Available via license: CC BY-NC-ND
Content may be subject to copyright.
Lensa: Kajian Kebahasaan, Kesusastraan, dan Budaya
p-ISSN: 2086-6100
Volume 8 Nomor 2
e-ISSN: 2503-328X
Blended Learning: Improvisasi dalam Pembelajaran Menulis Pengalaman
Miftakhul Huda
DOI: https://doi.org/10.26714/lensa.8.2.2018.117-130
117
Blended Learning
: Improvisasi dalam Pembelajaran
Menulis Pengalaman
Blended Learning: Improvisation in Experience Writing Learning
Miftakhul Huda
Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Surakarta
miftakhul.huda@ums.ac.id
Riwayat Artikel: Dikirim 27 Oktober 2017; Diterima 30 Juli 2018; Diterbitkan 21 Oktober 2018
ABSTRAK
Pembelajaran menulis dengan menggunakan blended learning secara umum
meningkatkan partisipasi mahasiswa. Blended learning membuat mahasiswa
memiliki kesempatan berlatih menulis lebih banyak karena mahasiswa bisa
menulis tanpa dibatasi oleh ruang kelas. Selain itu, interaksi antarmahasiswa
dan dosen dapat maksimal, serta transparansi penilaian terpenuhi. 75%
mahasiswa pernah membaca novel sejumlah 3-4 judul. Kriteria dibaca
adalah novel tersebut harus dibaca tuntas. Genre karya sastra yang dibaca
oleh mahasiswa rata-rata adalah roman percintaan. Sangat sedikit yang
membaca karya sastra bergenre misteri, dan tidak ada yang membaca karya
sastra terjemahan. Dengan demikian, variasi karya sastra yang dibaca oleh
mahasiswa kurang heterogen. Berdasarkan data tersebut, diperlukan
pemetaan bacaan sastra bagi mahasiswa dan dimasukkan ke dalam kegiatan
intrakurikuler sehingga lebih terpantau.
Kata kunci: blended learning, menulis pengalaman, karya sastra, Schoology
ABSTRACT
Writing lesson using blended learning in general improves students’ participation. Blended
learning makes the students have more opportunities to learn to write as they can practice
outside the classroom. Besides, interactions between students and the lecturer can be
optimal, and assessment transparency will be possible as well. 75% of the students had
read 3-4 novels. The criterion of ‘read’ is that it had been completely read. The most
common genre of the works read was romance/love story. There were only a few of them
who read mystery, and none of them had read translated works. Thus, the works read
were not really varied. Based on the data, mapping of literary readings for the students is
required, and need to be included in the intra-curricular activities to make it easier to
monitor.
Keywords
: blended learning, experience writing, literary works, Schoology
Lensa: Kajian Kebahasaan, Kesusastraan, dan Budaya
p-ISSN: 2086-6100
Volume 8 Nomor 2
e-ISSN: 2503-328X
Blended Learning: Improvisasi dalam Pembelajaran Menulis Pengalaman
Miftakhul Huda
DOI: https://doi.org/10.26714/lensa.8.2.2018.117-130
118
PENDAHULUAN
Keterampilan menulis merupakan keterampilan berbahasa terakhir
yang diperoleh siswa. Dalam tahap kehidupannya, seorang siswa secara
bertahap mendapatkan keterampilan mendengarkan dan berbicara secara
berurutan. Setelah itu, secara aktif siswa akan memperoleh keterampilan
membaca dan disusul dengan keterampilan menulis. Keterampilan menulis
diperoleh paling akhir menunjukkan kompleksitas pembelajarannya. Menulis
tidak sekadar mengandalkan kemampuan inderawi. Akan tetapi, seluruh
potensi pengetahuan dan pengalaman siswa akan menunjang hasil
tulisannya. Berbeda dengan bahasa lisan, bahasa tulis relatif lebih rumit
karena tidak didampingi oleh konteks tuturan. Konteks tuturan akan
membantu mitra tutur memahami makna pembicaraan. Oleh karena itu,
dalam bahasa tulis untuk menggantikan konteks tuturan dan menjaga agar
makna tulisan tidak salah dipahami, maka diperlukan gramatikal yang benar.
Menulis membutuhkan skemata yang baik. Skemata merupakan
jaringan pengetahuan yang dimiliki siswa. Informasi yang pernah didengar,
dibaca, dan dilihat oleh siswa akan terekam di dalam memori otak (Zhao,
2013). Selain itu, pengalaman yang dialami oleh siswa, baik langsung
maupun tidak langsung akan menambah jaringan pengetahuan. Jaringan-
jaringan tersebut akan aktif dan terpanggil ketika siswa akan menulis tentang
sesuatu yang ada kaitannya dengan informasi yang pernah didengar, dibaca,
dan dilihat sebelumnya (Frear & Bitchener, 2015). Oleh karena itu, skema
pengetahuan sangat penting. Tanpa skemata ini siswa tidak mampu
menghasilkan sebuah tulisan yang baik. Contoh, ketika diminta menulis
karangan bertema “persekusi”, setidaknya siswa harus mengetahui apa itu
persekusi, bagaimana persekusi itu muncul, hukum tentang persekusi, dan
pihak yang menjadi korban persekusi.
