ArticlePDF Available

Pemberdayaan Waqf Produktif sebagai Media Pembangunan Ekonomi Pesantren

Authors:

Abstract

Based on history of management productive waqf in Indonesia there are three periods; that is traditional, semi professional, and professional. Generally the management of waqf in Indonesia is influanced by those periods. Traditional period just serves to physical development, Semi professionals are being developed for more productive activities, While the professional period has been empowered for multi-dimensional development whose benefits include both economic and social aspects. However, in some cases nadhzir does not have the capacity and qualifications to empower waqaf's property, Waqf should be able to meet the needs of anyone who is entitled to benefit from it. So the educational foundation which has the property of waqf is not neglected, undeveloped, Become damaged, unworked optimally, unbenefit and up bankrupt. By using qualitative method and presented by descriptive analysis Supported in the collection of data sources "triangulation" that is a documentation, observation and interview. By using qualitative method and presented by descriptive analysis Supported in the collection of data sources "triangulation" that is a documentation, observation and interview. This article will explore and examine how the mechanisms of empowering productive waqaf as economic development strategy in Pesantren Wali Songo Ponorogo. This pesantren was chosen because of his expertise in managing waqf with professionals which has been started since 6 July 1980 years ago. Finally this article explains that in its implementation to empower productive waqaf in order to maximize its role and sustainable benefits, then Wali Songo Ngabar pesantren has submitted several efforts must be done every institution managing waqf to maintain 1 Kampus Pusat UNIDA Gontor Jl Raya Siman Demangan Siman Ponorogo 67431
Vol. 3, No. 1, Juni 2017 | 1
Pemberdayaan
Waqf
Produktif sebagai
Media Pembangunan Ekonomi Pesantren:
Satu Analisa Mekanisme Pelaksanaanya
di Pesantren Wali Songo Ngabar
Iqbal Imari dan Syamsuri1
Universitas Darussalam Gontor Ponorogo
(iqbalimari@gmail.com & syamsuri@unida.gontor.ac.id)
Abstract
Based on history of management productive waqf in Indonesia there are three
periods; that is traditional, semi professional, and professional. Generally the
management of waqf in Indonesia is influanced by those periods. Traditional period
just serves to physical development, Semi professionals are being developed for more
productive activities, While the professional period has been empowered for multi-
dimensional development whose benefits include both economic and social aspects.
However, in some cases nadhzir does not have the capacity and qualifications to empower
waqaf’s property, Waqf should be able to meet the needs of anyone who is entitled to
benefit from it. So the educational foundation which has the property of waqf is not
neglected, undeveloped, Become damaged, unworked optimally, unbenefit and up
bankrupt. By using qualitative method and presented by descriptive analysis Supported
in the collection of data sources “triangulation” that is a documentation, observation
and interview. By using qualitative method and presented by descriptive analysis
Supported in the collection of data sources “triangulation” that is a documentation,
observation and interview. This article will explore and examine how the mechanisms
of empowering productive waqaf as economic development strategy in Pesantren Wali
Songo Ponorogo. This pesantren was chosen because of his expertise in managing
waqf with professionals which has been started since 6 July 1980 years ago. Finally
this article explains that in its implementation to empower productive waqaf in order to
maximize its role and sustainable benefits, then Wali Songo Ngabar pesantren has
submitted several efforts must be done every institution managing waqf to maintain
1 Kampus Pusat UNIDA Gontor Jl Raya Siman Demangan Siman Ponorogo
67431
Islamic Economics Journal
2 |
Pemberdayaan Waqf Produktif ...
the trust of waqif, is starting from the stages of planning, organizing, institutional
leadership until the supervision must be done well.
Key world; Empowerment, productive waqf, educational institutions
Abstrak
Ada tiga periode dalam sejarah pengelolaan harta waqaf di Indonesia yaitu
tradisional, semi-profesional, dan profesional. Ketiga periode ini telah banyak mewarnai
dalam pemberdayaan dan pengelolaan harta waqaf. Periode tradisional waqaf hanya
berfungsi untuk pembangunan fisik, semi professional waqaf mulai dikembangkan
untuk aktivitas yang lebih produktif, manakala periode professional waqaf telah
diberdayakan untuk pembangunan multi dimensi yang manfaatnya meliputi aspek
ekonomi maupun sosial. Akan tetapi beberapa kasus para nadhzir tidak memiliki
kapasitas dan kualifikasi untuk memberdayakan harta waqaf, supaya dapat memenuhi
kebutuhan para pihak yang berhak menerima manfaatnya. Sehingga yayasan
pendidikan yang memiliki harta benda waqaf terlantar, menganggur, tidak berkembang,
tidak berfungsi optimal, tidak memberikan manfaat, hingga gulung tikar. Dengan
mengunakan metode kualitatif yang disajikan secara diskriptif analitik didukung dalam
pengambilan sumber data “triangulasiyaitu dokumentasi, observasi dan wawancara.
Artikel ini akan mencoba menggali dan memahami mekanisme pemberdayaan waqaf
produktif sebagai strategi pembangunan ekonomi di Pesantren Wali Songo Ponorogo.
Pesantren ini dipilih karena kepiawiaanya dalam mengelola harta waqaf secara
professional yang telah berkembang dan dikembangkan sejak 6 Juli 1980 silam.
Akhirnya artikel ini menjelaskan bahwa dalam pelaksanaan pemberdayaan harta waqaf
agar lebih maksimal perannya dan berkelanjutan manfaatnya pesantren Wali Songo
Ngabar telah melalukukan beberapa upaya wajib diupayakan oleh setiap lembaga
pengelola waqaf untuk menjaga kepercayaan para wakif, baik itu dari tahapan
perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan lembaga hingga pengawasan.
Kata kunci: Pemberdayaan, waqaf produktif, lembaga pendidikan
Pendahuluan
Ada tiga sejarah periode dalam pengelolaan waqaf di
Indonesia yaitu; periode tradisional, semi-profesional, dan
pr ofe s ional. Pa da pe r i ode tradisi o n al wa q af masi h
dipandang sebagai media ibadah yang hanya difungsikan untuk
pembangunan fisik saja. Seperti masjid, mushalla, pesantren, dan
yayasan. Sehingga harta waqaf belum memberikan kontribusi
sosial yang luas. Kondisi ini disebabkan keterbatasan kefahaman
masyarakat Indonesia terhadap waqaf yang dipandang sebagai
mekanisme yang statis, termasuk peraturan perundangan yang
Vol. 3, No. 1, Juni 2017 | 3
Iqbal Imari dan Syamsuri
belum memadai.2 Sedangkan periode semi-profesional masyarakat
sudah mulai mengembangkan dan memberdayakan waqaf secara
produktif, sehingga dapat memberikan manfaat sosial ekonomi
meskipun belum maksimal. Tanah-tanah waqaf mulai diberdaya-
kan untuk bidang pertanian, usaha-usaha toko, koperasi, bengkel,
dan sebagainya.3 Pada periode Profesional waqaf mulai menjadi
isu yang menarik untuk diberdayakan. Sehingga pada periode ini
pengelolaan waqaf meliputi aset harta, manajemen, sumber daya
manusia, dan dalam bentuk usaha ekonomi. Bahkan pada fase ini
mulai dilengkapi dengan peraturan UU Waqaf yang diikutsertakan
dalam kebijakan moneter.4
Nampaknya model waqaf produktif mulai banyak diminati
oleh para wakif, karena dapat memainkan peran ekonomi dan sosial
yang sangat penting sebagai sumber pembiayaan bagi pesantren,
sekolah-sekolah, pengkajian dan penelitian, rumah-rumah sakit,
pelayanan sosial dan perusahaan yang memproduksi output yang
manfaatnya jelas.5 Akan tetapi, perguliran ini belum disadari oleh
masyarakat luas, sebagian banyak masih memandang bahwa harta
waqaf mutlak milik Allah semata, tidak boleh sembarang orang
menguruskan harta ini. Sehingga harta waqaf seringkali belum
dikelola secara profesional oleh pengelola waqaf (nadhzir). Dalam
beberapa kasus tertentu, nadhzir terkadang tidak memiliki
kemampuan memadai dengan kualifikasi yang kurang sesuai,
kurang berpengetahuan, dan kurang profesional. Selain itu, pada
umumnya benda waqaf dikelola oleh nadhzir yang tidak jelas status,
tugas, dan kewajibannya, serta banyak dirangkap oleh takmir
ma sjid.6 Dam pak kondis i seperti ini menjadikan yayasan
pendidikan yang memiliki harta benda waqaf terlantar, harta waqaf
menganggur, tidak berkembang, tidak berfungsi optimal, tidak
memberikan manfaat, hingga “gulung tikar ”.7
2 Rachmadi Usman, Hukum Perwaqafan di Indonesia, (Jakarta, Sinar Grafika,
2013), hlm. 9.
3 Direktorat Pemberdayaan Waqaf dan Direktorat Jenderal Bimbingan Mayarakat
Islam, Paradigma Baru Waqaf di Indonesia, ( Jakarta: Februari 2008), hlm. 15.
4 Kementrian Agama Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bimbingan
Mayarakat Islam Direktorat Pemberdayaan Waqaf Tahun 2013. Strategi Pengembangan
Waqaf Tunai di Indonesia, hlm.6.
5 Syamsul Anwar, Studi Hukum Islam Kontemporer”, cet ke-1, (Jakarta: RM Books,
2007 ), hlm. 75.
6 Imam Suhadi, Waqaf untuk Kesejahteraan Umat, hlm. 38.
7 Ali Amin Isfandiar.”Tinjauan Fiqh Muamalat dan Hukum Nasional tentang Waqaf
di Indonesia”. hlm. 71.
Islamic Economics Journal
4 |
Pemberdayaan Waqf Produktif ...
Menurut Ali Amin Isfandiar setidaknya ada dua strategi yang
perlu diperhatikan dalam pengelolaan harta waqaf yaitu; pertama,
profesionalitas manajemen ke-nadhziran yang meliputi; kredibilitas
dalam kejujuran, profesionalitas dalam kapabilitas, maupun
kompensasi terkait dengan upah pendayagunaan sebagai implikasi
profesionalitasnya; dan kedua, peruntukan aset waqaf yaitu alih
fungsi (ubah peruntukan) dan relokasi untuk pengembangan aset
waqaf agar lebih produktif.8 Oleh karena waqaf merupakan akad
tabaru, dimana penge mbangannya tidak didasarkan pada
pencapaian target keuntungan bagi pemilik modal atau yang
mewaqafkan hartanya (waqif), tetapi lebih ditekankan pada bentuk
kerjasama yang mengandung unsur kebajikan dan kebaikan demi
kepentingan umum (maslahah amah). Sehingga aset waqaf dilarang
untuk dikurangi, dibiarkan tanpa diolah, atau dijual demi
keuntungan; tetapi harus dikelola agar produktif.9
Sehingga artikel ini akan mencoba menggali dan memahami
mekanisme pemberdayaan waqaf produktif sebagai strategi
pe m bangunan ekonomi di Pesantren Wali Songo (PPWS).
Pesantren ini dipilih karena kepiawiaanya dalam mengelola harta
waqaf sejak 6 Juli 1980 yang bertepatan Ahad, 22 Sya’ban 1400 H
yaitu KH. Ahmad Thoyyib dan KH. Ibrohim Thoyyib meng-
ikrarkan bahwa Pondok Pesantren Wali Songo dengan segala
kekayaan yang dimilikinya sebagai “Waqaf Untuk Pendidikan
Islam.1 0 PPWS dinyatakan berhasil dalam mengel ola dan
memberdayakan waqafnya secara produktif, karena hampir
se lur uh ke b ut uhan pondok dalam menjalankan program-
programnya serta memberikan kesejahteraan bagi keluarga
pondok, baik santri, kyai, guru-guru, dosen-dosen, dan masyarakat
sekitar pondok sebagian besar melalui pengelolaan dan pem-
berdayaa dana waqafnya. Dengan demikian, fokus penelitian ini
adalah memahami bagaimana mekanisme pengelolaan dan
pemberdayaan waqaf produktif untuk pengembangan pendidikan
di pesantren.
