Content uploaded by Wisnu Satyajaya
Author content
All content in this area was uploaded by Wisnu Satyajaya on Oct 18, 2018
Content may be subject to copyright.
ISSN 2088 – 5369
KAJIAN PENGGUNAAN ASAM ASKORBAT UNTUK FORTIFIKASI
BERAS SIGER
STUDY ON ASCORBIC ACID FOR FORTIFICATION OF RICE CASSAVA
Harul al-Rasyid1, Subeki 1, Wisnu Satyajaya1 dan Agus Saptomi2
1Program Studi Teknologi Industri Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung
Jl. Prof. Dr. Soemantri Brojonegoro No.1 Bandar Lampung 35145
2Alumni Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung
E-mail: harun.alrasyid@fp.unila.ac.id
Bintangenim75@yahoo.com
ABSTRACT
Siger rice is an analog rice made from agricultural materials containing carbohydrates such
as cassava. The purpose of this research was to know the effect of addition of ascorbic acid
and steam duration to the quality of siger rice from cassava. The factorial experiment
arranged in a Complete Randomized Block Design (CBRD) with two factors and three
replications.. The first factor was the addition of ascorbic acid is 0% (A1), 0.1% (A2), 0.15%
(A3), 0.2% (A4), 0.25% (A5), and 0.3% A6). The second factor was steam duration of 25
minutes (L1), 30 minutes (L2), and 35 minutes (L3). The data were analyzed using analysis of
variance (ANNOVA) and continued with Least Significance Different (LSD) test. The results
showed that the addition of ascorbic acid 0.2% with steaming for 35 minutes resulted in the
best quality of siger rice with white color tending, somewhat similar to rice, rather soft, water
content of 10.62%, 0.88% ash, protein 3,82%, fat 2.42%, crude fiber 1.13%, carbohydrates
81.12%, and vitamin C 0.61 mg/g.
Keywords : Ascorbic acid, steam duration, siger rice, cassava
ABSTRAK
Beras siger merupakan beras analog yang terbuat dari ubi kayu. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh penambahan asam askorbat sebagai bahan fortifikasi beras siger.
Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) faktorial dengan tiga
ulangan. Faktor pertama yaitu penambahan asam askorbat 0% (A1), 0,1% (A2), 0,15% (A3),
0,2% (A4), 0,25% (A5), dan 0,3% (A6). Faktor kedua yaitu lama pengukusan 25 menit (L1),
30 menit (L2), dan 35 menit (L3). Data dianalisis dengan sidik ragam dan diuji lanjut dengan
uji Beda Nyata Terkecil (BNT) dengan Taraf nyata 1% dan 5%. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa penambahan asam askorbat 0,2% dengan pengukusan selama 35 menit
menghasilkan kualitas beras siger terbaik dengan karakteristik warna cenderung putih, agak
mirip beras padi, agak pulen, kadar air 10,62%, abu 0,88%, protein 3,82%, lemak 2,42%,
serat kasar 1,13%, karbohidrat 81,12 %, dan vitamin C 0,61 mg/g.
Kata kunci : Asam askorbat, lama pengukusan, beras siger, ubi kayu
PENDAHULUAN
Tingkat kebutuhan manusia terhadap
makanan pokok semakin tinggi seiring
dengan bertambahnya jumlah penduduk.
Budaya masyarakat Indonesia dalam
mengkonsumsi nasi sebagai makanan
pokok sulit diubah, sehingga kebutuhan
beras menjadi semakin meningkat dari
tahun ke tahun seiring dengan
pertambahan penduduk yang saat ini
mencapai 258,7 juta jiwa (BPS Indonesia,
2016). Konsumsi beras di Indonesia
mencapai 113,48 kg perkapita pertahun
sehingga total kosumsi beras di Indonesia
sekitar 38.368 juta ton pertahun (BPS
Indonesia, 2015).
Beras siger merupakan salah satu
diversifikasi pangan berupa beras analog
yang terbuat dari bahan-bahan pertanian
yang mengandung karbohidrat. Bahan
hasil pertanian yang digunakan dalam
pembuatan beras siger ini yaitu ubi kayu.
Pemilihan ubi kayu sebagai bahan baku
pembuatan beras siger sangat tepat karena
Lampung merupakan produsen ubi kayu
yang cukup besar. . Luas area ubi kayu
sebesar 279.226 hektar dengan produksi
sebesar 7.387.048 ton pada tahun 2015
(BPS Provinsi Lampung, 2015).
Penelitian mengenai beras analog
bukanlah sesuatu yang baru di Indonesia,
tetapi masih terus dikembangkan untuk
mendapatkan hasil yang sempurna. Secara
fisik beras siger ini memiliki tekstur yang
lengket dan lebih kenyal di banding beras
padi setelah dimasak. Beras siger yang
dihasilkan saat ini berwarna putih
kecoklatan. Hal ini terjadi karena adanya
reaksi pencoklatan pada saat proses
pembuatan beras siger. Pencoklatan beras
siger terjadi pada saat proses pengukusan
adonan sebelum dicetak dengan ekstruder.
Pada saat pengukusan terjadinya
pemecahan ikatan glikosidik dari pati dan
menghasilkan glukosa yang berikatan
dengan asam amino menghasilkan zat
melanoidin berwarna coklat (Buera et al.,
1987). Reaksi pencoklatan dapat dicegah
dengan menciptakan kondisi asam pada
saat proses pengukusan. Pada kondisi
asam, ikatan glikosodik pada pati tidak
mengalami pemecahan sehingga reaksi
pencoklatan dapat dihindari.
