Content uploaded by Reza Fahmi.
Author content
All content in this area was uploaded by Reza Fahmi. on Dec 15, 2018
Content may be subject to copyright.
PENGABDIAN BERBASIS KEBIJAKAN
PENINGKATAN PEMAHAMAN MASYARAKAT TENTANG
PENTINGNYA MENGKONSUMSI PRODUK HALAL BAGI PEMUKA
AGAMA ISLAM KOTA PADANG
DR. PRIMA ASWIRNA. S.SI. MSc.
SILVINA FEBRIYANTI, MSi.
KEGIATAN PENGABDIAN MASYARAKAT INI MENDAPATKAN BANTUAN
DIPA UIN IMAM BONJOL PADANG
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
IMAM BONJOL PADANG
TAHUN 2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Makan adalah kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi. Namun
kebutuhan ini tidak dapat diartikan sebagai pemenuhan rasa lapar atau sekedar
memenuhi rasa kenyang. Karenanya makan harus memiliki nilai prioritas sebagai
upaya investasi kesehatan. Apa yang dimakan saat ini akan member manfaat
kesehatan pada beberapa tahun kemudian. Dengan kata lain makanan yang
dikonsumsi harus dapat memberi nilai kebaikan bagi tubuh.
Lebih jauh agama dan suku tertentu memiliki perintah maupun larangan
untuk mengonsumsi makanan-makanan yang ada. Bangsa Yahudi memiliki aturan
terhadap makanan yang disebut dengan aturan Kosher, sedangkan agama Hindu
dan Budha merupakan kelompok vegetarian. Demikian pula dengan agama Islam
yang sudah memiliki aturan makanan halal dan menghindari yang haram.
Permasalahan kehalalan selalu menjadi isu penting sebuah produk yang beredar di
Indonesia. Produk yang dilempar ke pasar dapat berkembang pesat atau justru
tumbang seketika bila kabar ketidakhalalan berhembus. Kepercayaan konsumen
menjadi poin penting yang tidak terbantahkan.
Populasi muslim di seluruh dunia untuk saat ini sudah mendekati angka
2 miliyar. Menurut Kettani (2010) estimasi populasi muslim akan mencapai 2,049
milyar jiwa pada kurun waktu sekitar tahun 2020 yang akan datang sebagaimana
dijelaskan Pada Tabel 1 yang ada di bawah ini:
Berdasarkan tabel 1 populasi muslim di seluruh dunia diperkirakan
mencapai 2,049 milyar jiwa dengan populasi terbesar muslim di dunia berada
pada benua Asia dengan persentase sebesar 70.94% dan di posisi kedua diikuti
oleh benua Afrika dengan persentase sebesar 26.47%. Populasi muslim tumbuh
secara berkala sebesar 1,75 % tiap tahunnya1. Dari data tersebut dapat
disimpulkan bahwa jumlah umat muslim semakin tumbuh dengan pesat tiap
tahunnya.
Permintaan konsumsi makanan halal meningkat secara pesat sejalan
dengan ekspansi 2,1 miliar populasi muslim di seluruh dunia. Menurut Mariam
(2010) perkembangan pasar halal di seluruh dunia adalah sekitar USD 2,1 triliun
dan pada tahun 2011 diperkirakan bahwa perkembangan pasar untuk sektor
makanan halal adalah USD 661 milyar2. Pasar halal tumbuh cepat dan meningkat
sekitar 25% per tahun3. Makanan halal menjadi bisnis yang menguntungkan tidak
hanya di kalangan negara-negara dengan mayoritas muslim tetapi juga negara-
negara non-muslim.
Kettani, H. 2010 World Muslim Population. Proceeding og the 8th Hawaii International
Conference on Arts and Humanities, Honolulu Hawaii
World Halal Forum, 2011
Dewan Ekonomi, 2011
Dilihat dari perspektif Islam, konsep halal merupakan hal yang vital bagi
seorang muslim. Halal berarti diperbolehkan atau diijinkan dalam agama Islam
(Alquran Surat Albaqarah 168-169). Oleh sebab itu, muslim akan mencari produk
untuk dikonsumsi sesuai dengan ajaran agama yang telah diterima. Hal ini
ditandai dengan banyaknya permintaan produk halal yang sudah memiliki
sertifikat Halal di dunia4. Sehingga Ssecara global kesadaran akan pentingnya
halal dan kualitas barang oleh konsumen muslim perlu ditingkatkan, sehingga
menimbulkan persepsi baru tentang halal. Tidak lagi sebatas ajaran agama,
millennials menganggap halal adalah gaya hidup sehat dan cool yang kian
mengglobal. Terlihat dari banyaknya produsen (baik dari negara mayoritas
maupun minoritas muslim) yang berlomba menghadirkan produk halal untuk
memenuhi permintaan konsumen. Dari hasil State of the Global Islamic Economy
Report yang dirilis oleh Dinar Standard dan Thomson Reuters memperkirakan
bahwa potensi pasar sektor makanan dan gaya hidup halal global yang
berkembang pesat dengan pengeluaran konsumen di angka $1.62 triliun pada
tahun 2012 diperkirakan akan mencapai $2.47 triliun pada tahun 2018.
Sungguhpun data global telah menunjukkan peningkatan jumlah
konsumen yang mengkonsumsi makanan halal telah terjadi, namun hal ini tidak
terjadi di Indonesia yang mayoritas penduduknya adalah beragama Islam. Halal
pun tidak hanya sebatas tentang penggunaan jenis bahan yang dilarang. Namun,
halal juga meliputi tahap pra produksi hingga makanan atau produk sampai ke
tangan konsumen. Selain itu, menguatnya gaya hidup halal ini ditunjang pula
dengan berbagai bukti ilmiah yang dihasilkan. Sebuah hasil penelitian dalam
British Journal of Cancer dari peneliti Swedia menyebutkan konsumsi 14 Ons
daging babi olahan dapat menyebabkan peningkatan 19 persen risiko kanker
pankreas. Hasil senada juga didapat dari penelitian di tahun 2012 oleh National
Abdul Aziz, Y. & Vui, C. N. (2012). The role of Halal awareness and Halal certification
in influencing non-Muslim s purchasing intention. Paper presented at 3rd International‟
Conference on Business and Economic Research (3rd ICBER 2012) Proceeding, 1819-
1830.
Cancer Institute. Menurut Richard Besser dari lembaga tersebut, mengonsumsi
daging babi setiap hari, meningkatkan risiko potensi kanker pankreas menjadi 1,7
persen. Selain itu tingginya lemak dan kolesterol yang terkandung juga dapat
menyebabkan gangguan kardiovaskular, obesitas dan potensi kanker usus.
Makanan yang halal tidak hanya menjadi sumber energi, sebuah penelitian di
Negeri Jiran pada tahun 2015 mengindikasikan adanya hubungan antara makanan
dengan perkembangan akhlak, moral dan kondisi psikologis.
Fakta empiris lain di Indonesia menunjukkan bahwa penduduk tanah air
yang mayoritas muslim, wajar jika negara memproteksi atau melindungi umat
Islam dari mengonsumsi makanan, obat-obatan dan kosmetika yang berasal dari
jenis dan zat yang tidak halal5. Secara faktual, perlindungan terhadap konsumen
telah diatur melalui Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 dengan penjelasan
sebagaimana pasal 4 yang antara lain menyebutkan, bahwa konsumen berhak atas
kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan/atau
jasa, serta berhak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa. Artinya, dalam hal kehalalan suatu produk
makanan, produsen “berkewajiban” menjamin kehalalan produknya. Bahkan di
dalam pasal 8, yang antara lain mengatur larangan terhadap pelaku usaha agar
tidak memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak
sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau
promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut, juga tidak boleh melanggar
Makanan yang tidak halal umumnya menimbulkan penyakit penyakit degeneratif. Di mana kasus
penyakit degeneratif menunjukkan tren naik terutama pada usia produktif. Penyakit tekanan darah
tinggi, diabetes, kolesterol tinggi sebagai pemicu penyakit jantung koroner, dan stroke telah
melanda pada usia yang sangat muda. Walaupun jumlahnya belum terdata secara baik namun ini
menjadi tanda bahwa ada kecenderungan pada generasi muda mengkonsumsi makan bukan untuk
memenuhi kebutuhan namun untuk memenuhi unsur yang lain, seperti: gengsi, rekreasi ataupun
memenuhi unsur kepuasan. Terjadi pergeseran pola makan sehat ke arah pola makan berdasar
keinginan, sehingga jaminan keragaman dan keseimbangan makan menjadi terganggu. Walaupun
disadari bahwa ada beberapa faktor pemicu penyakit degenartif pada remaja, seperti kurangnya
aktivitas fisik, istirahat, merokok, stres, namun pola konsumsi pangan tetap menjadi hal yang
utama dalam memunculkanpenyakit degeratif.
ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan “halal” yang
dicantumkan dalam label6.
Seterusnya realita juga menunjukkan negara belum bisa memberikan
jaminan kepastian kehalalan sebuah produk sesuai standar syariat Islam. Itu
sebabnya, untuk melayani hak-hak konsumen muslim sangat diperlukan regulasi
yang jelas dan tegas, karena tidak semua umat muslim (baik sebagai konsumen
maupun produsen) paham syariat Islam mengenai standar halal atau tidak halal7.
Pengendalian kehalalan produk makanan baru sebatas pada persoalan kandungan
bahan, lingkungan proses pengolahan, dan prosedur standar pengolahan.
Bagaimana dengan cara memperoleh bahan pangan, jenis bahan pangan, atau cara
penyembelihan jika bahan pangan tersebut adalah daging binatang belum
mendapat perhatian. Tentu menjadi sebuah. keprihatianan, dan jika komoditas
pangan yang beredar di tengah masyarakat belum terjamin kehalalannya maka
umat Islam adalah pihak yang paling dirugikan.
Di bagian lain, masih sangat sedikit produk pangan dari industri mikro dan
kecil yang telah memiliki dan mengajukan sertifikasi halal. Pengusaha mikro dan
kecil hingga saat ini masih kurang peduli terhadap jaminan kehalalan produknya,
meskipun ada bantuan dalam proses sertifikasi. Andaikan telah bersertifikat,
biasanya mereka enggan untuk melakukan resertifikasi (sertifikat halal berlaku
dua tahun, kemudian mengajukan lagi). Hal ini sebagaimana disampaikan oleh
pengamat produk halal yang juga mantan Menteri Pertanian, Anton Apriyantono,
bahwa hampir semua industri menengah dan besar sudah mendapatkan sertifikasi
halal, sementara kelompok usaha kecil masih sedikit yang telah tersertifikasi
halal. Namun sesungguhnya yang lebih esensial adalah kehalalan produknya,
Selanjutnya kebijakan pemerintah untuk melabelisasi halal terhadap semua produk makanan dan
minuman di tanah air, adalah sebuah kebijakan nasional yang akan dijalankan pada tahun 2019.
Seiring dengan itu pemerintah telah berusaha untuk meningkatkan jumlah auditor halal yang ada di
Indonesia. Berbagai pelatihan juga telah dilaksanakan pemerintah untuk meningkatkan
pengetahuan para auditor halal. Ini menunjukkan bahwa pemerintah peduli akan produk halal yang
dikonsumsi masyarakat muslim di bumi pertiwi. http: //khadzanah.republika. co.id Diakses 2
Agustus 2018
!
bukan sertifikat halalnya, sertifikasi hanya sebagai pendukung8. Sementara
berdasarkan Undang-Undang Jaminan produk Halal (RUU-JPH) Nomer 33, tahun
20149. Undang-undang tersebut dalam salah satu pasalnya menyebutkan bahwa
“Semua produk termasuk produk farmasi harus tersertifikasi halal”. Oleh karena
itu, kesadaran halal terhadap produk farmasi tentang ada atau tidaknya komponen
non-halal mutlak diperlukan. Selain itu, populasi yang mengonsumsi produk halal
mencapai 1,8 milyar penduduk dan pasar makanan halal saat ini diprediksi lebih
dari US 661 milyar (Salamah, ADHC). Makan adalah kebutuhan dasar manusia
yang harus dipenuhi. Namun kebutuhan ini tidak dapat diartikan sebagai
pemenuhan rasa lapar atau sekedar memenuhi rasa kenyang. Karenanya makan
harus memiliki nilai prioritas sebagai upaya investasi kesehatan. Apa yang
dimakan saat ini akan member manfaat kesehatan pada beberapa tahun kemudian.
Dengan kata lain makanan yang dikonsumsi harus dapat memberi nilai kebaikan
bagi tubuh.
Di Indonesia tidak ada peraturan yang mengharuskan setiap restoran harus
menyediakan makanan halal, tidak juga ada keharusan memeriksakan kehalalan
makanan yang disajikan restoran ybs. Yang ada adalah apabila si restoran ingin
mengklaim bahwa restorannya menyajikan makanan halal maka harus
memeriksakan makanannya ke MUI, apabila si restoran tersebut telah
mendapatkan sertifikat halal maka si restoran berhak mencantumkan logo halal
pada restorannya. Peraturan ini sebetulnya merupakan analogi peraturan yang
berlaku pada produk pangan dalam kemasan dimana pencantuman label atau
tanda halal pada produk dalam kemasan harus didasarkan atas sertifikat halal yang
dimiliki oleh produk tersebut dimana sertifikat tersebut didasarkan pada hasil
pemeriksaan oleh lembaga yang berwenang (MUI).
Masalahnya, seringkali si pengelola restoran mencantumkan label atau
tanda halal di restorannya walaupun restoran tersebut belum pernah diperiksa
! http: //khadzanah.republika. co.id Diakses 2 Agustus 2018
" http://halalcentre.uad.ac.id/ Diakses 10 Agustus 2018.
sama sekali oleh yang berwenang (MUI). Bahkan, ada satu restoran Jepang yang
telah diperiksa MUI tapi tidak memperoleh sertifikat halal karena dalam
pembuatan makanannya masih mengggunakan sake dan mirin (keduanya masuk
kedalam golongan khamar), ternyata si restoran tersebut mengiklankan dirinya
sebagai restoran halal. Praktek praktek seperti ini jelas sangat merugikan
konsumen. Untuk kasus yang pertama dimana restoran mencantumkan sendiri
label halal tanpa pemeriksaan itu jelas tindakan yang tidak adil atau fair karena
konsumen tidak mengetahui bagaimana makanan yang disajikan si restoran dibuat
dan tidak ada pihak yang ketiga dan berwenang yang menjadi saksi dalam
pembuatan makanan yang disajikan. Dalam kasus yang kedua dimana sudah jelas
jelas si restoran tersebut menyajikan makanan yang tercampur bahan yang haram
sehingga makanan yang disajikan juga haram, sudah melakukan penipuan
terhadap konsumen karena berani mengklaim dan mengiklankan restorannya
menyajikan makanan halal padahal haram. Celakanya, hampir tidak ada sangsi
yang diterima oleh restoran walaupun mencantumkan label halal atau
mengiklankan restorannya sebagai halal tetapi tidak diperiksa dan dinyatakan
halal oleh yang berwenang, atau melakukan penipuan sekalipun.
Penjelasan diatas memberikan gambaran bahwa, pentingnya peningkatan
kesadaran pemuka agama Islam (Ustadz atau Da’i) serta anggota masyarakat
tentang mengkonsumsi makanan halal sangat penting diterapkan di dalam
masyarakat Indonesia umumnya dan masyarakat Minang, Sumatera Barat
khususnya yang umumnya beragama Islam. Mengingat mengkonsumsi makanan
yang halal, tidak saja wajibkan oleh Agama Islam. Namun juga memberikan
keuntungan berupa kesehatan bagi masyarakat yang mengkonsumsinya.
Lebih jauh fokus kegiatan pengabdian masyarakat ini adalah : (1)
mengungkapkan pemahaman pemuka agama Islam (Ustadz atau Da’i) di daerah
penelitian terhadap produk halal; (2) menemukenali faktor-faktor yang menjadi
pertimbangan pemuka agama Islam dalam memilih produk halal; (3)
mengungkapkan pola perilaku konsumsi Muslim yang dipengaruhi oleh
pertimbangan kehalalan produk yang diinformasikan oleh pemuka agama Islam;
(4) menganalisis pengaruh kadar pemahaman agama Islam terhadap pola perilaku
konsumsi produk halal; (5) dan mengukur pengaruh latar belakang sosial-ekonomi
terhadap pola konsumsi produk halal. Dengan demikian untuk meralisasikan
usaha peningkatan pemhaman masyarakat tentang pentingnya konsumsi produk
halal maka, kami merencanakan kegiatan “Pelatihan Pemuka Agama Islam
Tentang Berbagai Poduk Makanan Halal di Kota Padang”.
B. Alasan Memilih Subjek Dampingan
Pemuka Agama Islam atau tenaga pendidik keagamaan merupakan ujung
tombak dalam pendidikan Islam ditingkat lokal, nasional atau internasional. Oleh
karenanya Penuka Agama Islam memiliki peran yang sangat signifikan dalam
mempersipkan generasi muda dalam menghadapi kehidupan yang semakin
kompleks dengan tantangan global. Lebih jauh alasan memilih subjek dampingan
antara lain : (1) Pemuka Agama Islam sebagai role-model, di mana Da’i atau
Ustadz menjadi contoh bagi para anggota masyarakat. Sehingga pemuka agama
tadi akan memberikan kontribusi bagi pengembangan sikap dan prilaku anggota
masyarakat entang pentingnya mengkonsumsi makanan halal. (2) Pemuka
Agama Islam sebagai Transformer of Knowledge, Da’i atau Ustadz memiliki
peran yang strategis dalam penyampaian ilmu pengetahuan keagamaan kepada
anggota masyarakat. Oleh karenanya kesadaran tentang pentingnya
mengkonsumsi produk halal dapat di transformasikan kepada anggota masyarakat.
Sehingga informasi yang diterima melalui sosialisasi ini diharapkan dapat
disebarluaskan kepada masyarakat Kota Padang khususnya dan umat Islam
umumnya.
!
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Konsep Halal
Islam mengajarkan umat muslim untuk mengkonsumsi produk yang halal.
Berdasarkan pada hukum Islam ada tiga kategori produk untuk muslim yakni
halal, haram, dan mushbooh. Halal dalam bahasa arab berarti diizinkan, bisa
digunakan, dan sah menurut hukum10. Kebalikan dari halal adalah haram yang
berarti tidak diizinkan, tidak bisa digunakan, dan tidak sah menurut hukum
sedangkan mushbooh (syubha, shubhah, dan mashbuh) berarti hitam putih, masih
dipertanyakan, dan meragukan oleh karena itu sebaiknya dihindari.
Menurut Keputusan Menteri Agama R.I. Nomor 518 Tahun 2001 Tanggal
30 November 2001 pasal 1 menjelaskan bahwa pangan halal adalah pangan yang
tidak mengandung unsur atau bahan haram atau dilarang untuk dikonsumsi umat
Islam dan pengolahannya tidak bertentangan dengan syariat Islam. Pemeriksaan
pangan halal adalah pemeriksaan tentang keadaan tambahan dan bahan penolong
serta proses produksi, personalia dan peralatan produksi, sistem menajemen halal,
dan hal-hal lain yang berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan
kegiatan produksi pangan halal.
Danang Waskito. 2015. PENGARUH SERTIFIKASI HALAL, KESADARAN HALAL, DAN
BAHAN MAKANAN TERHADAP MINAT BELI PRODUK MAKANAN HALAL (STUDI
PADA MAHASISWA MUSLIM DI YOGYAKARTA). tt. Skripsi. Yogyakarta : Fakultas Ekonomi
Universitas Negeri Yogyakarta.
"
Menurut Departemen Agama Malaysia (Jakim), konsep halal didefinisikan
sebagai sesuatu yang diperbolehkan oleh hukum syariat (JAKIM, 2012). Makanan
halal berarti diperbolehkan atau sah oleh hukum syariat di mana harus memenuhi
beberapa kondisi yakni: (a) Tidak terdiri dari bahan-bahan yang mengandung
hewan yang tidak diperbolehkan dalam hukum Islam yang disembelih tidak
dengan aturan syariat. (b) Tidak mengandung bahan-bahan yang najis menurut
hukum syariat. (c) Aman dikonsumsi dan tidak berbahaya. (d) Tidak diproduksi
menggunakan alat-alat yang terkena najis menurut hukum syariat. (e) Makanan
dan bahan yang terkandung didalamnya tidak mengandung bagian dari mahluk
hidup yang tidak diperbolehkan menurut hukum syariat. (f) Pada saat persiapan,
proses, pengemasan, dan juga penyimpanan, makanan secara fisik terpisah dari
makanan lainnya seperti dijelaskan diatas, atau apapun yang menurut hukum
syariat didefinisikan sebagai najis.
Dengan demikian Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor
519 tahun 2001 tanggal 30 November 2001 telah menggariskan bahwa, pada pasal
1 menunjuk Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai lembaga pelaksana
pemeriksaan pangan yang menyatakan kehalalan suatu produk yang dikemas
untuk diperdagangkan di Indonesia. Berdasarkan keputusan menteri tersebut dapat
disimpulkan bahwa MUI adalah lembaga yang berwenang dalam mengaudit
produk dan mampu menerbitkan sertifikat halal kepada perusahaan yang
mengajukan uji halal kepada MUI. Sertifikat Halal inilah yang memberikan izin
kepada perusahaan untuk bisa mencantumkan logo halal pada kemasan produk.
B. Produk Halal
Mengkonsumsi makanan yang halal dan baik (halalan thayiban) adalah perintah
Allah SWT dan merupakan bagian dari ibadah kepada-Nya sebagaimana
termaktub dalam Al Quran surat Al Baqarah 168 dan 172 yang artinya: “Hai
sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi,
dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya
syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu”(Al Baqarah 168).
“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang
Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar
kepada-Nya kamu menyembah” (Al Baqarah 172).
Lebih jauh dalam konteks negara rangkaian tahapan implementasi
Undang-undang (UU) No 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH),
terus dilangsungkan progresif saat ini. Beberapa Peraturan Pemerintah (PP) terkait
regulasi halal juga telah dipersiapkan. Badan Pelaksana (BP) JPH telah pula
dibentuk dengan struktur yang terus bekerja untuk merampungkan implementasi
amanat Undang-undang tersebut11. Dalam tahap akhir, Kepala BP JPH akan
ditetapkan dengan Keputusan Presiden, dengan tenggat waktu diproyeksikan pada
Oktober 2017 siap launching. Dan implementasi UU JPH dengan perangkat
regulasinya akan membawa beberapa implikasi dalam tatanan maupun proses
sertifikasi halal di Indonesia. Demikian dikemukakan Direktur Lembaga
Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia
(LPPOM MUI),
Lebih jauh Lukmanul Hakim, pada kesempatan Silaturahim Ramadhan
LPPOM MUI bersama para pimpinan Sekretariat Halal Indofood (SHI) dan
Internal Halal Audit (IHA) Indofood, dan LPPOM MUI di Global Halal Center
Bogor. “Di antaranya, Fatwa Halal oleh Komisi Fatwa MUI akan menjadi
dokumen negara dengan kekuatan hukum secara legal formal dan pasti,“ tuturnya
dalam silaturahim yang dilangsungkan pada 12 Juni 2017 lalu di Gedung
http://www.halalmui.org/ 25 Oktober 2018.