8 Ali Amin, Tinjauan Fiqh Muamalat, hlm.78.
9 Kementrian Agama Republik Indonesia, Strategi Pengembangan, hlm. 11.
10 Pedoman Kerja Yayasan Pemeliharaan dan Pengembangan Waqaf Pondok Pesantren
Wali Songo Ngabar, Kantor Pusat Yayasan Pemeliharaan dan Pengembangan Waqaf Pondok
Pesantren Wali Songo Ngabar Ponorogo, Jawa Timur, 2013, hlm. 9.
Vol. 3, No. 1, Juni 2017 | 5
Iqbal Imari dan Syamsuri
Landasan Teoritis
Ada beberapa penelitian yang mengkritisi dan berupaya
untuk memperbaiki praktek pemberdayaan waqaf produktif.
Upaya perbaikan ini pada hakikatnya merupakan perubahan pada
bentuk dan sistem kepengurusan baru yang sesuai dengan
karakteristik waqaf Islam. Perbaikan ini menjadi penting karena
waqaf khususnya waqaf produktif merupakan bagian dari sumber
lembaga ekonomi yang erat kaitannya dengan pembangunan
ekonomi umat. Jadi Mubarok mengutip dari apa yang dipaparkan
oleh Achmad Djunaidi dan kawan-kawan dalam bukunya waqaf
produktif11 menawarkan dua pendekatan dalam pemberdayaan
waqaf produktif: Pertama, asas paradigma baru waqaf, yaitu: (a)
as as ke ab a dian manfaa t , (b) asas pertanggungj aw a ban
(responsibility), (c) asas profesionalitas manajemen, dan (d) asas
keadilan sosial. Kedua, aspek-aspek paradigma baru waqaf, yaitu:
(a) pembaruan/reformasi pemahaman mengenai waqaf, (b) sistem
manajemen pengelolaan yang profesional, (c) sistem manajemen
ke-nadhziran/manajemen sumber daya insani, dan (d) sistem
rekrutmen waqif. Atas dasar asas dan aspek paradigma tersebut,
waqaf diharapkan dikelola oleh nadhzir dengan pendekatan bisnis,
yakni suatu usaha yang berorientasi pada keuntungan, dan
keuntungan tersebut disedekahkan kepada para pihak yang berhak
menerimanya.12
Abdul Azim Islahi dalam papernya yang berjudul provison
of public goods: role of the voluntary sektor (waqf) in Islamic history
di Jeddah tahun 1992. Penelitian ini menyimpulkan bahwa
le mbaga waqaf non-peme r intah sangat dibutuhkan dalam
menyediakan kepemilikan publik dikarenakan lembaga tersebut
lebih mengetahui bentuk dan kebutuhan serta pengalaman hingga
saat ini.13 Perbedaan dan keaslian penelitian ini adalah terletak pada
konsep pengelolaan waqaf produktif yang dilakukan oleh suatu
lembaga pendidikan.
Monzer Kahf, Waqaf dan Aspek Sosial-politiknya (Waqf and
its Sociopolitical Aspects) menyatakan bahwa dari waqaf di Istambul,
11 Jaih Mubarak , Waqaf Produktif, (Bandung: Simbiosa Rekatama , 2008) hlm. 27.
12 Ibid, hlm.28.
13 Abdul Azim Islahi, 1992, “Provision of Publc Goods: Role of The Voluntary
Sektor (Waqf) in Islamic History”, Papers presented at the Third International Conference
on Islamic Economics in Kuala Lumpur, Malaysia, Islamic Research and Training Institute,
Islamic Development Bank, Jeddah, Saudi Arabia.
Islamic Economics Journal
6 |
Pemberdayaan Waqf Produktif ...
Jerussalem, dan Kairo hampir mayoritas digunakan untuk lahan
pertanian dan hasil dari pengelolaannya digunakan untuk
membiayai kegiatan keagamaan, pendidikan, dan kegiatan sosial
yang lain.14 Pendapat tersebut didukung dengan penelitian Imtiaz
B Ali, dalam judul penelitiannya waqaf sebagai sebuah Lembaga
Pembangunan yang Berkelanjutan pada Masyarakat Muslim (waqf
a sustainable development institution for muslim communities). Hasil
penelitiannya menyatakan bahwa lembaga waqaf memiliki
kesempatan nyata bagi muslim untuk menyalurkan bantuan
mereka dalam aktivitas yang produktif dalam bentuk pembangun-
an yang bersifat langsung, jangka pendek, jangka panjang pada
sebuah masyarakat yang diharapkan.15
Termasuk penelitian Miftahul Huda dalam fundraising Waqaf
dan Kemandirian Pesantren (Strategi Nadhzir Waqaf Pesantren
dalam Menggalang Sumber Daya Waqaf), Nadhzir waqaf pesantren
relati f memil i ki kesada r a n terhadap pentingnya kegiat a n
penggalangan sumber-sumber waqaf, demi keberlangsungan dan
kemandirian program pesantren.16 Serta penelitian Mukhlisin
Muzarie dalam judulnya Permasalahan Waqf dan Lembaga-
Lembaga Keagamaan di Indonesia (Mudzakarah Waqf Uang Ulama
Rifa’iyah) menambahkan bahwa konsep waqaf merupakan produk
ijtihad yang mesti mengalami perkembangan dari masa kemasa.
Yang pe r lu dipertahanka n dalam amalan waqaf adalah
mempertahankan aset (baqa’ al-‘ain) dalam arti hartanya, bukan
jenis bendanya, dan melestarikan manfaatnya (dawam al-manfaat)
agar pahalanya tetap mengalir sesuai dengan tujuan waqif.17
Sedangkan Setiawan Budi Utomo dalam sebuah penelitiannya
ditemukan bahwa kunci keberhasilan sebuah lembaga pengelola
waqaf adalah pengelolaanya harus dilakukan secara professional,
budaya transparasi dan akuntabilitas wajib dijaga untuk menjaga
kepercayaan umat. Akan tetapi pengawasan menjadi faktor penting
14 Monzer Kahf, 1999, Towards The Revival of Awqaf: A Few Fiqhi Issues to
Reconsider”, Papers Presented at The Harvard Forum on Islamic Finance and Economics.
Harvard University USA.
15 Ali, Imtiaz B., 2009, “Waqf A Sustainable Development Institution for Muslim
Communities”, Takaaful T & T Friendly Society, Valsayn Trinidad and Tobago.
16 Miftahul Huda, “Fundraising Waqaf dan Kemandirian Pesantren (Strategi Nadzir
Waqaf Pesantren dalam Menggalang Sumber Daya Waqaf)” Makalah dipresentasikan pada
The 9th Annual Conference on Islamic Studies (ACIS), Surakarta 2-5 November 2009.
17 Mukhlisin Muzarie, 2010, “Permasalahan Waqaf dan Lembaga-Lembaga
Keagamaan di Indonesia (Mudzakarah Waqaf Uang Ulama Rifa’iyah)”
Vol. 3, No. 1, Juni 2017 | 7
Iqbal Imari dan Syamsuri
untuk mempertanggungjawabkan hak waqif atas aset yang telah
hil a n g, sehingga akan te r c ipta budaya pe n ge lolaan yang
profesional, transparan, dan akuntabel.18 Dari penelitian di atas
terdapat beberapa persamaan dalam penelitian yaitu tema waqaf
dan pengelolaannya secara produktif, seperti pemberdayaan waqaf
untuk sektor pertanian, perdagangan, perindustrian, investasi, dan
usaha-usaha lain yang produktif. Akan tetapi ada perbedaan dalam
penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu penelitian ini
mencoba menggali informasi lebih dalam tentang model waqaf
produktif yang dilaksanakan oleh yayasan Pondok Pesantren Wali
Songo Ngabar Ponorogo dan sejauhmana pemberdayaan tersebut
dapat dijadikan sebagai strategi pembangunan ekonomi pesantren.
Sehingga hasil dari penelitian ini diharapakan dapat memberikan
kontribusi kepada lembaga pengelola waqaf yaitu model baru
dalam pengelolaan waqaf produktif untuk pengembangan lembaga
pendidikan.
Metodologi
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research)
yang dapat disebut sebagai penelitian empiris.19 Penelitian ini
dilakukan secara intensif, terperinci, dan mendalam terhadap suatu
objek tertentu dengan mempelajari suatu kasus dengan maksud
untuk mencari kajian data empiris yang ditemukan di lapangan,
dalam hal ini adalah model waqaf produktif suatu lembaga
pendidikan.20 Sedangkan sifat penelitian yaitu deskriptif qaulitative21
dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran yang lebih detail
mengenai suatu gejala atau fenomena dan hasilnya biasanya berupa
tipologi atau pola-pola mengenai fenomena yang sedang dibahas.
Penelitian ini akan menggambarkan mekanisme pemberdayaan
waqaf produktif sebagai media pembangunan ekonomi Pesantren
di Pesantren Wali Songo Ngabar.
18 Setiawan Budi Utomo, ManajemenEfektif Dana Waqaf Produktif, ( Jakarta: Rumah
Zakat Indonesia).
19 Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya,2006),hlm. 4
20 Supardi, Metodologi Penelitian ekonomi dan bisnis (UII Press, Yogyakarta, 2005),
hlm: 34.
21 Prasetya Irawan, Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial,
FISIP UI, Jakarta, 2006, hlm: 52.
Islamic Economics Journal
8 |
Pemberdayaan Waqf Produktif ...
Oleh karena penelitian ini bersifat kualitatif, maka untuk
mendapatkan sumber data primer, peneliti menggunakan tiga
pendekatan (triangulasi) yang lazim digunakan yaitu dokumentasi,
observasi dan wawancara. Dokumen yang dimaksud berupa arsip-
arsip dan buku-buku tentang pendapat, teori, dalil, hukum, dan
lain-lain ya ng berhubungan dengan pemberdayaan waqaf
produktif di PPWS. Adapun metode wawancara yaitu tidak selalu
dilakukan dalam situasi yang formal, namun juga dikembangkan
pertanyaan-pertanyaan aksidental sesuai dengan alur pembicaraan,
sementara ini informan primer yang diwawancarai adalah
Pimpinan Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar Ponorogo, ketua
yayasan pemeliharaan waqaf dan staf unit-unit usaha lainya.
Se d angkan unt uk me mperkuat data yang diperoleh dari
wawancara dan dokumentasi, maka peneliti membuat observasi
di lapangan yaitu PPWS untuk memastikan dan mencocokkan
serta membanding antara realita di lapangan dengan data. Setelah
data tersebut diperoleh, peneliti dianalisa secara induktif dan
dijelaskan secara diskriptif.
Pembahasan
Definisi Waqaf Produktif
Kata waqaf atau waqf ( ) berasal dari bahasa Arab wa-
qa-fa ( ) berarti menahan, berhenti, diam di tempat, atau
berdiri. Kata waqafa-yaqifu-waqfan semakna dengan kata habasa-
yahbisu-tahbisan ( ) yang bermakna terhalang
untuk menggunakan. Oleh karena itu, kata waqf dalam bahasa
Arab mengandung makna ( ) artinya menahan,
menahan harta untuk diwaqafkan, tidak dipindahmilikkan.22
benda yang diwaqafkan (al-mauquf bih) atau dipakai dalam
pengertian waqaf sebagai institusi seperti yang dipakai dalam
perundang-undangan Mesir. Sedangkan, di Indonesia waqaf dapat
bermakna objek yang diwaqafkan atau institusi.23
22 M. Al-Syarbini al-Khatib, al-Iqna fi al-Hall al-Alfadz Abi Syuza’, (Indonesia:
Dar al-Ihya al-Kutub, tt), hlm. 319.
