Available via license: CC BY 4.0
Content may be subject to copyright.
Proceedings of The ICECRS, Volume 1 No 3 (2018) 165-172
ISSN. 2548-6160 (Online)
Seminar Nasional FKIP UMSIDA, Sidoarjo, 17 Maret 2018, Indonesia.
Tema: “Menjadi Guru Profesional menuju Generasi Emas Indonesia tahun 2045”,
Available online: http://ojs.umsida.ac.id/index.php/icecrs
Article DOI: 10.21070/picecrs.v1i3.1394
165
Pengembangan Literasi Emergen Pada Anak Usia Dini
Lathifatul Fajriyah
Universitas Negeri Yogyakarta
lathifatul.fajriyah2016@student.uny.ac.id
ABSTRAK
Literasi emergen merupakan konsep yang digunakan untuk mempersiapkan baca tulis
anak sebelum masuk Sekolah Dasar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengembangkan literasi emergen dengan memberikan stimulus yang dapat
mengembangkan literasi anak. terdapat dua domain literasi emergen yakni inside-out dan
outside-in. kedua domain ini tidak dapat dipisahkan karena keduanya akan membantu anak
dalam proses literasi emergen pada anak usia dini. adapun upaya yang dapat dilakukan
untuk mengembangakn literasi emergen pada anak usia dini adalah menyiapkan
lingkungan literasi dan membacakan cerita. Berbagai penelitian menyebutkan bahwa
dengan bercerita anak mempelajari berbagai aktivitas yang dapat mengembangakn literasi.
Kata kunci: Literasi emergen, Anak usia dini; stimuli
ABTRACT
Emergent Literacy is a concept used to prepare child literacy before entering elementary
school. The purpose of this study is to develop emergency literacy by providing stimuli that
can develop children's literacy. There are two domains of emergent literacy ie inside-out and
outside-in. These two domains cannot be separated because they will help the child in the
emergence literacy process in early childhood. As for the efforts that can be done to develop
the emergent literacy in early childhood is to prepare the literacy environment and read the
story. Various studies say that by telling the story of children learn various activities that can
develop literacy.
Keywords: Emergent Literacy; Early Childhood; stimuli
Lathifatul fajriyah/Proceedings of The ICECRS, Volume 1 No 3 (2018) 165-172
166
PENDAHULUAN
Kemampuan literasi merupakan kemampuan yang sangat penting dalam proses
perkembangan anak sekolah. Kemampuan ini menjadi pintu pembuka untuk proses belajar
dan merupakan kunci keberhasilan di sekolah. Pentingnya kemampuan literasi sebagai
landasan awal bagi penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi di era modern. Rohde
(2015) menyatakan sangat penting untuk memastikan anak-anak memperoleh
keterampilan dan kesadaran dini yang mereka butuhkan untuk menjadi pembaca dan
penulis yang sukses. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran literasi penting
dan sangat tepat jika diajarkan pada anak usia dini. Perkembangan literasi pada anak
prasekolah berada pada tahap literasi dasar.
Literasi secara umum didefinisikan sebagai kemampuan membaca dan menulis
serta menggunakan bahasa lisan. Sedangkan literasi emergen merupakan konsep yang
mendukung pembelajaran membaca dan menulis pada waktu anak dalam proses menjadi
terliterasi atau melek huruf (Astuti,2014). Berdasarkan keterangan Kompas.com
28/4/2018 kesadaran masyarakat di Indonesia tentang baca tulis masih tergolong rendah
dan sekitar 17,58% saja penduduk yang gemar membaca buku, surat kabar, atau majalah.
Rendahnya minat baca dikarenakan mereka menganggap membaca adalah sesuatu hal
yang membosankan dan menjenuhkan. Hal ini yang menjadikan minat baca masyarakat
rendah karena belum menjadikan tradisi membaca sebagai kebutuhan.
