ArticlePDF Available

PENGARUH APLIKASI INSEKTISIDA BERBAHAN AKTIF ASETAMIPRID TERHADAP ULAT PENGGULUNG PUCUK (Cydia leucostoma) PADA TANAMAN TEH

Authors:
  • Research Institute for Tea and Cinchona
  • Pusat Penelitian Teh dan Kina (Research Institute for Tea and Cinchona)

Abstract

Tea Shoot roller (Cydia leucostoma Meyrick) is one potential pests that attack tea shoot, mainly on the new tea shoot after prunning, it caused plant growth becomes stunted. One of control that can be done is by application of insecticides. To determine the effectiveness of insecticide Acetamiprid, the trial has been conducted at Block A7, Gambung field trial, Kabupaten Bandung, during ± 3 months, from October up to December 2016. The trial was designed in Randomized Complete Block Design (RCBD) with five treatments and four replications. The treatment tested covered insecticide Asetamiprid 30% at 1; 0.75; 0.50; 0.25 l/ha and control. The insecticide was sprayed six times using knapsack sprayer one day after plucking, with one week interval. Tea shoot roller attack intensity was observed weekly at the time of plucking. Shoot production, phytotoxicity, as well as rainfall were also observed as a supporting data. The results showed that after three times of spraying, insecticide Asetamiprid 30% at all formulation doses tested could effectively suppress the attack intensity of tea shoot roller. The last observation result, after six times spraying, revealed that the average efficacy level relatively high, i.e. 73,24%. Therefore, for controlling tea shoot roller on tea it could be recommended the use of insecticide Asetamiprid 30%.
Jurnal Agroteknologi, Vol. 8 No. 1, Agustus 2017 : 11- 16
11
PENGARUH APLIKASI INSEKTISIDA BERBAHAN AKTIF ASETAMIPRID TERHADAP ULAT
PENGGULUNG PUCUK (Cydia leucostoma) PADA TANAMAN TEH
(The Effect of Insecticide with Active Ingredients Acetamiprid to Tea Shoot Roller
(Cydia Leucostoma) on Tea Plant)
FANI FAUZIAH DAN HILMAN MAULANA
Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung,
Desa Mekarsari, Kec. Pasirjambu, Kab. Bandung 40972.
e-mail : fani_fauziah@ymail.com, Tlp. (022) 5928185, Faks : (022) 5928185.
ABSTRACT
Tea Shoot roller (Cydia leucostoma Meyrick) is one potential pests that attack tea shoot, mainly on the
new tea shoot after prunning, it caused plant growth becomes stunted. One of control that can be done is
by application of insecticides. To determine the effectiveness of insecticide Acetamiprid, the trial has been
conducted at Block A7, Gambung field trial, Kabupaten Bandung, during ± 3 months, from October up to
December 2016. The trial was designed in Randomized Complete Block Design (RCBD) with five
treatments and four replications. The treatment tested covered insecticide Asetamiprid 30% at 1; 0.75;
0.50; 0.25 l/ha and control. The insecticide was sprayed six times using knapsack sprayer one day after
plucking, with one week interval. Tea shoot roller attack intensity was observed weekly at the time of
plucking. Shoot production, phytotoxicity, as well as rainfall were also observed as a supporting data. The
results showed that after three times of spraying, insecticide Asetamiprid 30% at all formulation doses
tested could effectively suppress the attack intensity of tea shoot roller. The last observation result, after
six times spraying, revealed that the average efficacy level relatively high, i.e. 73,24%. Therefore, for
controlling tea shoot roller on tea it could be recommended the use of insecticide Asetamiprid 30%.
Keywords : acetamiprid, tea shoot roller, tea
PENDAHULUAN
Hama penggulung pucuk teh (Laspeyresia
leucostoma Meyrick) merupakan salah satu
hama potensial yang menyerang tanaman teh.
