Content uploaded by F. Ferdinal
Author content
All content in this area was uploaded by F. Ferdinal on Dec 28, 2018
Content may be subject to copyright.
Tarumanagara Medical Journal
Vol. 1, No. 1, 54-58, Oktober 2018
54
Pengaruh hipoksia sistemik kronik terhadap kadar
Malondialdehid (MDA) pada darah dan jaringan ginjal tikus
Sprague Dawley
Cinthia Catherine1, Frans Ferdinal2,*
1 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara, Jakarta, Indonesia
2 Bagian Biokimia dan Biologi Molekuler Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara, Jakarta, Indonesia
*korespondensi email: fransf@fk.untar.ac.id
ABSTRAK
Hipoksia sistemik adalah keadaan yang disebabkan berkurangnya asupan oksigen secara sistemik
dalam jangka waktu lama. Keadaan ini dapat menyebabkan stres oksidatif yang berakibat pada
kerusakan sel dalam berbagai jaringan. Stres oksidatif dapat menyebabkan kerusakan oksidatif
lipid yang dapat dideteksi dengan peningkatan kadar malondialdehid (MDA). Tujuan penelitian ini
adalah untuk melihat apakah terdapat peningkatan kadar MDA dalam darah dan ginjal tikus akibat
hipoksia sistemik. Hewan coba dibagi menjadi 7 kelompok (n = 4 per kelompok) yaitu P1
(normoksia) dan P2 s/d P7 (hipoksia). Kelompok hipoksia ditempatkan didalam sungkup hipoksia
selama 1 jam, 3 jam, 6 jam, 12 jam, 24 jam dan 72 jam. Setelah perlakuan terjadi peningkatan
bermakna dari kadar MDA dalam darah dan ginjal secara bertahap sejalan dengan lamanya
hipoksia. Dapat juga digunakan parameter stress oksidatif lain untuk melihat kerusakan sel seperti
glutation, enzim katalase, dan lain-lain.
Kata kunci: Hipoksia, stress oksidatif, MDA
PENDAHULUAN
Hipoksia adalah keadaan rendahnya
konsentrasi oksigen didalam sel atau
jaringan yang dapat mengancam
kelangsungan hidup sel, dapat
mengakibatkan cedera sel seperti stress
oksidatif yang dapat menyebabkan
gangguan fungsi organ. Hipoksia dapat
menyebabkan peningkatan produksi
reactive oxygen species (ROS) oleh
mitokondria.1 ROS adalah oksidan yang
reaktif dan mempunyai dampak negative
yaitu merusak komponen sel. Sel
memiliki pertahanan terhadap serangan
dari ROS dalam bentuk enzim
antioksidan.2 Antioksidan merupakan
agen protektif yang menginaktivasi ROS
dan menunda kerusakan oksidatif.
Antioksidan didefinisikan sebagai
inhibitor yang bekerja menghambat
oksidasi dengan cara bereaksi dengan
radikal bebas reaktif membentuk radikal
bebas tak reaktif yang relatif stabil.3 Di
dalam tubuh, radikal bebas dapat
menyebabkan proses peroksidasi lipid.
Peroksidasi lipid adalah perusakan
oksidatif terhadap asam lemak tak jenuh
berantai panjang (Polyunsaturated Fatty
Acid) yang menghasilkan senyawa
malondialdehid (MDA). Dengan
demikian, MDA dapat digunakan sebagai
indeks pengukuran aktivitas radikal bebas
dalam tubuh. Tingginya kadar MDA di
dalam tubuh dapat disebabkan oleh
Tarumanagara Med. J. 1, 1, 54-58, Oktober 2018
55
meningkatnya aktivitas radikal bebas.4
MDA dapat terbentuk apabila radikal
bebas hidroksil seperti ROS bereaksi
dengan komponen asam lemak dari
membran sel sehingga terjadi reaksi
berantai yang dikenal dengan peroksidasi
lemak. Peroksidasi lemak tersebut akan
menyebabkan terputusnya rantai asam
lemak menjadi berbagai senyawa toksik
dan menyebabkan kerusakan pada
membran sel.5
Ginjal merupakan salah satu organ yang
penting. Aliran darah dari jantung ke
ginjal dialirkan 20% digunakan sebagai
pompa Na+ K+ ATPase dan
mengekskresi zat-zat yang tidak
diperlukan dalam tubuh. Jika salah satu
fungsi ginjal terganggu, dapat
menyebabkan kerusakan ginjal.