23 Juhaya S. Praja. Perwaqafan di Indonesia: Sejarah, Pemikiran, Hukum dan
Perkembangannya. (Bandung: Yayasan Piara, 1995), hlm. 6.
Vol. 3, No. 1, Juni 2017 | 9
Iqbal Imari dan Syamsuri
Sedangkan secara istilah meskipun terdapat perbedaan
penafsiran, disepakati bahwa makna waqaf adalah menahan zatnya
dan menyedekahkan manfaatnya.24 Adapun perbedaan pendapat
para ulama fikih dalam mendefinisikan waqaf dikarenakan cara
pe n a f s ir an dalam memanda n g hakikat waqaf. Pe rbeda a n
pandangan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
Pertama, Abu Hanifah25 berpendapat bahwa waqaf adalah
menahan suatu benda yang menurut hukum, tetap dimiliki si waqif
dalam rangka dipergunakan manfaatnya untuk kebajikan.
Berdasarkan definisi itu, maka pemilikan harta waqaf tidak lepas
dari si waqif, bahkan ia dibenarkan menariknya kembali dan boleh
menjualnya. Jika si waqif wafat, harta tersebut menjadi harta
warisan untuk ahli warisnya. Waqaf hanyalah menyumbangkan
manfaat”. Oleh karena itu, madzhab Hanafiyah mendefinisikan
waqaf adalah tidak melakukan suatu tindakan atas suatu benda,
yang berstatus tetap sebagai hak milik, dengan menyedekahkan
manfaatnya kepada suatu pihak kebajikan (sosial), baik sekarang
maupun yang akan datang.
Kedua, Madzhab Maliki berpendapat bahwa waqaf itu tidak
melepaskan harta yang diwaqafkan dari kepemilikan waqif, namun
waqaf tersebut mencegah waqif melakukan tindakan yang dapat
melepaskan kepemilikannya atas harta tersebut kepada yang lain dan
waqif berkewajiban menyedekahkan manfaatnya serta tidak boleh
menarik hartanya untuk digunakan oleh mustahiq (penerima waqaf),
walaupun yang dimilikinya itu berbentuk upah atau menjadikan
hasilnya untuk dapat digunakan seperti mewaqafkan uang. Waqaf
dilakukan dengan mengucapkan lafadz waqaf untuk masa tertentu
sesuai dengan keinginan pemilik. Dengan kata lain, pemilik harta
menahan benda itu dari penggunaan secara kepemilikan, tetapi
membolehkan pemanfaatan hasilnya untuk tujuan kebajikan, yaitu
pemberian manfaat benda secara wajar yang mana benda itu tetap
milik si waqif. Perwaqafan itu berlaku untuk suatu masa tertentu,
dan karenanya tidak boleh disyaratkan sebagai waqaf kekal.
Ketiga, Madzhab Syafi’iyah, Hanbaliyah, dan sebagian
Hanafiyah berpendapat bahwa waqaf adalah mendayagunakan
24 Abu Zahra. Muhadharat fi al-Waqf. (Beirut:Dar al-Fikr al-‘Arabi, 1971), hlm. 41.
25 Wahbah Zuhaili. Al-Fiqh al-Islamiy, hal. 7599-7502; Muhammad Abid Abdullah
Al-Kabisi (2004). Hukum Waqaf: Kajian Kontemporer Pertama dan Terlengkap tentang Fungsi
dan Pengelolaan Waqaf serta Penyelesaian atas Sengketa Waqaf, Terj. Ahrul Sani Faturrahman
& Rekan KMCP. (Jakarta: Dompet Dhuafa Republika & IIMaN), hlm. 38-60.
Islamic Economics Journal
10 |
Pemberdayaan Waqf Produktif ...
harta untuk diambil manfaatnya dengan mempertahankan zat
benda tersebut dan memutus hak waqif untuk mendayagunakan
harta tersebut. Waqif tidak boleh melakukan apa saja terhadap
harta yang diwaqafkan. Berubahnya status kepemilikan dari milik
seseorang, kemudian diwaqafkan menjadi milik Allah. Jika waqaf
wafat, harta yang diwaqafkan tersebut tidak dapat diwariskan
kepada ahli waris. Waqif menyalur kan manfaat harta yang
diwaqafkannya kepada mauquf ‘alaih (orang yang diberi waqaf)
sebagai sedekah yang mengikat, yang mana waqif tidak dapat
melarang menyalurkan sumbangannya tersebut. Apabila waqif
melarangnya, maka qadhi berhak memaksanya agar memberikan-
nya ke pada mau q uf alaih. Oleh karena i tu, madzhab ini
mendefinisikan waqaf adalah tidak melakukan suatu tindakan atas
suatu benda yang berstatus sebagai milik Allah swt dengan
menyedekahkan manfaatnya kepada suatu kebajikan (sosial).
Sedangkan waqaf produktif adalah upaya untuk meningkat-
kan (memaksimalkan) fungsi-fungsi waqaf agar dapat memenuhi
kebutuhan para pihak yang berhak menerima manfaatnya. Dengan
terpenuhinya kebutuhan para pihak berarti waqaf dalam batas-
batas tertentu telah berfungsi untuk menyejahterakan masya-
rakat.26 Atau waqaf produktif adalah sebuah skema pengelolaan
donasi waqaf dari umat, yaitu dengan memproduktifkan donasi
tersebut, hingga mampu menghasilkan surplus yang berkelanjutan.
Donasi waqaf dapat berupa benda bergerak, seperti uang dan logam
mulia, maupun benda tidak bergerak, seperti tanah dan bangunan.
Dasar hukum waqaf produktif di Indonesia adalah UU Nomor 41
Tahun 2004 tentang waqaf dan PP Nomor 42 Tahun 2006 tentang
pelaksanaan UU Nomor 41 Tahun 2004 tentang waqaf.
Proses pemberdayaan waqaf produktif
Pada dasarnya teori pemberdayaan waqaf produktif dapat
diperhatikan dari model manajemen waqaf produktif yang di-
ke mb angkan oleh Rozalinda yaitu menggunakan fungsi
manajemen berbasis Islam.27
26Jaih Mubarok, “Waqaf Produktif”, Cetakan pertama, (Simbiosa Rekatama Media,
Bandung 2008). hlm. 17.
27 Rozalinda, Manajemen Waqaf Produktif, (P T Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2015) hlm: 90.
Vol. 3, No. 1, Juni 2017 | 11
Iqbal Imari dan Syamsuri
Gambar 1. Proses Interaktif Fungsi Manajemen Waqaf28
Model manajemen waqaf tersebut menunjukkan hubungan
semua titik dalam dua arah yang berarti bahwa fungsi-fungsi
manajemen waqaf diperlukan agar keseluruhan sumber daya
pengelola waqaf dapat dipergunakan secara efektif dan efisien,
sehingga tujuan pengelolaan waqaf dapat dicapai. Perencanaan,
pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengawasan adalah tindakan
simultan dan saling berhubungan. Ini adalah cara untuk menangani
hubungan formal yang berlangsung secara beransur-ansur.
Standar yang dipergunakan dalam mengevaluasi dan
mengendalikan tindakan nadhzir merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari proses perencanaan dan sebagai faktor utama
dalam memotivasi dan memimpin bawahan. Ini berarti agar
seluruh kegiatan pengelolaan waqaf berjalan lancar, pelaksanaan
fungsi-fungsi perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan serta
pengawasan dilakukan secara simultan.29 Dalam rangka mencapai
28 Ibid. hlm.91.
29 Rozalinda, Manajemen Waqaf, hlm. 92.
Islamic Economics Journal
12 |
Pemberdayaan Waqf Produktif ...
tujuan yang ditentukan dan organisasi dapat berjalan sesuai dengan
rencana yang digariskan, tentu proses manajemen juga harus
berpedoman kepada prinsip-prinsip dalam Islam. Tidak hanya
dikelola dengan manajemen yang baik dengan memanfaatkan
sumber daya bisnis, seperti tenaga kerja, peralatan, dan uang untuk
menghasilkan barang dan jasa; tetapi manajemen harus memegang
teguh prinsip-prinsip Islami sebagai wujud kebajikan). Prinsip-
prinsip Islam merupakan prinsip yang universal dan berlaku bagi
semua golongan masyarakat di dunia dan sebagai suatu disiplin ilmu
yang digali dari Al-Qur’an dan Haditst.30 Berikut penjelasan tahapan-
tahapan dalam pemberdayaan ekonomi berbasis Islam (Islam).
1. Perencanaan
Islam memandang perencanaan sebagai musyawarah yang
dilakukan untuk mengantisipasi kecenderungan di masa yang
akan datang dan penentuan strategi yang tepat untuk mewujudkan
target dan tujuan organisasi. Allah SWT menciptakan alam semesta
dengan hak dan perencanaan yang matang dan disertai dengan
tujuan yang jelas.
Dalam melakukan perencanaan, ada beberapa aspek yang
harus diperhatikan, antara lain hasil yang ingin dicapai, orang yang
akan melakukan, waktu dan skala prioritas, serta dana (capital).31
Konsep manajemen dalam ekonomi Islam menjelaskan bahwa
setiap manusia hendaklah memperhatikan apa yang telah diperbuat
pada masa yang telah lalu untuk merencanakan hari esok. (Al
Hasyr: 18).
2. Pengorganisasian
Istilah pengorganisasian berasal dari kata organisme yang
merupakan sebuah entitas dengan bagian-bagian yang terintegrasi,
sehingga hubungan satu sama lain dipengaruhi oleh hubungan
terhadap keseluruhan. Lebih jauh lagi, istilah ini diartikan sebagai
tindakan mengusahakan hubungan-hubungan kelakuan yang
efektif antar orang, sehingga setiap orang dapat bekerjasama secara
efisien untuk memperoleh kepuasan pribadi dalam melaksanakan
tugas-tugas tertentu guna mencapai tujuan atau sasaran tertentu.3 2
30 Ibid, hlm 93.
31 Didin Hafidhuddin dan Hendri Tanjung, Manajemen Syari’ah dalam Praktik.
Penerbit Gema Insani Press, Jakarta, 2003, hlm: 77-78.
32 M. Karebet Widjajakusuma dan M. Ismail Yusanto, Pengantar Manajemen Syariah,
Penerbit Khairul Bayan, Jakarta, 2002, hlm: 127.