Ulat penggulung pucuk menyerang tanaman teh
pada bagian pucuk. Salah satu kerugian yang
ditimbulkan akibat serangan hama penggulung
pucuk adalah tergulungnya pucuk daun teh
sehingga mengakibatkan pertumbuhan tanaman
menjadi terhambat. Serangan L. leucostoma
terjadi sepanjang tahun, terutama pada tanaman
teh yang baru tumbuh kembali setelah
pemangkasan (Pusat Penelitian Teh dan Kina,
2006).
Ngengat betina bertelur dengan
meletakkan satu atau dua telur per daun teh.
Ulat yang telah menetas akan langsung menuju
pucuk dan menggulung daun pucuk dengan
menggunakan benang-benang halus sehingga
pucuk menjadi tergulung. Ulat secara bertahap
membuat sarang dan makan dari bagian dalam
sarang. Dua hari sebelum menjadi kepompong,
ulat berhenti makan dan mulai melipat daun
dipinggirnya. Dalam lipatan daun, ulat membuat
kepompong berwarna putih (Peraturan Menteri
Pertanian, 2014).
Pengendalian ulat penggulung pucuk
dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara
lain dengan melakukan pemetikan pucuk daun
teh yang terserang; cara hayati dengan
menggunakan musuh alami seperti Apanteles;
dan cara kimiawi dengan insektisida.
Penggunaan insektisida merupakan cara yang
dinilai paling efektif untuk mengendalikan ulat
penggulung pucuk. Beberapa bahan aktif
insektisida yang dapat digunakan untuk
mengendalikan ulat penggulung pucuk antara
lain kuinalfos, karbaril, tetraklorvinfos, dan
metidation (PPTK, 2006). Penggunaan
insektisida harus dilaksanakan secara bijaksana
dengan tepat jenis, dosis, anjuran, sasaran,
cara, waktu aplikasi dan menggunakan pestisida
yang telah terdaftar dan memperoleh izin
(Permentan, 2014). Berdasarkan daftar
Pestisida Pertanian dan Kehutanan 2016,
keempat bahan aktif tersebut tidak terdaftar
untuk mengendalikan ulat penggulung pucuk
pada tanaman teh. Oleh karena itu, perlu
diketahui efektivitas bahan aktif insektisida lain
yang telah terdaftar dan dapat dijadikan sebagai
Pengaruh Aplikasi Insektisida Berbahan Aktif Asetamiprid Terhadap Ulat (Fauziah dan Maulana)
12
alternatif untuk mengendalikan ulat penggulung
pucuk.
BAHAN DAN METODE
Insektisida Asetamiprid 30% (setara
dengan Asetamiprid 27,708 gram) yang diuji
merupakan insektisida kontak dan sistemik
berbentuk pekatan yang dapat diemulsikan.
Percobaan dilakukan selama ± 4 bulan, dari
Bulan September hingga Desember, di Blok A7,
Kebun Percobaan Gambung, Kabupaten
Bandung, Jawa Barat dengan ketinggian tempat
1.350 m di atas permukaan laut. Lahan
percobaan yang digunakan adalah areal
tanaman teh produktif klon GMB 7, dengan umur
tanaman ± 2 tahun setelah pangkas. Petak
percobaan yang digunakan berukuran (10 x 10)
m2, dengan batas antar plot 2 m.
Percobaan dirancang dalam
Rancangan Acak Kelompok dengan 5 perlakuan
dan diulang sebanyak 5 kali. Perlakuan yang
diuji disajikan pada Tabel 1. berikut :
Tabel 1. Perlakuan yang diuji
No.
Kode
Perlakuan
Dosis (l/ha)
1
A
Asetamiprid 30%
1
2
B
Asetamiprid 30%
0,75
3
C
Asetamiprid 30%
0,5
4
D
Asetamiprid 30%
0,25
5
E
Kontrol (tanpa perlakuan)
-
Aplikasi Insektisida dilakukan dengan
cara penyemprotan menggunakan alat semprot
punggung, dengan volume semprot 400 liter per
ha. Penyemprotan dilakukan satu hari setelah
pemetikan, sebanyak 6 kali aplikasi dengan
interval aplikasi 1 minggu. Pengamatan
dilakukan 1 minggu sekali pada saat pemetikan,
sebanyak 9 kali, yang terdiri dari 3 kali
pengamatan pendahuluan, dan 6 kali
pengamatan setelah aplikasi perlakuan.