Dalam pembelajaran menulis di perguruan tinggi, materi menulis
sebaiknya diambil dari hal-hal yang ada di sekitar pebelajar bahasa (Chen,
2014). Hal ini disebabkan semakin jauh dengan pebelajar bahasa, maka
skemata semakin minimal. Pembelajaran menulis tidak sekadar dinilai dari
tema-tema tulisan yang global dan aktual (Renshaw, 2016). Akan tetapi,
proses menulis itu sendiri yang utama dan harus diperhatikan. Kemampuan
pebelajar mengorganisasikan ide, memilih kata, dan memadukan berbagai
elemen tatabahasa menjadi fokus awal dalam pembelajaran menulis. Setelah
tahap ini selesai, barulah pebelajar diperkaya skematanya untuk
menghasilkan tulisan yang lebih baik (Park & Kim, 2017). Berdasarkan hal
tersebut, pembelajaran menulis pada hakikatnya memiliki dua sisi, yaitu sisi
bentuk dan sisi isi. Sebelum berbicara tentang kualitas isi tulisan,
pembelajaran menulis perlu dikokohkan dari segi bentuknya terlebih dahulu.
Artinya, hal-hal dasar seperti tata bahasa, kepaduan gagasan, pemilihan kata,
dan kejelian dalam menentukan tema perlu dikuasai terlebih dahulu. Aspek
Lensa: Kajian Kebahasaan, Kesusastraan, dan Budaya
p-ISSN: 2086-6100
Volume 8 Nomor 2
e-ISSN: 2503-328X
Blended Learning: Improvisasi dalam Pembelajaran Menulis Pengalaman
Miftakhul Huda
DOI: https://doi.org/10.26714/lensa.8.2.2018.117-130
119
bentuk yang kokoh akan menjadikan tulisan baik. Aspek bentuk yang saling
bersinergi menjadikan gagasan besar yang ada di dalamnya dapat tereduksi
ke dalam diri pembaca.
Sebagai upaya menguatkan hal dasar dalam pembelajaran menulis,
poin yang harus diperhatikan di antaranya adalah pemilihan materi ajar.
Karena tujuannya adalah menguatkan aspek bentuk, maka materi ajar yang
sesuai adalah materi yang sederhana dan tidak memerlukan pemikiran yang
mendalam. Materi yang sederhana sebagai sumber belajar dalam kegiatan
menulis dapat berupa hal-hal yang berasal dari sekitar pebelajar. Materi
menulis yang berasal dari sekitar pebelajar di antaranya adalah pengalaman.
Menulis pengalaman adalah hal yang dekat dengan pebelajar karena
pebelajar mengalaminya. Dengan demikian, pebelajar akan fokus pada teknis
menulis. Pebelajar tidak terjebak mencari informasi tentang isi dan tema
tulisan karena skemata telah terbangun dengan baik dalam diri.
Pembelajaran bahasa hampir selalu disandingkan dengan
pembelajaran sastra. Pembelajaran menulis berbasis pengalaman juga bisa
dilakukan dalam pembelajaran sastra. Pengalaman siswa dalam membaca
novel dapat dikembangkan sebagai materi menulis. Pengalaman yang
didapat siswa ketika membaca novel ataupun isi novel itu dapat dijadikan
bahan dalam pembelajaran menulis. Pengalaman ketika membaca novel
lebih pada hal-hal teknis yang dialami siswa ketika membaca novel, misalnya
jenis novel yang disukai, novel pertama yang dibaca, pengalaman
mendapatkan novel pertama, dan pengalaman kehilangan novel. Selain
pengalaman teknis, isi novel atau cerita novel dapat dijadikan sebagai bahan
ajar dalam pembelajaran menulis.
Menulis pengalaman membaca novel setidaknya ada dua manfaat,
yaitu materi dekat dengan siswa dan melatih apresiasi sastra. Dekat dengan
siswa menjadikan siswa tidak lagi menggali informasi secara utuh sebagai
bentuk membangun skemata. Apresiasi sastra merupakan kegiatan
menyelami dan memberikan penilaian terhadap karya sastra. Dalam apresiasi
sastra, siswa dapat menuliskan resensi novel yang pernah dibaca, kemudian
memberikan tanggapan atas tokoh, penokohan, alur, latar, dan amanat.
Tanggapan tersebut tidak sekadar untuk mahasiswa, tetapi akan menjadi
pengalaman tambahan bagi mahasiswa lain yang belum membaca novel
tersebut.
Pembelajaran menulis membutuhkan proses (Weigle & Parker,
2012). Artinya, pembelajaran menulis tidak bisa dilakukan secara instan.
Siswa tidak serta-merta langsung bisa menghasilkan tulisan yang baik secara
mutu (Chen dkk., 2017). Akan tetapi, siswa harus melewati tahapan-tahapan
dan pengalaman menulis terlebih dahulu. Tahapan tersebut di antaranya
mengenal lambang bunyi, mengenal kata, mengorganisasikan ide, mengutip,
Lensa: Kajian Kebahasaan, Kesusastraan, dan Budaya
p-ISSN: 2086-6100
Volume 8 Nomor 2
e-ISSN: 2503-328X
Blended Learning: Improvisasi dalam Pembelajaran Menulis Pengalaman
Miftakhul Huda
DOI: https://doi.org/10.26714/lensa.8.2.2018.117-130
120
dan mengembangkan gagasan. Tahapan-tahapan tersebut perlu dilakukan
berulang. Masing-masing tahapan dapat dinilai dengan menggunakan
portofolio untuk mengontrol perkembangan siswa (Tahriri, 2014).