Selama ini, implementasi pengajaran literasi emergen di sekolah lebih ekstrim. Anak
diajarkan menulis dan berhitung, bahkan memberikan PR kepada anak. Dinas Pendidikan
melarang pembelajaran menulis dan menghitung untuk anak usia dini karena anak belum
waktunya untuk mencapai perkembangan tersebut. Namun pada faktanya, banyak sekolah
dasar yang mengadakan tes masuk sekolah sehingga orang tua menuntut sekolah untuk
mengajarkan anak dalam membaca dan menulis. Tidak hanya itu, banyak orang tua yang
memberikan jam tambahan diluar sekolah untuk bimbingan belajar membaca dan
menghitung dengan tujuan hanya untuk masuk ke sekolah favorit. Padahal Pemerintah
telah melarang pengadaan tes seleksi masuk sekolah dasar, seperti yang telah Telah
Lathifatul fajriyah/Proceeding of ICECRS, 3 (2018) 165-172
167
dikabarkan kompas.com 4/7/2017 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melarang
sekolah menggelar tes baca bagi calon siswa yang akan masuk sekolah dasar.sekolah
diwajibkan menerima seluruh calon siswa tanpa seleksi apapun. Selain itu, lingkungan
yang kurang mendukung dapat menyebabkan literasi emergen menjadi terhambat.
Permasalahan diatas cukup memberikan bukti bahwa selama ini masyarakat belum
menyadari akan pentingnya literasi. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan emergent literacy pada anak usia dini seperti menciptakan lingkungan
literasi. Meciptakan lingkungan literasi dapat berupa mengajak anak untuk aktif dalam
berkomunikasi, membacakan cerita, menyediakan media yang dapat meningkatkan literasi,
seperti buku, gambar, dan video.
HAKIKAT ANAK USIA DINI
Anak usia dini merupakan anak yang berusia 0-6 tahun. Sesuai dengan Undang-
Undang Sisdiknas No.20 Tahun 2003 tertulis bahwa pendidikan anak usia dini adalah
upaya pendidikan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun
yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan
dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki
pendidikan lebih lanjut. Masa usia dini merupakan usia emas, dimana anak sangat baik
untuk diberikan stimulus-stimulus perkembangan. Pada usia ini, anak mempunyai rasa
ingin tahu yang besar untuk mempelajari lingkungannya. Terlihat pada usia ini anak suka
bertanya dan ingin mencoba segala hal.
Menurut Latif, Zukhrina, Zubaidah dan Afandi (2013) pendidikan yang dimulai sejak
dini akan berbeda, karena dengan pendidikan atau pembiasaan akan lebih merangsang
otak anak untuk menerima pendidikan-pendidikan selanjutnya. Anak yang medapat
pendidikan lebih dini, perkembangannya akan lebih terarah dan sesuai dengan usia
perkembangannya. Pada hakikatnya anak dapat membangun pengetahuannya sendiri.
Anak belajar dari pengalaman dan lingkungan sosialnya. Namun, agar lebih terarah maka
anak masih membutuhkan bimbingan dari orang dewasa agar sesuai dengan
perkembangannya. PAUD merupakan jenjang pendidikan yang paling rendah dan paling
urgent karena sebagai pondasi untuk perkembangan anak selanjutnya. Sehingga
Lathifatul fajriyah/Proceedings of The ICECRS, Volume 1 No 3 (2018) 165-172
168
diharapkan lembaga PAUD memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya agar pertumbuhan
dan perkembangan anak menjadi optimal.