Salah satu bahan yang dapat
digunakan untuk membuat kondisi asam
pada saat pengukusan beras siger yaitu
asam askorbat atau vitamin C. Vitamin C
berperan sebagai zat antioksidan yang
dapat menetralkan radikal bebas, sehingga
dapat mencegah beberapa penyakit seperti
kanker, jantung, dan penuaan dini.
Beras siger termasuk bahan pangan
yang rendah kalori sehingga sangat
direkomendasikan bagi penderita
diabetebes namun yang dihasilkan saat ini
memiliki kandungan nutrisi yang cukup
rendah seperti vitamin C. Penambahan
vitamin C pada beras siger semakin
bermanfaat bagi penderita diabetes dalam
mengendalikan glukosa darah. Menurut
Subroto (2006) menyatakan bahwa
pentingnya vitamin C untuk pengaturan
glukosa darah telah terbukti yaitu dengan
pemberian 2 g vitamin C perhari dapat
mengendalikan kadar glukosa darah dan
trigliserida. Besarnya manfaat vitamin C
baik untuk tubuh maupun untuk makanan
itu sendiri, membuat pentingnya
penambahan vitamin C pada pembuatan
beras siger. Oleh karena itu, perlu
diketahui proses pembuatan beras siger
dan penambahan asam askorbat yang tepat
agar diperoleh beras yang berkualitas baik
dan mirip dengan beras padi. Hal ini
dimaksudkan agar masyarakat saat
mengonsumsi nasi dari beras siger sama
dengan mengonsumsi nasi dari beras padi.
METODEPENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di
Laboratorium Pengujian Mutu Hasil
Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas
Lampung. Penelitian dilakukan dari bulan
Juli sampai Oktober 2016.
Alat-alat yang digunakan untuk
pembuatan beras siger adalah ekstruder,
mixer, oven dryer, baskom, baki, sendok,
timbangan, neraca analitik, blender,
H. al-Rasyid, Subeki, W. Satyajaya dan A. Saptomi
74 | Jurnal Agroindustri, Vol. 7 No. 2, Nopember 2017: 72-83
Pengupasan dan
Pencucian
Pemarutan
Pemerasan
Uap air 9 Kg
saringan, disc mill, plastik, tampah, dan
rice cooker. Alat-alat yang digunakan
untuk analisis yaitu neraca analitik, hot
plate, oven, tanur, erlenmeyer, gelas piala,
sudip, cawan porselen, cawan alumunium,
labu takar, gelas ukur, tabung reaksi
bertutup, pipet volumetrik 1 ml, pipet
volumetrik 10 mL, kuvet,
Spectrophotometer UV-Vis, pipet tetes,
labu Kjeldahl dan alat Sokhlet. Bahan-
bahan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah tepung ubikayu, tepung tapioka,
GMS (Gliserol Monostearat), minyak
goreng, garam, asam askorbat, dan air.
Bahan untuk analisis antara lain beras
siger, aquades, NaOH, metanol, n-heksana,
HCL, asam borat, larutan bromcresol
green, larutan metil merah, dan larutan
iodium.
Penelitian ini menggunakan
Rancangan Acak Kelompok Lengkap
(RAKL) faktorial dengan dua faktor
perlakuan dan tiga ulangan. Faktor pertama
yaitu penambahan asam askorbat 0% (A1),
0,1% (A2), 0,15% (A3), 0,2% (A4), 0,25%
(A5), dan 0,3% (A6). Faktor kedua yaitu
lama pengukusan 25 menit (L1), 30 menit
(L2), dan 35 menit (L3). Analisis sifat
sensori dilakukan pada semua formulasi
selanjutnya dilakukan analisis kimia
terhadap beras siger dengan formulasi
terbaik. Kesamaan ragam di uji dengan uji
barlet dan penambahan data diuji dengan
tuckey. Data yang diperoleh dianalisis
sidik ragam untuk mendapatkan penduga
ragam galat dan uji signifikasi untuk
mengetahui ada tidaknya pengaruh antar
perlakuan. Uji lanjut yang digunakan yaitu
dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT)
dengan Taraf nyata 5% agar diketahui
perbedaan antar perlakuan.
Pembuatan Tepung Tapioka dan Ubi Kayu
Proses pembuatan tepung tapioka dan tepung ubi kayu dapat dilihat pada Gambar 1.
Air cucian 75 L
Air bersih 75 L Kulit dan kotoran 10,6 kg
Ubi kayu terkelupas bersih 39,4 kg
Air 1,2 L
Bubur Ubi kayu potong 40,6kg
Air bersih 100 L
122,4 Kg 18,2 Kg
Filtrat ubikayu
Air sisa endapan 107,4 Kg
15 Kg
Uap air 4,6 Kg
10,2 K 9.2 Kg
Pengeringan
Pengendapan
Pengeringan
Ubi Kayu 50 Kg
KAJIAN PENGGUNAAN ASAM ASKORBAT
Jurnal Agroindustri, Vol. 7 No. 2, Nopember 2017: 72-83 | 75
Penepungan
Penepungan
Gambar 1. Proses pembuatan tepung tapioka dam tepung ubikayu
Proses Pembuatan Beras Siger
Proses pembuatan beras siger dapat dilihat pada Gambar 2.
