ArticlePDF Available

Sebuah Pengantar Studi Tantangan Pemikiran Kontemporer di Sektor Pertanian

Authors:

Abstract

This article aims to understand the correlation between agriculture sector and contemporary thought challenge through Islamic worldview perspective. As a basis for food security, agriculture is a vital sector to human life and when agriculture as science, it has the dimensions of nature science and social science. As sector that is the place of interaction between humans and nature, Western and Islam have different perspective on human and nature. Therefore, to understand the challenges of contemporary thought in agricultural sector, this article will describe the matter using four points of discussion, they are understanding farmers and agriculture, the problem of knowledge, the problem of secularism, and the problem of capitalism. Also, this study is an initial introduction to conducting another study of agriculture and Islamic civilization toward the possibility of the need of Islamization of knowledge in agriculture sector.
Sebuah Pengantar Studi Tantangan
Pemikiran Kontemporer di Sektor Pertanian
Daru Nurdianna*
Komunitas Lingkar Studi Literasi Muslim Karanganyar (ISLAMIKA), Karanganyar,
Jawa Tengah
daru.nurdianna@gmail.com
Abstract
This article aims to understand the correlation between agriculture sector and
contemporary thought challenge through Islamic worldview perspective. As a basis for food
security, agriculture is a vital sector to human life and when agriculture as science, it has the
dimensions of nature science and social science. As sector that is the place of interaction
between humans and nature, Western and Islam have different perspective on human and
nature. Therefore, to understand the challenges of contemporary thought in agricultural sector,
this article will describe the matter using four points of discussion, they are understanding
farmers and agriculture, the problem of knowledge, the problem of secularism, and the
problem of capitalism. Also, this study is an initial introduction to conducting another study
of agriculture and Islamic civilization toward the possibility of the need of Islamization
of knowledge in agriculture sector.
Keywords: Agriculture, Western Civilizations, Problem of Knowledge, Secularism,
Capitalism
Abstrak
Artikel ini bertujuan untuk memahami korelasi antara sektor pertanian dan
tantangan pemikiran kontemporer yang dilihat dari perpektif cara pandang Islam. Sebagai
basis ketahanan pangan, pertanian adalah sektor penting dalam kehidupan masyarakat dan
ketika pertanian menjadi sains, ia memiliki dimensi sains alam dan sains sosial. Sebagai
sektor yang menjadi tempat berinteraksinya manusia dan alam, Barat dan Islam memiliki
* Jl. Derpoyudo, Pojok, Delingan, Karanganyar 57716. Telp. 087835171716
Vol. 2, No. 2, Agustus 2018, hlm. 333-356
Available at:
https://ejournal.unida.gontor.ac.id/index.php/tasyah
http://dx.doi.org/10.21111/tasyah.v2i2.2579
Daru Nurdianna
334
TASFIYAH: Jurnal Pemikiran Islam
perspektif yang berbeda terhadap manusia dan alam tersebut. Maka, untuk memahami
tatangan pemikirannya, makalah ini akan mencoba memberi gambaran dengan menggunakan
empat pendekatan poin diskusi, yakni: memhami petani dan pertanian, problem ilmu,
problem sekularisme, dan problem kapitalisme. Selain itu, makalah ini juga sebagai awalan
pengantar terhadap kajian lain antara pertanian dan peradaban Islam yang membawa kepada
kemungkinan akan kebutuhan Islamisasi ilmu pengetahuan di sektor pertanian.
Kata Kunci: Pertanian, Peradaban Barat, Problem Ilmu, Sekularisme, Kapitalisme
Pendahuluan
Pertanian sebagai basis sektor ketahanan pangan adalah sektor
yang penting dalam peradaban manusia. Hal ini dikarenakan pem-
bangunan pertanian dan ketahanan pangan merupakan hal yang
saling terkait dan memiliki implikasi langsung terhadap dinamika
perekonomian bangsa atau negara, dan bahkan dunia. Hubungan
lainnya adalah bahwa neraca keberhasilan suatu negara, dapat dilihat
dari kemandirian dalam pengelolaan sektor pertanian sebagai basis
ketahanan pangan.1 Kemudian hal yang perlu dipahami di awal
perihal kevitalan dan keluasan ilmu pertanian, yang sering dilewati
atau terlupa, adalah pertanian sebagai ilmu memiliki dimensi sains
(ilmu alam) dan sosial sains (ilmu sosial). Di mana setiap komponen
itu terhubung dalam sistem-sistem yang kompleks dan saling terkait.
Maka, pertanian bisa menjadi institut, misalnya seperti Institut
Pertanian Bogor ataupun di beberapa negara ada yang memiliki
universitas pertanian. Sehingga, pertanian merupakan bidang yang
seharusnya dianggap untuk menjadi salah satu instrumen peradaban
karena perannya multidimensi dan ruang lingkup keilmuannya luas.2
Di sisi lain, Islam adalah sebuah ajaran yang tidak hanya
sekedar agama. Dalam konteks pembahasan makalah ini, tidak adil
1 Mari Eka Pangestu, (Menteri Perdagangan RI 2004-2011). “Pengantar” dalam
Sutanto J et al, Revitalisasi Pertanian dan Dialog Peradaban, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas,
2006) xl-xli. Selanjutnya disebut Revitalisasi Pertanian dan Dialog Peradaban.
2 Aburizal Bakrie (Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat RI 2005-2009)
dalam Sutanto J et al, Revitalisasi Pertanian dan Dialog Peradaban, Xxxvi.
Sebuah Pengantar Studi Tantangan Pemikiran Kontemporer... 335
Vol. 2, No. 2, Agustus 2018
peradaban Barat dihadapkan dengan Islam dalam artian sekedar
agama. Sebab, dalam perspektif Barat, Agama dianggap hanya se-
bagian kecil saja dan mudah dihilangkan dari uruan publik.3 Maka,
pada teks ini, Islam sedang didudukan sebagai agama dan peradaban
(Dīn wa al-Tamaddun), dan sedang berhadapan atau berdialog secara
satu level dengan peradaban Barat. Maka, yang menjadi tanda dan
topik hal yang berhadapan adalah bidang keilmuannya, terkhusus
dalam teks ini adalah ilmu pertanian. Kenapa ilmu? Karena me-
nurut Ibnu Khaldun, perkembangan ilmu adalah tanda wujud
se buah peradaban.4 Jika ilmu sebagai wujud peradaban, agama
sebagai asasnya, serta agama atau kepercayaan Islam itu mem-
bentuk cara pandang tertentu sehingga mempengaruhi tindakan,
maka pan dangan hidup (worldview) hakikatnya adalah asas bagi
setiap peradaban dunia.5 Maka, ilmu setiap peradaban memiliki
perbedaan substansi karena dipengaruhi oleh worldview masing-
masing peradaban yang akan dideskripsikan nanti sehingga muncul
tantangan pemikirannya apa yang dapat ditemui di sektor pertanian
dewasa ini.
Dalam membangun peradaban sendiri, tidak lepas dari mem-
bangun keilmuan. Kemudian, dalam membangun keilmuan pada
saat ini, tidak lepas dari membicarakan Barat. Hal ini dikarenanakan
Ilmu yang menyebar ke penjuru Dunia saat ini, didominasi oleh
ilmu Barat. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Syed Muhammad
Naquib al-Attas dalam karyanya yang berjudul ‘Risalah untuk Kaum
Muslimin’, bahwa ilmu pengetahuan modern tidaklah bebas nilai,
sebab ia dipengaruhi oleh pandangan-pandangan kegamaan,
kebudayaan, dan filsafat, yang mencerminkan kesadaran dan
pengalaman manusia Barat dan dirasa ilmunya problematis6
3 Hamid Fahmy Zarkasyi, Peradaban Islam; Makna dan Strategi Pembangunnanya,
(Ponorogo: CIOS-UNIDA Gontor, 2015), 2.
4 Ibid., 10.
5 Ibid., 12.
6 Syed Muhammad Naquib al-Attas, Risalah Kaum Muslimin, (Kuala Lumpur:
ISTAC, 2001), 43-44.
Daru Nurdianna
336
TASFIYAH: Jurnal Pemikiran Islam
Maka, epistemologi ilmu peradaban Barat perlu untuk dikaji dan
dimengerti apakah ada implikasinya terhadap masyarakat pertanian
dan peradaban Islam dewasa ini.