METODE PENELITIAN
Studi ini merupakan studi eksperimen in
vivo yang dilakukan di Laboratorium
Depar-temen Biokimia dan Biologi
Molekuler dari Fakultas Kedokteran
Universitas Taruma-nagara dan
Laboratorium Patologi Klinik RSCM
dengan waktu studi pada bulan April -
Mei 2015. Pada studi ini tikus diberi
perlakuan hipoksia didalam hypoxic
chamber dengan konsentrasi oksigen 8%
nitrogen 92%.
Studi ini menggunakan tikus Sprague
dawley jantan yang sehat berumur 8-12
minggu dengan berat badan 180-250
gram. Penetapan jumlah ulangan sampel
tikus pada tiap kelompok dilakukan
berdasarkan rumus Federer. Tikus dibagi
menjadi tujuh kelompok, kelompok
hipoksia (1 jam, 3 jam, 6 jam, 12 jam, 24
jam, 72 jam) dan kelompok kontrol
(normoksia).6
Pembuatan Homogenat Ginjal
Sampel jaringan ginjal yang telah diambil
ditimbang 200 mg masing-masing dari
tikus percobaan dan dipotong menjadi
ukuran-ukuran kecil. Kemudian dibuat
homogenat dengan menambahkan dapar
fosfat pH 7,2 pada sampel dengan
perbandingan sampel : dapar fosfat = 1:1
secara bertahap sambil sampel terus
dihaluskan menggunakan tissue grinder
(homogenizer). Setelah itu, homogenat
yang telah dibuat disentifugasi
menggunakan kecepatan 4000 rpm
selama 10 menit untuk memisahkan
supernatan dengan pelet (struktur-struktur
lebih besar yang setelah disentrifugasi
akan mengendap dibawah tabung
sentrifuge). Setelah selesai disentrifugasi,
supernatan yang sudah terpisah dari pelet
dapat diambil dan siap untuk digunakan.
Pengukuran Kadar MDA Ginjal
Untuk pengukuran kadar MDA,
digunakan uji TBA dengan metode Wills
Tarumanagara Medical Journal
Vol. 1, No. 1, 54-58, Oktober 2018
56
ED7 secara duplo. Setiap tabung uji
berisikan sample (supernatan dari
homogenate yang disentrifugasi).
Masing-masing tabung uji akan dilakukan
penambahan 400µL TCA dengan tujuan
mengendapkan protein. Tabung
kemudian divortex hingga homogen dan
disentrifugasi. Supernatan diambil dan
ditambahkan 800µL TBA 0,67%. Semua
tabung inkubasi pada suhu 96-100oC
selama sepuluh menit agar molekul TBA
dapat bereaksi dengan MDA, lalu
dinginkan di air dengan suhu ruangan.
Setelah itu dilakukan pengukuran
absorban dengan menggunakan UV
Spectrophotometer pada panjang
gelombang 530nm. Absorban yang
didapat digunakan untuk menghitung
konsentrasi MDA, yang dinyatakan
dalam satuan nmol/mL. Untuk pembuatan
standard menggunakan larutan TEP
(1,1,3,3-tetraethoxypropane) 1:80.000
merupakan prekursor dari MDA.
