ArticlePDF Available

Pengembangan Perangkat Pembelajaran Aritmetika Sosial Berbasis Problem Based Learning di Kelas VII SMP

Authors:

Abstract and Figures

The purpose of this study is aimeds to (1) produce the mathematics lesson plan based on social arithmetic Problem Based Learning (PBL) in class VII in viewed from the aspects of validity and practicality and to know the potential effects arising from the development of the lesson plan, (2) describe the characteristics of the lesson plan based on social arithmetic Problem Based Learning. The method of the study was the development research according to the type of formative research by Tessmer. The stages of development were Self Evaluation, prototyping and product. The subjects were VII.1 grade students of SMP Negeri 1 Muaradua semester 2014/2015 academic year, consistive of 31 people. Data collection techniques used were documentation, walk-throughs, observation sheets, and test results. Data were analyzed qualitatively and quantitatively. The results of data analysis showed that in the mathematics lesson plan based on social arithmetic Problem Based Learning (PBL) were valid, practical, and had a potential effect. The lesson plan had a valid learning in the content, construct, and language experts based on the results of the validation stage of the expert review and the prototype test on a small group stage, while the practical lesson plan obtained from the revised test results of one-to-one and small group. Potential effects of the lesson plan was known from the results of the field test and the results of the student's final test. The results of the student's final test showed 45.16% of the students were is very good category, 32.26% were good category, and 22.58% fair category. From the result of observation, the percentage average of students’ activity was above 81,25% included in very good category.
Content may be subject to copyright.
Jurnal Elemen
Vol. 2 No. 2, Juli 2016, hal. 92 115
92
PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN ARITMATIKA
SOSIAL BERBASIS PROBLEM BASED LEARNING DI KELAS VII
SMP
Ruslan Ridwan1, Zulkardi2, Darmawijoyo3
1 Mahasiswa Program Studi Magister Pendidikan Matematika Unsri
2 Guru Besar Program Studi Magister Pendidikan Matematika Unsri
3Dosen Program Studi Magister Pendidikan Matematika Unsri
ruslanridwan80@yahoo.com
Abstrak
Tujuan penelitian ini bertujuan untuk (1) menghasilkan perangkat pembelajaran
matematika materi arimatika sosial berbasis Problem Based Learning (PBL) pada kelas
VII yang ditinjau dari aspek kevalidan dan kepraktisan dan menngetahui efek potensial
yang timbul dari pengembangan perangkat pembelajaran tersebut, (2) mendeskripsikan
karakteristik perangkat pembelajaran materi aritmatika sosial yang berbasis Problem
Based Learning. Metode penelitian ini adalah penelitian pengembangan (development
research) tipe formative research menurut Tessmer. Adapun tahap-tahap
pengembangannya adalah Self Evaluation, prototyping dan Produk. Subjek penelitian ini
adalah siswa kelas VII.1 SMP Negeri 1 Muaradua semester genap tahun pelajaran
2014/2015 yang berjumlah 32 orang. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah
dokumentasi, walk through, lembar observasi, dan hasil tes. Data penelitian ini dianalisis
secara kualitatif dan kuantitatif. Hasil analisis data diketahui bahwa penelitian ini
menghasilkan perangkat pembelajaran matematika materi arimetika sosial berbasis
Problem Based Learning (PBL) yang valid, praktis, dan memiliki efek potensial.
Perangkat pembelajaran telah valid secara isi, konstruk, dan bahasa hasil dari validasi
pakar pada tahap expert review dan uji prototipe pada tahap small group, sedangkan
perangkat pembelajaran praktis diperoleh dari revisi hasil uji one-to-one dan small group.
Efek potensial dari perangkat pembelajaran ini diketahui dari hasil field test dan hasil tes
evaluasi akhir siswa. Hasil tes akhir siswa menunjukan kategori nilai 45,16% sangat baik,
32,26% baik, dan 22,58% cukup. Dari hasil observasi yang sudah dilakukan, diperoleh
persentase rata-rata aktivitas siswa diatas 81,25% yang termasuk kategori sangat baik.
Kata kunci: Perangkat Pembelajaran, Problem Based Learning (PBL), Aritmatika Sosial,
Penelitian pengembangan
Abstract
The purpose of this study is aimeds to (1) produce the mathematics lesson plan based on
social arithmetic Problem Based Learning (PBL) in class VII in viewed from the aspects
of validity and practicality and to know the potential effects arising from the development
of the lesson plan, (2) describe the characteristics of the lesson plan based on social
arithmetic Problem Based Learning. The method of the study was the development
research according to the type of formative research by Tessmer. The stages of
development were Self Evaluation, prototyping and product. The subjects were VII.1
grade students of SMP Negeri 1 Muaradua semester 2014/2015 academic year, consistive
of 31 people. Data collection techniques used were documentation, walk-throughs,
observation sheets, and test results. Data were analyzed qualitatively and quantitatively.
The results of data analysis showed that in the mathematics lesson plan based on social
arithmetic Problem Based Learning (PBL) were valid, practical, and had a potential
effect. The lesson plan had a valid learning in the content, construct, and language experts
based on the results of the validation stage of the expert review and the prototype test on
a small group stage, while the practical lesson plan obtained from the revised test results
of one-to-one and small group. Potential effects of the lesson plan was known from the
Ruslan Ridwan, Zulkardi, & Darmawijoyo
93
results of the field test and the results of the student's final test. The results of the student's
final test showed 45.16% of the students were is very good category, 32.26% were good
category, and 22.58% fair category. From the result of observation, the percentage
average of students’ activity was above 81,25% included in very good category.
Keywords: lesson plan, Problem Based Learning (PBL), social arithmetic, development
research
PENDAHULUAN
Penalaran proposional mewakili kemampuan untuk mulai memahami hubungan
perkalian di mana sebagian besar konsep arimetika biasanya berdasarkan penjumlahan.