Namun, ada persoalan mendasar jika membicarakan tentang
Peradaban Barat. Syed al-Attas menjelaskan juga bahwa kebanyakan
orang Islam belum mengetahui dan mengenali apa sebenarnya Ke-
budayaan Barat itu.7 Di sisi lain, pertanian pun dipandang sempit—
hanya kegiatan mencangkul di lahan—sehingga sulit dipahami
seperti hieroglif apa relevansinya dengan peradaban dan tantangan
pemikirannya. Maka, berangkat dari persoalan itu, makalah ini akan
menjadi pendahuluan menjelaskan tentang hubungan peradaban
Islam dan tantangan pemikiran kontemporer ilmu pertanian yang
berasal dari peradaban Barat, dengan melakukan empat poin
diskusi dalam bentuk deskripsi. Empat poin itu yakni memahami
petani dan ilmu pertanian sebagai awal memahami ilmu pertanian
yang luas, kemudian tentang problem ilmu, lalu mengenal identitas
peradaban Barat dengan membahas perihal problem sekularisme
dan problem kapitalisme.
Memahami Petani dan Ilmu Pertanian
Dalam diskursus ini, poin diskusi pertama dalam meng-
hubung kan pertanian dalam peradaban adalah memahami hakikat
bidang ilmu di sektor pertanian yang luas. Pertanian dalam arti sempit
adalah berkaitan dengan bercocok tanam. Namun di sisi lain, ia juga
memiliki makna dalam ruang lingkup yang luas yang mencakup
bidang pertanaman itu sendiri, kemudian bidang perikanan, bidang
peternakan, bidang perkebunan dan bidang kehutanan.8 Sedangkan
Prof. Dr. Ahmad Ansori Mattjik mengatakan bahwa pertanian
adalah sektor yang mencakup bidang agrobisnis, agroindustri, agro-
7 Syed Muhammad Naquib al-Attas, Risalah Kaum Muslimin…., 18.
8 Kusmiadi E, “Pengertian dan Sejarah Perkembangan Pertanian”, dalam
Pangaribuan N dan Kusmiadi E. Pengantar Ilmu Pertanian (Tangerang: Universitas
Terbuka, 2014), 1.4.
Sebuah Pengantar Studi Tantangan Pemikiran Kontemporer... 337
Vol. 2, No. 2, Agustus 2018
servis, perikanan, peternakan, kehutanan, kegiatan dari hulu sampai
hilir, mengubah input menjadi output pangan, sandang, papan.9
Maka, pertanian adalah bidang luas dan penting dalam kehidupan
manusia dalam memenuhi kebutuhan pokok berupa sandang dari
perkebunan, papan dari perkebunan dan kehutanan dan pangan
dari pertanaman, perikanan dan peternakan.
Pertanian merupakan pengetahuan yang paling tua yang
sekarang mengalami perkembangan yang sangat pesat. Dewasa
ini, pertanian telah menjadi sains yang luas, karena memiliki sisi
sains alam dan sains sosial. Hal ini ditandai banyaknya universitas
pertanian yang berkembang di berbagai Negara.10 Sains pertanian
mencakup kegiatan biologi atau biosik di dalam sistem pertanian
(farming system) seperti ekologi, fisiologi, plantologi, zoologi,
agroklimatologi, geogra, agroekosistem dan lain-lain. Sisi sosial
sain mencakup sistem manajemen petani, antropologi petani,
ekonomi petani, sistem keluarga petani dan sitem sosial lain yang
mempengaruhinya. Maka Johan Iskandar memberikan gambaran
metodologi penelitian petani dengan pendekatan ekologi manusia,
agroekosistem, dan sistem farming yang akan mencakup dimensi
sains dan sosial sains.11
Kemudian, hal penting lainnya yang perlu dipahami adalah
dimana hierarki petani. Bahwan petani, sebenarnya memiliki posisi
yang tidak sederhana. Ia tidak hanya fokus dalam menggarap
9 Ahmad A. Mattjik adalah Rektor Institute Pertanian Bogor pada tahun 2002-
2007, “Sambutan” dalam Sutanto J et al, Revitalisasi Pertanian dan Dialog Peradaban, xlii-xliv.
10 Contoh Universitas Pertanian: University of Agriculture Faisalabad, Pakistan;
Tokyo University of Agriculture, Jepang; Sokoine University of Agriculture, Tanzania;
China Agriculture University; Northeast Agricultural University; Sichuan Agricultural
University; Zhejiang A & F University; Shanghai Ocean University; Nanjing Agricultural
University; Xinjiang Agricultural University; Wageningen University & Research,
Belanda; Royal Agricultural University, UK; Swedish Agriculture University, Uppsala;
The Agricultural University of Athens, Greece; AgroParisTech, French; Slovak
University of Agriculture, Slovakia; Banat University of Agricultural Sciences and
Veterinary Medicine, Romania; University of Hohenheim, Germany dan lain-lain.
11 Lihat Johan Iskandar, “Metodologi Memahami Petani dan Pertanian”, dalam
Jurnal analisis Sosial, 2006, Vol 11, No. 1, 2006, 177.
Daru Nurdianna
338
TASFIYAH: Jurnal Pemikiran Islam
bidang pertanian di dalam kehidupannya yang harus berhadapan
dengan alam ‘biosik’ yang tidak bisa ia kendalikan,12 namun ia juga
tergantung sistem dunia luar selain dunia dalam, yakni dipengaruhi
sistem dunia pasar dan menjadi subordinasi, objek politik pihak
penguasa, pembisnis dan pihak luar.13 Pun, pada hakikatnya petani-
petani itu telah terbawa dalam arus mekanisme sistem ekonomi
dunia (world system) yang didominasi oleh sistem kapitalis.14 Maka,
dalam makalah ini selanjutnya akan membahas masalah sekularisme
dalam bidang di dalam dunia pertanian yang berkaitan dengan
lingkungan biosik dan kapitalisme yang menjadi unsur pokok
dunia luar yang mempengaruhi pertanian dengan kaca mata Islam.
Problem Ilmu
Usaha membangun peradaban merupakan tantangan yang
me libatkan kehadiran ilmu sebagai basisnya. Hal ini karena ilmu
me miliki peran vital dalam membangun peradaban. Dari ilmu
tersebut, jika dilakukan oleh komunitas-komunitas yang aktif dan
mem budaya, maka niscaya komunitas itu akan melahirkan sebuah
peradaban.15 Tantangan ilmu dapat dilihat pula dari pola atau
kurikulum yang resmi dipakai di perguruan-perguruan tinggi dan
12 Komponen biosik yang tidak bisa dikendalikan diataranya perubahan iklim,
curah hujan, bencana alam, ledakan hama dan penyakit dan lain lain.
13 T Mardikanto, Sistem Penyuluhan Pertanian, (Surakarta: LPP dan UPT UNS
Press, 2010), 115-116.
14 Ibid., 171-172. Dunia luar yang memberikan pengaruh bagaimana
memposisikan sektor pertanian juga diungkapkan oleh Bayu Krisnhamurti (Dosen IPB
dan Doktor Ekonomi Pertanian, Tercatat pernah sebagai Direktur Pusat Pembangunan
IPB, Deputi Menko Perekonomian Bidang Pertanian dan Kelautan, dan salah satu
penyusun dokumen Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (RPPK) yang
dicanangkan Presiden RI, 11 Juni 2015), ia memaparkan bahwa jika melulu Indonesia
memakai ideologi kapitalis-liberal-murni, maka akan menempatkan pertanian hanya
sekedar komoditi atau produk yang tunduk pada hukum permintaan, penawaran,
harga, dan keuntungan. Krisnamurthi B, “Revitalisasi Pertanian; Sebuah Konsekuensi
Sejarah dan Tuntutan Masa Depan” dalam Sutanto et al. Revitalisasi Pertanian dan Dialog
Peradaban…, 20.
15 Hamid Fahmy Zarkasyi, Peradaban Islam…, 10.
Sebuah Pengantar Studi Tantangan Pemikiran Kontemporer... 339
Vol. 2, No. 2, Agustus 2018
sekolah-sekolah. Jika diperhatikan secara seksama, peta ilmu yang
tereeksikan dari kurikulum tersebut memiliki sifat pemikiran ter-
tentu. Maka, sistem pendidikan di dunia Islam zaman modern ini
dinilai telah terpuruk dan terhagemoni dengan budaya peradaban
lain.16
Ilmu yang berkembang di dunia saat ini, hakikatnya memiliki
corak yang khas. Hal ini bisa dirasakan dari kebanyakan keilmuan
yang jika dilacak epistemologinya, ternyata hanya berdasarkan pada
rasio dan panca indra.17 Jika hanya memakai rasio dan panca indra
sebagai epistemologi, berarti ia menakkan sumber ilmu lain selain
keduanya, termasuk Agama. Kenapa demikian? Karena kebanyakan
ilmu itu adalah hasil dari pengembangan ilmu-ilmu Barat yang
memilih untuk menjadi sekular dan liberal.18 Maka, ilmu yang dari
Barat ini perlu untuk dievaluasi dan diperhatikan secara seksama
dan bagaimana implikasinya terhadap Islam.
