Available via license: CC BY
Content may be subject to copyright.
1
QOF, Volume 2 Nomor 1 Januari 2018
MENAKAR SEJARAH TAFSIR MAQĀṢIDĪ
Zaenal Hamam dan A. Halil Thahir
STAIN Kediri
hamamzaenal@gmail.com, halilthahir16@yahoo.co.id
Abstract
This article elaborate the historical root of tafsir maqasidi through these steps:1) describing the four
periods of the history of tafsir; 2) deducing points, from each period, which could provide an idea on
the history of tafsir maqashidi, either theoretically or practically; 3) and providing examples of tafsir
maqashidi. This article is done by documentation, by searching, reading, and reviewing qualitative
data to be collected and analyzed by deductive method. The results of the article show: 1) historical
by a single divorce at the time of the Prophet, during the time of Umar ra. punishable by three
protection and preservation, altered by some contemporary Muslims such as Jasser Auda into a new
concept of development and rights. The idea of contemporaryization of this terminology was then
Keywords:
PENDAHULUAN
Tafsir Maqoshidi adalah tafsir al-Qur’an yang
menggunakan sebagai
pendekatan.1
1
al-
sedangkan secara istilah adalah penjelasan al-
(Kaero: Maktabatu
sejarah yang tidak terlepas dari sejarah tafsir
,
sejarah tafsir al-Qur’an dikelompokkan
dalam tiga periode yaitu periode Nabi Saw.
diberlakukannya syari’at. Setelah dibubuhi
menisbatkan kata sebelumnya (tafsir) dengan
maksud dan tujuan diberlakukannya syari’at.
yang menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an dengan
mempertimbangkam .
2QOF, Volume 2 Nomor 1 Januari 2018
dan sahabat ra. ( ), periode
tabiin ( ), dan periode
tadwin () yang dimulai pada
akhir masa dinasti Umaiyah.2 Periodesasi
kemudian ditambah satu periode lagi oleh
sebagaimana
yang disebutnya sebagai periode . 3
Dengan demikian, sejarah tafsir secara
umum dapat diperiodesasikan ke dalam
empat periode, yaitu periode Nabi Saw.
dan sahabat ra. atau juga disebut dengan
, periode tabi’in atau juga
disebut dengan , periode
tadwin atau juga disebut dengan
, dan periode modern atau juga disebut
dengan .
Pemikiran yang
sudah ada pada periode pertama dan
terus berkembang pada periode-periode
berikutnya. Namun demikian, Sepanjang
yang penulis ketahui, belum ada penelitian
yang menunjukkan data tengtang pemikiran
pada periode pertama.
2
berkata, “wa hiya tabda’u min
(periode tadwin bermula pada masa dinasti
Abbashiyah sampai pada masa sekarang), tetapi
dalam pembahasannya, ia menjelaskan lebih detil
dan berkata, “
pembukuan, yaitu pada akhir masa bani Umaiyah
, I,
hlm. 104.
3
Penelitian yang membahas
yang menjadi pisau analisis tafsir
Maqasidi: Metode Alternatif dalam Penafsiran al-
4 dan “Tafsir
yang ditulis oleh M. Subhan dkk,5 tetapi masih
membahas pemikiran pada
periode ketiga ( ) dan belum
membahas pemikiran pada
periode pertama ().
Penelitian ini berbeda dengan penelitian
yang sudah ada. Penelitian ini menelusuri lebih
lanjut akar sejarah dari tafsir dan
menunjukkan data yang
telah diaplikasikan pada periode pertama
() dan pada periode-periode
selanjutnya. Diharapkan penelitian ini dapat
menambah dan melengkapi penelitian
terdahulu.
Pembahasan penelitian ini disajikan
dengan urutan sebagai berikut: 1) menguraikan
empat periode tafsir secara umum, 2) menarik
dari tiap periode umum tersebut, poin-poin
yang dapat digunakan untuk mengungkap akar
sejarah tafsir , baik itu berupa teori
ataupun sikap dan tindakan langsung dalam
kehidupan muslimin, dan 3) mencontohkan
aplikasi penafsiran
Penelitian jenis kajian kepustakaan
ini dilakukan dengan cara dokumentasi,
yaitu dengan mencari dan membaca serta
menelaah data kualitatif yang sesuai dengan
tema dari karya pustaka untuk selanjutnya
dikumpulkan dan dianalisa dengan metode
deduktif.
AKAR SEJARAH TAFSIR SECARA UMUM
1. Periode Nabi Saw. dan sahabat ra.
Penafsiran al-Quran telah dilakukan sejak
al-Qur’an itu diturunkan. Otoritas Nabi Saw.