Analisis Gas Darah dan Pemeriksaan
Hematologi
Sampel darah dari kelompok perlakuan
(P2 s/d P7) diambil pada setiap akhir
masa perlakuan, sedangkan untuk
kelompok kontrol (P1) pengambilan
sampel dilakukan pada hari ke 3. Darah
diambil dengan menggunakan semprit
gelas yang sudah mengandung 0.1 ml
natrium-heparin untuk setiap 1 ml darah,
sebagai antikoagulan. Setelah terkumpul
sekitar 2 ml darah, jarum ditarik dari
pembuluh darah dan ujung jarum segera
ditutup, setelah sisa gelembung udara
dikeluarkan. Selanjutnya darah dan
antikoagulan dicampur dengan hati-hati
dan segera dikirim untuk analisis gas
darah dan pemeriksaan hematologi.
Parameter dari gas darah yang akan
diukur adalah pH, bikarbonat (HCO3-),
pCO2, pO2, dan SatO2. Semua parameter
tersebut diperiksa secara automasi dengan
blood gas analyzer. Pada pemeriksaan
hematologi, yang akan diperiksa adalah
hitung sel darah merah (SDM),
hemoglobin dan hematokrit.
HASIL PENELITIAN
Pada gambar 1 terlihat kadar MDA ginjal
mengalami peningkatan secara bertahap
sejalan dengan lamanya hipoksia dan
mengalami kadar puncak pada perlakuan
72 jam (P7). Peningkatan yang bermakna
terjadi dari perlakuan 3 jam hipoksia (P3).
Peningkatan kadar MDA pada perlakuan
hipoksia 1 jam belum bermakna mungkin
disebabkan oleh adanya mekanisme
kompensasi oleh sel-sel ginjal dalam
pembentukan ROS. Pada saat perlakuan 3
jam telah terjadi peningkatan ROS yang
lebih banyak dan menyebabkan sel-sel
ginjal mengalami kerusakan yang lebih
Tarumanagara Med. J. 1, 1, 54-58, Oktober 2018
57
berat sehingga kadar MDA menigkat
secara bermakna.
Kadar MDA darah pada semua kelompok
yang diberi perlakuan hipoksia
mengalami peningkatan dibandingkan
dengan kelompok kontrol. Peningkatan
terjadi sejak perlakuan 1 jam (P2) hingga
perlakuan 3 hari (P7). Peningkatan kadar
MDA bermakna terlihat pada hipoksia 1
jam (terlihat pada gambar 2). Peningkatan
kadar MDA terjadi karena adanya
peningkatan ROS yang berlebih pada
jaringan sehingga terjadi kebocoran pada
sel dan kadar MDA dikeluarkan ke darah.
Gambar 1. Konsentrasi MDA pada ginjal Tikus
Sprague dawley , *perbedaan bermakna dibanding
normoksia (P<0.05,uji Mann Whitney)
Gambar 2. Konsentrasi MDA pada darah Tikus
Sprague dawley , *perbedaan bermakna dibanding
normoksia (P<0.05,uji Mann Whitney)
Pada uji statistik menggunakan Pearson
Corellation Test pada kadar MDA darah
dan ginjal, terdapat korelasi yang
bermakna (p=0,0353) serta korelasi
positif kuat (r=0,7881), hal ini karena
stress oksidatif meningkatkan kadar
MDA pada ginjal dan semakin banyak
kadar MDA di ginjal maka semakin
banyak juga yang dikeluarkan ke dalam
darah.
Dilakukan uji statistik menggunakan
Pearson Corellation Test pada kadar
MDA darah dengan tekanan O2 (r=-
0,9766) dan kadar MDA ginjal dengan
tekanan O2 (r=-0,8418). Uji statistik
memperlihatkan hasil korelasi negatif, hal
ini menunjukkan semakin rendah tekanan
O2 maka semakin tinggi kadar MDA.
Korelasi ini terjadi karena keadaan
hipoksia menyebabkan penurunan
oksigen yang dapat mengakibatkan
kerusakan stres oksidatif berupa
peningkatan kadar MDA baik pada darah
maupun pada ginjal.
