut
lebih rendah (3,91 dan 4,15 ton ha-1) dibanding
penanaman menurut kontur. Sementara
kombinasi perlakuan pada penanaman dalam
strip tidak nyata meningkatkan hasil jagung. Hal
ini diduga karena pada perlakuan penanaman
dalam strip terjadi persaingan unsur hara antara
jagung dengan strip rumput gajah. Hal ini terlihat
dari penampilan (performance) strip rumput gajah
yang tumbuh lebat dan hijau. Tala’ohu et al. 2003
[40] melaporkan bahwa kombinasi rorak dan strip
lamtoro dengan mulsa atau pupuk kandang dapat
memperbaiki pertumbuhan dan produksi jagung
pipilan kering dibandingkan kebiasaan petani.
Kombinasi teknik konservasi tanah secara
linier positif berpengaruh terhadap peningkatan
hasil jagung pada penanaman menurut kontur
(Gambar 1). Pengaruh pupuk kandang terhadap
hasil jagung lebih tinggi. Hal ini terlihat dari nilai
b (0,24), walaupun nilai koesien diskriminan
(R2=0,86) lebih rendah dibanding pengaruh
pemulsaan.Namun, hasil jagung justru sebesar
95% dipengaruhi oleh pemberian mulsa dan
hanya sebesar 5% dipengaruhi oleh faktor
lainnya. Pada penanaman dalam strip (Gambar
2), pengaruh pupuk kandang justru lebih rendah
dibanding pemulsaan yang tampak pada nilai
b (0,09) dan koesien diskriminan (R2=0,66).
Gambar 1. Interaksi antara Pupuk Kandang dan
Mulsa terhadap hasil jagung pada Penanaman
menurut KonturPengaruh pemulsaan pada
perlakuan ini paling tinggi dengan nilai
Teknik Konservasi Tanah
Hasil Jagung (ton ha
-1
)
Penanaman dalam Kontur
Penanaman dalam Strip
Taraf Pupuk Kandang:
0 ton ha
-1
2,58a
2,66a
2,5 ton ha
-1
3,67b
3,48b
5 ton ha
-1
4,71c
3,46b
7,5 ton ha
-1
4,82d
3,31b
10 ton ha
-1
5,03e
3,91b
Taraf Mulsa:
0 ton ha
-1
3,52a
2,60a
3 ton ha
-1
3,88ab
2,95b
6 ton ha
-1
4,09b
3,41b
9 ton ha
-1
4,33b
3,72c
12 ton ha
-1
4,99bc
4,15d
Kombinasi Pupuk Kandang+Mulsa:
1 ton ha
-1
+0 ton ha
-1
2,70a
2,29
tn
0 ton ha
-1
+3 ton ha
-1
2,25a
2,23
0 ton ha
-1
+6 ton ha
-1
2,39a
3,09
0 ton ha
-1
+9 ton ha
-1
2,39a
2,87
0 ton ha
-1
+12 ton ha
-1
3,20ab
2,84
2,5 ton ha
-1
+0 ton ha
-1
2,89a
2,34
2,5 ton ha
-1
+3 ton ha
-1
3,60abcd
3,19
2,5 ton ha
-1
+6 ton ha
-1
3,74bcd
3,51
2,5 ton ha
-1
+9 ton ha
-1
3,61abcd
3,82
2,5 ton ha
-1
+12 ton ha
-1
4,49cd
4,57
5 ton ha
-1
+0 ton ha
-1
3,88bcd
2,86
5 ton ha
-1
+3 ton ha
-1
4,52cde
3,14
5 ton ha
-1
+6 ton ha
-1
4,52cde
3,36
5 ton ha
-1
+9 ton ha
-1
4,87cde
3,63
5 ton ha
-1
+12 ton ha
-1
5,77cdef
4,35
7,5 ton ha
-1
+0 ton ha
-1
3,58abc
2,61
7,5 ton ha
-1
+3 ton ha
-1
4,37cd
2,85
7,5 ton ha
-1
+6 ton ha
-1
5,12def
3,13
7,5 ton ha
-1
+9 ton ha
-1
5,36def
3,78
7,5 ton ha
-1
+12 ton ha
-1
5,68defg
4,19
10 ton ha
-1
+0 ton ha
-1
4,54cde
2,93
10 ton ha
-1
+3 ton ha
-1
4,67cde
3,34
10 ton ha
-1
+6 ton ha
-1
4,69cde
3,95
10 ton ha
-1
+9 ton ha
-1
5,42def
4,55
10 ton ha
-1
+12 ton ha
-1
5,82defg
4,80
250 J. Tek. Ling. (ISSN 1411-318X), Vol. 13, No. 3, September 2012
koesien diskriminan (R2) sebesar 0,99.