Perkembangan penalaran proposional merupakan salah satu tujuan terpenting dari kurikulum
kelas 5-8 (Van de Walle, 2013: 95). Salah satu materi penalaran proposional pada kelas VII
adalah pada materi aritmatika sosial. materi matematika yang membahas tentang kemampuan
menyelesaikan soal-soal proporsi atau persen dan rasio perbandingan dalam kehidupan nyata.
Salah satu manfaat praktis dari penalaran proposional adalah menggunakan proporsi yang
diamati guna menemukan nilai yang belum diketahui. Pengetahuan akan sebuah rasio
seringkali dapat digunakan untuk menemukan nilai dari rasio lainnya. Perbandingan dalam
penetapan harga, penggunaan skala pada peta, dan penyelesaian persoalan tentang persentase
merupakan beberapa contoh keseharian di mana penyelesaian proporsi dibutuhkan. Siswa
perlu mempelajari membuat proporsi secara simbolis dan menyelesaikannya (Van de Walle,
108).
Hasil Penelitian memberikan petunjuk dan gagasan bagaimana mengembangkan proses
pemikiran proposional termasuk dalam pembelajaran arimatika sosial yaitu (1)Sediakan
tugas-tugas rasio proporsi dalam konteks luas. Salah satu nya mencakup situasi yang
melibatkan penetuan harga,... (2). Dorong diskusi dan percobaan dalam memprediksi dan
membandingkan rasio. Bantu anak membedakan antara perbandingan proposional dengan
menyediakan contoh dari masing-masing dan mendiskusikan perbedaannya ,... (3). Bantu
anak-anak menghubungkan penalaran proposional dengan proses-proses yang sudah ada. (4).
Sadari bahwa metode simbolik atau mekanis, seperti algoritma kali silang, untuk penyelesaian
proporsi tidak mengembangkan penalaran proporsional dan sebaliknya tidak diperkenalkan
sampai siswa memiliki banyak pengalaman dengan metode intuitif dan konseptual (Van de
Walle, 2013: 372).
Kenyataan dilapangan pada proses pembelajaran aritmatika sosial merupakan pokok
bahasan yang sulit dan banyak menimbulkan masalah walaupun dijumpai dalam kehidupan
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Aritmatika Sosial Berbasis
Problem Based Learning
94
sehari-hari (Malik, 2013; Solaikah, 2013; Walle, 2013). Selain itu menurut ahli dan
organisasi pendidik seperti Southern African Development Community (SADC) tahun 2001
The term Social Arithmetic ... the important role mathematics plays in the everyday lives of
people. Although it can be difficult to distinguish between what is social mathematics and
what is not,... Social mathematics involves the basic operations of addition, subtraction,
multiplication, and division, yet many teachers find it an uncomfortable topicto teach.
Sehingga menurut pendapat para ahli dan hasil penelitian (Walle, 2007: 109; Nandasari,
2013) rendahnya hasil belajar dalam pembelajaran aritmatika sosial dilatarbelakangi oleh
pembelajaran yang berpusat pada guru, sajian materi yang tidak berorientasi praktik, sumber
belajar hanya dari buku teks tidak ada bahan ajar yang dapa membantu siswa dalam
memecahkan `massalah, rendahnya kemampuan komunikasi matematis siswa. Sehinga
karakteristik proses pembelajaran aritmatika disekolahan masih bersifat konvensional.
Dalam PP nomor 19 tahun 2005 pasal 20, diisyaratkan bahwa guru diharapkan mampu
mengembangkan materi pembelajaran, yang dipertegas melalui Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional (Permendiknas) nompr 41 tahun 2007 tentang Standar Proses, yang
mengatur tentang perencanaan proses pembelajaran yang mensyaratkan bagi pendidik pada
satuan pendidikan untuk mengembangkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
Menyikapi permasalahan pembelajaran matematika diatas khususnya pada materi
aritmatika sosial, penelitian tertarik untuk mencari solusi bagaimana meningkatkan
kemampuan matematika siswa dan model pembelajaran yang bukan pembelajaran yang
konvensional hal ini penting dilakukan karena bertolak belakang dengan prinsip
pembelajaran kurikulum 2006 dalam impelmentasi kurikulum mata pelajaran matematika
untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) pendekatan pemecahan masalah merupakan fokus
dalam pembelajaran matematika yang mencakup masalah tertutup dengan solusi tunggal,
masalah terbuka dengan solusi tidak tunggal, dan masalah dengan berbagai cara penyelesaian.
Untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah perlu dikembangkan keterampilan
memahami masalah, membuat model matematika, menyelesaikan masalah, dan menafsirkan
solusinya sesuai dengan peraturan menteri pendidikan nasional republik indonesia nomor 41
tahun 2007 Tentan Standar proses untuk satuan pendidikan dasar dan menengah. Sesuai
dengan kebutuhan siswa, guru perlu membiasakan untuk mengembangkan perangkat
pembelajaran yang baik sehingga dapat megembangkan kemampuan pemecahan masalah,
oleh karenanya salah satu solusinya adalah dengan menerapkan model pembelajaran Problem
Based Learning (PBL). Dalam kurikulumnya PBL, dirancang masalah-masalah yang
menuntut peserta didik mendapat pengetahuan penting, yang membuat mereka mahir dalam
Ruslan Ridwan, Zulkardi, & Darmawijoyo
95
memecahkan masalah, dan memiliki model belajar sendiri serta memiliki kecakapan
berpartisipasi dalam tim. Proses pembelajarannya menggunakan pendekatan yang sistemik
untuk memecahkan masalah atau menghadapi tantangan yang nanti diperlukan dalam
kehidupan sehari-hari. Dan salah satu konsep PBL adalah pembelajaran berbasis masalah
merupakan suatu metode pembelajaran yang menantang siswa untuk “belajar bagaimana
belajar”, bekerja secara kelompok untuk mencari solusi dari permasalahan dunia nyata.