Proses pembelajaran menulis tidak sekadar dilakukan di sekolah.
Akan tetapi, harus dilakukan secara intens, meskipun di rumah. Hal ini
disebabkan pembelajaran atau latihan menulis perlu dilakukan secara
berkelanjutan (Souto-manning, 2006). Apabila latihan menulis hanya
mengandalkan kegiatan intrakurikuler di sekolah, maka tentu saja akan
sangat kurang. Siswa di sekolah sekitar 7-8 jam pelajaran setiap hari. Pada
pelajaran Bahasa Indonesia, setiap minggu siswa hanya belajar 4 jam. Hal
tersebut masih terbagi dengan sederet kompetensi dasar lain yang harus
dikuasai oleh siswa. Di perguruan tinggi, jumlah jam belajar untuk
pembelajaran menulis relatif lebih banyak, yaitu sekitar 2-6 SKS pada
semester tertentu. Akan tetapi, hal itupun masih dirasa kurang karena
menulis merupakan skill dan skill memerlukan latihan..
Perkembangan teknologi memungkinkan proses pembelajaran
menulis dapat dilakukan kapan saja dan di mana saja (Noriega, 2016). Guru
dapat memberikan arahan kepada siswa tentang model pembelajaran
menulis yang akan dilakukan pada saat kegiatan intrakurikuler di kelas. Akan
tetapi, proses pembelajaran selanjutnya dapat dilakukan kapan saja. Proses
pembelajaran menulis yang dapat dilakukan kapan saja bukan berupa
penugasan mandiri (Despotović-Zrakić, 2015). Akan tetapi, pembelajaran
menulis tetap terpantau oleh guru. Selain itu, interaksi siswa dalam
pembelajaran tetap ada, hanya saja interaksi terjadi dalam jaringan
menggunakan gawai. Model pembelajaran demikian, yaitu pembelajaran
yang dilakukan tanpa batas ruang dan waktu, memungkinkan berbagai
metode pembelajaran digunakan sekaligus, dan tetap terjadi interaksi
antaraguru dan siswa dengan menggunakan bantuan teknologi, merupakan
blended learning (Plakans & Gebril, 2013). Dengan kata lain, blended learning
menjadi solusi dalam pembelajaran menulis.
Salah satu teknologi mobile pembelajaran adalah Schoology.
Schoology merupakan salah satu aplikasi e-learning. Melalui aplikasi ini, guru/
tutor dapat membuat kelas yang nantinya akan diikuti oleh siswa. Guru
dapat membuat beberapa kelas sekaligus yang masing-masing kelas memilihi
access code. Access code ini akan digunakan oleh siswa untuk masuk ke dalam
kelas yang telah dibuat oleh guru. Melalui aplikasi ini, guru dapat merancang
kelas, membagi informasi kepada siswa, menentukan capaian pembelajaran,
menentukan grade penilaian, membuat folder untuk mengelola materi
pembelajaran, membuat forum diskusi, membuat penugasan, membuat kuis,
melakukan penilaian sekaligus mengunduh hasil analisis perkembangan
siswa.
Lensa: Kajian Kebahasaan, Kesusastraan, dan Budaya
p-ISSN: 2086-6100
Volume 8 Nomor 2
e-ISSN: 2503-328X
Blended Learning: Improvisasi dalam Pembelajaran Menulis Pengalaman
Miftakhul Huda
DOI: https://doi.org/10.26714/lensa.8.2.2018.117-130
121
Schoology memungkinkan interaksi antarsiswa dan guru dalam e-
learning. Siswa dapat melihat argumentasi siswa lain dan memberikan
komentar atas argumen tersebut. Dengan demikian, pembelajaran interaktif
dapat terjadi layaknya di ruang kelas (Griffin, 2002). Tulisan mahasiswa
sebagai proses pembelajaran dapat dilihat oleh mahasiswa lain dan
mahasiswa tersebut dapat menerima masukan selain dari dosen. Dosen
dapat memantau arus informasi yang terjadi antarmahasiswa sehingga dosen
dapat meluruskan apabila terjadi kesalahan argumen pada mahasiswa.
Penelitian ini bertujuan memaparkan efektivitas blended learning
(schoology) sebagai upaya meningkatkan apresiasi fiksi pada mahasiswa.
Efektivitas blended learning meliputi manajemen kelas dan tipe pembelajaran
yang menembus batas ruang dan waktu. Kemampuan apresiasi fiksi dapat
terlihat dari aktivitas mahasiswa memberikan penilaian dan komentar
terhadap karya sastra yang telah dibaca, baik dibaca oleh dirinya sendiri
maupun dibaca oleh rekannya.
METODE
Pendekatan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Data penelitian ini
berupa deskripsi yang dibuat oleh mahasiswa yang ditulis di Schoology
dalam mata kuliah pengkajian fiksi. Deskripsi tersebut merupakan salah satu
tugas mahasiswa untuk memaparkan karya sastra apa saja yang pernah
dibaca beserta pengalaman yang didapatkan selama membaca karya sastra.