Dengan demikian, hasil jagung sebesar 99%
dipengaruhi oleh pemberian mulsa dan hanya
sebesar 1% dipengaruhi oleh faktor lainnya.
Gambar 1. Kombinasi teknik konservasi tanah
secara linier positif berpengaruh terhadap
peningkatan hasil jagung.
Berdasarkan kemiringan garis linier, maka
hasil jagung dipengaruhi oleh pupuk kandang
yang diberikan pada penanaman menurut
kontur (nilai b 0,24) yang tertinggi dibanding
pemberian mulsa, sebagaimana pernyataan
Kasno et al. (2009) bahwa kemiringan garis
linier salah satunya ditunjukkan oleh nilai b.
Dengan demikian, maka pada penanaman
dalam strip hasil jagung dipengaruhi oleh
pemulsaan karena nilai b paling tinggi dibanding
pupuk kandang. Di samping itu, daerah ini
cukup tinggi penguapannya sehingga dengan
pemulsaan akan menekan laju penguapan dan
pengaruhnya signikan terhadap unsur hara
yang mobil seperti nitrat (NO3-) dan Amonia
(NH4+) karena proses volatilisasi [39]. Pemberian
mulsa efektif menekan kehilangan hara karena
pengangkutan oleh erosi dan aliran permukaan [3].
Tabel 3. Erosi tanah dan aliran permukaan akibat penerapan teknik konservasi tanah
3.3. PENGARUH TEKNIK KONSERVASI
TANAH TERHADAP EROSI TANAH
Hasil pengukuran erosi di lokasi penelitian pada
penanaman menurut kontur lebih tinggi dibanding
penanaman dalam strip (Tabel 4).Legowo
(2005) melaporkan bahwa DAS Limboto berada
pada kondisi kritis karena laju erosi tanah
44,69 ton ha-1 tahun-1 atau 3,72 mm tahun-1.
Besarnya erosi tanah yang terjadi pada
penanaman menurut kontur sebesar 1,34 ton
ha-1 tahun-1. Sedangkan penanaman dalam
strip erosi yang terjadi sebesar 1,08 ton ha-1
tahun-1. Walupun demikian, tingkat bahaya
erosi yang terjadi masih tergolong sedang [5].
Tabel 4. Erosi tanah dugaan berdasarkan metode USLE
Deposisi sedimen sebesar 2,94 ton ha-1 tahun-1
atau 0,24 mm ha-1. Sedangkan hasil sedimen
DAS Limboto adalah 41,75 ton ha-1 tahun-1 atau
3,48 mm tahun-1. Selanjutnya, Arsyad (2006)
menyatakan bahwa keuntungan penanaman
menurut kontur adalah terbentuknya penghambat
aliran permukaan yang meningkatkan penyerapan
air oleh tanah dan menghindari erosi tanah.