4
Qur’an dan al-Hadis, Vol 4 No. 01, Juni 2016. E-SSN
2442-9872 P-ISSN 2303-0453.
5 Diterbitkan oleh Lirboyo Press. ISBN 978-602-
1207-00-0.
Zaenal Hamam dan A. Halil Thahir
3
QOF, Volume 2 Nomor 1 Januari 2018
sebagai mufassir telah dijelaskan dalam al-
Qur’an:
dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur’an, agar
kamu menerangkan pada umat manusia apa
yang telah diturunkan kepada mereka dan
supaya mereka memikirkan, 6
Pada masa Nabi Saw., semua ayat al-
Quran yang belum jelas artinya dapat
ditanyakan langsung kepada Nabi. Sehingga
pada masa itu, tidak ada masalah dengan
pemahaman al-Quran, meskipun secara lahir
ayat al-Quran terlihat bertentangan satu
dengan yang lain, seperti ayat nasikh dengan
ayat yang mansukh.
Setelah Nabi Saw. wafat, mulai terjadi
perselisihan dalam memahami sebagian
kecil ayat al-Quran, baik dari sisi teks seperti
masalah makanan yang haram dimakan,7
maupun dari sisi konteks seperti masalah
talak tiga sekaligus. Dalam masalah talak
tiga sekaligus ini, sebagaimana diriwayatkan
menghukumi jatuh satu talak, namun pada
ini menghukumi jatuh tiga talak, karena
pertimbangan konteks.8
Pada masa sahabat ra. banyak majlis ilmu
dan tiga di antaranya berkembang menjadi
madrasah yang terkenal, yaitu madrasah di
6
7 Sebagian sahabat yang di antaranya sayyidah
disebutkan dalam al-Qur’an, karena al-Quran
menyebutnya dengan adat , sedangkan
sebagian yang lain memasukkan juga yang
disebutkan dalam hadis, sebagai terhadap
ayat al-Qur’an.
8 Muslim,
2. Periode tabi’in
Sepeninggal sahabat ra., periwayatan atau
transmisi ilmu dilanjutkan dan dikembangkan
oleh tabi’in. Ayat al-Quran yang ditafsirkan
pada periode pertama terbatas pada sebagian
ayat saja. Seiring dengan perluasan wilayah
Islam dan banyaknya permasalahan yang
dihadapi, jumlah ayat yang ditafsirkan terus
bertambah, sehingga ijtihad dan peran akal
(tafsir bi al-ra’yi) menjadi pilihan dalam
menafsirkan ayat, jika tidak ada riwayat
dari periode sebelumnya terkait dengan
permasalahan yang dialami, khususnya di
Kufah/Iraq.
Di antara tabiin yang terkenal dalam
bidang tafsir yang belajar di tiga kota pelajar
Islam pada waktu itu adalah sebagai berikut:
a.
9
b.
10
c.
11
Madrasah yang disebut terakhir
ini (Kufah) terkenal dengan ahl al-ra’yi.
peletak dasar metode ra’yu dalam beristidlal,
kemudian diikuti oleh ahli Kufah.12
3. Periode tadwin (pembukuan)
Periode tadwin bermula pada masa akhir
dinasti bani Umaiyah dan masa awal dinasti
pengajaran disampaikan secara oral (talaqqi)
saja, sedangkan pada periode tadwin sudah
9 , III, hlm. 3.
10 , III, hlm. 7.
11 , III, hlm. 8.
12 III, hlm. 8.
4QOF, Volume 2 Nomor 1 Januari 2018
mulai ada media tambahan berupa tulisan.
Jadi, transmisi ilmu dilakukan dengan cara
oral dan literal.
Hingga awal masa tadwin ini, tafsir masih
merupakan bagian atau bab dari beberapa
bab yang termuat dalam kitab hadis. Namun,
tidak lama kemudian tafsir mulai menjadi
kajian yang mandiri (mustaqillah). Di antara
literatur yang menulis kitab tafsir dalam
13
Pada masa tadwin ini, kitab tafsir ditulis
lengkap dengan sanad (tafsir ).
Namun, setelah kemunculan kitab
dengan tanpa menulis sanad, melainkan
kontennya saja (tafsir ), banyak
bermunculan kitab-kitab tafsir yang ditulis
tanpa mencantumkan sanad, bahkan tanpa
menyebut sumber ()nya.14
Pada masa tadwin, banyak pemikiran
tentang bagaimana memahami teks,
berupa kaidah-kaidah untuk mendapatkan
pemahaman teks secara holistik. Selain
itu, pemikiran tentang konteks juga
sudah diteorikan. menjadi salah satu
pertimbangan. Suatu kata yang tidak
maknanya dalam bahasa dan jika dalam bahasa
juga tidak ditemukan maka dikembalikan
maknanya pada
masalah tulisan Al-Qur’an15
13
, IV, hlm. 1.
