ArticlePDF Available

Kesepian Pada Middle Age yang Melajang (Studi Fenomenologis Tentang Tipe Kesepian)

Authors:

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji tipe kesepian pada middle age yang masih melajang di Purwokerto.Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa informan 1 berjenis kelamin pria menunjukkan 7 tipe kesepian yang dialami yaitu kesepian emosional (sedang melakukan tahap pendekatan dengan lawan jenis), mengalami interpersonal loneliness (merindukan wanita yang pernah dekat, setelah putus dengan wanita tersebut banyak menjalin hubungan dengan lawan jenis), kesepian kosmik (belum memiliki wanita yang cocok untuk dinikahi, memiliki pemikiran bahwa menjalin hubungan dengan wanita yang berjarak jauh tidak akan berjalan lancar), kesepian kognitif (jarang mencurahkan hati dengan orang lain), kesepian psikologikal (pengalaman masa lalu berpengaruh untuk kehidupan saat ini sehingga merasa kecewa, menyesal, merasa bersalah dan merasa kena kualat), kesepian perilaku (berbagai kegiatan dilakukan sendiri), dan kesepian sosial (tidak memiliki peran dalam masyarakat). Informan 2 berjenis kelamin pria menunjukkan 4 tipe kesepian yang dialami yaitu kesepian emosional (ingin memiliki hubungan yang serius dengan lawan jenis), kesepian kosmik (belum memilki wanita yang cocok untuk dinikahi, merasa tidak mungkin menjalin hubungan dengan wanita karena merasa belum mapan dari segi ekonomi), kesepian kognitif (jarang mencurahkan hati dengan orang lain, lebih memilih Allah SWT sebagai tempat curahan hatinya) dan kesepian perilaku (berbagai kegiatan dilakukan sendiri). Informan 3 berjenis kelamin wanitamenunjukkan 4 tipe kesepian yang dialami yaitu kesepian emosional (merasa kurang mendapatkan kasih sayang dari keluarga dan belum terpenuhi), kesepian kognitif (hanya mencurahkan hati dengan kakak), kesepian sosial (tidak memiliki peran dalam masyarakat, keadaan lingkungan tempat tinggal sepi), dan culture shock (merasa kesulitan menyesuaikan diri saat berada dilingkungan baru). Kata Kunci : Tipe Kesepian, Middle Age, Lajang.
26
KESEPIAN PADA MIDDLE AGE YANG MELAJANG
(Studi Fenomenologis Tentang Tipe Kesepian)
LONELINESS ON SINGLE MIDDLE AGES
(Study of Phenomenology on type of Loneliness)
Oleh :
Diah Putri Wardani*)
Dyah Siti Septiningsih**)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji tipe kesepian pada middle age yang
masih melajang di Purwokerto.Penelitian ini menggunakan metode penelitian
kualitatif dengan pendekatan fenomenologis. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa informan 1 berjenis kelamin pria menunjukkan 7 tipe kesepian yang
dialami yaitu kesepian emosional (sedang melakukan tahap pendekatan dengan
lawan jenis), mengalami interpersonal loneliness (merindukan wanita yang
pernah dekat, setelah putus dengan wanita tersebut banyak menjalin hubungan
dengan lawan jenis), kesepian kosmik (belum memiliki wanita yang cocok untuk
dinikahi, memiliki pemikiran bahwa menjalin hubungan dengan wanita yang
berjarak jauh tidak akan berjalan lancar), kesepian kognitif (jarang mencurahkan
hati dengan orang lain), kesepian psikologikal (pengalaman masa lalu
berpengaruh untuk kehidupan saat ini sehingga merasa kecewa, menyesal,
merasa bersalah dan merasa kena kualat), kesepian perilaku (berbagai kegiatan
dilakukan sendiri), dan kesepian sosial (tidak memiliki peran dalam masyarakat).
Informan 2 berjenis kelamin pria menunjukkan 4 tipe kesepian yang dialami yaitu
kesepian emosional (ingin memiliki hubungan yang serius dengan lawan jenis),
kesepian kosmik (belum memilki wanita yang cocok untuk dinikahi, merasa tidak
mungkin menjalin hubungan dengan wanita karena merasa belum mapan dari
segi ekonomi), kesepian kognitif (jarang mencurahkan hati dengan orang lain,
lebih memilih Allah SWT sebagai tempat curahan hatinya) dan kesepian perilaku
(berbagai kegiatan dilakukan sendiri). Informan 3 berjenis kelamin
wanitamenunjukkan 4 tipe kesepian yang dialami yaitu kesepian emosional
(merasa kurang mendapatkan kasih sayang dari keluarga dan belum terpenuhi),
kesepian kognitif (hanya mencurahkan hati dengan kakak), kesepian sosial (tidak
memiliki peran dalam masyarakat, keadaan lingkungan tempat tinggal sepi), dan
culture shock (merasa kesulitan menyesuaikan diri saat berada dilingkungan
baru).
Kata Kunci : Tipe Kesepian, Middle Age, Lajang.
*) Alumni Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Purwokerto
**) Dosen Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Purwokerto
PSYCHO IDEA, Tahun 14. No.2, Juli 2016
ISSN 1693-1076
27
ABSTRACT
This research aimed to analyzed the type of loneliness on single middle ages
person in Purwokerto. This research used qualitative method by
phenomenological approach. Research result showed that informant 1, male,
experienced 7 kinds of loneliness; emotional loneliness (in an approaching stage
to the opposite sex), experiencing interpersonal loneliness (missing ex-girl and
made relationship with many others as aftereffect), cosmic loneliness (does not
have right woman to be married for, thought that having long distance
relationship would not work well), cognitive loneliness (rarely confide to others),
psychological loneliness (past experience affected present life with regrets,
disappointment, guilt, and damnation), behavioral loneliness (lone wolf), and
social loneliness (did not have role in society). Informant 2, male, experienced 4
kinds of loneliness; emotional loneliness (strong urge to have serious
relationship), \cosmic loneliness (does not have right woman to be married for,
afraid to make relationship due to unsettled economic condition), cognitive
loneliness (rarely confide to others, and preferred to confess to God), and
behavioral loneliness(lone wolf). Informant 3, female, experienced 4 kinds of
loneliness; emotional loneliness (lack of affection from family that has not been
fulfilled), cognitive loneliness (only confide to her sister), social loneliness (did
not have role in society) and experiencing culture shock (difficult to adapt to new
environment).