Emulsifier yang terdiri dari
air (240 mL) minyak sawit (30 g) Asam askorbat 0 %, 0,1 %, 0,15%
0,15 %, GMS (5 g) dan garam (2 g) 0,2 %, 0,25 %, dan 0,3 %
Gambar 2. Proses pembuatan beras siger
Tepung ubikayu 9,2 Kg
Tepung Tapioka 10,2 Kg
Tepung Tapioka (250
Pembuatan adonan
Pengukusan selama 25,30, dan 35 menit
Pencetakan
(ekstruder kecepatan ulir 64 putaran/menit, pisau 38
putaran/menit)
Pengeringan
Beras Siger 500 g
Tepung ubikayu (250 g)
Pencampuran
H. al-Rasyid, Subeki, W. Satyajaya dan A. Saptomi
76 | Jurnal Agroindustri, Vol. 7 No. 2, Nopember 2017: 72-83
HASIL DAN PEMBAHASAN
Beras siger dari ubi kayu dengan
penambahan asam askorbat selama
pengukusan pada waktu tertentu diuji
tingkat kesukaan, warna, aroma, dan
kenampakan untuk beras mentah serta
kepulenan untuk beras matang yang
dihasilkan.
Warna
Hasil analisis ragam menunjukkan
bahwa konsentrasi asam askorbat
berpengaruh nyata terhadap warna beras
siger namun lama pengukusan tidak
berpengaruh nyata terhadap warna beras
siger. Interaksi antara penambahan asam
askorbat dan lama pengukusan tidak
berpengaruh nyata terhadap warna beras
siger. Hasil uji BNT ditunjukkan pada
Tabel 1.
Tabel 1. Pengaruh penambahan asam
askorbat dan lama pengukusan
terhadap warna beras siger
Perlakuan
Skor warna
Mentah
Matang
A1L1
3,38
a
3,97
a
A1L2
3,22
ab
3,70
ab
A1L3
3,09
ab
3,72
ab
A2L1
2,80
c
3,71
ab
A2L2
2,97
ab
3,73
ab
A2L3
2,82
b
3,74
ab
A3L1
2,97
ab
3,61
ab
A3L2
3,19
ab
3,57
ab
A3L3
3,32
a
3,44
b
A4L1
2,84
b
3,64
ab
A4L2
2,77
d
3,63
ab
A4L3
3,33
a
3,73
ab
A5L1
2,82
b
3,70
ab
A5L2
2,99
ab
3,64
ab
A5L3
2,69
d
3,52
b
A6L1
2,59
ef
3,59
ab
A6L2
2,56
f
3,54
b
A6L3
3,00
ab
3,57
ab
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama
berarti tidak berbeda nyata pada taraf
5% (BNT 0,05 = 0,416) (BNT matang
0,05 = 0,383). Skor 5 sangat putih,
skor 4 putih, skor 3 putih kekuningan,
skor 2 kuning kecoklatan, skor 1
coklat. Penambahan asam askorbat
0% (A1), 0,1% (A2), 0,15% (A3),
0,2% (A4), 0,25%(A5), dan 0,3%
(A6). Lama pengukusan 25 menit
(L1), 30 menit (L2), dan 35 menit
(L3).
Tabel 1 menunjukan bahwa perlakuan
A1L1 memiliki skor warna tertinggi yaitu
3,38 (cenderung putih). Perlakuan A6L2
memberikan skor aroma terendah sebesar
2,56 (cenderung putih kekuningan). Proses
pengukusan yang dilakukan dapat merusak
kandungan asam askorbat dalam bahan
(Woodroof dan Luh, 1975). Oleh karena
itu, pengukusan yang dilakukan terlalu
lama dapat merusak asam askorbat dan
membuat warna menjadi kecoklatan.
Penambahan asam askorbat dapat
menghambat reaksi pencoklatan. Menurut
Djauhari (1998) menyatakan bahwa
penggunaan 0,3% asam askorbat dapat
menghambat reaksi pencoklatan pada
irisan ubi jalar untuk tujuan tepung
terfermentasi. Selain itu, penambahan
asam askorbat berpengaruh nyata terhadap
warna beras siger karena penambahan
asam askorbat dapat menurunkan pH
selama pengukusan sehingga menghambat
terjadinya reaksi maillard. Reaksi
pencoklatan umumnya terjadi pada pH 9.
Menurut Erikson (1981) yang menyatakan
bahwa pada pH rendah banyak grup amino
yang terprotonasi sehingga hanya sedikit
asam amino yang tersedia untuk reaksi
pencoklatan, hal ini terjadi karena
pengukusan yang singkat mengurangi
resiko terjadinya reaksi pencoklatan.
Perlakuan penambahan asam
askorbat dan lama pengukusan A1L1
memiliki skor warna tertinggi yaitu 3,97
(cenderung putih). Perlakuan A3L3
memberikan skor warna terendah sebesar
3,44 (cenderung putih). Asam askorbat
merupakan suatu senyawa reduktor yang
juga dapat bertindak sebagai prekursor
untuk pencoklatan non enzimatis. Asam-
asam askorbat berada dalam keseimbangan
KAJIAN PENGGUNAAN ASAM ASKORBAT
Jurnal Agroindustri, Vol. 7 No. 2, Nopember 2017: 72-83 | 77
dengan asam dehidroaskorbat. Dalam
suasana asam, cincin lakton asam
dehidroaskorbat terurai secara irreversibel
dengan membentuk suatu senyawa
diketoglukonat (Winarno, 1989). Oleh
karena itu, penambahan asam askorbat
pada suhu tertentu justru dapat
menyebabkan reaksi pencoklatan pada
adonan beras siger.