Parameter pengamatan utama adalah intensitas
serangan ulat penggulung pucuk. Sebagai data
pendukung, diamati pula produksi pucuk teh,
fitotoksisitas, dan curah hujan.
Intensitas serangan ulat penggulung
pucuk ditentukan dengan cara menghitung
jumlah pucuk p+3 yang sehat dan yang terinfeksi
dari 100 pucuk sampel yang diambil secara acak
dari hasil pucuk per petak. Intensitas serangan
ulat penggulung pucuk dihitung dengan rumus :
I = intensitas hama (%)
a = Jumlah pucuk p+3 yang terserang
b = Jumlah pucuk p+3 yang sehat
Dari hasil pengamatan terakhir dihitung
tingkat efektivitas insektisida, dengan rumus :
EI = Efektivitas Insektisida (%)
Ik = Intensitas serangan hama pada kontrol (%)
Ip = Intensitas serangan hama perlakuan (%)
Pengamatan keracunan tanaman atau
fitotoksisitas akibat penyemprotan insektisida
ditentukan dengan nilai skala yang didasarkan
atas persentase daun yang menunjukkan gejala
keracunan pada tiap petak percobaan. Penilaian
fitotoksisitas ditentukan sebagai berikut :
1. Tidak fitotoksisitas (tidak ada daun yang
menunjukkan gejala keracunan)
2. Fitotoksisitas rendah (1-10% daun dari unit
contoh menunjukkan gejala keracunan)
3. Fitotoksisitas sedang (11-25% daun dari
unit contoh menunjukkan gejala keracunan)
4. Fitotoksisitas tinggi (26-100% daun dari unit
contoh menunjukkan gejala keracunan)
Data intensitas serangan ulat
penggulung pucuk dan produksi pucuk teh
dianalisis secara statistic dengan menggunakan
Analisis Sidik Ragam (Analyses of Variance),
dilanjutkan dengan uji beda rata-rata dengan
menggunakan Uji Duncan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Efektivitas insektisida Asetamiprid 30%
terhadap ulat penggulung pucuk
Hasil pengamatan pendahuluan
sebanyak 3 kali menunjukkan bahwa pada awal
percobaan sebelum aplikasi perlakuan
(penyemprotan), kondisi serangan ulat
Jurnal Agroteknologi, Vol. 8 No. 1, Agustus 2017 : 11- 16
13
penggulung pucuk dengan rata-rata ± 31,29%
pengamatan pendahuluan ke-3, yang merupakan kondisi awal sebelum aplikasi
perlakuan (Tabel 2, Gambar 3).
Tabel 2. Intensitas Serangan Penggulung Pucuk Pada Awal Percobaan
Perlakuan
PP1
PP2
A. Asetamiprid 30% 1 l/ha
36,12 b
36,93 c
B. Asetamiprid 30% 0,75 l/ha
38,39 b
36,58 c
C. Asetamiprid 30% 0,50 l/ha
32,60 ab
33,69 bc
D. Asetamiprid 30% 0,25 l/ha
28,61 a
30,11 ab
E. Kontrol
25,27 a
28,21 a
*Angka rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda
Duncan pada taraf 0,05%
+
Gambar 3. Gejala serangan hama penggulung pucuk pada awal percobaan
Hasil pengamatan setelah aplikasi
perlakuan (penyemprotan) (Tabel 3)
menunjukkan bahwa perlakuan insektisida
Asetamiprid 30% mulai menunjukkan
efektivitasnya setelah 3 kali penyemprotan.