14
, vol. 1, hal. 208.
15 Maksudnya Al-Qur’an yang di tulis pada media
seperti papan atau monitor (HP, komputer, atau
yang lain) apakah termasuk mushaf apa tidak,
masyarakat), sehingga meskipun penulis tidak
‘urf juga
harus dipertimbangkan, meskipun sudah ada
16
Pada masa ini, maslahah diklasifikasi
menjadi tiga tipologi, yaitu
, , dan
mursalah. Maslahah menjadi poros ()
kajian yang menentukan. Sebagian ulama
mengatakan bahwa maslahah bersifat ,
sedangkan sebagian lagi mengatakan bahwa
bersifat (hak menentukan
baik atau buruk adalah milik Allah). Tokoh
4. Periode modern
Setelah lama mengalami kejumudan, ilmu
tafsir pada masa modern mulai tampak
berkembang secara kritis. Dikatakan bahwa
di antara faktor kejumudan ilmu tafsir pada
masa pra-modern adalah ancaman neraka
bagi orang yang menafsirkan Al-Qur’an
dengan akalnya, sebagaimana diriwayatkan
Sementara itu, kaum modernis berpendapat
bahwa hadis tentang penggunaan ra’yu dalam
menafsirkan al-Qur’an yang dicela Nabi Saw.
dengan ancaman neraka tersebut harus difahami
dengan hadis yang membatasinya dengan “tanpa
berniat (dengan tulisan itu) menulis Alqur’an,
tetap saja media bertuliskan Al-Qur’an itu adalah
2011), I, hlm. 57.
16
150 H.) yang mengatakan bahwa jika sesuatu
, II, hlm. 32.
17 (Baerut:
Zaenal Hamam dan A. Halil Thahir
5
QOF, Volume 2 Nomor 1 Januari 2018
).18 Artinya, ancaman Nabi Saw. itu
dialamatkan kepada orang yang menafsirkan al-
Qur’an dengan ra’yu tanpa didasari dengan ilmu
yang dapat dipertanggungjawabkan. Sebaliknya,
jika seseorang menggunakan ra’yu dengan dasar
keilmuan yang dapat dipertanggungjawabkan
maka tidak dicela, melainkan justru dipuji,
sebagaimana pujian Nabi Saw. kepada sahabat
18 Matan hadis Nabi saw. tersebut adalah sebagai
berikut:
Sunanu
III, hlm. 496.
memutuskan masalah yang berkembang di
19
Dengan demikian, penafsiran al-Qur’an
kaum modernis lebih kritis dan mulai
mempertanyakan produk tafsir klasik
terkait kisah dan riwayat-riwayat
yang lemah. Selain itu, model tafsir semakin
beragam. Ada tafsir , tafsir
, dan lain sebagainya. Sedangkan tafsir
mulai nampak lebih jelas pada
19
Tabel 1. Periode tafsir, perkembangan bentuk transmisinya, dan
poin-poin yang menjadi akar pemikiran tafsir maqāṣidī
No Periode Perkembangan Bentuk Transmisi Akar Tafsir Maqāṣidī
1
Masa Nabi
Saw. dan Masa
sahabat ra.
Cara mendapatkan penafsiran ayat Al-Qur’an pada
masa Nabi Saw. dilakukan dengan bertanya langsung
kepada Nabi Saw.,
sedangkan pada masa sahabat ra. dilakukan dengan
menghubungkannya dengan ayat lain dan/atau Hadis.
Sebagian sahabat juga mempertimbangkan konteks.
Pada masa sahabat, Umar
lakukan talak tiga dalam
satu majlis sebagai tiga
talak, talak tiga ini pada
masa Nabi Saw. dihukumi
jatuh satu talak
2Ta’ṣīl
Masa Tabiin
menjadi salah satu pilar penting dalam
memahami al-Qur’an, khususnya di Kufah
Pada masa tabiin,
penggunaan ra’yu dalam
penafsiran al-Qur’an
menjadi satu kebutuhan.
3Tafṛī’
bermula pada
masa akhir
dinasti bani
Umaiyah dan
masa awal
dinasti bani
Pada periode atau juga disebut dengan periode
tadwin, tafsir al-Qur’an mulai dibukukan. Namun
demikian, tafsir al-Qur’an tidak berupa kitab yang
mandiri, melainkan berada dalam salah satu bab dalam
kitab hadis.