Perlakuan Kombinasi
Erosi Tanah
Tingkat
Bahaya
Erosi
Aliran Permukaan
… ton ha
-1
tahun
-
1
…
m
3
ha
-1
tahun
-1
Penanaman menurut kontur +pupuk
kandang+mulsa
1,34
Sedang
11,08
Penanaman dalam strip+pupuk kandang
+mulsa
1,08
Sedang
9,55
Tanpa perlakuan (kebiasaan petani)
108,11
Berat
153,02
Perlakuan
Faktor
Erosi Tanah (A)
Rataan
TBE
(BRLKT 1986)
R
K
C
LS
P
……. ton ha
-1
tahun
-1
…….
K0
695
0,25
0,08
0,80
0,50
5,56
5,20
Sedang
K1
695
0,20
0,08
0,80
0,50
4,45
K2
695
0,27
0,08
0,80
0,50
6,00
K3
695
0,20
0,08
0,80
0,50
4,45
K4
695
0,25
0,08
0,80
0,50
5,56
S0
695
0,20
0,08
0,80
0,40
3,56
3,84
Sedang
S1
695
0,18
0,08
0,80
0,40
3,20
S2
695
0,20
0,08
0,80
0,40
3,56
S3
695
0,25
0,08
0,80
0,40
4,45
S4
695
0,25
0,08
0,80
0,40
4,45
KP
695
0,27
1,00
0,80
1,00
150,09
150,09
Sangat berat
Kombinasi Teknik Konservasi (Nurdin) 251
Pada penanaman menurut strip, di samping
diberikan mulsa juga ada tanaman strip yang
dapat menekan laju erosi tanah. Suwardjo, 1978
[36] melaporkan bahwa penanaman jagung
dengan pola strip hanya menghasilkan erosi
tanah sebesar 2,6 ton ha-1 dibanding tanpa strip
sebesar 4,6 ton ha-1. Selanjutnya, Utomo (1989)
melaporkan bahwa penggunaan tanaman rumput
gajah sebagai tanaman strip pada tanaman ubi
kayu tumpangsari jagung dapat menekan laju
erosi dari 55,10 ton ha-1 (tanpa strip) menjadi
37,15 ton ha-1. Dariah et. al (1993) menambahkan
bahwa strip akar wangi (Vetiveria zizaniodes)
yang ditanam pada budidaya tanaman jagung bisa
menjadi tanaman konservasi, mudah dan murah.
Erosi dugaan dengan metode USLE (Tabel 4)
menunjukkan bahwa penanaman menurut kontur
lebih tinggi (5,20 ton ha-1 tahun-1) dibanding
penanaman dalam strip (3,84ton ha-1 tahun-1).
Nilai erosi ini masih tergolong sedang
berdasarkan tingkat bahaya erosi dan relatif
sama dengan hasil pengukuran melalui petak
erosi.Sementara itu, tingkat bahaya erosi pada
lahan yang diusahakan petani tanpa tindakan
konservasi tanah sudah tergolong sangat
berat[5]. Berdasarkan nilai erosi yang dihasilkan,
maka pengukuran langsung dengan petak erosi
lebih sensitif dibanding pendugaan erosi dengan
metode USLE. Beberapa komponen faktor
sering tidak sesuai dengan kondisi lapangan
dan masih bersifat umum [3], terutama faktor
erosivitas hujan dan erodibilatas tanah. Oleh
karena itu, usulan perbaikan keragaan metode
ini untuk kondisi khusus terus dilakukan [42, 28].
Besarnya aliran permukaan pada penanaman
menurut kontur lebih besar dibanding penanaman
dalam strip (Tabel 4). Hal ini memberikan
petunjuk bahwa pemulsaan lebih efektif menekan
aliran permukaan pada penanaman dalam
strip dibanding penanaman menurut kontur.
BP2TPDAS-IBB (2002) melaporkan bahwa tanpa
mulsa, aliran permukaan sebesar 45,3%, inltrasi
sebesar 54,7% dan erosi 53,3 ton ha-1. Pemberian
mulsa sebanyak 8,54 ton ha-1, aliran permukaan
hanya 0,1%, inltrasi sebesar 99,5% dan erosi
menjadi 0,0 ton ha-1. Pemberian pupuk kandang
berpengaruh yang baik terhadap pemantapan
agregat tanah, sehingga tidak mudah tererosi.