Pada tiga kali pengamatan, yaitu pada
pengamatan setelah aplikasi ke-3, intensitas
serangan pada ketiga dosis Asetamiprid 30% (1
l/ha, 0,75 l/ha, dan 0,5 l/ha) tidak berbeda nyata
satu sama lain namun lebih rendah jika
dibandingkan dengan dosis 0,25 l/ha dan
kontrol. Pada pengamatan ke-5 setelah aplikasi
intensitas serangan ulat penggulung pucuk tidak
berbeda nyata antar dosis Asetamiprid 30%.
Pada pengamatan ke-4 setelah aplikasi,
intensitas serangan ulat penggulung pucuk pada
dosis 1 l/ha dan 0,50 l/ha tidak berbeda nyata.
Sementara itu, pada pengamatan terakhir
(pengamatan ke-6 setelah aplikasi)
menunjukkan bahwa intensitas serangan ulat
penggulung pucuk pada dosis 0,75 l/ha dan 0,5
l/ha tidak berbeda nyata satu sama lain.
Tabel 3. Intensitas Serangan Penggulung Pucuk Pada Berbagai Perlakuan Insektisida Asetamiprid 30% Setelah
Aplikasi Perlakuan
Perlakuan
1
2
3
4
5
6
A. Asetamiprid 30% 1 l/ha
25,38
17,67
16,98 a
10,19 a
9,54 a
4,76 a
B. Asetamiprid 30% 0,75 l/ha
25,88
18,73
16,36 a
13,76 ab
13,00 a
8,31 ab
C. Asetamiprid 30% 0,50 l/ha
28,33
21,71
17,56 a
12,24 a
11,77 a
8,02 ab
D. Asetamiprid 30% 0,25 l/ha
27,17
24,30
21,35 b
17,26 b
14,35 a
10,87 b
E. Kontrol
29,1
23,68
29,92 c
27,75 c
28,53 b
29,86 c
Signifikansi
NS
NS
*Angka rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda
Duncan pada taraf 0,05%; NS = Not Significant
Intensitas serangan ulat penggulung
pucuk terus menurun hingga pengamatan
terakhir (pengamatan ke-6 setelah aplikasi) pada
seluruh perlakuan Asetamiprid 30% (Gambar 4).
Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan
bahwa aplikasi insektisida Asetamiprid 30%
pada seluruh dosis dapat menurunkan intensitas
serangan ulat penggulung pucuk. Namun, dosis
Asetamiprid 30% 1 l/ha menunjukkan penurunan
intensitas serangan ulat penggulung pucuk
terendah hingga 4,76% pada pengamatan ke-6
setelah aplikasi.
Pengaruh Aplikasi Insektisida Berbahan Aktif Asetamiprid Terhadap Ulat (Fauziah dan Maulana)
14
Insektisida Asetamiprid termasuk
kedalam golongan Neonikotinoid. Mode of
Action dari golongan neonikotinoid adalah
menyerang system syaraf secara spesifik pada
Nicotinic acethylcholine receptor (nAChR).
Insektisida tersebut akan meniru tindakan agonis
asetilkolin di nAChRs yang merupakan
neurotransmitter utama dalam sistem saraf
pusat serangga. Hal tersebutakan menyebabkan
hipereksitasi pada syaraf serangga (Insecticide
Resistance Action Committee, 2016).
Gambar 4. Intensitas Serangan Hama Penggulung Pucuk Pada Berbagai Perlakuan Asetamiprid 30% Setelah
Aplikasi Perlakuan
Dari hasil pengamatan terakhir setelah 6 kali
penyemprotan, dapat diketahui bahwa rata-rata
tingkat efektivitas (TE) insektisida Asetamiprid
30% sangat tinggi, mencapai ± 73,24%. Dengan
demikian, tingkat efektivitas insektisida
Asetamiprid 30% lebih dari 70%, sesuai dengan
tingkat efektivitas yang diharapkan dari suatu
insektisida (Tabel 4).
