ArticlePDF Available

Pemanfaatan Tanaman Refugia untuk Mengendalikan Hama dan Penyakit Tanaman Padi

Authors:
  • Banten Assessment Institute for Agricultural Technology

Abstract and Figures

Aplikasi pestisida yang tidak tepat dapat berdampak negatif dengan memicu ‎ledakan populasi hama akibat resistensi atau resurgensi. Dampak tersebut dapat ‎dikurangi melalui Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dengan memanfaatkan agen ‎hayati. Rekayasa ekologi berupa pemanfaatan tanaman refugia berperan sebagai ‎mikrohabitat agen hayati dari OPT tanaman utama. Refugia dapat menyediakan ‎tempat berlindung secara spasial dan/atau temporal bagi musuh alami hama, ‎seperti predator dan parasitoid, serta mendukung komponen interaksi biotik pada ‎ekosistem, seperti polinator. Beberapa tanaman refugia yang dapat digunakan ‎sebagai agen hayati dari OPT tanaman padi antara lain: akar wangi, kangkung ‎hutan, jagung, kacang panjang, dan wijen. Modifikasi lahan pada sistem tanam ‎polikultur menggunakan tanaman refugia dapat dilakukan melalui inter cropping, ‎strip cropping, alley cropping, tanaman pinggiran (hedgerows), insectary plant, ‎beetle bank, tumbuhan mulsa hidup, dan tanaman penutup tanah (cover crop).‎
Content may be subject to copyright.
Penanggung Jawab :
Kepala Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian Banten
Dewan Redaksi :
Resmayeti Purba
ST. Rukmini
Mayunar
Pepi Nur Susilawati
Redaksi Pelaksana :
Asep Wahyu
Septi Kusumawati
Alamat Redaksi :
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten
Jl. Ciptayasa KM. 01 Ciruas, Serang-Banten 42182
Telp. (0254) 281055, Fax. (0254) 282507
Email: bptpbanten@yahoo.com
Keragaan Produktivitas Padi Gogo di Kabupaten
Lebak
Yusarman ............................................................ 1
Pemanfaatan Bakteri Endofit dalam Mengendalikan
Penyakit hawar Daun Bakteri pada Padi
Sri Kurniawati .................................................... .9
Keragaan Usaha Produktif Gapoktan Penerima
Program Pengembangan Usaha Agribisnis
Pedesaan (PUAP) di Provinsi Banten
Sri Lestari ........................................................... 18
Pemanfaatan Tanaman Refugia untuk
Mengendalikan Hama dan Penyakit Tanaman Padi
Ulima Darmania Amanda .................................. 29
Respon Peserta Temu Lapangan terhadap Teknologi
Budidaya Sapi di Kabupaten Tangerang
Rika Jayanti Malik ............................................. 46
Karakteristik dan Penilaian Pengunjung terhadap
Pelayanan Stand BPTP Banten dalam Acara
Pameran Banten Expo
Dewi Widiyastuti dan Septi Kusumawati ........... 55
Dampak Keberadaan Perpustakaan Digital terhadap
Perkembangan Perpustakaan Khusus Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Banten
Sri Maryani ........................................................ 62
BULETIN IKATAN
(INFORMASI PENGKAJIAN DAN DISEMINASI INOVASI TEKNOLOGI PERTANIAN)
ISSN: 9772088-8929
VOLUME 7 NOMOR 2 TAHUN 2017
DAFTAR ISI
Buletin IKATAN (Informasi Pengkajian dan Diseminasi Inovasi Teknologi Pertanian) menerima
naskah hasil pengkajian dan diseminasi inovasi teknologi dari phak lain yang memenuhi kriteria
sebagaimana tercantum dalam pedoman bagi penulis di halaman sampul majalah ini.
Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 29
PEMANFAATAN TANAMAN REFUGIA UNTUK MENGENDALIKAN HAMA DAN
PENYAKIT TANAMAN PADI
Ulima Darmania Amanda
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten
Jln. Ciptayasa KM. 01, Ciruas, Serang, Banten 42182
Telp. (0254) 281055; Fax (0254) 282507
email : bptpbanten@yahoo.com, ulima.d.amanda@gmail.com
ABSTRAK
Aplikasi pestisida yang tidak tepat dapat berdampak negatif dengan memicu ledakan
populasi hama akibat resistensi atau resurgensi. Dampak tersebut dapat dikurangi melalui
Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dengan memanfaatkan agen hayati. Rekayasa ekologi
berupa pemanfaatan tanaman refugia berperan sebagai mikrohabitat agen hayati dari OPT
tanaman utama. Refugia dapat menyediakan tempat berlindung secara spasial dan/atau
temporal bagi musuh alami hama, seperti predator dan parasitoid, serta mendukung
komponen interaksi biotik pada ekosistem, seperti polinator. Beberapa tanaman refugia yang
dapat digunakan sebagai agen hayati dari OPT tanaman padi antara lain: akar wangi,
kangkung hutan, jagung, kacang panjang, dan wijen. Modifikasi lahan pada sistem tanam
polikultur menggunakan tanaman refugia dapat dilakukan melalui inter cropping, strip
cropping, alley cropping, tanaman pinggiran (hedgerows), insectary plant, beetle bank,
tumbuhan mulsa hidup, dan tanaman penutup tanah (cover crop).
Kata kunci: Refugia, padi, OPT, rekayasa ekologi
PENDAHULUAN
Penggunaan pestisida merupakan salah satu bentuk adaptasi petani padi terhadap
perubahan iklim, baik pada musim kering maupun basah, yang juga berpengaruh secara nyata
terhadap pendapatan usahatani (Zaenun et al., 2017). Aplikasi pestisida secara intensif dapat
mendukung produktivitas padi sawah, namun disisi lain dapat merusak keseimbangan alami
ekosistem di lahan pertanian. Terganggunya rantai makanan alami dapat meningkatkan
populasi hama akibat resistensi dan berkurangnya populasi musuh alami yang mampu
mengendalikan populasi hama (Muhibah dan Leksono, 2015). Selain perubahan iklim dan
Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 30
aplikasi pestisida yang tidak tepat, peningkatan populasi hama juga dapat diakibatkan oleh
teknik budidaya dan fenologi tanaman (Heviyanti dan Mulyani, 2016).
Penggunaan pestisida kimiawi yang tidak tepat, dapat memberikan dampak negatif
terhadap petani dan konsumen, lingkungan, dan organisme non-target (Yuantari et al., 2015).
Organisme non-target seringkali berupa musuh alami hama (predator, parasitoid, dan patogen
serangga) dan serangga bermanfaat (penyerbuk, detrifora, dll).
Ketidakmampuan pestisida dalam mengendalikan hama juga berdampak negatif dengan
memicu ledakan populasi hama akibat resistensi atau resurgensi. Resistensi adalah proses
perubahan sensitivitas yang diwariskan dalam populasi hama yang tercermin dalam
kegagalan berulang suatu pestisida untuk mengendalikan hama sesuai dengan dosis
rekomendasi. Resurgensi wereng cokelat merupakan proses peningkatan populasi setelah
aplikasi insektisida dengan laju pertumbuhan yang lebih tinggi dari yang tidak diaplikasi
insektisida. Resurgensi merupakan proses perubahan fisiologi tanaman sehingga lebih disukai
oleh hama tertentu, atau ada rangsangan pestisida terhadap hama yang mendukung
kelangsungan pada satu atau beberapa fase hidupnya (Baehaki et al., 2016). Seringkali
fenomena tersebut memunculkan atau meningkatkan status suatu jenis hama dari bukan hama
menjadi hama penting setelah paparan insektisida.
Dampak negatif dari penggunaan pestisida dapat dikurangi melalui Pengendalian Hama
Terpadu (PHT) dengan memanfaatkan agen hayati. Rekayasa ekologi berupa tanaman refugia
dapat digunakan sebagai mikrohabitat agen hayati dari hama tanaman utama. Tulisan ini
bertujuan untuk menguraikan dasar teori dan penelitian terkait pemanfaatan tanaman refugia
dalam mengendalikan OPT tanaman padi. Metode yang digunakan dalam penulisan adalah
penelusuran literatur.
TANAMAN REFUGIA
Semua organisme di alam, termasuk hama tanaman budidaya, mempunyai musuh
alaminya. Keberadaan musuh alami OPT dapat melemahkan, mengurangi fase reproduktif,
sampai membunuh OPT. Namun musuh alami tersebut belum tentu mampu menjadi faktor
penekan perkembangan populasi hama akibat tidak tersedianya makanan dan tempat
berlindung (refugia) (Heviyanti dan Mulyani, 2016). Refugia adalah mikrohabitat yang
menyediakan tempat berlindung secara spasial dan/atau temporal bagi musuh alami hama,
seperti predator dan parasitoid, serta mendukung komponen interaksi biotik pada ekosistem,
seperti polinator atau serangga penyerbuk (Keppel et al., 2012). Studi mengenai refugia,
khususnya di Indonesia masih sangat minimal (Gambar 1.).
Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 31
Gambar 1. Distribusi publikasi studi mengenai refugia
[Sumber: Keppel et al., 2012].
Tanaman refugia mempunyai potensi menyokong mekanisme sistem yang meliputi
perbaikan ketersediaan makanan alternatif seperti nektar, serbuk sari, dan embun madu;
menyediakan tempat berlindung atau iklim mikro yang digunakan serangga predator untuk
bertahan melalui pergantian musim atau berlindung dari faktor-faktor ekstremitas lingkungan
atau pestisida; dan menyediakan habitat untuk inang atau mangsa alternatif (Landis et al.,
2000).
Biaya Refugia
Hermanto et al. (2014) melakukan analisis biaya untuk budidaya padi seluas satu hektar
selama satu musim tanam. Biaya produksi budidaya padi pada pertanaman dengan PHT
berbasis rekayasa ekologi (PHT-RE) hanya sedikit lebih tinggi sebesar Rp. 160.000
dibandingan pada pertanaman PHT konvensional (PHT-K). Biaya produksi pada PHT-RE
sebesar Rp 11.625.000,-, sedangkan pada PHT-K sebesar Rp 11.465.000,-. Dari perhitungan
hasil panen diperoleh total pendapatan sebesar Rp 26.500.000,- pada lahan PHT-RE dan Rp
26.000.000,- pada lahan PHT-K. Dari perhitungan pendapatan diperoleh keuntungan dari
lahan PHT-RE lebih tinggi yaitu sebesar Rp 14.775.000,- sedangkan dari lahan PHT-K
sebesar Rp 14.535.000,-.
Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 32
Salah satu faktor memengaruhi biaya produksi pertanaman dengan refugia adalah pola
konfigurasi pada lahan pertanian. Sebagai ilustrasi hasil studi Hyde et al. (2000) pada lahan
pertanian jagung transgenik di United States. Pemerintah membuat regulasi agar produsen
jagung menanam setidaknya 20% tanaman refugia sebagai bagian dari program Insect
Resistance Management. Menanam refugia dalam susunan strips merupakan metode dengan
biaya paling rendah dibandingkan dengan susunan block maupun bentuk-U (Gambar 2).
Gambar 2. Konfigurasi pertanaman refugia memengaruhi biaya produksi [Sumber:
Hyde et al., 2000].
Jenis Tanaman Refugia
Jenis-jenis tanaman yang berpotensi sebagai refugia antara lain: tanaman berbunga,
gulma berdaun lebar, tumbuhan liar yang ditanam atau yang tumbuh sendiri di areal
pertanaman, dan sayuran (Horgan et al., 2016). Kriteria tanaman yang dapat digunakan
sebagai strip vegetasi refugia (vegetation strips) adalah:
Tanaman harus ditanam dari biji tanpa perlu pindah tanam (transplanting)
Tanaman harus cepat tumbuh, mampu bersaing dengan gulma, dan mudah dalam
perawatan
Tanaman harus cepat berbunga
Tanaman harus memiliki buah atau struktur vegetatif yang bernilai ekonomis bagi petani,
baik untuk konsumsi atau komersial
Tanaman harus dapat berproduksi baik dalam budidaya minimum
Tanaman harus bersifat mengusir atau tidak disukai oleh hama tanaman utama
Tanaman harus dapat menarik Arthropoda yang menguntungkan baik sebagai
mikrohabitat maupun sumber nektar atau serbuk sari.
Peningkatan Biaya
Tenaga Kerja per-acre
atau 0,4 ha
(Rupiah, kurs
16/01/2018)
Rp. 2000,17 - 4000,35
Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 33
Tanaman refugia berpotensi digunakan sebagai agen hayati pada tanaman pangan,
hortikultura, tanaman hias, maupun tanaman industri dan perkebunan. Beberapa refugia pada
tanaman pangan (padi) dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Tanaman refugia yang dapat digunakan sebagai PHT OPT tanaman padi
No.
Flora refugia
Peran
Referensi
1.
Kangkung hutan (Ipomoea crassicaulis
(Benth.) B. L. Rob.)
Akar wangi (Vetiveria zizanioides (L.)
Nash).
Mengendalikan diversitas
herbivora
Sari dan Yanuwiadi,
2014; Azmi et al., 2014
2.
Jagung (Zea mays)
Kacang panjang (Vigna cylindrica)
menyeimbangkan populasi
serangga herbivora,
predator, dan polinator
Setyadin et al., 2017
Pujiastuti, 2015
3.
Wijen (Sesamum indicum)
Temu Wiyang (Emilia sonchifolia)
Pacar air (Impatiens balsamina)
meningkatkan populasi
parasitoid telur wereng
Anagrus nilaparvatae
Zhu et al., 2013
4.
Putri malu (Mimosa pudica)
Sawi langit (Vernonia cinereal)
Semanggi (Marsilea crenata)
Kayambang (Pistia startiotes)
Meningkatkan jumlah
musuh alami
Maisyaroh et al., 2012
Salah satu serangga predator OPT tanaman padi adalah kumbang koksi. Kumbang
koksi dari famili Coccinellidae biasa ditemukan hidup pada tanaman budidaya dan pada
gulma yang menghasilkan nektar dan serbuk sari (Nur et al., 2014). Beberapa tanaman yang
dapat menyokong keberadaan kumbang koksi dapat dilihat pada Tabel 3.
Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 34
Tabel 3. Tanaman yang mendukung keberadaan kumbang koksi
Famili
Spesies
Fungsi
Sumber
nektar
Sumber
pollen
Refugia
Asteraceae
Ageratum conyzoides L.
-
-
Synedrella nodiflora (L.) Gaertn
-
-
Capparidaceae
Cleome rutidosperma DC
-
-
-
Malvaceae
Sida rhombifolia L.
-
-
Mimosaceae
Mimosa pudica L.
-
-
Papilionaceae
Crotalaria striata DC
-
Scrophulariaceae
Lindernia crustacea (L.) F.v.M
-
-
Verbenaceae
Lantana camara L.
-
-
Sumber: Nur et al., 2014
Pemilihan jenis tanaman refugia untuk PHT pada suatu tanaman utama juga harus
mempertimbangkan kompatibilitas interaksi biotik yang ingin dimanipulasi. Arachis pintoi
(Krapov. & W.C. Greg.) dan Ageratum conyzoides (Linn.) diketahui tidak sesuai dikombinasi
sebagai tanaman refugia, karena berpengaruh negatif terhadap tingkat parasitasi parasitoid
pada hama tanaman belimbing Bactrocera carambolae Drew & Hancock (Meiadi et al.,
2015).
Mekanisme Tanaman Refugia dalam PHT
Pemanfaatan tanaman refugia melalui rekayasa ekologi merupakan bagian dari
teknologi pengendalian hama terpadu (PHT) yang bertujuan pencapaian keseimbangan
biologi hama dan musuh alami agar berada di bawah ambang ekonomi. Rekayasa ekologi
sebagai bagian dari PHT dapat dilakukan melalui: rasionalisasi masukan pestisida dengan
menghindari penggunaan insektisida pada awal pertanaman, manipulasi detritivora
menggunakan pupuk organik, sistem integrasi palawija pada tanaman padi (SIPALAPA),
rotasi palawija setelah tanaman padi (ROPALAPA), penggunaan tanaman perangkap,
pengaturan waktu tanam, pemberian bahan organik untuk meningkatkan musuh alami, dan
manipulasi vegetasi pada pematang dengan diversifikasi flora refugia (Baehaki et al., 2016).
Aplikasi insektisida dalam konsep PHT baru dapat dilakukan apabila hasil dari beberapa
Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 35
teknik pengendalian tidak efektif sehingga insektisida merupakan alternatif terakhir yang
secara selektif dapat mengendalikan hama sasaran (Heviyanti dan Mulyani, 2016).
Pada pertanaman polikultur padi-palawija/bunga terjadi dinamika dialektika (dua arah)
berupa hubungan antara dua komoditas dengan musuh alami dan hama, sedangkan hubungan
komoditas dengan hama dan musuh alami pada pertanaman monokultur mempunyai
dinamika yang monoton (Gambar 3). Sistem polikultur dapat menurunkan potensi serangan
hama pada tanaman melalui pembatasan fisis atau khemis bagi hama untuk menemukan
inangnya serta meningkatkan kelulushidupan dan aktivitas musuh alami pada agroekosistem
(Kurniawati dan Martono, 2015).
Gambar 3. Dinamika-dialektika hubungan antara dua komoditas dengan musuh alami
dan hama [Sumber: Baehaki, 2005].