Menurut Mondy et al. (1992)
Penambahan asam askorbat akan
menghambat ikatan antara karbohidrat dan
gugus amina membentuk melanoidin.
Penghambatan tersebut akan manghasilkan
beras siger yang berwarna putih.
Pengukusan berpengaruh nyata terhadap
warna beras siger karena pengukusan
dengan waktu yang tepat dapat
mengurangi kerusakan asam askorbat.
Lama pengukusan dalam waktu yang
singkat dapat mengurangi kemungkinan
terjadinya reaksi maillard selama
pengukusan. Reaksi maillard terjadi pada
suhu tinggi dan merupakan ikatan antara
gula dengan gugus amina (Eskin et al.,
1971). Perubahan warna tersebut
disebabkan karena zat warna alami pada
bahan tidak tahan terhadap suhu tinggi
(Buckle et al., 1987). Penambahan asam
askorbat tidak berpengaruh terhadap warna
beras siger matang, hal ini terjadi karena
pengukusan selama proses pemasakan
beras siger memungkinkan terjadinya
kerusakan asam askorbat. Kerusakan asam
askorbat terjadi saat pemanasan pada suhu
150-200°C (Depkes RI, 2015).
Aroma
Hasil analisis ragam menunjukkan
bahwa penambahan asam askorbat
berpengaruh nyata terhadap aroma beras
siger. Lama pengukusan tidak berpengaruh
nyata terhadap aroma beras siger. Interaksi
antara penambahan asam askorbat dan
lama pengukusan tidak berpengaruh nyata
terhadap aroma beras siger. Hasil uji BNT
5% ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Pengaruh penambahan asam
askorbat dan lama pengukusan
terhadap aroma beras siger
Perlakuan
Skor aroma
Mentah
Matang
A1L1
2,71
cde
3,22
ab
A1L2
2,61
e
3,14
abc
A1L3
2,64
de
3,10
abc
A2L1
2,86
abc
3,34
a
A2L2
2,79
abcd
3,02
bce
A2L3
2,80
abcd
3,09
bc
A3L1
2,82
abc
3,09
bc
A3L2
2,74
bcde
3,07
bce
A3L3
2,81
abcd
3,12
abc
A4L1
2,71
cde
3,13
abc
A4L2
2,84
abc
3,17
abc
A4L3
2,93
a
3,12
abc
A5L1
2,84
abc
3,22
ab
A5L2
2,86
abc
3,11
abc
A5L3
2,84
abc
2,83
e
A6L1
2,74
bcde
3,11
abc
A6L2
2,76
bcde
2,93
ce
A6L3
2,89
ab
3,04
bce
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama
berarti tidak berbeda nyata pada taraf
5% (BNT 0,05 = 0,171), (BNT
matang 0,05 = 0,251). Skor 5 sangat
tidak khas ubi kayu, skor 4 tidak khas
ubi kayu, skor 3 agak khas ubi kayu,
skor 2 khas ubi kayu, skor 1 sangat
khas ubi kayu. Penambahan asam
askorbat 0% (A1), 0,1% (A2), 0,15%
(A3), 0,2% (A4), 0,25%(A5), dan
0,3% (A6). Lama pengukusan 25
menit (L1), 30 menit (L2), dan 35
menit (L3).
Tabel 2 menunjukan bahwa
perlakuan A4L2 memiliki skor aroma
tertinggi yaitu 2,93 (cenderung agak khas
ubi kayu). Perlakuan A1L2 memberikan
skor aroma terendah sebesar 2,61
(cenderung agak khas ubi kayu).
Aroma beras siger mentah sangat
dipengaruhi oleh bahan baku utama
pembuatan beras siger yaitu ubi kayu. Ubi
kayu merupakan flavor yang dominan
dalam adonan beras siger. Ubi kayu
memiliki pati yang yang beraroma khas.
H. al-Rasyid, Subeki, W. Satyajaya dan A. Saptomi
78 | Jurnal Agroindustri, Vol. 7 No. 2, Nopember 2017: 72-83
Menurut Vogel (1990) menyatakan bahwa
aroma asam organik yang dihasilkan juga
akan memperbaiki aroma dan flavor serta
mempertahankan warna beras siger
menjadi lebih baik sehingga memperbaiki
organoleptik. Aroma asam askorbat tidak
menimbulkan perubahan aroma pada beras
siger sehingga aroma beras yang tercium
yaitu agak khas ubi kayu. Menurut Eskin et
al. (1971) menyatakan bahwa asam
askorbat tidak berflavor sehingga tidak
mengganggu produk akhir yang dihasilkan.
Hasil analisis ragam menunjukkan
bahwa konsentrasi asam askorbat tidak
berpengaruh nyata terhadap aroma dan
rasa beras siger matang, sedangkan lama
pengukusan berpengaruh nyata terhadap
aroma dan rasa beras siger matang.