Analisis tanah menunjukkan bahwa kemantapan
agregat tanah di daerah ini sedang dengan
struktur tanah gumpal, sehingga pemberian pupuk
kandang meningkatkan kemantapan agregat tanah
karena ada perekat oleh ikatan kompleks bahan
organik tanah dan konsistensinya lebih teguh [31].
4. KESIMPULAN
Penerapan kombinasi teknik konservasi
tanah pada penanaman menurut kontur nyata
meningkatkan hasil jagung dam mampu menekan
laju erosi tanah. Pada penanaman dalam strip,
walaupun tidak nyata meningkatkan hasil jagung
tetapi efektif menekan laju erosi tanah dibanding
penanaman menurut kontur. Kombinasi perlakuan
terbaik untuk hasil jagung tertinggi adalah pupuk
kandang 10 ton ha-1 dan mulsa 12 ton ha-1.
Sementara laju erosi tanah yang terjadi pada
lahan jagung petani tanpa tindakan konservasi
tanah sudah tergolong sangat berat, sehingga
membutuhkan penanganan segera untuk
menekan tingkat degradasi lahan yang lebih
besar lagi. Berdasarkan nilai erosi yang terjadi,
maka pengukuran langsung melalui petak erosi
lebih sensitif hasilnya dibanding pendugaan erosi
dengan metode USLE.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim. 1982. Pedoman umum metode
pengukuran erosi dalam rehabilitasi lahan kritis
dan pencegahan erosi. Departemen Pertanian RI,
Jakarta.
2. Adiningsih, J.S dan M. Sudjadi. 1993. Peranan
sistem bertanam lorong (alley cropping) dalam
meningkatkan kesuburan tanah pada lahan kering
masam. Risalah Seminar hasil penelitian tanah dan
agroklimat. Pusat penelitian tanah dan agroklimat,
Bogor.
3. Arsyad S. 2006. Konservasi tanah dan air. Edisi
revisi. Serial pustaka IPB Press, Bogor.
4. AbdurachmanA, A Dariah, dan A Mulyani. 2008.
Strategi dan teknologi pengelolaan lahan kering
mendukung pengadaan pangan nasional. J.
Litbang Pertanian 27 (2): 43-49.
5. BRLKT. 1986. Petunjuk pelaksanaan rencana
teknis lapangan rehabilitasi lahan dan konservasi
tanah. Badan rehabilitasi lahan dan konservasi
tanah Ditjend reboisasi dan rehabilitasi lahan
Departemen kehutanan RI, Jakarta.
6. Bens O. W, N. A Buczko, U. Hüttl, R. F. 2001.
Makroporositätund inltrationseingescrafhten von
Ackerböden unter differenzierter Bewirschraftung.
Mitteilungen der Deutschen Bodenkundlichen
Gesselschaft. Band 96, Heft 1.
7. BP2TPDAS-IBB. 2002. Pedoman praktik
konservasi tanah dan air. Balai penelitian dan
pengembangan teknologi pengelolaan daerah
aliran sungai Indonesia bagian barat. Balitbang
Kehutanan Departemen Kehutanan RI, Surakarta.
8. BPS. 2007. Provinsi gorontalo dalam angka tahun
2007. Badan pusat statistik Provinsi Gorontalo.
9. Dariah A, H. Suwardjo dan D. Erfandi. 1993. Akar
wangi sebagai tanaman konservasi tanah dan air.
Serial populer No.3. Puslittanak, Bogor. Hal 6-9.
10. Hudson N. 1971. Soil conservation. BT Brastford,
London.
11. Havlin J.L, J.D Beaton, S.L Tisdale, and W.L Nelson.
1999. Soil fertility and fertilizer An introduction to
nutrient management. 6th ed. Prentice Hall. Upper
Saddle River. New Jersey. pp.497.