Musuh alami OPT di pertanaman padi sawah dapat berupa predator, parasitoid, dan
patogen. Selain konservasi musuh alami OPT, tanaman refugia juga dapat mendukung
kehadiran serangga bermanfaat seperti polinator dan detritivor. Rangkaian efek dari
kehadiran parasitoid dan polinator dapat dilihat pada Gambar 4.
Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 36
a). Parasitoid
b). Polinator
Populasi hama berkurang
hingga dibawah ambang
batas ekonomi
Meningkatnya hasil panen
Lebih banyak jumlah
proporsi hama yang mati
Meningkatnya laju polinasi pada tanaman pangan
Meningkatnya kebugaran
(fitness) individu parasitoid
Meningkatnya kebugaran (fitness) individu parasitoid
Parasitoid berkumpul pada
tanaman berbunga
Jumlah pollinator meningkat
Ukuran koloni meningkat
Meningkatnya kebugaran (fitness) larva maupun polinator dewasa
Meningkatnya jumlah sarang penyimpan pollen
Meningkatnya proporsi lebah dengan pollen pada corbiculae (keranjang
pollen)
Meningkatnya jumlah pollen/nectar yang dikonsumsi polinator
Polinator berkumpul pada tanaman berbunga
Keterangan: Tanda panah menunjukkan kecenderungan nilai efek serta tingkat kesulitan mencapainya
Gambar 4. Hirarki efek yang mungkin terjadi pada a) parasitoid serangga hama dan b) polinator
di agroekosistem dengan tanaman berbunga (Wratten et al.2012)
Predator adalah binatang yang memburu, memakan, dan menghisap cairan tubuh hewan
lain. Sebagian besar predator bersifat polifag, yaitu memangsa jenis binatang yang berbeda,
lainnya bersifat kanibal. Predator yang dijumpai pada areal pertanaman padi sawah antara lain
berasal dari famili Coccinelidae, Gerridae, Gryllidae, Coenagrionidae, Lycosidae, Staphylinidae,
dan Tetragnathidae (Heviyanti dan Mulyani, 2016). Banyak jenis predator yang memangsa
wereng, tetapi hanya beberapa yang mempunyai potensi menurunkan populasi wereng, antara
lain Lycosa pseudoannulata (Ordo Araneida; Famili Lycosidae), Paederus sp. (Ordo Coleoptera;
Famili Coccinellidae), Ophionea sp. (Ordo Coleoptera; Famili Carabidae), Coccinella sp. (Ordo
Coleoptera; Famili Coccinellidae) dan Cyrtorhinus lividipennis (Ordo Hemiptera; Famili
Miridae) (Santosa dan Sulistyo, 2007).
Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 37
Penggerek batang padi (PBP) yang ditemui di Indonesia PBP kuning (Scirpophaga
incertulas Walker), diikuti oleh PBP merah jambu (Sesamia inferens Walker), PBP bergaris
(Chilo suppressalis Walker), PBP kepala hitam (Chilo polychrysus Meyrick), dan PBP putih
(Scirpophaga innotata Walker). Spesies terakhir mempunyai distribusi yang terbatas pada daerah
pasang surut dan tadah hujan (Wilyus et al. 2013). Parasitoid yang potensial untuk PBP putih
adalah Tetrastichus sp., Telenomus sp., dan Trichogramma sp.. Telenomus sp. adalah spesis yang
paling dominan pada pertanaman padi dataran rendah (<200 Mdpl), sementara Tetrastichus sp.
mendominasi pada pertanaman padi di dataran tinggi (> 500 Mdpl) (Junaedi, Yunus, dan
Hasriyanty 2016).
Ghahari et al. (2008) mendata keanekaragaman fauna predator dan parasitoid sawah di Iran
sebagai berikut: 25 spesies predator berasal dari 7 ordo dan 11 famili, dan 37 spesies parasitoid
berasal dari 2 ordo dan 8 famili. Tauruslina et al., (2015) melakukan studi keanekaragaman
musuh alami pada ekosistem padi sawah di daerah endemik dan non-endemik wereng batang
cokelat Nilaparvata lugens di Sumatera Barat. Spesies predator dominan yang ditemukan di
daerah endemik adalah Cytorhinus lividipennis (Hemiptera: Myridae), Verania discolor
(Coleoptera: Coccinelidae), Araneus inustus (Araneae: Araneidae), sedangkan di daerah non-
endemik adalah Oxypes javanus (Araneae: Oxyopidae), Ophionea nigrofasciata (Coleroptera:
Carabidae). Anagrus sp. (Hymenoptera: Mymaridae) merupakan parasitoid telur wereng dan
parasitoid yang dominan ditemukan, sedangkan Metarrhizium sp. (Monililiales: Moniliaceae)
yang menginfeksi wereng merupakan patogen yang ditemukan di daerah endemik.
PEMANFAATAN TANAMAN REFUGIA
Modifikasi lahan pada sistem tanam polikultur padi - refugia dapat dilakukan melalui inter
cropping, strip cropping, alley cropping, menanam tanaman pinggiran (hedgerows), menanam di
tengah lahan pertanaman sebagai „pulau bunga‟ atau insectary plant, menanam beetle bank,
menanam tumbuhan mulsa hidup atau tanaman penutup tanah (cover crop). Sistem tanam strip
cropping, inter cropping (Gambar 5), dan alley cropping adalah menanam refugia di antara
tanaman utama (sistem lorong atau baris) yang berfungsi sebagai tanaman perangkap, atau
sebagai sumber pakan musuh alami (Kurniawati dan Martono, 2015).
Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 38
Gambar 5. Contoh susunan petak percobaan refugia melalui inter cropping
[Sumber: Anggara et al., 2015].
Tanaman penutup tanah dapat juga berfungsi sebagai mulsa, yaitu menurunkan suhu tanah,
meningkatkan kelembaban relatif (relative humidity/ RH), dan membuat air lebih mudah tersedia
(Kumar et al., 2013). Insectary plant adalah tumbuhan berbunga yang ditanam bersamaan
dengan tanaman budidaya sebagai sumber pakan dan inang alternatif bagi serangga (Altieri &
Nichols, 2004). Insectary plant analog dengan fungsi high diversity vegetation patches (Gambar
6).
Gambar 6. High diversity vegetation patches (HDVP) pada sawah padi di Mindanao,
Philippines [Sumber: Horgan et al., 2016].
Beetle banks (Gambar 7) adalah tumbuhan berbunga atau rumput yang ditanam
memanjang pada lahan sebagai habitat musuh alami dan/atau serangga berguna beneficial
Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 39
insects(Bentrup, 2008). Beetle banks juga dapat dibuat pada rumah kaca, rumah plastik, atau
rumah kassa.
Gambar 7. Beetle banks [Sumber: Bentrup, 2008].
Praktik polikultur melalui multicropping sawah surjan juga dibuktikan lebih
menguntungkan dibandingkan monocropping sawah non-surjan melalui penelitian Henuhili dan
Aminatun (2013). Ekosistem sawah surjan memiliki kelimpahan jenis musuh alami lebih baik
daripada ekosistem sawah non-surjan. Perbandingan pengelolaan teknis sawah surjan dan
nonsurjan dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Perbandingan cara pengelolaan ekosistem sawah monocropping dan multicropping
Sawah Surjan
Sawah Non-Surjan
Pengolahan tanah
Pembuatan alur (bagian yang direndahkan)
dan guludan (bagian yang ditinggikan)
Tidak ada alur dan
guludan, semua rata
(lembaran)
Pola tanam
Multicropping; bagian alur ditanami padi,
bagian guludan ditanami campuran palawija
Guludan petak 1: kacang tanah, jagung, cabai,
bayam, rumput kalanjana, singkong
Guludan petak 2: kacang tanah, jagung, ubi
jalar, kacang Panjang, cabai, dan ada pohon
pisang dan pepaya
Monocropping
Pengendalian
serangga hama
Aplikasi insektisida (Matador) pada saat padi
siap berbiji (sekitar umur 2 bulan)
Sama dengan sawah
surjan
Pengendalian
gulma
- Penyiangan I: 2 minggu setelah tanam
dengan cara digaruk manual
- Penyiangan II: saat tanaman padi umur
25-35 hari
- Aplikasi herbisida (Rambason): saat
tanaman padi umur 2 minggu
Sama dengan sawah
surjan
Pemupukan
- Pupuk dasar: TS dan urea sebelum tanam
Sama dengan sawah
Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 40
- Pemupukan I: setelah penyiangan I (15
HST) dengan pupuk Ponska dan ZA
- Pemupukan II: 30-35 HST dengan pupuk
Ponska dan ZA
surjan
[Sumber: Henuhili dan Aminatun, 2013].