Pertemuan sekaligus Kantor Pusat LPPOM MUI di Bogor12. Hal ini disebutkan
secara eksplisit pada Pasal 1 UU JPH: “Sertifikat Halal adalah pengakuan
kehalalan suatu Produk yang dikeluarkan oleh BPJPH berdasarkan fatwa halal
tertulis yang dikeluarkan oleh MUI”.
Secara lebih rinci, pada Pasal 10 ayat (1) disebutkan pula: Kerja sama
BPJPH dengan MUI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c dilakukan
dalam bentuk: (a). sertifikasi Auditor Halal; (b) penetapan kehalalan Produk; dan
(c) akreditasi LPH. Dan pada ayat (2) dinyatakan: Penetapan kehalalan Produk
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dikeluarkan MUI dalam bentuk
Keputusan Penetapan Halal Produk. Dengan pemerkuatan legal formal ini, maka
masyarakat konsumen, terutama umat Islam, dapat menjadi lebih nyaman dan
memperoleh ketenteraman batin dalam mengkonsumsi produk yang
dibutuhkannya. Karena negara hadir secara nyata, melindungi warganya dalam
aspek konsumsi yang diperlukan masyarakat. Selama ini, Pimpinan LPPOM MUI
ini menambahkan, Fatwa Halal MUI itu hanya bersifat rekomendasi bagi Badan
Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), sebagai syarat yang ditetapkan oleh
pemerintah, dalam hal ini BPOM, untuk pencantuman label halal di kemasan
produk yang diedarkan/dipasarkan di Indonesia.
C. Berbagai Contoh Produk Makanan yang Perlu Dicermati Ke-Halalannya
Ada beberapa contoh makanan yang perlu dicermati kehalalnya,
mengingat makanan tersebut umunya dikonsumsi masyarakat sebagai pangannan
harian :
1. Biskuit
Biskuit merupakan salah satu hidangan yang praktis dan ekonomis,
menjadi hidangan favorit semua kalangan. Aneka ragam rasa ditawarkan oleh
http://www.halalmui.org/ 25 Oktober 2018.
biskuit yang dikemas menggunakan kaleng, kemasan kotak hingga plastik nan
menarik. Meskipun praktis, biskut menjadi pilihan bagi sebagian besar
masyarakat, karena mengenyangkan, Selain itu, makanan yang berbahan dasar
terigu dan mengandung lemak, protein, dan bahan tambahan lain, dianggap
memiliki kandungan gizi yang tinggi.
Ada beberapa jenis biskuit yang beredar di pasaran., yakni biskuit keras
yang dibuat dari adonan keras, berbentuk pipih, dan bertekstur padat. Ada pula
biskuit berjenis crackers yang dibuat dari adonan keras, melalui proses fermentasi
atau pemeraman. Sedangkan jenis ketiga adalah cookies, yakni biskuit yang
dibuat dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi. Perbedaan jenis biskuit, tentu
berbeda pula proses pembuatannya. Namun, secara garis besar, proses pembuatan
biskuit terdiri dari pencampuran, pembentukan dan pemanggangan. Tahap
pencampuran bertujuan meratakan pendistribusian bahan-bahan yang digunakan
dan untuk memperoleh adonan dengan konsistensi yang halus. Bahan-bahan yang
sudah tercampur, selanjutnya dicetak sesuai dengan bentuk dan ukuran yang
diinginkan. Adonan yang telah dicetak selanjutnya dipanggang dengan oven
Auditor senior LPPOM MUI, Ir. Hj. Osmena Gunawan, mengingatkan,
lantaran bahannya yang cukup beragam dan proses produksinya yang tidak
sederhana, konsumen muslim wajib mencermati biskuit yang beredar di pasaran.
Sebab, tidak semua biskuit yang ditawarkan telah bersertifikat halal MUI. Terlebih
lagi produk biskuit impor. “Sebagai konsumen muslim, sebelum mengkonsumsi
biskuit harus kita perhatikan kehalalan dari produk biskuit tersebut. Salah satu
caranya adalah dengan melihat logo halal yang tercantum dalam kemasan biskuit
tersebut,” ujar Osmena yang juga Wakil Direktur LPPOM MUI13. Selain itu
jangan lupa pula mengkritisi bahan baku yang ada dalam biskuit tersebut, sebab
bisa saja bahan tersebut berasal dari bahan yang tidak jelas kehalalannya. Osmena
menambahkan, ada beberapa titik kritis peluang masuknya bahan haram ke dalam
produk biskuit.
http://www.halalmui.org/ 25 Oktober 2018.
Berikut beberapa diantara bahan pembuat biskuit, yang dirangkum dari
berbagai sumber: (a) Tepung Terigu, tepung terigu adalah bahan utama dalam
pembuatan produk biskuit. Di Indonesia terigu terkena aturan fortifikasi vitamin
dan mineral. Oleh karena itu kejelasan kehalalan vitamin dan mineral yang
ditambahkan perlu diperhatikan. (b) Telur, telur mengandung albumen (putih
telur) yang berfungsi sebagai pengeras, dan kuning telur yang berfungsi sebagai
pengempuk. Penambahan telur dalam pembuatan biskuit juga berfungsi
menambah cita rasa, dan menambah nilai nutrisi. (c) Bahan Pengembang, bahan
pengembang berfungsi untuk mengembangkan adonan supaya adonan
menggelembung, bertambah volumenya, dan lebih mengembang. Dari semua
bahan-bahan ini yang mesti diwaspadai adalah adalah cream of tartar. Cream of
tartar sebetulnya adalah garam potasium dari asam tartarat yang bisa diperoleh
dari hasil samping industri wine (sejenis minuman keras). Itu sebabnya mengapa
bahan ini perlu diwaspadai kehalalannya. (d) Flavor, flavor menghasilkan aneka
rasa dan aroma dari biskuit yang diproduksi. Flavor dapat dibedakan menjadi 2
macam, yaitu flavor sintetis dan flavor alami. Flavor yang menggunakan aroma
tertentu yang dimirip-miripkan dengan barang haram (babi dan minuman keras)
tidak diijinkan.
Bahan penyususn flavor bisa diperoleh dari senyawa sintetik kimia,
tumbuhan maupun hewan. Apabila diekstrak dari hewan atau berbahan dasar asam
amino hewan, maka harus dipastikan bahwa flavor ini berasal dari hewan halal
yang disembelih secara syar’i. (e) Pewarna, bahan pewarna (colorings) yang biasa
dipakai dalam makanan olahan terdiri dari 2 jenis, yaitu : pewarna sintetis dan
pewarna alami. Pewarna sintesis disukai produsen makanan karena memiliki
tingkat kestabilan warna yang cukup baik serta harga yang relatif murah.
Meskipun tidak mengandung bahan haram, penggunaan yang berlebihan dapat
berdampak tidak baik pada kesehatan manusia yang mengkonsumsinya. Adapun
pewarna alami biasanya bersifat kurang stabil. Untuk menghindari kerusakan
warna dari pengaruh suhu, cahaya, serta pengaruh lingkungan lainnya, maka
seringkali pada pewarna ini ditambahkan senyawa pelapis (coating agent) melalui
proses micro-encapsulation. Salah satu jenis pelapis yang sering dipakai adalah
gelatin.
Oleh karena berasal dari hewan, maka harus dipastikan apakah gelatin
yang dipakai berasal dari hewan halal atau hewan haram. (f) Shortening,
shortening sering dikenal dengan istilah mentega putih. Bahan ini berasal dari
lemak, bisa dari lemak hewan, nabati, maupun campuran keduanya. Oleh karena
bisa berasal dari lemak hewan, maka shortening bersifat syubhat. (g) Margarin,
margarin dibuat dengan bahan dasar lemak tumbuhan. Dalam proses pembuat-
annya, sering kali ada bahan penstabil (stabilizer), pewarna, maupun penambah
rasa (flavor) yang ditambahkan yang perlu dikritisi kehalalannya. (h) Bakers Yeast
Instant (Ragi), yeast berfungsi sebagai bahan pengembang (bread improver).
Dalam pembuatannya, adakalanya ditambahkan bahan pengemulsi (emulsifier).
Nah, kalau emulsifier yang dipakai berasal dari bahan haram maka yeast ini tentu
menjadi tidak halal. Ada juga yeast yang merupakan hasil samping industry bir
yang dikenal dengan nama brewer yeast. Kehalalan jenis yeast ini tergantung
pada proses setelah dipisahkan dari bir. Proses harus melibatkan air yang dapat
‘mencuci’ warna, bau dan aroma bir sehingga yeast kembali suci. (i) Keju, keju
berasal dari susu hewan, bisa berasal dari susu sapi, domba/kambing maupun
unta. Dalam pembuatannya, untuk memperoleh curd/padatan, susu digumpalkan
dengan bantuan enzyme dan starter. Apabila enzim yang dipakai berasal dari
saluran pencernaan hewan haram, maka tentu statusnya menjadi haram.
Selain itu, starter yang dipakai dalam peng-gumpalan susu berasal dari mikro
organisme (umumnya bakteri asam laktat). Nah, media yang dipakai untuk
menumbuhkan bakteri tersebut bisa berasal dari media halal maupun media yang
haram.
2. Gula, (ada gula, ada semut) .
Pepatah itu pas pula untuk menggambarkan betapa menariknya bisnis pemanis
ini. Tiap tahun, jutaan ton gula diimpor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Tidak hanya untuk konsumsi sehari-hari seperti untuk campuran minum teh atau
kopi, tapi juga untuk industri. Di kalangan masyarakat konsumen maupun industri
terdapat berbagai jenis gula dan pemanis. Ada yang sifatnya alami ada pula yang
sintetis, atau disebut pemanis buatan. Sesuai namanya, pemanis buatan
merupakan senyawa hasil sintetis yang merupakan bahan tambahan makanan yang
dapat menyebabkan rasa manis pada makanan atau minuman.
Beberapa pemanis buatan yang beredar di pasaran di antaranya aspartam,
yang kerap digunakan dalam produk-produk minuman ringan. Aspartam
merupakan pemanis yang berkalori sedang. Tingkat kemanisan dari aspartam 200
kali lebih manis daripada gula pasir, sehingga dinilai lebih ekonomis. Ada pula
sakarin, yang tingkat kemanisannya mencapai 300 kali dibandingkan gula pasir,
sehingga jika terlalu banyak justru menimbulkan rasa pahit dan getir. Sedangkan
untuk industri es krim, selai, dan es puter, selain sakarin sering pula digunakan
siklamat yang tingkat kemanisannya kurang lebih 30 kali dibandingkan gula. Ada
pula sorbitol, pemanis yang biasa digunakan untuk pemanis kismis, selai dan roti.
Dosen Institut Pertanian Bogor (IPB) Departemen Teknologi Industri
Pertanian, Dr. Ir. Mulyorini R. Hilwan, M.Si, menyatakan, ada beberapa
pertimbangan dalam memilih jenis pemanis untuk makanan yang dikonsumsi.
Pemanis sintetis dipilih karena harganya relatif murah dan tingkat kemanisannya
sangat tinggi. Namun, ada pula yang memilih pemanis alami karena dari segi
kesehatan dinilai lebih aman, meski harganya lebih mahal14. “Pemanis buatan
harganya lebih murah, tetapi aturan pemakaiannya sangat ketat karena bisa
menyebabkan efek negatif yang cukup berbahaya,” katanya. Pada kadar atau
takaran tertentu, tambah Mulyorini, pemanis buatan masih diijinkan untuk
http://www.halalmui.org 25 Oktober 2018.
digunakan sebagai bahan tambahan makanan, tetapi pada kadar yang tinggi bahan
ini akan menyebabkan berbagai masalah kesehatan. Di sisi lain, pemanis alami
tentu lebih aman karena berasal dari bahan nabati seperti tebu, aren, maupun kulit
kayu manis. Ada pula pemanis alami yang berasa dari hewan, yakni madu.
Lalu, bagaimana sisi kehalalannya? Apakah gula atau pemanis alami pasti
dijamin halal, sedangkan yang sintetis haram? Wakil Direktur LPPOM MUI
Bidang Auditing dan Sistem Jaminan Halal (SJH)15, Ir. Muti Arintawati, M.Si
menjelaskan, meski bahan baku gula berasal dari tumbuhan, tak serta merta gula
tersebut halal. Begitu pun sebaliknya. “Ada proses lanjutan yang melibatkan
bahan-bahan lain yang harus kita cermati halal haramnya,” kata Muti16. Dalam
hal gula tebu misalnya, Muti menyebutkan di masyarakat beredar dua jenis gula
yang sesuai peruntukannya ditangani dengan cara yang berbeda pula. Ada gula
yang digunakan untuk konsumsi masyarakat secara langsung, misalnya untuk
pemanis minum teh atau kopi. Gula jenis ini di masyarakat dikenal dengan istilah
gula pasir.
Meski bahan dasarnya sama, yakni tebu, bentuk dan kegunaan masing-
masing jenis gula juga berbeda. Misalnya gula muscovado, yang terbuat dari nira
tebu yang diuapkan, yang biasa digunakan sebagai pemanis kue. Ada pula gula
donat yang sering dipakai untuk pemanis donut karena sifatnya yang tidak
Menurut Aziz dan Vui sertifikasi halal merupakan sebuah jaminan keamanan bagi umat muslim
untuk dapat mengkonsumsi suatu produk (Abdul Aziz, Y. & Vui, C. N. (2012). The role of Halal
awareness and Halal certification in influencing non-Muslim s purchasing intention. Paper‟
presented at 3rd International Conference on Business and Economic Research (3rd ICBER 2012)
Proceeding, 1819-1830.). Sertifikasi halal ini dibuktikan dengan pencantuman logo halal pada
kemasan produk. Secara umum, pendekatan halal dalam proses pemasaran suatu produk juga dapat
menetralisir image negatif yang diasosiasikan konsumen muslim terhadap suatu produk (Salehudin
dan Lutfi, 2012). Sebuah penelitian pada tahun 2006 menemukan bahwa McDonald di Singapura
mengalami peningkatan jumlah kunjungan sebesar 8 juta kunjungan setelah memperoleh
sertifikasi halal. Sementara KFC, Burger King dan Taco Bell juga mengalami peningkatan
penjualan sebesar 20% setelah mereka memperoleh sertifikasi halal (Lada, Tanakinjal dan
Amin,2009). Menurut penelitian Salehudin dan Lutfi (2011) sertifikasi halal secara signifikan
berpengaruh terhadap minat beli konsumen terhadap produk halal. Hal ini bertentangan dengan
pra-survei yang dilakukan oleh peneliti kepada 30 responden konsumen muslim yang menyatakan
bahwa 26 responden menyatakan tidak membeli suatu produk berdasarkan adanya label halal pada
dikemasan produk. Berdasarkan data tersebut sertifikasi halal tidak begitu menjadi pertimbangan
konsumen muslim untuk membeli suatu produk.
http://www.halalmui.org
meleleh saat tercampur dengan minyak. (selengkapnya baca: Berbagai Jenis Gula
dan Kegunaannya). Sedangkan untuk industri digunakan gula rafinasi yang bahan
baku utamanya adalah gula mentah (raw sugar), namun memerlukan proses
lanjutan. Nah, agar bisa menjadi gula yang siap pakai sebagai bahan tambahan
pada industri makanan atau minuman, maka raw sugar tersebut harus melalui
proses rafinasi, yang tahapannya cukup panjang.
Untuk alasan higenitas dan kesehatan, industri makanan dan minuman
membutuhkan kualitas gula yang lebih baik yang diperoleh dari gula rafinasi.
Kata rafinasi diambil dari kata refinery, yang artinya menyuling, menyaring,
membersihkan. Jadi bisa dikatakan bahwa gula rafinasi adalah gula yang
mempunyai kualitas kemurnian yang tinggi karena sudah disuling, disaring dan
dibersihkan. Mengingat gula rafinasi melalui proses panjang dan menggunakan
bahan tambahan maupun bahan penolong, maka gula jenis ini memang layak
dicermati kehalalannya. Alasannya, “sama seperti bahan tambahan lain dalam
sebuah produk olahan makanan atau minuman, gula juga memiliki titik kritis
haram yang harus diperhatikan saat auditor kami melakukan pemeriksaan di
lapangan,” tukas Muti Arintawati. Dikutip dari tulisannya yang diunggah17, proses
rafinasi gula biasanya melalui beberapa tahap, antara lain afinasi, karbonatasi,
dekolorisasi, kristalisasi, pengeringan hingga pengepakan.
Mulyorini mengungkapkan, dari serangkaian proses rafinasi tersebut,
tahap kritis yang harus dicermati adalah pada proses dekolorisasi atau
penghilangan warna, karena melibatkan penggunaan arang aktif. Arang aktif atau
sering disebut karbon aktif merupakan material yang memiliki pori-pori sangat
banyak yang dapat menyerap apa saja yang dilaluinya. Material ini bisa berasal
dari tulang hewan, tumbuhan maupun dari batu bara. Lantaran fungsinya sebagai
penyaring (filter), maka arang aktif kerap digunakan di berbagai bidang usaha
atau industri. Begitu juga di industri pengolahan gula, di mana karbon aktif sangat
http://www.halalmui.org 25 Oktober 2018.
!
berperan dalam proses pemutihan gula yang dari awalnya berwarna coklat keruh
menjadi putih bersih.
Dari sinilah titik kritis haram karbon aktif dapat ditelusuri. Apabila karbon
aktif ini berasal dari hasil tambang atau dari arang kayu, maka tentu tidak menjadi
masalah. Akan tetapi, apabila menggunakan arang tulang, maka haruslah
dipastikan status kehalalan asal hewannya. Arang aktif haram dipakai jika berasal
dari tulang hewan haram, atau tulang hewan halal yang tidak disembelih sesuai
syariat Islam. Selanjutnya, bahan lain yang ditambahkan pada proses berikutnya
juga harus dicermati. Apabila menggunakan bahan sintetis kimia tentu tidak
masalah, meski kadarnya harus tetap diperhatikan. Namun apabila menggunakan
produk mikrobial, maka harus dipastikan bahwa media yang dipakai adalah
media yang halal.
Dari sisi kandungan bahan haram, seperti dijelaskan dalam buku Halal
Assurance System (HAS) seri 23101 tentang Pedoman Pemenuhan Kriteria
Jaminan Halal di Industri Pengolahan, gula termasuk dalam kelompok bahan
kritis. Dalam buku tersebut dijelaskan, ada tiga kategori bahan, yakni bahan
sangat kritis, bahan tidak kritis, dan bahan kritis, yaitu bahan yang tidak termasuk
dalam kelompok bahan sangat kritis dan bahan tidak kritis.
Bahkan yang sangat kritis adalah bahan yang dalam pengajuan sertifikasi
halal harus dilengkapi dengan sertifikat halal. Yang termasuk dalam kelompok ini
adalah: (a) Bahan yang berasal dari hewan sembelihan dan turunannya, atau bahan
yang mengandung hewan sembelihan dan turunannya; (b). Bahan yang sulit
ditelusuri kehalalannya atau bahan yang mengandung bahan yang sulit ditelusuri
kehalalannya; serta (c). Bahan yang mengandung bahan yang sangat kompleks.
Sebaliknya, bahan yang tidak kritis adalah bahan yang tidak harus dilengkapi
dengan dokumen pendukung, misalnya bahan tambang, bahan kimia, bahan nabati
dan sejenisnya. Nah, gula ada di tengah-tengah antara bahan sangat kritis dan
tidak kritis tersebut. Artinya, jika gula yang dipakai seluruh prosesnya dapat
"
dilakukan telaah dan tidak melibatkan bahan hewani, maka untuk bahan tersebut
tidak diperlukan sertifikat halal. Namun apabila gula tersebut melalui proses
tambahan yang melibatkan bahan hewani maka harus disertakan sertifikat halal.
Meski begitu, Muti Arintawati menandaskan, penggunaan bahan kimia
dalam makanan dan minuman harus melalui batasan dan seleksi yang sangat ketat,
dalam hal ini dilakukan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).
Dari kacamata LPPOM MUI, penggunaan bahan kimia juga terkait dengan unsur
thayib. “Kalau tidak thayib, bahkan berbahaya bagi kesehatan tentu tidak bisa
disertifikasi halal. Nah untuk proses rafinasi gula residu sulfit juga menjadi titik
perhatian utama dari segi kesehatan,” ujarnya. Muti Arintawati menambahkan,
meski terlihat sederhana, telaah atas halal haram gula rafinasi sangatlah penting
mengingat konsumsi gula jenis itu di dalam negeri relatif besar. Berdasarkan data
Kementerian Perindustrian, diperkirakan kebutuhan gula nasional pada 2017
mencapai 5,7 juta ton.
Jumlah tersebut terdiri dari gula industri sebesar 2,8 juta ton dan gula
konsumsi rumah tangga sebanyak 2,9 juta ton. Pertumbuhan industri makanan dan
minuman membuat permintaan gula industri akan terus meningkat pada tahun-
tahun mendatang. Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (GAPMMI)
memproyeksikan, industri makanan dan minuman pada tahun ini tumbuh 8
persen. Ketua Umum Gapmmi Adhi S. Lukman, seperti dikutip sejumlah media
mengatakan, kebutuhan gula rafinasi pasti akan meningkat karena produksi gula
kristal putih menurun. Selain itu, banyak industri kecil menengah (IKM) yang
juga membutuhkan gula rafinasi sehingga harus dipenuhi. "Kami perkirakan di
tahun depan itu kebutuhannya 3,2 juta ton ditambah IKM 350.000 ton, jadi sekitar
3,5 juta ton. Oleh sebab itu, harus diantisipasi oleh pemerintah bahwa harus
dipikirkan penambahan izin impor untuk raw sugar untuk diolah di dalam negeri,"
ujarnya kepada media di Jakarta. Besarnya kebutuhan gula industri, menurut Adhi
juga disebabkan beberapa industri makanan dan minuman dalam negeri yang
sudah menggarap pasar ASEAN. "Ini menjadi salah satu potensi yang bisa
ditingkatkan,” ujarnya.
a. Tahap pengolahan gula rafinasi
Tahap pertama pada proses rafinasi gula dimulai dari afinasi. Afinasi itu
sendiri adalah proses pemurnian gula yang masih kasar, dimana gula kasar (raw
sugar) dicuci dahulu untuk mengurangi lapisan molases yang melapisi kristal
sehingga warna kristal lebih ringan atau warna ICUMSA lebih kecil. Tahap
selanjutnya adalah proses klarifikasi. Proses ini bertujuan untuk membuang
semaksimal mungkin pengotor non sugar yang ada dalam leburan(melt liquor).
Ada dua pilihan teknologi yaitu fosflotasi dan karbonatasi. Pada proses fosflotasi
ini digunakan asam fosfat dan kalsium hidroksida yang akan membentuk
gumpalan (primer) kalsium fosfat, reaksi ini berlangsung di Reaktor. Kemudian
dilakukan dekolorisasi atau penghilangan warna. Untuk menghilangkan zat warna
dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya dengan granula karbon aktif.
Selain itu digunakan juga bone char. Bone char dapat digunakan selama 4-5 hari
kemudian di regenerasi kembali.