Vol. 3, No. 1, Juni 2017 | 13
Iqbal Imari dan Syamsuri
Pengorganisasian mengandung pengertian sebagai proses
penetapan struktur peran-peran melalui penentuan aktivitas-
aktivitas yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan-tujuan organi-
sasi dan bagian-bagiannya, pengelompokkan aktivitas-aktivitas,
penugasan kelompok-kelomp ok aktivitas kepada manajer-
manajer, pendelegasian wewenang untuk melaksanakannya,
pengkoordinasian hubungan wewenang dan informasi, baik
horizontal maupun vertikal dalam struktur organisasi.33
3. Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah tindakan mempengaruhi dan me-
motivasi anggota organisasi untuk menjalankan tugas mereka secara
tanggung jawab dan akuntabel. Berbeda dengan perintah yang
terbatas pada hierarki atasan-bawahan, Islam lebih menjunjung
tinggi kepemimpinan yang melibatkan sumber daya manusia yang
ada. Manajemen akan bekerja bersama-sama dengan seluruh
anggota organisasi untuk mencapai tujuan yang telah dikomitmen-
kan bersama oleh semua anggota.34
Sesuai dengan Islam, pengaruh dan motivasi yang diberikan
oleh manajemen harus didasarkan pada iman. Motivasi kerja
merupakan perpanjangan dari kerangka kerja yang harus me-
nentukan visi, misi, ukuran kesuksesan, dan pemahaman tentang
posisinya. Oleh karena itu, manajemen harus menjaga kerangka
berpikir dan pemahaman bahwa misi yang dilakukan selaras
dengan tugasnya sebagai khalifah di bumi untuk mewujudkan
kesejahteraan.35
4. Pengawasan
Pengawasan bertujuan untuk memastikan aktivitas organi-
sasi telah sesuai dengan regulasi dan aturan organisasi. Pengawasan
tidak hanya berfokus pada tujuan akhir, tetapi juga nilai yang
dianut oleh organisasi. Manajemen diawasi dan dievaluasi tidak
hanya dari sisi keuntungan, tetapi juga memastikan apakah mana-
jemen telah melakukan proses pengelolaan sesuai Islam, secara
amanah, adil, serta mampu mewujudkan kesejahteraan sosial.36
33 Suparman Usman, Hukum perwaqafan di Indonesia, Darul Ulum Pres, Jakarta,
1999, hlm. 45.
34 Ibid. hlm. 137.
35 Ibid, hlm. 137.
36 Ibid, hlm. 134.
Islamic Economics Journal
14 |
Pemberdayaan Waqf Produktif ...
Model Pemberdayaan waqaf Produktif
Waqaf produktif memerlukan pemberdayaan yang me-
madai. Pola atau model pemberdayaan dan manajemen yang baik
akan berdampak pada tercapainya tujuan dan manfaat waqaf
produktif. Hal ini dikarenakan manajemen merupakan serangkaian
proses yang terdiri dari perencanaan strategis, mengelola sumber
daya, dan mengembangkan aset untuk mencapai tujuan dan hasil.37
Pengorganisasian waqaf produktif dapat dilakukan melalui tiga
model utama, yaitu penghimpunan (fundraising), pengelolaan
(organization), hingga pendistribusian manfaat (distribution of
benefits). Fundraising merupakan proses pengumpulan dana waqaf.
Fundraising dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu melibatkan partisi-
pasi waqif secara langsung dan tidak langsung.38 Melibatkan
partisipasi waqif secara langsung adalah kondisi jika dalam diri
waqif mun c ul keinginan untuk melakukan donasi se telah
mendapatkan promosi dari fundraiser lembaga, maka dana waqaf
bisa segera diperoleh dengan mudah dan semua kelengkapan
informasi yang diperlukan untuk melakukan donasi tersedia.
Sedangkan, jenis yang tidak melibatkan waqif secara langsung
adalah dengan metode promosi yang mengarah kepada pem-
bentukan citra lembaga yang kuat, tanpa diarahkan untuk transaksi
donasi pada saat itu juga. Contoh dari metode ini adalah melalui
perantara, menjalin relasi, melalui referensi, dan mediasi para tokoh.
Pada umumnya sebuah lembaga melakukan kedua metode
tersebut. Metode langsung diperlukan karena inisiatif yang cepat
dari waqif untuk mendonasikan dananya. Namun, jika semua
dilakukan secara langsung, maka kemungkinan menambah calon
waqif menjadi terbatas. Kedua metode tersebut dapat digunakan
secara fleksibel dan semua lembaga harus pandai mengkombinasi-
kan kedua metode tersebut. Fundraising memiliki beberapa tujuan,
antara lain:39
1) Menghimpun Dana
Menghimpun dana adalah merupakan tujuan fundraising yang
paling mendasar. Dana yang dimaksudkan adalah dana waqaf,
37 Ziarab Mahmood and Muhammad Basharat, Review of Classical Management
Theories, International Journal of Sosial Sciences and Education, (Volume: 2 Issue: 1
January 2012) hlm: 513.
38 Jaih Mubarok, “Waqaf Produktif”, hlm. 24.
39 Badan Waqaf Indonesia, Perencanaan Gerakan Nasional Waqaf Tunai Oleh
President Republik Indonesia, (Jakarta: Januari 2010), hlm. 28.
Vol. 3, No. 1, Juni 2017 | 15
Iqbal Imari dan Syamsuri
dana operasi pengelolaan waqaf, maupun barang atau jasa yang
memiliki nilai material. Tujuan inilah yang paling pertama dan
utama dalam pengelolaan waqaf dan ini pula yang menyebab-
kan mengapa dalam pengelolaan waqaf fundraising harus
dilakukan. Tanpa aktivitas fundraising kegiatan lembaga penge-
lola waqaf akan kurang efektif. Bahkan, jika aktivitas fundraising
tidak menghasilkan dana sama sekali maka fundraising tersebut
dinyatakan gagal meskipun memiliki bentuk keberhasilan
lainnya. Hal ini dikarenakan fundraising yang gagal tidak
menghasilkan sumber daya, sehingga lembaga akan kesulitan
untuk terus menjaga kelangsungan programnya.
2) Memperbanyak Donatur/Waqif
Tujuan kedua dari fundraising adalah menambah calon waqif.
Nadhzir yang melakukan fundraising harus terus menambah
jumlah donator/ waqifnya. Untuk dapat menambah jumlah
donatur, terdapat dua cara yang dapat ditempuh, yaitu
menambah donasi dari setiap waqif atau menambah jumlah
waqif baru. Di antara kedua pilihan tersebut, menambah waqif
adalah cara yang relatif lebih mudah daripada menaikan jumlah
donasi dari setiap waqif. Dengan alasan ini, maka mau tidak
mau fundraising dari waktu ke waktu juga harus berorientasi
dan berkonsentrasi penuh untuk terus manambah jumlah
waqif.
3) Meningkatkan atau Membangun Citra Lembaga40
Aktivitas fundraising yang dilakukan oleh sebuah lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM), baik langsung atau tidak langsung
akan berpengaruh terhadap citra lembaga. Fundraising adalah
garda terdepan yang menyampaikan informasi dan berinteraksi
dengan masyarakat. Hasil informasi dan interaksi ini akan
membentuk citra lembaga dalam benak khalayak. Dengan citra
ini setiap orang akan menilai lembaga, yang pada akhirnya
menunjukan sikap atau perilaku positif terhadap lembaga. Jika
yang ditunjukan adalah citra yang positif, maka dukungan dan
simpati akan mengalir dengan sendirinya terhadap lembaga,
sehingga tidak ada lagi kesulitan dalam mencari waqif.
4) Menghimpun Simpatisan/Relasi dan Pendukung41
Kadang kala terdapat seseorang atau sekelompok orang yang
telah berinteraksi dengan aktivitas fundraising yang dilakukan
40 Ibid, hlm. 30.
41 Ibid, hlm. 35.
Islamic Economics Journal
16 |
Pemberdayaan Waqf Produktif ...
oleh sebuah Organisasi Pengola Waqaf atau Lembaga Swadaya
Masyarakat. Mereka memiliki kesan positif dan bersimpati
terhadap lembaga tersebut. Namun, bisa jadi pada saat itu
mereka tidak mempunyai kemampuan untuk memberikan
dana kepada lembaga tersebut sebagai donasi. Kelompok seperti
ini kemudian menjadi simpatisan dan pendukung lembaga
meskipun tidak menjadi waqif secara langsung. Kelompok
seperti ini harus diperhitungkan dalam aktivitas fundraising.
Walaupun mereka tidak mempunyai donasi, mereka akan
berusaha melakukan dan berbuat apa saja untuk mendukung
lembaga. Kelompok seperti ini pada umumnya secara sadar
bersedia menjadi promotor atau pemberi informasi positif
tentang lembaga kepada orang lain. Dengan adanya kelompok
ini, maka lembaga waqaf telah memiliki jaringan informal yang
sangat menguntungkan dalam aktivitas fundraising.
5) Meningkatkan Kepuasan Donatur
Tujuan kelima dari fundraising adalah memuaskan waqif. Tujuan
ini adalah tujuan yang tertinggi dan bernilai untuk jangka
panjang, meskipun secara teknis dilakukan sehari-hari. Kepuas-
an waqif penting karena akan berpengaruh terhadap nilai donasi
yang akan diberikan kepada lembaga. Mereka akan mendonasi-
kan dananya kepada lembaga secara berulang-ulang, bahkan
menginformasikan kepuasannya terhadap lembaga secara
positif kepada orang lain. Selain itu, waqif yang puas akan
menjadi tenaga fundraiser alami (tanpa diminta, tanpa dilantik,
dan tanpa dibayar). Karena fungsi pekerjaan fundraising lebih
banyak berinteraksi dengan waqif, maka secara otomatis
kegiatan fundraising juga harus bertujuan untuk memuaskan
waqif.
Manajemen waqaf produktif juga harus menekankan pada
pentingnya pengaturan mekanisme kerja. Pengelola waqaf baik
individu ataupun lembaga perlu memperhatikan beberapa hal
sebagai berikut:42
1) Memiliki Sistem, Prosedur, dan Mekanisme Kerja
Sistem ini dimaksudkan untuk memperjelas mekanisme kerja
pengelola waqaf, sehingga pembagian tugas tidak terikat oleh
salah satu orang melainkan terikat kepada prosedur dan aturan
yang ada.
42 M. Karebet Widjajakusuma dan M. Ismail Yusanto, Manajemen Syari’ah dalam
Praktik, Penerbit Gema Insani Press, Jakarta, 2003, hlm: 32
Vol. 3, No. 1, Juni 2017 | 17
Iqbal Imari dan Syamsuri
2) Melakukan Sistem Manajemen Terbuka
Pengelolaan waqaf sebagai lembaga publik perlu melakukan
hubungan dengan masyarakat melalui media publikasi, serta
melakukan kerjasama dengan pihak investor, konsultan, tokoh
agama, dan lembaga-lembaga keagamaan lainya dalam rangka
pengembangan fungsi dan tujuan waqaf produktif.
Pemberdayaan waqaf produktif dapat di implementasikan
dengan berbagai cara. Kategori produktif yang dapat dilakukan
antara lain: cara pengumpulan, investasi, penanaman modal,
produksi, kemitraan, perdagangan, agrobisnis, pertambangan,
perindustrian, pengembangan teknologi, pembangunan
gedung, apartemen, rumah susun, pasar swalayan, pertokoan,
perkantoran, sarana pendidikan, sarana kesehatan, usaha-usaha
yang tidak bertentangan dengan syariah.43
Sejarah perwaqafan Pesantren Wali Songo Ngabar
Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar diwaqafkan pada
tanggal 6 Juli 1980. Pada hari Ahad, 22 Sya’ban 1400 H, bertepatan
dengan 6 Juli 1980, KH.Ahmad Thoyyib dan KH.Ibrohim Thoyyib
mengikrarkan bahwa Pondok Pesantren Wali Songo dengan segala
kekayaan yang dimilikinya sebagai “Waqaf Untuk Pendidikan
Islam”.44 Untuk itu ditunjuk 15 (lima belas) orang dari Keluarga
Besar Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar untuk bertindak
sebagai nadzir atas waqaf tersebut, dengan amanat supaya Pondok
Pesantren Wali Songo Menjadi lembaga pendidikan yang tunduk
kepada hukum Islam, serta berkhidmat kepada masyarakat
menuju kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Waqaf dan yayasan itu sebenarnya merupakan dua hal yang
berbeda. Waqaf merupakan suatu benda, sedangkan yayasan
merupakan badan hukum. Suatu benda (tanah) yang dimiliki
wakif yang diserahkan untuk dijadikan suatu sarana ibadah
maupun sosial disebut tanah waqaf yang akan dikelola nadzir yang
dapat berupa perorangan, organisasi, maupun badan hukum.