Pada masa tadwin,
menjadi alternatif untuk
menentukan ,
menjadikan teks tunduk
pada .
merumuskan
al-khams, disempurnakan
Kitab tafsir mulai ditulis dalam kitab yang mandiri
dalam bentuk redaksi yang sama dengan hadis yang
masih menyebutkan sanad hingga sumber aslinya
Sebagian kitab tafsir tidak menyebutkan sanad, bahkan
juga tidak menyebutkan sumber rujukan, melainkan
hanya menyebut matannya saja atau bahkan konten
riwayatnya saja.
4Tajdīd
Masa modern
Banyak ragam kitab tafsir, diantaranya: tafsir ,
tafsir , dan lain sebagainya
tafsir mulai
nampak lebih jelas pada
dan berkembang melalui
pemikiran Jasser Auda.
6QOF, Volume 2 Nomor 1 Januari 2018
Dari uraian bab ini, penulis berusaha
untuk menyusun sebuah skema terkait
periode tafsir, perkembangan bentuk
transmisinya, dan poin-poin yang menjadi
akar pemikiran tafsir , pada tabel 1.
SEJARAH TAFSIR MAQĀṢIDI
Selanjutnya, sejarah tafsir dapat di
uraikan dalam tiga fase besar yang merupakan
poin-poin pokok yang diambil dari sejarah
tafsir secara umum, yaitu: masa , masa
tadwin, dan masa tajdid.
1. Masa Ta’sīs
Al-Qur’an diturunkan secara bertahap dalam
kurun waktu dua puluh tiga tahun, sesuai
dengan tahapan perkembangan .
Minum khamr tidak diharamkan seketika,
melainkan bertahap diturunkan dalam
beberapa ayat. Jadi, ayat al-Qur’an harus
dipahami sebagai kontinuitas ayat-ayat yang
turun sebelumnya dan dipahami
atau nya.
Nabi Saw. yang menekankan pemikirannya
pada
ra. tentang pengumpulan naskah al-Qur’an,
misalnya, pada awalnya tidak dapat diterima
menyaampaikan nya, maka akhirnya
usulnya kemudian diterima.
memberlakukan talak tiga dalam satu majlis
sebagai tiga talak, meskipun talak tiga dalam
satu majlis itu pada masa Nabi Saw. dihukumi
jatuh satu talak, sebagaimana diriwayatkan
Imam Muslim:
Terkait dengan hadis di atas, al-
ra. tersebut berpijak pada , yakni
dengan pertimbangan bahwa keadaan
masyarakat pada masa itu sudah tidak jujur
lagi sebagaimana pada masa sebelumnya.
Sehingga kalau mengucapkan talak lebih dari
satu kali dalam satu majelis tidak diterima
lagi pengakuan bahwa talak yang kedua itu
hanyalah penguat saja () bagi talak yang
–sebagaimana dijelaskan al-
yang mempertemukan
dan . Dua
dimensi teks dan konteks ini dipertemukan,
sehingga kemaslahatan yang merupakan
pokok syariat dapat terwujud.
20 Muslim,
hlm. 183.
21
H./1969 M.), III: 172. Penjelasan terkait hal ini
(Baerut: al-Maktab
1411), III, hlm. 218.
Zaenal Hamam dan A. Halil Thahir
7
QOF, Volume 2 Nomor 1 Januari 2018
2. Masa Tadwin
sebagai bagian terpenting dari konteks
diadopsi para ulama pada periode tadwin
untuk memahami teks, hanya saja mereka
berselisih tentang ketentuan penggunaannya.
(80-150 H.)- menggunakan untuk
mengartikan term yang tidak dijelaskan ,
untuk
mengartikan term meskipun sudah ada nas
yang menjelaskannya. Berikut ini pendapat
dua tokoh tersebut, sebagaimana dikutib
Pada masa tadwin, yang
merupakan sudah mulai
dirumuskan teorinya. Dalam hal ini, tidak
menutup kemungkinan yang
dipandang sebagai itu justru nampak
bertentangan dengan . Sebagaimana
dikatakan Mayangsari dan Noor, jika
bertentangan dengan yang
, maka ulama (kecuali
al-Thufi) sepakat untuk lebih mendahulukan
. Tetapi, jika pertentangan tersebut terjadi
dengan yang , maka
dalam hal ini ada beberapa pendapat ulama:23
1. Pendapat Syafi’iyah dan Hanabilah yang
lebih mendahulukan secara mutlak.