AREAL PERSAWAHAN REFUGIA DI INDONESIA
Lahan persawahan dengan pertanaman refugia terdapat di Gampong Paya Demam Dua,
Kecamatan Pante Bidari, Aceh Timur (Gambar 8). Lahan tersebut dikelola oleh kelompok tani
padi Beringin Jaya. Tanaman bunga ditanam di pematang sawah sepanjang tepi jalan Medan-
Banda Aceh (Hendri, 2017).
Gambar 8. Persawahan padi-refugia di Kecamatan Pante Bidari, Aceh Timur
[Sumber: Hendri, 2017].
Pagar jalan dengan tanaman bunga refugia juga terdapat pada areal persawahan di
Belitang, Ogan Komering Ulu (OKU) Timur, Sumatera Selatan (Gambar 9). Tanaman bunga
ditanam untuk mengusir hama, namun keindahan bunga-bunga yang mekar membingkai areal
hijau persawahan juga menarik wisatawan untuk berdatangan (Salim, 2018).
Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 41
Gambar 9. Persawahan padi-refugia di Belitang, Ogan Komering Ulu (OKU) Timur,
Sumatera Selatan [Sumber: Salim, 2018].
KESIMPULAN
Tanaman refugia dapat dimanfaatkan untuk mengendalikan OPT pada tanaman padi.
Refugia dapat menyediakan tempat berlindung secara spasial dan/atau temporal bagi musuh
alami hama, seperti predator dan parasitoid, serta mendukung komponen interaksi biotik pada
ekosistem, seperti polinator. Beberapa tanaman refugia yang dapat digunakan sebagai agen
hayati tanaman padi antara lain: akar wangi, kangkung hutan, jagung, kacang panjang, dan wijen.
Modifikasi lahan pada sistem tanam polikultur menggunakan tanaman refugia dapat dilakukan
melalui inter cropping, strip cropping, alley cropping, tanaman pinggiran (hedgerows), insectary
plant, beetle bank, tumbuhan mulsa hidup, dan tanaman penutup tanah (cover crop).
Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 42
DAFTAR PUSTAKA
Altieri, M.A. & C.I. Nichols. 2004. Biodiversity and Pest Management in Agroecosystem. 2nd
Edition. Haworth Press Inc., New York. 236 p.
Anggara, A. Wahyana, D. Buchori, dan Pudjianto. 2015. “Kemapanan Parasitoid Telenomus
Remus (Hymenoptera : Scelionidae) pada Agroekosistem Sederhana dan Kompleks.” Jurnal
HPT 3 (3): 11125.
Azmi, S. Liliana, A.S. Leksono, B. Yanuwiadi, dan E. Arisoesilaningsih. 2014. “Diversitas
Arthropoda Herbivor Pengunjung Padi Merah di Sawah Organik di Desa Sengguruh,
Kepanjen.” J-Pal 5 (1): 5764.
Baehaki, S.E., E.H. Iswanto, dan D. Munawar. 2016. “Resistensi Wereng Cokelat terhadap
Insektisida yang Beredar di Sentra Produksi Padi.” Penelitian Pertanian Tanaman Pangan
35 (2): 99108.
Baehaki, S.E., N.B.E. Irianto, dan S.W. Widodo. 2016. “Rekayasa Ekologi dalam Perspektif
Pengelolaan Tanaman Padi Terpadu.” Iptek Tanaman Pangan 11 (1): 1934.
Bentrup, G. 2008. Conservation Buffers: Design Guidelines for Buffers, Corridors, and
Greenways. Department of Agriculture, Forest Service, Southern Research Station.
http://www.fwrc.msstate.edu/pubs/fieldborder.pdf.
Ghahari, H., R. Hayat, M. Tabari, H. Ostovan, dan S. Imani. 2008. “A Contribution to The
Predator and Parasitoid Fauna of Rice Pests in Iran, and a Discussion on The Biodiversity
and IPM in Rice Fields.” Linzer Biologische Beitraege 40 (1): 73564.
Hendri, S. 2017. Berfungsi Mengurangi Hama Padi, Petani Diminta Tanam Bunga Refugia.
http://aceh.tribunnews.com/2017/07/09/berfungsi-mengurangi-hama-padi-petani-diminta-
tanam-bunga-refugia. [Diakses Kamis, 1 Februari 2018].
Henuhili, V. dan T. Aminatun. 2013. “Konservasi Musuh Alami sebagai Pengendali Hayati
Hama dengan Pengelolaan Ekosistem Sawah.” Jurnal Penelitian Saintek 18 (2): 2940.
Hermanto, A., G. Mudjiono, dan A. Afandhi. 2014. “Penerapan PHT Berbasis Rekayasa Ekologi
terhadap Wereng Batang Coklat Nilaparvata lugens Stal (Homoptera: Delphacidae) dan
Musuh Alami pada Pertanaman Padi.” Jurnal HPT 2 (2): 7986.
Heviyanti, M. dan C. Mulyani. 2016. “Keanekaragaman Predator Serangga Hama Pada Tanaman
Padi Sawah (Oryzae sativa, L.) di Desa Paya Rahat Kecamatan Banda Mulia, Kabupaten
Aceh Tamiang.” Agrosamudra 3 (2): 2837.
Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 43
Horgan, F.G., A.F. Ramal, C.C. Bernal, J.M. Villegas, A.M. Stuart, dan M.L.P. Almazan. 2016.
“Applying Ecological Engineering for Sustainable and Resilient Rice Production Systems.”
Procedia Food Science 6 (2016). Elsevier Srl: 715. doi:10.1016/j.profoo.2016.02.002.
Hyde, J., M.A. Martin, P.V. Preckel, C.L. Dobbins, dan C.R. Edwards. 2000. “The Economics of
Within-Field Bt Corn Refuges.” AgBioForum 3 (1): 6368.
Junaedi, E., M. Yunus, dan Hasriyanty. 2016. “Jenis dan Tingkat Parasitasi Parasitoid Telur
Penggerek Batang Padi Putih (Scirpophaga innotata WALKER) di dua Ketinggian Tempat
BerbedaA di Kabupaten Sigi.” Jurnal Agroekbis 4 (3): 28087.
Keppel, G., K.P. Van Niel, G.W. Wardell-Johnson, C.J. Yates, M.Byrne, L. Mucina, A.G.T.
Schut, S.D. Hopper, dan S.E. Franklin. 2012. “Refugia: Identifying and understanding safe
havens for biodiversity under climate change.” Global Ecology and Biogeography 21 (4):
393404. doi:10.1111/j.1466-8238.2011.00686.x.
Kumar, L., Mk. Yogi, dan J. Jagdish. 2013. “Habitat Manipulation for Biological Control of
Insect Pests: A Review.” Research Journal of Agriculture and Forestry Sciences 1 (10):
2731. http://www.isca.in/AGRI_FORESTRY/Archive/v1/i10/5.ISCA-RJAFS-2013-
064.pdf.
Kurniawati, N. dan E. Martono. 2015. “Peran Tumbuhan Berbunga sebagai Media Konservasi
Artropoda Musuh Alami.” Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia 19 (2): 5359.
doi:10.22146/jpti.16615.
Landis, D.A., S.D. Wratten, dan G.M. Gurr. 2000. “Habitat Management to Conserve Natural
Enemies of Arthropod Pests in Agriculture.” Annu. Rev. Entomol. 45: 175201.
Maisyaroh, W., B. Yanuwiadi, A.S. Leksono, dan Zulfaidah PG. 2012. “Spatial and Temporal
Distribution of Natural Enemies Visiting Refugia in A Paddy Field Area in Malang.”
Agrivita Journal of Agricultural Science 34 (1): 6774. doi:10.2298/IJGI1403293C.
Meiadi, Muhamad Luthfie Tri, Toto Himawan, dan Sri Karindah. 2015. “Pengaruh Arachis
pintoi dan Ageratum conyzoides terhadap Tingkat Parasitasi Parasitoid Lalat Buah pada
Pertanaman Belimbing.” HPT 3 (1): 4453.
Muhibah, T.I. dan A.S. Leksono. 2015. “Ketertarikan Arthropoda terhadap Blok Refugia
(Ageratum conyzoides L., Capsicum frutescens L., dan Tagetes erecta L.) dengan Aplikasi
Pupuk Organik Cair dan Biopestisida di Perkebunan Apel Desa Poncokusumo.” Jurnal
Biotropika 3 (3): 12327.
Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 44
Nur, S., A. Ngatimin, N. Agus, dan A.P. Saranga. 2014. “The Potential of Flowering Weeds as
Refugia for Predatory Insects at Bantimurung-Bulusaraung National Park , South
Sulawesi.” Journal of Tropical Crop Science 1 (2): 2529.