Sedangkan, yayasan merupakan badan hukum, sehingga yayasan
dapat bertindak dalam mengelola tanah waqaf. Yayasan bisa
disebut nadzir karena yayasan yang mengelola tanah waqaf.45
43 UU No. 41 Tahun 2004 tentang Waqaf pasal 43 ayat (2) dan penjelasannya.
44 Ibid. hlm. 9.
45 Wawancara dengan Alwi Mudlofar bagian pengengembanga ekonomi
Pesantren di Ngabar Ponorogo, tanggal 04-Juli-2015.
Islamic Economics Journal
18 |
Pemberdayaan Waqf Produktif ...
Pondok Pesantren Wali Songo mulai awal berdirinya hingga
tahun 2001 masih diasuh dan dipimpin oleh keluarga pendiri, tetapi
mulai tahun 2001hingga sekarang dipi mpin oleh 3 (tiga) or ang
yang dipilih oleh Majlisu Riyasatil Mahad sebag ai lemb aga
tertinggi dengan masa kepemimpinan 5 (lima) tahun. Sejak awal
berdirinya sampai sekarang dan seterusnya pun pondok tidak
berafiliasi dengan partai politik atau golongan manapun.46 Berikut
Pimpinan Pondok sejak 1961-2016:
Tabel 4.1.
Pimpinan Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar47
Pimpinan Pondok
Sebelum tahun 1961 seluruh pelajar yang nyantri berasal
dari kawasan sekitar Ngabar. Pada tahun 1961 baru berdatangan
sembilan orang santri yang berasalkan dari kawasan di luar
Ponorogo yang dengan sendirinya memerlukan tempat tinggal.
46H.M. Bisri, M.A. Pokok-pokok Khutbatul Iftitah Pondok Pesantren Wali Songo
Ngabar,( Ponorogo, Wali Songo Publishing, 2014). Hlm.6.
47 Warta Tahunan Informasi Tahunan Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar Edisi
XXXIII, hlm. 31.
Vol. 3, No. 1, Juni 2017 | 19
Iqbal Imari dan Syamsuri
Kedatangan mereka membuka lembaran baru dengan didirikanya
secara resmi Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar pada 4 April
1961. Pemilihan Wali Songosebagainamapondokinibukantanpa
alasan. Para wali dianggap berjasa besar dalam penyebaran agama
Islam khususnya di pulau Jawa. Perjuangan para wali ini sangat
berkesan di hati penggagas Pondok Ngabar hingga memberi
namaWali Songo. Nama itu juga dikarenakan dua hal, yaitu
pertama, keinginan untuk mengingat jasa-jasa para wali dalam
bidang dakwah Islam di Indonesia; serta kedua, keinginan mewarisi
sekaligus meneruskan semangat dan usaha para wali dalam
menyebarkan ajaran agama Islam. Selain itu, santri pertama yang
datang ke pesantren ini ada sembilan orang dari berbagai daerah.
Kemudian, nadhzir diamanatkan dalam waktu sesingkat-
singkatnya untuk mendirikan yayasan yang berbadan hukum
bernama Majlisu Riyasatil Ma’had sebagai lembaga tertinggi dalam
struktur organisasi Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar dan
sebagai pelaksana amanat waqif yang tercantum dalam Piagam
Ikrar Waqaf. Dengan berdirinya lembaga berbadan hukum ini
struktur organisasi di Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar
diperjelas. Fungsi dan wewenang masing-masing lembaga dibuat
sejelas mungkin sehingga tidak terjadi tumpang tindih antara fungsi
dan wewenang lembaga-lembaga yang ada. Termasuk juga telah
dibuat aturan yang jelas tentang mekanisme pergantian ke-
pemimpinan, sehingga kelangsungan hidup Pondok Pesantren Wali
Songo Ngabar dapat lebih dijamin dan dipertanggungjawabkan.
Hingga saat ini pondok menyelanggarakan lembaga pen-
didikan Taman Kanak-Kanak, Ibtidaiyah, serta Mu’allimin dan
Mu’allimat. Jika memungkinkan, pondok akan melanjutkan untuk
mengembangkan di tingkat Pendidikan Tinggi. Hal ini dikarenakan
pondok memang bertujuan untuk menjadi Lembaga Pendidikan
Islam yang berjiwa pondok pesantren dengan mengutamakan arah
pendidikannya kepada takwa kepada Allah, beramal shalih, berbudi
luhur, berbadan sehat, berpengetahuan luas, berfikiran bebas, dan
berwiraswasta48; serta menjadi tempat beramal untuk meninggikan
kalimat Allah.
48 Ibid. hlm. 16.
Islamic Economics Journal
20 |
Pemberdayaan Waqf Produktif ...
Mekanisme pengelolaan waqaf produktif di Wali Songo
Ngabar
Seperti yang dijelaskan di atas, apabila dilihat dari bentuk
dan pengaturan harta produktif, maka lembaga waqaf serupa
dengan yayasan ekonomi. Artinya pengurus tidak turut memiliki
harta akan tetapi terjadi pemisahan antara kepemilikan dan
pengurus untuk mengurangi penyimpangan secara internal dari
para pengurus seta demi menjaga profesionalitas. Dalam sistem
ekonomi Islam, tujuan manajer harus selaras dengan harapan
pemilik melalui pengelolaan (manajemen) atas instrumen ekonomi
Islam seperti yang diamanatkan oleh pemilik. Manajemen ini
menempati posisi penting dalam mempengaruhi tingkat keefektif-
an waqaf produktif. Selain itu, manajemen sangat menentukan
kelangsungan lembaga waqaf karena yang paling menentukan
benda waqaf bermanfaat atau tidak adalah pola manajemen yang
digunakan.49 Kalau pengelolaan harta waqaf dikelola seadanya
dengan menggunakan sistem kepercayaan dan sentralisme
kepemimpinan yang bertumpu hanya pada satu orang saja, maka
paradigma tersebut harus diganti dengan manajemen modern
dengan menonjolkan sistem manajemen yang lebih profesional
secara rapi, benar, tertib, dan teratur sesuai prinsip Islam. Selain
itu, kegiatan manajemen perlu mengacu pada UU No. 41 Tahun
20 04 tentang waqaf dan PP No. 4 2 Tahun 2006 t e nta n g
pelaksanaanya.50
Profesionalitas manajemen ini harusnya dijadikan semangat
pengelolaan benda waqaf dalam rangka mengambil kemanfaatan
yang lebih luas dan lebih nyata bagi kepentingan masyarakat
banyak.51 Bahkan, pengelolaan waqaf produktif sebagai sumber
daya di dalam sebuah balai pendidikan berbasis pesantren secara
baik berpotensi menjadi pusat perhatian tersendiri dan mem-
berikan dampak yang sangat besar bagi pemberdayaan masya-
rakat. Memberdayakan masyarakat berarti melakukan perubahan
ke dalam masyarakat yang lebih baik yang identik dengan pem-
bangunan dan perubahan, yaitu peningkatan bidang-bidang
kehidupan yang memang diarahkan kepada tujuan yang hendak
49 Direktorat Pemberdayaan waqaf, Paradigma Baru Waqaf di Indonesia,( Jakarta,
Februari 2008 ), hlm: 81.
50 Rachmadi Usman, Hukum Perwaqafan di Indonesia, (Jakarta, Sinar Grafika, 2013)
hlm 78.
51 Ibid, hlm: 82.
Vol. 3, No. 1, Juni 2017 | 21
Iqbal Imari dan Syamsuri
dicapai52 khususnya bagi peradaban umat Islam.
De m i kian pula pengawasa n yang dilakukan da lam
pengelolaan waqaf produktif merupakan fungsi yang mengusaha-
kan adanya keserasian antara rencana dan pelaksanaan. Pengawasan
bersifat timbal balik, artinya pengawasan tidak saja bertujuan
untuk menyesuaikan pelaksanaan dengan suatu rencana, akan
tetapi digunakan pula untuk menyesuaikan rencana dengan
perkembangan situasi dan kondisi yang terjadi dari waktu ke
waktu.53 Berdasarkan hal tersebut, mengelola harta waqaf secara
produktif merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh suatu
le mbaga yang mempunyai ase t waqaf. Pengelolaan waqaf
produktif, baik dari segi perencanaan, pengorganisasian, pengelola-
an sumber daya manusia, kepemimpinan, dan pengawasan
dijelaskan sebagai berikut:
1. Perencanaan
Visi waqaf Pondok Pesantren Wali Songo (PPWS) adalah
terwujudnya ekonomi Pondok Pesantren Wali Songo yang mandiri
dan bermartabat, sedangkan misi adalah melakukan segala usaha
di bidang ekonomi demi tercapainya tujuan-tujuan pondok dengan
mengingat ketentuan-ketentuan hukum Islam dan peraturan-
peraturan negara yang be r laku; melakukan peme liharaan ,
penyempurnaan, dan pengembangan usaha Pondok Pesantren
Wali Songo Ngabar; melakukan pendataan dan inventarisasi aset
dan hak milik pondok; ser ta melakukan kerjasama dengan
lembaga-lembaga terkait bagi pengembangan ekonomi.54 Visi misi
harus sesuai dengan Panca Jiwa pondok, yaitu keikhlasan,
kesederhanaan, berdikari (kesanggupan menolong diri sendiri),
ukhuwah Islamiyah, dan kebebasan.
Perencanaan dalam waqaf produktif di PPWS sudah di-
rancang dan terkonsep dengan rapi dan terstruktur dalam jangka
pendek dan jangka panjang melalui rapat rencana kerja bulanan,
anggaran, dan menggunakan laporan keuangan yang sangat teliti
dan disetujui oleh pimpinan pesantren melalui bendahara yayasan.
Perencanaan yang dilakukan oleh PPWS merupakan sebuah tujuan
52 Departemen Agama, Model Pengembangan Waqaf Produktif, (Direktorat jenderal
Bimbingan Mayarakat Islam Direktorat Pemberdayaan Waqaf, 2008), hlm: 120.
53 Setiawan Budi Utomo, Manajemen Efektif Dana Waqaf Produktif, ( Jakarta,
Rumah Zakat Indonesia) hlm: 5.
54 Ibid, hlm: 55.
Islamic Economics Journal
22 |
Pemberdayaan Waqf Produktif ...
yang sangat harus dilakukan untuk mengetahui proyeksi, potensi
yang dimiliki dalam mengelola waqaf produktif, biaya yang akan
dikeluarkan, tingkat investasi, sasaran, target dan waktu yang
se e f isien mungkin dalam menggalakkan waqaf prod uktif,
perkiraan hasil keuntungan unit-unit usaha yang ada di dalam
perekonomian pesantren demi tercapainya ekonomi mandiri, serta
melakukan evaluasi atas program yang telah dilakukan tahun
sebelumnya.
Lembaga-lembaga dan staf-staf pondok,55 seperti TA Al-
Manae, MI Mambaul Huda, Tarbiyatul Mu’alimin Al-Islamiyah,
Tarbiyatul Mu’alimat Al-Islamiyah, Sekretariat Pimpinan Pondok,
Organisasi Santri Wali Songo (OSWAS) Putra maupun Putri, serta
Majelis Pembimbing Santri (MPS) kampus Putra dan Putri telah
memiliki anggaran masing-masing yang harus disusun untuk
pendapatan dan pengeluaran pada masa jabatannya. Anggaran ini
termuat dalam Rencana Anggaran dan Pendapatan Bulanan (RAPB)
yang mulai dibentuk pada tahun 2015 dan dipelopori oleh Ustadz
H.M. Zaki Su’aidi, Lc.,GDIS., M.A., M.PI (HONS) dan Ustadz Drs.