Masalah yang diberikan ini digunakan untuk mengikat siswa pada rasa ingin tahunya pada
pembelajaran yang di maksud. Masalah yang diberikan kepada siswa, sebelum siswa
mempelajari konsep atau materi yang berkenaan dengan masalah yang harus dipecahkan (
Arends, 2008; Kemendikbud: 2014).
PBL adalah upaya melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran (Liu,
2005). Beberapa penelitian seperti Penelitian Albanese & Mitchell (1993 dalam Liu, 2005;
Setiawan, 2012 ) menunjukkan, pembelajaran Problem Based Learning dapat meningkatkan
motivasi siswa dan sikap siswa terhadap pembelajaran daripada konvensional dan
meningkatkan keterampilan Higher order thinking siswa. Sedangkan pada penelitian
dilaksanakan dengan tujuan untuk menghasilkan perangkat pembelajaran yang valid dan
praktis dan mempuyai efek potensial terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa.
Pembelajaran berbasis Problem Based Learning (PBL) pertama kali dikembangkan
oleh Prof Howard Barrow pada tahuan 1970-an dalam pembelajaran ilmu medis di Mcmaster
Universty Canada (Amir, 2009), sebagai suatu solusi dalam diagnosa untuk memudahkan
pemecahan masalah dengan pembentukan pertanyaan-pertanyaan berdasarkan situasi yang
nyata. Pembelajaran ini menyajikan suatu masalah yang nyata bagi siswa sebagai awal
pembelajaran kemudian diselesaikan melalui penyelidikan dan diterapkan dengan
menggunakan pendekatan pemecahan masalah
Proses pembelajaran berbasis Problem Based Learning (PBL). Dalam kurikulumnya,
dirancang masalah-masalah yang menuntut peserta didik mendapat pengetahuan penting,
yang membuat mereka mahir dalam memecahkan masalah, dan memiliki model belajar
sendiri serta memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim. Proses pembelajarannya
menggunakan pendekatan yang sistemik untuk memecahkan masalah atau menghadapi
tantangan yang nanti diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.
Peranan guru dalam mengembangkan Model pembelajaran berbasis Problem Based
Learning (PBL) tidak hanya berdiri di depan kelas dan memberikan langkah-langkah
penyelesaian permasalahan yang sudah jadi tetapi harus berperan sebagai fasilitator diskusi,
memberikan pertanyaan , dan membantu siswa untuk sadar akan pentingnya pembelajaran.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Aritmatika Sosial Berbasis
Problem Based Learning
96
Dan juga dalam pembelajaran berbasis Problem Based Learning (PBL) menuntut kreativitas
guru agar dalam proses pembelajaran agar siswa tertantang dan termotivasi dalam
penyelesaian pemecahan masalah.
Fakta Empirik Keberhasilan Pendekatan dalam Proses dan Hasil Pembelajaran
Kelebihan menggunakan PBL, antara lain;
1. Dengan PBL akan terjadi pembelajaran bermakna. Peserta didik yang belajar
memecahkan suatu masalah maka mereka akan menerapkan pengetahuan yang
dimilikinya atau berusaha mengetahui pengetahuan yang diperlukan. Belajar dapat
semakin bermakna dan dapat diperluas ketika peserta didik berhadapan dengan situasi di
mana konsep diterapkan;
2. Dalam situasi PBL, peserta didik mengintegrasikan pengetahuan dan ketrampilan secara
simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan; dan
3. PBL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif peserta didik
dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat mengembangkan hubungan
interpersonal dalam bekerja kelompok.
Tabel 1. Tahap-tahap Pembelajaran Berbasis Problem Based leraning
Fase-Fase
Perilaku Guru
Fase 1
Orientasi peserta didik kepada
masalah
Menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik
yg dibutuhkan.
Memotivasi peserta didik untuk terlibat aktif dalam
pemecahan masalah yang dipilih.
Fase 2
Mengorganisasikan peserta didik
Membantu peserta didik mendefinisikan
danmengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan
dengan masalah tersebut.
Fase 3
Membimbing penyelidikan
individu dan kelompok
Mendorong peserta didik untuk mengumpulkan
informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk
mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.
Fase 4
Mengembangkan dan
menyajikan hasil karya
Membantu peserta didik dalam merencanakan dan
menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, model
dan berbagi tugas dengan teman.
Fase 5
Menganalisa dan mengevaluasi
proses pemecahan masalah
Mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah
dipelajari /meminta kelompok presentasi hasil kerja.
Dalam materi aritmatika sosial, terdapat konsep-konsep tentang perbandingan dan
konteksnya terjadi pada kehidupan sehari -hari, seperti harga satuan, harga keseluruhan, harga
beli, harga jual, untung, rugi, persentase untung, persentase rugi, rabat (discount) dan pajak..