Bagi mereka menempati derajat
22
(Baerut:
23 Galuh Nashrullah Kartika Mayangsari dan H.
Hasni Noor, “Konsep Maqashid al-Syariah dalam
Menentukan Hukum Islam Prespektif al-Syatibiyah
Ekonomi Syariah dan Hukum Ekonomi Syariah
(ISSN Elektronik 2442-2282 Desember 2014), Vol
1, Issu 1.
tertinggi dalam hierarki sumber hukum
Islam. Sehingga bila ada sumber hukum
apa pun yang bertentangan dengan ,
maka lebih didahulukan.24
2. Pendapat Malikiyyah dan Hanafiyyah
yang lebih mendahulukan
dari pada jika tersebut bersifat
dhanni, baik maupun ,
sedangkan maslahatnya bersifat .
3.
mendahulukan dari pada ,
baik tersebut bersifat maupun
, hanya saja wilayah cakupannya
pada bidang muamalah saja.
Dari uraian tentang pertentangan
dengan tersebut, penulis
skema-kan tiga kelompok dengan mengambil
satu tokoh dalam setiap kelompok sebagai
simbol, yaitu: 1) kelompok tekstualis yang
kelompok kontekstualis yang diwakili oleh al-
Pandangan bahwa jika
bertentangan dengan maka didahulukan
di atas. Hal ini bukan berarti menolak ,
melainkan sebenarnya men- yang
bersifat dan itu hanya pada domain
selain ibadah. Sedangkan dalam domain
ibadah berlaku kaidah, “
adalah sesuai syara’).
Dalam domain ibadah, tidak ada
kontekstualisasi. Melainkan sebaliknya,
berlaku secara puritan. Bahkan turunnya
24 kecuali jika maslahat itu bersifat
dan kulliyah maka Al-Ghazali
mendahulukan maslahah seperti dibolehkannya
membunuh orang Islam yang dijadikan perisai
hidup oleh musuh dengan tujuan menyelamatkan
negara dan masyarakat yang terancam. Lihat
Mayangsari dan Noor, “Konsep Maqashid al-
Syariah dalam Menentukan Hukum Islam
al-
Ekonomi Syariah Vol 1, Issu 1.
8QOF, Volume 2 Nomor 1 Januari 2018
al-Qur’an sendiri dengan misi puritan, yaitu
bahwa al-Qur’an merupakan kontinuitas
wahyu sebelumnya, yang berfungsi sebagai
pembenar () dan sekaligus
sebagai pemegang otoritas (muhayminan)
atas wahyu-wahyu sebelumnya.
pada masa tadwin
telah dirumuskan dan diklasifikasi ke
dalam beberapa sebagai berikut:
1) menjaga agama ( ), 2) menjaga
kelangsungan hidup (), 3) menjaga
garis keturunan ( ), 4) menjaga
harta benda ( ), dan 5) menjaga
intelektual ().
3. Masa Tajdīd
di atas yang merupakan
konsep klasik dan bersifat protection
and preservation, pada masa , diubah
oleh sebagian muslim kontemporer seperti
Jasser Auda menjadi konsep yang baru
dan bersifat development and rights. Ide
penolakan dari fuqaha. 25 Sebagai contoh ide
tersebut, “
pada hukuman atas perbuatan riddah, diubah
25 Jasser Auda, Membumikan Hukum Islam melalui
menjadi konsep yang sama sekali berbeda
menjadi “freedom of faiths
kepercayaan/berkeyakinan).26 Hukuman
atas perbuatan riddah dinilai bertentangan
dengan human of rights (Hak Asasi Manusia)
dan ayat al-Qur’an: “27
Dalam hal ini, terminologi klasik
( ) berbeda dengan terminologi
kontemporer (freedom of faiths) dalam
memahami ayat di atas. Menurut pengusung
terminologi “
difahami dengan mempertimbangkan hadis
Nabi Saw. yang tidak diragukan ke-shahih-
annya dan diriwayatkan oleh banyak perawi:
“
apa adanya, maka menjadi: “barang siapa
yang mengganti agamanya maka bunuhlah
dia
agama dari non-Islam berganti Islam dan
orangnya menjadi Muslim atau sebaliknya,
dari Islam berganti non-Islam dan orangnya
menjadi murtad. Tetapi yang dimaksud
di sini adalah dari Islam berganti menjadi
non-Islam. Jadi, hadis ini bicara tentang
keluar dari Islam atau riddah, sedangkan
ayat di atas () bicara tentang
26 Jasser Auda, Membumikan Hukum Islam melalui
Maqasid Syariah, hlm. 59.