Ilmu Barat dinilai problematis, sebagaimana yang diuangkapkan
Syed al-Attas dalam karyanya yang berbahasa Melayu dengan judul
Risalah untuk Kaum Muslimin’. Sejalan dengan Harun Yahya dalam
16 Ismail Raji al-Faruqi, Islāmisasi Pengetahuan, Terj. Anas Mahyuddin, (Bandung:
Penerbit Pustaka Salman ITB, 1984), 12.
17 Untuk penjelasan lebih jauh silakan baca; H Yahya, Bencana Kemanusiaan Akibat
Darwinisme, (Jakarta: Global Cipta Publishing, 2002).
18 Liberal memiliki beberapa dimensi dalam mencakup maknanya, di antaranya
dalam respon dengan opini lain (respecting other opinion), politik (politics), generous,
pendidikan (education), dan tidak eksak (not exact). Kamus Oxford Advanced Learner’s
Dictionary, (UK: Oxford University Press), 855. Dalam kamus The Webster, Liberal adalah
terbebas dari sempitnya kefanatikan atau perbudakan dari suatu otoritas seperti dalam
agama. The New International Webster’s Comprehensive Dictionary of The English Language,
(Florida: Trident Press International, 1996), 734. Sedangkan. Hamid Fahmy Zarkasyi
menjelaskan bahwa liberal memiliki akar kata dari bahasa latin, liber artinya adalah
bebas dan bukanlah budak atau dapat diartikan sebagai keadaan di mana seseorang itu
bebas dari kepemilikan orang lain. Makna bebas kemudian mengalami perkembangan
sebagai sikap kelas terpelajar, sehingga hal ini membuka pintu kebebasan berkir (The
old Liberalism) yang kemudian terus berkembang, sehingga mempunyai berbagai makna
dari, konsekuensi denisi bebas berkir. Ada denisi masing-masing, dalam artian
liberal terkait politik, terkait konteks sosial dan terkait ekonomi dan politik. Hamid
Fahmy Zarkasyi, Liberalisasi Pemikiran Islam: Gerakan bersama Missionaris, Orientalis dan
Kolonialis. (Ponorogo: CIOS ISID Gontor, 2010) 25-26.
Daru Nurdianna
340
TASFIYAH: Jurnal Pemikiran Islam
bukunya yang berjudul ‘The Disaster Darwinism Brought to Humanity
yang menggambarkan bahwa, disamping memberikan teknologi
yang manfaat, ia juga memberikan kerusakan terhadap kemanusiaan,
alam dan etika. Akibat materialisme, menyebabkan penjajahan dan
kolonisasi yang mengakibatkan jutaan melayang di Perang Dunia.
Ber samaan dengan itu, terjadi perbudakan dan kekayaan alam
di eksploitasi. Sehingga, ilmu Barat ini telah memberikan sebuah
fenomena yang rumit dan perlu untuk diwaspadai.
Peradaban Barat Modern, menurut sejarawan Marvin Perry
ada lah sebuah peradaban yang kontradiktif. Menurutnya, Barat
dalah peradaban besar, namun ia juga menjadi sebuah drama yang
tragis. Suatu sisi, ia memberikan sumbangan besar bagi kemajuan
ilmu pengetahuan serta teknologi yang bermanfaat, namun di sisi
lain ia memberikan kontribusi yang tidak kecil terhadap proses
penghancuran alam semesta.19
Dalam ranah perkembangan sosial dan politik, Barat dengan
kemajuannya pada hakikatnya juga telah merepotkan masyarakat
dunia. Misalkan pada Perang Dunia I walau berakhir, menurut
Francis Fukuyama, itu hanyalah sebuah awal dari bentuk kejahatan
baru yang segera akan muncul. Hal ini dikarenakan, jika kehadiran
sains alam modern memungkinkan untuk munculnya senjata-
sen jata penghancur yang belum pernah ada sebelumnya seperti
sena pan mesin dan bom, maka politik modern yang muncul telah
menciptakan suatu negara dengan kekuatan yang belum pernah ada
sebelumnya. Maka, dunia baru totalitarianisme telah diciptakan.20
Salah satu contoh problem ilmu di Barat, dalam perlakuannya
terhadap hewan misalnya, Barat tidak memandang belas kasihan.
Praktik kapitalisme yang membunuh hewan dengan mesin dan
cara-cara yang tidak wajar lainnya biasa diakukan. Pun di ranah
medis kedokteran modern, dikenal praktik yang disebut ‘vivisection’.
19 Mervin Perry, Western Civilization: A Brief History, (Boston New York:
Houghton Mifin Company, 1997), xxi.
20 Francis Fukuyama, Kemenangan Kapitalisme dan Demokrasi Liberal, Terj.
Mohammad Husein Amrullah, (Yogyakarta: Penerbit Qalam), 27.
Sebuah Pengantar Studi Tantangan Pemikiran Kontemporer... 341
Vol. 2, No. 2, Agustus 2018
Praktik ini adalah praktik yang di dalamnya ada proses menyiksa
hewan hidup untuk menguji obat-obatan agar dapat mengurangi
daftar panjang segala jenis penyakit manusia yang didorong oleh
dorongan bisnis. Praktik ini pun sebenarnya problematis juga,
karena menyisakan sebuah pernyataan tentang asumsi atas tingkat
kesaamaan uji labratorium itu terhadap hewan dan manusia yang
mengesahkan eksplorasi hasil klinis dari satu ke lainnya.21
Ilmu yang materialistis dan sekular ini membuat alam di-
pandang tidak sakral. Hal ini bermula pada Abad Pencerahan.
Ter jadi perpindahan paradigma (paradigm shift) organis tentang
alam menjadi paradigma mekanistik yang membuat alam hanya
mesin sehingga memunculkan keinginan untuk megekploitasinya.
Para digma mekanisik ini sangat dipengaruhi oleh lsuf Rene Des-
cartes dan sikawan Isaac Newton.22 Sehingga tidak heran, bila
se orang Aristotelian seperti Bacon dan Boyle juga menganggap
alam adalah sebagai mesin besar, yang hanya sebatas gejala sika
(sufcient explanation of physical phenomena).23 Maka, sikap eksploitasi
alam dari paradigma ini, memunculkan teknologi-teknologi yang
pro blematis seperti pupuk kimia.
Kesesuaian ini dapat ditengarai sebagai karakteristik ilmu
Barat, bahwa bahan kimia yang dijadikan teknologi pemupukan itu
problematis. Di satu sisi memberikan panen yang lebih cepat dan
banyak, namun di saat yang bersamaan memberikan kehancuran.
Penggunaan bahan kimia yang berlebih tersebut membunuh
organisme dan mikroorganisme yang hidup di dalam tanah. Hal
ini berarti merusak kualitas tanah dan menghilangkan sifat subur
alami tanah. Kemudian ia juga memberikan racun pada hasil panen
21 P Croce, Vivisection or Science: An Investigation into Testing Drugs and Safe Guarding
Health, (London: Seb Books, 1999).
22 Keraf S, Filsafat Lingkungan Hidup; Alam sebagai Sistem Kehidupan, (Yogyakarta:
Penerbit Kanisius, 2014), 12.
23 JA Weisheipl, “Nature and Motion in the Middle Ages”, dalam Studies in
Philosophy and the HIstory of Philosophy, Vol 11, (Washington DC: The Catholic University
of America Press, 1985), 1-2.
Daru Nurdianna
342
TASFIYAH: Jurnal Pemikiran Islam
dan menganggu kesehatan para petani. Maka, ilmu Barat dewasa
ini memberikan dampak yang negatif terhadap ilmu pertanian
dan ketahanan pangan masa depan karena merusak ekologi dan
membuat krisis hilangnya sustainable agriculture yang bertolak
belakang dengan konsep Islam mengutus manusia sebagai penjaga
dan pemakmur Bumi.