Tabel 4. Efektivitas Berbagai Dosis Formulasi Insektisida Asetamiprid 30% Terhadap Hama Penggulung Pucuk pada
Pengamatan Terakhir
Perlakuan
Intensitas serangan hama
(%) *
Tingkat Efektivitas (TE)
(%) **
A. Asetamiprid 30% 1 l/ha
4,76 a
84,06
B. Asetamiprid 30% 0,75 l/ha
8,31 ab
72,17
C. Asetamiprid 30% 0,50 l/ha
8,02 ab
73,14
D. Asetamiprid 30% 0,25 l/ha
10,87 b
63,60
E. Kontrol
29,86 c
-
Rata-rata TE (%)
73,24
* Setelah aplikasi perlakuan (penyemprotan) ke-6
Angka rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda
Duncan pada taraf 0,05%
**TE = ((Ik Ip)/Ik) x 100
Ik = Intensitas serangan hama pada kontrol (%)
Ip = Intensitas serangan hama pada perlakuan (%)
Salah satu yang mempengaruhi tingkat
efektivitas insektisida adalah Mode of Action.
Mode of Action merupakan kemampuan
pestisida dalam mematikan hama atau penyakit
sasaran menurut cara masuknya bahan beracun
ke jasad hama atau penyakit sasaran dan
menurut sifat dari bahan kimia tersebut.
Berdasarkan cara masuknya, Asetamiprid
merupakan insektisida dengan golongan racun
perut dan racun kontak. Racun perut merupakan
bahan beracun yang dapat merusak sistem
pencernaan jika tertelan oleh serangga,
sedangkan racun kontak merupakan bahan
beracun pestisida yang dapat membunuh atau
mengganggu perkembangbiakan serangga, jika
bahan beracun tersebut mengenai tubuh
serangga (Hudayya dan Jayanti, 2012; IRAC,
2016). Oleh karena itu, dengan kedua
mekanisme tersebut tingkat efektivitas yang
0
5
10
15
20
25
30
35
1 2 3 4 5 6
Intensitas Serangan (%)
Pengamatan setelah aplikasi ke-
A.1 l/ha
B. 0,75 l/ha
C. 0,50 l/ha
D. 0,25 l/ha
E. Kontrol
Jurnal Agroteknologi, Vol. 8 No. 1, Agustus 2017 : 11- 16
15
dicapai oleh insektisida Asetamiprid 30% relatif
tinggi dengan rata-rata lebih dari 70%.
Hal ini juga sejalan dengan hasil
penelitian Chen dkk., (2007) bahwa tingkat
efektivitas Asetamiprid terhadap telur Contarinia
nasturtii pada bibit kembang kol sangat tinggi
hingga mencapai 100%.
.
Pengaruh insektisida Asetamiprid 30%
terhadap produksi pucuk basah
Hasil analisis statistik terhadap produksi
pucuk teh kumulatif dari 9 kali pemetikan
menunjukkan bahwa perlakuan insektisida
Asetamiprid 30% pada dosis 0,25 l/ha,
menghasilkan produksi pucuk yang berbeda
nyata dengan kontrol (Tabel 5). Produksi pucuk
pada aplikasi Asetamiprid 30% dosis 0,50 l/ha
sebanding dengan kontrol. Berdasarkan hasil
tersebut, tampak bahwa pengaruh perlakuan
insektisida Asetamiprid 30% terhadap intensitas
serangan ulat penggulung pucuk sejalan dengan
pengaruhnya terhadap produksi pucuk.
Efektivitas insektisida Asetamiprid 30% dalam
menekan intensitas serangan hama, dapat
menghasilkan produksi pucuk yang lebih tinggi
dari kontrol. Namun, produksi pucuk pada
aplikasi Asetamiprid 30% dosis 1 l/ha dan 0,75
l/ha lebih rendah jika dibandingkan dengan
kontrol. Hal ini dapat disebabkan oleh tingginya
intensitas serangan ulat penggulung pucuk pada
awal aplikasi insektisida, yang menyebabkan
kehilangan hasil akibat serangan ulat
penggulung pucuk cukup tinggi.