Keyword : Type Of Loneliness, Middle Age, Single
PENDAHULUAN
Manusia sejatinya adalah makhluk sosial yang dimana tidak akan pernah
lepas hubungan dengan orang lain serta membutuhkan hubungan interpersonal
dengan orang lain contohnya ketika memasuki usia dewasa, hubungan
interpersonal dengan orang lain bisa lebih mendalam sampai ke tahap pernikahan
yang dimana seseorang tersebut memiliki pasangan dalam hidupnya.
Pernikahanmerupakan suatu bentuk tahap perkembangan ketika seseorang mulai
memasuki usia dewasa.
Hurlock (1980) mengatakan bahwa pada masa dewasa awal memiliki
tugas yang dipusatkan pada harapan-harapan masyarakat seperti mendapatkan
pekerjaan, memilih seorang teman hidup, belajar hidup dengan suami atau istri
membentuk suatu keluarga, membesarkan anak-anak, mengelola sebuah rumah
tangga, menerima tanggung jawab sebagai warga negara dan kelompok sosial.
Namun, tidak semua orang yang sudah memasuki usia dewasa menikah,
karena memang ada individu-individu yang sebenarnya sudah memasuki usia
dewasa bahkan sudah sampai memasuki middle age (masa dewasa pertengahan)
belum memutuskan untuk menikah.Hal ini terlihat dari data-data sensus penduduk
maupun penelitian yang menurut sumber data statsistik Indonesia tahun 2008,
mengenai penduduk yang berusia 15-49 tahun yang membujang atau sekarang
DIAH PUTRI WARDANI & DYAH SITI SEPTININGSIH, Kesepian Pada Middle Age
Yang Melajang (Studi Fenomenologis Tentang Tipe Kesepian)...........
28
yang dikenal dengan istilah lajang yang jumlahnya mencapai sekitar 1,71 % pada
tahun 2000 (dalam Oktaria, 2009).
Sementara salah satu tugas tugas perkembangan middle age (masa dewasa
pertengahan) meliputi hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan keluarga seperti
sebagai pasangan suami-istri, menyesuaikan diri dengan orang tua yang lanjut
usia, dan membantu anak remaja untuk menjadi orang dewasa yang bertanggung
jawab dan bahagia (Hurlock, 1980).
Sumanto (2014) menyatakan bahwa dalam setiap budaya ada tugas
perkembangan (developmental task), yaitu tugas-tugas atau keterampilan-
keterampilan atau pola perilaku tertentu yang harus dipenuhi oleh individu dalam
suatu masa kehidupan tertentu. Individu yang dapat memenuhi tugas
perkembangan akan bahagia dan menjadi dasar bagi keberhasilan tugas-tugas
selanjutnya.Sebaliknya individu yang gagal dalam memenuhi tugas
perkembangannya tidak akan bahagia dan sulit untuk memenuhi tugas
perkembangan pada masa selanjutnya. Misalnya ada beberapa pria dan wanita
yang sudah memasuki middle age (masa dewasa pertengahan) belum pernah
menikah atau belum memiliki pasangan hidup, hal ini akan menyulitkannya untuk
memperoleh atau membentuk sebuah keluarga dan mendapatkan keturunan saat
masa tua.Karena pada masa ini, wanita mulai mengalami menopause (berhentinya
menstruasi setelah indung telur berhenti memproduksi estrogen dan progesteron)
sehingga potensi untuk mengandung atau melahirkan anak tak memungkinkan
lagi (Sumanto, 2014). Sedangkan menurut Wyrobek, dkk (dalam Wade, 2008)
mengatakan bahwa pria pada masa ini secara teori tetap subur seumur hidup,
namun pria juga memiliki jam biologis. Pria mengalami penurunan pada
testosteron namun tidak drastis seperti estrogen pada wanita.Jumlah sperma
memang secara bertahap menurun, dan sperma yang tetap ada lebih rentan
terhadap mutasi genetik sehingga dapat meningkatkan resiko munculnya
penyakit-penyakit tertentu pada anak yang lahir dari ayah yang berusia lebih
lanjut.
Feldman (dalam Desmita, 2009) mengatakan pada umumnya Psikolog
menetapkan sekitar usia 20 tahun sebagai masa dewasa dan berlangsung sampai
sekitar usia 40-45 tahun, pertengahan masa dewasa berlangsung dari sekitar usia
40-45 tahun sampai sekitar usia 65 tahun serta masa dewasa lanjut atau masa tua
berlangsung dari sekitar usia 65 tahun sampai meninggal.
Beck (dalam Santrock, 1995) usia tengah baya atau masa dewasa tengah
adalah antara usia 40 tahun hingga kira-kira 60 sampai 65 tahun dan dengan
semakin banyaknya orang yang hidup lebih panjang, batas atas 60 hingga 65
tahun mungkin akan terdorong ke atas.
Masa dewasa pertengahan (middle age) merupakan bagian rentang
kehidupan yang paling sedikit dipelajari. Tahun-tahun pertengahan dianggap
sebagai ruang kosong menjemukan di antara perubahan yang lebih dramatis masa
dewasa awal dan usia tua. Masa dewasa pertengahan (middle age) dalam
PSYCHO IDEA, Tahun 14. No.2, Juli 2016
ISSN 1693-1076
29
terminologi kronologis, yaitu tahun-tahun antara usia 45 tahun sampai 65 tahun
(Papalia, Sally & Ruth, 2008).