Pandangan mekasnitik Barat terhadap alam, hakikatnya
bermula pada pemikiran yang sekular. Pertanian dalam peradaban
Islam, harus terlepas dari cara pandang yang salah dari peradaban
Barat seperti sekularisme. Alam sebagai entitas inti dalam sektor
pertanian, harus dipandang sebagai entitas suci dan benar sesuai
cara pandang Islam jika ingin membangun ilmu pertanian. Hal ini
konsekuensi dari Islamic wordview yang bertolak belakang dengan
nilai-nilai sekular. Syed al-Attas menggambarkan Barat telah
membuat kekeliruan yang mendasar terhadap hakikat alam dan ilmu
yang tidak perlu untuk umat Islam mengikutinya. Dalam bukunya
Risalah untuk Kaum Muslimin’ ia mengatakan;
“Ilmu sains itu telah mendesak mereka membuka tembelang yang mengandung
banyak bibit-bibit kekeliruan. Huru-hara dan kesengsaraan yang mahadahshat;
bibit-bibit yang kini sedang menyebarkan penyakitnya di kalangan manusia,
binatang, pohonan dan tumbuh-tumbuhan-pendek kata di alam tabii dan dunia
seluruhnya! Sebagaimana telah disebut tadi, ilmu sains telah mengelirukan cara
berkir dan falsafah mereka terhadap tujuan dan sifat ilmu pengetahuan yang
bersangkut-paut dengan soal hakikat semesta”.24
Di sini, sekularisme Barat dapat ditengarai merupakan salah
satu masalah yang perlu dikaji lebih mendalam lagi, sejauh mana
sebetulnya dampak bila cara pandang ini dihilangkan dalam dunia
pertanian.
Problem Sekularisme
Alam merupakan sebuah entitas utama dalam pembahasan di
pertanian. Maka problem sekularisme dijadikan sebagai salah satu poin
24 Syed Muhammad Naquib al-Attas, Risalah Kaum Muslimin…., 44.
Sebuah Pengantar Studi Tantangan Pemikiran Kontemporer... 343
Vol. 2, No. 2, Agustus 2018
dis kusi dalam makalah ini, karena terdapat perbedaan bagaimana Barat
dan Islam memandang alam. Hal ini dikarenakan ilmu tentang alam yang
mun cul dan berkembang di antar peradaban, memiliki epistemologi
yang berbeda. Adapun, kebudayaan Barat merupakan hasil warisan
yang di pupuk oleh bangsa-bangsa Eropa dari kebudayaan Yunani Kuno,
kemu dian dicampur dengan Kebudayaan Romawi dan unsur-unsur
dari kebudayaan bangsa Eropa sendiri, terkhusus pada budaya Jerman,
Inggris, dan Prancis.25
Kemudian bila ditelaah lebih detil lagi, Barat sekarang ini hakikatnya
tersusun dari sebuah kebudayaan yang beragam. Dari kebudayaan
Yunani Kuno mereka telah meletakkan dasar-dasar falsafah, kenegaraan,
pendidikan, ilmu pengetahuan dan kesenian. Dari Kebudayaan Romawi
Pubakala mereka merumuskan dasar-dasar undang-undang, hukum, dan
tata kenegaraan.26 Agama Kristen yang dahulu menjadi pusat peradaban,
sejak Zaman modern, Agama ini telah disingkirkan dan memilih untuk
sekular-liberal. Maka, ilmu yang dihasilkan Barat sebagaimana yang kita
fahami dewasa ini memiliki demarkasi tegas antara agama dan sains.
Dalam peradaban Barat, hal yang paling berpengaruh dan berkaitan
dengan pemaknaan terhadap alam adalah cara pandang sekular. Sekular
dalam kamus Webster’s Comprehensive Dictionary of the English Language
bermakna kehidupan dunia yang sekarang, memisahkan urusan agama
Kristen dan urusan dunia, dan meghilangkan ikatan sumpah monastik.27
Sekular juga disebut memiliki dua makna dari bahasa latin ‘saeculum’, yakni
memiliki konotasi masa (time) dan tempat (location); waktu di sini memiliki
maksud sekarang (now atau present), dan lokasi memiliki maksud dunia (word
atau wordly). Maka singkatnya berarti adalah masa sekarang ini.28 Dalam
25 Syed Muhammad Naquib al-Attas, Risalah Kaum Muslimin…, 18.
26 Ibid.
27 Aslinya “Secular: of or pertaining to this world or the present life; temporal; worldy:
contrasted with religious or spiritual. 2. Not under the control of the church; civil; not ecclesiastical.
3. Not concered with religion; not sacret: secular art 4. Not bound by monastic vows: opposed to
regular. the secular clergy” Lihat di the New International Webster’s Comprehensive Dictionary of
the English Language, (Florida: Triden Press International), 1138.
28 Lihat; Syed Muhammad Naquib al-Attas, Islam and Secularism, (Kuala Lumpur:
ISTAC, 1993), 18.
Daru Nurdianna
344
TASFIYAH: Jurnal Pemikiran Islam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Sekular bermakna hal yang bersifat
keduniaan atau kebendaan (bukan berifat keagamaan atau kerohanian).29
Lebih jelas lagi, al-Attas adalam bukunya ‘Islam and Secularism’ menjelaskan
bahwa ada salah satu komponen integral dalam dimensi sekularisasi sebagai
inti dari ideologi tersebut, adalah penidak-keramatan alam (disenchantment
of nature), yaitu pembebasan alam dari nada kegamaan (menegasikan roh
animistis, Tuhan dan magic, dari dunia).30 Maka, demarkasi ilmu alam dan
agama dalam peradaban Barat adalah dualitas antar keduanya yang di mana
hal ini bertolak belakang dengan Islam yang memadang ilmu alam sebagai
yang tidak terpisahkan dengan agama.
Lebih jauh lagi, Harvey Cox dalam bukunya ‘The Secular City’,
menyatakan bahwa disenchantment of nature sebenarnya berasal dari
terjemahan die entzuberung der welt yang diambil dari gagasan Max Weber.
Bahwa sains bisa berkembang dan maju, jika di dunia ini dikosongkan
dari tradisi atau Agama yang menyatakan adanya kekuatan supernatural.
Karena di sini alam bukanlah suatu entitas suci (devine entity). Manusia
harus mengekploitasi alam seoptimal mungkin, tanpa perlu dibatasi oleh
pandangan dunia Agama manapun. Jika dunia ini dianggap manifestasi
dari kuasa supernatural, maka sains tidak akan maju dan berkembang.
Jadi, dengan cara apapun, semua makna-makna ruhani keagamaan ini
mesti dihilangkan dari alam. Maka dari itu, jika sains ingin berkembang,
ajaran-ajaran Agama dan tradisi harus disingkirkan.31
Demarkasi itu dapat dipahami dari latar belakang historis hubu-
ngan Barat dengan Agama. Sejarah sekularisme singkatnya berawal saat
Zaman Pertengahan (Medieval Period) terjadi perdebatan antar pihak
Gereja dan Saintis di Eropa di mana saat itu Agama Kristen sebagai
sentral peradaban Barat tidak memberikan ruang pada ilmu pengetahuan
dan bahkan justru menghalangi ilmu pengetahuan bisa berkembang.
Sing katnya, mereka lebih kepada mengambangkan Filsafat Yunani dari
pada menuruti pihak Gereja. Hal ini bisa dilihat dari para Teolog Kristen
29 Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama), 1246.
30 Syed Muhammad Naquib al-Attas, Islam and Secularism…, 18.
31 Adnin Armas, Serial Tantangan Pemikiran Islam: Sekularisasi dan Sekularisme.
(Jakarta: INSISTS, 2018) 15-16.
Sebuah Pengantar Studi Tantangan Pemikiran Kontemporer... 345
Vol. 2, No. 2, Agustus 2018
mulai pada abad ke-20 M sepeti Karl Bart, Dietrich Bonhoeffer, Freidrich
Gogarten, Paul van Buren, Thomas Altizer, Gabriel Vahanian, William
Hamilton, Woolwich, Werner dan Lotte Pels, Harvey Cox dan lain-lain
memodikasi teologi Kristen supaya sesuai dengan peradaban Barat
yang modern-secular; agar sains bisa berkembang.32
Kenapa Barat memilih menjadi Sekular dan mengglobalkan
pandangan hidup dan nilai-nilai mereka itu ke seluruh dunia termasuk
ke dunia Islam? Dr. Adian Husaini dalam buku Wajah peradaban Barat
menjelaskan alasan mengapa Barat menjadi Sekular antara lain: Pertama,
adanya trauma sejarah, khususnya yang berhubungan dengan dominasi
agama (kristen) di zaman pertengahan. Kedua, adanya problem pada teks
Bibel, dan ketiga, adanya problem teologis ajaran Kristen. Ketiga problem
itu saling terkait, sehingga memunculkan sikap traumatis terhadap agama,
pada akhirnya memunculkan sikap berpikir sekular-liberal dalam sejarah
tradisi pemikiran Barat Modern.33
Zaman modern, lsafat transendental Emanuel Kant yang me-
rupa kan pengembangan dari Rene Descartes dan ingin menjawab tentang
perdebatan metasika ternyata memberi pengaruh besar. Apa yang
di temukan Kant adalah bahwa pengetahuan adalah mungkin, namun
metasika ia sebut tidak mungkin karena tidak berlandaskan panca indra
dan Tuhan tidak bisa dibuktikan ada di alam dengan 12 kategorinya.