Tabel 5. Rata-Rata Produksi Pucuk Basah pada Berbagai Perlakuan Insektisida Asetamiprid 30%
Perlakuan
Rata-rata Produksi pucuk basah (kg/100 m2) *
A. Asetamiprid 30%1 l/ha
22,33 a
B. Asetamiprid 30%0,75 l/ha
23,66 a
C. Asetamiprid 30%0,50 l/ha
27,76 ab
D. Asetamiprid 30%0,25 l/ha
30,59 b
E. Kontrol
27,18 ab
*Dari pemetikan terakhir (pemetikan ke-6)
Angka rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda
Duncan pada taraf 0,05%
Pengaruh insektisida Asetamiprid 30%
terhadap fitotoksisitas pada tanaman teh
Selama percobaan tidak terlihat adanya
gejala fitotoksisitas pada tanaman teh yang
diakibatkan oleh perlakuan insektisida
Asetamiprid 30%. Dari hasil pengamatan pada
tanaman, tidak terdapat gejala keracunan akibat
penyemprotan Asetamiprid 30% baik pada
pucuk, daun muda maupun daun tua. Dengan
demikian insektisida Asetamiprid 30% aman
terhadap tanaman teh. Diketahui bahwa
insektisida Asetamiprid 30% juga aman terhadap
operator/petugas, karena bentuknya yang
berupa cairan tidak menimbulkan iritasi pada
kulit maupun mengganggu inhalasi
operator/petugas. Selain mekanisme kerja
insektisida secara kontak dan lambung,
Asetamiprid juga memiliki tingakt efikasi yang
tinggi dengan toksisitas yang relatif rendah.
Bahan aktif Asetamiprid tidak ditemukan bukti
karsinogenisitas, neurotoksisitas, mutagenisitas
atau gangguan endokrin. Asetamiprid dapat
menjadi bahan aktif alternatif untuk
menggantikan insektisida organofosfat, yang
telah menyebabkan pencemaran lingkungan
yang parah dan dilarang di banyak negara (U.S.
Environmental Protection Agency, 2002).
KESIMPULAN
Insektisida Asetamiprid 30% pada dosis
0.5; 0.75; dan 1 l/ha dapat menekan intensitas
serangan ulat penggulung pucuk pada tanaman
teh setelah tiga kali penyemprotan dengan
tingkat efektivitas lebih dari 70%.
DAFTAR PUSTAKA
Chen, M., Zhao, J.Z. and Shelton, A.M., 2007.
Control of Contarinia nasturtii Keiffer
(Diptera: Cecidomyiidea) by foliar sprays
of acetamiprid on cauliflower transplants.
Crop Protection, 26(10), pp.1574-1578.
Hudayya, A., dan Jayanti, H. 2012.
Pengelompokan Pestisida Berdasarkan
Cara Kerjanya (Mode of Action).
Bandung : Yayasan Bina Tani Sejahtera.
Insecticide Resistance Action Committee. 2016.
IRAC Mode of Action Classification
Pengaruh Aplikasi Insektisida Berbahan Aktif Asetamiprid Terhadap Ulat (Fauziah dan Maulana)
16
Scheme. IRAC Resistance Action
Committee. Diperoleh dari : www.irac-
online.org/documents/moa-
classification/?ext=pdf [Diakses
18/12/2016]
Pusat Penelitian Teh dan Kina. 2006. Petunjuk
Teknis Budidaya Tanaman Teh.
Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia
nomor 50/Permentan/OT.140/4/2014.
2014. Pedoman Teknis Budidaya Teh
yang Baik. Jakarta.
United States Environmental Protection Agency
(EPA). 2002. Pesticide Fact Sheet.
https://www3.epa.gov/pesticides/chem_s
earch/reg_actions/registration/fs_PC-
099050_15-Mar-02.pdf [1 Oktober 2016]
ResearchGate has not been able to resolve any citations for this publication.
IRAC Resistance Action Committee. Diperoleh dari : www.iraconline.org/documents/moaclassification/?ext=pdf
  • Scheme
Scheme. IRAC Resistance Action Committee. Diperoleh dari : www.iraconline.org/documents/moaclassification/?ext=pdf [Diakses