Menurut Sumanto (2014) masa dewasa madya merupakan masa yang
penuh dengan tantangan, karena kondisi fisik mulai mengalami kemerosotan yaitu
mulai menipisnya rambut kepala, kerusakan pada gigi, menurunnya sensitivitas
pendengaran, penglihatan, dan lain-lain.Dalam kehidupan karier, masa dewasa
madya merupakan masa puncak untuk prestasi dan mendapatkan posisi-posisi
penting di lembaga-lembaga perusahaan, pendidikan dan pemerintahan.Dengan
demikian individu pada masa dewasa madya telah mapan kehidupan ekonomi
keluarganya. Dalam kehidupan yang telah mapan, kelebihan berat badan adalah
masalah kesehatan yang serius bagi orang yang memasuki dewasa madya. Pada
usia tersebut di Amerika Serikat (USA) dimana 30% atau lebih mengalami
kelebihan berat badan yang mengakibatkan probabilitas risiko kematian
meningkat 40%. Kelebihan berat badan juga memicu munculnya penyakit-
penyakit ringan, darah tinggi, dan penyakit pencernaan.
Menurut Wethington (dalam Wade, 2008), usia paruh baya merupakan
masapuncakdimana kondisi kesejahteraan psikologis, kesehatan, produktivitas,
dan keterlibatan dalam masyarakat sangat optimal. Masa-masa ini juga seringkali
merupakan waktu untuk melakukan refleksi dan peninjauan kembali. Orang
melihat kembali hal-hal yang telah dicapai, merinci hal-hal yang disesali atau
yang tidak pernah dilakukan, dan berpikir tentang apa yang hendak dilakukan
dengan sisa hidup yang dimiliki. Saat krisis terjadi, hal ini dikarenakan ada alasan
yang tidak berhubungan dengan bertambahnya usia, melainkan karena kejadian-
kejadian spesifik yang mengubah hidup seseorang, misalnya terjangkit penyakit
atau kehilangan pekerjaan atau pasangan.
Berbagai pendapat dari tokoh diatas mengenai penamaan masa dewasa
pertengahan yang berbeda-beda seperti dewasa menengah, masa dewasa madya,
usia tengah baya, dewasa madya, usia paruh baya, namun pengertian dari berbagai
tokoh mengandung makna yang sama hanya pembagian usia masing-masing
tokoh memiliki perbedaan pendapat dan dari perbedaan penamaan serta
pembagian usia diatas. Dalam penelitian ini peneliti hanya akan menggunakan
satu nama yaitu middle age(masa dewasa pertengahan)sesuai dengan pendapat
Papalia, Sally & Ruth (2008) yang dimana individu yang memasuki masa dewasa
pertengahan (middle age) adalah individu berusia 45 tahun sampai usia 65 tahun
dengan mengalami perubahan yang terjadi mulai dari kemerosotan kondisi fisik,
pada wanita mulai mengalami menopause, sedangkan pria mengalami penurunan
pada testosterone, selain itu pada masa ini merupakan masa puncak untuk meraih
prestasi.
Menurut Hurlock (1980), salah satu ciri pada tahap perkembanganmiddle
age (masa dewasa pertengahan)ini merupakan masa sepi (empty nest). Dalam
beberapa kasus dimana pria dan wanita menikah lebih lambat dibandingkan
dengan usia rata-rata, atau menunda kelahiran anak hingga mereka lebih mapan
dalam karier, atau mempunyai keluarga besar sepanjang masa, dewasa madya
merupakan masa sepi dalam kehidupan perkawinan.
DIAH PUTRI WARDANI & DYAH SITI SEPTININGSIH, Kesepian Pada Middle Age
Yang Melajang (Studi Fenomenologis Tentang Tipe Kesepian)...........
30
De Jong-Giervield (dalam Santrock, 1995) menyatakan pendapatnya
bahwa sebagian dari manusia adalah individu yang kesepian. Setiap manusia
mungkin merasa bahwa tidak seorang pun memahaminya dengan baik.Seseorang
mungkin merasa terisolasi dan merasa bahwa tidak memiliki seorang pun untuk
dijadikan pelarian saat dibutuhkan atau saat stres. Penekanan masyarakat pada
pemenuhan diri dan prestasi, pentingnya komitmen dalam suatu hubungan, dan
penurunan dalam hubungan dekat adalah sebagian alasan adanya perasaan
kesepian yang umum terjadi sekarang.
Suardiman (2011) menyatakan bahwa kesepian akan sangat dirasakan oleh
individu yang hidup sendirian, tanpa anak, kondisi kesehatannya rendah, tingkat
pendidikannya rendah, introvert, rasa percaya diri rendah, kondisi sosial ekonomi
rendah sebagai akibat pensiun menimbulkan perasaan kehilangan prestise,
hubungan sosial, kewibawaan dan sebagainya.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa ketika individu sudah
mencapai middle age (masa dewasa pertengahan)selain mengalami banyak
perubahan dalam hidupnya seperti kemerosotan kondisi fisik, pada wanita mulai
mengalami menopause, sedangkan pria mengalami penurunan pada testosteron,
pada masa ini merupakan masa puncak untuk meraih prestasi selain itu juga
mengalami permasalahan psikologis yaitu kesepian yang dialami olehmiddle age
(masa dewasa pertengahan) yang melajang (belum menikah / belum memiliki
pasangan hidup). Hal ini terjadi karena menurut Hurlock (1980) salah satu ciri
perkembanganmiddle age (masa dewasa pertengahan) adalah masa sepi (empty
nest) yang dimana dalam beberapa kasus antara pria dan wanita menikah lebih
lambat dibandingkan dengan usia rata-rata. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk
meneliti mengenai kesepian yang dialami oleh middle age (masa dewasa
pertengahan) yang masih melajang.