Hal ini untuk menjawab keraguan terhadap Ilmu Pengetahuan yang
dimunculkan oleh David Hume yang skeptik. Emanuel Kant membuat
demarkasi yang tegas bahwa Agama adalah non-ilmiah dan sains adalah
imiah. Ideologi sekular ini, akhirnya menjadi fondasi kepada berbagai
disiplin keilmuwan, seperti filsafat, teologi Yahudi-Kristen, sains,
sosiologi, psikologi, politik, ekonomi dan lain-lain.34
Sekularisme yang memisahkan antara agama dan sains, mem-
pengaruhi pola berkir bahwa alam bukanlah suatu entitas suci (devine
32 Ibid, 1-3.
33 Lihat; Adian Husaini, Wajah Peradaban Barat: dari Hagemoni Kristen ke Dominasi
Sekular-Liberal, (Jakarta: Gema Insani, 2005), 28-46.
34 Adnin Armas, Serial Tantangan Pemikiran Islam: Sekularisasi dan Sekularisme…,
19-20.
Daru Nurdianna
346
TASFIYAH: Jurnal Pemikiran Islam
entity). Maka, kaitan akan sebuah pembahasan tentang kausalitas perlu
untuk diidentikasi. Masalah ini dapat dijumpai ketika hasil pertanian
itu, apa kah murni kauslitas atau hukum Tuhan. Di sisi lain, dalam ajaran
Islam, alam memiliki kesakralan dan merupakan ayat-ayat kauniyah tanda
kebesaran Tuhan. Maka, Syed Muhammad Naquib al-Attas dalam buku-
nya ‘Islam dan Sekularisme’ menolak sekularisasi secara lahir maupun batin
karena sekularisasi tidak akan pernah bisa menjadi bagian dari Islam.35
Dengan demikian, secara faktual, alam di dalam Islam dipandang
berbeda dengan bagaimana Barat memahaminya. Islam memandang alam
sebagai entitas yang suci. Ini berarti, cara Islam memandang alam ini
tidaklah sekular; bertolak belakang dengan bagaimana Barat memandang
alam. Sebagaimana yang dikemukakakan al-Attas, bahwa Islam tidak
mengenal dikotomisasi antara yang suci (sacred) dan yang selain yang suci
(profane). Maka, pandangan Islam tidak mendikotomikan antara dunia (al-
dunyā) dan akhirat (al-akhīrah). Al-Attas menegaskan bahwa, “in which the
dunyā-aspect must be related in a profound and inseparable way to the ākhirah-aspect,
and which the ākhirah-aspect has ultimate and nal signicance. The dunyā-aspect
is seen as a preparation for the ākhirah-aspect.” Hal ini menjadi jelas, bahwa
Islam tidak memisahkan dunia dan agama seperti Barat-Sekular.36
Dalam diskursus sejarah yang sekular, pertanian lahir dari budaya
manu sia purba. Berdasarkan bukti-bukti peninggalan artefak sejarah, para
ahli prasejarah bersepakat bahwa praktik pertanian berawal dari daerah
‘Bulan Sabit yang Subur’ di Mesopotamia sekitar 8000 SM. Sejarah ilmu
pertanian merupakan sejarah perjalanan manusia bagaimana memenuhi
kebutuhan pokoknya berupa pangan. Dalam studi sejarah, terdapat
perbedaan mana yang menjadi awal dimulai pertanian. Kaisar Cina Shen
Nung misalnya dianggap penemu kegiatan pertanian dan berocok buah-
buahan pertama dicatat dapat dikemukakan melalui orang Babilonia.37
Namun, Ibnu al-Awam dalam buku “al-Filāha” menyebutkan bahwa
yang pertama kali membajak dan menanami bumi adalah Adam A.S.
35 Syed Muhammad Naquib al-Attas, Islām and Secularism…, 44.
36 Syed Muhammad Naquib al-Attas, Prolegomena to the Methaphysics of Islam; an Exposition
of the Fundamental Element of the Worldview of Islām, (Kuala Lumpur: ISTAC, 1995), 1.
37 E Kusmiadi, Pengantar Ilmu Pertanian…, 1.2.
Sebuah Pengantar Studi Tantangan Pemikiran Kontemporer... 347
Vol. 2, No. 2, Agustus 2018
dengan petunjuk Allah.38
Selain itu, ada Syari’at yang mengatur di bidang pertanian dan
hasil bumi memiliki nilai transenden. Islam memiliki hukum kih zakat
pertanian yang rinci dan banyak hadits yang menyinggung per tanian.
Kesakralan hasil bumi dapat dilihat dari al-Qur’an bagaimana menye-
butnya, misalnya, turunnya air hujan dan munculnya buah-buahan dalam
al-Qur’an dikaitkan dengan ayat Tauhid.39 Sehingga, perihal tentang
kausalitas mengenai hasil panen apakah ia dihasilkan dari hukum alam
yang pasti ataukah hukum Tuhan, menjadi hal yang menarik untuk dikaji.
Maka, dapat dilihat perbedaan pandangan tentang Alam dalam Islam dan
Barat, dapat disimpulkan bahwa kegiatan pertanian dalam peradaban
Islam sangat fatal jika dipandang secara sekular saja.
Problem Kapitalisme
Terma studi kapitalisme dan pertanian, terikat dalam per-
soalan tanah atau agraria dan pasar. Maka dari itu problem kapital-
isme menjadi salah satu poin diskusi pada makalah ini. Tanah yang
di mana dahulu bukanlah sebagai komoditi, sekarang menjadi
komoditi seperti uang.40 Bahkan adanya feodalisme41 dari Barat
38 WAQF Fund Foundation, Kitab al-Filaha Book on Agriculture Inm Mohammed
Ibn Ahmed Ibn al-Awam, Sevillano; a Translation Project, LINK: www.waqf.id, Selanjutnya
disebut al-Filaha.
39 Lihat terjemahan Q.S. Al-Baqarah [2] Ayat 22, “(Dialah) yang menjadikan
bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dialah yang menurunkan
air (hujan), lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki
untukmu; karena itu jangan sekali-kali kamu mengadakan tandingan-tandingan bagi
Allah, padahal kamu mengetahui.” Al-Qur’ān dan Terjemahan, (Yayasan Penyelenggeara
Penterjemah/Penafsiran Al-Qur’ān: Kemenag RI, 1971).
40 Mulyanto D, Genealogi Kapitalisme; Antropologi dan Ekonomi Politik Pranata
Eksploitasi Kapitalistik, (Jogjakarta: Resist Book, 2012), 20-27.
41 Ibid., xiv. Feodalisme di dalam pemahaman Marx, adalah merujuk kepada
suatu formasi sosial yang ada sebelum dan mendahului kapitalisme. Hubungan produksi
pokok di dalam feodalisme ialah penghambaan (serfdom) yang berlandaskan kepada
produksi pokok. Di dalam sistem ini, kelas penguasa tanah (raja, bangsawan, lembaga
gereja) mengekploitasi golongan produsen langsung, (kaum tani hamba, pengrajin)
yang menggarap lahan-lahan pertanian melalui pranata penghisapan yaitu perupetian,
persembahan, dan kerja wajib tak berupah.
Daru Nurdianna
348
TASFIYAH: Jurnal Pemikiran Islam
memberi dampak buruk dalam kemanusiaa. Sejarahnya, hal ini
di mulai saat abad kesembilan belas dan awal abad kedua puluh,
ke hidu pan sosial dan politik kawasan besar Amerika Latin, Asia
dan Afrika ditransformasikan oleh pasar dunia. Saat itu, pergerakan
dikawal dengan perkembangan berbagai komoditi pertanian,
sebagai tanggapan atas berbagai tuntutan ekonomi perindustrian
Eropa dan Amerika Utara. Sedangkan negara-negara yang dikenal
sebagai negara agraria, yang sekarang disebut dengan negara-negara
berkembang telah banyak berperan serta sebagai pemasok yang
bergatung secara ekonomis atas hasil-hasil pertanian utama.42 Maka,
dari sini mulai terjadi perubahan bentuk organisasi pertanian dan
sistem pertanian yang dipengaruhi oleh tuntutan ekonomi industri
yang disesuaikan dengan produksi untuk pasar.