27 Q.S. 2 (al-Baqarah): 256.
Syariat (bukan yang lain) adalah “,
sehingga teori diambil secara induksi
dari atau dengan kata lain, otoritas kebenaran
berada pada (milik) nas
“
sehingga jika bertentangan dengan “
maka lebih didahulukan (
) atau dengan kata lain “kebenaran bersifat
dan syariat adalah satu kesatuan. Sehingga jika
yang bertentangan dengan yang bersifat
, maka itu lebih didahulukan, dan jika
yang bertentangan dengan yang bersifat
, maka itu yang lebih didahulukan
Zaenal Hamam dan A. Halil Thahir
9
QOF, Volume 2 Nomor 1 Januari 2018
masuk Islam. Artinya, tidak dibenarkan
memaksa seseorang untuk masuk Islam.
Kewajiban seorang muslim hanya berdakwah
menyampaikan Islam dan selebihnya terserah
mereka. Jadi, ayat al-Qur’an dan Hadis di
atas tidaklah bertentangan, dan justru saling
melengkapi. Al-Qur’an menjelaskan tatacara
dakwah, sedangkan Hadis di atas menjelaskan
tatacara menjaga agama (). Ilustrasi
dari ayat al-Qur’an dan Hadis di atas adalah
sebagai berikut:
Dari uraian di atas dapat diketahui
bahwa riddah adalah pelanggaran syariat
yang hukumannya adalah hukuman mati.
Adapun tidak diberlakukannya hukuman
itu di Indonesia (sebagaimana juga tidak
diberlakukannya hukuman zina) dikarenakan
states negara Indonesia yang tidak memakai
hukum syariat.
APLIKASI (TAṬBĪQ) TAFSIR MAQĀṢIDĪ:
HUKUM PIDANA BAGI PELAKU ZINA GAIRU
MUHṢAN DI NEGARA KESATUAN REPUBLIK
INDONESIA
Dalam ini, penulis mengambil tema
hukum pidana bagi pelaku zina 28
di Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang
dilakukan oleh laki-laki dan perempuan yang
28 adalah kebalikan dari ,
(jimak) isterinya (dalam akad yang sah itu) dengan
cara yang benar (memenuhi kriteria jimak).
keduanya tidak berstatus sebagai suami atau
isteri orang lain (tidak menikah).29 Dalam
hal ini, negara tidak menganggapnya sebagai
pelanggaran pidana (selama dilakukan atas
dasar suka sama suka), karena tidak masuk
pengertian zina dalam Kitab Undang-undang
Hukum Pidana (KUHP). Dalam penjelasan
pasal 284 KUHP disebutkan:
Menurut pengertian umum, zina adalah
persetubuhan yang dilakukan oleh laki-laki
dan perempuan atas dasar suka sama suka
yang belum terikat oleh perkawinan. Tetapi
menurut pasal ini, zina adalah persetubuhan
yang dilakukan oleh laki-laki atau perempuan
yang telah kawin dengan perempuan atau
laki-laki yang bukan isteri atau suaminya.30
Berbeda dengan negara yang tidak
menilai zina orang yang tidak kawin sebagai
tindak pidana, syariat Islam menilai hal ini
sebagai tindak pidana.
1. Hukum Pidana bagi pelaku zina gairu
muhṣan
Tidak diragukan bahwa zina
adalah pelanggaran syariat Islam yang
konsekwensinya adalah hukuman seratus
kali cambuk dan satu tahun pengasingan.
Allah SWT. berfirman:
29 Adapun zina dan zina yang
dilakukan orang yang telah menikah (namun
belum melakukan senggama dengan istri/suami-
nya) tidak menjadi bahasan tema ini. Dalam hal
ini, negara memandangnya sebagai pelanggaran
pidana bukan karena zina-nya namun karena
menyakiti istri/suami-nya. Oleh karena itu,
masalah ini masuk kategori delik aduan, artinya
proses hukum hanya dilaksanakan
30 R. Sugandhi, Kitab Undang-undang Hukum Pidana
dengan Penjelasannya (Surabaya: Usaha Nasional,
Tt.), hlm. 300.
Masuk Islam Keluar Islam
Ayat Al-Qur’an bersifat:
Freedom of Faiths
hadis Nabi bersifat:
Protection of Faith
10 QOF, Volume 2 Nomor 1 Januari 2018
Perempuan yang berzina dan laki-laki yang
berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari
belas kasihan kepada keduanya mencegah
kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat,
mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-
orang yang beriman. 31
Ayat di atas menjelaskan hukuman pelaku
zina (baik yang sudah menikah maupun yang
belum nikah) adalah seratus kali cambukan.