Meskipun kemampuan mereduksi zat warna tidak sebaik karbon aktif
namun mampu mereduksi kotoran zat anorganik. Bisa juga untuk menghilangkan
warna ini digunakan resin penukar ion (ion- exchange resin). Bahan ini mudah
diregenerasi dan dalam penggunaannya mempunyai kapasitas lebih besar
dibandingakan dengan karbon aktif maupun bone char. Selain itu penggunaan air
juga lebih efisien. Ada dua jenis resin yang digunakan dalam rafinasi yaitu resin
anion yang berfungsi mereduksi warna dan resin kation untuk menghilangkan
senyawaan anorganik. Selanjutnya adalah tahap kristalisasi. Dimana bahan utama
kristalisasi adalah liquor yang sudah melewati tahap dekolorisasi. Liquor tersebut
kemurniannya tinggi sehingga teknik kristalisasinya (evapocrystalisation)
dilakukan di bejana vakum (65 cm Hg) dengan penguapan liquor pada suhu
sekitar 70-80 0C sampai mencapai supersaturasi tertentu. Pada kondisi tersebut
dimasukkan bibit kristal secara hati-hati sehingga inti kristal akan tumbuh
mencapai ukuran yang dikehendaki tanpa menumbuhkan kristal baru. Pemisahan
kristal dilakukan dengan cara memutar masakan dalam mesin sentrifugal
menghasilkan Kristal dan sirup. Sehingga secara berjenjang menghasilkan gula
yang masuk dalam katagori gula rafinasi.
Proses terakhir adalah proses pengeringan gula produk. Sejumlah air
diuapkan di dalam panci sampai pada keadaan yang tepat untuk tumbuhnya kristal
gula. Ketika kristal sudah tumbuh campuran dari kristal-kristal dan cairan induk
yang dihasilkan diputar dalam sentrifugasi untuk memisahkan keduanya. Setelah
gula kering, gula langsung didistribusikan kebagian pengemasan. Disana gula
dikemas ke dalam ukuran 50 kg dalam satu karung. Begitulah proses pembuatan
gula rafinasi. Pada umumnya gula rafinasi ini kurang manis dibanding gula yang
kita konsumsi sehari hari. Oleh sebab itu banyak ibu rumah tangga kurang
maminati gula ini. Gula rafinasi ini banyak digunakan pada industri makanan dan
minuman sebagai pemberirasa manis,sebab kehigienisan gula ini yang menjadi
prioritas utamanya.
Coklat banyak digunakan di dalam biskuit baik sebagai topping atau
filling-nya. Dalam proses pembuatannya, kadang dibutuhkan emulsifier.
Emulsifier dapat berasal dari bahan nabati nabati maupun dari produk hewani
sehingga bisa saja halal ataupun haram. Selain itu penggunaan flavor, laktosa
ataupun whey juga merupakan hal lumrah dalam coklat. Laktosa dan whey
menjadi bahan kritis karena bisa berasal dari hasil samping produksi keju yang
mungkin menggunakan bahan haram dalam proses pembuatannya.
b. Ragam kegunaan gula
Gula memiliki berbagai jenis dan cara penggunaan yang beragam,
meskipun tujuannya sama, yaitu untuk menciptakan rasa manis. Berikut berbagai
macam jenis gula dan kegunaannya pada umumnya: (1) Gula Halus
(Confectioners/Powdered Sugar) / Icing Sugar. Ini adalah gula putih terbaik,
karena mengandung 3% pati jagung untuk menghindari penggumpalan. Sering
digunakan untuk pembuatan lapisan gula untuk kue. (2) Gula Castor (Castor
Sugar), Gula ini memiliki bentuk yang lebih halus dari gula pasir. Mudah
bercampur dan memiliki warna yang putih bersih. Sering digunakan untuk
campuran pemanis pada kue, kukis, dan lain-lain. (3) Gula Pasir (Granulated
Sugar), Gula pasir adalah gula berwarna putih yang biasa kita gunakan. Ini adalah
jenis gula yang paling sering digunakan pada resep-resep, baik kue maupun
masakan. (4) Gula Kasar (Coarse Sugar), gula kasar adalah gula putih yang
memiliki bentuk seperti kristal dan berukuran lebih besar daripada gula pasir. (5)
Gula Donat (Donut Dusting), sesuai namanya, gula ini digunakan untuk taburan
kue donat. Teksturnya sangat halus seperti gula tepung dan berwarna putih. Gula
ini memiliki rasa dingin ketika disantap. Keistimewaan dari gula donat ini adalah,
gula ini tidak basah apabila terkena minyak, seperti pada donat yang baru
digoreng kemudian ditaburi gula donat. (6) Gula Dadu (Dice Sugar), Gula ini
memiliki bentuk seperti dadu. Kualitas gula ini tinggi. Biasa digunakan untuk
pemanis pada minuman seperti teh dan kopi. (7 ) Gula Batu (Rock Sugar), sesuai
namanya, gula ini berbentuk seperti bongkahan batu. Rasanya tidak begitu manis
namun lebih legit. Biasanya digunakan untuk pemanis minuman. (8) Gula Palem
(Palm Sugar), gula palem sering disebut sebagai gula semut. Gula ini berasal dari
nira atau sari batang tumbuhan palem-paleman. Bentuknya seperti gula pasir,
berwarna coklat dan memiliki harum yang khas. Biasanya gula ini digunakan
untuk campuran kue kering. (9) Gula Jawa/Gula Merah, gula ini sama seperti gula
palem, hanya saja berbentuk silinder atau menyerupai batok kelapa. Biasa
digunakan untuk bahan masakan. (10) Gula Aren, gula ini sama seperti Gula Jawa
atau Gula Merah. Hanya saja, gula aren memiliki harum yang lebih khas dan
warna yang lebih coklat. (11) Gula Tebu (Turbinado Sugar), gula ini berasal dari
tebu mentah yang telah dipisahkan permukaan molasenya. Memiliki tekstur
seperti coarse sugar dengan warna keemasan. (12) Gula Coklat (Brown Sugar),
gula coklat adalah gula yang berasal dari gula pasir yang dicampurkan dengan
molase kemudian dihaluskan. Semakin gelap warna gulanya, maka semakin
banyak mengandung molase dan lebih kuat rasa karamelnya. Brown sugar
memiliki keistimewaan yaitu dapat mempertahankan kelembaban kue lebih lama
sehingga hasil akhir (kue) lebih tahan lama. (13) Gula Muscovado (Muscovado
Sugar), gula ini terbuat dari nira tebu yang diuapkan. Memiliki bentuk yang lebih
kasar daripada gula pasir biasa. Diproses secara alami dan bebas dari bahan kimia
yang sering digunakan untuk membuat gula lainnya. Gula ini memiliki banyak
nutrisi dan mineral serta vitamin. Sering digunakan sebagai pengganti brown
sugar.
3. Ikan Olahan (Ikan Kaleng)
Mengutip Alquran surat Al Maidah ayat 96 : “Dihalalkan bagimu binatang buruan
laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu,
dan bagi orang-orang yang sedang dalam perjalanan; dan diharamkan atasmu
(menangkap) binatang buruan darat, selama kamu dalam ihram. Dan bertakwalah
kepada Allah Yang kepada-Nya-lah kamu akan dikumpulkan.” Juga sabda
Rasulullah SAW tentang halalnya dua bangkai dan dua darah : "Telah dihalalkan
bagi kami dua bangkai dan dua darah. Dua bangkai itu adalah ikan dan belalang.
Dua darah itu adalah hati dan limpa (HR. Ahmad dan Al-Baihaqi).
Pada dasarnya mengkonsumsi ikan adalah halal, termasuk bangkainya.
Namun, seiring perubahan gaya hidup masyarakat, status ikan bisa menjadi
subhat. Dewasa ini, santapan ikan disajikan dalam berbagai bentuk mulai dari
goreng, bakar, hingga diawetkan dalam kaleng agar bisa bertahan lebih lama.
Berbagai cara olahan inilah yang membuat status ikan bisa bergeser menjadi
haram dikonsumsi. Sebagai contoh, dalam menggoreng ikan, apabila digunakan
minyak goreng yang mengandung babi, maka ikan menjadi haram dikonsumsi.
Begitu juga dengan dibakar apabila melibatkan zat yang tidak halal, maka
bergeser pula statusnya. Begitu juga apabila ikan diawetkan menjadi kalengan,
perlu diperhatikan bahan-bahan lainnya yang berpotensi mengubah status ikan
menjadi haram.
Pengalengan merupakan teknik pengolahan dengan cara memanaskan ikan
dalam wadah kaleng yang ditutup rapat untuk menonaktifkan enzim, membunuh
mikoorganisme, dan mengubah ikan dalam bentuk mentah menjadi produk yang
siap disajikan tetapi memiliki kandungan nilai gizi yang sedikit menurut karena
proses denaturasi protein akibat proses pemanasan bila dibandingkan dengan ikan
segar, namun lebih tinggi bila dibandingkan sumber protein nabati seperti tahu
dan tempe.
Metode pengawetan dengan cara pengalengan ditemukan oleh Nicholas
Apert, seorang ilmuwan Prancis. Pengalengan makanan merupakan suatu cara
pengawetan bahan-bahan makanna yang dikemas secara hermetis dan kemudian
disterilkan. Pengemasan secara hermatis dapat diartikan bahwa penutupannya
sangat rapat, sehingga tidak dapat ditembus oleh udara, air, kerusakan akibat
oksidasi, ataupun perubahan cita rasa. Di dalam pengalengan makanan, bahan
pangan dikemas secara hermenits dalam suatu wadah, baik kaleng, gelas atau
alumunium
Menurut Auditor Halal LPPOM MUI, Ir. Hendra Utama, ikan kalengan
berpotensi subhat ketika ditambahkan bumbu-bumbu lainnya. Saus tomat adalah
salah satu bumbu ikan kaleng. Namun, disamping itu, ada juga jenis bumbu lain,
misalnya bumbu saus cabe, garam, atau minyak nabati18. Biasanya di kemasan
muncul selain nama dagang adalah nama produknya. Misalnya, Sardines in
Tomato Sauce atau Chili Sauce , Mackarel in Tomato Sauce atau Chili Sauce atau
jenis ikan lain seperti Tuna in Oil atau Tuna in Brine.
Bahan yang perlu dikritisi adalah penambahan bahan pewarna
Canthaxanthin. Bahan pewarna ini merupakan pewarna alami. Jenisnya termasuk
kelompok pigmen karotenoid. Pertama kali, pigmen jenis ini diisolasi dari jamur,
walaupun juga sebenarnya di temukan pada alga hijau, crustacean (udang,
! http://www.halalmui.org
kepiting, dll), dan ikan tertentu. Kalau bahan baku berasal dari bahan seperti ini,
kan seharusnya tidak menjadi masalah. Lantas, dimana letak permasalahannya?
Pewarna alami, selama penyimpanan cenderung tidak stabil. Supaya stabil,
biasanya disalut atau dicoating dengan bahan tertentu. Penyalut yang paling riskan
adalah gelatin. Karena 40% gelatin dunia diproduksi dari kulit babi. Selain itu
juga berasal dari kulit atau tulang sapi. Apabila gelatin bersal dari sapi, maka
harus dipastikan penyembelihannya dilakukan secara syar’i.
Untuk saus cabe, bahan-bahan yang perlu dikiritisi adalah pengunaan
bumbu penyedap (flavor enhancer) seperti MSG atawa vetsin. MSG adalah
produk fermentasi. Menurut standar MUI, untuk produk fermentasi, yang perlu
diperhatikan adalah medianya. Media fermentasi harus bersih dari segala sesuatu
yang najis, salah satu yang mungkin digunakan sebagai bahan penolong adalah
enzim, harus dipastikan kehalalannya.
Kalau tuna in brine adalah tuna yang dimasukkan ke dalam air garam,
tidak ada titik kritis keharamannya, tetapi kalau tuna in oil atau tuna yang
dimasukkan ke dalam minyak, harus diperhatikan sumber minyaknya (apakah
nabati atau hewani) serta ada beberapa bahan lain yang juga perlu dikritisi
kehalalannya.
4. Daging
Pada dasarnya hukum asal benda adalah mubah (boleh) selama tidak ada dalil
yang mengharamkannya. Karena itu jumlah makanan dan minuman yang halal
dikonsumsi sangatlah banyak dibandingkan dengan yang haram. Hanya beberapa
bahan yang diharamkan dalam Al Quran dan Hadits.
Beberapa bahan yang diharamkan dalam Al Quran ditemui pada surat Al
Baqarah ayat 173 yang menjadi acuan untuk penetapan titik kritis keharaman
produk daging. Narasi yang intinya sama juga ditemukan pada surat Al Maidah 3;
Al An’am 145; dan An Nahl 115) : “Sesungguhnya Dia mengharamkan atasmu
bangkai, darah, daging babi, dan hewan yang disembelih dengan menyebut nama
selain Allah. Tetapi barang siapa terpaksa, bukan karena menginginkannya, dan
tidak pula melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah
Maha Pengampun Maha Penyayang” (Al Baqarah 173). Ayat ayat ini menjadi
dasar titik kritis keharaman produk daging.
Produk daging pertama yang diharamkan adalah daging bangkai kecuali
bangkai hewan air dan serangga yang tidak memiliki darah mengalir seperti
belalang (Hadits). Bangkai adalah binatang atau hewan yang mati tanpa melalui
proses penyembelihan. Kematian tersebut bisa disebabkan oleh penyakit seperti
anthrax pada sapi atau tetelo pada ayam dan penyakit lainnya; tercekik, dipukul,
jatuh, ditanduk, diterkam binatang buas dan tidak sempat disembelih sebelum
mati.
Kenapa bangkai diharamkan? Sebagai muslim tentunya kita harus
“sami’na wa atha’na”, yaitu setelah mendengar (mengetahui) ayat tersebut maka
kita harus mentaati apa yang dilarang oleh Allah SWT untuk memakannya
karena hal itu pasti tidak baik bagi manusia. Namun secara ilmiah ada beberapa
hikmah terselubung yang dapat diungkapkan kenapa bangkai itu tidak baik untuk
dikonsumsi.
Binatang yang mati karena sakit tentunya membawa kuman kuman bibit
penyakit yang dapat saja menular kepada manusia yang memakannya, atau
berkembang biak dan mewabah dalam proses penyimpanan dan transportasi
sebelum dimasak. Bila kuman penyakit tersebut dalam bentuk spora yang
dormant, maka bisa jadi tidak akan mati dengan pemanasan dalam proses
pemasakan yang biasa. Selain itu kuman penyakit pada hewan tersebut bisa jadi
juga sudah menghasilkan metabolit berupa racun racun yang tidak dapat hilang
karena pemanasan pada proses pemasakan. Binatang yang mati karena tercekik,
dipukul, jatuh, ditanduk, atau diterkam binatang buas dan mati sebelum sempat
disembelih maka darahnya tidak akan keluar dari tubuh hewan tersebut. Kalaupun
binatang yang telah mati tersebut disembelih, maka jantungnya telah berhenti
untuk memompakan darah keluar dari tubuh secara sempurna. Akibatnya maka
darah akan tersimpan dalam jaringan daging yang akan dikonsumsi. Dalam
perdagangan daging sehari-hari, khususnya daging ayam, sering ditemukan ayam
tiren (mati kemaren). Proses transportasi ayam dari peternakan ke industri
penyembelihan (RPA) berpotensi menyebabkan kematian ayam dalam perjalanan
karena kepanasan, atau oleh sebab sebab lainnya.
Apabila ayam mati tersebut tidak ditangani dengan baik, maka ayam mati
tersebut dapat dipungut kembali oleh orang yang tidak bertanggung jawab untuk
kemudian dibersihkan dan dijual kembali. Biasanya penampakan daging ayam
tiren tersebut tidak segar dan ada bintik bintik darah tertahan pada jaringan
daging. Oleh pedagang illegal, untuk menyembunyikan penampakan daging yang
berbeda tersebut, maka mereka mewarnai ayam tersebut sehingga mengaburkan
perbedaan dengan daging segar. Tentunya tidak setiap daging ayam yang diwarnai
merupakan ayam tiren. Ketika daging bangkai tersebut sudah bercampur dengan
daging segar maka sudah sulit untuk mendeteksinya. Pada skala komersial atau
industri, untuk memudahkan proses penyembelihan dan agar tidak mencelakai
penyembelih maka stunning (pemingsanan sebelum penyembelihan) umum
dilakukan.
Dalam konteks teknik penyembelihan hewan dalam proses sertifikasi halal
maka penggunaan stunning dalam proses penyembelihan hewan merupakan hal
yang kritis. Stunning dapat dilakukan secara fisik melalui pemukulan kepala
hewan (menggunakan peluru tumpul atau pemukulan menggunakan alat pemukul)
atau menggunakan aliran listrik (electrical stunning). Untuk ternak unggas,
stunning biasa dilakukan dengan melewatkan kepala unggas ke dalam air yang
dialiri listrik (electrical stunning) atau menggunakan gas (gas stunning).
Penggunaan stunning yang tidak tepat berpotensi mengakibatkan hewan yang
!
akan disembelih sudah mati sebelum disembelih sehingga mempunyai status yang
sama dengan bangkai atau hewan yang mati karena tercekik atau dipukul.
Dalam konteks penelitian untuk mendukung proses sertifikasi halal, maka
diperlukan penelitian untuk autentikasi daging yang berasal dari bangkai atau
hewan yang mati tidak melalui proses penyembelihan. Kandungan darah yang
tersisa pada jaringan daging hewan barangkali bisa digunakan sebagai parameter
ukur untuk menentukan apakah hewan mati karena disembelih, atau mati tanpa
proses penyembelihan. Selain itu diperlukan pula penelitian penelitian terkait
dengan pemilihan teknologi dan perlakuan yang tepat untuk stunning agar hewan
yang akan disembelih tidak mati karena proses stunning sebelum disembelih.
Selanjutnya darah merupakan produk samping atau limbah dari hewan
yang diharamkan untuk dikonsumsi. Darah menyimpan sari pati makanan sebagai
hasil dari proses pencernaan makanan oleh hewan (produk metabolisme). Karena
itu darah merupakan media yang baik bagi pertumbuhan mikroba, baik mikroba
non patogen maupun mikroba patogen (mikroba yang menyebabkan penyakit).
Karena kandungan nutrisi yang tinggi, tidak heran kalau darah steril juga umum
digunakan sebagai media pertumbuhan dalam suatu bioindustri yang
menggunakan mikroba. Darah yang keluar dari proses penyembelihan berpotensi
untuk ditumbuhi oleh mikroba secara liar yang dapat menimbulkan penyakit pada
orang yang mengkonsumsinya atau mengakibatkan wabah penyakit di
lingkungan.
Dalam kehidupan sehari hari, banyak juga masyarakat mengkonsumsi
darah yang dibekukan (marus). Secara alami, darah yang keluar dari proses
penyembelihan akan membeku dengan sendirinya terkena angin karena adanya
bahan pembeku pada darah. Darah beku (marus) yang mirip daging hati tersebut
banyak ditemukan di pasaran, dan tentunya haram untuk dikonsumsi. Karena itu
perlu sosialisasi kepada masyarakat tentang keharaman marus tersebut.
"
Dalam dunia industri pengolahan daging , darah juga umum dibuat menjadi sosis.
Darah yang dimasak atau darah kering yang ditambah dengan bahan pengisi
(filler) disebut juga dengan sosis darah (blood sausages atau black pudding). Di
Jerman disebut dengan nama Blutwurzt. Bahan pengisi (filler) yang biasa
digunakan diantaranya daging, lemak, bread crumb, dan pati patian ( ubi jalar,
barley, dan oatmeal). Darah juga bisa digunakan untuk memberi warna atau
bahan tambahan pada sosis. Pada industri mikrobial (bioindustri), darah steril juga
bisa digunakan sebagai media pertumbuhan mikroba. Dalam kaitan dengan
penelitian untuk mendukung sertifikasi halal, diperlukan metode untuk
mendeteksi adanya penambahan darah pada produk olahan daging.
Babi merupakan jenis hewan yang secara tegas diharamkan dalam Al
Quran adalah babi. Babi tidak hanya diharamkan dalam agama Islam, tetapi
keharaman babi juga tertulis dalam kitab Perjanjian Lama (kitab Taurat atau Old
Testament). Karena itu umat Yahudi juga “mengharamkan” (tidak Kosher)
mengkonsumsi babi. Dalam proses sertifikasi halal, keharaman babi sudah jelas.
Tidak ada restoran yang menyajikan daging babi ataupun industri yang
menghasilkan produk produk pengolahan daging babi yang mengajukan sertifikasi
halal. Tetapi permasalahan kehalalan timbul ketika ada proses pencampuran
daging babi ataupun lemak babi (adulterasi) kepada daging hewan halal untuk
tujuan eknomis. Karena itu pengujian laboratoris untuk tujuan autentikasi bahan
menggunakan berbagai metode merupakan keniscayaan. Penelitian penelitian
tentang teknik dan metode baru yang lebih cepat, efisien, akurat dan murah
menjadi subyek untuk diteliti di Pusat Pusat Kajian Halal di Universitas atau
Lembaga Penelitian.
Penggunaan turunan (derivatives) dari industri peternakan babi sebagai
bahan tambahan (additives) atau bahan penolong (processing aids) pada berbagai
industri makanan, obat obatan dan kosmetik sangatlah banyak. Hal ini lah salah
satu yang menyebabkan produk produk industri menjadi syubhat (meragukan)
sehingga diperlukan proses sertifikasi halal untuk memastikan kehalalan produk
industri tersebut. Sebagai contoh, lemak babi merupakan sumber utama untuk
shortening dan emulsifier pada berbagai industri di negara negara dengan
konsumsi babi yang tinggi. Demikian juga gelatin dari kulit dan tulang babi
sebagai bahan kapsul obat, texturizer, dan soft candy; hormone insulin dan enzim
protease (pepsin dan trypsin) dari pankreas dan lambung babi, dan sebagainya.
Sebagian orang sering mempertanyakan bahwa ayat Al Quran
menyebutkan bahwa ayat Quran menyebutkan “lahmal khinziir” (daging babi)
sehingga yang haram adalah dagingnya. Bagaimana dengan lemak, kulit, tulang,
bulu/rambut dan lain lainnya?. Dalam praktek, sangatlah sulit memisahkan
lemak, kulit, bulu dari daging babi. Karena daging babi dihukumi sebagai najis
berat maka persentuhan dengan najis berat juga mengakibatkan keharaman bahan
yg bersentuhan dengan najis berat tersebut. Karena itu Komisi Fatwa MUI
menyatakan bahwa komponen lain selain daging babi serta produk produk yang
merupakan turunan dari babi juga merupakan bahan yang haram.
Dalam praktek komersial sering ditemukan pencampuran daging dari
hewan halal dengan daging babi, atau penggunaan produk turunan dari babi
sebagai bahan tambahan (additives) atau bahan penolong (processing aids) dalam
industri makanan, minuman dan kosmetika. Karena itu dukungan penelitian atau
pengujian terkait dengan autentikasi produk yang dicampur dengan atau
terkontaminasi oleh daging babi dan produk turunan babi merupakan keniscayaan
untuk mendukung sertifikasi halal. Selain itu, penelitian penelitian pencarian
bahan lain yang halal untuk mensubstitusi bahan bahan dari babi dan turunannya
menjadi penting untuk dilaksanakan.