EMERGEN LITERASI
Istilah literasi emergen digunakan untuk menunjukkan bahwa pemerolehan bahasa
sebaiknya dikonseptualisasikan sebagai rangkaian perkembangan. literasi berkaitan
dengan kemampuan menyimak,membaca dan menulis. Literasi emergen didasarkan pada
penelitian Marie Clay pada tahun 1996 yang menyatakan bahwa anak-anak belum bisa di
ajarkan keaksaraan karena mereka belum siap untuk belajar tentang keaksaraan hingga
usia tertentu. Padahal keaksaraan menjadi salah satu faktor kesuksesan dalam belajar. saat
itulah literasi emergen menjadi perhatian para peneliti dan dimasukkan dalam kurikulum
sekolah. Menurut Whitehurts dan Lonigan (1998) keterampilan literasi emergen penting
bagi anak-anak adalah karena ada kesenjangan antara potensi yang dimiliki anak dengan
target kurikulum yang diharapkan ketika di sekolah dasar. Sehingga literasi sangat perlu
dikenalkan pada anak sedini mungkin untuk mendapatkan pengetahuan yang lebih luas.
Menurut Pelman (2009) literasi emergen mengacu pada pengetahuan, keterampilan
dan sikap yang dimiliki anak dalam kaitanya membaca dan menulis. Berbeda dengan
Rohde (2015) literasi emergen meliputi pengetahuan dan kemampuan yang terkait dengan
alfabet, kesadaran fonologis, representative simbol dan komunikasi. Menurut Astuti (2014)
Perkembangan literasi emergen merupakan proses pendahulu dari aktivitas membaca dan
menulis. Literasi merupakan kemampuan yang berkaitan dengan proses menyimak,
membaca, mendengar dan menulis sebagiamana aspek-aspek dalam perkembangan bahasa
anak usia dini.
Menurut Whitehurts dan Lonigan (1998) Terdapat 2 domain literasi emergen yakni
Outside-In dan Inside-Out. Istilah Outside-In merupakan pemahaman konteks tulisan yang
ingin dibaca atau ditulis. Menurut Rohde (2015) domain Outside-In dapat membantu anak
untuk menyampakan maksud dari tulisan tersebut kepada orang lain dengan pemahaman
tulisan yang telah dibaca. Domain ini digunakan untuk membantu anak belajar keasaraan
Lathifatul fajriyah/Proceeding of ICECRS, 3 (2018) 165-172
169
yakni mengidentifikasikan fonem, huruf dan kata. Sedangkan Inside-Out merupakan
pengetahuan tentang cara mentransformasikan tulisan dalam bentuk suara atau suara
dalam bentuk tulisan. pada domain ini penting dalam masa pembelajaran membaca karena
untuk memahami isi dan makna tulisan.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa literasi emergen merupakan bagian
dari aktivitas bahasa yang perlu diajarkan pada anak sejak dini. Literasi emergen
merupakan kemampuan atau pengetahuan tentang membaca dan menulis untuk
menyiapkan anak memasuki sekolah dasar. Kemampuan ini sangat penting bagi anak usia
dini untuk sehingga pembelajarannya dimasukkan dalam kurikulum pembeljaran di PAUD.
METODE
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Subyek yang digunakan dalam
penelitian adalah guru, orang tua dan anak kelompok B. teknik pengumpulan data
menggunakan wawancara dan observasi partisipasi pasif dimana peneliti datang ditempat
kegiatan orang yang diamati, tetapi tidak terlibat dalam kegiatan tersebut. Uji keabsahan
data menggunakan metode triangulasi metode yakni metode wawancara dan observasi.