Gambar 3. Perbedaan Kadar MDA Darah dan Ginjal.
Uji korelasi pearson menunjukkan korelasi positif kuat
(pearson, p<0,0001, r = 0,7881)
Tarumanagara Medical Journal
Vol. 1, No. 1, 54-58, Oktober 2018
58
PEMBAHASAN
Kondisi hipoksia dapat dilihat dari hasil
analisis gas darah. Semakin lama durasi
paparan akan menimbulkan perubahan
yang makin besar pada hasil analisis gas
darah. Tekanan O2 pada arteri, tekanan
CO2 dan saturasi O2 menunjukkan
penurunan sejak P2 karena adanya stress
metabolik sebagai akibat dari hipoksia
sistemik kronik dan suplai oksigen yang
berkurang. Penurunan pH yang bermakna
baru terjadi pada perlakuan hipoksia 12
jam (P5) dan terus menurun hingga akhir
perlakuan. Pada kadar HCO3 juga terlihat
penurunan yang secara berangsur-angsur
sejak perlakuan 1 jam karena
metabolisme pada keadaan hipoksia
sifatnya lebih asam yang mengakibatkan
perubahan pH dan HCO3. Di sisi lain,
parameter hematologi, Hb, Ht dan SDM
naik secara bermakna sejak awal
perlakuan. Hal ini terjadi sebagai usaha
kompensasi terhadap penurunan pO2 di
jaringan dan sel, agar suplai oksigen yang
sampai ke dalam sel dapat ditingkatkan
dan kadar oksigen kembali normal.
Peningkatan parameter hematologi juga
karena peranan protein HIF-1α sebagai
pengaturan homeostasis oksigen melalui
peningkatan transkripsi gen tertentu.
Penurunan saturasi O2 sesuai dengan
penurunan pO2. Rendahnya nilai saturasi
O2 pada akhir perlakuan menunjukkan
bahwa pada saat itu hewan mengalami
hipoksia karena penurunan saturasi O2
merupakan indicator hipoksia.
KESIMPULAN
Hipoksia sistemik kronik dapat
menyebabkan peningkatan kadar MDA
darah dan ginjal tikus. Terdapat korelasi
bermakna antara peningkatan kadar MDA
darah dan ginjal tikus yang diinduksi
hipoksia sistemik kronik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ganong M.D. Penyesuaian Pernafasan Pada
Orang Sehat dan Sakit. Dalam: Novrianti A et
all, editor. Fisiologi Kedokteran. Edisi 10.
Jakarta: EGC;2007. hal.586-97.
2. Ferdinal F. Model gagal jantung
eksperimental pada tikus yang diinduksi
hipoksia kronik dan perubahan ekspresi gen
BNP-45 pada tingkat translasi. Ebers Papyrus.
2009;15(9):hal.9
3. Guyton. Pengangkutan Oksigen dan
Karbondioksida di dalam Darah dan Cairan
Tubuh. Dalam: Widjajakusumah D, Tanzil A,
editor. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi
7. Jakarta: EGC; 2008. hal.181-207.
4. Yustika A, Prasetyawan S. Kadar
Malondialdehid (MDA) dan Gambaran
Histologi pada Ginjal Tikus Putih (Rattus
norvegicus) Pasca Induksi Cylosporine-A.
Kimia Student Journal. 2013;1(2):hal.222-28.
5. Yunus, Moch. Pengaruh Antioksidan Vitamin
C Terhadap MDA Eritrosit Tikus Wistar
Akibat Latihan Anaerobik. Jurnal Pendidikan
Jasmani. 2013(1):hal.9-16.
6. Federer, WT. Experimental Design: Theory
and Application. New York, The Macmillan
Co, 1995.
7. Wills ED. Evaluation of lipid peroxidation
in lipids and biological membranes. In:
Snell K, Mullock B, editors. Biochemical
toxicology: A practical approach. Oxford:
IRL;1987:127-52.