Dalam penelitian ini akan dikembangkan materi aritmatika sosial Standar Kompetensi
Ruslan Ridwan, Zulkardi, & Darmawijoyo
97
Menggunakan bentuk aljabar, persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel, dan
perbandingan dalam pemecahan masalah Kompetensi Dasar Menggunakan Konsep Aljabar
dalam menyelesaikan masalah aritmatika sosial sederhana Adapun indikator yang akan di
capai antara lain 1. Mengetahui arti Bruto, netto, tara, 2. Menentukan harga perunit, harga
keseluruhan, dan banyaknya barang/unit melalui rumus. 3. Menentukan Harga pembelian,
harga penjuala, 4. Menganalisa untung atau rugi dari suatu penjualan, 5. Menghitung
persentase untung atau persentase rugi; 6. Menghitung besar rabat (discount) dan pajak
METODE
Penelitian ini menggunakan metode penelitian pengembangan atau development
research tipe formative evaluation (Tessmer, 1993; Zulkardi, 2006). Penelitian ini
dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2014-2015. Subjek penelitian adalah siswa
kelas VII.1 SMP negeri 1 Muaradua, yang berjumlah 31 orang. Kegiatan pembelajarannya
menggunakan perangkat pembelajaran berbasis PBL. Gambar 1 merupakan alur desain
formative evaluation
Gambar 1. Alur desain formative evaluation (Tessmer, 1993; Zulkardi, 2006)
Pada tahap prelimanary peneliti melakukan beberapa analisis yaitu: analisis siswa,
analisis materi,dan analisis kurikulum. Pada preliminary peneliti menghasilkan desain
perangkat pembelajaran berbasis Problem Based Learning (PBL) pada materi arit metika
sosial untuk dijadikan draf prototipe awal. Selanjutnya hasil preliminary peneliti melakukan
self evaluation menghasilkan draf prototipe I dengan cara peneliti analisis sendiri dan teman
sejawat. Pada tahap self evaluation bertujuan untuk mengetahui kemampuan akademik yang
difokuskan kemampuan matematis siswa, analisis kurikulum tingkat SMP dan analisis materi
aritmatika sosial yang sesuai dengan standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator
pencapaian kompetensi dalam KTSP 2006. Sedangkan pada analisis desain peneliti
mendesain perangkat pembelajaran aritmatika sosial berbasil PBL untuk melatih kemampuan
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Aritmatika Sosial Berbasis
Problem Based Learning
98
pemecahan masalah siswa yang berupa materi ajar yang memiliki karakteristik valid secara
konten, konstruk, dan bahasa.
Hasil desain pada prototype 1 yang dikembangkan atas dasar self evaluation diberikan
pada pakar (expert review) dan tiga orang siswa kelas VII (one-to-one). Dari hasil keduanya
dijadikan bahan revisi
Pada tahap ini produk (prototype) pertama yang dikembangkan oleh peneliti divalidasi
oleh pakar, teman sejawat dan guru matematika. Prototype dinilai dan dievaluasi. Uji validitas
fokus terhadap uji validitas content, uji validitas konstruk, dan uji validitas bahasa. Saran dan
komentar dari validator ditulis pada lembar validasi dan akan digunakan untuk merevisi
desain materi ajar yang dikembangkan dan menyatakan bahwa perangkat pembelajaran
tersebut telah valid.
Pada tahap ini, peneliti meminta tiap siswa untuk mencoba produk berupa LAS dan soal
evaluasi sebagai teste. Komentar yang didapat digunakan untuk merevisi prototype yang telah
dibuat
Hasil revisi dan komentar dari expert review dan one-to-one pada prototype 1 dijadikan
dasar untuk mendesain prototype 2. Prototype 2 ini diujucobakan pada small group untuk
melihat kepraktisan (keterlaksanaan materi berbasis PBL). Pada tahap kelompok kecil terdiri
dari 6 orang, siswa kelas VII non subjek penelitian diberikan pembelajaran menggunakan
materi ajar yang telah dibuat pada prototype 2. Berdasarkan hasil observasi dan tanggapan
siswa inilah materi ajar direvisi dan diperbaiki lagi dan menghasilkan prototype 3. Hasil dari
prototype 3 dihasilkan materi ajar yang valid dan praktis.
Pada tahap ini ujicoba dilakukan pada subjek penelitian yang sesunguhnya sebagai field
test. Product yang diujicobakan sudah memenuhi kriteria kualitas. Akker (1999: 126) tiga
kriteria kualitas adalah: validitas (dari pakar, teman sejawat dan guru matematika),
kepraktisan (penggunaan mudah dan dapat digunakan engan pembelajaran berbasis PBL) dan
efektifitas (bagaimana kemampuan pemecahan masalah siswa pada materi aritmatika sosial).
Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi,
dokumentasi, tes, dan angket. Pada observasi peneliti menganalisis aktivitas siswa, analisis
dokumentasi berdasarkan proses dan hasil pembelajaran, analisis tes berdasarkan rubrik
penskoran indikator pemecahan masalah, dan analisis untuk mengetahui respon siswa
terhadap pembelajaran.
Ruslan Ridwan, Zulkardi, & Darmawijoyo
99
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Tiga tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu analisis, desain, dan evaluasi
Analisis
Pada tahap ini dilakukan analisis materi aritmatika sosial yang akan kembangkan
berbasis PBL. Tujuan pembelajaran dituangkan dalam KTSP 2006 yang tercantum dalam
lampiran peraturan menteri no 22 tahun 2006 tentang Standar Isi dan sesuai dengan SK dan
KD yaitu 4.2 Menggunakan Konsep Aljabar dalam menyelesaikan masalah aritmatika sosial
sederhana. Untuk pokok bahasan aritmatika sosial.
Desain perangkat pembelajaran
Desain perangkat pembelajaran matematika berbasis PBL yang dibuat bertujuan untuk
melatih kemampuan pemecahan masalah, meliputi prototype 1, prototype 2, dan prototype 3.
Hasil dari pendesaian ini disebut prototype 1. Gambar 2. Lembar Aktivitas Permasalahan 1
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Aritmatika Sosial Berbasis
Problem Based Learning
100
Gambar 2. Lembar Aktivitas Permasalahan 1
Ruslan Ridwan, Zulkardi, & Darmawijoyo
101
Evaluasi
Pada tahap ini produk yang telah dibuat tadi dievaluasi melalui uji coba. Produk
diujicobakan pada pakar, one-to-one dan small group serta diujicabakan pada subjek
penelitian sebenarnya. Evaluasi pakar, ono-to-one dan small group merupakan tahapan untuk
melihat validitas dan kepraktisan materi ajar yang dikembangkan, sedangkan uji coba pada
subjek penelitian untuk menilai produk (prototype) yang valid dan praktis tersebut untuk
melihat efek potensial terhadap proses dan hasil belajar siswa.