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Penelitian kualitatif ini menggunakan metode pendekatan
fenomenologis yang berusaha untuk memahami suatu peristiwa yang
berkaitan dengan orang-orang yang berada dalam situasi tersebut.Pendekatan
fenomenologis ini bertujuan untuk dapat memberikan tipe kesepian pada
middle age (masa dewasa pertengahan) khususnya yang masih melajang
(belum pernah menikah / belum memiliki pasangan hidup).
B. Fokus Penelitian
Pada penelitian ini, peneliti terfokus pada tipe kesepian yang dialami
oleh informan yang memasuki middle age (masa dewasa pertengahan) yang
masih melajang (belum pernah menikah / belum memiliki pasangan hidup).
C. Informan Penelitian
PSYCHO IDEA, Tahun 14. No.2, Juli 2016
ISSN 1693-1076
31
Pada penelitian ini, informan yang digunakan adalah informan primer
dan informan sekunder, serta bersifat terbatas atau hanya informan yang
sesuai dengan kriteria tertentu saja yang sesuai dengan tujuan penelitian ini.
Kriteria informan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Informan primer :
a. Middle age (masa dewasa pertengahan) yang melajang (belum pernah
menikah / belum memiliki pasangan hidup).
b. Batasan usia yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada
batasan usia yang dikemukakan oleh Papalia, Shally & Ruth (2008)
bahwa middle age (masa dewasa pertengahan) terjadi diantara usia 45
tahun sampai 65 tahun.
2. Informan sekunder, yaitu orang yang mengenal informan primer dengan
baik dan tahu tentang informan primer seperti saudara.
D. Metode dan Alat Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, pengumpulan data akan dilakukan pada natural
setting (kondisi yang alamiah) dan metode yang akan digunakan dalam
mengumpulkan data antara lain :
1. Observasi
Jenis observasi yang akan digunakan oleh peneliti dalam penelitian
ini adalah menggunakan observasi terus terang atau tersamar.
2. Wawancara
Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan wawancara semi standar (semistandardized
interview).Wawancara ini untuk mengungkap tipe kesepian yang dialami
oleh middle age (masa dewasa pertengahan) yang masih melajang.
3. Alat Pengumpul Data
a. Pedoman ini digunakan untuk melihat perilaku yang muncul dalam diri
informan. Hasil observasi ini digunakan sebagai catatan lapangan yang
bersifat deskriptif.
b. Pedoman interview (wawancara)berisi butir-butir pertanyaan mengenai
kesepian dantipe-tipe kesepian, sehingga pertanyaan yang diajukan
menjadi terarah.
c. Rekaman (tape recorder), berfungsi untuk merekam semua percakapan
atau pembicaraan.
d. Buku catatan, berfungsi untuk mencatat semua percakapan dan
perilaku subyek penelitian.
E. Kredibilitas
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan triangulasi. Dengan
menggunakan triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini, peneliti dapat
melakukan pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan
berbagai waktu.
F. Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan model interaktif
(interactive model of analysis) dimana komponen-komponen analisis data
secara interaktif saling berhubungan selama dan sesudah pengumpulan data.
DIAH PUTRI WARDANI & DYAH SITI SEPTININGSIH, Kesepian Pada Middle Age
Yang Melajang (Studi Fenomenologis Tentang Tipe Kesepian)...........
32
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari ketiga informan primer memiliki profil pekerjaan yang berbeda dengan
tingkat pendidikan yang sama. Lebih jelasnya profil tentang informan primer
dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1. Profil Informan Primer
Informan Usia Jenis Kelamin Pendidikan
Pekerjaan
EH 53 Th Pria SMA Pedagang
DI 49 Th Pria SMA Tukang Parkir
KI 50 Th Wanita SMA Tidak Bekerja
Tabel 2. Profil Informan Sekunder
Informan Usia Pendidikan Pekerjaan Hubungan dengan
Informan Primer
WI 33 Th Sarjana Aid Teacher Keponakan Informan
EH dan DI
AM 29 Th Sarjana Karyawan Swasta Keponakan Informan
KI
Tabel 3. Temuan Tipe Kesepian yang dialami Informan
No
Informan
Kesepian
Emosional
Interper-sonal
Loneliness
Kesepian Kosmik
Kesepian Kognitif
Kesepian
Psikologikal
Kesepian
Perilaku
Kesepian Sosial
Culture Shock
Total
1. EH
- 7
2. DI
-
-
- - 4
3. KI
- -
- -
4
Pada informan EH ditemukan keterangan bahwa informan sedang
melakukan tahap pendekatan dengan lawan jenis. Pada informan DI ditemukan
keterangan bahwa belum memiliki seseorang (wanita) yang dekat dalam
hidupkarena belum menemukan yang cocok.Informan DI ingin memiliki
hubungan yang serius jika memiliki seseorang (wanita)yang dekat dengannya.
PSYCHO IDEA, Tahun 14. No.2, Juli 2016
ISSN 1693-1076
33
Berdasarkan paparan pernyataan dari informan EH dan informan DI
diatas, sesuai dengan pendapat Bruno (2000) yang mengatakan bahwa kesepian
emosional terjadi bila individu membutuhkan kasih sayang namun tidak
mendapatkannya. Dari pendapat ini, informan EH dan informan DI mengalami
kesepian emosional, meskipun informan EH sedang melakukan tahap pendekatan
dengan lawan jenis, hal ini menunjukkanbahwa informan EHmembutuhkan kasih
sayang.Informan DI belum memiliki hubungan dekat dengan lawan jenis dan
ingin memiliki hubungan yang serius dengan lawan jenis.Kedua informan diatas
telah menunjukkan bahwa antara informan EH dan informan DI membutuhkan
kasih sayang namun tidak mendapatkannya.