Hewan yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah, pada
dasarnya adalah hewan yang disembelih untuk dipersembahkan bagi berhala atau
sesembahan lainnya. Praktek ini melanggar prinsip paling dasar agama Islam,
yaitu tauhid (mengesakan Allah). Timbul pertanyaan bagaimana kalau seandainya
penyembelihan tidak menyebutkan apa apa? Apakah statusnya haram atau
syubhat? Sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.
menyebutkan bahwa "(Sesuatu) yang halal telah jelas dan yang haram juga telah
jelas, dan diantara keduanya ada perkara Syubhat (samar-samar). Barangsiapa
menjaga diri dari perkara yang syubhat itu berarti ia telah menjaga agama dan
kehormatannya. Barangsiapa terjatuh ke pada yang syubhat berarti ia telah
terjatuh dalam yang haram.”. 19 Karena sertifikasi halal pada dasarnya adalah
memperjelas sesuatu yang statusnya syubhat maka, Komisi Fatwa MUI
menyepakati bahwa ayat ini diterjemahkan sebagai. “Hewan yang disembelih
dengan tidak menyebut nama Allah”. Atau lebih tegasnya lagi adalah “Hewan
yang disembelih dengan tidak mengikuti cara cara penyembelihan hewan secara
Islam”.
Islam sebagai agama yang sempurna dan petunjuk jalan hidup bagi
manusia (way of life) telah mengatur semua aspek kehidupan manusia dan
interaksinya dengan alam, termasuk dengan hewan. Islam melalui hadits
Rasulullah SAW mengajarkan bagaimana cara penyembelihan hewan, mulai dari
pra-penyembelihan, penyembelihan dan pasca penyembelihan. Karena itu
penyembelihan hewan untuk tujuan sertifikasi halal harus mengikuti pedoman
yang telah digariskan oleh syariah sesuai dengan Quran dan Hadits.
Dalam konteks dukungan penelitian untuk sertifikasi halal, sampai
sekarang belum ditemukan suatu teknik atau metode laboratoris yang bisa
membedakan antara penyembelihan secara syar’i dengan membaca Basmalah
dengan penyembelihan non syar’i tanpa membaca Basmalah atau penyembelihan
untuk sesembahan kepada berhala. Karena itu untuk proses sertifikasi halal maka
Rumah Pemotongan Hewan harus mengimplementasikan Sistem Jaminan Halal
yang salah satu kriterianya mensyaratkan adanya Tim Manajemen Halal yang
mengawasi penerapan SOP (Standard Operating Procedure) Penyembelihan Halal
secara internal, dan Audit Internal untuk mengevaluasi penerapan Sistem
"#$%&'("")
Jaminan Halal secara berkala demi menjamin konsistensi dan kesinambungan
penerapan Standar Penyembelihan secara syar’i pada RPH tersebut.
Agama Islam diturunkan bukan untuk menyusahkan umat manusia.
Penerapan agama Islam itu sesungguhnya mudah, tetapi juga tidak boleh
dimudah-mudahkan sehingga melanggar aturan yang telah digariskan. Dalam
konteks keharaman produk daging, ayat yang disitir di atas diakhiri dengan
kondisi darurat yang membolehkan mengkonsumsi produk yang haram dalam
kasus darurat (emergency), yaitu dalam keadaan terpaksa, tetapi hati nurani
sebenarnya tidak menginginkannya, dan tidak pula melampaui batas. Akhir ayat
tersebut ditutup dengan pernyataan bahwasanya “Allah itu Maha Pengampun
Maha Penyayang” dengan harapan Allah akan mengampuni hamba-Nya yang
mengkonsumsi bahan yang haram karena keadaan yang memaksa (darurat). Di
Indonesia, kasus seperti ini pernah terjadi dalam proses sertifikasi vaksin
meningitis. Pada suatu waktu hanya ada satu satunya produsen vaksin meningitis
yang menyuplai vaksin meningitis ke Indonesia. Hasil audit menemukan bahwa
ada keterlibatan bahan dari turunan babi dalam salah satu step proses sehingga
menyebabkan produk menjadi haram. Namun karena vaksin meningitis
merupakan syarat untuk mendapatkan visa haji dan umroh dan belum ada
alternatif lain yang halal, maka statusnya menjadi darurat sehingga Komisi Fatwa
MUI memfatwakan kebolehan memakai vaksin tersebut walaupun haram.
Beberapa waktu kemudian, beberapa produsen lain mendapatkan sertifikasi halal
untuk vaksin meningitis yang diproduksinya. Karena sudah ada alternatif yang
halal maka status daruratnya menjadi gugur. Komisi Fatwa MUI kemudian
mencabut status darurat untuk penggunaan vaksin meningitis yang haram tersebut
karena telah adanya alternatif vaksin meningitis yang halal.
D. Riset Pendahuluan dan Basis Teori
Kajian yang dilakukan oleh Nur Ma’rifat dengan judul penelitian:
“Analisis Perilaku Konsumen Dalam Pembelian Makanan Olahan Ayam
Bersertifikat Halal Di Ritel Modern Yogyakarta”. Penelitian itu untuk
mendapatkan informasi mengenai tingkat kepedulian masyarakat terhadap produk
pangan bersertifikat halal. Metode yang digunakan adalah Structural Equation
Modelling (SEM) dan Analisys Cluster. Proses pengambilan sampel
menggunakan metode Purposive Sampling dengan jumlah responden 201 orang
responden. Kesimpulan dari kajian tersebut bahwa intense konsumen merupakan
faktor dominan yang mempengaruhi perilaku konsumen. Intensi konsumen
dipengaruhi oleh sikap konsumen, dimana sikap konsumen itu dipengaruhi oleh
faktor halal awareness (faktor paling berpengaruh) dan lokasi ritel modern sebagai
faktor kedua. Selain itu, halal awareness juga dipengaruhi oleh penilaian
konsumen terhadap lembaga sertifikasi halal20.
Penelitian Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang Kemenag
yang dilakukan oleh Karim, dkk. telah meneliti meneliti tentang perilaku
komunitas muslim perkotaan dalam mengonsumsi produk halal di sembilan kota
besar (Jakarta, Bandung, Surabaya, Batam, Solo, Denpasar dan Menado).
Penelitian tersebut menguji pengaruh persepsi (pengetahuan, keaktifan keagaman,
lingkungan, dan pendidikan) terhadap perilaku umat Islam dalam mengonsumsi
produk makanan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi dan pengetahuan
secara bersama-sama berpengaruh signifikan sebesar 20% terhadap pengendalian
perilaku komunitas muslim dalam mengonsumsi produk halal. Pengetahuan,
aktivitas keagamaan lingkungan dan pendidikan secara signifikan berpengaruh
sebesar 16,4% terhadap peningkatan persepsi positif atas produk halal. Aktivitas
keagamaan, lingkungan dan pendidikan responden secara bersama-sama
berpengaruh signifikan terhadap peningkatan pengetahuan responden akan produk
halal sebesar 12,9%21.
Dandung Budi Yuwono. 2017. KEPEDULIAN MUSLIM PERKOTAAN TERHADAP
KEHALALAN MAKANAN PRODUK PENGUSAHA MIKRO KECIL (Kasus pada Masyarakat
Muslim Minoritas di Kota Kupang, NTT). PANANGKARAN, Jurnal Penelitian Agama dan
Masyarakat. Volume 1, Nomor 1, Januari-Juni.
Dandung Budi Yuwono. 2017. KEPEDULIAN MUSLIM PERKOTAAN TERHADAP
KEHALALAN MAKANAN PRODUK PENGUSAHA MIKRO KECIL (Kasus pada Masyarakat
Muslim Minoritas di Kota Kupang, NTT). PANANGKARAN, Jurnal Penelitian Agama dan
Masyarakat. Volume 1, Nomor 1, Januari-Juni.
Sekretaris Daerah (Sekda) Samosir, Jabiat Sagala membuka pelatihan
teknik budidaya perikanan, pengenalan produk sehat dan halal dan workshop
pengelolaan perairan berkelanjutan, Rabu (25/7/2018), di ruang rapat Kantor
Bupati Samosir. Pelatihan yang dilakukan oleh Lembaga Ilmu Penelitian
Indonesia (LIPI) bidang technopark dihadiri Direktur Technopark LIPI, Kepala
MUI Sumatera Utara, Abdullah Sha,dan Kadis Perikanan dan Kelautan Kabupaten
Serdang Bedagai, Zaki. Jabiat Sagala mengapresiasi penyelenggaraan acara ini.
Pemkab Samosir mendorong sertifikasi UKM pengolahan ikan sebagai bukti
saintifik atas mutu kelayakan konsumsi produk olahan hasil perikanan untuk
meningkatkan daya saing menuju pariwisata internasional. Ketua Panitia
Pelaksana Pelatihan Tri W, mengatakan, ada tiga hal yang dilakukan dalam
pelatihan berlangsung selama 6 hari (25-31/7/2018)22. Pelatihan yang diikuti 32
orang terdiri dari 22 peserta dari Kabupaten Serdang Bedagai dan 10 orang dari
bimbingan Balai Benih Ikan (BBI) Samosir dan pelatihan sertifikasi produk halal
diikuti 10 kelompok usaha dari Samosir. Tujuan adalah menerapkan pemahaman
ilmu pengetahuan dan teknik budidaya perikanan, pemberian sertifikat jaminan
halal, pengembangan perikanan dan pemanfaatan fungsi perairan di Samosir.
Kepala Pusat Penelitian LIPI, Fauzan Aulia, mengatakan, dengan pelatihan ini
produk unggulan dari Samosir mendapatkan sertifikat halal dan mampu
meningkatkan daya jual untuk kesejahteraan rakyat.
Pelatihan di atas menunjukan bahwa sudah ada pelatihan terdahulu tentang
produk halal. Salah satunya “Teknik budidaya perikanan, pengenalan produk sehat
dan halal dan workshop pengelolaan perairan berkelanjutan”. Sungguhpun
demikian pelatihan diatas lebih berfokus pada olahan makanan ikan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh sertifikasi halal,
kesadaran halal, dan bahan makanan terhadap minat beli produk makanan halal
pada mahasiswa muslim di Yogyakarta.
http://www.medanbisnisdaily.com Diakses 10 Agustus 2018.
Berikutnya penelitian lain yang dilakukan oleh Danang Waskito
merupakan penelitian survei dengan menggunakan kuesioner sebagai
instrumennya. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswa
muslim yang berkuliah di Yogyakarta. Sampel yang digunakan adalah mahasiswa
strata 1 UNY, UGM, UII, dan UIN Sunan Kalijaga dan diambil sebanyak 215
responden dengan menggunakan metode purposive sampling, yaitu sebuah teknik
pemilihan sampel dimana seorang individu memilih sampel berdasarkan penilaian
pribadi mengenai beberapa karakteristik yang sesuai dari anggota sampel. Uji
validitas instrumen menggunakan Confirmatory Factor Analysis, sedangkan uji
reliabilitasnya menggunakan Alpha Cronbach. Teknik analisis yang digunakan
adalah analisis regresi berganda23.
Hasil penelitian menemukan bahwa: (1) Sertifikasi Halal berpengaruh
positif terhadap minat beli dengan nilai regresi 0,106 dan tingkat signifikansinya
0,000. (2) Kesadaran Halal berpengaruh positif terhadap minat beli dengan nilai
regresi 0,251 dan tingkat signifikansinya 0,000. (3) Bahan Makanan berpengaruh
positif terhadap minat beli dengan nilai regresi 0,191 dan tingkat signifikansinya
0,011. (4) Sertifikasi Halal, Kesadaran Halal dan Bahan Makanan secara simultan
berpengaruh positif terhadap minat beli dengan tingkat signifikansinya 0,000,
lebih kecil dari 0,05 (p<0,05). (5) Besarnya pengaruh Sertifikasi Halal, Kesadaran
Halal dan Bahan Makanan terhadap minat beli adalah sebesar 28,8%. Persamaan
regresi yang diperoleh adalah Y= 13,467 + 0,106X1 + 0,251X2 + 0,191X3 +e
Berdasarkan hasil penelitian di atas, sungguhpun kesadaran mahasiswa
muslim untuk membeli produk halal berpengaruh positif terhadap minat beli
mereka produk halal. Namun pengaruh tersebut masih lagi tergolong rendah, hal
ini dibuktikan oleh besarnya pengaruh yang hanya 28,8%. Sedangkan factor lain
Danang Waskito. 2015. PENGARUH SERTIFIKASI HALAL, KESADARAN HALAL, DAN
BAHAN MAKANAN TERHADAP MINAT BELI PRODUK MAKANAN HALAL (STUDI
PADA MAHASISWA MUSLIM DI YOGYAKARTA). tt. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Ekonomi
Universitas Negeri Yogyakarta.
lebih dominan mempengaruhi kesadaran untuk membeli produk halal. Sehingga
kesadaran mahasiswa untuk membeli produk halal juga perlu ditingkatkan
bersamaan dengan minat mereka untuk membli produk halal tersebut.
E. Kondisi Subjek Dampingan yang Diharapkan
Adapun kondisi dampingan yang diharapkan melalui kegiatan ini antara
lain adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan keluarga tentang
pentingnya peningkatan pemahaman tentang mengkonsumsi produk halal
dikalnagan pemuka agama Islam di Kota Padang.
2. Meningkatkan respon dan sensitifitas lingkungan masyarakat terkait
peningkatan pemahaman tentang mengkonsumsi produk halal dikalnagan
pemuka agama Islam di Kota Padang.
3. Memperkuat kapasitas berbagai elemen masyarakat (khususnya institusi adat
dan agama) di wilayah Kota Padang terutama terkait dengan produk halal.
BAB III
METODE PELAKSANAAN
A. Strategi yang Digunakan
1. Community Organization dan Community Development (Pengorganisasian dan
Pengembangan Masyarakat
Pengorganisasian dan pengembangan masyarakat (PPM) atau community
organization or comunity development (CO/CD) merupakan perencanaan,
pengorganisasian, atau proyek dan atau pengembangan berbagai aktivitas
pembuatan program atau proyek kemasyarakatan yang tujuan utamanya
meningkatkan taraf hidup atau kesejahteraan sosial masyarakat.Sebagai suatu
kegiatan kolektif,
Terdapat beberapa strategi yang digunakan untuk dapat mengembangkan
kegiatan yang akan dijalankan adalah intehrated strategy strategi yang
terintegrasi), yakni :
a. Community Development (CD)24, yakni pengembangan pengetahuan
masyarakat berbasis potensi yang tumbuh dan berkembang di dalam
masyarakat. Dengan demikian diharapkan pemuka agama di dalam
masyarakat kota Padang lebih memahami tentang pentingnya mengkonsumsi
makanan halal.
Pengembangan masyarakat / CD (Community Development) adalah
pengembangan yang lebih mengutamakan sifat fisik masyarakat. CD
mengutamakan pembangunan dan perbaikan atau pembuatan sarana-sarana sosial
ekonomi masyarakat. Misalnya; pelatihan mengenai gizi, penyuluhan KB, bantuan
hibah, bantuan sekolah dan sebagainya. Tujuannya untuk menumbuhakan rasa
percaya diri, menimbulkan rasa bangga, semangat, dan gairah kerja,
meningkatkan dinamika masyarakat untuk membangun, dan meningkatkan
kesejahteran masyarakat. Unsur-unsur penting dalam pengembangan masyarakat
sebagai kegiatan pengembangan masyarakat yang diarahkan untuk memperbesar akses
masyarakat untuk mencapai kondisi sosial-ekonomi-budaya yang lebih baik apabila dibandingkan
dengan sebelum adanya kegiatan pembangunan.
!
adalah program yang dilaksanakan terfokus, mendorong tumbuhnya swadaya
masyarakat, adanya bantuan teknis, dan mempersatukan berbagai spesialisasi.
Selanjutnya, langkah-langkah untuk pengembangan masyarakat adalah
menciptakan kondisi agar potensi setempat dapat dikembangkan dan
dimanfaatkan, mempertinggi mutu potensi yang ada, mengusahakan kelangsungan
kegiatan yang sudah ada, meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara
keseluruhan. Menurut Mezirow, ada 3 (tiga) jenis program dalam usaha
pengembangan masyarakat, yaitu Program integrative, program adaptis, dan
program proyek – dalam bentuk usaha-usaha terbatas pada wilayah tertentu dan
program disesuaikan khusus kepada daerah yang bersangkutan.
b. Community Organization (CO)25, yakni mengembangkan pemahaman
masyarakat tentang perlunya pengorganisasian masyarakat untuk dapat
berpartisipasi dalam pemberdayaan masyarakat, sehingga mereka memahami
dan mahu bekerjasama dalam mengatasi permasalahan peningkatan
pengetahuan tentang produk halal di atas.
Community Organization adalah suatu proses untuk memelihara
keseimbangan antara kebutuhan-kebutuhan sosial dengan sumber-sumber
kesejahteraan sosial dari suatu masyarakat tertentu atau suatu bidang kegiatan
tertentu. Tujuan pengorganisasian masyarakat adalah mewujudkan suatu
perubahan sosial yang transformatif dengan berangkat dari apa yang dimiliki oleh
masyarakat yang bersangkutan. Dalam menyusun pengorganisasian masyarakat
dibutuhkan 3 aspek yang meliputi proses, masyarakat, dan berfungsinya
masyarakat. Untuk memulai mengorganisasikan masyarakat dibutuhkan persiapan
social (pengenalan masyarakat, pengenalan masalah, penyadaran masyarakat),
pelaksanaan, dan evaluasi. Pengorganisasian masyarakat dirasa sangat penting
karena masyarakat masih dalam posisi yang lemah serta kenyataan masih adanya
ketimpangan dan keterbelakangan masyarakat. Sehingga diperlukan wadah yang
Community Organization adalah suatu proses untuk memelihara keseimbangan antara
kebutuhan-kebutuhan sosial dengan sumber-sumber kesejahteraan sosial dari suatu masyarakat
tertentu atau suatu bidang kegiatan tertentu
"
sedemikian rupa dapat dijadikan wahana untuk perlindungan dan peningkatan
kapasitas. Selanjutnya, untuk mewujudkan pengorganisasian masyarakat maka
ada prinsip-prinsip yang harus diperhatikan, yaitu: keberpihakan, pendekatan
holistic, pemberdayaan, HAM, kemandirian, berkelanjutan, partisipatif,
keterbukaan, tanpa kekerasan, praxis, dan kesetaraan,
Dengan demikian Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat
(PPM) atau Community Development and Community Organization adalah suatu
proses ketika suatu masayarakat berusaha menentukan kebutuhan-kebutuhan atau
tujuan-tujuannya, mengatur atau menyusun, mengembangkan kepercayaan dan
hasrat untuk memenuhinya, menentukan sumber-sumber (dari dalam ataupun
dari luar masyarakat), mengambil tindakan yang diperlukan sehubungan dengan
pemenuhan kebutuhan-kebutuhannya ini, dan dalam pelaksanaan
keseluruhannya, memperluas dan mengembangkan sikap-sikap dan prakti-praktik
kooperatif dan kolaboratif di dalam masyarakat.
Adapun tujuan PPM (Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat)
adalah mewujudkan suatu perubahan sosial yang transformatif dengan berangkat
dari apa yang dimiliki oleh masyarakat yang bersangkutan. Agar tujuan PPM
dapat terwujud dan tidak keluar dari kerangka kerja yang ada maka ada prinsip-
prinsip yang harus diperhatikan, yaitu:
1) Keberpihakan
Pengorganisasian masyarakat harus menitikberatkan pada lapisan bawah yang
selama ini selalu dipinggirkan, sehingga yang menjadi basis pengorganisasian
adalah masyarakat kelas bawah, tanpa mempunyai prioritas keberpihakan
terhadap masyarakat kelas bawah seringkali pengorganisasian yang dilakukan
terjebak pada kepentingan kelas menengah dan elit dalam masyarakat.
2) Pendekatan holistic
Pengorganisasian masyarakat harus melihat permasalahan yang ada dalam
masyarakat secara utuh dan tidak sepotong-sepotong, misalnya; hanya melihat
aspek ekonomi saja, tetapi harusdilihat dari berbagai aspek sehingga
pengorganisasian yang dilaksanakan untuk mengatasi berbagai aspek dalam
masyarakat.
3) Pemberdayaan
Muara dari pengorganisasian masyarakat adalah agar masyarakat berdaya dalam
menghadapi pihak-pihak di luar komunitas (pelaku pembangunan lain;
pemerintah, swasta atau lingkungan lain pasar, politik, dsb), yang pada akhirnya
posisi tawar masyarakat meningkat dalam ber hubungan dengan pemerintah dan
swasta.
4) HAM (Hak Asasi Manusia)
Kerja-kerja pengorganisasian masyarakat tidak boleh bertentangan dengan
Hak Asasi Manusia.
5) Kemandirian
Pelaksanaan pengorganisasian masyarakat harus ditumpukan pada potensi yang
ada dalam masyarakat, sehingga penggalian keswadayaan masyarakat mutlak
diperlukan. Dengan demikian apabila ada faktor luar yang akan terlibat lebih
merupakan stimulan yang akan mempercepat proses perubahan yang
dikehendaki. Apabila hal kemandirian tidak bisa diwujudkan,
makaketergantungan terhadap faktor luar dalam proses pengorganisasian
masyarakat menjadi signifikan. Kemandirian menjadi sangat penting karena
perubahan dalam masyarakat hanya bisa terjadi dari masyarakat itu sendiri.
6) Berkelanjutan
Pengorganisasian masyarakat harus dilaksanakan secara sistematis dan masif,
apabila tujuannya adalah untuk meningkatkan posisi tawar masyarakat, oleh
sebab itulah dalam melaksanakan pengorganisasian masyarakat harus mampu
memunculkan kader-kader masyarakat dan pengorganisasi lokal, karena
merekalah yang akan terus mengembangkan pengorganisasian yang sudah jalan
sehingga kegiatan ini terjamin keberlanjutannya.
7) Partisipatif
Salah satu budaya yang dilahirkan oleh Orde Baru adalah ‘budaya bisu’ dimana
masyarakat hanya dijadikan alat untuk legitimasi dari kepentingan kelompok dan
elit. Kondisi semacam ini tercermin dari kegiatan pengerahan masyarakat untuk
mencapai kepentingan-kepentingan sesaat, oleh sebab itulah dalam
pengorganisasian masyarakat harus diupayakan keterlibatan semua pihak
terutama masyarakat kelas bawah. Partisipasi yang diharapkan adalah partisipasi
aktif dari anggota sehingga akan melahirkan perasaan memiliki dari organisasi
yang akan dibangun.
8) Keterbukaan
Sejak awal dalam pengorganisasian masyarakat harus diupayakan keterbukaan
dari semua pihak, sehingga bisa dihindari intrik dan provokasi yang akan
merusak tatanan yang telah dibangun. Pengalaman yang ada justru persoalan
keterbukaan inilah yang banyak menyebabkan perpecahan dan pembusukan
dalam organisasi masyarakat yang telah dibangun.