Berdasarkan saran-saran dari validator dan hasil uji coba one-to-one, maka produk
dari desain prototype 1 ini direvisi guna memperoleh materi ajar yang lebih baik sebagai
prototype 2. Berikut hasil validasi perubahan revisi berdasarkan hasil validasi dan uji coba
one-to-one.
Tabel 2. Hasil validasi prototype 1 pada Lembar Aktivitas Siswa
No.
Aspek yang
dinilai
Skor rata-
rata
Kategori
V1
V2
V3
1
Content
4,3
4,3
4,3
4,3
Sangat Baik
2
Konstruk
3,9
4,1
4,2
4,1
Baik
3
Bahasa
3,5
4
3,8
3,78
Baik
Rata-rata
4,1
Baik
Tabel 3. Saran dan perbaikan materi ajar dari validator
Saran
Perbaikan
1. Pertanyaan masih bersifat umum
1. Memperbaiki pertanyaannya dibuat lebih rinci
2. Permasalahan yang disajikan harus
mendukung materi utama
2. Memperbaiki permasalahan disesuaikan
dengan materi utama
3. LAS mampu menjelaskan materi
yang sulit dan mempermudah
pemahaman konsep
3. memperbaiki petunjuk pengerjaanya dibuat
secara bertahap, sesuia dengan langkah-
langkah pembelajaran Problem Based
Learning
4. Informasi kepada siswa dibuat lebih
sederhana hingga lebih mudah
dipahami
4. Memperbaiki kata-kata yang asing dan
menggati dengan lebih sederhana
5. Keterangan gambar perlu diperjelas
5. Memperbaiki gambar dan memberikan
penjelasan pada tiap gambar
6. Setiap permasalahan disesuaikan
dengan tujuan pembelajaran.
6. Memperbaiki permasalahan yang disesuaikan
dengan tujuan pembelajaran
7. Petunjuk pengerjaan sebaiknya
ditempatkan sebelum soal/permasalah
7. Petunjuk pengerjaan sebaiknya ditempatkan
sebelum soal/permasalahan
8. Kalimat dalam soal dan pertanyaan
lebih ringkas agar mudah dipahami
8. Memperbaikan pengguna kalimat yang lebih
sederhana agar lebih mudah dipahami
9. Penggunaan tanda baca disesuaikan
dengan EYD
9. Memperbaiki tanda baca sesuai dengan EYD
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Aritmatika Sosial Berbasis
Problem Based Learning
102
Tabel 4. Komentar dan perbaikan dari one-to-one
Komentar/Permasalahan
Perbaikan
LAS I
Permasalahn 1
Gambar jelas kalimat keterangannya bertele-tele
Pertanyaan tidak bertele-tele
Tidak usah banyak kotak-kotak dalam tiap
jawaban
Gambar dipertahankan, kalimat
keterangannya diperbaiki
Kalimat disederhanakan
Hanya dibuat satu kotak saja
Permasalahan 2
Soal kurang jelas, sebaiknya diberikan gambar
supaya lebih mudah dalam menjawabnya
Pertanyaan a,b,c tidak usah dimuat dalam
permasalahan
Permasalahan diubah dari kalimat
menjadi gambar
Disusun lebih sederhana sebagai
petunjuk pengerjaannya
Permasalahan 3
Kalimatnya kurang jelas dan terlalu panjang
Untuk permasalahan a,b,c d dijadikan satu
sebagai petunjuk pengerjaan soal
LAS II
Permasalahan 1, permasalahan 2 dan
permasalahan 3. Komentar mereka Adalah
permasalahan atau pertanyaannnya yang
diberikan kalimatnya tidak usah bertele-tele
Kalimattnya disederhanakan ,
tempat menjawab soal tiap
langkahnya dijadikan satu
Kalimat disederhanakan
Pada tahap ini, prototype 1 direvisi sehingga menghasilkan prototype 2
Ruslan Ridwan, Zulkardi, & Darmawijoyo
103
Prototype 2 yang dihasilkan berdasarkan saran dan masukkan dari expert review dan
one-to-one diuji coba pada small group (kelompok kecil) masukkan dari siswa, maka desain
prototype 2 direvisi untuk memperbaiki kekurangan untuk menghasilkan prototype 3. Berikut
revisi berdasarkan hasil uji coba small group.
Tabel 5. Komentar siswa dan keputusan perbaikan
Komentar
Perbaikan
LAS I
Permasalahan 1
Ganbar yang disajikan sudah jelas,
pertanyaan no.d, e, dan f kalimatnya
masih belum dipahami
Pertanyaan no d, e, dan f diperbaiki.
Permasalahan 2
Gambar sudah jelas, kalimatnya terlalu
panjang, dan sebaiknya dibuat
petunjuk kerja saja. Perintah harga beli
atau harga jual
Permasalahan 3
Soalnya terlalu panjang, dan bertele-
tele
Kalimatnya diperjelas, petunjuk dibuat
satu diawal LAS
Soal disingkat dan dibuat sebagai
petunjuk pengerjaan
LAS 2
Permasalahan 1, permasalahan 2, dan
permasalahan 3.
Soalnya terlalu panjang. sebaiknya
dibuat petunjuk pengerjaan supaya
mudah diselesaikan
Kalimat yang digunakan lebih
sederhana, dan petunjuk pengerjaan
diletakkan pada awal LAS.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Aritmatika Sosial Berbasis
Problem Based Learning
104
Hasil small group pada desain pengembangan perangkat pembelajaran aritmatika sosial
prototipe II dijadikan dasar untuk merevisi prototipe II untuk memperoleh prototipe III
sebagai produk prototipe akhir, yang valid dan praktis.