Sumber data penelitian ini adalah 40 mahasiswa penempuh mata kuliah
Pengkajian Fiksi di Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahapan. Sebagai langkah awal,
pengampu mata kuliah membuat akun di Schoology dengan nama mata
kuliah “Pengkajian Fiksi”. Setelah akun terverifikasi pengampu mata kuliah
menentukan desain pembelajaran yang akan diterapkan, meliputi penentuan
materi, mengunggah referensi yang dapat diunduh mahasiswa sebagai bahan
bacaan, menentukan jenis penugasan, menentukan jenis penilaian, dan
membuat skala penilaian. Penugasan yang diberikan kepada mahasiswa
untuk melihat partisipasi dalam pembelajaran menulis adalah pemaparan
pengalaman membaca fiksi. Pengampu membuat kriteria penilaian
berdasarkan dua hal. Pertama, jumlah karya sastra yang telah dibaca,
meliputi variasi judul dan sebaran genre. Kedua, kualitas tulisan yang terdiri
dari penggunaan bahasa dan logika pemikiran. Masing-masing kriteria
tersebut memiliki skala penilaian 1 - 4. Setelah penyiapan akun selesai,
berikutnya mahasiswa mengakses dengan menggunakan kode WR6JR-
63K2W. Tahap selanjutnya, mahasiswa yang telah tergabung dalam akun
Schoology Pengkajian Fiksi, dapat mengerjakan tugas kapan saja dan di
mana saja. Tulisan yang dibuat oleh mahasiswa dapat dilihat dan
Lensa: Kajian Kebahasaan, Kesusastraan, dan Budaya
p-ISSN: 2086-6100
Volume 8 Nomor 2
e-ISSN: 2503-328X
Blended Learning: Improvisasi dalam Pembelajaran Menulis Pengalaman
Miftakhul Huda
DOI: https://doi.org/10.26714/lensa.8.2.2018.117-130
122
Dosen
pengampu
Kelas
Kode kelas
Informasi
mata kuliah
dikomentari oleh mahasiswa lain. Tahap akhir, pengampu memberikan
penilaian berdasarkan skala yang telah diketahui bersama. Nilai tersebut
bersifat transparan karena mahasiswa bisa mengetahui proses dan hasil
penilaian itu.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Blended Learning
: Pembelajaran Multiruang dan Waktu
Pembelajaran menulis dengan menggunakan blended learning
berbantuan Schoology secara umum meningkatkan partisipasi mahasiswa.
Hal ini di antaranya disebabkan kemudahan akses. Mahasiswa bisa
mengakses tanpa batasan ruang dan waktu. Meskipun demikian,
pembelajaran menggunakan Schoology tetap terpantau oleh pengampu mata
kuliah. Pembelajaran blended learning berbantuan Schoology tidak sekadar
berbasis personal komputer. Akan tetapi, blended learning berbantuan
Schoology telah tersedia dalam perangkat lunak (aplikasi) yang berbasis
android. Dengan demikian, mahasiswa ketika berinteraksi dalam
pembelajaran tidak terpaku pada waktu dan tempat tertentu. Mahasiswa
dapat mengakses pembelajaran dari tempat yang berbeda-beda dan dapat
pula dilakukan dengan aktivitas lain secara bersamaan.
Gambar 1:
Laman depan Schoology
Berdasarkan tampilan tersebut dapat diketahui bahwa Schoology
menyajikan informasi mata kuliah, kode kelas, kelas, dan dosen pengampu.
Mahasiswa dapat mengetahui topik-topik pembelajaran yang akan
dilaksanakan dalam satu semester. Selain itu, mahasiswa dapat mengunduh
Lensa: Kajian Kebahasaan, Kesusastraan, dan Budaya
p-ISSN: 2086-6100
Volume 8 Nomor 2
e-ISSN: 2503-328X
Blended Learning: Improvisasi dalam Pembelajaran Menulis Pengalaman
Miftakhul Huda
DOI: https://doi.org/10.26714/lensa.8.2.2018.117-130
123
materi dalam setiap topik. Kemudahan akses dan kejelasan tampilan menjadi
salah satu penyebab mahasiswa tertarik dengan program ini. Mahasiswa
cenderung memilih hal yang sederhana, tetapi padat informasi. Aplikasi ini
juga tersedia dalam versi telepon genggam. Dengan demikian, mahasiswa
dapat menulis dan berpartisipasi atas tulisan mahasiswa yang lain kapan pun,
misalkan di bus, di rumah, atau bahkan ketika sedang berbelanja.
Kondisi ini menunjukkan bahwa pembelajaran menulis dengan
menggunakan blended learning menghilangkan batasan ruang dan waktu
(Noriega, 2016). Mahasiswa tidak harus di kumpulkan dalam suatu ruang
untuk melakukan proses pembelajaran. Melalui blended learning, mahasiswa
dapat saling memberikan komentar terhadap tulisan meskipun terpisah
jarak. Pendidikan di masa depan akan memperkecil batas ruang dan waktu.
Hal ini disebabkan pendidikan semakin bersifat global. Partisipan dalam
pembelajaran tidak hanya berasal dari lokal atau daerah dilaksanakannya
pembelajaran tersebut, tetapi partisipan dapat berasal dari seluruh penjuru
dunia. Dengan demikian, blended learning membuka peluang dan merupakan
tahapan awal bagi kemajuan pendidikan di masa depan.