Paham-paham kapitalistik, sebagaimana yang dijelaskan
sebelumnya merupakan paham yang berasal di luar dari ajaran Islam.
Hal ini, karena kapitalisme merupakan suatu ideologi yang sangat
berkaitan erat dengan agama Kristen Khatolik dengan gerakan
imperialismenya; Kristen Protestan dengan paham Calvinismenya
juga pergulatan kemajuan ilmu, teknologi, dan ekonomi Barat.
Singkatnya, ketika terjadinya revolusi industri di Inggris, terjadi
perubahan kegiatan ekonomi yang semulanya berpola masyarakat
pertanian, kini berubah menuju masyarakat industri. hal tersebut
juga menjadikan adanya perubahan dari alat-alat produksi yang
digunakan. Pada masa feodalisme, pola yang terjalin adalah interaksi
antara pemilik tanah (kaum feodal) dengan para petani. Namun
ketika masa industri, pola tersebut bergeser menjadi para pemilik
modal (hubungan kapital) dengan buruh pekerja di pabrik-pabrik.
Hal inilah yang kemudian memicu timbulnya pihak-pihak swasta
yang ingin mencari keuntungan sebesar-besarnya melalui kegiatan
pasar bebas. Ideologi yang muncul pada abad ini menyebabkan
bangsa Barat bergairah untuk melakukan “penjelajahan” kepada
bangsa lainnya. Inilah yang menjadi tolak ukur terjadinya
42 Paige JM, Revolusi Agraria; Gerakan Sosial dan Pertanian Ekspor-Terjm Abd.
Mukhit dan Izzul Mustofa, (Yogyakarta: Penerbit Imperium, 2011), 1.
Sebuah Pengantar Studi Tantangan Pemikiran Kontemporer... 349
Vol. 2, No. 2, Agustus 2018
imperialisme bangsa Barat terhadap bangsa-bangsa lain.43
Lebih jauh lagi, Antropolog Mavin Harris memberikan
penjelasan lebih rinci bahwa ciri mendasar dari kapitalisme adalah
melakukan komodikasi hampir semua barang dan jasa, termasuk
tanah dan tenaga kerja. Komodikasi adalah proses menjadikan
sesuatu yang bukan komoditi menjadi komoditi. Kemudian, jantung
sistem perekonomiannya adalah hubungan produksi khas yang
disebut kerja-upahan. Lalu ia sebagai pranata terpokok kapitalisme,
sistem kerja-upahan mensyaratkan keberadaan sejumlah besar
orang tanpa sarana produksi sehingga satu-satunya jalan bagi
mereka untuk mendapatkan sandang, pangan, dan papan adalah
dengan menjual tenaga kerja mereka demi uang.44
Sekilas memang tanpa masalah, namun sejatinya komodikasi
tanah memberikan masalah pada konsep perataan persebaran ke-
sejahteraan. Golongan sosial tanpa sarana produksi harus melewati
pintu-pintu kepranataan seperti sewa atau kerja upahan untuk
bisa mendapatkan manfaat atas produksinya. Sejarah budaya ini
lahir di Eropa pada akhir abad ke-16, seiring dengan runtuhnya
perekonomian feodal dan mulai berkembangnya indusutri di
perkotaan. Kaum tani diusir dari dan tidak lagi bisa memanfaatkan
lahan garapan. Mulai abad ke-17, Michale Foucault mengatakan
bahwa saat itu sudah terasa bahwa kepemilikan menjadi kepemilikan
absolut, di mana semua hak ditoleransi, yang telah diperoleh atau
dipelihara kaum tani selama masa itu yang pernah diperjuangkan
kini ditolak. Maka tidak ada lagi pintu untuk kepemilikan
berdasarkan kerja. Orang bisa memiliki hasil dari lahan dengan
mengambil hasil kerja orang lain. Semua jenis lahan yang secara
hukum tertulis menjadi milik seseorang, meskipun bukan berasal
dari upaya menggarap, tidak bisa lagi diupayakan oleh mereka yang
menggarapnya.45
43 Ibid.
44 Mulyanto D, Genealogi Kapitalisme…, 20.
45 Ibid., 23.
Daru Nurdianna
350
TASFIYAH: Jurnal Pemikiran Islam
Proses pengkaplingan lahan model kepemilikan absolut khas
borjuasi beserta pengusiran kaum tani penggarap ini dalam se-
jarah Inggris dikenal sebagai ‘Enclosure’. Proyek ini terjadi sampai
se karang sampai ke pinggiran kapitalis seperti Indonesia. Proses
peng kaplingan secara dialektis berkelindan dengan penciptaan
pranata-pranata sosial yang cocok dengan model kepemilikan pri-
badi kapitalis. Dua pranata pokok ialah pasar tanah dan pasar uang
yang menjadi penyokong lanjutan pranata kepemilikan pribadi mo-
del borjuis yang memungkinkan akumulasi kekayaan pada se ge lintir
orang. Maka, tanah dijadikan barang dagangan sebagai mana uang.46
Jika spesik membahas pertanian di Indonesia, akan ditemu-
kan tidak dipungkirinya dari akar sejarahnya, bahwa pertanian
Indo nesia tidak lepas dari monopoli penguasa yang berpengaruh
buruk pada terjadinya involusi pertanian sebagaimana yang
dijelaskan Clifford Geertz dalam bukunya ‘Agriculture Involution: The
Process of Ecological Change in Indonesia’. Keadaan involutif terjadi
terkhusus pada pertanian Jawa. Terjadi persoalan yang rumit dan
tak ada kemajuan akibat dari ekonomi dualistik yang diterapkan
oleh pemerintahan kolonial Hindia Belanda; yakni, pemisahan
dua sektor. Pertama, adalah sektor ekonomi ekspor modal besar.
Contohnya adalah perkebunan tebu bersamaan unsur pemerintahan
memberi dukungan kapitalisme yang berkuasa dalam pengaturan
harga dan upah, bahkan sektor ekonomi pedesaan. Kedua, adalah
sistem ekonomi subsisten pertanian masyarakat lokal. Masyarakat
dipaksa terkena pranata upah dan sewa tanah kepada sektor pertama
yang menghasilkan gula.47 Kemudian, dari kolonialisme itu tidak
sadar bahwa hagemoni Barat berupa liberalisme dan sekularisme
yang beranak kapitalisme telah mempengaruhi sistem dan budaya
ekonomi di Indonesia.48
46 Ibid., 23.
47 Lihat Geertz C, Involusi Pertanian; Proses Perubahan Ekologi di Indonesia, (Jakarta:
Bhratara Karya Aksara, 1976), xxii.
48 Bahwa gerakan liberal di Eropa pada pertengahan abad ke-19 ternyata
menjalar sampai ke Indonesia. Ketika setelah melalui masa transisi dalam menghapuskan
Sebuah Pengantar Studi Tantangan Pemikiran Kontemporer... 351
Vol. 2, No. 2, Agustus 2018
Hubungan petani dan kapital memiliki masalah yang cukup
serius. Petani diperkenalkan dengan sistem kapitalisme tetapi
tidak diperbolehkan menjadi kapitalis sendiri. Kapitalisnya adalah
para penguasa Belanda atau bangsa Eropa lain yang membawa
modal dan ilmu teknologi maju. Maka, dari sini asal mula lahirnya
dualisme, karena sistem kapitalisme yang sudah matang dari Eropa
ditimpakan pada sistem tradisional yang juga sudah matang di
Jawa. Maka, reaksi petani Jawa yang mundur menyusun benteng
pertahanan dengan sistem sosial budaya asli Jawa inilah, yang juga
kemudian disebut sebagai involusi pertanian Clifford Geertz.49
Kemudian dalam kaitannya dengan budaya Barat yang
materialistik dan kapitalistik ini, berimbas pula dalam perpolitikan
dan perekonomian Indonesia. Bentuk sistem penguasaan tanah
kapital kemudian memberi ciri khas pada perkebunan besar di
Indonesia. Maka, inilah permulaan dari sistem yang dianggap
menjadi sumber kemunduran petani di Jawa karena membawa
gap kaya dan miskin semakin lebar.50 Berbagai penelitian
menyimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat
lambat. Pembangunan pertanian dan pedesaan, yang pada dasarnya
merupakan titik potesial untuk mengatasi masalah pengangguran
dan kemiskinan, ternyata masih berjalan lamban.51
Dalam konteks ini, neokapitalisasi yang terjadi sekarang
dapat dirasakan pada konsep persebaran benih, pupuk kimia,
penjajahan tanam paksa, maka dengan undang-undang Agraria pada tahun 1870, dibuka
modal swasta dari Belanda, Inggris dan modal-modal swasta lain dari Eropa. Manfaat
terbesar sistem ini adalah pengusahaan tanaman tahunan seperti teh, coklat, dan kina
(di Jawa dan di luar Jawa). Kusmiadi E. Pengantar Ilmu Pertanian…, 1.18
49 Ibid.
50 Dari sinilah kemudian muncul ‘poenale sanctie’ atau sistem kontrak kerja yang
ancaman hukuman atas pelanggarannya sangat berat karena hukumannya bukan pada
administrasi tetapi hukumannya dicap sebagai penjahat. Selain sistem kontrak, sistem
penguasaan yang kedua yang lebih banyak melibatkan petani terutama di Jawa adalah
sistem persewaan jangka pendek dengan maksimum persewaan lima tahun untuk
pertanaman tebu, tembakau, dan agave. Ibid., 1.21
51 Winoto J dan Siregar H, “Agiculure Development in Indonesia: Current Problems,
Issues, and Policies, Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian, Vol. 6, No. 1, 2008, 11-36.