12. Husain J. 2001. Wasserinltration in tonigen und
strukturierten böden auf unterschiedlichen skalen
und bei nutzungsänderung. Dissertation der fakultät
252 J. Tek. Ling. (ISSN 1411-318X), Vol. 13, No. 3, September 2012
für umweltwissenschaften und verfahrenstechnik
der brandenburgischen technischen universität
Cottbus, Deutsschland.
13. Husain J, H.H Gerke, and R.F Hüttl. 2001.
Wasserinltration auf unterschiedlichen raumskalen
in strukturierten böden. Mitteilungan der deutschen
bodenkundlichen gesselschaft. 96 (1): 87-88.
14. Husain J, H.H Gerke, and R.F Hüttl. 2002. Inltration
measurements for determining effects of land use
change on soil hydraulic properties in Indonesia.
In Pagliai, M and Jones, R (Eds). Sustainable
land management for enviromental protection-soil
physics approach. advances in Geocology no. 32
catena verlag. Reiskirschen p.230-236.
15. Husain J, J.N Luntungan, Y. Kamagi, dan Nurdin.
2004. Model usahatani jagung berbasis konservasi
di Provinsi Gorontalo. Laporan Hasil Penelitian
badan penelitian dan pengengembangan dan
pengendalian dampak lingkungan daerah
(Balitbangpedalda) Provinsi Gorontalo, Gorontalo.
16. Faesal A. Najamuddin, dan M. Akil. 2006.
Pengaruh cara pemberian dan takaran pupuk
kandang terhadap hasil biomas tanaman jagung.
J. penelitian pertanian tanaman pangan 25 (2):
124-128.
17. Joseph B. Th. 2005. Potensi sumberdaya tanah
das limboto dan das randangan kabupaten
gorontalo. Dalam prosiding seminar agropolitan
komda Suluttenggo di Gorontalo, Gorontalo. Hal
12-15.
18. Kamagi Y. E. 1998. Pengaruh pengolahan tanah
dan dosis pupuk kandang ayam pada tanah latosol
berlereng terhadap erosi dengan tanaman kacang
tanah sebagai indikator. J. solum 1 (3): 30-38.
19. Kurnia U, Sudirman, dan H. Kusnadi. 2005.
Teknologi rehabilitasi dan reklamasi lahan. hlm.
147−182. Dalam teknologi pengelolaan lahan
kering: menuju pertanian produktif dan ramah
lingkungan. Pusat penelitian dan pengembangan
tanah dan agroklimat, Bogor.
20. Kasno A. 2009. Respon tanaman jagung terhadap
pemupukan Fospor pada Typic Dystrudept. J.
tanah tropika. 14 (2) : 111-118.
21. LPTP. 1995. Paket budidaya jagung varietas arjuna
di lahan kering. Agdex. 041/577 lembar informasi
pertanian (LIPTAN) LPTP Koya Barat, Irian Jaya.
22. Lorenz G, C.L Bonelli, S. Roldan, C. Araya and
K. Rondano. 2000. Soil quality change due to
land use in a kastanozem-phaeozem soilscape
of semiarid chaco. Mitteilungen der deustchen
bodenkundlichen gesselschaft. Band 93.
23. Legowo, S.W.D. 2005. Pendugaan erosi dan
sedimentasi dengan menggunakan model
geowepp; studi kasus DAS Limboto, Provinsi
Gorontalo. J. sumberdaya air 1 (1): 1-13.
24. Morgan R. P. C. 1988. Soil erosion and conservation.
Longman group, Hongkong.
25. Nursyamsi D, A. Budiarto, dan L. Anggria. 2002.
Pengelolaan kahat hara pada Inceptisol untuk
meningkatkan pertumbuhan tanaman jagung. J.
tanah dan iklim. 60:56-68.