Blended Learning
: Efektivitas Manajemen Kelas
Pembelajaran dengan menggunakan blended learning akan membuat
dosen lebih mudah melakukan manajemen kelas. Semua aktivitas
pembelajaran akan terdokumentasikan, misalkan tugas yang dikirimkan oleh
mahasiswa, tinjauan (review) dari dosen, dan keaktifan atau partisipasi dalam
pembelajaran di kelas. Aktivitas pembelajaran yang berbasis online relatif
lebih tertata apabila dibandingkan dengan aktivitas pembelajaran yang
pendokumentasiannya berbasis manual. Tugas yang dikirimkan oleh
mahasiswa dan tinjauan dari dosen dapat dikategorikan dan dikelompokkan
berdasarkan pertimbangan tertentu. Hal ini akan memudahkan dosen
melihat dan mengomentari tugas mahasiswa.
Pengiriman tugas melalui jaringan internet akan terekam secara
detail waktunya, misalkan tanggal, bulan, tahun, jam, menit, dan detik tugas
tersebut dikirimkan. Kondisi demikian akan membuat pembelajaran tertib
karena dosen dan mahasiswa mematuhi peraturan atau kontrak belajar yang
telah disepakati di awal perkuliahan terkait waktu pengumpulan tugas dan
batas waktu dosen memberikan tinjauan. Batas waktu pengiriman tugas
akan membuat mahasiswa tertib karena apabila melampaui waktu yang telah
ditentukan, sistem schoology akan membacanya. Demikian pula aktivitas
dosen dalam mengulas tugas mahasiswa. Dosen akan lebih tertib karena
tinjauan sifatnya terbuka sehingga mahasiswa bisa memantau apakah tugas
yang dikerjakan diulas atau tidak.
Lensa: Kajian Kebahasaan, Kesusastraan, dan Budaya
p-ISSN: 2086-6100
Volume 8 Nomor 2
e-ISSN: 2503-328X
Blended Learning: Improvisasi dalam Pembelajaran Menulis Pengalaman
Miftakhul Huda
DOI: https://doi.org/10.26714/lensa.8.2.2018.117-130
124
Gambar 2:
Peserta Mata Kuliah
Pada laman tersebut dosen pengampu mata kuliah dapat memantau
siapa saja yang mengikuti perkuliahan ini. Pengampu memiliki fasilitas untuk
mengeluarkan mahasiswa dari daftar peserta apabila dipandang belum
memiliki persyaratan tertentu. Dengan demikian, pengampu mata kuliah
tetap memiliki kontrol kelas. Dosen bisa mengatur jumlah mahasiswa setiap
kelas sehingga aktivitas apresiasi menulis lebih optimal. Optimal dalam
artian tinjauan atau review yang diberikan oleh dosen dan rekan mahasiswa
lebih tajam dan mendalam karena jumlah mahasiswa dalam kelas tersebut
ideal.
Pengaturan jumlah mahasiswa dalam setiap kelas sehingga mencapai
angka yang ideal adalah salah satu kelebihan blended learning. Dalam kelas
konvensional kondisi ini sulit untuk dilakukan karena akan berbenturan
dengan ketersediaan ruang dan jam pembelajaran. Dalam blended learning
tidak memerlukan ruang elas yang bersifat fisik sehingga kelas pembelajaran
dapat di-setting ideal. Demikian halnya dalam jam pembelajaran, blender
learning memungkinkan pembelajaran antarkelas berjalan dalam waktu yang
bersamaan. Dalam jam yang bersamaan tersebut, dosen dapat hadir pada
semua kelas sekaligus, dan hal ini pula yang tidak bisa dilakukan di kelas
konvensional.
Pada fitur member menunjukkan partisipasi mahasiswa bergabung di
kelas Pengkajian Fiksi. Pada fitur ini mahasiswa bisa diarahkan ketika
membuat akun untuk menuliskan NIM pada kolom first name dan NAMA
pada kolom last name. Hal ini bertujuan untuk mengurutkan mahasiswa
Nama dan NIM mahasiswa penempuh
Lensa: Kajian Kebahasaan, Kesusastraan, dan Budaya
p-ISSN: 2086-6100
Volume 8 Nomor 2
e-ISSN: 2503-328X
Blended Learning: Improvisasi dalam Pembelajaran Menulis Pengalaman
Miftakhul Huda
DOI: https://doi.org/10.26714/lensa.8.2.2018.117-130
125
sesuai dengan NIM. Apabila hal demikian dilakukan, maka nantinya nilai
hasil proses pembelajaran yang diunduh dengan menggunakan program
Microsoft Excel akan urut sesuai dengan daftar nama kelas reguler. Hal ini
bermanfaat untuk meminimalisasi kesalahan ketika melakukan transfer nilai
apabila sistem yang digunakan masih semi manual.
Efektivitas manajemen penyelenggaraan kelas sangat penting dalam
pembelajaran. Dengan kelas yang efektif, proses belajar dapat maksimal.
Selain itu, proses evaluasi dapat berjalan dengan baik. Keberhasilan
pembelajaran sangat dipengaruhi oleh efektivitas manajemen kelas. Melalui
blended learning, manajemen kelas dapat berjalan dengan baik. Dosen dapat
mengidentifikasi keaktifan siswa.