Field Test
Pengembangan perangkat pembelajaran ini diujicobakan sebanyak 4 kali pertemuan
untuk tes dua kali dan untuk pembelajaran dua kali. Proses pembelajaran dilaksanakan dari
pada bulan tanggal 5 - 23 Maret 2015 di kelas VII.1 SMP Negeri 1 Muaradua Kabupaten
Ogan Komering Ulu Selatan dengan jumlah siswa 32 orang tapi ketika penelitian ada satu
orang yang tidak hadir jadi subjek penelitian 31 orang yang dibagi menjadi 6 kelompok yang
beranggotakan 5 atau 6 orang tiap kelompoknya. Sebelum melaksanakan peneliti mengadakan
sosialisasi tentang pembelajaran berbasis PBL. Tujuannya agar siswa lebih siap dalam
mengikuti pembelajaran. Proses pembelajaran sebanyak empat kali pertemuan; pertemuan
Ruslan Ridwan, Zulkardi, & Darmawijoyo
105
pertama pre test, pertemuan kedua dan ketiga proses pembelajaran, dan ke empat
mengerjakan post test dan pengisian angket tentang respon siswa terhadap pembelajaran.
Pada tahap ini berisikan uji kepraktisan dan keefektifan. Prosedur kegiatan field test
diawali dengan membagikan 2 rangkap LAS pada setiap kelompok yang akan dikerjakan
siswa secara berkelompok dengan lima langkah pembelajaran PBL yaitu Fase 1 Orientasi
peserta didik kepada masalah Fase 2 Mengorganisasikan peserta didik Fase 3 Membimbing
penyelidikan individu dan kelompok Fase 4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Fase 5 Menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
Observasi aktivitas siswa dalam pembelajaran pertemuan pertama berlangsung pada
tanggal 12 Maret 2015 dengan jumlah subjek penelitian 31 siswa dari 32 siswa karena ada 1
siswa tidak hadir dikarenakan sakit. Dan pertemuan kedua 14 Maret 2015 Pada saat field test,
setiap kelompok diberikan 2 rangkap LAS tiap kelompok yang akan dikerjakan siswa secara
berkelompok dengan menggunakan fase-fase pembelajaran berbasis PBL. Adapun hasil dari
penilai observasi aktivitas belajar untuk penilaian aktivitas dalam proses pembelajaran tiap
pertemuan disajikan dalam tabel 6.
Tabel 6. hasil observasi aktivitas pembelajaran berbasis PBL
No
Aspek
LKS I
(%)
LKS II
(%)
Rata-rata
(%)
1
Orientasi peserta didik kepada masalah
83,33
87,5
85,42
2
Mengorganisasikan peserta didik
79,17
85,42
82,29
3
Membimbing penyelidikan individu dan
kelompok
75
81,25
78,13
4
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
75
85,42
80,21
5
Menganalisa dan mengevaluasi proses
pemecahan masalah
77,08
83,33
80,21
Rata-Rata
77,92
84,58
81,25
Hasil dan Analisis Penilaian Kemampuan pemecahan Masalah
Setelah proses pembelajaran aritmatika berbasis PBL, siswa diberikan soal tes yang
digunakan untuk mengetahui efek potensial terhadap kemampuan pemecahan masalah
matematika. Karena salh satu tujuan dari pembelajaran dengan menggunakan PBL menurut
Arends (2004), Hmelo-Silver (2004) dan Kemendiknas (2014) adalah membangun
pemecahan masalah secara efektif. Oleh sebab itu penyelesai tiap soal dianalisis berdasarkan
indikator pemecahan masalah, menurut Wardhani (2010) ada 6 indikator yang akan dicermati
dalam pengukuran pemecahan masalah, yaitu indikator 1 menunjukan pemahaman masalah,
indikator 2 mengorganisasi data dan memilih informasi yang tepat dalam berbagai bentuk,
indikator 3 menyajikan masalah secara matematik dalam berbagai bentuk, indikator 4
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Aritmatika Sosial Berbasis
Problem Based Learning
106
memilih pendekatan dan metode pemecahan masalah, indikator 5 membuat dan menafsirkan
model matematika dari sautu masalah dan indikator 6 mengembangkan strategi pemecahan
masalah. Indikator tersebut merupakan satu kesatuan dalam mengukuran kemampuan siswa
memecahkan masalah. Sehingga apabila siswa dikatakan mampu memecahkan masalah
dengan baik bila semua tolok ukur yang dirumuskan pada indikator 1 sampai dengan 6 dapat
terpenuhi.
Hasil analisis kemampuan siswa dalam pemecahan masalah pada saat pre test dapat
dilihat pasa tabel 7.
Tabel 7. Kemampuan pemecahan masalah siswa pada tahap pre test
Indikator
Soal / rata-rata
Jumlah
Rata-
Rata
Kategori
1
2
3
4
5
1
78
82
68
56
35
319
64
Baik
2
78
81
65
54
33
311
62
Baik
3
78
81
65
54
33
311
62
Baik
4
68
29
31
27
17
172
34
Cukup
5
68
28
29
27
15
167
33
Cukup
6
69
27
28
27
15
166
33
Cukup
Jumlah
439
328
286
245
148
1446
241
Cukup
Rata-Rata
73
55
48
41
25
241
48
Sedangkan hasil analisis kemampuan siswa dalam pemecahan masalah pada saat post
test dapat dilihat pasa tabel 8.
Tabel 8. Kemampuan pemecahan masalah siswa pada tahap post test
Indikator
Soal / rata-rata
Jumlah
Rata-
Rata
Kategori
1
2
3
4
5
1
96
91
96
92
81
456
91
Sangat Baik
2
95
89
94
88
81
447
89
Sangat Baik
3
94
90
93
85
76
438
88
Sangat Baik
4
89
67
88
68
61
373
75
Baik
5
86
62
80
60
58
346
69
Baik
6
85
60
84
62
59
351
70
Baik
Jumlah
546
459
535
455
416
2411
482
Sangat Baik
Rata-Rata
91
76
89
76
69
401
80
Hasil dan Analisis Respon Siswa Terhadap Pembelajaran
Respon siswa terhadap kegiatan belajar mengajar dengan pembelajaran berbasis PBL
dengan tugas mengerjakan LAS pokok bahasan aritmatika sosial diperoleh dengan
menggunakan angket respon siswa. Angket respon ini diberikan kepada siswa setelah proses
pembelajaran selesai dilaksanakan. Siswa diminta untuk mejawab dan memberi pendapat
secara jujur dan dalam kondisi tidak tertekan.