Sedangkan informan KI mengungkapkan bahwa tidak memiliki seseorang
(pria) yang dekat dengan dirinya. Informan KI juga mengatakan bahwa kasih
sayang dari keluarga kurang dan belum terpenuhi.Hal ini sesuai dengan pendapat
Robert Weiss (dalam Sears, Jonathan & Peplau, 1988) yang mengatakan bahwa
kesepian emosional timbul dari ketiadaan figur kasih sayang yang intim, seperti
yang biasa diberikan orang tua kepada anaknya atau yang bisa diberikan tunangan
atau teman akrab kepada seseorang. Dengan demikian informan KI juga
mengalami kesepian emosional seperti informan EH, dan informan DI.
Sadler (dalam Oktaria, 2009), interpersonal lonelines terjadi manakala
individu merindukan seseorang yang dahulu pernah dekat dengannya dan
melibatkan kesedihan yang mendalam sehingga individu mencari-cari orang baru
untuk dicintai. Namun jika menemukan orang yang potensial menjadi pasangan
baru sebelum ia mampu mengatasi kesedihan terdahulu, maka individu akan takut
dan menolak.
Berdasarkan pernyataan yang dikemukaan oleh Sadler (dalam Oktaria,
2009) diatas sesuai dengan hasil penemuan penelitian pada informan EH.Informan
EH menyatakan pernah merindukan sosok wanita yang pernah dekat
dengannya.Namun setelah memutuskan hubungan dengan wanita
tersebut,informan EH banyak menjalin hubungan dekat dengan lawan jenis lain.
Informan EH juga mengatakan bahwa semasa mudanya, banyak memiliki pacar
serta banyak teman kerja yang menyukainya.Dengan demikian, ditemukan bahwa
informan EH mengalami interpersonal loneliness seperti yang diungkapkan oleh
Sadler (dalam Oktaria, 2009).
Berbeda dengan informan DI dan informan KI yang dimana kedua
informan ini tidak ditemukan mengalami interpersonal loneliness seperti yang
dikatakan Sadler (dalam Oktaria, 2009).Karena kedua informan ini mengatakan
tidak memiliki perasaan rindu terhadap lawan jenis yang pernah dekat.Selain itu,
kedua informan ini juga tidak mencari-cari sosok yang baru untuk dicintai.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, ditemukan bahwa pada
informan EH dan informan DI sama-sama pernah menjalin hubungan dengan
lawan jenis. Namun, hanya sampai pada tahap pacaran atau tidak sampai pada
tahap pernikahan. Selain itu, ditemukan juga bahwa kedua informan mengalami
kesepian kosmik. Karena kedua informan sama-sama merasa belum memiliki
DIAH PUTRI WARDANI & DYAH SITI SEPTININGSIH, Kesepian Pada Middle Age
Yang Melajang (Studi Fenomenologis Tentang Tipe Kesepian)...........
34
seseorang (wanita) yang cocok untuk dinikahi dan merasa belum berjodoh. Kedua
informan memiliki perasaan ketidakmungkinan untuk menjalin hubungan yang
sempurna dengan orang lain. Hal ini ditemukan saat informan EH mengatakan
bahwa saat menjalin hubungan dengan lawan jenis dengan jarak jauh itu tidak
akan berjalan lancar. Sedangkan informan DI jika kelak menjalin hubungan
dengan lawan jenis, informan DI menginginkan lawan jenisnya mau menerima
keadaannya yang sering keluar kota untuk kegiatan dikomunitas sepeda ontel.
Karena informan DI merasa bahwa dunianya berada disepeda ontel.Informan DI
jugamemiliki pemikiran bahwa kebanyakan orang mengejar masalah dunia,
meskipun sebenarnya manusia perlu dunia namun untuk meraih itu juga perlu
dilihat dari segi kemampuan sehingga DI merasa tidak mungkin untuk menjalin
hubungan dengan lawan jenis karena belum mapan dalam ekonomi.
Informan EH dan informan DI sama-sama memiliki keinginan untuk
menikah dan memiliki keluarga.Namun karena kedua informan ini
memilikiperasaan ketidakmungkinan seperti yang telah dipaparkan diatas,
sehingga pada akhirnya perasaannya lah yang menjadi penghalang untuk menjalin
hubungan dengan lawan jenis sampai pada tahap pernikahan. Hal ini sependapat
dengan Sadler (dalam Oktaria, 2009) yang mengatakan bahwa kesepian
kosmikdikenal dengan kesepian eksistensial yang perasaanketidakmungkinan
untuk menjalin suatu hubungan yang sempurna dengan orang lain. Sedangkan
pada informan KI tidak ditemukan mengalami kesepian kosmik seperti yang
dikemukakan oleh Sadler (dalam Oktaria, 2012). Karena informan KI mengatakan
bahwa merasa biasa saja ketika menjalin hubungan dengan lawan jenis.Informan
KI hanya ingin bersenang-senang dengan orang-orang yang berada disekitarnya.
Menurut Bruno (2000), kesepian kognitif terjadi jika individu mempunyai
sedikit teman untuk berbagi pikiran atau gagasan yang dianggap penting.
Berdasarkan pendapat Bruno (2000), ditemukan bahwa ketiga informan yaitu EH,
DI, dan KI mengalami kesepian kognitif.
Informan EH dan informan DI mengatakan jarang mencurahkan hati
dengan teman-teman namun lebih sering menjadi tempat curahan hati teman-
teman. Selain itu, informan EH, DI, dan KI mengalami kesulitan dalam bertukar
pikiran dengan orang lain. Informan EH mengaku memiliki teman untuk bertukar
pikiran atau mencurahkan hati namun itu hanya sebatas hal-hal yang bersifat
umum sedangkan untuk hal yang bersifat pribadi, informan EH tidak
menceritakannya.Informan DI lebih memilih Allah SWT.untuk dijadikan tempat
curahan hatinya. Informan KI menceritakan tentang permasalahan yang
dialaminya hanya dengan sang kakak kandung.