Adapun proses analisis data menggunakan model Miles dan Huberman yang terdapat 4
aktivitas yakni data reduction (reduksi data), data display (penyajian data), dan conclusion
drawing/verification.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada hakikatnya anak sudah mempunyai kemampuan literasi sejak lahir,
sebagaimana pendapat Chomsky yang menyatakan bahwa anak sejak lahir sudah
mempunyai kemampuan dalam hal berbahasa dan akan berkembang sesuai dengan
usianya. Berbeda dengan pernyataan Vygotsky bahwa bahasa merupakan hasil dari proses
intrekasi dengan lingkungan sosial. kedua teori ini mneunjukkan bahwa perkembangan
literasi emergen dipengaruhi oleh 2 faktor yakni faktor internal dan eksternal. Faktor
internal yakni kemampuan anak itu sendiri. Aktivitas membaca dan menulis berhubungan
dengan kemampuan kognitif. Aktivitas ini melibatkan kemampuan dalam mengingat
simbol-simbol grafis yang berbentuk huruf, dan mengingat bunyi dari simbol-simbol
Lathifatul fajriyah/Proceedings of The ICECRS, Volume 1 No 3 (2018) 165-172
170
tersebut. selain itu, aktivitas ini membutuhkan kemampuan dalam memahami tulisan atau
bacaan sehingga dapat menyampaikan apa yang dimaksud. Faktor lainya adalah
lingkungan. Anak ibarat kertas yang kosong sehingga lingkungan sangat berpengaruh
terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak.
Mengembangkan literasi emergen pada anak usia dini sangat penting sebagai
kesuksesan anak dalam membaca dan menulis. Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk
mengembangakan literasi pada anak adalah memberikan lingkungan literasi, baik
lingkungan keluarga maupun sekolah. Menurut Whitehurts dan Lonigan (1998) lingkungan
sekolah dapat mempengaruhi literasi emergen anak-anak. Berdasarkan hasil observasi
yang sudah dilakukan terhadap sekolah kurang memberikan lingkungan literasi pada anak.
Media yang ada dikelas sangat terbatas seperti gambar dan buku bacaan. selain itu
pengajaran yang dilakukan juga masih bersifat konvensional dimana guru berperan aktif
dalam proses pembelajaran dan anak hanya sebagai penerima pasif dan pembelajarannya
melalui buku LKA saja.
Pembelajaran literasi yakni membaca dan menulis sempat menjadi fenomena
perhatian masyarakat khususnya ahli pendidikan anak usia dini. Praktek pengajaran
membaca dan menulis selama ini dengan cara mendikte. Hal ini tidak sesuai dengan dasar
pembelajaran anak usia dini yakni belajar seraya bermain. Adapun pencapaian Pencapaian
keaksaraan anak usia dini dalam peraturan menteri nomor 137 tahun 2014 adalah
mengenal keaksaraan awal melalui bermain, menunjukkan kemampuan keaksaraan awal
dalam berbagai bentuk karya. Hal ini jelas menunjukkan bahwa, pembelajaran keaksaraan
hendaknya diberikan melalui bermain agar pembelajarannya menjadi menyenangkan.
Lingkungan lainnya yang dapat mempengaruhi literasi emergen adalah keluarga.
Lingkungan ini merupakan faktor utama terhadap perkembangan anak khususnya untuk
orang tua. Orang tua merupakan madrasah pertama bagi anak. sebagian orang tua kurang
memahami pentingnya literasi bagi perkembangan anak usia dini. Orang tua kurang
memberikan stimulus-stimulus seperti interaksi antara anak dan orang tua. Interaksi
antara ibu dan anak secara langsung juga dapat berkontribusi pada kemampuan literasi
Lathifatul fajriyah/Proceeding of ICECRS, 3 (2018) 165-172
171
cetak anak (Neumann, Hood, Ford dan Neumann; 2011). Selain itu, meningkatkanya literasi
anak juga dipengaruhi oleh kebiasaana orang tua dalam membaca (Aram dan Levin;2001).
Mayoritas orang tua anak lebih membiarkan anaknya untuk bermain hp agar anaknya diam
dan tidak rewel.