9). Tanpa kekerasan
Kekerasan yang dilakukan akan menimbulkan kekerasan yang lain dan pada
akhirnya menjurus pada anarkhisme, sehingga diupayakan dalam berbagai hal
dalam pengorganisasian masyarakat harus mampu menghindari bentuk-bentuk
kekerasan baik fisik maupun psikologi dengan demikian proses yang dilakukan
bisa menarik simpati dan dukungan dari berbagai kalangan dalam melakukan
perubahan yang akan dilaksanakan.
10) Praxis
Proses pengorganisasian masyarakat harus dilakukan dalam lingkaran Aksi-
Refleksi-Aksi secara terus menerus, sehingga semakin lama kegiatan yang
dilaksanakan akan mengalami peningkatan baik secara kuantitas dan terutama
kualitas, karena proses yang dijalankan akan belajar dari pengalaman yang telah
dilakukan dan berupaya untuk selalu memperbaikinya.
11) Kesetaraan
Budaya yang sangat menghambat perubahan masyarakat adalah tinggalan
budaya feodal. Oleh sebab itu pembongkaran budaya semacam ini bisa dimulai
dengan kesetaraan semua pihak, sehingga tidak ada yang merasa lebih tinggi
(superior) dan merasa lebih rendah (inferior), dengan demikian juga merupakan
pendidikan bagi kalangan kelas bawah untuk bisa memandang secara sama
kepada kelompok-kelompok lain yang ada dalam masyarakat, terutama dalam
berhubungan dengan pemerintah dan swasta.
Yang perlu dipikirkan mengenai pengorganisasian masyarakat:
a) Mengutamakan yang terabaikan (pemihakan kepada yang lemah dan miskin)
b) Merupakan jalan memperkuat masyarakat, bukan sebaliknya
c) Masyarakat merupakan pelaku, pihak luar hanya sebagai fasilitator
d) Merupakan proses saling belajar
e) Sebagai bagian dari upaya mengoptimalkan capaian
f) Bersedia belajar dari kesalahan
g) Terbuka, bukan merupakan usaha pembentukan kelompok eksklusif
2. Metode Eksperimen One Group Pre-Test aand Post Test Design
Selanjutnya pengabdian ini berbasis penelitian di mana menggunakan
metode penelitian eksperimental. Metode eksperimen diartikan sebagai metode
dengan bentuk yang sistematis dengan tujuan untuk mencari pengaruh variabel
satu dengan variabel yang lain dengan memberikan perlakuan khusus dan
pengendalian yang ketat dalam suatu kondisi. Desain penelitian yang digunakan
adalah desain pre-eksperiment one group pre-test-posttest. Desain ini melibatkan
satu kelompok yang diberi pre-test (O), diberi treatment (X) dan diberi post-test.
Keberhasilan treatment ditentukan dengan membandingkan nilai pre-test dan nilai
post-test. Pada penelitian pra-eksperiment one group pre-test-post-test, tahap
pertama yang dilakukan adalah menentuntukan sampel yang akan digunakan
sebagai sampel penelitian dan mengelompokkannya menjadi satu kelas penelitian.
Untuk memperjelas desain penelitian dalam pengabdian yang dijalankan
maka, akan disajikan pada Tabel 2 di bawah ini :
Tabel 2
Desain Penelitian dalam Pengabdian Masyarakat
One Group Pre-Test and Post-Test
O1X 02
Sumber : Donald T Campbell and Julian C. Stenly26
Keterangan :
O1 : Pre- test
O2 : Post- test
X : treatment
Adapun prosedur eksperimen (one group pre-test and post-test) ini
dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Tahap persiapan, meliputi :
a. Perancangan penelitian
b. Studi literature
c. Pembuatan media pembelajaran dan instrumen penelitian.
d. Validasi media pembelajaran dan instrument penelitian.
2. Tahap pelaksanaan penelitian, meliputi :
a. Pengelompokkan sampel pada satu kelas penelitian.
*+(,+-.
b. Melaksanakan pre-test untuk mengetahui kondisi kesadaran mengkonsumsi
produk (makanan dan minuman) halal dikalangan pemuka agama, yakni Da’i
dan Ustadz.
c. Penggunaan media pembelajaran berupa power point bagi proses pembelajaran
adalah sebagai berikut : (1) pengondisian alatdan ruangan kelas penelitian; (2)
pembukaan pembelajaran, dilakukan oleh nara sumber pembelajaran dari LPH
(Lembaga Pemeriksa Halal); (3) penjelasan singkat mengenai kegiatan
eksperimen ini menggunakan media power pint oleh peneliti; (4) Penyajian materi
pembelajaran (a. Prinsip Halal dan Thoyyib dalam Makanan, b. Pengaruh
Makanan terhadap Fisik dan Psikis, c. Cara Memilih Makanan Halal, d.
Pentingnya Sertifikasi Halal). Pada jeda pemutaran langkah – langkah
peningkatan kesadaran pentingnya mengkonsumsi produk halal (makanan atau
minuman) yang diberikan penekanan poin-poin yang telah dijelaskan pada
subbagian yang diraikan sebelumnya; (5) Pemberian post-test untuk mengetahui
kondisi kesadaran para Da’i atau Ustadz untuk mengkonsumsi produk halal, baik
makanan maupun minuman setelah diberikan treatment atau perlakuan dengan
menggunakan power point sebagai media pembelajaran.
3. Pengolahan dan analisis data
4. Menyimpulkan hasil penelitian
Prosedur penelitian diatas disusun dengan alur yang sistematis. Penjelasan
prosedur diatas dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini :
Tahap persiapan, meliputi :
a. Perancangan penelitian
b. Studi literature
c. Pembuatan media pembelajaran dan instrumen penelitian.
d. Validasi media pembelajaran dan instrument penelitian.
Gambar 1 : Bagan Prosedur Eksperimen dalam Penelitian
B. Piha-Pihak Pemangku Kepentingan (Steakholders).
Selanjutnya pihak yang terkait dengan kegiatan pengabdian masyarakat
berupa pelatihan ini antara lain : (1) 5 perwakilan Majelis Ulama Indonesia. (2) 5
perwakilan Ormas (Organisasi Masyarakat) Islam, seperti ; Nahdlatul Ulama,
Muhammadiyah, Persir dan Perti. (3) 10 oarng para Da’i atau Ustadz praktisi
dakwah Islam. Lebih jauh sosialisasi ini berisi tentang beberapa tema
sebagaimana berikut ini:
a. Prinsip Halal dan Thoyyib dalam Makanan
Pelaksanaan Penelitian
/0*
/ /1/-
'/(2
Post – Test
Pengolahan dan analisis data
Pemberian Pembelajaran Memberikan
Peningkatan Kesadaran Untuk Mengkonsumsi
Produk Halal (Makanan dan Minuman)
Dikalangan Pemuka Agama
b. Pengaruh Makanan terhadap Fisik dan Psikis
c. Cara Memilih Makanan Halal
d. Pentingnya Sertifikasi Halal
C. Sumber-Sumber
Adapun kondisi yang diharapkan dapat dimanfaatkan oleh para
stakeholder yang terkait dengan tema pengabdian berbasis penelitian ini dalam
program kegiatan sebagaimana berikut. (1) Ditjen Bimas Islam Kemenag c.q.
Direktorat Urais dan Pembinaan Syariah – Subdit Produk Halal. Sebagai penentu
kebijakan maka, lembaga ini memberikan kontribusi yang signifikan tentang
aturan tingkat nasional terkait dengan produk halal. (2) Badan Litbang dan
Diklat Kemenag c.q. Puslitbang Kehidupan Keagamaan dapat memanfaatkan
hasil penelitian Berbagai penelitian yang telah dijalankan akan member kontribusi
pengetahuan tentang berbagai kajian yang telah dilakukan terkait dengan produk
halal. (3) Jajaran Kementerian Agama di daerah (Kanwil Kemenag c.q. Bidang
Urais dan Pembinaan Syariah – Seksi Produk Halal; Kankemenag
kabupaten/kota) Lembaga ini menjadi perpanjangan tangan dari pemerintah pusat
untuk membekali pemahaman aturan di daerah terkait dengan produk halal.
D. Jadwal Kegiatan
Tabel 1: Jadwal Pelaksanaan Penelitian Pengabdian Masyarakat 2018
No Uraian Kegiatan Bulan
5 6 7 8 9 10 11 12
1Pembuatan Proposal
a. Pengumpulan Bahan
48iterature
b. Penelitian Pendahuluan
c. Pengetikan Proposal
XX
XX
X
2Pembuatan dan Pengujian
Instrumen XX
3. Pelaksanaan Pelatihan
XXX
4. Pembuatan Laporan
X
XX
X
5. Revisi Laporan
XX
X
6. Penyerahan Laporan XX XX
Catatan : x adalah dalam satuan minggu.
BAB IV
PELAKSANAAN DAN PEMBAHSAN
A. Pelaksanaan Kegiatan
Sebelum dilaksanakan kegiatan sosialisasi tentang pentingnya
mengkonsumsi makanan halal dikalnagan para pemuka agana (Da’i atau Usstadz)
maka, tim pengabdian berbasis riset ini melakukan pengukuran melalui kuesioner
untuk memastikan keberhasilan atau capaian dari kegiatan sosialisasi yang
dijalankan. Oleh karenanya, peserta sosialisasi diminta untuk menjawab daftar
pertanyaan yang telah dibuat oleh tim pengabdian, dengan terlebih dahulu
!
mengkonsultasikan kuesioner tersebut dengan para pakar (yang berperan sebagai
validator) untuk memastikan kuesioner yang digunakan layak untuk dijadikan alat
ukur atau instrument penelitian. Kemudian setelah itu dilakukan uji coba validitas
dan reliabilitas instrument terhadap kuesioner yang digunakan. Guna memastikan
kuesioner memenuhi kaedah keabsahan dan kerterhandalan dalam perspektif
statistik dan kaidah ilmiah.
Kegiatan sosialisasi ini diselenggarakan dua hari untuk memberikan bekal
pengetahaun yang standar bagi para pemuuka agama (Da’i atau Ustadz) dalam
memahami dan meningkatkan kesadaran pentingnya mengkonsumsi makanan
halal, di mana hal ini diharapkan menjadi bahan pengetahuan tambahan yang
dapat mereka sampaikan kepada masyarakat Kota Padang khususnya dan umat
Islam umumnya, dimanapun mereka melaksanakan dakwah Islam. Lebih jauh
Tabel 3 dan 4 di bawah ini menjelaskan proses sosialisasi yang telah dijalankan :
Hari Pertama ( Tanggal 29 November 2018)
Tabel 3
SOSIALISASI PENINGKATAN PEMAHAMAN KESADARAN PENTINGNYA
MENGKONSUMSI MAKANAN HALAL DIKALANGAN
PEMUKA AGAMA
No. Waktu Kegiatan Uraian
1. 08.00 10.00 Pendaftaran Pembukaan Acara
2. 10.05 – 10.10 Kudapan Makan Makanan Ringan
3. 10.15 – 11.35 Materi I Prinsip Halal dan Thoyyib dalam Makanan
4. 11.40 – 12.05 Tanya-Jawab Diskusi
5. 12.10 -13.00 Ishoma Istirahat Sholat dan Makan
6. 13.10 -14.30 Materi II Pengaruh Makanan Terhadap Fisik dan
Psikis
7. 14.35 -15.30 Tanya-Jawab Diskusi
2. Hari Kedua ( Tanggal 30 November)
Tabel 4
"
SOSIALISASI PENINGKATAN PEMAHAMAN KESADARAN PENTINGNYA
MENGKONSUMSI MAKANAN HALAL DIKALANGAN
PEMUKA AGAMA
No. Waktu Kegiatan Uraian
1. 08.10 – 09.30 Materi III Cara Memilih Makanan Halal
2. 09.35-10.10 Tanya - Jawab Diskusi
3. 10.15 - 10.30 Kudapan Makan makanan ringan
4. 10.35 - 12.10 Materi IV Pentingnya Sertifikasi Halal
5. 12.15 - 13.30 Ishoma Istirahat Sholat dan Makan
6. 13.35-15.20 Tanya - Jawab Diskusi
7. 15.25 Penutupan
Waktu pengabdian berbasis penelitian ini adalah waktu yang digunakan
oleh tim pengabdian selama pengabdian berlangsung. Pengabdian ini
dilaksanakan antara bulan September – Desember 2018. Waktu pengambilan data
pengabdian telah disesuaikan dan disepakati oleh tim pengabdian dengan para
peserta sosialisasi peningkatan konsumsi produk halal di kalangan para Da’i atau
Ustadz. Pengabdian masyarakat yang berbasis penelitian ini akan dilaksanakan di
kantor Pimpinan Wilayah Nahdlatul Ulama di Jalan Ciliwung No. 10 Padang
Timur, Sumatera Barat.
Data yang ingin diperoleh dalam pengabdian masyarakat berbasis
penelitian ini adalah pengaruh sosialisai terhadap peningkatan kesadaran
mengkonsumsi produk halal dikalangan pemuka agama (Da’i dan Ustadz) Kota
Padang, untuk itu dalam pengabdian ini digunakan kuesioner sebagai alat bantu
dalam pengumpulan data (instrument). Kuesioner ini digunakan untuk mengetahui
pengaruh sosialisai terhadap peningkatan kesadaran mengkonsumsi produk halal
dikalangan pemuka agama (Da’i dan Ustadz) Kota Padang.
Instrument pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti dalam
penelitian ini adalah kuisioner, yang merupakan suatu teknik atau cara
pengumpulan data secara tidak langsung (peneliti tidak langsung bertanya-jawab
dengan responden). Instrumen atau alat pengumpulan datanya juga harus dijawab
atau direspon oleh responden. Penggunaan instrumen tes awal (pre-test) dan tes
akhir (post-test) yang bertipe skala likert yaitu skala psikometrik dengan interval
skor penilaian (pernyataan positif) 5 – 1 dengan jabaran 5 = sangat setuju, 4 =
setuju, 3 = Kadang Setuju, 2 = tidak setuju, 1 = sangat tidak setuju. Sedangkan
untuk (pernyataan yang negarif) maka, penilaian adalah kebalikannya sebagai
berikut 1 - 5: 1 = sangat setuju, 2 = setuju, 3 = kadang setuju, 4 = tidak setuju, 5 =
sangat tidak setuju. Untuk mnenentukan kategori peningkatan pemahaman
kesadaran untuk membeli produk halal bagi para Ustadz atau Da’i pada keadaan
sebelum (pre) dan sesudah (post) dilakukan perlakuan maka dilakukan scoring
pada angket, yaitu sebagai berikut :
Skor tertinggi : 5 x 50 = 250
Skor terendah : 1 x 50 = 50
Teknik analisis data pada penelitian ini adalah pendekatan analisis
kuantitatif deskriptif dan inferensial menggunakan uji t untuk mengetahui apakah
terdapat perbedaan antara rata-rata hasil data sebelum (pre) dan sesudah (post)
dilakukan perlakuan, sehingga dapat dinyatakan terdapat pengaruh atau tidaknya
perlakuan tersebut.
Kegiatan dalam analisis data adalah : mengelompokkan data berdasarkan
variabel dan jenis responden, mentabulasi data berdasarkan variabel dari seluruh
responden, menyajikan data tiap variabel yang diteliti, melakukan perhitungan
untuk menjawab rumusan masalah, dan melakukan perhitungan untuk menguji
hipotesis yang telah diajukan. Sebelum dilakukan analisis, terlebih dahulu
dilakukan uji prasyarat yaitu uji normalitas sebagai syarat agar bisa dilakukan
penelitian. Analisis data pada penelitian ini berbantuan software SPSS 17 for
windows.
B. Materi Kegiatan Sosialisasi
1. Prinsip Halal dan Thoyibbah Dalam Makanan dan Minuman
Kata ‘halal’ (345) berasal dari kalimah Arab yang bermaksud dibenarkan atau
dibolehkan. ‘Haram’ (6785) bermaksud yang dilarang. Dalam konteks makanan,
halal bermaksud makanan yang umat Islam dibenarkan makan menurut Syarak
dan yang bebas daripada unsur-unsur yang dilarang oleh Syarak, dan sebaliknya
pula bagi makanan yang haram. Contohnya: sayur kangkung adalah halal dimakan
tetapi sekiranya ia dimasak bersama daging babi, maka ia menjadi haram. Dalam
hal makanan ini, umat Islam telah diperintahkan oleh Allah untuk memakan yang
halal dan menjauhi yang haram. Ini jelas dalam firman Allah SWT :
Surah: Al Baqarah – 168
Artinya:
“Wahai sekalian manusia! Makanlah sebahagian dari makanan yang ada di
bumi ini, yang halal dan baik, dan janganlah kamu menuruti jejak langkah
syaitan, sesungguhnya itu adalah musuh kamu yang nyata.”
Dan firman-Nya lagi:
Surah: Al Maidah – 88
Artinya:
“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah
rezekikan kepadamu; dan bertaqwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-
Nya.”
Dari Abu Hurairah r.a., beliau berkata: Rasulullah SAW telah bersabda:
“Sesungguhnya Allah Ta’ala baik, Dia tidak menerima kecuali
perkara yang baik. Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan
orang-orang mukmin dengan apa yang telah diperintahkan kepada
para Rasul di mana Allah Ta’ala berfirman: (Wahai para Rasul!
Makan minumlah kamu makanan yang baik-baik dan hendaklah
kamu beramal soleh). Dan Allah Ta’ala berfirman: (Wahai orang-
orang yang beriman! Makan minumlah kamu makanan yang baik-
baik yang Kami rezekikan kepada kamu) . Kemudian Baginda
menyebut perihal seorang lelaki yang bermusafir jauh, yang
berambut kusut masai dan berdebu, yang menadah tangan ke
langit (iaitu berdoa): Wahai Tuhanku! Wahai Tuhanku!
Bagaimanakah doanya akan dimakbulkan sedangkan makanannya
haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan dia
dikenyangkan dengan makanan yang haram?” (Hadith Riwayat
al-lmam Muslim)
Hadis di atas, antara lain, menuntut agar umat Islam hanya memakan
makanan yang halal karena ia memastikan kebersihan jiwa karena Allah hanya
menerima daripada perkara yang baik dan dengan itu juga untuk memastikan doa
sentiasa dimakbulkan Allah SWT sementara makanan yang haram akan
menggelapkan hati dan memenjara doa.
Pada dasarnya, semua makanan adalah halal kecuali yang diharamkan
menurut Al Quran dan Hadis iaitu:
a. Babi
Babi (termasuk binatang yang dari baka campuran dengan babi) diharamkan
secara keseluruhannya iaitu termasuk daging, lemak, urat, tulang dan lain-lain. Ia
boleh difahami dari sabda Rasulullah SAW yang artinya:
“Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya telah mengharamkan jual beli arak,
bangkai, babi dan berhala.- Hadis Riwayat Al-Imam Al-Bukhari dan Muslim”
b. Bangkai
Bangkai adalah binatang yang mati dengan sendirinya tanpa ada suatu usaha
manusia yang memang sengaja disembelih menurut ketentuan agama atau dengan
berburu. (Rujukan: Halal dan Haram Dalam Islam, mukasurat 135) Namun,
terdapat bangkai yang halal dimakan seperti: Bangkai binatang laut dan akuatik
seperti ikan, udang, dan sebagainya, Bangkai belalang Bangkai binatang yang
tidak mempunyai darah mengalir seperti lebah, semut dan lain-lain, Tulang, gigi,
rambut, tanduk, kuku, kulit dan bulu dari bangkai binatang selain anjing dan babi
Terdapat berbagai kategori bangkai (Rujukan: Halal dan Haram Dalam Islam,
mukasurat 139) seperti :
Al Munkhoniqoh : binatang yang mati karena dicekik atau tercekik
Al-Mauquudzah : binatang yang mati karena dipukul dengan tongkat dan
sebagainya
Al Mutaroddiyyah : binatang yang mati karena jatuh dari tempat yang tinggi
An Nathihah : binatang yang mati karena tertindih atau dihentam oleh binatang
lain
Ma Akalas Sabu’u : binatang yang diserang oleh binatang buas dan dimakan
sebahagian dagingnya sehingga ia mati.
c. Binatang buas, dan binatang yang bertaring
Binatang buas, maging dan binatang yang bertaring seperti singa, harimau,
kucing, kelawar dan sebagainya. Ini disandarkan atas hadis Rasulullah SAW yang
artinya :
Rasulullah SAW telah melarang memakan setiap binatang buas yang memiliki
taring dan setiap burung yang memiliki kuku yang kuat (digunakan untuk
menangkap mangsa – Hadis Riwayat Muslim daripada Ibnu Abbas r.a
Dikecualikan binatang yang bertaring lemah seperti kijang dan yang bertaring
tapi memakan tumbuh-tumbuhan.
d. Burung yang mempunyai kuku untuk menangkap mangsa
Burung yang mempunyai kuku untuk menangkap mangsa seperti burung hantu,
elang, dan sebagainya.
e. Binatang Jallalah
Binatang Jallalah iaitu yang memakan makanan yang kotor atau najis,
sungguhpun binatang itu pada awalnya adalah halal. Namun karena
dikhawatirkan kekotoran itu akan mempengaruhi kesucian rohani manusia.
Dari Ibnu Abbas r.a. berkata :
Rasulullah SAW melarang meminum susu binatang Jallalah – Hadis Riwayat
Imam Lima Kecuali Ibnu Majah dan disahihkan oleh at-Tirmidzi
f. Binatang yang diperintahkan untuk dibunuh
Binatang-binatang yang digalakkan dibunuh karena: beracun seperti kala
jengking, lipan, sesetengah jenis ikan yang bertoksin dan sebagainya atau
memudaratkan kesihatan (kotor dan jijik) seperti tikus, dan serangga seperti lipas,
kutu, lalat, dan sebagainya.
g. Binatang yang hidup di dua alam
Binatang dua alam (amfibia dan reptilia) seperti katak, buaya, penyu, dan
sebagainya.
h. Darah dan hasil keluarannya
Darah dan hasil keluaran (by-product) darah, najis, kencing, dan sebagainya
(kecuali hati dan limpa binatang yang halal).
i. Benda yang terkena najis atau kotoran
Setiap benda yang terkena najis atau kotoran yang tidak dapat dibersihkan.
j. Makan di cemari bahan-bahan di atas
Makanan yang dicemari oleh bahan-bahan yang disebutkan di atas semasa
diproses atau disediakan.
k. Hewan Tunggangan
Binatang kacukan antara yang halal dimakan dengan yang haram dimakan,
sebagaimana hadis Rasulullah SAW yang artinya:
Kami telah diberi makan daging kuda oleh Rasulullah SAW dan Baginda
melarang kami memakan daging keledai – Hadis riwayat At-Tirmizi daripada
Jabir r.a.Oleh itu baghal (kacukan kuda dan keldai) adalah haram dimakan.
Makanan yang memudaratkan tubuh
Setiap yang memudaratkan tubuh badan seperti batu, kayu, tanah, kaca,
racun, narkoba (narkotika dan obat-obatan terlarang) dan sebagainya. Walau
bagaimanapun, terdapat pengecualian kepada pengharaman di atas. Hal ini bisa
dilihat melalui firman Allah SWT:
Surah: Al-An’am – 145
Artinya:
“Katakanlah (wahai Muhammad) : “Aku tidak dapati dalam apa
yang telah diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi
orang yang hendak memakannya melainkan kalau ianya bangkai,
atau darah yang mengalir, atau daging babi, karena sesungguhnya
ia adalah kotor, atau sesuatu yang dilakukan secara fasik, iaitu
binatang yang disembelih atas nama yang lain dari Allah.