Penyelenggaraan kelas Pengkajian Fiksi tidak sepenuhnya online.
Ujian tengah semester dan ujian akhir semester misalnya, diselenggarakan
secara tatap muka. Dengan demikian, tidak semua kriteria nilai dilakukan
secara online. Oleh karena itu, diperlukan penggabungan nilai pembelajaran
tatap muka dan pembelajaran mobile. Penggabungan nilai ini bisa
menyebabkan missing. Dengan memandu mahasiswa dalam menuliskan
nama dan mengurutkannya akan meminimalisasi kesalahan saat
penggabungan nilai.
Gambar 3:
Tampilan Rekapitulasi Nilai
Tampilan tersebut dapat diunduh dalam format Microsoft Excel.
Rekapitulasi nilai yang telah diunduh dapat digabungkan dengan nilai
pembelajaran yang dilakukan secara tatap muka. Dengan demikian, model
pembelajaran ini cukup lengkap karena meng-cover penilaian. Selain itu,
Aspek yang dinilai
Rekapitulasi nilai
Lensa: Kajian Kebahasaan, Kesusastraan, dan Budaya
p-ISSN: 2086-6100
Volume 8 Nomor 2
e-ISSN: 2503-328X
Blended Learning: Improvisasi dalam Pembelajaran Menulis Pengalaman
Miftakhul Huda
DOI: https://doi.org/10.26714/lensa.8.2.2018.117-130
126
dosen bisa memilih nilai dapat diakses oleh semua mahasiswa, mahasiswa
yang bersangkutan, atau hanya bisa diakses oleh dosen. Penilaian dapat
dilakukan secara transparan. Penilaian tidak lagi menjadi sesuatu yang
rahasia. Komponen yang dinilai, persentase, dan skor dapat diketahui oleh
mahasiswa. Keterbukaan ini akan mengubah paradigma yang menganggap
nilai adalah hasil akhir pembelajaran. Penilaian yang terbuka akan
menjadikan mahasiswa melihat kelemahannya sehingga bisa meningkatkan
kualitas pembelajaran pada sisi-sisi tertentu.
Partisipasi mahasiswa dalam perkuliahan dapat dilihat dari aktivitas
peserta. Mahasiswa secara aktif menuliskan pengalamannya ketika membaca
karya sastra. Tidak hanya itu, mahasiswa juga responsif memberikan
komentar atas pengalaman mahasiswa lain. Dengan demikian, interaksi kelas
dengan menggunakan mobile learning tetap ada. Tinjauan atas tugas tidak
hanya diberikan oleh dosen. Akan tetapi, rekan mahasiswa juga diberikan
porsi untuk memberikan tinjauan. Saling memberikan tinjauan akan melatih
mahasiswa profesional dan berlomba dalam kebaikan. Selain itu, paradigma
bahwa dosen sebagai sumber tinjauan utama akan bergeser. Tidak menutup
kemungkinan tinjauan yang bagus justru datang dari rekan mahasiswa.
Kunci pembelajaran sastra adalah apresiasi. Melalui blended learning,
mahasiswa bisa mengeksplorasi apresiasi terhadap karya sastra secara
mendalam. Selain itu, hasil apresiasi dapat dibaca dan dikomentari oleh
mahasiswa lain. Masukkan terhadap apresiasi yang dilakukan oleh
mahasiswa dapat berasal dari dosen dan teman sejawat. Mahasiswa dapat
saling mengeksplorasi pendapat dan pandangan. Teori sastra, sejarah sastra,
kritik sastra yang telah dipelajari di semester sebelumnya dapat digunakan
oleh mahasiswa dalam mengeksplorasi pendapat terhadap hasil pembacaan
karya sastra oleh mahasiswa lain. Pembelajaran yang berkelanjutan akan
menjadikan ilmu lebih holistik. Tinjauan dan komentar akan lebih tajam dan
berbobot apabila unsur teori sastra, kritik sastra, dan sejarah sastra menjadi
dasar dalam mengulas.
Melatih Apresiasi melalui Menulis Pengalaman Membaca Karya
Sastra
Apresiasi sebagai kegiatan membaca, mengenal, dan
menginterpretasikan karya sastra tidak muncul begitu saja. Kedalaman dan
keluasan apresiasi perlu dilatih. Oleh karena itu, melalui blended learning,
mahasiswa akan berlatih membaca dan menulis hasil apresiasi karya sastra.
Pada tahap selanjutnya, apresiasi menjadikan karya sastra tidak sekadar
media hiburan, tetapi lebih luas keberfungsiannya sebagai sumber
pembelajaran. Sastra sebagai sumber pembelajaran mengandung
Lensa: Kajian Kebahasaan, Kesusastraan, dan Budaya
p-ISSN: 2086-6100
Volume 8 Nomor 2
e-ISSN: 2503-328X
Blended Learning: Improvisasi dalam Pembelajaran Menulis Pengalaman
Miftakhul Huda
DOI: https://doi.org/10.26714/lensa.8.2.2018.117-130
127
pemahaman bahwa sastra memberikan berbagai informasi yang bermanfaat
bagi kehidupan pebelajar.
Blended learning membuka peluang terhadap pola apresiasi yang
diterapkan oleh mahasiswa. Mahasiswa dapat memulai dari sisi bentuk.