Tingkat kepercayaan ibu tentang pembelajaran literasi di rumah juga dapat
mempengaruhi perkembangan literasi anak. ibu yang mempunyai kepercayaan ini akan
memberikan kesempatan pada anak untuk belajar tentang kosa kata, dan pengetahuan-
pengetahuan lain. Sebaliknya ibu yang tidak mempunyai kepercayaan pembeljaran literasi
di rumah akan menyerahkan sepenuhnya pendidikan anak kepada pihak sekolah sehingga
orang tua tidak perlu mengajarkannya lagi ketika di rumah. Hal ini dapat menjadikan
literasi anak terlambat. Tingkat kepercayaan diri ini biasanya disebabkan oleh faktor
ekonomi orang tua anak. Astuti (2014) dalam penelitiannya menemukan bahwa terdapat
perbedaan kemampuan literasi emergen pada anak yang sekolah di TK daerah pinggiran
dan perkotaan yang disebabkan oleh perbedaan karakteristk lingkungan yang ada disekitar
sekolah dan latar belakang sosio ekonomi orang tua anak.
Upaya selanjutnya adalah membacakan cerita. Berdasarkan beberapa penelitian
menunjukkan bahwa membacakan cerita dapat meningkatkan literasi anak. dengan
bercerita mereka belajar intonasi maupun ekspresi yang ditunjukkan dalam berbagai
emosi. Dalam NAEYC menyebutkan cerita dapat membangun keterampilan sosial dan
keaksaraan untuk perkembangan dewasa kelak. Kegiatan bercerita di alam kelas dapat
membangun suasan kelas menjadi aktif. Anak akan mendengarkan cerita dan
mendiskusikan cerita yang dapat meningkatkan literasi pada anak usia dini.
KESIMPULAN
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perkembanagn literasi pada anakusia dini
adalah faktor internal dan eksternal. Faktor internal merupakan kemampuan anak itu
sendiri, sedangkan faktor eksternal adalah lingkungan, baik sekolah maupun keluarga.
Faktor keluarga merupakan faktor utama dalam perkembangan literasi emergen anak usia
dini. Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengembangkan literasi emergen pada
anak adalah menciptakan lingkungan literasi dan membacakan cerita.
Lathifatul fajriyah/Proceedings of The ICECRS, Volume 1 No 3 (2018) 165-172
172
DAFTAR PUSTAKA
Aram, D. dan Levin, I. (2001). Mother-Child Joint Writing In Low SES Sosiocultural Factors,
Maternal Mediation, And Emergent Literacy. Cognitive Development. Vol. 16, Iss.
16; pg. 831-852,22 pgs diakses pada tanggal 26 Februari 2018
Astuti, P. T. (2014). Perbedaan Literasi Emergen Anak Taman Kanak-Kanak Didaerah
Perkotaan Dan Pinggiran. Jurnal Psikologi Undip. Vol. 13, Iss. 2; pg. 107-119,13
pgs diakses pada tanggal 19 Februari 2018
Kompas, Minat Baca Rendah, Mayoritas Warga Indonesia Hobi Nonton Televisi., 28 April
2018. Di akses pada tanggal 27 Februari 2018.
Kompas, Sekolah Dilarang Buat Tes Baca Untuk Masuk SD, 4 juli 2017 diakses pada tanggal
27 Februari 2018
Latif, M., Zukhairina. Zubaidah, R. Afandi, M. (2013). Orientasi Baru Pendidikan Anak Usia
Dini. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group
Neumann, M. M., Hood, M. Ford, R. M., dan Neumann, D. L. (2011). The Role of
Environmental Print In Emergent Literacy. Journal Of Early Childhood Literacy.
Vol.12, Iss. 3; pg 231-258,28 pgs diakses pada tanggal 26 Februari 2018
Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Nomor 146 tahun 2014
Rohde, L. (2015). The Comprehensive Emergent Literacy Model: Early Literacy In Context.
SAGE Open. Pg 1-11,11 pgs diakses pada tanggal 26 Februari 2018
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003
Whitehurst. G. J. dan Lonigan. C. J. (1998) Child Development And Emergent Literacy. Child
Development. Vol 69, Iss.3; pg 848-872, 25 pgs diakses pada tanggal 21 Februari
2018