Kemudian sesiapa yang terpaksa (memakannya karena darurat)
sedang ia tidak menginginkannya dan tidak melampaui batas,
maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun, lagi Maha
Mengasihani.”
Ayat di atas menjelaskan bahawa keadaan darurat mengharuskan manusia
memakan benda yang haram asalkan dia hanya memakan setakat yang perlu
sahaja dan tidak melebih-lebih.
Selanjutnya Makanan yang disediakan dengan bahan-bahan berikut adalah
halal kecuali jika ia mengandungi atau dicampur dengan bahan yang tidak halal:
Semua binatang yang dimakan oleh bangsa Arab di zaman Rasulullah
SAW semasa mereka hidup senang dan mewah adalah halal, kecuali jika
dinyatakan sebaliknya oleh Al Quran dan Hadis Semua tumbuhan dan
hasil daripada tumbuhan (contohnya sayur-sayuran dan buah-buahan)
Daging yang disembelih menurut Syarak dan makanan yang mengandungi
daging yang halal. Semua makhluk lautan dan akuatik seperti ikan air
tawar, udang, sotong dan sebagainya sebagaimana firman Allah SWT
yang bermaksud: “Dihalalkan bagi kamu tangkapan laut dan makanan
yang didapati dari laut.”(Surah: Al-Maidah – 96) Telur dari spesis
burung yang dibenarkan seperti ayam, itik dan burung puyuh Susu
binatang yang dimakan dagingnya Gelatin dan renet yang dihasilkan
daripada tumbuh-tumbuhan atau binatang yang disembelih menurut
Syarak.
Binatang seperti lembu, kerbau, kambing, ayam, itik dan sebagainya yang
tidak tergolong dari yang di atas adalah halal asalkan: Binatang disembelih atas
nama Allah (Binatang laut dikecualikan) menurut Syarak; dan Binatang itu mati
setelah disembelih.Syarat-syarat penyembelihan adalah seperti berikut: Binatang
berkenaan hendaklah disembelih oleh orang Islam. Binatang berkenaan hendaklah
diletakkan di tanah atau dipegang (jika kecil saiznya) dan lehernya dikelar (bukan
dipotong sampai putus) dengan senjata yang tajam untuk memastikan urat nadi
utama terputus. Semasa menyembelih, mesti disebut nama Allah SWT dengan
sekurang-kurangnya membaca : 9:5
;<
=77 >
;?
@5
A8
=B7 ﷲCC7. 9
;CCCCCCCCCCCCCCCCCCD
AE
;
(Bismillahirrohmannirrohim) Daging yang belum dihalalkan melalui
penyembelihan mengikut Syarak atau daging yang boleh memudaratkan kesihatan
(contohnya daging busuk atau yang tidak sesuai untuk dimakan oleh manusia)
adalah haram dimakan. Memandangkan pada masa kini penyembelihan dilakukan
di kilang-kilang besar, adalah lebih baik sekiranya perkara-perkara berikut juga
dilaksanakan: Pusat penyembelihan itu sentiasa diawasi dengan baik oleh
lembaga-lembaga keagama yang berkaitan.
2. Pengaruh Makanan dan Minuman Terhaap Fisik dan Psikis (Psikologis)
Makanan dan minuman merupakan kebutuhan pokok manusia, baik untuk
pertumbuhan maupun untuk energi di dalam tubuhnya. Makanan dan minuman
tidak hanya diperlukan untuk memenuhi kebutuhan fisik saja. Namun, makanan
memiliki arti manfaat dan pengaruhnya dalam tubuh manusia dalam kehidupan27.
Untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan, makanan sangat diperlukan terutama
oleh anak-anak, remaja, ibu hamil dan menyusui. Sedangkan makanan untuk
untuk orang dewasa di perlukan sebgai energi untuk bekerja, berkarya dan
beribadah. Semua itu tidak bisa di pisahkan satu dengan yang lainnya. Sedangkan
makanan dan minuman untuk tingkatan lansia atau lanjut usia bisa ( baca :
Mengungkap Rahasia Kebutuhan Gizi Lansia). Makanan umumnya berbentuk
padat, dan minuman berbentuk cair. Makanan yang halal adalah makanan yang
dizinkan untuk dikonsumsi menurut aturan dan hukum agama tertentu,
contohnya ; aturan dalam agama Islam. Karena pada hakekatnya semua makanan
merupakan halal kecuali yang dilarang dalam aturan agama.
Sedangkan untuk jenis makanan yang baik terkait dengan kebutuhan fisik
dan kesehatan manusia yang baik adalah makanan yang memberikan cukup energi
atau yang dikenal dengan nama kalori, dan mampu menjaga kesehatan dan
pertumbuhan serta tidak berdampak negatif kepada kesehatan yang dapat
menimbulkan penyakit, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Konon
Makanan yang dikonsumsi manusia mengandung zat-zat yang sangat dibutuhkan bagi
kelangsungan hidup manusia, seperti karbohidrat sebagai sumber energi; protein hewani maupun
nabati untuk membangun jaringan tubuh, termasuk sel otak, serta memperbaiki bagian-bagian
yang sudah aus maupun yang rusak; vitamin dan mineral untuk memperlancar metabolisme tubuh
dalam mencerna dan menyerap sari-sari makanan, membentuk daya tahan tubuh. Berhubung
makanan dan minuman sangat besar dan dominan pengaruhnya terhadap pertumbuhan fisik dan
kecerdasan akal manusia, maka Allah memberikan petunjuk dan memerintahkan agar hanya
mengkonsumsi makanan dan minuman yang halal dan thoyyib, sehingga akan memberikan
pengaruh yang baik pula bagi kehidupan secara fisik jasmani bagi setiap orang yang
mengkonsumsinya. Sedangkan makanan yang tidak halal, atau tegasnya yang haram, niscaya akan
memberikan dampak negatif dan membahayakan. Seperti telah dikemukakan di atas, bangkai atau
darah akan menimbulkan penyakit; khomar atau minuman keras akan merusak lambung serta akal;
dan beberapa kosmetika tertentu, walaupun hanya untuk pemakaian luar, justru dapat
menimbulkan resiko, merusak kulit dan penampilan. Makanan yang halal akan membawa berkah
dan membuat otak cemerlang. Sedangkan makanan yang haram dan perbuatan maksiat
mengakibatkan sulit belajar dan menerima ilmu. Sebab, pada hakikatnya, ilmu itu merupakan
cahaya dari Allah. Dalam sebuah ungkapan disebutkan:Al-’ilmu nuurun. Cahaya akan dapat
merasuk ke dalam hati yang bersih. Dan sebaliknya, ia tidak akan dapat diterima atau diserap oleh
hati yang kelam karena makanan yang haram. Disebutkan pula dalam sebuah riwayat, setiap kali
seorang hamba berbuat dosa, maka terbentuk titik noda hitam di hatinya. Semakin banyak ia
berbuat maksiat, maka semakin banyak pula titik dan rona hitam di hatinya itu, yang pada
gilirannya akan mengakibatkan cahaya petunjuk Ilahi-Robbi pun terhambat masuk ke dalam
hatinya yang kelam itu. Hal ini telah pula disebutkan secara eksplisit di dalam Al-Quran yang
artinya: “Sekali-kali tidak (demikian), (bahkan) sebenarnya apa (dosa) yang selalu mereka
usahakan itu menutupi hati mereka.” (Q.S. 83: 14).
menurut ajaran dan hukum agama, makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh
kita akan mempengaruhi aspek turut andil dalam membentuk sifat atau pun moral
kita dalam kehidupan sehari-hari. Dan kebiasaan mengkonsumsi makanan dan
minuman yang haram akan menjauhkan seseorang dari Tuhan, seperti malas
beribadah dan semakin mendekati kemaksiatan.
Sedangkan bagi yang mengkonsumsi makanan yang halal dan bergizi akan
mendapatkan efek kesehatan tubuh dan yang lebih nikmat adalah kesehatan jiwa
yang selalu merasakan ketentraman dalam hidup. Dari hasil makanan dan
minuman yang halal dan bergizi akan mempengaruhi pembentukan karakter
kesehatan jiwa kita yang positif. Dari aspek sains atau ilmu pengetahuan makanan
dan minuman mempunyai manfaat dan pengaruh penting bagi kehidupan manusia
yang meliputi ; (a) Manfaat dan pengaruh makanan sebagai sumber energi,
dimana makanan akan dicerna dalam usus dan dibakar oleh oksigen yang diserap
oleh paru-paru yang menghasilkan panas energi utnuk gerak dan kegiatan dalam
kehidupan kita sehari-hari. (b) Manfaat dan pengaruh makanan untuk
pertumbuhan. Di sinilah makanan sangat penting bagi anakanak dan bayi atau
janin yang masih berada dalam proses pertumbuhan. sedangkan bagi orang
dewasa, makanan sangat penting sebagai pengganti sel-sel yang rusak atau yang
sudah mati. (c) Manfaat dan pengaruh makanan untuk kesehatan. Dimana
makanan yang baik dapat menjaga kesehatan dan membantu proses penyembuhan
penyakit. Sebaliknya, makanan yang buruk akan mengakibatkan gangguan
kesehatan, bahkan menimbulkan penyakit. (d) Manfaat dan pengaruh makanan
untuk ksehatan jiwa, yang artinya makanan yang halal dan sehat akan menjadikan
jiwa yang tenang dan mudah bersyukur. Adpun makanan yang bersumber dari
yang haram, baik ventuk zat maupun cara memperolehnya, akan berakibat buruk
bagi jiwa maupun kehidupan spiritual seseorang. (e) Manfaat dan pengaruh
makanan untuk keturunan. Baik buruknya makanan dapat berpengaruh pada
keturunan, hal ini dikarenakan makanan berpengaruh pada kualitas sperma dan sel
telur bagi para calon orang tuan yang akan memiliki anak. (f) Manfaat dan
pengaruh makanan bila kita lihat secara jujur ternyata elingkupi ilmu pengetahuan
yang luas, bukan hanya pentingnya nilai gizi dari makanan tersebut, namun juga
!
dari dampak bahaya makanan yang terlalu berlebihan bila dikonsumsi dalam
kehidupan sehari-sahaari.
Selain dapat meningkatkan kesehatan fisik maka, makanan juga
memberikan dampak terhadap psikologis atau prilaku manusia. Di mana Badan
manusia tersusun atas anggota tubuh, yang masing-masing anggota atau organ
tubuh tersusun pula jaringan-jaringan dan sel-sel. Pada lingkup sel tubuh, ada
bagian yang disebut dengan gen, yang membawa dan membentuk sifat dan
perilaku manusia. Selain itu, aktivitas tubuh manusia digerakkan dan
dikoordinasikan oleh fungsi syaraf dan hormon. Nah, makanan yang dikonsumsi
manusia diantaranya berfungsi sebagai penyusun dan pemelihara fungsi organ,
jaringan dan sel, termasuk juga fungsi-fungsi syaraf dan hormon. Dengan
demikian, dapat dipastikan bahwa makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh
seseorang niscaya akan sangat berpengaruh terhadap sifat dan perilakunya.
Maka dapat dilihat betapa karena pengaruh makanan itu, ada orang yang
bersifat keras dan kasar pembawaannya, dan ada pula yang lembut dan halus budi-
bahasanya. Dan lazimnya dalam kehidupan masyarakat bisa didapati kenyataan,
orang yang konsisten mengkonsumsi makanan yang halal, akan rajin beribadah
dengan akhlakul-karimah. Sedangkan yang banyak memakan yang haram,
cenderung kepada maksiat dengan akhlak yang bejat.
Pemahaman bahwa makanan sangat mempengaruhi perilaku seseorang
sebenarnya sudah lama dikenal. Perilaku suatu bangsa atau ras sering dikaitkan
dengan kebiasaan makannya. Pengertian bahwa pemakan daging sering berdarah
panas, daging kambing sering meningkatkan perilaku seks seseorang, pemakan
sayur cenderung bersifat lebih kalem, merupakan beberapa contoh anggapan
masyarakat tentang pengaruh makanan terhadap perilaku seseorang.
Para sarjana Mesir kuno pun telah menuliskan bahwa makanan dapat
secara integral merupakan obat, baik bagi penyakit fisik ataupun psikologisnya.
Sebenarnya kisah Nabi Adam dan Hawa pun yang telah ditulis dalam kitab suci,
tentang larangan Allah untuk tidak memakan suatu buah, telah pula
menggambarkan bahwa manusia tidak boleh makan makanan sembarangan,
"
karena hal demikian dapat menimbulkan penyakit fisik maupun mental
(penyimpangan perilaku). Berbagai penyakit metabolik terutama yang bersifat
turunan (inborn error), menunjukkan betapa besar pengaruh makanan terhadap
pertumbuhan fisik maupun mental seseorang.
Memang, penelitian terhadap hubungan nutrisi dan makanan yang
dikonsumsi dengan perilaku seseorang, tidaklah mudah dilakukan. Pada umumnya
hal itu dilakukan dengan memakai metoda korelasi. Namun dapat pula dilakukan
dengan melalui penelitian eksperimental (Dietary replacement studies” atau
“Dietary Challenge studies). Banyak ulama dan fuqoha mengemukakan, ada
korelasi yang sangat kuat antara fenomena kerusakan akhlak dan perilaku dengan
budaya makan dan minum masyarakat. Minuman keras, lemak/daging
anjing/babi, riba, korupsi, penggelapan, pemalakan, pemalsuan, “penyunatan” dan
sebagainya yang merupakan bentuk dari hal-hal yang dilarang dalam agama,
relatif telah merasuki dan menjadi budaya yang sangat memprihatinkan di
sebagian kalangan pejabat dan masyarakat. Kalau benang merah ini benar, dapat
disimpulkan bahwa perilaku orang yang suka membuat keonaran, kerusuhan,
keributan dan sebagainya diantaranya disebabkan oleh dampak negatif dari
makanan dan minuman yang setiap harinya dikonsumsi.
Selanjutnya, makanan dan minuman yang dikonsumsi seseorang juga akan
mempengaruhi pertumbuhan sperma maupun ovum. Setelah terjadi pembuahan,
ovum yang telah dibuahi akan tumbuh menjadi janin yang bersemayam di dalam
kandungan. Saat di dalam rahim atau kandungan ini pun, makanan yang
dikonsumsi oleh sang ibu akan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan janin.
Dari sinilah patut direnungkan bersama, mengapa terjadi kasus kenakalan anak
dan kerusakan moral remaja yang cenderung semakin meningkat. Dari sisi agama,
dapat diperoleh petunjuk bahwa hal-hal negatif itu terjadi karena makanan yang
dikonsumsi sejak di dalam kandungan adalah makanan maupun minuman yang
tidak halal. Sebaliknya, mereka yang istiqomah di jalan yang halal, dapat
membina rumah tangga dan keluarga yang berkah, mawaddah warohmah.
Beriktnya, Tujuan dan tugas hidup manusia yang pertama dan utama di
muka bumi ini adalah untuk beribadah dan mengabdi kepada Allah. Lantas
bagaimana mungkin ibadah dan doa munajat seseorang akan dapat diterima oleh
Allah, jika makanan dan minumannya tidak suci dan baik. Oleh karena itu, agar
ibadah dan doa dapat diterima oleh Allah, maka harus berusaha semaksimal
mungkin agar makanan dan minuman yang dikonsumsi terjamin halal dan
thoyyib-nya, sebagai bagian dari syarat diterimanya ibadah dan doa. Hal ini telah
dijelaskan dalam sebuah Hadits Nabi saw yang shahih tentang seorang lelaki yang
berdoa, tetapi doanya tidak diterima oleh Allah, karena ia makan dan hidup
bergelimang dengan yang haram: “Wahai manusia, sesungguhnya Allah itu
thoyyib (baik), dan tidak akan menerima kecuali yang thoyyib (halal dan baik),
dan sesungguhnya Allah memerintahkan kepada orang yang beriman segala apa
yang telah Dia perintahkan kepada para Rasul. Allah berfirman (dengan arti):
“Wahai Rosul-rosul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah
amal yang sholih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan.” (Q.S. Al-Mu’minun [23]: 51).Dan Dia juga berfirman (dengan
makna): “Wahai orang-orang yang beriman, makanlah dari rizki yang baik-baik
yang Kami berikan kepadamu…” (Q.S. Al-Baqoroh [2]: 172).
Kemudian Nabi saw menceritakan “seorang laki-laki yang melakukan
perjalanan panjang, rambutnya acak-acakan, dan badannya lusuh penuh debu.
Sambil menengadahkan tangan ke langit ia berdoa, “Wahai Tuhanku, wahai
Tuhanku.” Sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya
haram, dan ia selalu bergelut dan dikenyangkan dengan yang haram. (Maka Nabi
saw pun menegaskan), lantas bagaimana mungkin ia akan dikabulkan doanya.”
(H.R. Imam Muslim).
Dalam sebuah riwayat disebutkan pula:
“Barangsiapa yang hidup dari makanan yang serba halal, maka cerahlah
agamanya, lembut hatinya, dan tiada dinding penghalang bagi doa-doanya.”
Berkenaan dengan hal ini, patut direnungkan dan dihayati satu kisah tentang
seorang Salafush-sholih yang sangat menggugah berikut ini:
Konon, setelah menunaikan ibadah haji, Ibrahim bin Adham
berniat ziarah ke masjidil Aqsa. Untuk bekal di perjalanan, ia
membeli 1 kg kurma dari pedagang tua di dekat masjidil Haram.
Setelah kurma ditimbang dan dibungkus, Ibrahim melihat sebutir
kurma tergeletak di dekat timbangan. Menyangka kurma itu
sebagai bagian dari kurma yang telah ia beli, maka Ibrahim pun
memungut dan memakannya.Setelah itu ia langsung berangkat
menuju Al-Aqsa. Empat bulan kemudian, Ibrahim tiba di masjid
utama bumi Palestina itu. Seperti biasa, ia suka memilih sebuah
tempat beribadah pada sebuah ruangan di bawah kubah Sakhra.
Ia shalat dan berdoa dengan khusyu’. Sedemikian rupa, sehingga
ia pun tertidur karena kelelahan. Dalam tidurnya di masjid suci
itu, tiba tiba ia mendengar percakapan dua Malaikat tentang
dirinya. “Itu, Ibrahim bin Adham, ahli ibadah yang zuhud dan
wara’ yang doanya selalu dikabulkan Allah,” kata malaikat yang
satu. Tetapi sekarang tidak lagi. Doanya ditolak karena empat
bulan yg lalu ia memakan sebutir kurma yang jatuh dari meja
seorang pedagang tua di dekat Masjidil Haram,” jawab malaikat
yang satu lagi. Ibrahim bin Adham pun terkejut sekali mendengar
hal itu. Ia terhenyak, bangun dengan penuh kegundahan. Jadi
selama empat bulan ini ibadahnya, shalatnya, doanya dan
mungkin amalan-amalan lainnya, tidak diterima oleh Allah gara-
gara memakan sebutir kurma yang bukan haknya.
“Astaghfirullahal adzhim” Ibrahim beristighfar. Ia langsung
berkemas untuk berangkat kembali menuju Makkah menemui
pedagang tua penjual kurma yang telah ia beli ketika akan
berangkan ke Al-Quds. Perjalanan sejauh itu dilakukannya
semata-mata untuk meminta dihalalkan sebutir kurma yang telah
ditelannya, tanpa diduga bahwa itu sebagai bahan (makanan)
yang syubhat. Begitu sampai di Makkah, ia pun langsung menuju
tempat penjual kurma itu. Tetapi di tempat tersebut, ia tidak
menemukan pedagang tua tersebut. Yang ada hanyalah seorang
anak muda. “Empat bulan yang lalu saya membeli kurma di sini,
dari seorang pedagang tua. Kemana ia sekarang ?” tanya
Ibrahim. “Oh, pedagang tua itu adalah ayah saya. Sudah
meninggal sebulan yang lalu. Kini saya meneruskan usahanya ini,
berdagang kurma di sini” jawab anak muda itu. “Innalillahi wa
innailaihi roji’un. Kalau begitu kepada siapa saya meminta
penghalalan?” Lantas Ibrahim pun menceritakan peristiwa yang
dialaminya. Si anak muda itu mendengarkan dengan cermat.
“Nah, begitulah kejadiannya,” kata Ibrahim mengakhiri paparan
ceritanya. “Maka, engkau sebagai ahli waris orangtua itu,
maukah engkau menghalalkan sebutir kurma milik ayahmu itu
yang terlanjur aku makan tanpa seizinnya?” “Bagi saya tidak
masalah. Insya Allah saya halalkan bagi tuan, ya syekh. Tapi entah
dengan saudara-saudara saya yang jumlahnya 11 orang. Saya
tidak berani mengatas-namakan mereka, karena mereka juga
mempunyai hak waris yang sama dengan diri saya.” “Di mana
alamat saudara-saudaramu itu? Biar saya temui mereka satu per
satu.” Setelah menerima alamat saudara-saudaranya dari si anak
muda itu, Ibrahim bin Adham pun pergi menemui mereka semua,
untuk meminta penghalalan satu butir kurma yang diduga
terlanjur telah ia makan tanpa seizin si orang tua yang
menjualnya. Biarpun berjauhan alamat yang dikunjunginya, pada
akhirnya selesai juga ia mendatangi mereka satu per satu. Semua
setuju menghalakan sebutir kurma milik almarhum ayah mereka
yang dianggap telah dmakan oleh Ibrahim. Empat bulan
kemudian, Ibrahim bin Adham sudah berada kembali di bawah
kubah Sakhra. Lalu tiba tiba dalam kekhusyu’an munajatnya, ia
mendengar lagi dua Malaikat yang dulu terdengar tengah
bercakap cakap. “Itulah Ibrahim bin Adham yang doanya tertolak
gara gara makan sebutir kurma milik orang lain.” “O, tidak..,
sekarang doanya sudah makbul lagi. Ia telah mendapat
penghalalan dari para ahli waris pemilik kurma itu. Diri dan jiwa
Ibrahim kini telah bersih kembali dari kotoran sebutir kurma yang
diduga haram karena dianggap masih milik orang lain. Sekarang
ia sudah bebas.” Subhanallah! Maha suci Allah. Betapa hanya
karena sebutir kurma yang dimakan oleh seorang yang telah
diakui kewara’annya itu, ternyata berdampak sangat berat. Kisah
ini jelas merupakan peringatan keras agar tidak memakan segala
sesuatu yang haram, karena hal itu termasuk sebab tertolaknya
doa dan ibadah. Oleh karena itu, kita harus berhati-hati dengan
makanan yang dikonsumsi, masuk ke dalam tubuh kita, apakah
sudah diyakini benar kehalalannya? Kalau tidak yakin, bila ragu-
ragu, maka lebih baik tinggalkan28.
Hikmah dari mengkonsumsi makanan dan minuman terhadap kondisi
tubuh atau fisik dan psikologiss dapat digambarkan sebagai berikut :
a. Penyembelihan Binatang
Objek yang digunakan untuk menyembelih binatang mestilah tajam dan
penyembelihan dilakukan dengan cepat. Pemotongan salur darah di leher
memutuskan pengaliran darah ke otak agar binatang tidak merasa sakit, dan
memastikan organ-organ lain dalam badan terpelihara dengan baik.