Hal ini disebabkan oleh karakteristik tertentu yang membedakan antara
pria dan wanita. Menurut Cohn, Strassberg & Corby (dalam Mandasari, 2007),
wanita biasanya mempunyai ciri khas seperti cenderung membuka diri, termasuk
hal-hal yang bersifat pribadi, lebih berorientasi pada perasaan, senang terlibat
dalam diskusi-diskusi intim, dan lebih terbuka dalam membicarakan perasaan
mereka kepada orang lain. Dalam kehidupannya khususnya pergaulan, wanita
PSYCHO IDEA, Tahun 14. No.2, Juli 2016
ISSN 1693-1076
35
cenderung memiliki banyak teman, senang memperkaya persahabatan untuk
berbagi cerita, mencurahkan segala masalah yang dialaminya, serta memecahkan
masalah merekasecara bersama-sama.
Sedangkan pria menurut Peetronio & Weiss (dalam Mandasari, 2007),
pada umumnya tidak suka membuka diri, terutama dalam hal yang berkaitan
dengan hal-hal yang bersifat pibadi, karena bagi pria membuka diri berarti
mengungkapkan kelemahan dan menurunkan sifat maskulinitasnya.Menurut Stein
(dalam Mandasari, 2007) mengatakan bahwa dalam pergaulannya sehari-hari pria
umumnya kurang mampu untuk beradaptasi dan hanya memiliki sedikit teman,
selain itu pria hanya mempunyai sedikit pengalaman interpersonalnya.
Sadler (dalam Oktaria, 2009) mengatakan bahwa kesepian psikologikal
datang dari kedalaman hati individu, baik itu yang berasal dari situasi masa kini
ataupun sebagai reaksi dari trauma-trauma masa lalu.
Berdasarkan pernyataan Sadler (dalam Oktaria, 2009) diatas sesuai dengan
hasil penemuan yang ditemukan pada informan EH yang mengalami kesepian
psikologikal.Informan EH mengatakan bahwa pengalaman masa lalu membawa
pengaruh dikehidupan saat ini.Sehingga membuat informan memilki perasaan
kecewa, menyesal dan merasa bersalah karena merasa kena kualat. Menurut
informan EH, penyebab timbulnya perasaan demikian adalah karena dahulu
sebelum informan EH pergi ke Ambon, informan EH pernah menjanjikan akan
menikahi pacarnya, namun tidak jadi lantaran informan merasa hubungan dengan
jarak jauh tidak akan berjalan lancar. Sehingga informan EH memutuskan untuk
mengakhiri hubungannya. Informan EH mengatakan bahwa dirinya sudah
berusaha untuk menghilangkan perasaan tersebut, namun terkadang disaat malam
hari teringat akan kenangan sedih dimasa lalu.
Informan DI dan informan KI mengatakan hal yang sama bahwa kedua
informan ini merasa pengalaman dimasa lalu tidak mempengaruhi kehidupan saat
ini. Selain itu, kedua informan ini merasa bahagia meski belum memiliki
pasangan hidup hingga saat ini.Berdasarkan pernyataan ini, ditemukan bahwa
informan DI dan informan KI sama-sama tidak mengalami kesepian psikologikal
seperti yang dikatakan oleh Sadler (dalam Oktaria, 2009).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ditemukan bahwa informan
EH mengatakan saat melakukan kegiatan diluar rumah dan aktivitas lain
dilakukan sendiri. Informan EH juga mengatakan bahwa bisa melakukan
aktivitasnya sendiri meski ada orang yang menawarkan bantuan.Hal ini senada
dengan yang diungkapkan oleh informan DI yang mengatakan bahwa setiap
melakukan aktivitas yang berkaitan diluar rumah, informan DI mengerjakan
seorang diri.
Bruno (2000) mengatakan bahwa kesepian perilaku terjadi bila individu
kurang atau tidak mempunyai teman sewaktu berjalan atau melakukan kegiatan
diluar rumah, misalnya individu yang ingin menonton film atau ingin makan
direstoran, namun tidak memiliki seorang teman yang dikenal yang bisa diajak.
DIAH PUTRI WARDANI & DYAH SITI SEPTININGSIH, Kesepian Pada Middle Age
Yang Melajang (Studi Fenomenologis Tentang Tipe Kesepian)...........
36
Dari pernyataan Bruno (2000), informan EH dan informan DI mengalami
kesepian perilaku.Karena meskipun kedua informan ini mengatakan memiliki
banyak teman, namun saat informan EH dan informan DI melakukan kegiatan
diluar seperti jalan-jalan, makan diluar atau melakukan aktivitas yang lain
dilakukan sendiri tanpa mengajak orang atau teman yang dikenal.
Berbeda dengan informan KI yang bisa dikatakan tidak mengalami
kesepian perilaku seperti yang dikatakan oleh Bruno (2000).Karena informan KI
saat melakukan aktivitas diluar seperti jalan-jalan atau makan diluar, informan KI
masih bisa mengajak teman untuk menemaninya atau diajak teman untuk
melakukan aktivitas diluar rumah bersama.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ditemukan bahwa informan
EH mengatakan bahwa kondisi dilingkungan sekitar tempat tinggalnya
kondusif.Informan EH merasa nyaman tinggal dilingkungan tempat tinggalnya.
Hubungan informan EH dengan orang disekitar tempat tinggal baik, tidak ada
masalah.Namun, informan EH tidak memiliki peran dalam kelompok masyarakat
dengan alasan sibukberjualan diangkringan.