Interaksi antara penambahan asam
askorbat dan lama pengukusan tidak
berpengaruh nyata terhadap aroma dan
rasa beras siger matang pada taraf nyata
5%. Perlakuan A1L1 memiliki skor
aroma dan rasa beras siger matang
tertinggi yaitu 3,34. Perlakuan A6L3
memberikan skor aroma dan rasa terendah
sebesar 2,83 (agak khas ubi kayu). Aroma
dan rasa beras siger matang masih
menunjukan kekhasan dari bahan baku
beras siger tersebut. Penambahan asam
askorbat tidak berpengaruh nyata terhadap
aroma dan rasa beras siger yang dibuat.
Asam askorbat tidak berflavor sehingga
tidak mengganggu produk akhir yang
dihasilkan, selain itu tidak bersifat korosif
terhadap logam serta merupakan vitamin C
(Eskin et al., 1971). Aroma beras siger
mentah rata-rata tidak khas ubi kayu
sedangkan pada beras siger matang aroma
agak khas ubi kayu, hal ini terjadi karena
ubi kayu merupakan bahan baku utama
dari pembuatan beras siger, aroma khas ubi
kayu akan timbul ketika beras siger siger
matang disajikan selagi hangat.
Kenampakan dan Kepulenan Beras
Siger
Hasil analisis ragam menunjukkan
bahwa konsentrasi asam askorbat tidak
berpengaruh nyata terhadap kenampakan
beras siger. Lama pengukusan tidak
berpengaruh nyata terhadap kenampakan
beras siger. Interaksi antara penambahan
asam askorbat dan lama pengukusan tidak
berpengaruh nyata terhadap kenampakan
beras siger.
Kenampakan beras siger rata-rata
agak mirip beras siger, hal ini terjadi
karena proses pengukusan berlangsung
baik. Kenampakan beras siger sangat
bergantung pada adonan yang dibuat.
Adonan beras siger yang terlalu banyak air
akan membuat adonan menjadi lembek
sehingga lengket ketika dicetak menjadi
beras siger. Sebaliknya adonan yang
kurang air akan menyebabkan adonan
tidak dapat dicetak. Kenampakan sangat
dipengaruhi oleh penambahan air pada
sampel selama pengukusan, hal ini terjadi
karena jika sampel yang dimasak terlalu
matang maka proses pencetakan beras
siger akan rusak karena adonan menjadi
lembek, namun jika sampel dikukus tidak
matang maka beras yang dicetak akan
mudah rapuh.
Kepulenan beras siger sangat
dipengaruhi oleh kadar amilosanya
(Fitriyanto and Putra, 2013). Kadar
amilosa menentukan tekstur dari nasi yang
dihasilkan, pulen tidaknya nasi, cepat
mengeras serta lekat atau tidaknya nasi.
Semakin tinggi kadar amilosa yang
terdapat pada beras, maka akan
menghasilkan nasi dengan tingkat pulen
yang tinggi, begitu pula sebaliknya.
Semakin tinggi komposisi pati dalam beras
analog, maka semakin tinggi kandungan
amilosa, dan tekstur beras semakin pera
atau keras (Handayani et al., 2016).
Amilosa adalah senyawa polimer glukosa
yang memiliki rantai lurus dan tidak
bercabang (Zhou et al., 2013). Amilosa
merupakan faktor penting yang
mempengaruhi kekuatan gel pati karena
akan membentuk struktur bahan pangan
menjadi keras setelah dingin (Fitriyanto
and Putra, 2013). Kadar amilosa yang
terkandung di dalam bahan baku
pembuatan beras analog ubi ungu
KAJIAN PENGGUNAAN ASAM ASKORBAT
Jurnal Agroindustri, Vol. 7 No. 2, Nopember 2017: 72-83 | 79
mempengaruhi sifat dari beras dan nasi
yang dihasilkan, seperti tingkat kepulenan
dan fungsional (Noviasari et al., 2013).
Kepulenan beras siger dapat
meningkat dengan penambahan asam
askorbat. Peningkatan ini dikarenakan
asam dapat mengganggu ikatan hidrogen
yang terdapat dalam pati, sehingga
menyebabkan granula pati lebih mudah
untuk mengembang Taggart (2004) dalam
Rahman (2007). Beras siger yang terbuat
dari ubi kayu, cenderung memiliki tekstur
yang lengket dan keras setelah dingin.
Oleh karena itu, beras siger sangat cocok
jika dihidangkan selagi hangat. Kepulenan
beras siger juga dipengaruhi oleh lama
pengukusan. Pengukusan yang terlalu lama
tanpa diiringi pengadukan menyebabkan
beras siger menjadi menggumpal sehingga
kepulenan nasi tidak dapat terwujud.
Pengadukan selama proses pengukusan
menjadi penting agar nasi siger yang
dimasak dapat pulen secara optimal.