Ruslan Ridwan, Zulkardi, & Darmawijoyo
107
Tabel 9. Hasil rekapitulasi respon siswa
No
Uraian
Respon Siswa
I
Bagaimanakah pendapat anda terhadap
komponen berikut ini:
Senang
Tidak senang
%
%
a. Topik Matematika yang dipelajari
90,3
9,7
b. Lembar Aktivitas Siswa / Materi ajar siswa
100
0
c. Langkahlangkah pembelajarannya
100
0
d. Model dan metode pembelajaran
93,5
6,5
e. Cara guru mengajar
100
0
f. Suasana belajar yang dilatihkan guru
96,8
3,2
g. Cara menyajikan materi di Media
Pembelajaran yang digunakan
96,8
3,2
Rata-rata
96,8
3,2
II
Apakah anda merasa baru terhadap
komponen berikut ini
Hal baru(%)
Hal tidak
baru (%)
a. Topik Mateatika yang dipelajari
61,3
38,7
b. Langkah-langkah pembelajarannya
83,9
16,1
c. Lembar Aktivitas Siswa
96,8
3,2
d. Model dan metode pembelajaran
87,1
12,9
e. Cara guru mengajar
100
0
f. Suasana belajar yang dilatihkan guru
83,9
16,1
g. Cara menyajikan materi Media Pembelajaran
yang digunakan
74,2
25,8
Rata-rata
83,9
16,1
III
Bagaimanakah pendapat anda terhadap
Lembar Aktivitas Siswa menarik?
Ya(%)
Tidak(%)
a. Apakah bahasanya mudah dimengerti?
80,6
19,6
b. Apakah materi ajar dan LAS menarik?
100
0
c. Apakah gambar-gambar dalam LAS menarik?
90,3
9,7
d. Apakah kegiatan-kegiatan yang ada dalam
LAS menarik?
100
0
e. Apakah penampilan materi ajar dan LAS
menarik?
96,8
3,2
Rata-rata
93,5
6,5
IV
Bagaimanakah pendapat anda terhadap:
Mudah(%)
Sulit(%)
a. Penjelasan guru terhadap materi yang
dipelajari?
87,1
12,9
b. Bimbingan yang dilakukan guru pada saat
pembelajaran?
93,5
6,5
Rata-rata
90,3
9,7
V
Apakah anda berminat mengikuti kegiatan
pembelajaran seperti kegiatan yang anda ikuti
saat ini untuk topik-topik selanjutnya?
Berminat
Tidak
berminat
%
%
100
0
Rata-rata
100
0
Rata-rata total
92,9
7,1
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Aritmatika Sosial Berbasis
Problem Based Learning
108
Pembahasan
Hasil Validasi dan Hasil Kepraktisan Perangkat Pembelajaran Aritmatika Sosial
Berbasis PBL
Hasil validasi LAS dalam tabel 2 menjelaskan bahwa hasil validasi LAS yang disusun
meliputi konten, konstruk dan bahasa mendapatkan nilai rata-rata 4,1 dengan kategori Baik
dan dapat digunakan dengan beberapa revisi sesuai dengan saran yang dberikan oleh validator
yang terdapat pada tabel 3. setelah LAS diperbaiki berdasarkan saran dari validator maka
LAS yang disusun sudah dikatakan Valid, dan untuk melihat kepraktisan penggunaan LAS
dalam proses pembajaran LAS diujicobakan juga kepada tiga orang siswa dan kemudian
ujicobakan pada enam orang siswa kelas VII SMP Negeri 1 Muaradua, bukan dari kelas
subjek penelitian pada tahap one-to-one dan tahap small group. Pada tahap ini siswa diberikan
sesuai dengan tahapan pada proses pembalajaran di kelas, pada langkah ini siswa dibimbing
dalam pengerjaan LAS, dan tiap siswa diminta tanggapan tentang keterbacaan LAS, dari
keterbacaan siswa yang meliputi kemudahan dan kesulitan dalam pengerjaan LAS. Pada tahap
ini LAS yang diujicobakan terhadap siswa didapatkanlah komentar mereka baik keunggulan
pada LAS yang harus dipertahankan maupun kendala atau kesulitan dalam mengerjakan LAS
yang akan diperbaiki, komentar dan perbaikan terdapat dalam tabel 4.
Setelah LAS diperbaiki sesuai dengan saran validator maka LAS yang disusun dapat
dinyatakan Valid, hal ini berdasarkan pendapat Arikunto (2010: 211) yang menyatakan bahwa
suatu instrumen yang valid atau shahih mempuyai validitas tinggi. Sebaliknya instrumen yang
kurang valid berartti memiliki validitas rendah. Dan dari komentar siswa, maka perangkat
pembalajaran diperbaiki sesuai dengan komentar yang terdapat dalam tabel 5. Perbaikan pada
tahap one-to-one maka LAS kembali diujicobakan kepada enam orang siswa pada tahap small
group. Pada tahap ini pelaksanaannya sama seperti pelaksanaan dikelas untuk mengetahui
waktu yang dibutuhkan dalam proses pembelajaran, kendala yang akan terjadi pada saat
penelitian berlangsung, pada tahap ini diberikan LAS yang telah diperbaiki sesuai dengan
saran dari validator dan komentar dari siswa pada tahap one-to-one. Setelah pembelajaran
berlangsung siswa diminta unutk berkomentar tentang kelebihan dan kekurangan kualitas
LAS yang mereka kerjakan, komentar yang diberikan oleh siswa pada tahap small group
dipelajari dan diperbaiki, komentar dan perbaikan terdapat dalam tabel 6 dan setelah LAS
diperbaiki.