Pernyataan informan EH sama dengan yang disampaikan oleh informan
DI yang mengatakan merasa baik, aman, tidak ada gangguan, nyaman serta
bersyukur tinggal dilingkungan tempat tinggal. Karena merasa tidak kesepian
meskipun rumah seperti negeri Cina, karena disebelah kanan dan kiri rumah
terdapat tembok.Informan DI memiliki peran didalam komunitas sepeda ontel
sebagai tokoh Soekarno dan orang-orang menyebut sebagai maskotnya Banyumas
sedangkan dilingkungan tempat tinggal tidak memiliki peran sosial.
Sedangkan pernyataan dari informan KI mengatakan bahwa
informantinggal dilingkungan yang jumlah kepala keluarga sedikit dan jarang
berinteraksi sosial. Keadaan dilingkungan tempat tinggal sepi, karena orang-orang
disekitar sibuk bekerja.Meskipun demikianinforman tetap merasa nyaman tinggal
dilingkungan tempat tinggalnya dan hubungan dengan tetangga baik.Informan
mengatakan bahwa dirinya tidak memiliki peran sosial yang ada dilingkungan
tempat tinggal karena tidak ada kegiatan seperti arisan atau kumpul RT.
Berdasarkan dari ketiga pernyataan informan yang telah dipaparkan diatas,
informan yang menunjukkan mengalami kesepian sosial adalah informan EH dan
informan KI.Karena meskipun kedua informan ini mengatakan merasa nyaman
tinggal dilingkungan tempat tinggal dan merasa nyaman dan baik, namun kedua
informan ini tidak memiliki peran sosial yang ada dimasyarakat sehingga jarang
berinteraksi sosial.Hasil penemuan diatas sesuai dengan pendapat Robert Weiss
(dalam Sears, Jonathan & Peplau, 1988) yang mengatakan bahwa kesepian sosial
terjadi bila orang kehilangan rasa terintegrasi secara sosial atau terintegrasi dalam
suatu komunikasi, yang bisa diberikan oleh sekumpulan teman atau rekan
sekerja.Berbeda dengan informan DI yang tidak menunjukkan kesepian sosial.
Karena meskipun informan EH dan informan DI tinggal satu rumah, dan kondisi
rumah kedua informan ini dikelilingi tembok besar, informan DI bahkan
PSYCHO IDEA, Tahun 14. No.2, Juli 2016
ISSN 1693-1076
37
mengatakan seperti negeri Cina, namun dalam hal ini informan DI mengatakan
tidak kesepian karena informan memiliki peran dikomunitas sepeda ontel yang
menjadikan informan DI sering berinteraksi dengan orang lain.
Sadler (dalam Oktaria, 2009), culture shock terjadi ketika individu pindah
ke suatu lingkungan kebudayaan baru. Berdasarkan pernyataan diatas, ditemukan
bahwa ketiga informan yaitu informan EH, informan DI dan informan KI
mengatakan hal yang sama bahwa tidak pernah pindah rumah. Hanya saja
informan EH pernah ke Ambon untuk bekerja dan tidak menetap lama.Informan
EH mengatakan jika bertemu dengan lingkungan yang baru, informan EH mudah
untuk menyesuaikan diri dan tidak ada masalah jika harus bertemu dengan
lingkungan baru.Hal serupa juga disampaikan oleh informan DI yang merasa
tidak kesulitan jika harus menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru dengan
alasan memiliki banyak teman.Dengan demikian kedua informan ini, tidak
mengalami culture shock seperti yang disampaikan oleh Sadler (dalam Oktaria,
2009).
Informan KI mengatakan tidak pernah pindah rumah dan hal ini yang
kemungkinan menyebabkan informan merasa kesulitan untuk menyesuaikan diri
jika harus berada dilingkungan baru.Pernyataan informan KI ini, menunjukkan
bahwa informan mengalami culture shock yang terjadi ketika individu pindah ke
suatu lingkungan kebudayaan baru seperti yang disampaikan oleh Sadler (dalam
Oktaria, 2009).
KESIMPULAN
Penelitian ini dilakukan pada 3 orang tahap perkembangan middle age
(masa dewasa pertengahan) yang masih melajang atau belum pernah menikah atau
belum memiliki pasangan hidupyang ada di Purwokerto. Tujuan penelitian
dilakukan adalah untuk mengkaji tipe-tipe kesepian.Informan yang menjadi
informan penelitian yaitu EH dan DI berjenis kelamin pria dan KI berjenis
kelamin wanita. Ketiga informan penelitian memiliki alasan yang berbeda tentang
sebab atau alasan untuk tetap melajang sampai saat ini. Dari hasil penelitian ini
ditemukan bahwa ketiga informan dengan jenis kelamin 2 pria dan 1 wanita,
masing-masing informan memiliki beberapa tipe kesepian yang berbeda.Selain
itu, ditemukan tipe kesepian yang sama yang dialami oleh ketiga informan
penelitian yaitu tipe kesepian emosional dan tipe kesepian kognitif. Hal ini berarti
menunjukkan bahwa ketiga informan memiliki masalah yang sama yaitu
bersumber pada tipe kesepian emosional dan kognitif. Ketiga informan
membutuhkan kasih sayang tetapi tidak mendapatkannya karena tidak ada figur
kasih sayang yang intim dari lawan jenis atau dari keluarga serta hanya memiliki
sedikit teman untuk berbagi pikiran atau mencurahkan segala perasaan yang
terpendam.
DIAH PUTRI WARDANI & DYAH SITI SEPTININGSIH, Kesepian Pada Middle Age
Yang Melajang (Studi Fenomenologis Tentang Tipe Kesepian)...........
38
DAFTAR PUSTAKA
Bruno, F.J.S. (2000). Conguer Loneliness: Cara Menaklukan Kesepian. (Alih
Bahasa: Sitanggang). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Desmita. (2009). Psikologi Perkembangan. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Hurlock, E.B. (1980), Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan, Edisi Kelima. (Alih Bahasa: Istiwidayanti &
Soedjarwo). Jakarta: Erlangga.