Penerimaan Keseluruhan
Hasil analisis ragam menunjukkan
bahwa penambahan asam askorbat dan
lama pengukusan berpengaruh nyata
terhadap penerimaan keseluruhan beras
siger. Penambahan asam askorbat tidak
berpengaruh nyata terhadap penerimaan
keseluruhan beras siger. Lama pengukusan
tidak berpengaruh berpengaruh nyata
terhadap penerimaan keseluruhan beras
siger. Interaksi antara penambahan asam
askorbat dan lama pengukusan tidak
berpengaruh nyata terhadap penerimaan
keseluruhan beras siger. Hasil uji BNT
ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil uji BNT pada taraf 5%
pengaruh penambahan asam
askorbat dan lama pengukusan
terhadap penerimaan
keseluruhan beras siger
Perlakuan
Penerimaan keseluruhan
Mentah
A1L1
3,36
ab
A1L2
3,09
bcd
A1L3
2,82
d
A2L1
3,02
cd
A2L2
3,06
bcd
A2L3
2,93
cd
A3L1
3,11
bcd
A3L2
2,97
cd
A3L3
3,04
bcd
A4L1
3,06
bcd
A4L2
2,82
d
A4L3
3,47
a
A5L1
3,02
cd
A5L2
3,16
abc
A5L3
2,93
cd
A6L1
2,82
d
A6L2
2,80
d
A6L3
3,11
bcd
Keterangan : Angka yang di ikuti huruf yang sama
berarti tidak berbeda nyata pada
taraf 5% (BNT 0,05 = 0,719).(BNT
matang 0,05 = 0,328). Skor 5 sangat
suka, skor 4 suka, skor 3 agak suka,
skor 2 tidak suka , skor 1 sangat
tidak suka. Penambahan asam
askorbat 0% (A1), 0,1% (A2), 0,15%
(A3), 0,2% (A4), 0,25%(A5), dan
0,3% (A6). Lama pengukusan 25
menit (L1), 30 menit (L2), dan 35
menit (L3).
Tabel 3 menunjukan bahwa perlakuan
A4L3 memiliki skor penerimaan
keseluruhan beras mentah tertinggi yaitu
3,47 (cederung suka). Perlakuan A6L2
memberikan skor skor penerimaan
keseluruhan beras mentah terendah sebesar
2,80 (cenderung agak suka).
Hasil analisis ragam beras siger
matang menunjukkan bahwa penambahan
asam askorbat dan lama pengukusan tidak
berpengaruh nyata terhadap penerimaan
keseluruhan beras siger matang. Interaksi
antara penambahan asam askorbat dan
lama pengukusan tidak berpengaruh nyata
terhadap penerimaan keseluruhan beras
siger matang.
Penerimaan keseluruhan beras siger
matang lebih banyak disukai oleh panelis,
hal ini terjadi karena beras yang sudah
matang telah mengalami proses pemasakan
H. al-Rasyid, Subeki, W. Satyajaya dan A. Saptomi
80 | Jurnal Agroindustri, Vol. 7 No. 2, Nopember 2017: 72-83
sehingga mempengaruhi kesukaan panelis.
Beras siger matang yang masih hangat
disukai oleh panelis karena tekstur beras
siger matang tersebut masih lembut, serta
aroma yang lebih khas.
Penentuan Perlakuan Terbaik Beras
Siger
Hasil uji organoleptik yang meliputi
kenampakan, kepulenan, warna, aroma dan
rasa serta penerimaan keseluruhan, maka
dapat ditentukan perlakuan terbaik. Hasil
uji organoleptik dan uji BNT beras siger
tertera pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil uji BNT pada taraf 5% pengaruh penambahan asam askorbat dan lama
pengukusan terhadap kualitas beras siger
Perlakuan
Mentah
Aroma
Warna
Kenampakan
Penerimaan
keseluruhan
A1L1
2,71
cde
3,38
a
3,10
abc
3,36
ab
A1L2
2,61
e
3,22
ab
3,09
abc
3,09
bcd
A1L3
2,64
de
3,09
ab
3,06
abc
2,82
d
A2L1
2,86
abc
2,80
c
3,07
abc
3,02
cd
A2L2
2,79
abcde
2,97
ab
3,16
a
3,06
bcd
A2L3
2,80
abcd
2,82
b
3,14
ab
2,93
cd
A3L1
2,82
abc
2,97
ab
3,07
abc
3,11
bcd
A3L2
2,74
bcde
3,19
ab
3,12
abc
2,97
cd
A3L3
2,81
abcd
3,32
a
2,94
abc
3,04
bcd
A4L1
2,71
cde
2,84
b
2,93
abc
3,06
bcd
A4L2
2,84
abc
2,77
d
3,11
abc
2,82
d
A4L3
2,93
a*
3,33
a*
3,20
a*
3,47
a*
A5L1
2,84
abc
2,82
b
2,98
abc
3,02
cd
A5L2
2,86
abc
2,99
ab
3,19
a
3,16
abc
A5L3
2,84
abc
2,69
d
3,08
abc
2,93
cd
A6L1
2,74
bcde
2,59
ef
2,88
bc
2,82
d
A6L2
2,76
bcde
2,56
f
2,87
c
2,80
d
A6L3
2,89
ab
3,00
ab
3,10
abc
3,11
bcd
Keterangan : Penambahan asam askorbat 0% (A1), 0,1% (A2), 0,15% (A3), 0,2% (A4), 0,25%(A5), dan
0,3% (A6). Lama pengukusan 25 menit (L1), 30 menit (L2), dan 35 menit (L3).
Tabel 4 menunjukan bahwa hasil
yang berbeda nyata terhadap skor
perlakuan beras siger. Penentuan perlakuan
terbaik sesuai dengan tujuan penelitian,
yaitu mengetahui pengaruh penambahan
asam askorbat dan lama pengukusan
terhadap kualitas beras siger. Tabel 4
menunjukan bahwa tingkat perbedaan
kesukaan melalui skor yang telah ditulis
oleh panelis. Pada tabel terlihat bahwa skor
yang memiliki tanda bintang (*)
menunjukan skor tertinggi pada masing-
masing atribut perlakuan.
Tabel 5 menunjukan bahwa perlakuan
yang bernotasi a merupakan skor tertinggi
dari masing-masing atribut yang diuji.