Khudlorie HF. Selaku yang bertanggung jawab atas mutualisme
kelancaran ekonomi pondok.56
Lebih lanjut menurut Didin Hafidhuddin dan Hendri
Tanjung dalam bukunya Manajemen Syari’ah dalam Praktik,5 7
penyusunan perencanaan memerlukan kajian untuk memperoleh
data yang berkaitan dengan kelayakan kegiatan ekonomi tersebut.
Data-data tersebut ialah data yang berkaitan dengan karakteristik
demografi, kegiatan ekonomi, persaingan, iklim sosial, rencana tata
ruang, dan lingkungan.
Perencanaan waqaf produktif di PPWS telah memper-
timbangkan sistem demografi yang sudah ada secara terstruktur
(demografi meliputi ukuran, struktur, dan distribusi penduduk,
serta bagaimana jumlah penduduk berubah setiap waktu akibat
kelahiran, kematian, migrasi, serta penuaan) dalam melaksanakan
kegiatan ekonomi yang terus-menerus berputar dari setiap unit-
unit usaha yang ada, seperti beberapa unit usaha yang membantu
perekonomian pondok, yaitu Penggilingan Padi, Warung Amal
Putra,Warung Amal Putri,Wartel Putri, transportasi Elf, minimarket
55 Ibid.
56 Ibid.
57 Didin Hafidhu dd in dan Hendri Tanju ng, Ma na jemen Syar i’ah dalam
Praktik,(Jakarta: Gema Insani, 2005),hlm: 98.
Vol. 3, No. 1, Juni 2017 | 23
Iqbal Imari dan Syamsuri
WBC, Depot WBC, penginapan tamu dan meeting hall WBC,
transportasi truk, konveksi Firja, meubel, Ngabar Mart Putra,
Ngabar Mart Putri, dan laundry.
Jika dilihat dari manajemen perencanaan yang dilaksanakan
ol e h PPWS, dapat disimpulkan ba h w a pe r encanaan yang
dilaksanakan telah sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang diatur
dalam manajemen perencanaan waqaf produktif, baik secara
administratif maupun prinsip-prinsip Islam. Hal ini dikarenakan
Islam memandang perencanaan sebagai musyawarah yang
dilakukan untuk mengantisipasi kemungkinan di masa yang akan
datang dan penentuan strategi yang tepat untuk mewujudkan
target dan tujuan organisasi; sebagaimana Allah SWT menciptakan
alam semesta dengan hak dan perencanaan yang matang dan
disertai dengan tujuan yang jelas. Dengan demikian, dalam
ekon omi Islam pe r e n c a n aan yang a kan dilakuka n harus
disesuaikan dengan keadaan, situasi, kegiatan ekonomi, dan
rencana tata ruang yang sesuai dengan kemandirian pesantren.
2. Pengorganisasian
Dijelaskan oleh Buchari Alma5 8 bahwa organisasi juga
diartikan sebagai suatu keseluruhan termasuk di dalamnya fasilitas
ke uangan, mate r i al fisik, dan sumber daya manusia yan g
perilakunya diatur menurut posisi berdasarkan tugas pekerjaan.
Pengaturan posisi dan tugas dimuat dalam struktur organisasi
sebagai suatu rangka kerjasama dari berbagai bagian menurut pola
yang menghendaki adanya tertib, penyusunan yang logis, dan
hubungan yang serasi. Dengan kata lain, struktur organisasi adalah
rangka yang menunjukkan segenap tugas pekerjaan untuk
mencapai tujuan organisasi, hubungan antara fungsi-fungsi, serta
wewenang dan tanggung jawab tiap anggota organisasi.
Pengelolaan yang dapat merealisasikan tujuan waqaf
produktif sebenarnya adalah pengelolaan pihak swasta setempat
yang masa jabatannya terbatas pada waktu tertentu, tunduk pada
pengawasan administrasi, keuangan negara, dan masyarakat, serta
mendapat dukungan dari pemerintah dalam aspek perencanaan,
investasi, dan pendanaan. Bentuk kepengurusan ini menyerupai
kepengurusan yayasan yang bekerja sesuai dengan kebijakan pasar
dan menggantikan pengawasan organisasi kemasyarakatan serta
pemiliknya dengan pengawasan pemerintah dan masyarakat.
58 Buchari Alma, Pengantar Bisnis, ( Bandung: Alfabeta, 2006 ), hlm: 115.
Islamic Economics Journal
24 |
Pemberdayaan Waqf Produktif ...
Adapun bentuk pengelolaan swasta yang diusulkan oleh Mundhzir
untuk mengelola harta waqaf produktif terdiri dari beberapa
perangkat, yaitu 1) pengelolaan langsung yang terdiri dari badan
hukum atau dewan yang terdiri dari beberapa orang atau 2)
organisasi atau dewan pengelola harta waqaf yang bertugas memilih
dan mengawasi pengurus. Pengurus waqaf seperti ini diawasi oleh
pemerintah yang telah membentuk lembaga pengawas yang terdiri
dari orang-orang profesional sesuai dengan standar kelayakan
teknis yang telah direncanakan. Pemerintah juga memberikan
bantuan teknis dan fasilitas keuangan yang diberikan oleh ke-
menterian atau badan yang membina urusan waqaf dan memper-
hatikan pengembangannya.59
Berdasarkan hasil observasi, PPWS berbentuk dan bertindak
seperti yayasan. Pertama, dilihat dari sisi pengorganisasian fisik,
maka pengelola bertugas untuk memperbesar hasil waqaf produktif
dengan pengelolaan yang optimal, melindungi pokok harta pemilik,
meminimasi kemungkinan kerusakan, dan mendistribusikan hasil-
hasilnya. Tata ruang dan lingkungan di unit-unit usaha PPWS sudah
tersusun dengan rapi dengan disediakannya lahan berupa tanah
maupun bangunan dan dukungan dari lingkungan yang sangat
produktif dalam melakukan kegiatan ekonomi dalam keseharian-
nya.
Kedua, dilihat dari sisi pengorganisasian keuangan, penge-
lolaan keuangan waqaf produktif diwujudkan melalui tiga metode
utama, yaitu manajemen penghimpunan, manajemen investasi,
dan manajemen penyaluran manfaat waqaf produktif. Peng-
himpunan waqaf produktif yang dilakukan oleh PPWS cukup
efe ktif karena selalu mengalami peni n g katan yang cukup
signifikan. Penghimpunan waqaf produktif yang sekarang dijadikan
unit-unit usaha pondok semakin maju dan berkembang. Bahkan,
pada saat ini unit-unit usaha yang berkembang sampai 15 unit yang
di setiap unitnya mempunyai keuntungan yang berbeda-beda.
Pelaporan atas perolehan keuntungan dibuat dan diserahkan kepada
bendahara yayasan dengan persetujuan Pimpinan.
Metode penghimpunan dana waqaf diatur untuk dijadikan
modal sarana dan prasarana bagi santri, guru-guru, dan masyarakat
sekitar. Adapun seperti bagian pertanahan dan pertanian, YPPW-
59 Abdul Hakim, Manajemen Waqaf Produktif dan InvestasiDalam Sistem Ekonomi
Syari’ah, (Jurnal, Riptek, Vol.4, No.I1, Tahun 2010), hlm: 21.
Vol. 3, No. 1, Juni 2017 | 25
Iqbal Imari dan Syamsuri
PPWS memprioritaskan kepada bapak ibu guru untuk mengelola
atau menggarap sawah milik pondok, dengan harapan untuk
menambah penghasilan dan meningkatkan kesejahteraan.
Selanjutnya, manajemen investasi yang dilakukan dengan
cara sebelum dimulainya ajaran baru setiap unit usaha membuat
perencanaan awal atau kebutuhan modal yang disetujui oleh Ketua
yayasan dan setelah disepakati oleh bapak Pimpinan. Setelah
disetujui, modal awal diambil dari uang kas atau yang biasanya
disebut dengan dana abadi (dana operasional). Bagian usaha yang
bergelut di bidang minimarket dapat mengambil barang terlebih
dahulu dari distributor dan membayarnya di kemudian hari setelah
barang-barang tersebut terjual. Keuntungan yang dihasilkan
digunakan sepenuhnya untuk kesejahteraan pondok, santri, dan
para asatidz.6 0
Usaha untuk mengelola investasi penyertaan modal dapat
dilakukan melalui berbagai cara, di antaranya adalah modal
dikelola dalam suatu usaha dan melalui pola kemitraan (partnership).
Pol a-pola ke mitraan dalam Isl a m dapa t dilak ukan dalam
bentukmudharabah dan musyarakah (syirkah).61
Ketiga, dilihat dari sisi pengorganisasian sumber daya
manusia, aspek organisasi di PPWS berorentasi pada kepentingan
dan kemaslahatan santri, guru, dan dosen yang didesain sesuai visi
dan misinya. Kekuatan dari organisasi dan manajeman akan
muncul dari kualitas personil dan sifat amanah yang dibutuhkan
sesuai dengan komposisinya.
Personil-personil yang diposisikan dalam struktur organisasi
untuk mengorganisasi waqaf adalah Yayasan Pemeliharaan dan
Pengembangan Waqaf Pondok Pesantren Wali Songo (YPPW-
PPWS). YPPW-PPWS merupakan salah satu dari 9 lembaga di
bawah Majlisu Riyasati-L-Ma’had yang mendapat beban tugas dan
tanggung jawab utama dalam memelihara dan mengembangkan
semua hajat materiil milik pondok, serta mempertanggungjawab-
kan pekerjaannya kepada Pimpinan Pondok. Dalam melaksanakan
tugas dan tanggung jawabnya, ia berfungsi sebagai pelaksana kerja
dalam hal memelihara dan mengembangkan materiil pondok,
sehingga dapat mencapai tujuannya.
60 Wawancara dengan Alwi Mudhofar Ketua YayasanPondok Pesantren di Ngabar
Ponorogo, tanggal 09- Desember-2015.
61 Abdul Hakim, Manajemen Harta Waqaf Produktif dan Investasi dalam Sistem
Ekonomi Syari’ah, (Jurnal Riptek, Vol.4.No.11, Tahnun 2010), hlm: 28.
Islamic Economics Journal
26 |
Pemberdayaan Waqf Produktif ...
Untuk merealisasikan fungsi, tugas, dan tanggung jawab
yayasan, maka diberikan beban tugas kepada masing-masing
pengurus. Struktur organisasi telah membentuk divisi atau bagian-
bagian sesuai dengan kebutuhan. Pembagian dan pendelegasian
tugas kepada masing-masing divisi atau bagian telah dilakukan
dengan jelas, sehingga tidak terjadi tumpang tindih serta tetap ada
kerjasama dan dalam kordinasi yang baik.
3. Pengelolaan Sumber Daya Manusia
Untuk meningkatkan kemampuan nadhzir, maka pembina-
an dilakukan kepada para nadhzir dalam berbagai aspek misalnya
tentang hukum perwaqafan, sistem ekonomi syari’ah, administrasi
perwaqafan, dan materi-materi lain yang terkait. Pembinaan secara
berkala penting dilakukan karena nadhzir waqaf produktif
memikul beban yang relatif lebih berat daripada nadhzir benda
waqaf yang langsung diambil manfaatnya. Untuk melaksanakan
tugas sebagai nadzir sebagaimana yang tercantum dalam pasal 11
UU Nomor 41 tahun 2004 tentang Waqaf,62 ia dituntut untuk
memiliki pengetahuan tentang bisnis yang Islami, serta kemampuan
mengambil strategi yang tepat agar benda waqaf yang menjadi
tanggung jawabnya semakin berkembang.