Mandasari, S.P. (2007). Perbedaan Loneliness pada Pria dan Wanita Usia Lanjut
Setelah Mengalami Kematian Pasangan Hidup. Artikel Ilmiah dalam
http://www.gunadarma.ac.id/library/articles/graduate/psychology/2007/Art
ikel_10502248.pdf . Diakses pada 23 Oktober 2013.
Oktaria, R. (2009). Kesepian pada Pria Usia Lanjut yang Melajang. Artikel ilmiah
dalam
http://www.gunadarma.ac.id/library/articles/graduate/psychology/2009/Art
ikel_10504146.pdf Diakses pada 27 November 2013.
Papalia, D.E., Shally & Ruth, (2008). Human Development: Psikologi
Perkembangan Edisi Kesembilan. (Alih Bahasa: A.K. Anwar). Jakarta :
Kencana.
Santrock, J.W. (1995). Life-Spain Development: Perkembangan Masa Hidup
Edisi 5 Jilid II. (Alih Bahasa: Achmad Chusairi & Juda Damanik). Jakarta:
Erlangga.
Sears, D O, Jonathan,F L, & Peplau,A, (1988). Social Psychology Fifth Edition.
(Alih Bahasa: Michael Adryanto & Savitri Soekrisno). Jakarta: Erlangga.
Suardiman, S.P. (2011). Psikologi Usia Lanjut. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Sumanto. (2014). Psikologi Perkembangan, Fungsi dan Teori. Yogyakarta:
CAPS.
Wade, C & Tavris. C, (2008). Psychology 9th: Psikologi Edisi ke-9 Jilid 2. (Alih
Bahasa: Padang Mursalin & Dinastuti). Jakarta: Erlangga
... The phenomenon of singleness in middle adulthood, especially in women, has been reviewed by several previous studies. Aspects that have become the main highlights in previous studies include their psychological well-being during singleness (Selan et al., 2020), adjustment to conflict and stigma in society (Primanita & Lestari, 2018), and feelings of loneliness when single in middle adulthood (Wardani & Septiningsih, 2016). In addition to some of the studies above, there are other studies that review middle adult women from a positive side, the study has a focus on discussing the hopes and fears of single middle adult women (Nurhalimah, 2019). ...
Article
Full-text available
This article examines future mindedness among single middle adult women. In line with the dominant culture, most parents in Indonesia rely on their children for support in old age. Some women, however, choose to remain single and childless. This article focuses its exploration on the ways in which these unmarried, childless women plan and prepare for their lives in old age. Using the case-study approach and employing, as its theoretical framework, Seginer’s concept of future mindedness, we collected our data through semi-structured interviews with four women, aged 42 to 55, who served as research participants. After triangulating the data, we interpreted it using the thematic analysis method. Our study produced four findings. First, comfortable with being single, three of the four women had no desire to marry. Second, taking a positive view of old age, and knowing fully well that their kinfolk will take care of them in their advanced years, all the four participants do not worry about old age. Third, none of their relatives has put pressure on them to marry. Fourth, personality and family support appear to play a key role in these women’s choice to live a life of celibacy. In sum, unmarried middle-aged women are happy with their status and have plans for life in old age, including where to live and how to get elderly care.
Conguer Loneliness: Cara Menaklukan Kesepian. (Alih Bahasa: Sitanggang)
  • F J S Bruno
Bruno, F.J.S. (2000). Conguer Loneliness: Cara Menaklukan Kesepian. (Alih Bahasa: Sitanggang). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Psikologi Perkembangan. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya
  • Desmita
Desmita. (2009). Psikologi Perkembangan. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, Edisi Kelima. (Alih Bahasa: Istiwidayanti & Soedjarwo)
  • E B Hurlock
Hurlock, E.B. (1980), Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, Edisi Kelima. (Alih Bahasa: Istiwidayanti & Soedjarwo). Jakarta: Erlangga.
Perbedaan Loneliness pada Pria dan Wanita Usia Lanjut Setelah Mengalami Kematian Pasangan Hidup
  • S P Mandasari
Mandasari, S.P. (2007). Perbedaan Loneliness pada Pria dan Wanita Usia Lanjut Setelah Mengalami Kematian Pasangan Hidup. Artikel Ilmiah dalam http://www.gunadarma.ac.id/library/articles/graduate/psychology/2007/Art ikel_10502248.pdf. Diakses pada 23 Oktober 2013.
Kesepian pada Pria Usia Lanjut yang Melajang
  • R Oktaria
Oktaria, R. (2009). Kesepian pada Pria Usia Lanjut yang Melajang. Artikel ilmiah dalam http://www.gunadarma.ac.id/library/articles/graduate/psychology/2009/Art ikel_10504146.pdf Diakses pada 27 November 2013.
Life-Spain Development: Perkembangan Masa Hidup Edisi 5 Jilid II
  • J W Santrock
Santrock, J.W. (1995). Life-Spain Development: Perkembangan Masa Hidup Edisi 5 Jilid II. (Alih Bahasa: Achmad Chusairi & Juda Damanik). Jakarta: Erlangga.
Psikologi Usia Lanjut
  • S P Suardiman
Suardiman, S.P. (2011). Psikologi Usia Lanjut. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Psikologi Perkembangan, Fungsi dan Teori. Yogyakarta: CAPS
  • Sumanto
Sumanto. (2014). Psikologi Perkembangan, Fungsi dan Teori. Yogyakarta: CAPS.
Psychology 9 th : Psikologi Edisi ke-9 Jilid 2. (Alih Bahasa: Padang Mursalin & Dinastuti) Jakarta: Erlangga
  • C Wade
  • Tavris
Wade, C & Tavris. C, (2008). Psychology 9 th : Psikologi Edisi ke-9 Jilid 2. (Alih Bahasa: Padang Mursalin & Dinastuti). Jakarta: Erlangga