Pujiastuti, Y. 2015. “Peran Tanaman Refugia Terhadap Kelimpahan Serangga Herbivora pada
Tanaman Padi Pasang Surut.” In Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal, 19.
Palembang.
Salim, M.G. 2018. 10 Potret sawah dengan pagar bunga, cantik dan baik untuk usir
hamahttps://www.brilio.net/wow/10-potret-sawah-dengan-pagar-bunga-cantik-dan-baik-
untuk-usir-hama-1801031.html. [Diakses Kamis, 1 Februari 2018].
Santosa, S.J. dan J. Sulistyo. 2007. “Peranan Musuh Alami Hama Utama Padi pada Ekosistem
Sawah.” Innofarm 6 (1): 110. doi:10.1073/pnas.0703993104.
Sari, R.P. dan B. Yanuwiadi. 2014. “Efek Refugia pada Populasi Herbivora di Sawah Padi
Merah Organik Desa Sengguruh, Kepanjen, Malang.” Jurnal Biotropika 2 (1): 1419.
Setyadin, Y., S.H. Abida, H. Azzamuddin, S.F. Rahmah, dan A.S. Leksono. 2017. “Efek Refugia
Tanaman Jagung (Zea mays) dan Tanaman Kacang Panjang (Vigna cylindrica) pada Pola
Kunjungan Serangga di Sawah Padi (Oryza sativa) Dusun Balong, Karanglo, Malang.”
Biotropika 5 (2): 5458.
Tauruslina, A.E., T. Yaherwandi, dan H. Hamid. 2015. “Analisis Keanekaragaman Hayati
Musuh Alami pada Ekosistem Padi Sawah di Daerah Endemik dan Non Endemik Wereng
Batang Coklat Nilaparvata lugens di Sumatera Barat.” In Pros Sem Nas Masy Biodiv Indon.,
1:58189. doi:10.13057/psnmbi/m010334.
Wilyus, F.N., A. Johari, S. Herlinda, C. Irsan, dan Y. Pujiastuti. 2013. “Keanekaragaman,
Dominasi, Persebaran Spesies Penggerek Batang Padi dan Serangannya pada Berbagai
Tipologi Lahan di Provinsi Jambi.” J. HPT Tropika 13 (1): 8795.
Wratten, S.D., M. Gillespie, A. Decourtye, E. Mader, dan N. Desneux. 2012. “Pollinator Habitat
Enhancement: Benefits to Other Ecosystem Services.” Agriculture, Ecosystems and
Environment 159. Elsevier B.V.: 11222. doi:10.1016/j.agee.2012.06.020.
Yuantari, M.G.C., B. Widianarko, dan H.R. Sunoko. 2015. “Analisis Risiko Pajanan Pestisida
terhadap Kesehatan Petani.” Kemas 10 (2): 23945. doi:ISSN 1858-1196.
Zaenun, S., T. Ekowati, dan E.D. Purbajanti. 2017. “Daya Adaptasi Perubahan Iklim Terhadap
Pedapatan Petani Padi di Kecamatan Gemuh Kabupaten Kendal.” Agromedia 35 (1): 5864.
Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 45
Zhu, Pingyang, Geoff M. Gurr, Zhongxian Lu, Kongluen Heong, Guihua Chen, Xusong Zheng,
Hongxing Xu, dan Yajun Yang. 2013. “Laboratory Screening Supports The Selection of
Sesame (Sesamum Indicum) to Enhance Anagrus spp. Parasitoids (Hymenoptera:
Mymaridae) Of Rice Planthoppers.” Biological Control 64 (1). Elsevier Inc.: 8389.
doi:10.1016/j.biocontrol.2012.09.014.
PEDOMAN PENULISAN UNTUK BULETIN INFORMASI PENGKAJIAN DAN DISEMINASI
INOVASI TEKNOLOGI PERTANIAN (IKATAN)
1. Buletin IKATAN Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten memuat berbagai tulisan yang dikemas dalam
bahasa ilmiah populer yang bersumber dari dari hasil-hasil maupun tunjauan (review) mengenai
penelitian/pengkajian di bidang pertanian yang belum pernah dipulikasi.
2. Artikel diketik menggunakan program Microsoft Word, ukuran kertas A4, huruf Times New Roman 12, spasi
1,5 maksimal 10 halaman (termasuk tabel dan gambar). Naskah besarta soft copy-nya dikirim kepada Redaksi
Buletin IKATAN.
3. Struktur/susunan artikel sebagai berikut : Judul, Nama dan Institusi Penulis, Abstrak, Kata Kunci,
Pendahuluan, Metodologi, Hasil dan Pembahasan, Kesimpulan, Daftar Pustaka.
4. Judul: singkat dan jelas, menggambarkan isi pokok tulisan, informatif, menggunakan bahasa Indonesia yang
baik dan benar serta ditulis dengan huruf besar.
5. Nama dan Institusi Penulis: nama penulis ditulis lengkap tanpa gelar, nama penulis pertama merupakan
penulis utama, institusi (penulis pertama, kedua dan seterusnya) ditulis secara lengkap.
6. Abstrak: menggambarkan isi naskah yang memuat ringkasan tulisan mulai pendahuluan hingga kesimpulan.
Ditulis dengan huruf Times New Roman 12, spasi 1, maksimal 150 kata. Di bawah abstrak dicantumkan Kata
Kunci.
7. Pendahuluan: menjelaskan informasi tentang kondisi, potensi, signifikasi kemajuan IPTEK dan
penerapannya, permasalahan dan alasan yang melatarbelakangi perlunya dilakukan penelitian/kajian tersebut.
8. Metodologi: menjelaskan bagaimana cara melakukan penelitian/pengkajian memuat waktu dan tempat, bahan
dan alat, metode dan teknik pengambilan data, analisis data dan tahapan kegiatan (kerangka pikir) yang jelas.
9. Hasil dan Pembahasan: disajikan dalam satu kesatuan. Hasil menguraikan secara objektif tentang informasi/
data yang diperoleh, bila perlu dapat ditampilkan dalam bentuk tabel, gambar dan lain-lain. Pembahasan,
menginterpretasikan hasil yang dicapai dan menjelaskan secara logis tentang ide dan argumen yang
mengambarkan jawaban terhadap pemecahan persoalan dan tujuan yang mendukung pernyataan untuk
menarik kesimpulan.
10. Kesimpulan: uraian singkat yang mengemukakan hal-hal penting tentang hasil kegiatan yang sesuai dengan
tujuan penelitian/pengkajian dan disertai saran tindak lanjut.
11. Daftar Pustaka: disusun secara alfabetis dengan format :
a. Untuk terbitan berkala: nama penulis, tahun terbit, judul naskah pustaka, nama terbitan, volume dan
nomor serta halaman.
b. Untuk buku: nama penulis, tahun terbit, judul naskah pustaka, nama penerbit dan kota terbit.
c. Untuk internet: nama penulis, judul atrikel, tahun terbit, alamat yang diunduh.
Contoh penulisan pustaka bulletin:
Susiyanti, Nurmayulis, A. Fatmawati. 2012. Keragaman Plasma Nutfah Tanaman Garut (Marantaanundinacea L.)
di Provinsi Banten dan Potensi Pengembangannya. Bul IKATAN 2012, Volume 2 (1): 24-38
Contoh penulisan pustaka buku:
Sprapto H.S. dan Sutarman T. 1982. Bertanam Kacang Hijau. Penebar Swadaya. Jakarta
Contoh penulisan pustaka internet:
Sarmoko. Jamu Obat Herbal Terstandar (OHT) dan Fitofarmaka [Internet]. 2009. [Diunduh Februari 2010].
Tersedia di: https://moko31.wordpress.com/2009/05/01/jamu-obat-herbal-terstandar-oht-dan-fitofarmaka/
BULETIN IKATAN
(INFORMASI PENGKAJIAN DAN DISEMINASI INOVASI TEKNOLOGI PERTANIAN)
... Tanaman Refugia yaitu merupakan tanaman yang dapat tumbuh secara liar dan berpotensi menjadi tempat tempat perlindungan, sumber makanan, tempat istirahat, serta tempat berkembang biak. Tanaman refugia/liar yang terbukti dapat meningkatkan keanekaragaman serangga di ekosistem pertanian (Darmania, 2016). Sedangkan untuk tanaman holtikultura merupakan tanaman pertanian, biasanya ditanam dikawasan pertanian sebagai sektor usaha pertanian petani untuk mensejahterakan dari kehidupan mereka, sehingga banyak petani menanam ragam tumbuhan pertanian termasuk tanaman holtikultura. ...
... Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti dari pengukuran faktor abiotik yang dapat dilihat dalam pengukuran suhu dengan menggunakan alat thermometer. Pada hasil pengukuran yang terdapat dengan rata-rata 31,7 0 C. Tumbuhan holtikultura dan Refugia tumbuh pada optimal suhu kisaran 17-33ºC tetapi bisa toleran pada suhu 40-50ºC (Darmania, 2016). Dapat disimpulkan bahwa pada suhu dengan pengukuran suhu daerah rata-rata 31,7 ini kurang berperan dalam pertumbuhan tanaman Holtikultura dan Refugia. ...
... Dari Pengukuran intensitas cahaya ini menggunakan alat yaitu light/lux, dapat hasil dengan rata-rata 1120lux. Intensitas cahaya diperlukan oleh tumbuhan yang terkait dengan beberapa aktivitas fotosintesisnya yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembanannya (Darmania, 2016). Menurut (Wardana et al., 2017) intensitas cahaya 100lux-1200lux yang cukup mendukung pertumbuhan dari tanaman Holtikultura dan Refugia. ...
Article
Full-text available
This study aims to determine the types of refugia and horticulture plants in the Pakong, Pegantenan, Pasean areas in Pamekasan Regency, as well as the factors that influence the diversity of these barrier and horticultural plants. This research is descriptive in nature: Direct observations in three areas in Pamekasan Regency with the roaming method or exploring the area of the area. Descriptive qualitative analysis data found that barrier plant species were found in one class, namely: Dicotyledonae and order three, namely: Malvales, Fabaceae, Pedialiaceae, while for horticultural plants there were two classes namely Monocotyledone and dicotyledone and five orders namely Malvales, Arecaceae, Oleaceae, Sapindaceae, and Malphigiales. Abiotic factors in three areas, namely: Average temperature 6,5, air temperature around 31,7o C, humidity with an average range of 7.4% and the light intensity ranges from an average of 1120lux.
... Adanya dampak negatif yang ditimbulkan oleh penggunaan pestisida maka perlu dilakukan Pengendalian Hama Terpadu (PHT), salah satunya dengan pengendalian hayati dan juga konservasi musuh alami dengan penanaman tanaman refugia (Amanda, 2017). Tanaman refugia merupakan tumbuhan berbunga yang berfungsi sebagai habitat bagi serangga karena mengandung nektar dan madu sebagai sumber nutrisi serangga (Sumini & Bahri, 2020). ...
Article
Full-text available
Tikus merupakan salah satu hama utama yang menyerang pertanaman padi di Desa Sumberjaya, Kecamatan Tempuran, Kabupaten Karawang. Pengen­dalian yang ramah lingkungan dapat menggunakan agens biologis burung hantu Tyto alba. Tujuan dari pengabdian masyarakat ini adalah untuk men­sosialisasikan dan memberi pelatihan kepada kelompok tani di Desa Sumber­jaya untuk bisa membuat dan melestarikan pengendalian berbasis hayati dengan menggunakan burung hantu untuk pengendalian tikus sawah. Kegiatan pengabdian masyarakat mitra nya yaitu kelompok tani Kedung Jaya, Desa Sumberjaya, Kecamatan Tempuran. Hasil dalam kegiatan peng­abdi­an masyarakat ini adalah 80% petani mampu membuat rubuha dan mampu melakukan konservasi musuh alami dengan penanaman refugia. T. alba datang secara alami dan mempergunakan sarang buatan tersebut sebagai tempat pemantauan tikus di areal persawahan. Rubuha yang dibuat oleh tim pengabdian masyarakat bersama dengan petani berjumlah satu rubuha, dengan adanya rubuha contoh tersebut petani mendapatkan pe­nge­tahuan untuk bisa membuat rubuha secara mandiri di Desa Sumberjaya. Adanya rubuha sebagai pengendali hama tikus dan penggunaan refugia untuk konservasi musuh alami menjadikan contoh bagi kelompok tani lain di Desa Sumberjaya untuk bisa mengendalikan hama secara ramah lingkungan.
... To date, Mitra has not been able to make the organic products in question, let alone sell their products to other farmers because production is still limited and does not have a certificate and has not been tested in a laboratory. The use of organic fertilizers and natural pesticides in the cultivation of various types of plants, both food crops such as rice, corn and secondary crops as well as horticulture has been widely carried out in various other places and can have a positive impact on their development and productivity as well as improving the agricultural environment (Muchtar, et al., 2015;Prihandini & Purwanto, 2007;Prayitno, 2014;, Darmania, 2017;Salaki & Tarore, 2018;Umbola, et al., 2020;Roidah, 2013;Ramadhani, et al., 2017). However, this has not been done intensively in the partner group. ...
Article
Full-text available
The solutions offered to overcome the problems faced by the partners are carried out through a community partnership program through farmer assistance, counseling, training, technology transfer, techniques for making biological fertilizer from citrus fruit waste, as well as strengthening group institutions. This Community Service Program is implemented in this farmer group. The method used to achieve this goal is through counseling, training and application of technology with direct practice in the field. The implementation of Community Service has gone well according to plan and the participation and response of all members have been very enthusiastic in its implementation. The output targets are a technology package for managing orange plantation waste into good quality biofertilizer, and strengthening the institutions of integrated agrotourism groups in Senganan village and publishing them in scientific journals.
... Seringkali fenomena tersebut memunculkan atau meningkatkan status suatu jenis hama dari bukan hama menjadi hama penting setelah paparan insektisida. (Amanda, 2017) Pemanfaatan tanaman refugia sebagai microhabitat serangga hama dan musuh alami dapat diterapkan di lahan persawahan maupun lahan sayuran untuk mengendalikan hama secara almiah. Penanaman refugia akan mengurangi biaya usaha tani untuk pengendalian hama sehingga keuntungan petani dapat meningkat dan lingkungan terjaga secara berimbang. ...
Article
Full-text available
PKM pemanfaatan tanaman refugia untuk mengendalikan hama tanaman padi merupakan teknologi sederhana dilaksanakan untuk menjawab permasalahan kesulitan dalam mengendallikan hama tanpa penggunaan pestisida di Desa Simbang Kab. Maros. Pemanfaatan tanaman refugia melalui rekayasa ekologi merupakan bagian dari teknologi pengendalian hama terpadu (PHT) yang bertujuan pencapaian keseimbangan biologi hama dan musuh alami agar berada di bawah ambang ekonomi. Rekayasa habitat dengan menanam refugia di sawah dapat menyediakan tempat berlindung secara spasial dan/atau temporal bagi musuh alami hama, seperti predator dan parasitoid, serta mendukung komponen interaksi biotik pada ekosistem, seperti polinator. Beberapa tanaman refugia yang dapat digunakan sebagai agen hayati tanaman padi. Produk yang dihasilkan yaitu pengetahuan pengendalian hama terpadu (PHT) dan penanaman refugia di sawah. PKM ini dilaksanakan dalam 2 tahap, yaitu tahap pelatihan yang berlangsung selama 1 hari dan tahap praktik oleh kelompok tani serta pendampingan. Bunga zinnia dasn bunga kenikir adalah jenis tanaman refugia yang diperkenalkan pada kelompok mitra di Desa Simbang Kabupaten Maros. Kelompok mitra mengenal tanaman refugia melalui kegiatan diskusi bersama anggota kelompok tani dan brosur jenis tanaman dan manfaat refugia. Penanaman padi dengan pengendali hama tanaman refugia akan dilakukan kelompok mitra yang diawali dengan kegiatan pembudidayaan tanaman refugia untuk mencukupi kebutuhan kelompot tani.
... Dikarenakan adanya pandemi Covid-19, maka temu teknis dilakukan dengan menurunkan tim ke lapangan hanya tiga orang, dan diskusi dengan staff pengajar lain dilakukan menggunakan aplikasi Zoom yang difasilitasi oleh pihak Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (hybrid) c. Temu Lapang Temu lapang adalah pertemuan di lapangan sebagai tindak lanjut demonstrasi cara/demonstrasi hasil/uji coba lapang (Yustiati et al., 2015;Darmania, 2016;Yustiati et al., 2018). Agar penyelenggaraan temu lapang dapat berjalan dengan baik, maka harus memperhatikan prinsip-prinsip penyelenggaraannya adalah: adanya kesenjangan teknologi dan teknologi yang dipresentasikan pada saat temu lapang harus dapat memecahkan masalah dan sesuai dengan kebutuhan pelaku utama yaitu masyarakat Pokdakan Kawungsari, Kabupaten Pangandaran. ...