Hukuman ini diperkuat oleh hadis Nabi Saw.
“ 32. Hadis ini
selain memperkuat hukuman seratus kali
cambukan yang disebut ayat Al-Qur’an di atas
juga melengkapinya dengan pengasingan
satu tahun.
Jadi berdasarkan dalil al-Qur’an
dan Hadis, zina adalah tindak
pidana dan hukumannya adalah seratus kali
cambuk dan diasingkan selama satu tahun.
Dalam hal ini, yang melaksanakan adalah
negara, bukan perorangan dan juga bukan
31
32 Muslim,
(Baerut: Dar al-Kutub
Musnadu
(Makkah:
al-
Sunnah
1408), I, hlm. 95.
seruan yang diarahkan pada pemerintah,
dalam hal ini para hakim, karena
mengandung kemaslahatan sosial. Dan itu
dan mendatangkan kebaikan hamba dan
pelaksanaan kemaslahatan umum semuanya
hanya dilakukan oleh imam atau orang yang
hakim, para wali, atau yang lain.
Oleh karena itu, pelaksanaan
hukuman tindak pidana zina
(seperti tindak pidana yang lain) harus
mempertimbangkan sistem negara yang
melaksanakannya, apakah hukum pidana
Islam di negara bersangkutan diberlakukan
atau tidak.
2. Pemberlakuan Hukum Pidana Islam di
Negara Kesatuan Republik Indonesia
hingga Saat Ini
Bicara tentang pemberlakuan syari’at Islam
di Negara Kesatuan Republik Indonesia
tidak terlepas dari sejarah tujuh kata piagam
Jakarta, yaitu “dengan kewajiban menjalankan
yang dihapus satu hari setelah proklamasi
kemerdekaan karena desakan golongan
Kristen dan Katolik yang menyatakan akan
melepaskan diri dari Indonesia, jika tujuh
kata yang tercantum di dalam pembukaan
rancangan UUD (selanjutnya disebut UUD
‘45) itu tidak dihapus.
M. Subhan dalam “Tafsir Maqashidi Kajian
Jakarta menimbulkan kekecewaan sebagian
kesepakatan sebelumnya, akan tetapi secara
33
Zaenal Hamam dan A. Halil Thahir
11
QOF, Volume 2 Nomor 1 Januari 2018
itu mencerminkan realitas politik yang ada
dan memiliki keabsahan.34
Realitas politik sebagaimana
disampaikan Subhan tersebut masih belum
berubah sampai saat ini. Artinya tidak
diberlakukannya hukuman pidana Islam,
yang dalam tema makalah ini -hukuman
cambuk dan pengasingan-, adalah sebuah
kemaslahatan, karena jika dipaksaakan justru
menimbulkan mafsadah yang lebih besar.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
dalam hal hukuman seratus kali cambuk dan
pengasingan satu tahun bagi pelaku zina
-sebagaimana hukuman mati
bagi orang murtad- di Indonesia saat ini,
kemaslahatan didahulukan dari pada
dengan kaidah:
Jika berlawanan antara nas dan maslahah,
maka didahulukan maslahah dengan cara
pengkhususan
Kata “
menafikan . Artinya masih berlaku
secara umum, hanya saja pada keadaan yang
khusus seperti konteks Indonesia pada saat
ini tidak dapat diberlakukan.
3. Pemberlakuan Hukum Pidana Islam di
Negara Kesatuan Republik Indonesia
di Masa yang Akan Datang
Selain harus menerima realitas politik tanah
air dan menerima tidak diberlakukannya
hukuman pidana Islam termasuk hukuman
cambuk dan pengasingan bagi pelaku
pidana zina , umat Islam
harus selalu taat dengan , dalam arti
berusaha memenangkan politik untuk dapat
diberlakukannya hukum Allah SWT. misalnya
dengan mengangkat lagi tujuh kata piagam
Jakarta, setelah terlebih dahulu menyiapkan
34 M. Misbah at all,
Maqashid al-Syari’ah (Kediri: Lirboyo Press, 2013),
hlm. 152.