Komentar atau tinjauan yang terkait bentuk di antaranya pemilihan diksi,
keefektifan kalimat, dan kepaduan kalimat. Setelah itu, mahasiswa masuk ke
sisi isi, yaitu melihat konten komentar. Tinjauan dilakukan berdasarkan teori
tertentu. Meskipun demikian, pola tinjauan yang dilakukan oleh seorang
mahasiswa dengan mahasiswa lain dapat berbeda. Pola tinjauan yang
berbeda-beda bukan sebuah kekurangan, melainkan sebuah kekuatan.
Pola tinjauan yang berbeda menjadi kekuatan karena memberikan
referensi yang bervariasi kepada mahasiswa. Mahasiswa akan memiliki
gambaran struktur tinjauan yang beragam. Pengetahuan yang beragam akan
menjadikan mahasiswa tidak mudah menyalahkan bentuk lain yang berbeda
dengannya. Pola tinjauan selain dimulai dari bentuk, dapat pula
dikembangkan dari isi. Pola pengembangan lain, tinjauan bisa dimulai dari
teori sastra tertentu yang akan digunakan sebagai pijakan. Bahkan, tinjauan
bisa dimulai dari simpulan terlebih dahulu, dengan kata lain menggunakan
pola pembalikan.
Gambar 4:
Pengalaman Mahasiswa dalam Membaca Karya
Panjang tulisan tidak dibatasi. Artinya, mahasiswa dapat
bereksplorasi dalam menulis pengalamannya ketika membaca karya sastra.
Setiap tulisan dapat dikomentari oleh dosen dan mahasiswa lain.
Partisipasi mahasiswa
dalam
menulis pengalaman
membaca novel
Kolom komentar
dosen atas tulisan
mahasiswa
Nilai yang diberikan
atas tulisan mahasiswa
Jumlah
komentar
mahasiswa
lain
Lensa: Kajian Kebahasaan, Kesusastraan, dan Budaya
p-ISSN: 2086-6100
Volume 8 Nomor 2
e-ISSN: 2503-328X
Blended Learning: Improvisasi dalam Pembelajaran Menulis Pengalaman
Miftakhul Huda
DOI: https://doi.org/10.26714/lensa.8.2.2018.117-130
128
Berdasarkan uraian yang telah disampaikan oleh mahasiswa, sekitar 75%
mahasiswa pernah membaca novel sejumlah 3-4 judul. Kriteria dibaca
adalah novel tersebut harus dibaca tuntas. Artinya, apabila mahasiswa
pernah membaca resensi atau kutipan novel dalam buku pelajaran, hal
tersebut tidak dihitung.
Jumlah tersebut termasuk jumlah minimal bagi mahasiswa Program
Studi Pendidikan Bahasa Indonesia. Mahasiswa akan lebih baik jika telah
akrab dengan berbagai karya sastra, terlebih mahasiswa yang mengikuti mata
kuliah pengkajian fiksi. Pengkajian fiksi setidaknya memiliki dua fondasi,
yaitu teori sastra sebagai alat untuk mengkaji dan karya sastra untuk dikaji.
Oleh karena itu, apabila mahasiswa kurang membaca karya sastra, maka
akan kesulitan menemukan objek kajian.
Genre karya sastra yang dibaca oleh mahasiswa rata-rata adalah
roman percintaan. Sangat sedikit yang membaca karya sastra bergenre
misteri, dan tidak ada yang membaca yang membaca karya sastra
terjemahan. Dengan demikian, variasi karya sastra yang dibaca oleh
mahasiswa kurang heterogen. Berdasarkan data tersebut, diperlukan
pemetaan bacaan sastra bagi mahasiswa dan dimasukkan ke dalam kegiatan
intrakurikuler sehingga lebih terpantau. Bacaan sastra bagi mahasiswa perlu
dipetakan. Artinya ada gradasi bacaan setiap semester. Gradasi ini berfungsi
untuk mempolakan bacaan dari yang sederhana menuju kompleks, bacaan
yang bersifat konkret menuju abstrak, bacaan yang mudah menuju bacaan
yang lebih sulit. Selain fungsi tersebut, pelevelan bacaan sastra akan
membuat mahasiswa tidak terkonsentrasi pada jenis tertentu. Semakin
beragam jenis bacaan sastra mahasiswa, maka akan semakin tajam dalam
memberikan komentar terhadap sebuah karya. Komentar yang baik akan
mengaitkan satu karya dengan karya yang lain.
Gambar 5:
Kriteria penilaian
Batas akhir mahasiswa mengunggah tulisan
Kriteria
dan grade
penilaian
Lensa: Kajian Kebahasaan, Kesusastraan, dan Budaya
p-ISSN: 2086-6100
Volume 8 Nomor 2
e-ISSN: 2503-328X
Blended Learning: Improvisasi dalam Pembelajaran Menulis Pengalaman
Miftakhul Huda
DOI: https://doi.org/10.26714/lensa.8.2.2018.117-130
129
Mahasiswa dapat memantau waktu terakhir untuk mengunggah
tulisannya. Dengan demikian, mahasiswa dapat mengunggah kapan saja,
tetapi tidak boleh melampaui batas waktu yang ditentukan oleh pengampu
mata kuliah. Selain itu, mahasiswa dapat melihat kriteria dan grade penilaian,
sehingga proses penilaian terlaksana secara transparan.