Jumlah tanda dengan notasi a terbanyak
yang diperoleh dari semua atribut yang
diuji merupakan perlakuan terbaik beras
siger. Pada perlakuan yang diberi tanda
bintang Nilai (*) merupakan perlakuan
terbaik, hal ini terjadi karena masing-
masing atribut uji sensori memiliki nilai
KAJIAN PENGGUNAAN ASAM ASKORBAT
Jurnal Agroindustri, Vol. 7 No. 2, Nopember 2017: 72-83 | 81
tertingi. Oleh karena itu, perlakuan terbaik
adalah perlakuan penambahan asam
askorbat 0,2% dan pengukusan selama 35
menit yang memiliki aroma agak khas ubi
kayu, berwarna putih merata pada beras
mentah, dan cenderung putih kekuningan
setelah matang.
.
Tabel 5. Hasil uji BNT pada taraf 5% pengaruh penambahan asam askorbat dan lama
pengukusan terhadap kualitas beras siger.
Perlakuan
Matang
Aroma
rasa
Kepulenan
Warna
Penerimaan
keseluruhan
A1L1
3,22
ab
3,23
ab
3,97
a
3,18
a
A1L2
3,14
abc
3,04
ab
3,70
ab
2,98
abc
A1L3
3,10
abc
2,96
ab
3,72
ab
3,12
ab
A2L1
3,34
a
3,26
ab
3,71
ab
3,11
ab
A2L2
3,02
bce
2,54
ab
3,73
ab
3,00
abc
A2L3
3,09
bc
3,11
ab
3,74
ab
2,92
abc
A3L1
3,09
bc
3,31
a
3,61
ab
3,02
abc
A3L2
3,07
bce
3,08
ab
3,57
ab
2,60
bc
A3L3
3,12
abc
2,79
ab
3,44
b
2,98
abc
A4L1
3,13
abc
3,21
ab
3,64
ab
2,88
abc
A4L2
3,17
abc
2,87
ab
3,63
ab
2,56
c
A4L3
3,23
abc*
3,26
ab*
3,73
ab*
3,13
ab*
A5L1
3,22
ab
3,12
ab
3,70
ab
2,94
abc
A5L2
3,11
abc
2,68
ab
3,64
ab
3,00
abc
A5L3
2,83
e
2,78
ab
3,52
b
2,81
abc
A6L1
3,11
abc
2,73
ab
3,59
ab
2,96
abc
A6L2
2,93
ce
3,31
a
3,54
b
2,66
abc
A6L3
3,04
bce
2,62
ab
3,57
ab
2,74
abc
Keterangan : Penambahan asam askorbat 0% (A1), 0,1% (A2), 0,15% (A3), 0,2% (A4), 0,25%(A5),dan 0,3%
(A6). Lama pengukusan 25 menit (L1), 30 menit (L2), dan 35 menit (L3).
Uji Proksimat dan Kadar Vitamin C
Beras siger yang telah diuji sensori
selanjutnya diperoleh perlakuan terbaik
yaitu beras siger dengan penambahan asam
askorbat 0,2% pengukusan pengukusan
selama 35 menit. Perlakuan terbaik
tersebut kemudian dilakukan analisis
proksimat dan kadar vitamin C, hasil
analisis tersebut disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Analisis proksimat dan kadar
vitamin C beras siger dari ubi kayu
Parameter
Kadar
Air (%)
10,62
Abu (%)
0,89
Protein (%)
3,82
Lemak (%)
2,42
Serat Kasar (%)
1,13
Karbohidrat (%)
81,12
Vitamin C (mg/g)
0,61
Kadar air pembuatan beras tiruan
atau beras siger diperkaya yaitu memiliki
kadar air sebesar 5 - 15% (Yuwono, 2014).
Menurut Budijanto (2012) kadar air yang
aman untuk penyimpanan beras yaitu <
14% bb. Dengan kadar air <14% (bb),
akan mencegah pertumbuhan kapang yang
sering hidup pada serealia/biji-bijian
dengan umur simpan beras siger cukup
H. al-Rasyid, Subeki, W. Satyajaya dan A. Saptomi
82 | Jurnal Agroindustri, Vol. 7 No. 2, Nopember 2017: 72-83
lama mencapai 1 tahun. Hasil uji kadar
vitamin C menujukan penurunan vitamin
C, hal ini terjadi karena vitamin C
mengalami degradasi akibat pemanasan.
Menurut Sherlat dan Luh (1976)
menjelaskan bahwa kandungan vitamin C
berkurang dengan semakin tingginya suhu
yang digunakan dalam proses pemanasan.
Vitamin C mudah rusak karena proses
oksidasi terutama pada suhu tinggi dan
mudah hilang selama pengolahan dan
penyimpanan (Alamsyah, 2006). Menurut
Almatsier (2004) menyatakan bahwa
keadaan yang menyebabkan kehilangan
vitamin C dalah pencucian, memasak
dengan suhu tinggi untuk waktu yang
lama, memasak dalam panci besi atau
tembaga.
KESIMPULAN
Penambahan asam askorbat dan lama
pengukusan berpengaruh terhadap kualitas
beras siger. Perlakuan terbaik adalah beras
siger dengan penambahan asam askorbat
0,2% dengan pengukusan selama 35 menit,
yang memiliki karakteristik warna
cenderung putih, agak mirip beras padi,
agak pulen, dengan kadar air 10,62 %, abu
0,89%, protein 3,82%, lemak 2,42%, serat
kasar 1,13%, karbohidrat 81,12%, dan
vitamin C 0,61 mg/g.