Sumber Daya Manusianya melalui pendidikan,
karena politik adalah satu-satunya sarana
Siapa yang diseru firman Allah Taala: “
melakukan hukum cambuk itu adalah imam ,
untuk menyatakan bahwa mendirikan imam
sepakat bahwa penegakan hadd itu tidak munkin
dilaksanakan kecuali oleh imam dan sesuatu yang
sesuatu itu dapat diperoleh oleh orang mukallaf
intinya bahwa menegakkan hukum pidana
Islam adalah wajib dan yang menjalankannya
adalah imam. Oleh karena itu memilih imam
yang dapat merealisasikan tegaknya hukum
pidana Islam itu wajib hukumnya. Jadi,
semangat menegakkan syariat Islam harus
berkobar dalam dada setiap muslim.
Dalam negara demokrasi seperti
Indonesia, semangat itu ditanamkan melalui
pendidikan dan disalurkan melalui partai
politik. Kewajiban seorang hamba adalah
berusaha. Sekecil apapun usaha itu akan
sangat berarti, karena meskipun usaha itu
tidak dapat merubah keadaan, setidaknya
dapat menunjukkan di mana kita berpihak, di
hadapan Allah SWT.
35
hlm. 313.
12 QOF, Volume 2 Nomor 1 Januari 2018
PENUTUP
Berdasarkan pemaparan sebelumnya, uraian
mengenai akar sejarah tafsir
memiliki persinggungan dengan sejarah tafsir
secara umum, yaitu: a) , b)
, c) , dan
d) . Berdasarkan periode
atau marhalah tersebut, penulis kemudian
mencoba menganalisis poin-poin pokok, baik
berupa teori maupun sikap dan tindakan
langsung yang bisa diambil dari kehidupan
umat Islam dalam kurun periode tersebut.
Diantara poin-poin yang bisa dijelaskan
terkait akar sejarah tafsir yaitu: 1)
masa ta’sīs: pada masa ini sudah ada embrio
. Sebagai contohnya
adalah talak tiga dalam satu majlis yang
dihukumi jatuh satu talak pada masa Nabi
Saw., pada masa Umar ra. dihukumi jatuh tiga
talak, dengan pertimbangan perubahan ,
demi kemaslahatan. 2) masa tadwīn : pada
masa ini lahir tiga teori
pertama
tidak lain adalah “
sehingga jika bertentangan dengan
“ (
); kedua,
bahwa “
itu sendiri, sehingga teori diambil
secara induksi dari atau dengan kata
lain, otoritas kebenaran berada pada (milik)
; Ketiga
dan syariat adalah satu kesatuan,
sehingga jika yang bertentangan dengan
bersifat , maka itu
didahulukan, dan jika yang bertentangan
dengan bersifat ,
maka itu yang didahulukan. 3)
masa tajdīd: konsep klasik yang
bersifat protection and preservation, diubah
oleh sebagian muslim kontemporer seperti
Jasser Auda menjadi konsep yang baru
dan bersifat development and rights. Ide
mendapat penolakan dari banyak fuqaha.
Sebagai contoh aplikasi
adalah pelaksanaan hukuman zina
di Negara Kesatuan Republik
Indonesia, yang dilakukan oleh laki-laki dan
perempuan yang keduanya tidak berstatus
sebagai suami atau isteri orang lain (tidak
menikah). Dalam hal ini terjadi antara
nas yang menyuruh dilakukannya hukum
cambuk serta pengasingan dan “
di mana penerapan hukum Pidana Islam di
Indonesia hingga saat ini tidak mendapat
dukungan politik yang cukup, sehingga akan
mendatangkan mafsadah yang lebih besar.
Oleh karena itu, maslahah lebih didahulukan
dan dijadikan sebagai atas .
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an
Baerut:
Ahmad. Tt. Muassasat al-
, vol.
Malizia, 2011.
Auda, Jasser. Membumikan Hukum Islam
melalui Maqasid Syariah terj. Rosidin dan
Sunnah.
1983.
Makkah:
---------.
Zaenal Hamam dan A. Halil Thahir
13
QOF, Volume 2 Nomor 1 Januari 2018
Putra, Tt.
Baerut:
.
Qalam, Tt.
al-Sunnah. Baerut: Muassat al-
Mayangsari, Galuh Nashrullah Kartika dan
H. Hasni Noor. “Konsep Maqashid al-
Syariah dalam Menentukan Hukum Islam
dalam al-
Syariah dan Hukum Ekonomi Syariah.
ISSN Elektronik 2442-2282 Desember
2014, Vol 1.
Misbah, M. at all.
Tematik Maqashid al-Syari’ah. Kediri:
Lirboyo Press, 2013.
Muslim.
Subul al-
Sugandhi, R. Kitab Undang-undang Hukum
Surabaya:
Usaha Nasional, Tt.
1994.
.
2000.
(Beirut:
1411.