Daru Nurdianna
352
TASFIYAH: Jurnal Pemikiran Islam
dan pestisida kimia yang dirasakan dan dikeluhkan di pelbagai
daerah di Indonesai. Jika dulu petani dianggap profesi yang paling
produktif, karena segalanya dibuat, diciptakan, dan disediakan
sendiri; sekarang segalanya harus membeli. Berbagai realitas di
atas, seakan para petani tak bisa melepaskan diri segala macam
obat kimia. Selain budaya hidup yang mulai malas dan tak mau
repot, juga ada perasaan atau keinginan bahwa kalau tidak diobat
(pupuk kimia) belum merasa puas, ditambah pula hasrat untuk
mem peroleh hasil yang cepat dan banyak. Sebuah lingkaran yang
kian mengukuhkan lingkaran industri kapitalistik yang eksesif.52
Ketika tanaman dipupuk kimia, memang akan menghasilkan hasil
yang tinggi dan panen lebih cepat, namun di sisi yang bersamaan
tanah menjadi rusak dan tanah tersebut mencandu harus dipupuk
kimia lagi agar dapat ditanami dan jika tidak dipupuk kimia lagi,
maka tidak mampu menumbuhkan tanaman dengan baik.
Benih yang menjadi unsur utama produksi petani pun, me-
miliki problem. Benih hanya bisa ditanam sekali saja karena didesain
dalam ilmu genektika pemuliaan tanaman sedemikian.53 Benih yang
dihasilkan memiliki keunggulan dari induknya, namun kekurangannya
adalah ia menjadi benih hybrid yang akan gagal menurunkan sifat
unggul ke generasi berikutnya. Jadi, benih hanya bisa ditanam sekali
dan jika ingin menanam di musim tanam selan jutnya, petani ‘harus’
52 Trimanto BN, Kapitalisasi Pertanian, Link: https://www.kompasiana.com/m.
triman-to/57ea0c5829b0bdf2088b4569/kapitalisasi-pertanian?page=all, 2003, Diakses
pada Tanggal 14 Agustus 2018.
53 Teknik pemuliaan tanaman untuk menghasilkan varietas unggul hybrid
sebenarnya hanya memanfaatkan keunggulan heterosis. Secara aplikatif, hybrida
dihasilkan cukup dengan menyilangkan 2 galur murni, lalu dilihat keunggulannya di
F1. Besar keunggulan (heterosis) yang akan diperoleh tergantung potensi dan kualitas
dari induk tetua yang digunakan. Ilmu genektika berperan dalam mengkuantikasi
femonema yang ada, supaya bisa di analisis. Pemuliaan tanaman adalah usaha yang
disengaja oleh manusia untuk memberi sentuhan alam, sehubungan dengan faktor
keturunan tanaman, untuk suatu keuntungan. Perubahan yang dilakukan pada tanaman
bersifat permanen dan diwariskan. Para profesional yang melakukan tugas ini disebut
pemulia tanaman. Adquaah G, Principles of Plant Genetics and Breeding; Second
Edition, (UK: John Wiley & Sons, Ltd., Publication, 2012), 3.
Sebuah Pengantar Studi Tantangan Pemikiran Kontemporer... 353
Vol. 2, No. 2, Agustus 2018
membeli ke produsen benih. Dan kesem patan ini dimanfaatkan
oleh orang-orang kapitalis untuk menguasai pasar dan membuat
petani mempunyai ketergantungan dengan korporat penyedia benih.
Selanjutnya, selain terkekang ketergantungan de ngan membeli pupuk
kimia, petani terkekang juga dengan problem benih ini. Sehingga,
keadaan ini sangat pahit dirasa para petani se karang karena biaya
produksi sebanding atau bahkan lebih mahal dari pada laba panen.
Diperparah lagi, dari arah pasar, tidak sedikit petani diperas oleh
renterir yang juga menjadi penebas atau teng kulak. Maka tidak heran
melihat sawah yang ditanami tanaman tahu nan, dan petani lebih
memilih mencari pekerjaan lain atau sawah-sawah dibangun rumah-
rumah karena dijual ke pembisnis properti.
Maka dari itu, secara umum, ekonomi kapital memberi
persoalan persebaran kesejahtaraan yang sistemik dan hagemonik.
Kaum kapital semakin kaya, dengang petani diposisikan sebagai
buruh yang hanya dibeli tenaganya dan dipisah dari sarana
produksinya. Hal ini berbeda dengan pranata-pranata sosial dan
ekonomi dalam Islam. Maka, bagaimana pranata-pranata yang
dihasilkan kapitalis secara detail dan bagaimana pranata ekonomi
Islam menjadi kebutuhan dalam memberi solusi masalah ekonomi
manusia.54 Islam memiliki prinsip persebaran kekayaan yang
berbeda dengan ekonomi kapital.55 Dengan demikian, ekonomi
Islam menjadi salah satu harapan bagaimana menyelesaikan
persoalan ekonomi kapital untuk memajukan pembangunan
pertanian sebagai sektor pekerjaan masyarakat dan sektor ketahanan
pangan sebuah peradaban.
Penutup
Sektor pertanian ternyata memiliki peran vital dalam
peradaban. Hal ini bisa dipahami dengan pendekatan ketahanan
54 Lihat; Abu A’la al-Mawdudi, First Principles of Islāmic Economics, (ed.) Kurshid
Ahmad, Terj. Ahmad Imam Shafaq Hashemi, (Pakistan: Institute of Policy Studies), 17-21.
55 Ibid., 111-115.
Daru Nurdianna
354
TASFIYAH: Jurnal Pemikiran Islam
pangan suatu bangsa. Kemudian, pertanian ternyata memiliki
ruang lingkup yang luas. Tidak hanya mencakup sains, namun juga
sosial sains. Maka tidak heran jika masalah pertanian menjadi tidak
sederhana. Sehingga dibutuhkan diskursus-diskursus yang intensif
antar ahli dari masing-masing bidang untuk menghidupkan budaya
ilmu dan mencari solusi dari persoalan umat yang ada di sektor
pertanian.
Di lain itu, Islam sebagai dīn dan peradaban, memiliki konsep
bahwa manusia hidup sebagai penjaga Bumi dan membumikan
ajaran Islam. Menggembalikan jati diri identitas Islam sebagai dīn
dan peradaban, dengan berusaha mencoba menghidupkan kembali
tradisi keilmuan terkhusus dalam makalah ini adalah masalah
pertanian untuk menuju peradaban Islam yang baldatun thayyibatun
wa rabbun ghafūr dengan berupa kegiatan tafaqquh pada wahyu.
Karena peradaban Islam, sejarahnya lahir dari teks wahyu yang
didukung oleh tradisi keilmuan.56 Maka, Pembangunan peradaban
dari berbagai segi, tidak bisa tidak harus dimulai dari ilmu dan
pembangunan ilmu sebagai prioritas pertama.57
Maka dari paparan di atas, sektor pertanian dewasa ini dinilai
tidak aman akan pengaruh hagemoni Barat. Hal tersebut dapat
dirasakan inltrasi pemahamaman mengenai alam dan sistem
ekonomi yang berhubungan dengan sektor pertanian. Pandangan
Barat yang sekular dan kapitalistik tidakklah menempatkan alam
dan kehidupan sosial secara adil. Dampaknya adalah menimbulkan
berbagai problem pada tataran akidah, kesejahteraan manusia, dan
kesehatan ekologi. Sehingga ilmu itu rusak menurut sudut pandang
Islam dan perlu untuk diberikan perhatian agar dapat dibersihkan
dan dibangun ilmu pertanian yang sesuai cara pandang Islam.