26. Nurdin. 2005. Pertumbuhan dan produksi jagung
(Zea mays L.) varitas lamuru yang dipupuk
phonska dosis berbeda di Moodu Kecamatan Kota
Timur Kota Gorontalo. J. eugenia. 11 : 396-400.
27. Nuraida L.N. 2006. Peningkatan kualitas tanah
Ultisol Jasinga terdegradasi dengan pengolahan
tanah dan pemberian bahan organik. Disertasi
sekolah pascasarjana IPB, Bogor.
28. Renard K.G, G.R Foster, G.A Weesies, D.A McCool,
and D.C Yoder. 1997. Predicting soil erosion by
wáter. A guide to conservation planning with the
revised universal soil loss equation (RUSLE). Agric
Handb. 703, US Govt print. ofce, Washington DC.
29. Rukmana R. 2001. Teknik pengelolaan lahan
berbukit dan kritis. Kanisius, Yogyakarta.
30. Soepardi G. 1983. Sifat dan ciri tanah.
Departemenilmu tanah fakultas pertanian IPB,
Bogor.
31. Rachim D.A. 2007. Dasar-dasar genesis tanah.
Departemen ilmu tanah dan sumberdaya lahan
fakultas pertanianIPB, Bogor.
32. Staf Peneliti Pusat Penelitian Tanah. 1983. Term
of referrence klasikasi kesesuaian lahan. Proyek
penelitian pertanian menunjang transmigrasi
(P3MT) pusat penelitian tanah badan penelitian
dan pengembangan pertanian departemen
pertanian RI, Bogor.
33. Sarief S. E. 1986. Ilmu tanah pertanian. CV.
Pustaka Buana, Bandung.
34. Soah. 1978. Petunjuk pelaksanaan percobaan
erosi sistem petak kecil. Bahan penataran pps
bidang ilmu tanah dan pemupukan II. Departemen
pertanian RI, Jakarta.
35. Suwardjo. 1981. Peranan sisa-sisa tanaman dalam
konservasi tanah dan air pada lahan usahatani
tanaman semusim.Disertasifakultas pasca sarjana
IPB, Bogor.
36. Suwardjo. 1987. Konservasi tanah. Penataran PPS
bidang ilmutanah dan pemupukan II, 13 Maret-13
April 1987. Badan pengendali bimas dan lembaga
penelitian tanah Departemen pertanian RI, Bogor.
37. Sanchez P. A. 1992. Sifat dan pengelolaan tanah
tropika. ITB, Bandung.
38. Suriadikarta D.A, T. Prihatini, D. Setyorini, dan
W. Hartatiek. 2002. Teknologi pengelolaan bahan
organik tanah. hlm. 183−238. Dalam teknologi
pengelolaan lahan kering menuju pertanian
produktif dan ramah lingkungan. Pusat penelitian
dan pengembangan tanah dan agroklimat, Bogor.
39. Tisdale S.L, W.L. Nelson and J.D. Beaton. 1990.
Soil fertility and fertilizers. 4th edition. Macmillan
Pub. Co., New York.
40. Tala’ohu S.H, Abas A, dan Kurnia, U. 2003.
Optimalisasi produktivitas lahan kering beriklim
kering melalui penerapan sistim usahatani
konservasi. Dalam prosiding kongres nasional VIII
himpunan ilmu tanah indonesia (HITI), Padang, 21-
23 Juli 2003. Hal 166-177.
41. Utomo W. H. 1989. Konservasi tanah di Indonesia;
suatu rekaman dan analisa. Rajawali press,
Jakarta.
42. Williams J.R. 1975. Sediment yield prediction with
universal equation using runoff energy factors. In
present and prospective technology for predicting
sediment yields and source. USDA Agric research
service, Southern region ARS-S-40: 244-252.
43. Weischmeier W.H dan D.D Smith .1978. Predicting
rainfall erosion losses: a guide to conservation
planning. USDA Handb. No 537: 58.