DAFTAR PUSTAKA
Alamsyah, A. 2006. Mengenal Biodiesel
Crude Palm Oil. Warta Pertamina
Edisi No.05/Thn XLI.
Almatsier, S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu
Gizi. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2016. Jumlah
Penduduk Provinsi Lampung Tahun
2016. Badan Pusat Statistik Provinsi
Lampung. Bandar Lampung.
Badan Pusat Statistik. 2015. Tingkat
Konsumsi Beras Lampung pada
Tahun 2015. Badan Pusat Statistik
Provinsi Lampung.
Badan Pusat Statistik. 2015. Tingkat
Produksi Ubi Kayu Lampung pada
Tahun 2015. Badan Pusat Statistik
Provinsi Lampung.
Budijanto, S dan Yuliyanti. 2012. Studi
Persiapan Tepung Sorgum (Sorghum
Bicolor L. Moench) Dan Aplikasinya
Pada Pembuatan Beras Analog,
Jurnal Teknologi Pertanian, 13: 177–
186.
Buera, D.P., J. Chirife., S.L. Resnik and
R.D. Lozano. 1987. Nonenzymatic
Browning in Liquid Model Systems
of High Water Activity: Kinetics of
Color Changes Due to Maillard
Reaction Between Different Single
Sugars and Glycine And Comparison
with Caramelization Browning.
Journal of Food Science 52 (4):
1063-1067.
Buckle, K.A. 1987. Ilmu Pangan.
Universitas Indonesia Press.Jakarta.
Depkes RI. 2015. Farmakope Indonesia.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Djauhari, A.B. 1998. Ubi Jalar (I. batatas)
Sebagai Bahan Baku Tepung
Terfermentasi, Kajian dari Pengeruh
Lama Fermentasi pada Beberapa
Klon dan Pengaruh Konsentrasi
Asam Askorbat terhadap Lama
Fermentasi. Tesis. PTP, Univ.
Brawijaya. Malang.
Eskin, N.A.M., Henderson and Towsend.
1971. Biochemistry of Food,
Academic Press, New York, 116
121.
Eriksson, C. 1981. Maillard Reaction in
Food: Chemical, Physiological and
TechnologicalAspects. Pergamon
press, Oxford.
Fitriyanto, M. dan Putra. 2013.
Karakterisasi Beras Buatan
(Artificial Rice) dari Campuran
Tepung Sagu (Metroxylon Sp.) dan
Tepung Kacang Hijau, Jurnal Sains
dan Seni Pomits, 2, 1–3.
Handayani dan N. Abyor. 2016. Kajian
Karakteristik Beras Analog
Berbahan Dasar Tepung dan Pati
Ubi Ungu (Ipomea batatas). Jurnal
KAJIAN PENGGUNAAN ASAM ASKORBAT
Jurnal Agroindustri, Vol. 7 No. 2, Nopember 2017: 72-83 | 83
Aplikasi Teknologi Pangan.
Universitas Diponegoro, Semarang.
Mondy, N.I. and C.B. Munshi. 1992. Effect
Type of Potasium Fertillizer on
Enzimatic Dis Coloration and
Phenolic, Ascorbic Alic and Lipid
contents of Pototoes, J. Agric. Food
Chemistry, 41(6): 849-852.
Noviasari, S., Kusnandar., dan Budijanto.
2013. Pengembangan Beras Analog
Dengan Memanfaatkan Jagung
Putih. Jurnal Teknologi dan Industri
Pangan, 24(2), 194–200.
Rahman, A. 2007. Pengaruh Pemberian
Abu Terbang Batubara dan Kotoran
Sapi Terhadap Sifat Kimia Tanah
Podsolik dari Jasinga. skripsi.
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor. Bogor
Sherlat, F., dan B.S. Luh. 1976. Quality
Factors of Tomato Pastes Mode at
Several Break Temperature. J.
Food Chen. 24 (6).
Subroto, A. 2006. Ramuan Herbal untuk
Diabetes Mellitus. Penebar Swadaya.
Jakarta
Taggart, P. 2004. Starch as an Ingredients
: Manufacture and Applications. Di
dalam: Ann Charlotte Eliasson (ed).
Starch in Food: Structure, Function,
and Application. CRC Press, Baco
Raton, Florida.
Winarno, F.G. 1989. Kimia Pangan dan
Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama
Woodroof dan Luh. 1975. (.~omtnerciul
1:ruit Processirzg. Connecticut: The
AVI Publishing Company.
Vogel. 1990. Buku Teks Analisis
Anorganik Kualitatif Makro dan
Semimikro. Edisi V Jilid II. Jakarta:
PT. Kalman Media Pusak.
Yuwono, S. S. dan A. A. Zulfiah. 2014.
Formulasi Beras Analog Berbasis
Tepung Mocaf dan Maizena dengan
Penambahan CMC dan Tepung
Ampas Tahu. Jurnal Pangan dan
Agroindustri. Vol. 3 No 4 p.1465-
1472.
Zhou, X., Wang., Zhang., Yoo., and Lim.
2013. Effects of Amylose Chain
Length and Heat Treatment on
Amylose–Glycerol Monocaprate
Complex Formation. Carbohydrate
polymers, 95(1), 227-232