Article
Full-text available
Keberhasilan usaha budidaya ikan yang dilakukan oleh masyarakat bergantung pada beberapa faktor diantaranya ialah seperti keterbatasan lahan, kualitas air serta pengendalian hama dan penyakit. Proses bathing bermanfaat untuk meningkatkan laju sintasan dalam pemeliharaan benih ikan dari hama dan penyakit. Tujuan kegiatan ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para pembudidaya ikan gurame di Pokdakan Kawungsari, Kabupaten Pangandaran tentang cara mengaplikasikan bathing benih ikan sehingga diharapkan dan meningkatkan produksi ikan. Metode yang dilakukan dalam kegiatan ini meliputi observasi, demonstrasi, temu teknis dan temu lapang secara hybrid dengan lokasi kegiatan di Pokdakan Kawungsari, Kabupaten Pangandaran. Kelompok sasaran dari kegiatan ini adalah pembudidaya yang melakukan budidaya ikan gurame di lokasi tersebut. Kegiatan sosialisasi dilaksanakan pada tanggal 19 November 20121, bertempat di Pokdakan Kawungsari, Kabupaten Pangandaran.Pengetahuan yang disampaikan dalam kasus ini adalah metode bathing pada kegiatan budidaya ikan gurame. Kegiatan diseminasi yang dilaksanakan mampu menambah pengetahuan dan keterampilan nelayan dalam menggunakan metode bathing untuk menangani parasit dan penyakit pada ikan.
... Manfaat nilai serangga entomofagus yang begitu penting mendorong manusia untuk menjaga kelestarian dan keanekaragamannya karena akhir-akhir ini peranan serangga-serangga di agroekosistem areal persawahan Fafibola Kabupaten TTU terdesak karena habitat yang dirusak sebagai akibat pemanfaatan pestisida kimiawi oleh para petani sawah dalam pengendalian serangga-serangga hama. Pengendalian serangga hama yang terpusat pada pemanfaatan pestisida kimia oleh para petani di areal persawahan Fafibola Kabupaten TTU dapat menganggu keseimbangan ekosistem, membunuh organisme non target, dan juga penurunan populasi serangga entomofagus sebagai biological control yang alami [5]. Ledakan hama sekunder, pencemaran air, udara, tanah dan juga keracunan pada manusia bahkan bila ada residu pestisida dalam hasil pertanian dapat menimbulkan berbagai macam penyakit pada manusia maupun pada ternak manusia [6]. ...
Article
Full-text available
Kelurahan Tubuhue merupakan suatu Kelurahan yang terletak di Kabupaten Timor Tengah Utara dengan areal persawahan yang luas. Kawasan persawahan yang luas ini, dijadikan sebagai lokasi penelitian untuk mengetahui tingkat persebaran dan peranan serangga entomofagus sebagai biological control di agroekosistem tersebut. Manfaat nilai serangga entomofagus sebagai biological control bagi kehidupan mendorong manusia untuk menjaga kelestarian dan keanekaragamannya, namun diduga keseimbangan ekosistem serangga entomofagus sebagai biological control di areal tersebut terganggu karena habitat yang ditempati rusak akibat pemanfaatan pestisida kimiawi. Mengetahui keanekaragaman serangga entomophagous sebagai pengendali hayati di lahan persawahan menjadi tujuan penelitian. Fafibola Kabupaten TTU dan aspek-aspek lingkungan yang mempengaruhinya. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April – Juni 2022 diareal persawahan Fafibola Kabupaten TTU. Teknik pengumpulan data pada studi ini ialah jaring serangga. Analisis data menggunakan Rumus Keanekaragaman Shannon Wiener, untuk mengukur jenis dan tingkat keanekaragaman dari serangga entomofagus. Indeks keanekaragaman semua jenis termasuk kategori sedang.
... Tanaman refugia berpotensi digunakan sebagai pengendalian hama pada tanaman pangan, hortikultura, tanaman hias, maupun tanaman industri dan perkebunan. Pemanfaatan tanaman refugia melalui rekayasa ekologi merupakan bagian dari teknologi pengendalian hama terpadu (PHT) yang bertujuan pencapaian keseimbangan biologi hama dan musuh alami agar berada di bawah ambang ekonomi (Amanda., 2017). Penanaman refugia juga dapat meningkatkan keragaman tanaman di agroekosistem yang berdampak pada kelimpahan dan keragaman predator entomofaga ( Kurniawati., 2015). ...
Article
Full-text available
Refugia is a collection of several flowering plants breeding grounds for natural enemies. This flowering plant can attract insects because it has a variety of colors, shapes, scents, nectar, pollen, and bloom periods. This study was conducted to determine the effect of flower blooming time on the diversity of natural enemies and pests on rice plants. This study used a Randomized Block Design with five treatments and five replications. Observational data were analyzed using analysis of variance (ANOVA) with the Duncan Multiple Range (DMRT) 5% test. The variables observed were the number of arthropod pests, and natural enemies visited. The test results showed that the highest pest arthropods were found in the control treatment (P0) by 74%, and the lowest was in the Zinnia Elegans treatment (P2). The highest percentage of predators was 63% in the treatment of Zinnia Elegans (P2), while the lowest rate was in the control treatment (P0) at 24%. The highest percentage of parasitoids in the treatment Zinnia Elegans, Turnera subulata, and Mirabilis jalapa were the same at 9%, and the lowest was in the control treatment (P0) at 2%.
... Upaya peningkatan populasi dari pengendalian hama dan gulma sangat bermanfaat untuk melestarikan sistem ekologi sawah. Penanaman refugia disekitar lahan sawah dapat meningkatkan jumlah serangga yang berguna bagi ekosistem tersebut (Darmania, 2016). ...
Article
Full-text available
Purpose: PKM activities to encourage farmers to plant refugia around paddy fields to implement dissemination in the use of refugia plants in Sungai Dua Village. Efforts to increase the population of natural enemies are very important in maintaining the sustainability of the rice field ecosystem where the planting of refugia around is carried out in rice fields. Methodology/approach: Implementation activities through the introduction of innovations received through the process of listening, seeing, trying, evaluating, accepting, believing and implementing. Results/findings: There are many kinds of ornamental plants which are direct food sources for natural enemies (nectar and pollen) or can indirectly bring prey and hosts, in addition to controlling the microclimate based on the needs of natural enemies. Utilizing nectar and pollen from plants for natural enemies, both parasitoids and predators, can increase reproduction faster where more eggs will be produced. Conclusion: Community service activities carried out can be concluded as follows: Increasing the knowledge of PKM participants from members of the Sungai Dua Village Gapoktan experienced an increase in knowledge about the use of refugia plant technology as an alternative to environmentally friendly-based rice pest control Keywords: 1. refugia 2. rice 3. pests 4. natural enemies
... Pemanfaatan predator dan parasitoid yang berperan sebagai musuh alami merupakan strategi pengendalian hama terpadu. Keberagaman dan kelimpahan populasi musuh alami di ekosistem dapat ditingkatkan dengan sistem pertanaman refugia (Amanda, 2017). ...
Article
One of the factors that often becomes an obstacle to the productivity of maize plants is the attack of plant pests. The use of refugia plants such as kenikir is alternative pest control that can be tried. Therefore, this study aims to determine the effect of kenikir plant spacing to the intensity of pest attacks on local Muna maize pulut plants, which was carried out at the Field Laboratory of the Faculty of Agriculture, Halu Oleo University, using a Randomized Block Design (RAK) consisting of 4 treatments and 4 groups so that there were 16 treatment plots. The treatments tested were no treatment (P0), kenikir plant spacing was 50 cm (P1), 75 cm (P2), and 100 cm (P3). The variables observed were the pest population and the intensity of the attack. The results showed. Plant spacing of kenikir affects the population and intensity of pest attacks on local Muna maize rice plants. The lowest population average of Spodoptera frugiperda was found in the P3 (100 cm spacing of kenikir) of 4,00 individuals with an average attack intensity of 16,03% (5 weeks after planting). In comparison, the lowest beetle population average found in P1 (planting distance of kenikir 50 cm) was 0,25 and 0,50 individuals (for Apogonia sp. and Adoretus ranunculus, respectively), with an average attack intensity of 15,89% (9 weeks after planting)
Article
Full-text available
Rendahnya produktivitas padi di Kecamatan Pontang Kabupaten Serang Provinsi Banten disebabkan belum optimalnya penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dalam budidaya padi. Teknologi pemanfaatan refugia bagian dari strategi dalam menerapkan salah satu prinsip PHT. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon petani terhadap pemanfaatan refugia sebagai pengendalian hama tanaman padi yang ramah lingkungan, dan menganalisis fakor-faktor berhubungan terhadap respon dan minat petani dalam pemanfaatan refugia sebagai alternatif pengendalian hama yang ramah lingkungan. Lokasi penelitian di Desa Pulo Kencana Kecamatan Pontang Kabupaten Serang dimulai dari bulan Januari hingga Desember 2018. Jumlah sampel sebanyak 40 orang dengan teknik purposive sampling. Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif dan korelasi sperman rank. Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar petani berumur dewasa dengan tingkat pendidikan mayoritas SMP. memiliki lahan garapan sempit, serta pengalaman berusahatani kategori sedang. Kemudahan refugia untuk diaplikasikan merupakan indikator yang paling tinggi direspon oleh petani (92%). Faktor yang berhubungan terhadap respon petani dalam pemanfaatan refugia sebagai pengendalian hama tanaman padi adalah pengalaman berusatani, sedangkan faktor yang mempengaruhi minat petani dalam pemanfaatan refugia yaitu tingkat pendidikan.