Penggelupuran atau konvulsi yang berlaku adalah karena pengembangan dan
pengecutan otot akibat pengurangan darah. Kajian (Deutsche Tieraerztliche
! Tulisan tersebut di atas dikutif dari buku “DR.KH. Ma’ruf Amin Motor Penggerak Eksplorasi
Fatwa Halal Kontemporer” Diterbitkan oleh Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan
Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LP POM MUI), 2013.
Wochenschrift (German Veterinary Weekly), Jilid 85 (1978), mukasurat 62 – 66)
membuktikan bahawa cara penyembelihan Islam adalah yang paling
berperikemanusiaan sedangkan cara di barat (dengan kaedah ‘stunning’) adalah
kejam dan menyiksa binatang. Selepas penyembelihan, darah haiwan itu dibiarkan
mengalir keluar. Analisa kimia menunjukkan bahawa darah mengandungi banyak
asid urik, iaitu suatu bahan kimia yang memudaratkan kesihatan manusia.
Sungguhpun badan kita berkebolehan membuang asid urik dari badan melalui
pembuangan air kencing, namun hanya 98% dapat dikeluarkan dari badan dan itu
pun ia bergantung kepada kesihatan buah pinggang. Oleh itu, pengaliran keluar
darah membersihkan daging yang dimakan.
b. Babi
Pada 1897, Dr JH Kellogg telah menulis bahawa babi merupakan binatang
yang terlalu kotor (karena memakan benda-benda kotor) sehinggakan buah
pinggangnya hanya berupaya menyingkirkan 2% toksin dari badannya yang juga
sarat dengan lemak dan kolesterol berbahaya. (The Dangers of Pork Eating
Exposed, oleh JH Kellogg M.D.) Berkenaan pengharaman daging babi, Dr. M.
Jaffer , telah menyenaraikan 16 jenis kuman berbahaya yang dijumpai dalam
daging babi. Jumlah pesakit yang menderita karena jangkitan parasit, cacing pita,
trichinella spiralis dan cacing dalam usus adalah terbanyak dalam negara yang
penduduknya memakan daging babi.(Islamic Review, London). Dr. Glen
Shepherd telah menulis tentang bahaya memakan daging Babi :
One in six people the in U.S. and Canada have germs in their
muscles – trichinosis from eating pork infected with trichina
worms. Many people so infected have no symptoms. Most of those
who do have symptons recover slowly. Some die; some are
reduced to permanent invalids. All were careless pork eaters. No
one is immune from the disease and there is no cure. Neither
antibiotics nor drugs or vaccines affect these tiny deadly worms.
Preventing infection is the real answer. – Washington Post, 31 Mei
1952
Juga didapati bahawa babi cuma mampu membuang 2% dari asid urik
dalam badan sedang 98% tinggal sebagai toksin apabila dimakan oleh manusia.
Dr Glen Shepherd juga menjelaskan bahawa jangkitan cacing trichinella juga
boleh berlaku melalui sentuhan yang kemudiannya akan dipindahkan ke mulut
oleh tangan. Penulisan Dr Shepherd telah disokong oleh Dr. E. Kazim, M.D.
dalam artikel beliau yang menjelaskan mengenai penyakit yang dibawa atau
diakibatkan oleh pemakanan daging babi ini (Medical Aspects of Forbidden
Foods in Islam). Adalah dianggarkan bahawa 10% – 20% penduduk dewasa di
Amerika Syarikat mengalami jangkitan trichinosis ini yang biasanya hanya
diketahui selepas autopsi dijalankan.(Encyclopedia.com) Sebenarnya Kitab Bible
lama juga mengharamkan pemakanan dan penyentuhan daging babi . Dalam
Leviticus (11:7-8):
And the swine, though he divide the hoof, and be clovenfooted, yet
he cheweth not the cud; he [is] unclean to you. Of their flesh shall
ye not eat, and their carcase shall ye not touch; they [are] unclean
to you.” (Old Testament : Deuteronomy (14:8), Isaiah (52:11,
65:4, 66:17) dan Ezekiel (4:14, 44:31)
c. Bangkai
Oleh karena bangkai adalah binatang yang mati bukan karena disembelih,
maka itu daging bangkai masih dipenuhi darah yang akan menjadi toksin dan
akhirnya memudaratkan kesihatan manusia. Juga dikhuatiri bangkai itu telah
busuk atau beracun (karena mati akibat termakan benda yang beracun) karena
tidak tahu masa dan sebab kematian binatang berkenaan. Adalah dipercayai
bahawa Virus Ebola yang dasyat telah tersebar melalui manusia yang memakan
bangkai gorila dan beruk. Bangkai juga patut dibiarkan karena ia mungkin
merupakan rezeki kepada makhluk Allah yang lain karena kematiannya bukan
diniatkan oleh seorang Muslim (berbeza dengan binatang sembelihan yang
memang diniatkan untuk makanan manusia).
3. Cara Memilih Makanan yang Halal
Mengkonsumsi pangan yang halal dan thoyyib (baik, sehat, bergizi dan
aman) adalah kewajiban bagi setiap Muslim seperti difirmankan Allah "Dan
makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan
kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya." (Q.S
Al Maaidah; 88) dan dalam al Qur’an Allah SWT juga berfirman : "Hai sekalian
manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan
janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan
itu adalah musuh yang nyata bagimu." (Q.S. Al Baqarah;168). Manakala Nabi
Muhammad SAW juga berpesan: “Memakan makanan yang tidak halal dapat
mengakibatkan doa kita tidak terkabul, amal yang tertolak, dan daging yang
tumbuh dari barang yang haram tempatnya adalah neraka (keterangan dari
hadis)”.
Dibawah ini akan dipaparkan kiat tersebut yang diharapkan dapat
membantu dalam memilih pangan halal.
a. Daging Segar
Penjualan daging segar di Indonesia kebanyakan dilakukan secara terbuka,
tanpa wadah-wadah dan tanpa label sehingga bagi konsumen sulit membedakan
mana yang halal dan mana yang tidak, kecuali membedakan antara daging babi
dengan lainnya karena biasanya penjualan daging babi terpisah. Sayangnya, di
beberapa swalayan pemisahan penjualan daging babi dengan yang lainnya tidak
terlalu tegas sehingga konsumen harus berhati-hati memilih milih swalayan mana
yang menjual daging halal yang terpisah sempurna dengan daging babi. Dengan
demikian, kita harus menghindari membeli daging di tempat yang menjual daging
babi, walaupun daging babi tersebut ditempatkan pada tempat yang terpisah akan
tetapi kita ragu akan penanganan daging babi yang sulit sekali untuk tidak sama
sekali terpisah dengan daging lainnya (termasuk peralatan dan ruangan yang
digunakan). Jika kita kaji kondisi di Indonesia, untuk daging lokal, pemotongan
sapi biasanya dilakukan di rumah potong hewan dan bisa dikatakan semua rumah
potong hewan (RPH) di Indonesia menerapkan penyembelihan secara Islami,
hatta RPH itu ada di Bali yang mayoritas masyarakatnya Hindu. Disamping itu,
rumah potong hewan swasta yang sebagian berskala besar juga sudah
mendapatkan sertifikat halal. Oleh karena itu kehalalan daging sapi lokal relatif
lebih terjamin.
Daging sapi impor yang diimpor secara legal telah dijamin kehalalannya
karena dalam aturan yang ditetapkan Deptan daging yang masuk ke Indonesia
harus halal dan ini dilakukan pemeriksaan awal oleh tim yang terdiri dari personal
dari Deptan dan MUI, setelah itu ada lembaga sertifikasi halal yang mengawasi di
negara pengekspor sana, ketika masuk ke Indonesia juga akan dimintakan
sertifikat halalnya. Masalahnya, ada juga daging impor ilegal yang tidak terjamin
kehalalannya yang secara fisik sulit dibedakan dengan daging impor yang yang
legal. Bisa jadi daging impor ilegal ini dijual lebih murah dari harga rata-rata
daging lokal dan daging impor legal. Oleh karena itu, jika menemui harga daging
yang jauh lebih murah dari harga pasaran maka kita perlu ekstra hati-hati, harus
mempertanyakan asal daging tersebut, atau akan lebih baik jika kita tidak
membelinya.
Belum lama LPPOM MUI melakukan survey ke pasar pasar yang ada di
sekitar Bogor dan menemukan hati impor yang kelihatannya masuk secara ilegal
karena berasal dari negara yang tidak melakukan penyembelihan secara halal dan
tidak termasuk negara yang mendapat izin memasukkan daging ke Indonesia,
negara ini misalnya Swiss. Hati impor ini harganya lebih murah dari hati lokal,
oleh karena itu konsumen harus waspada terhadap hati impor ilegal semacam ini.
Kadang-kadang terjadi pencampuran antara daging sapi dan daging babi dan
dijual sebagai daging sapi, kasus seperti ini telah berulang beberapa kali terjadi di
beberapa wilayah di Indonesia. Lagi-lagi hargalah yang bisa dijadikan acuan
karena daging campuran ini harganya biasanya miring. Secara fisik, tidak mudah
bagi awam untuk mengenali daging campuran ini. Oleh karena itu, disamping
jangan membeli daging yang harganya jauh dibawah harga pasaran, juga belilah
daging di tempat yang sudah terpercaya, jangan membeli daging di sembarang
tempat yang kita tidak yakin akan jaminan kehalalan dagingnya. Permasalahan
besar ditemui untuk daging ayam mengingat rumah potong ayam itu jumlahnya
banyak sekali dari yang besar sampai kecil dan tersebar dimana-mana. Baru
sedikit saja rumah potong ayam yang telah mendapatkan sertifikat halal dari MUI
(lihat tabel), sedangkan yang lainnya tidak ada pihak yang berwenang yang
menjamin kehalalan daging ayam yang dipotongnya. Oleh karena itu konsumen
seharusnya memilih daging ayam yang dihasilkan oleh rumah potong yang telah
mendapatkan sertifikat halal, jika daging ayam yang ini tidak tersedia, maka
seharusnya bertanya kepada penjual daging ayam dari mana daging ayamnya,
siapa yang menyembelihnya dan bagaimana penyembelihannya, jika sudah
diketahui mana penjual daging ayam yang bisa dipercaya maka kesinilah kita
membeli daging ayam.
Mengingat swalayan tidak biasa mencantumkan sertifikat halal di tempat
penjualannya, maka konsumen muslim perlu menanyakan sertifikat halal yang
mereka miliki dan perlu teliti karena bisa jadi pemasok daging ke penjual tersebut
tidak hanya satu pemasok dan si penjual hanya menunjukkan sertifikat halal dari
satu pemasok saja. Tentu saja jika si penjual tidak mampu menunjukkan sertifikat
halal untuk daging yang dijualnya maka kita jangan membeli di swalayan tersebut
karena tidak ada jaminan kehalalan terhadap daging yang dijualnya.
Kesulitan besar terutama jika kita membeli daging di pedagang keliling, warung
warung dan pasar tradisional karena seringkali sudah tidak jelas lagi darimana asal
daging yang dijualnya, walaupun tidak selalu. Untuk itu kita perlu bertanya
secara sopan dan bijak kepada si penjual tentang kepastian kehalalan daging yang
dijualnya. Yang juga sering terjadi adalah beredarnya ayam bangkai di pasaran.
Disamping harga ayam bangkai yang miring, ayam bangkai bisa dikenali dengan
memperhatikan adanya bercak bercak coklat kehitaman yang ada di beberapa
tempat pada tubuh ayam. Oleh karena itu, pada waktu membeli daging ayam
telitilah kondisi daging ayam yang akan kita beli secara seksama, jika ada bercak
bercak darah di beberapa bagian tubuh ayam maka jangan dibeli.
b. Produk Pangan dalam Kemasan
Untuk produk pangan dalam kemasan maka lebih mudah membedakan
mana yang kehalalannya sudah dijamin oleh lembaga yang berwenang dan mana
!
yang belum, walaupun ada juga kesulitannya jika berhadapan dengan produk
industri kecil.
c. Makanan Jajanan dan Makanan Tanpa Kemasan
Mengingat tidak memungkinkan untuk mencantumkan label halal pada
makanan jajanan dan makanan tanpa kemasan maka tidak mudah untuk memilih
mana yang telah terjamin kehalalannya. Sertifikasi halal juga biasanya tidak
menjangkau kedua jenis produk tersebut. Oleh karena itu kita harus mampu
meningkatkan kemampuan kita untuk dapat menilai apakah produk yang akan kita
beli tersebut diragukan kehalalannya atau tidak, jika diragukan maka harus
ditinggalkan.
d. Restoran
Konsumen muslim di Indonesia, karena merasa muslim adalah mayoritas
di Indonesia, seringkali tidak sadar bahwa tidak semua restoran di Indonesia
menyediakan makanan halal. Tidak sadar pula bahwa walaupun di restoran
tersebut tidak menyediakan masakan babi atau minuman keras ternyata makanan
yang disajikan tidak semuanya dijamin halal. Hal ini dapat terjadi diantaranya
akibat ketidaktahuan si pengelola restoran maupun konsumen itu sendiri.
4. Sertifikasi Halal
Sertifikasi Halal29 merupakan langkah yang berhasil dijalankan sampai
sekarang. Di dalamnya tertulis fatwa halal MUI yang menyatakan kehalalan suatu
produk sesuai dengan syarikat Islam dan menjadi syarat pencantuman labelan
halal dalam setiap produk makanan minuman, obat-obatan, dan kosmetika30.
" Sertifikasi halal merupakan jaminan keamanan bagi seorang konsumen muslim untuk dapat
memilih makanan yang baik baginya dan sesuai dengan aturan agama. Produk makanan yang
memiliki sertifikat halal adalah produk yang didalam proses pengolahannya memenuhi standar
dalam keamanan dan kebersihannya (Lada et al.,2009).
Syarat kehalalan produk tersebut meliputi: (1) Tidak mengandung DNA babi dan bahan-bahan
yang berasal tradisional dari babi. (2) Tidak mengandung bahan-bahan yang diharamkan seperti;
darah hewan (3) Semua bahan yang berasal dari hewan yang disembelih dengan syarikat Islam. (4)
Semua tempat penyimpanan tempat penjualan pengolahan dan transportasinya tidak boleh
digunakan untuk daging babi; jika pernah digunakan untuk daging babi atau barang yang tidak
halal lainnya terlebih dahulu dibersihkan dengan tata cara yang diatur menurut syariat.
"
Menurut penelitian Zailani, Omar, dan Kepong31 menyatakan sertifikasi halal
sebagai bentuk pengujian terhadap makanan mulai dari persiapan, penyembelihan,
pembersihan, proses, perawatan, pembasmian kuman, penyimpanan,
pengangkutan, sebaik mungkin sebaik praktik manajemennya. Berdasarkan
pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sertifikasi halal (halal certification)
adalah persoalan pokok yang berasal dari prinsip agama Islam dan prosedur yang
membuktikan bahwa suatu produk harus bagus, aman, dan pantas untuk
dikonsumsi umat muslim. Sertifikasi halal menjamin keamanan suatu produk agar
bisa dikonsumsi umat muslim.
Bagi perusahaan yang ingin memperoleh sertifikat halal LPPOM MUI32,
baik industri pengolahan (pangan, obat, kosmetika), Rumah Potong Hewan
(RPH), dan restoran/katering/dapur, harus melakukan pendaftaran sertifikasi halal
dan memenuhi persyaratan sertifikasi halal. Setiap produsen yang mengajukan
sertifikasi halal bagi produknya harus melampirkan spesifikasi dan Sertifikat
Halal bahan baku, bahan tambahan, dan bahan penolong serta bahan aliran proses.
Surat keterangan itu bisa dari MUI daerah (produk lokal) atau lembaga Islam yang
diakui oleh MUI (produk impor) untuk bahan yang berasal dari hewan dan
turunannya. Setelah itu, tim auditor LPPOM MUI melakukan pemeriksaan dan
audit ke lokasi produsen yang bersangkutan serta penelitian dalam laboratorium
yang hasilnya dievaluasi oleh rapat tenaga ahli LPPOM MUI yang terdiri dari ahli
gizi, biokimia, pangan, teknologi pangan, teknik pemrosesan, dan bidang lain
Danang Waskito. 2015. PENGARUH SERTIFIKASI HALAL, KESADARAN HALAL, DAN
BAHAN MAKANAN TERHADAP MINAT BELI PRODUK MAKANAN HALAL (STUDI
PADA MAHASISWA MUSLIM DI YOGYAKARTA). tt. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Ekonomi
Universitas Negeri Yogyakarta.
Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia atau yang
disebut LPPOM MUI adalah lembaga yang bertugas kuat untuk meneliti, mengkaji, menganalisa
dan memutuskan apakah produk-produk baik pangan dan turunannya, obat-obatan dan produk
kosmetika apakah aman dikonsumsi baik dari sisi kesehatan dan dari sisi pengajaran agama Islam
yakni halal atau boleh dan baik untuk dikonsumsi bagi umat Muslim khususnya di wilayah
Indonesia, selain itu memberikan rekomendasi, merumuskan ketentuan dan bimbingan kepada
layanan masyarakat.Alasan lembaga ini didirikan adalah bahwa ajaran agama Islam mengatur
sedemikian rupa tentang makanan dan minuman. Makanan dan minuman dapat dikategorikan
adalah sebagai halal, haram, atau syubhada. Bahan-bahan yang diharamkan dalam pelajaran agama
Islam adalah bangkal, darah, babi dan hewan-hewan yang disembelih dengan nama selain Allah
(Al Qur'an Surat Al Baqarah ayat 178) sedangkan minuman yang dikatagorikan haram adalah
semua bentuk khamar (minuman yang mengandung beralkohol) (Al Qur'an Surat Al Baqarah 219).
yang berkait. Bila memenuhi persyaratan, laporan akan diajukan kepada sidang
Komisi Fatwa MUI untuk memutuskan kehalalan produk tersebut.
Tidak semua laporan yang diberikan LPPOM MUI langsung disepakati
oleh Komisi Fatwa MUI. Terkadang, terjadi penolakan karena dianggap belum
memenuhi persyaratan. Dalam kerjanya bisa dianalogikan bahwa LPPOM MUI
adalah jaksa yang membawa kasus ke pengadilan dan MUI adalah hakim yang
memutuskan keputusan hukumnya. Sertifikat halal berlaku selama dua tahun,
sedangkan untuk daging yang diekspor sertifikat diberikan pada setiap
pengapalan. Dalam rentang waktu tersebut, produsen harus bisa menjamin
kehalalan produknya. Proses penjaminannya dengan cara pengangkatan Auditor
Halal Internal untuk memeriksa dan mengevaluasi Sistem Jaminan Halal (Halal
Assurance System) di dalam perusahaan. Auditor Halal tersebut disyaratkan harus
beragama Islam dan berasal dari bagian terkait dengan produksi halal. Hasil audit
oleh auditor ini dilaporkan kepada LPPOM MUI secara periodik (enam bulan
sekali) dan bila diperlukan LPPOM MUI melakukan inspeksi mendadak dengan
membawa surat tugas.
Berikut ini adalah tahapan yang dilewati perusahaan yang akan mendaftar
proses sertifikasi halal :
a. Memahami persyaratan sertifikasi halal dan mengikuti pelatihan SJH
Perusahaan harus memahami persyaratan sertifikasi halal yang tercantum
dalam HAS 23000. Selain itu, perusahaan juga harus mengikuti pelatihan SJH
yang diadakan LPPOM MUI, baik berupa pelatihan reguler maupun pelatihan
online (e-training). Informasi mengenai pelatihan SJH.
b. Menerapkan Sistem Jaminan Halal (SJH)
Perusahaan harus menerapkan SJH sebelum melakukan pendaftaran
sertifikasi halal, antara lain: penetapan kebijakan halal, penetapan Tim
Manajemen Halal, pembuatan Manual SJH, pelaksanaan pelatihan, penyiapan
prosedur terkait SJH, pelaksanaan internal audit dan kaji ulang manajemen. Untuk
membantu perusahaan dalam menerapkan SJH, LPPOM MUI membuat dokumen
pedoman yang dapat dipesan disini.
c. Menyiapkan dokumen sertifikasi halal
Perusahaan harus menyiapkan dokumen yang diperlukan untuk sertifikasi
halal, antara lain: daftar produk, daftar bahan dan dokumen bahan, daftar
penyembelih (khusus RPH), matriks produk, Manual SJH, diagram alir proses,
daftar alamat fasilitas produksi, bukti sosialisasi kebijakan halal, bukti pelatihan
internal dan bukti audit internal. Penjelasan mengenai dokumen sertifikasi halal
dapat dilihat di user manual Cerol yang dapat diunduh disini.
d. Melakukan pendaftaran sertifikasi halal (upload data)
Pendaftaran sertifikasi halal33 dilakukan secara online di sistem Cerol
melalui website www.e-lppommui.org. Perusahaan harus membaca user manual
Cerol terlebih dahulu untuk memahami prosedur sertifikasi halal yang dapat
diunduh disini. Perusahaan harus melakukan upload data sertifikasi sampai
selesai, baru dapat diproses oleh LPPOM MUI.
e. Melakukan monitoring pre audit dan pembayaran akad sertifikasi
Setelah melakukan upload data sertifikasi, perusahaan harus melakukan
monitoring pre audit dan pembayaran akad sertifikasi. Monitoring pre audit
disarankan dilakukan setiap hari untuk mengetahui adanya ketidaksesuaian pada
hasil pre audit. Pembayaran akad sertifikasi dilakukan dengan mengunduh akad di
Cerol, membayar biaya akad dan menandatangani akad, untuk kemudian
melakukan pembayaran di Cerol dan disetujui oleh Bendahara LPPOM MUI
melalui email ke : bendaharalppom@halalmui.org.
Sebagai lembaga otonomi bentukan MUI, LPPOM MUI tidak berjalan sendiri. Keduanya
memiliki kaitan erat dalam mengeluarkan keputusan. Sertifikat Halal merupakan langkah yang
berhasil dijalankan sampai sekarang. Di dalamnya tertulis fatwa halal MUI yang menyatakan
kehalalan suatu produk sesuai dengan syarikat Islam dan menjadi syarat pencantuman labelan
halal dalam setiap produk makanan minuman, obat-obatan, dan kosmetika.
f. Pelaksanaan audit
Audit dapat dilaksanakan apabila perusahaan sudah lolos pre audit dan
akad sudah disetujui. Audit dilaksanakan di semua fasilitas yang berkaitan dengan
produk yang disertifikasi.
g. Melakukan monitoring pasca audit
Setelah melakukan upload data sertifikasi, perusahaan harus melakukan
monitoring pasca audit. Monitoring pasca audit disarankan dilakukan setiap hari
untuk mengetahui adanya ketidaksesuaian pada hasil audit, dan jika terdapat
ketidaksesuaian agar dilakukan perbaikan.
h. Memperoleh Sertifikat halal
Perusahaan dapat mengunduh Sertifikat halal dalam bentuk softcopy di Cerol.
Sertifikat halal yang asli dapat diambil di kantor LPPOM MUI Jakarta dan dapat
juga dikirim ke alamat perusahaan. Sertifikat halal berlaku selama 2 (dua) tahun.