Secara umum, pengembangan sumber daya manusia
dilaksanakan melelui Pusat Latihan Manajemen Pondok Pesantren
(PLMPP) yang didirikan oleh Badan Waqaf untuk memberdaya-
kan santri dan masyarkat dalam berbagai bidang kewirausahaan,63
Lembaga ini merupakan mesin pemberdayaan SDM yang secara
stuktural berada di bawah pimpinan pondok. Setiap santri yang
akan diterjunkan ke unit-unit usaha milik PPWS Ngabar atau akan
terjun ke masyarakat dididik dan dilatih terlebih dahulu dilembaga
ini agar memiliki ketrampilan yang memadai baik menjadi
pemimpin di masyarakat maupun menjadi juru dakwah yang tidak
menggantungkan kehidupanya kepada masyarakat.
Sifat kemandirian yang sesuai dengan Panca Jiwa Berdikari,
benar-benar dijalankan oleh seluruh penghuni pondok dalam
segala hal termasuk dalam unit-unit usaha, prinsipnya selama
62 Nadhzir mempunyai tugas: a. melakukan pengadministrasian benda waqaf;
b.mengelola dan mengembangkan harta benda waqaf sesuai dengan tujuan, fungsi dan
peruntukannya, c.mengawasi dan melindungi harta benda waqaf; d. melaporkan pelaksanaan
tugas kepada Badan Waqaf Indonesia.
63 Wawancara dengan Alwi Mudhofar Ketua YayasanPondok Pesantren di Ngabar
Ponorogo, tanggal 09- Desember-2015.
Vol. 3, No. 1, Juni 2017 | 27
Iqbal Imari dan Syamsuri
pondok masih mampu memproduksi, menciptakan, dan mengerja-
kannya sendiri, maka pondok tidak akan bersandar pada luar
pondok. Di samping itu Pondok Wali Songo melalui Kopontrennya
terus melakukan inovasi dan perkembangan guna memperkaya
usaha-usaha dalam memperdayakan waqafnya.
4. Kepemimpinan
“Seorang kyai di pondok tidak cukup sekedar mengajarkan
pelajaran akidah, tafsir, hadits, atau pelajaran-pelajaran lainnya,
sebab mendidik itu tidak cukup hanya dengan pelajaran. Di Wali
Songo yang mendidik santri dalam kehidupan adalah seluruh
kegiatan yang diselenggarakan oleh pondok. milliu pesantren yang
diisi dengan berbagai kegiatan inilah yang mendidik para santri-
santri Wali Songo, dan inilah yang harus diatur, dikelola, dan
dimenej kyai di Wali Songo. jadi tugas kyai itu menata, mengem-
bangkan, menghidupkan tata kehidupan pondok secara total.64
Di Wali Songo yang dipilih menjadi kyai harus siap bekerja
keras, tekun, menguasai masalah, baik itu menyangkut nilainnya,
sistemnya, materinya, program pendidikannya”bahkan tentang
Pengelolaan Waqafnya.
Yayasan Pemeliharaan dan Pengembangan Waqaf Pondok
pesantren Wali Songo Ngabar Ponorogo, berkewajiban melaksana-
kan kebijaksanaan-kebijaksanaan pimpinan pondok pesantren
Wali Songo Ngabar.65 Ketua yayasan Pemeliharaan dan pengem-
bangan Waqaf Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar adalah
mandataris pimpinan Pondok Pesantren dan bertanggung jawab
kepada pimpinan Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar. Ketua
Yayasa n Pemeliharaan dan Pen ge mbangan Waqaf Pondok
Pesantren Wali Songo Ngabar disamping memimpin bagian-bagian
yang ada pada lembaga tersebut, berkewajiban mengatur dan
membina masing-masing anggota pengurus yayasan pemeliharaan
dan pengembangan waqaf pondok pesantren.
Ketua yayasan berhak mengatur fungsi dan wewenang
bagian-bagian agar terciptanya suasana yang kondusif dan stabil
dalam pengembangan pemeliharaan waqaf Pondok Pesantren Wali
Songo Ngabar diantara fungsi dan wewenang bagian-bagian adalah,
Seketaris Yayasan adalah penanggung jawab dan pengatur kegiatan
64 Wawancara dengan Heru Syaiful Anwar Pimpinan Pesantren di Ngabar
Ponorogo, tanggal 05- November-2015.
65 Ibid.
Islamic Economics Journal
28 |
Pemberdayaan Waqf Produktif ...
ketatausahaan yayasan pemeliharaan dan pengembangan waqaf
pondok pesantren rumah tangga, statistik, pengumpulan data
ke gi atan serta grafik kegiata n yayasan pemeliharaan dan
pengembangan waqaf pondok pesantren sepertti yang sudah
tertera dalam Anggaran Rumah tangga Yayasan Pemeliharaan dan
Pengembangan Waqaf Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar
adalah Sekretaris yayasan membantu ketua dalam menuanaikan
kewajiban dan mewakili ketua jika berhalangan.66 Kemudian ada
pula Bendahara yayasan yang harus di atur ooleh pimpinan yayas-
an, bendahara yayasan pemeliharaan dan pengembangan Waqaf
pondok pesntren Wali Songo Ngabar, mengkoordinasi semua
kegiatan yang ada pada bagian tersebut yaitu: Bagian Perluasan
Waqaf Pertanahan, Bagian Pemeliharaan Waqaf Pertanian, Bagian
peralatan Pergedungan Pembangunan dan perlistrikan, Bagian
Keuangan Usaha: Pembantu bendahara Mu’allimin pembantu
bendahara Mu’allimat Pembantu bendahara Madrasah Ibtidaiyah
Pembantu bendahara Tarbiyatul Athfal Koperasi Mu’allimin
Kope rasi Mu’allimat Warama Mu’allimin Warama Mu allimat
Koperasi dapur Bagian Penerbitan, dan bagian investasi.
Peneliti dapati setidaknya ada dua strategi yang telah
diterapkan di Pondok Pesantren Wali Songo yaitu; proteksi dan
proyeksi. Proteksi itu megacu kepada prinsip al-muhafadzhatu
‘ala al-qadim al-sholih” (memelihara tradisi yang baik), proyeksi
it u me n g acu pada prinsipal - a k hdz u bi al-jadid al-ashlah
(mengambil hal-hal baru yang lebih baik). Untuk menjalankan
dua strategi ini, pimpinan di Pondok Pesantren Wali Songo perlu
terus-menerus mengasah berbagai kepekaan dalam mengelola dan
mengembangkan Pondok Pesantren. Peka terhadap efektifitas,
peka terhadap transparasi, perencanaan, evaluasi, pekak terhadap
koorperasi dan sinergi, peka terhadap nilai-nilai kesungguhan dan
keikhlasan. Ini lah yang menjadi kesuksesan dibalik waqaf
produktif yang ada di Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar. Inilah
yang menjadi nilai-nilai kesuksesan dalam pengelolaan waqaf
produktif dimana kyai terjun langsung, dalam proses kepemim-
pinannya kyai menjadi sosok pemimpin yang cekatan meluangkan
waktu yang penuh dalam pengelolaan waqaf produktif yang di
jadikan unit-unit usaha dan mengetahui aliran dana dan ke-
untungan, jadi tugas kyai itu menata, mengembangkan, meng-
hidupkan tata kehidupan pondok secara total.
66 Pedoman Kerja Yayasan, Kantor Pusat Yayasan, hlm. 24.
Vol. 3, No. 1, Juni 2017 | 29
Iqbal Imari dan Syamsuri
5. Pengawasan
Pengelolaan waqaf produktif memerlukan pengawasan yang
layak, yaitu pengawasan administrasi dan keuangan. Tujuan
pengawas an ini adalah untuk memberikan pelayanan dan
dukungan kepada pengurus harta waqaf produktif. Pengawasan
atau pengendalian merupakan sutau upaya sistematis untuk
menetapkan sandar presentasi kerja dengan sebagai umpan balik
informasi, membandingkan prestasi sesungguhnya dengan standar
yang telah ditetapkan, dan mengambil tidakan perbaikan yang
diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya organisasi
telah digunakan dengan cara yang paling efektif dan efisien guna
tercapainya tujuan organisasi.67
Pengawasan terhadap kinerja nadzir menjadi salah satu
faktor yang sangat penting dalam rangka menilai keberhasilan
nadzir.68 Penilaian dilakukan dengan memberikan penafsiran
apakah hasil sesuai dengan standar, sejauh mana terdapat pe-
nyimpangan, dan apa saja faktor-faktor penyebabnya. Pengawasan
juga dilakukan terhadap sistem keuangan di pondok. Pengawasan
mulai digalakkan karena pengalaman PPWS selama 50 tahun
menunjukkan bahwa pengelolaan keuangan mengalami pasang
surut.
Dalam pengelolaan waqaf produktif di Pondok Pesantren
Wali Songo Ngabar sudah cukup signifikan dalam hal pengawasan
Berdasarkan pengamatan, kunjungan peneliti ke kantor yayasan
Pemeliharaan Waqaf Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar,
pengawasan yang ada dipondok sudah memenuhi kriteria dalam
pengembangan waqaf pondok, karena dalam penmgawasan
te rse b ut sudah menggun a kan metode sentralisasi den g an
pengambilan keputusan yang terpusat pada bapak pengasuh
pondok pesantren segala sesuatu yang berhubungan dengan
laporan keuangan semuanya harus dengan sepengetahuan bapak
pimpinan pondok pesantren. Selaku bapak pengasuh di Pondok
Peantren Wali Songo Ngabar K.H. Heru Syaiful Anwar. M.A. cukup
cekatan dan maksimal terjun langsung dalam pengawasan harta
benda waqaf Pondok Pesantren. Pengasuh pondok selalu terjun
langsung dalam segala hal yang berkaitan dengan pengawasan harta
67 M, Karebet Widjajakusuma dan M. Ismail Yusanto, Pengantar Manajemen
Syari;ah, (Khairul Bayan, Jakarta, 2002), hlm: 203.
68 Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syari’ah, (Pustaka Alfabet, Jakarta,
2006), hlm: 170.
Islamic Economics Journal
30 |
Pemberdayaan Waqf Produktif ...
69 Wawancara dengan KH. Heru Syaiful Anwar, MA. Pimpinan PondokPesantren
Wali Songo Ponorogo, 05- November-2015 pkl 18.38 WIB.
benda waqaf , setiap harinya beliau selalu keliling dan melihat data-
data harta benda waqaf yang terpusat dikantor yayasan Pondok
Pesantren, pemeblajaran dari semua kasus yang ada di Pondok
Pesantren menjadi kaca perbandingan di tahun tahun selanjutnya,
pengawasan itu tidak berhenti di pengasuh Pondok saja namun
ketua Yayasan pun terjun langsung ke dalam sektot-sektor unit-
unit usaha yang ada didalam Pondok Pesantren setiap harinya,
memerikasa keuntunagn, rugi, saldo dan keadaan harta benda
waqaf setiap harinya di semua sekto t unit-unit usaha dan
melaporkanya kepada bapak pengasuh bias sebulan atau seminggu
sekali setiap bada maghrib.
Tidak hanya itu, peran Pemimpin Pondok dalam melaksana-
kan pengawasan waqaf produktif adalah harus mengetahui teori
pemberdayannya dahulu dalam bingkai “proyek terintegrasi” yaitu
mengintegrasikan manajemen proyek meliputi koordinasi semua
area pengetahuan proyek ke dalam aktivitas tahapan-tahapan
pelaksanaan proyek guna mencapai keberhasilan proyek69 .
Pengawasan yang terlah dilakukan oleh pimpinan pondok dan
YPPW-PPWS sudah memasuki model transparasi karena trans-
parasi adalah aspek penting yang tak terpisahkan dalam rangkaian
kepemimpinan yang diajarkan oleh nilai-nilai Islam dengan
berpijak pada sifat amanah dan shiddiq.