Book
Full-text available
Over 80 illustrated design guidelines for conservation buffers are synthesized and developed from a review of over 1,400 research publications. Each guideline describes a specific way that a vegetative buffer can be applied to protect soil, improve air and water quality, enhance fish and wildlife habitat, produce economic products, provide recreation opportunities, or beautify the landscape. These science based guidelines are presented as easy-to-understand rules-of-thumb for facilitating the planning and designing of conservation buffers in rural and urban landscapes.
Article
Full-text available
Diversity, domination, and distribution of rice stem borer species and its damage in various land typologies in Jambi Province. The research was conducted to analyze the diversity, domination, species distribution of rice stem borers (RSB) and its damage on various land typologies in Jambi Province. The research was carried out using survey method, from December 2010 until June 2011. Samples of RSB were collected from tidal swamp in Tanjung Jabung Timur District, swampy area in Muaro Jambi District, rainfed lowland in Sarolangun District, irrigated lowland in Merangin District, and irrigated upland in Kerinci District and Sungai Penuh District. The results showed that there were five spesies of RSB found in Jambi Province. Scirpophaga incertulas Walker (yellow stem borer) was the most dominant of RSB, followed by Sesamia inferens Walker (pink stem borer), Chilo suppressalis Walker (striped stem borer), Chilo polychrysus Meyrick (dark-headed stem borer), and Scirpophaga innotata Walker (white stem borer). The distribution of S. incertulas, S. inferens, C. suppressalis and C. polychrysus were in all of rice field in Jambi Province, but that of S. innotata was limited over tidal swamp and rainfield lowland area. The RSB damage rate was lower than economic thereshold.
Article
Full-text available
Research on brown planthopper (BPH), (Nilaparvata lugens (Stal.) resistant to insecticide using dipping method was carried out in the wet season (WS) of 2011/2012 at Indonesian Center for Rice Research, Sukamandi. BPH field population from Sukamandi, West Java, known as Sukamandi BPH population and Juwiring, Central Java, as Juwiring BPH population, were measured their degree of resistance to insecticides to be compared with the BPH biotype 1 of screen house population. The insecticides used were imidacloprid, ethiprole, thiamethoxam, fipronil, BPMC, MIPC, buprofezin, cypermethrin and cyhalothrin. The resistance ratios (RR) were measured by LC50 of BPH from fields/LC50 of BPH from screen house. Results showed that Sukamandi BPH population was moderately resistance to imidacloprid and cypermethrin, but was low resistance to buprofezin, and was decreasing into susceptibility to fipronil, thiamethoxam and cyhalothrin, where as to ethiprole, BPMC dan MIPC the Sukamandi BPH was still susceptible. The Juwiring BPH population was low resistance to imidacloprid, buprofezin, cypermethrin and cyhalothrin, but the Juwiring BPH was decreasing into susceptibility to BPMC, ethiprole and fipronil. The population was still susceptible to thiamethoxam and MIPC.
Article
Full-text available
Hama padi merupakan masalah yang menuntut untuk ditangani secara efektif, mudah, dan murah. Penggunaan pestisida sebagai solusi terbukti membawa dampak negatif sehingga perlu dikembangkan inovasi pengendalian hama, salah satunya adalah refugia. Refugia jagung dan kacang panjang menjadi salah satu solusi terbaik dalam berbagai aspek. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelimpahan,struktur komunitas, dan diversitas serangga di lahan persawahan padi di Desa Tunjungtirto, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang. Metode yang digunakan adalah visual kontrol terhadap serangga pengunjung blog refugia. Pengambilan data dilakukan sebanyak tiga kali sehari pada fase vegetatif dan generatif tanaman refugia selama 15 menit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman refugia di sawah padi dapat menyeimbangkan populasi serangga herbivora, predator, dan polinator. Dibuktikan dengan persentase kelimpahan relatif herbivora yang lebih rendah. Struktur komunitas di sawah dengan refugia lebih seimbang, INP menunjukkan bahwa family Acrididae (56,66%) memiliki peran yang penting dalam ekosistem sawah, dan Indeks Diversitas Shanon-Winner menunjukkan diversitas yang lebih beragam dibanding sawah tanpa refugia. Kata kunci : Keanekaragaman, Refugia, Sawah, Serangga, Struktur komunitas
Article
Full-text available
Flowering plants are plants with the ability to attract a lot of insects and other plant-loving organisms, as they possess various functions for these organisms, for instance as feed sources, ovipositions’ sites, or hiding places out of danger (refugia). Their varied functions make flowering plants to play important roles as special habitats for insects and other organisms. Their presence needs to be considered especially in agricultural land where the dominant planting pattern is monoculture, such as rice fields. The presence of flowering plants themselves will invite many different organisms playing their parts not only as herbivores, but also as natural enemies, pollinators and other ecologically important organisms. The faunal diversity stimulated by flowering plants will create more stable ecosystem, which in turn will keep the ecosystem components’ balance in check. The presence of flowering plants are therefore essential to the conservation of natural enemies in some particular ecosystem, such as agroecosystem. INTISARI Tumbuhan berbunga merupakan tumbuhan yang berkemampuan memikat banyak serangga dan jasad pemanfaat tumbuhan lainnya, dan memiliki banyak manfaat bagi jasad-jasad ini, misalnya sebagai sumber pakan maupun tempat perhentian (untuk meletakkan telur atau menyembunyikan diri dari bahaya). Fungsi yang beragam ini menyebabkan pentingnya memperhatikan tumbuhan berbunga sebagai habitat khusus bagi serangga dan jasad lainnya, terutama di pertanaman yang selama ini dominan sebagai ekosistem monokultur, misalnya pertanaman padi. Adanya tumbuhan berbunga akan mengundang berbagai jenis jasad yang dalam ekosistem tersebut memiliki bermacam-macam peran selain sebagai herbivora, misalnya sebagai musuh alami, polinator atau fungsi ekologis lainnya. Keberagaman fauna karena adanya tanaman berbunga akan menyebabkan terbentuknya ekosistem yang lebih stabil, yang pada gilirannya akan menjaga terjadinya keseimbangan komponen ekosistem. Kehadiran tumbuhan berbunga dengan demikian sangat penting untuk melestarikan populasi musuh alami di suatu ekosistem seperti agroekosistem.
Article
Full-text available
Global changes will affect rice ecosystems at local levels. Although issues of climate change have received most attention, other global changes will have more immediate impacts on crop productivity and health. These changes include the phenomenal advances in modern industrial output, especially in China and India, in mechanization, in communications technology and advertizing, in transportation networks and connectivity, as well as demographic shifts toward urban centers. Driven by policies around food security, market impacts on crop production, and trade regulations, these changes will define crop production systems into the future, impacting rice biodiversity and ecosystem function and giving rise to new pest and disease scenarios. This paper presents a framework for a holistic approach to ‘rice ecosystem health’ aimed at securing food production while protecting farmer, consumer and ecosystem health. Recent advances in environmentally friendly agriculture, including ecological engineering, are central to the sustainability and resilience of rice ecosystems; but require support from policy to ensure their best effects. This paper introduces some recent advances in the methods of ecological engineering based on research conducted in the Philippines.
Article
Full-text available
A study on identi�cation of �owering weeds as predatory insect alternative foods was conducted at Bantimurung- Bulusaraung National Park, South Sulawesi, Indonesia in February 2013. Among the plants that naturally grow in the national park area Cassia siamea and Clerodendron paniculatum, which were source of nectar for insects, particularly butter�ies. Visits of predatory insect to �owering weeds and species of both insects and �owering weeds were recorded. The preferred �owering weeds visited by the predatory insects are C. striata (Papilionaceae), A.conyzoides (Asteraceae) and L. camara (Verbenaceae) followed by S. nodiflora (Asteraceae), S. rhombifolia (Malvaceae) and L. crustacea (Scrophulariaceae). A large number of adults and pupae of Coccinella sp. was found in the Bantimurung-Bulusaraung National Park.
Article
Farmers who plant Bacillus thuringiensis (Bt) corn are obligated to plant a 20% non-Bt corn refuge as part of an Insect Resistance Management program. This paper analyzes the economics of alternative refuge configurations. Ignoring potential genetically modified organism (GMO) separation requirements, planting strips is the least cost method of meeting the 20% refuge requirement.