Karena pada hakikatnya, hanya Allah yang memiliki bumi, langit
dan semua apa-apa yang dihasilkan dari tanaman, hewan, dan laut
atau air tawar untuk kebutuhan manusia. Sehingga, memahami
56 Hamid Fahmy Zarkasyi, Peradaban Islam…, 18.
57 Ibid., 84.
Sebuah Pengantar Studi Tantangan Pemikiran Kontemporer... 355
Vol. 2, No. 2, Agustus 2018
bahwa tiga unsur pokok kebutuhan manusia berupa food, water dan
energy tidak bisa dipandang secara sekular dan harus dibagikan secara
adil sesuai prinsip ekonomi dan kesejahteraan Islam. Wallahu a’lam.[]
Daftar Pustaka
Adler MJ. 2003. Great Book of the Western World. USA: Encyclopedia
Britannica. Vol 36.
Al-Attas, Syed Muhammad Naquib. 1993. Islam and Secularism. Kuala
Lumpur: ISTAC.
_________. 1995. Prolegomena to the Methaphysics of Islam; an Exposition of
the Fundamental Element of The Worldview of Islam. Kuala Lumpur:
ISTAC.
_________. 2001. Risalah Kaum Muslimin. Kuala Lumpur: ISTAC.
Al-Faruqi, Ismail Raji. 1984. Islamisasi Pengetahuan. Bandung: Penerbit
Pustaka Salman ITB.
Adquaah G. 2012. Principles of Plant Genetics and Breeding; Second Edition.
UK: John Wiley & Sons, Ltd., Publication
Armas, Adnin. 2018. Serial Tantangan Pemikiran Islam: Sekularisasi dan
Sekularisme. Jakarta: INSISTS.
Croce, P. 1999. Vivisection or Science: an Investigation into Testing Drugs and
Safe Guarding Health. London: Seb Books.
Geertz C. 1976. Involusi Pertanian; Proses Perubahan Ekologi di Indonesia.
Jakarta: Bhratara Karya Aksara
Fukuyama, Francis. 2001. Kemenangan Kapitalisme dan Demokrasi Liberal,
Terj. Mohammad Husein Amrullah. Yogyakarta: Penerbit Qalam.
Husaini, Adian. 2005. Wajah Peradaban Barat: dari Hagemoni Kristen ke
Dominasi Sekular-Liberal. Jakarta: Gema Insani.
Iskandar, J. 2006. Metodologi Memahami Petani dan Pertanian. Jurnal analisis
Sosial Vol. 11, No. 1.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Mardikanto T. 2010. Sistem Penyuluhan Pertanian. Surakarta: LPP dan
UPT UNS Press.
Al-Mawdudi, Abu A’la. 2013. First Principles of Islamic Economics, (ed.)
Kurshid Ahmad. Terj. Ahmad Imam Shafaq Hashemi. Pakistan:
Institute of Policy Studies.
Daru Nurdianna
356
TASFIYAH: Jurnal Pemikiran Islam
Mulyanto D. 2012. Genealogi Kapitalisme; Antropologi dan Ekonomi Politik
Pranata Eksploitasi Kapitalistik. Jogjakarta: Resist Book.
Oxford Advanced Learner’s Dictionary. UK: Oxford University Press.
Paige JM. 2011. Revolusi Agraria; Gerakan Sosial dan Pertanian Ekspor, Terj.
Abd. Mukhit dan Izzul Mustofa. Yogyakarta: Penerbit Imperium.
Pangaribuan N dan Kusmiadi E. 2014. Pengantar Ilmu Pertanian. Tangerang:
Universitas Terbuka.
Perry, Marvin. 1997. Western Civilization: A Brief History. Boston New
York: Houghton Mifin Company.
Setia, Adi. 2007. Three Meaning of Islamic Science Toward Operasionalizing
Islamization of Knowledge. Center for Islam and Science: Free Online
Library.
The New International Webster’s Comprehensive Dictionary of the English
Language. Florida: Triden Press International.
Trimanto BN. 2003. Kapitalisasi Pertanian. Link: https://www.kompasiana.
com/m.trimanto/57ea0c5829b0bdf2088b4569/kapitalisasi-
pertanian?page=all, 2003, Diakses pada Tanggal 14 Agustus 2018.
WAQF Fund Foundation. Kitab al-Filāha Book on Agriculture Inm Mohammed
Ibn Ahmed Ibn al-Awam, Sevillano; a Translation Project. WAQF
Fundation
Winoto J dan Siregar H. 2008. Agiculure Development in Indonesia:
Current Problems, Issues, and Policies. Jurnal Analisis Kebijakan
Pertanian. Vol. 6, No. 1.
Weisheipl JA. 1985. “Nature and Motion in the Middle Ages”, dalam
Studies in Philosophy and the History of Philosophy, Vol 11. Washington
DC: The Catholic University of America Press.
Oktar, Adnan. 2002. Bencana Kemanusiaan Akibat Darwinisme. Jakarta:
Global Cipta Publishing.
Zarkasyi, Hamid Fahmy. 2010. Liberalisasi Pemikiran Islam: Gerakan bersama
Missionaris, Orientalis dan Kolonialis. Ponorogo: CIOS ISID Gontor.
_________. 2015. Peradaban Islam; Makna dan Strategi Pembangunnanya.
Ponorogo: CIOS-UNIDA Gontor.
Article
Full-text available
Aquaculture business in Sukabumi City is a small-scale business, so there are still various problems that can hinder business development. By joining the group, it is hoped that it will have a real influence on the empowerment of fish farmers, especially in increasing production and independence of fish farmers in making decisions. This study aims to determine the combined effect of group dynamics and independence, the influence of each, as well as the relationship between group dynamics and independence on the success of tilapia aquaculture in the Fish Farmers Group (Kelompok Pembudidaya Ikan) in the city of Sukabumi. The study was conducted in Sukabumi City in November 2021 - March 2022 with the subject of the analysis being Pokdakan which farming tilapia as many as 49 people. The research variables are Group Dynamics (X1), Group Independence (X2) and Business Success (Y). The results shows that the direct influence of group dynamics and group independence on business success was 34%. Group dynamics have no significant effect on business success, the direct effect is only 3.13%. Group independence has a significant effect on business success, with an effect of 20.89%. Group dynamics and group self-reliance have a significant and positive relationship.
Article
Full-text available
Factually, liberalism in social sciences and politics in Western Civilization has marginalized religion or separated religion from social lives and politics step by step. When liberalism became parts of religious thought of Christianity, Catholic and Protestant, it had subordinated the church under the political interest and humanism, and reduced its theological role in almost all aspects of social lives. Therefore, in liberalism of religious thought, the main problem to be argued is the concept of God (Theology) then doctrine and religious dogma. After that, liberalism argued and separated the relationship between religion and politics (Secularism). Finally, liberalism of religious thought became secularism, and influenced by the wave of postmodernism thought which enhances pluralism, equality and relativism. In its expansive movement, through globalization, modernization, and westernization, the West subsequently becomes the challenge of all nations and other civilization include Islam. Specifically, Western Civilization could be seen from three cultural sources; missionaries, orientalism, and colonialism. These three movements essentially disseminate the principle or element of Western way of life.
  • M J Adler
Adler MJ. 2003. Great Book of the Western World. USA: Encyclopedia Britannica. Vol 36.
Islamisasi Pengetahuan
  • Ismail Al-Faruqi
  • Raji
Al-Faruqi, Ismail Raji. 1984. Islamisasi Pengetahuan. Bandung: Penerbit Pustaka Salman ITB.
Principles of Plant Genetics and Breeding
  • G Adquaah
Adquaah G. 2012. Principles of Plant Genetics and Breeding; Second Edition. UK: John Wiley & Sons, Ltd., Publication
Serial Tantangan Pemikiran Islam: Sekularisasi dan Sekularisme
  • Adnin Armas
Armas, Adnin. 2018. Serial Tantangan Pemikiran Islam: Sekularisasi dan Sekularisme. Jakarta: INSISTS.
Vivisection or Science: an Investigation into Testing Drugs and Safe Guarding Health
  • P Croce
Croce, P. 1999. Vivisection or Science: an Investigation into Testing Drugs and Safe Guarding Health. London: Seb Books.
Wajah Peradaban Barat: dari Hagemoni Kristen ke Dominasi Sekular-Liberal
  • Adian Husaini
Husaini, Adian. 2005. Wajah Peradaban Barat: dari Hagemoni Kristen ke Dominasi Sekular-Liberal. Jakarta: Gema Insani.