Menurut Praslova-Forland dan Divitini (2003) kesadaran sosial adalah
kesadaran dari sebuah situasi sosial dalam sebuah grup atau komunitas dalam
suatu lingkungan tertentu, dalam hal ini dapat berwujud, tidak berwujud ataupun
keduanya. Hal ini meliputi peraturan yang dibuat oleh manusia, aktivitas, posisi,
status, tanggung jawab, koneksi sosial, dan proses pembuatan kelompok dalam
rentang waktu singkat menuju rentang waktu yang lama dalam lingkungan sosial.
C. Pembahasan
Kesadaran merupakan kemampuan untuk memahami, merasakan, dan
menjadi sadar akan suatu peristiwa dan objek. Kesadaran adalah konsep tentang
menyiratkan pemahaman dan persepsi tentang peristiwa atau subjek . Menurut
Ahmad, Abaidah, dan Yahya menyatakan kesadaran halal diketahui berdasarkan
mengerti tidaknya seorang Muslim tentang apa itu halal, mengetahui proses
penyembelihan yang benar, dan memprioritaskan makanan halal untuk mereka
konsumsi. Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpul kan bahwa kesadaran
halal adalah suatu pengetahuan muslim tentang konsep halal, proses halal, dan
menganggap bahwa mengkonsumsi makanan halal merupakan hal yang penting
bagi dirinya .
Data MUI jumlah produk yang mempunyai sertifikasi pada tahun 2014
meningkat tajam (www.republika.co.id). Tahun 2013, jumlah produk yang
mendapat sertifikasi halal dari LPPOM yaitu 47545 yang terdiri dari 832
perusahaan. Sedangkan tahun 2014 sebanyak 67369 produk yang terdiri dari 1436
perusahaan. Wakil Direktur LPPOM MUI, Sumunar Jati mengatakan bahwa
peningkatan ini dikarenakan para pengusaha dan produsen menyadari adanya
tanggung jawab moral untuk memasarkan produk di Indonesia. Hal tersebut
dikarenakan penduduk Indonesia mayoritas muslim. Selain itu, sikap kritis dari
konsumen dan komunitas halal yang ikut mendorong meningkatnya jumlah
perusahaan yang melakukan sertifikat pada tahun ini. Ia menjelaskan pada tahun
2014 terdapat 10 top category product yang mendapat sertifikat halal. Peringkat
pertama yaitu flavor, seasoning and fragrance sebanyak 58320. Selanjutnya oil, fat
and processed Products (minyak, lemak dan produk olahannya) sebanyak 17676,
restaurant (restoran) sebanyak 13058, noodles, pasta and processed products (mie,
pasta dan produk olahannya) sebanyak 10268 dan snack (makanan ringan)
sebanyak 9581.
Pertambahan volume produk bersertifikat halal mendorong asumsi dasar
yang muslim lebih sadar akan pentingnya makanan halal yang secara tidak
langsung mengarah pada perluasan industri makanan halal global. Gelombang
global dianggap membuktikan bahwa muslim konsumen menjadi lebih sadar
untuk membawa masalah ini ke pertimbangan yang lebih serius. Oleh karena itu,
penting bagi umat Islam untuk memiliki pemahaman dan pengetahuan tentang apa
halal adalah dimensi dalam mengukur kesadaran halal. Kekhawatiran mereka
terutama pada aspek konsumsi makanan juga merupakan faktor penting dalam
menghindari produk makanan diragukan dan tidak pasti.
Hal ini akan membantu konsumen muslim untuk memiliki gambaran yang
lebih jelas dam membantu mereka untuk melakukan keputusan membeli yang
seharusnya selaras dengan preferensi mereka dan iman. Pengabdian ini
menggunakan metode penelitian eksperimental. Metode eksperimen diartikan
sebagai metode dengan bentuk yang sistematis dengan tujuan untuk mencari
pengaruh variabel satu dengan variabel yang lain dengan memberikan perlakuan
khusus dan pengendalian yang ketat dalam suatu kondisi. Desain penelitian yang
digunakan adalah desain pre-eksperiment one group pre-test-posttest. Desain ini
melibatkan satu kelompok yang diberi pre-test (O), diberi treatment (X) dan diberi
post-test. Keberhasilan treatment ditentukan dengan membandingkan nilai pre-
test dan nilai post-test. Hasil analisa data pada tes sebelum (pre-test) dan tes
sesudah (post test) dijelaskan dalam table 5 – 6 di bawah ini :
Tabel 5
Hasil Angket Pretes
No.
X M
M-X
(M-X)2
responden
1 60 64,07 4,04 16,3216
2 58 64,07 6,04 36,4816
3 61 64,07 3,04
9,2416
4 63 64,07 1,04
1,0816
5 67 64,07 -2,96
8,7616
6 56 64,07 8,04 64,6416
7 56 64,07 8,04 64,6416
8 69 64,07 -4,96 24,6016
9 68 64,07 -3,96 15,6816
10
66 64,07 -1,96
3,8416
Tabel 6
Hasil Angket Postes
No.
responden Y M M-X (M-Y)2
1 62 64,47
2,46
6,0516
2 58 64,47
6,46
41,7316
3 66 64,47 -1,54
2,3716
4 64 64,47
0,46
0,2116
5 61 64,47
3,46
11,9716
6 56 64,47
8,46
71,5716
7 58 64,47
6,46
41,7316
8
68
64,47 -3,54 12,5316
9
69
64,47 -4,54 20,6116
10
69
64,47 -4,54 20,6116
11
60
64,47
4,46
19,8916
12
70
64,47 -5,54 30,6916
13
58
64,47
6,46
41,7316
14
60
64,47
4,46
19,8916
15
65
64,47 -0,54
0,2916
16
57
64,47
7,46
55,6516
17
69
64,47 -4,54 20,6116
18
59
64,47
5,46
29,8116
19
62
64,47
2,46
6,0516
20
62
64,47
2,46
6,0516
Hasil uji t di atas telah memberikan pemahaman bahwa memang ada perbedaan antara
sebelum dan sesudah diberikannya perlakuan, berupa sosialisasi tentang pentingnya
peningkatan kesadaran tentang mengkonsumsi produk halal (baik makanan maupun juga
minuman) . Sehingga kegiatan pengabdian ini memberikan pemahaman bahwa, sosialisasi
perluu lebih sering dijalankan. Terlepas dari segala kendala atau kekurangan dalam proses
yang berjalan.
Penguasaan materi tentang aturan atau fiqh mengenai halal dan haram oleh para Da’i
dan Ustadz sesungguhnya sudah sangat dipahami.Hanya saja pada aspek pengaruh makanan
halal dan haram terhadap perkembangan fisik dan psikologis yang masih perlu terus
ditingkatkan. Selanjutnya aturan tentang proses pemberian sertifikasi halal bagi para peserta
masih merupakan hal baru yang sangat menarik bagi mereka. Sehingga kedepan perlu
dilakukan kegiatan pengabdian tentang prosedur sertifikasi halal yang akan memberikan
tambahan pengetahuan bagi para peserta sosialisasi tentang mekanisme praktis yang
dijalankan oleh lembaga pemeriksa halal yang akan bermuara pada keluarnya sertifikasi halal
oleh Majelis Ulama Indonesia.
!
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil kuesioner pada bagian terdahulu, maka diperoleh hasil pada kesadaran
mmengkonsumsi produk halal dikalnagan para Da’i dan Ustadz (pemuka agama) setelah
perlakuan yaitu menggunakan media power point lebih baik daripada sebelum perlakuan
yaitu dengan metode sosialisasi. Hal ini dikarenakan terdapat perbedaan pada proses
pembelajaran menggunakan media power point lebih meningkatkan kemampuan-kemampuan
yang dimiliki oleh peserta sosialisasi setelah menerima pengalaman dalam belajar.
Apa yang ingin digarisbawahi dalam pengabdian ini adalah bahwa, sosialisasi tentang
pentingnya meningkatakan kesadaran untuk mengkonsumsi produk halal (makanan dan
minuman) telah memberikan pengaruh terhadap pentingnya untuk lebih berhati-hati dan
cermat untuk memilih dan memilah untuk mengkonsumsi makanan bagi peserta sosialisasi,
yang kemudiannya akan digunakan sebagai bekal dakwah ditengah-tengah masyarakat.
Mengingat soal pentingnya memakan makanan dan minuman (produk halal) sangatlah
penting bagi masyarakat muslim khususnya di Kota Padang dan umat Islam dimanapun
mereka berada. Hal ini sejalan dengan ajaran Al Qur’an dan Hadist yang memerintahkan
manusia untuk mengkonsumsi produk halal.
Selanjutnya penggunaan power point dalam kegiatan sosialisasi hanyalah merupakan
media pembelajaran, yang secara substantif memberikan kontribusi pada hasil sosialisasi.
Namun demikian yang terpenting dalam kegiatan pengabdian ini adalah sosialisasi telah
memberikan peningkatan pemahaman yang tentunya akan berguna bagi para peserta dan
masyarakat luas secara tidak langsung nantinya.
B. Saran-Saran
Walaupun mayoritas bangsa Indonesia beragama Islam, akan tetapi undang-undang
dan peraturan yang berlaku di Indonesia tidak mewajibkan para produsen pangan untuk
menyediakan pangan yang halal, hanya mereka yang ingin mencantumkan label halal pada
produknya yang terkena kewajiban untuk memeriksakan produknya ke lembaga yang
berwenang agar apa yang diklaimnya sebagai halal itu benar adanya. Oleh karena itu, tidak
ada jaminan bahwa semua pangan yang ada di pasaran adalah halal. Dengan demikian,
konsumen Muslim sendirilah yang harus mampu memilih mana pangan yang halal dan mana
!
yang tidak. Masalahnya, tidak mudah untuk memilih mana yang halal dan mana yang haram
serta mana yang meragukan (syubhat) mengingat dengan kemajuan teknologi banyak bahan-
bahan yang syubhat yang tersembunyi di dalam produk produk pangan. Oleh karena itu
konsumen Muslim membutuhkan kiat sederhana, mudah tapi akurat dalam memilih pangan
halal.
Di bawah ini akan dipaparkan beberapa saran tentang perlunya sosialisasi dikalangan
pemuka agama agar dapat membantu masyarakat dalam memilih dan mengkonsumsi produk
halal :
1. Periksa label halal pada kemasan
Biasakan membaca dengan teliti dan hati-hati label kemasan beserta kandungan
bahannya (ingredients). Jangan buru-buru memindahkan makanan dari rak-rak etalase barang
ke keranjang belanjaan. Periksa dan teliti ada label halalnya atau tidak. Jika dikemasan sudah
tercantum label halal, maka sudah cukup menjadi jaminan bahwa makanan tersebut sudah
diperiksa kehalalannya oleh pihak berwenang. Namun demikian kita juga harus tetap hati-hati
dengan banyaknya label halal palsu. Jika tidak ada label halal di kemasannya, maka bacalah
kandungan bahan-bahannya. Jika ada yang meragukan (syubhat) lebih baik tinggalkan atau
jangan di beli.
2. Pilih Restoran yang sudah Halal
Pilihlah restoran yang telah mendapatkan sertifikat halal. Restoran yang telah
mendapatkan sertifikat halal sudah tidak perlu diragukan lagi kehalalan makanan dan
minuman yang disajikannya. Atau anda bisa cek juga di direktori halal MUI. Jika kita tidak
membawa daftar restoran halal maka pada waktu masuk ke restoran yang kita ragu atas
kehalalan makanan dan minuman yang disajikan maka tanyakanlah sertifikat halal yang
dimiliki oleh restoran tersebut secara sopan. Sebagai konsumen kita harus waspada dan teliti
karena jika si restoran tersebut tidak memiliki sertifikat halal maka artinya kehalalan
makanan yang disajikan restoran yang bersangkutan tidak ada yang menjamin. Sayangnya,
masih sedikit restoran yang telah memiliki sertifikat halal (lihat tabel), oleh karena itu
pengetahuan kitalah yang harus ditingkatkan sehingga bisa mengetahui mana restoran yang
menyajikan makanan yang diragukan kehalalannya dan mana yang tidak.
1. Ketahui jenis makanan yang wajib di hindari
!
Secara umum makanan moderen lebih rawan kehalalannya (dibandingkan dengan
makanan tradisional) karena bahan yang digunakan banyak yang impor dan berasal dari
negara non muslim (khususnya bahan hewani dan turunannya). Secara khusus konsumen
muslim harus mewaspadai masakan Cina karena dalam pembuatannya sering melibatkan
lemak babi dan arak, baik dalam bentuk arak putih maupun arak merah (ang ciu). Selain itu,
kie kian yang sering digunakan dalam pembuatan cap cai dalam pembuatannya melibatkan
lemak babi. Masakan Jepang dan sejenisnya dalam pembuatannya sering melibatkan sake dan
mirin, keduanya masuk kedalam golongan khamar sehingga masakan yang dibuat dengan
menggunakan sake dan mirin tidak diperkenankan dikonsumsi oleh umat Islam. Masakan
Barat juga rawan kehalalannya karena banyak menggunakan keju (status kehalalannya
syubhat), wine (khususnya masakan Perancis), daging yang tidak halal, buillon (ekstrak
daging), wine vinegar, dan lain-lain..
4. Biasakan untuk selalu bertanya
Tidak ada salahnya bertanya secara sopan dan baik untuk memastikan bahwa restoran
atau jajanan yang kita datangi tidak menyajikan masakan yang diragukan kehalalannya.
Sebagai contoh, kita dapat bertanya “apakah dalam pembuatan masakan di restoran ini
menggunakan ang ciu?”, jika jawabannya “ya” maka kita katakan “terima kasih, maaf saya
tak jadi makan di tempat ini, ada keperluan lain”, lalu kita meninggalkan restoran tersebut.
Mungkin ada yang terkejut dengan tulisan ini karena baru menyadari bahwa hampir semua
makanan yang kita makan setiap hari ternyata sudah tercemar dengan makanan haram, tapi
itulah faktanya. Ya, saat ini seakan-akan kita benar-benar terkepung oleh berbagai makanan
haram disekeliling kita. Apalagi dengan semakin maju dan canggihnya masalah teknologi
pengolahan pangan, sehingga memilih makanan sudah tidak bisa asal-asalan lagi
menggunakan jurus “asal pilih”, tetapi lebih dari itu, diperlukan pengetahuan khusus untuk
memilih. Belum lagi sikap pengusaha yang curang yang ingin meraih keuntungan sebesar-
besarnya sehingga tega melakukan pemalsuan kandungan bahan yang berbeda dengan yang
tercantum dalam kemasan.
Daftar Pustaka
Abdul Aziz, Y. & Vui, C. N. 2012. The role of Halal awareness and Halal certification in
influencing non-Muslim s purchasing intention. Paper presented at 3rd International‟
Conference on Business and Economic Research (3rd ICBER 2012) Proceeding,
1819-1830.
!
Abdul Latiff, Z.A., Mohamed, Z.A., Rezai, G. and Kamaruzzaman, N.H. (2013). The Impact
of Food Labeling on Purchasing Behavior Among Non-Muslim Consumers in Klang
Valley, Australian Journal of Basic and Applied Sciences, 7(1), 124-128.
Afroniyati, Lies. 2014. Analisis Ekonomi Politik Sertifikasi Halal Oleh Majelis Ulama
Indonesia. Jurnal Kebijakan & Administrasi Publik JKAP. Vol. 18 No. 1, Mei 2014.
Hlm. 37-52.
Ajzen, I. (1985), “From Intentions to actions: A Theory of Planned Behavior”, Kuhl, J. And
Beckmann, J. (Eds), Action Control: From Cognition to Behavior, Springer,
Heidelberg, pp. 11-39.
Ajzen, I. (1991), “The Theory of Planned Behavior”, Organizational Behavior and Human
Decision Processes, 50, 179-211
Alam, S.S. & Sayuti, N.M. (2011). Applying the Theory of Planned Behavior (TPB) in Halal
Food Purchasing. International Journal of Commerce and Management, 21(1), 8-20.
Alserhan, B. A. (2010). Islamic Branding: A Conceptualization of Related Terms.
Assael,Henry. (2001). Consumer Behaviour 6th Edition. Yew York: Thompson Learning.
BPS. 2009. Sensus Ekonomi 2006: Evaluasi Terhadap Kriteria UMK-UMB Hasil SE06-SS.
Jakarta: Subdirektorat Pengembangan Model Statistik Direktorat Analisis dan
Pengembangan Statistik - BPS.
Burhanuddin, dkk. 2005. Defisit Pelayanan Publik: Survei Persepsi Masyarakat Terhadap
Pelayanan Publik di DKI Jakarta. Ciputat: Indonesian Institute for Civil Society
(INCIS).
Burlian, Paisol. 2014. Reformulasi Yuridis Pengaturan Produk Pangan Halal Bagi Konsumen
Muslim Di Indonesia. Ahkam. Vol. XIV No. 1, Januari 2014. Hlm. 43-52.
CAP (2006). Panduan Persatuan Pengguna Pulau Pinang : Halal Haram, Persatuan Pengguna
Pulau Pinang, Malaysia.
Che Man Y. , Sazili A.Q. ( 2010) Food Production from the Halal Perspective. In: Guerrero-
Legarreta I., Alarcón-Rojo, A.D., Y. H. Hui, Alvarado C. Handbook of Poultry
Science and Technology. 183- 216.
Departemen Agama Republik Indonesia. 2003. Panduan Sertifikasi Halal, Jakarta:
Departemen Agama RI. DPR: Segera Terbitkan PP UU Jaminan Produk Halal. Senin,
09 Mei 2016, 14:00 WIB. http://www.republika.co.id/. Diakses 19 Agustus 2016.
Ghozali, Imam. (2011). Aplikasi Analisis Multivariate dengan program IBM SPSS 19.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Glanz, Karen, dkk. (ed.). 2008. Health Behavior and Health Education: Theory, Research,
and Practice (4th edition). San Fransisco: Jossey-Bass.
Golnaz, R., Zainal, A. M. & Mad-Nasir, S. (2012), Assessment of Consumers Confidence on‟
Halal Labelled Manufactured Food in Malaysia, Social, Science. & Humanities. 20
(1), 33 – 42.
Golnaz, R., Zainal, A. M., Mad-Nasir, S. & Eddie-Chew, F. C. (2009). Concern of Halalness
of Halal-Labelled Food Product among Musli http://halalcentre.uad.ac.id/ Diakses 10
Agustus 2018.
Indriantoro, Nur & Supomo, Bambang. (1999). Metode Penelitian Bisnis. Yogyakarta: BBPE
Jonathan A.J. Wilson, Jonathan Liu, (2011),"The Challenges of Islamic Branding: Journal of
Brand Management, 18, 34-39.
Karim, Muchith A (ed.). 2013. Perilaku Komunitas Muslim Perkotaan dalam Mengonsumsi
Produk Halal. Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan – Badan Litbang dan Diklat
Kemenag.
Kettani, H. (2010) World Muslim Population. Proceeding og the 8th Hawaii International
Conference on Arts and Humanities, Honolulu Hawaii
!
Kotler, Philip & Armstrong, Gary. (2004), Principles of Marketing, (10th Ed), Pearson
Prentice Hall , New Jersey.
Lada, S., Tanakinjal, H. G., & Amin, H. (2009). Predicting intention to choose halal products
using theory of reasoned action. International Journal Islamic and Middle Eastern
Finance and Management, 2(1), 66-76.
Luthfi, B. A., & Imam, S. (2010). Marketing impact of halal labeling toward Indonesian
muslim consumer s behavioral intention based on Ajzen s planned behavior theory:‟ ‟
Policy capturing studies on five different product categories. Proceedings of the fifth
International Conference on Business and Management Research. Retrived from
http://ssrn.com/abstract=1682342
Ma’rifat, Tian Nur. 2015. Analisis Perilaku Konsumen Dalam Pembelian Makanan Olahan
Ayam Bersertifikat Halal Di Ritel Modern Yogyakarta. Tesis. Prodi Teknologi Industri
Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian – UGM. Yogyakarta. Diperoleh dari
http://etd.repository.ugm.ac.id/ diakses 30 September 2016.
Menno, S dan Alwi, Mustamin. 1994. Antropolog Perkotaan. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Merican, Z. (1995). Halal Food Industry in Malaysia-Opportunities and Constraints
Conference on Halal Foods: Marketing Market Needs.
Navigating Emotions and Halal", Journal of Islamic Marketing(2), 28 – 42.
Nugroho, Bhuno Agung. (2005). Strategi Jitu Memilih Metode Statistik Penelitian dengan
SPSS. Yogyakarta: CV Andi Offset
Nugroho, Riant. 2014 (2). Metode Penelitian Kebijakan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Poerwadarminta, WJS. 2007 (cet.4). Kamus Umum Bahasa Indonesia (edisi 3) – diolah
kembali oleh Pusat Bahasa Depdiknas. Jakarta: Balai Pustaka.
Rajagopal, S., Ramanan, S., Visvanathan, R., & Satapathy, S. (2011). Halal certification:
implication for marketers in UAE, Journal of Islamic Marketing, 2 (2), 132-153
Ramlan dan Nahrowi. 2014. Sertifikasi Halal Sebagai Penerapan Etika Bisnis Islami Dalam
Upaya Perlindungan Bagi Konsumen Muslim. Ahkam. Vol. XIV No. 1, Januari 2014.
Hlm. 145-154.
Regenstein, J. M., Chaudry, M. M., & Regenstein, C. E. (2003). „The Kosher and Halal Food
Laws . Comprehensive Reviews In Food Science And Food Safety. 111-127.‟
Riaz, M. N., & Chaundry, M. M. (2004). Halal food production. Florida: CRC Press.
Shafie, S., & Othman, M. N. (2006). Halal Certification: International Marketing Issues and
Challenges. Paper Presented At The Ifsa Vii World Congress Berlin, Germany.
Sila, M. Adlin, dkk. 2007. Sufi Perkotaan: Menguak Fenomena Spiritualitas di Tengah
Kehidupan Modern. Jakarta: Balai Litbang Agama Jakarta – Departemen Agama RI.
Souderlund, M. (2006). Measuring Customer Loyalty with Multi-item Scales: A Case of
Caution. International Journal of Service Industries Managemnt, 17 (1), 79-98.
Sugiyono. (2010). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Sukesti, F., & Budiman, M. (2014). The influence Halal label and personal religiousity on
purchase decision on food product in Indonesia. International Journal of Business,
Economics and Law, Vol. 4, Issue 1 (June) ISSN 2289-155
Sungkar, I. (2007), „Importance and the Role of Market Intelligence in Penetrating Global
Halal Food Market , Livestock Asian 2007 Exhibition and Seminar Halal Hub‟
Session.
The Halal Journal. 2008. “OIC eyes the USD580 billion global halal market”, available at:
www.halaljournal.com
Wandel, M.(1997). Food Labeling from a Consumer Perspective, British Food Journal, MCB
University Press, 99(6).
!
Yunuz M., Rashid W., Ariffin M., & Rasyid M. (2014). Muslim s Purchase Intention‟
Towards Non-Muslim s Halal Packaged Food Manufacturer. Procedia - Social And‟
Behavioral Sciences. 145 – 154.
!