Blended learning membuat mahasiswa memiliki kesempatan berlatih
menulis lebih banyak karena mahasiswa bisa menulis tanpa dibatasi oleh
ruang kelas (Martin-beltrán dkk., 2017). Selain itu, interaksi antarmahasiswa
dan dosen dapat maksimal, serta transparansi penilaian terpenuhi.
Penggunaan blended learning dalam pembelajaran menulis menjadikan proses
pembelajaran lebih optimal (Aloesnita dkk., 2012). Selain itu, blended learning
menjadikan tulisan mahasiswa memiliki peluang untuk dibaca dan diulas
oleh orang lain. Komentar rekan dan dosen sangat penting untuk
mendewasakan tulisan mahasiswa. Melalui komentar dan tinjauan tersebut,
mahasiswa dapat mengetahui kekurangan tulisannya sehingga memunculkan
peluang agar tulisan yang dihasilkan menjadi tulisan yang bermutu.
KESIMPULAN
Menulis pengalaman membaca novel setidaknya ada dua manfaat,
yaitu materi dekat dengan mahasiswa dan melatih apresiasi sastra. Dekat
dengan mahasiswa menjadikan mahasiswa tidak lagi menggali informasi
secara utuh sebagai bentuk membangun skemata. Apresiasi sastra
merupakan kegiatan menyelami dan memberikan penilaian terhadap karya
sastra. Pembelajaran menulis pengalaman membaca karya sastra dapat
dilaksanakan dengan menggunakan blended learning. Blended learning membuat
mahasiswa memiliki kesempatan berlatih menulis lebih banyak karena
mahasiswa bisa menulis tanpa dibatasi oleh ruang kelas. Selain itu, interaksi
antarmahasiswa dan dosen dapat maksimal, serta transparansi penilaian
terpenuhi.
DAFTAR PUSTAKA
Aloesnita, N. dkk., 2012. Writing to Learn via Text Chat : Task
Implementation and Focus on Form. Journal of Second Language
Writing, 21(1), hal. 23–39.
Chen, B.Q.N., 2014. The Effects of Reading and Writing Habits on
Learning Performance in a Blog Learning Environment. Asian-Pacific
Educations Reasearch, (70), hal. 1–10.
Chen, P., Kenneth, A. & Wang, H., 2017. Growing the Critical Thinking of
School Children in Taiwan Using the Analects of Confucius.
International Journal of Educational Research, (1221), hal. 1–12.
Lensa: Kajian Kebahasaan, Kesusastraan, dan Budaya
p-ISSN: 2086-6100
Volume 8 Nomor 2
e-ISSN: 2503-328X
Blended Learning: Improvisasi dalam Pembelajaran Menulis Pengalaman
Miftakhul Huda
DOI: https://doi.org/10.26714/lensa.8.2.2018.117-130
130
Despotović-Zrakić, M.M.A.L.V.S.Z.B.M., 2015. Designing a Mobile
Language Learning System Based on Lightweight Learning Objects.
Multimed Tools Appl, 74, hal. 903–935.
Frear, M.W. & Bitchener, J., 2015. The Effects of Cognitive Task
Complexity on Writing Complexity. Journal of Second Language Writing,
30, hal. 45–57.
Griffin, C.L., 2002. Creative Writing as Resistance and Discovery in an
Analysis. Journal of Applied Psychoanalytic Studies, 4(4), hal. 413–443.
Martin-beltrán, M. et al., 2017. Using Digital Texts vs . Paper Texts to Read
Together : Insights into Engagement and Mediation of Literacy
Practices among Linguistically Diverse Students. International Journal
of Educational Research, 82, hal. 135–146.
Noriega, H.S.R., 2016. Mobile Learning to Improve Writing in ESL
Teaching. TEFLIN, 27(2), hal. 182–202.
Park, H. & Kim, D., 2017. English Language Learners ’ Strategies for
Reading Online Texts : In Fluential Factors and Patterns of Use at
Home and in School. International Journal of Educational Research, 82,
hal. 63–74.
Plakans, L. & Gebril, A., 2013. Using Multiple Texts in an Integrated
Writing Assessment : Source Text Use as a Predictor of Score.
Journal of Second Language Writing, 22(3), hal. 217–230.
Renshaw, P., 2016. (Re) Searching Learning Across Contexts : Conceptual,
Methodological and Empirical Explorations. International Journal of
Educational Research, (1183), hal. 8–10.
Souto-manning, M., 2006. Families Learn Together : Reconceptualizing
Linguistic Diversity as a Resource. Early Childhood Education Journa,
33(6), hal. 443–446.
Tahriri, A.M.K.S.A.A., 2014. The Effect of Portfolio Assessment on
Learning Idioms in Writing. International Journal of Education and
Literacy Studies, 2(2), hal. 53–57.
Weigle, S.C. & Parker, K., 2012. Source Text Borrowing in an Integrated
Reading / Writing Assessment. Journal of Second Language Writing,
21(2), hal. 118–133.
Zhao, J., 2013. Application of Metacognitive Strategy Training into
Listening Class. Research Journal of Applied Sciences, Engineering and
Technology, 5(11), hal. 3239–3242.