Kesimpulan
Da lam pelaksanaannya pe mb e r d ayaan harta waqaf
produktif di Pesantren Wali Songo sepenuhnya dikelola di bawah
lembaga yayasan. Artinya pengurus tidak turut memiliki harta,
sehingga terjadi pemisahan kepemilikan bahkan selain daripada
itu prinsip ini juga dapat mengurangi penyimpangan secara internal
dari para pengurus demi menjaga profesionalitas sesuai dengan
pasal 11 UU Nomor 41 tahun 2004 tentang Waqaf. Beberapa prinsip
pengelolaan dana waqaf produktif di pesantren Wali Songo dalam
ran gkan me m be r dayaan ekonomi adalah sebagai berikut;
perencanaan yaitu PPWS sudah merancang dan mengkonsep
dengan rapi dan terstruktur baik itu dalam jangka pendek maupun
jangka panjang melalui rapat rencana kerja bulanan dan tahunan.
Vol. 3, No. 1, Juni 2017 | 31
Iqbal Imari dan Syamsuri
Kedua, pengorganisasian yaitu PPWS telah melakukan peng-
organisasian dengan baik melalui manajemen penghimpunan,
manajemen investasi, dan manajemen penyaluran manfaat waqaf
produktif. Ketiga, pengelolaan sumber daya manusia di PPWS
semuanya terpusat di PLMPP (Pusat Latihan Manajemen Pondok
Pesantren) Lembaga ini menjadi mesin pemberdayaan SDM yang
secara stuktural berada di bawah pimpinan pondok. Keempat,
prinsip kepemimpinan dalam hal ini ada dua stategi yang telah
dilakukan oleh PPWS, yaitu proteksi yang megacu kepada prinsip
al-muhafazhatu ‘ala al-qadim al-sholih” (memelihara tradisi yang
baik), dan proyeksi yang berlandaskan pada al-akhdzu bi al-jadid
al-ashlah (mengambil hal-hal baru yang lebih baik). Untuk
menjalankan dua strategi ini, pimpinan di Pondok Pesantren Wali
Songo senantiasa terus-menerus mengasah berbagai kepekaan
dalam mengelola dan mengembangkan harta waqaf, peka terhadap
efektifitas, peka terhadap transparasi, perencanaan, evaluasi, pekak
terhadap koorperasi dan sinergi dengan lembaga-lembaga lain.
Kelima, pengawasan metode sentralisasi dengan pengambilan
keputusan yang terpusat pada bapak pengasuh pondok pesantren
segala sesuatu yang berhubungan dengan laporan keuangan.
Daftar Pustaka
Abdul Azim Islahi, 1992, “Provision of Publc Goods: Role of The
Voluntary Sektor (Waqf) in Islamic History”, Papers
presented at the Third International Conference on Islamic
Economics in Kuala Lumpur, Malaysia, Islamic Research
and Training Institute, Islamic Development Bank, Jeddah,
Saudi Arabia.
Abdul Hakim, Manajemen Harta Waqaf Produktif dan Investasi
dalam Sistem Ekonomi Syari’ah, (Jurnal Riptek, Vol.4.No.11,
Tahnun 2010).
Abu Zahra. Muhadharat fi al-Waqf. (Beirut:Dar al-Fikr al-‘Arabi,
1971).
Ali, Imtiaz B., 2009, Waqf A Sustainable Development Institution
for Muslim Communities”, Takaaful T & T Friendly Society,
Valsayn Trinidad and Tobago.
Badan Waqaf Indonesia, Perencanaan Gerakan Nasional Waqaf Tunai
Oleh President Reppublik Indonesia, (Jakarta: Januari 2010).
Buchari Alma, Pengantar Bisnis, (Bandung: Alfabeta, 2006).
Islamic Economics Journal
32 |
Pemberdayaan Waqf Produktif ...
De partemen Agama, Model Pengembangan Waqaf Produktif,
(Di r e k t orat j e n d e r al Bimbingan Mayarakat Islam
Direktorat Pemberdayaan Waqaf, 2008 ).
Didin Hafidhuddin dan Hendri Tanjung, Manajemen Syari’ah dalam
Praktik. Penerbit Gema Insani Press, Jakarta, 2003
Di r e kt orat Pe m be r dayaan Waq af dan Di r e kt orat Jenderal
Bimbingan Mayarakat Islam, Paradigma Baru Waqaf di
Indonesia, (Jakarta: Februari 2008).
Jaih Mubarok, “Waqaf Produktif”, Cetakan pertama, (Simbiosa
Rekatama Media, Bandung 2008).
Juhaya S. Praja. Perwaqafan di Indonesia: Sejarah, Pemikiran, Hukum
dan Perkembangannya. (Bandung: Yayasan Piara, 1995).
Kementrian Agama Republik Indonesia Direktorat Jenderal
Bimbingan Mayarakat Islam Direktorat Pemberdayaan
Waqaf Tahuun 2013. Strategi Pengembangan Waqaf Tunai
di Indonesia.
Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2006).
M, Karebet Widjajakusuma dan M. Ismail Yusanto, Pengantar
Manajemen Syari;ah, (Khairul Bayan, Jakarta, 2002).
M. Al-Syarbini al-Khatib, al-Iqna fi al-Hall al-Alfadz Abi Syuza’,
(Indonesia: Dar al-Ihya al-Kutub, tt), hlm. 319.
M. Bisri, M.A. Pokok-pokok Khutbatul Iftitah Pondok Pesantren Wali
Songo Ngabar,( Ponorogo, Wali Songo Publishing, 2014).
M. Karebet Widjajakusuma dan M. Ismail Yusanto, Manjemen
Syari’ah dalam Praktik, Penerbit Gema Insani Press, Jkarta,
2003.
Miftahul Huda, “Fundraising Waqaf dan Kemandirian Pesantren
(Strategi Nadzir Waqaf Pesantren dalam Menggalang
Sumber Daya Waqaf)” Makalah dipresentasikan pada The
9th Annual Confe r e n ce on Islamic Studies (ACIS),
Surakarta 2-5 November 2009.
Monzer Kahf, 1999, Towards The Revival of Awqaf: A Few Fiqhi
Issues to Reconsider”, Papers Presented at The Harvard Forum
on Islamic Finance and Economics. Harvard University USA.
Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi (2004). Hukum Waqaf:
Kajian Kontemporer Pertama dan Terlengkap tentang
Fungsi dan Pengelolaan Waqaf serta Penyelesaian atas
Sengketa Waqaf, Terj. Ahrul Sani Faturrahman & Rekan
KMCP. (Jakarta: Dompet Dhuafa Republika & IIMaN).
Vol. 3, No. 1, Juni 2017 | 33
Iqbal Imari dan Syamsuri
Mukhlisin Muzarie, 2010, “Permasalahan Waqaf dan Lembaga-
Lembaga Keagamaan di Indonesia (Mudzakarah Waqaf
Uang Ulama Rifa’iyah)”
Pedoman Kerja Yayasan Pemeliharaan dan Pengembangan Waqaf
Po ndok Pesantren Wal i Song o Nga b a r , Kantor Pusat
YayasanPemeliharaan dan Pengembangan Waqaf Pondok
Pesantren Wali Songo Ngabar Ponorogo, Jawa Timur, 2013
Prasetya Irawan, Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif untuk Ilmu-
Ilmu Sosial, FISIP UI, Jakarta, 2006
Rachmadi Usman, Hukum Perwaqafan di Indonesia, ( Jakarta, Sinar
Grafika, 2013).
Rozalinda, Manajemen Waqaf Produktif, (P T Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2015).
Setiawan Budi Utomo, ManajemenEfektif Dana Waqaf Produktif,
(Jakarta: Rumah Zakat Indonesia).
Supardi, Metodologi Penelitian ekonomi dan bisnis (UII Press,
Yogyakarta, 2005).
Suparman Usman, Hukum perwaqafan di Indonesia, Darul Ulum
Pres, Jakarta,1999.
Syamsul Anwar,Studi Hukum Islam Kontemporer”, cet ke-1,
(Jakarta: RM Books, 2007).
Warta Tahunan Informasi Tahunan Pondok Pesantren Wali Songo
Ngabar Edisi XXXIII.
Wawancara dengan Heru Syaiful Anwar Pimpinan Pesantren di
Ngabar Ponorogo, tanggal 05-November-2015.
Wawancara dengan Alwi Mudlofar bagian pengembangan ekonomi
Pesantren di Ngabar Ponorogo, tanggal 04-Juli-2015.
Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syari’ah, (Pustaka
Alfabet, Jakarta, 2006).
Ziarab Mahmood and Muhammad Basharat, Review of Classical
Management Theories, International Journal of Sosial
Sciences and Education , (Volume: 2 Issue: 1 January 2012).
ResearchGate has not been able to resolve any citations for this publication.
pengawasan metode sentralisasi dengan pengambilan keputusan yang terpusat pada bapak pengasuh pondok pesantren segala sesuatu yang berhubungan dengan laporan keuangan
  • Kelima
Kelima, pengawasan metode sentralisasi dengan pengambilan keputusan yang terpusat pada bapak pengasuh pondok pesantren segala sesuatu yang berhubungan dengan laporan keuangan. Daftar Pustaka
Provision of Publc Goods: Role of The Voluntary Sektor (Waqf) in Islamic History
  • Abdul Azim Islahi
Abdul Azim Islahi, 1992, "Provision of Publc Goods: Role of The Voluntary Sektor (Waqf) in Islamic History", Papers presented at the Third International Conference on Islamic Economics in Kuala Lumpur, Malaysia, Islamic Research and Training Institute, Islamic Development Bank, Jeddah, Saudi Arabia.
  • Abdul Hakim
Abdul Hakim, Manajemen Harta Waqaf Produktif dan Investasi dalam Sistem Ekonomi Syari'ah, (Jurnal Riptek, Vol.4.No.11, Tahnun 2010).
Waqf A Sustainable Development Institution for Muslim Communities
  • Imtiaz B Ali
Ali, Imtiaz B., 2009, "Waqf A Sustainable Development Institution for Muslim Communities", Takaaful T & T Friendly Society, Valsayn Trinidad and Tobago.
Perencanaan Gerakan Nasional Waqaf Tunai Oleh President Reppublik Indonesia
  • Badan Waqaf Indonesia
Badan Waqaf Indonesia, Perencanaan Gerakan Nasional Waqaf Tunai Oleh President Reppublik Indonesia, (Jakarta: Januari 2010).
Model Pengembangan Waqaf Produktif, (Direktorat jenderal Bimbingan Mayarakat Islam Direktorat Pemberdayaan Waqaf
  • Departemen Agama
Departemen Agama, Model Pengembangan Waqaf Produktif, (Direktorat jenderal Bimbingan Mayarakat Islam Direktorat Pemberdayaan Waqaf, 2008 ).
Perwaqafan di Indonesia: Sejarah, Pemikiran, Hukum dan Perkembangannya
  • S Juhaya
  • Praja
Juhaya S. Praja. Perwaqafan di Indonesia: Sejarah, Pemikiran, Hukum dan Perkembangannya. (Bandung: Yayasan Piara, 1995).
Pengantar Manajemen Syari;ah
  • Karebet Widjajakusuma Dan
  • M Ismail Yusanto
M, Karebet Widjajakusuma dan M. Ismail Yusanto, Pengantar Manajemen Syari;ah, (Khairul Bayan, Jakarta, 2002).
Pokok-pokok Khutbatul Iftitah Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar
  • M Bisri
M. Bisri, M.A. Pokok-pokok Khutbatul Iftitah Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar,( Ponorogo, Wali Songo Publishing, 2014).
Manjemen Syari'ah dalam Praktik
  • M Karebet Widjajakusuma Dan
  • M Ismail Yusanto
M. Karebet Widjajakusuma dan M. Ismail Yusanto, Manjemen Syari'ah dalam Praktik, Penerbit Gema Insani Press, Jkarta, 2003.