Setelah LAS diperbaiki maka perangkat pembelajaran dapat diperggunakan dalam
proses pembelajaran dan LAS yang digunakan pada tahap field test sudah praktis. Menurut
Ruslan Ridwan, Zulkardi, & Darmawijoyo
109
Akker (1999) suatu perangkat pembelajaran dalam hal ini adalah LAS dikatakan memenuhi
praktis jika dipenuhi: 1) para ahli dan praktisi menyatakan bahwa apa yang dikembangkan
dapat diterapkan. 2) Kenyataaan menunjukan bahwa apa yang dikembangkan tersebut dapat
digunakan. Sehingga penggunaan LAS yang praktis dapat memudahkan siswa dalam proses
pembelajaran, terutama untuk melatih kemampuan siswa dalam pemecahan masalah, karena
dalam LAS siswa diminta untuk menyelesaikan permasalahan dengan menggunakan langkah-
langkah berbasis PBL.
Pembahasan Praktis Perangkat Pembelajaran Aritmatika Sosial
Perangkat pembelajaran aritmatika berbasis PBL dikatakan praktis tergambar dari hasil
observasi melalui proses ujicoba dimulai dari one-to-one, small group dan field tes dimana
siswa dapat menyelesaikan Lembar Aktivitas Siswa (LAS) dan soal-soal tes dengan baik.
Menurut Indaryati (2008) kepraktisan adalah dapat terpakainya perangkat pembelajaran oleh
siswa yang dinilai dengan melakukan observasi. Untuk membuktikan perangkat pembelajaran
adalah praktis berdasarkan hasil observasi dan analisis data adalah sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil learning log (komentar siswa), pada saat small group komentar dari
Zainab: ‘’perasaan saya di saat mengerjakan soal sangat menantang, konsepnya di
mergerti soal dalam kehidupan sehari hari” komentar ini mengidentifikasi bahwa
pembelajaran menggunakan LAS membuat anak anak memahami dan menemukan sendiri
pemecahan masalah yang dihadapi
2. Komentar dari Aisyah:”saya lebih banyak mendapatkan pengalaman karena melatih
penalaran dalam pemecahan masalah, dan ini tentang dalam kehidupan sehari-hari. Hal-
hal yang baru dalam mencari diskon cukup menantang dan soalnya susah dipahami. Soal
pre test dan post test dari awal sampai akhir. Komentar ini menggambarkan bahwa
instrumen yang dikembangkan menuntut berpikir tingkat tinggi dalam pemecahan
masalah. Instrumen penilaian kognitif sudah jelas untuk dikerjakan
3. Berdasarkan hasil observasi field test pelaksanaannya sudah melalui langkah-langkah
pembelajaran yaitu fase 1 orientasi peserta didik kepada masalah, fase 2
mengorganisasikan peserta didik, fase 3 membimbing penyelidikan individu dan
kelompok, fase 4 mengembangkan dan menyajikan hasil karya, fase 5 menganalisa dan
mengevaluasikan proses pemecahan masalah (Arends, 2008; kemendiknas, 2014). Dan
dari hasil aktivitas belajar siswa pada saat pembelajaran dalam mengerjakan permasalahan
pada LAS mendapatkan kategori baik
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Aritmatika Sosial Berbasis
Problem Based Learning
110
4. Hasil penilaian dan observasi siswa untuk kemampuan kognitif (knowledge) pada field test
pada saat pre test mendapat kriteria cukup tapi setelah proses belajar mengajar penilaian
kemampuan pemecahan masalah siswa mencapai kriteria sangat memuaskan.
5. Hasil dari angket yang diberikan kepada siswa untuk menilai respon terhadap
pembelajaran berbasis PBL antara lain dari proses pembelajaran 96,8% siswa merasa
senang, cara dan suasana pembelajaran dengan PBL 83,9% merupakan cara dan suasana
yang baru, LAS yang dikerjakan pada proses pembelajaran 93,5 % menarik, bimbingan
pada saat pembelajaran 90,3% merasa mudah karena dilengkapi petunjuk pengerjaannya,
dan respon siswa ketika mengikuti pelajaran 100% berminat. Dari hasil angket ini dapat
disimpulkan bahwa rata-rata 92,9% mempunyai respon yang positif terhadap
pembelajaran materi aritmatika sosial berbasis PBL.
Efek Potensial Perangkat Pembelajaran Berbasis PBL Terhadap Kemampuan
Pemecahan Masalah
Prototype perangkat pembelajaran sudah dikategorikan valid dan praktis, ujicoba
kepada subjek penelitian yaitu siswa kelas VII.1 SMP Negeri 1 Muaradua. Berdasarkan hasil
yang sudah dibahas sebelumnya, dari proses prototipe perangkat pembelajaran berbasis PBL
yang dikembangkan meliputi RPP, LAS dan instrumen penilaian untuk materi aritmatika
sosial sudah dikategorikan valid dan praktis. Dan berdasarkan hasil observasi bahwa aktivitas
siswa pada proses pembelajaran. Pelaksanaan pembelajaran matematika berbasis PBL dengan
tugas menyelesaikan tiap permasalahan yang diberikan pada LAS untuk materi aritmatika
sosial. Menurut Barrow dalam Arend (2004: 392) prinsip utama dari PBL adalah pemecahan
masalah yang otentik. Masalah yang diberikan merupakan stimulus awal dan kerangka utama
proses pembelajaran. Berdasarkan data bahwa aktivitas siswa kelas VII.1 selama
pembelajaran dikategorikan baik. Hal ini menggambarkan bahwa aktivitas siswa setelah
mengerjakan LAS telah sesuai dengan tahap-tahap pembelajaran berbasis PBL. Hasil dari
observasi dari lima fase pembelajaran berbasis PBL yaitu fase 1 orientasi peserta didik kepada
masalah dari dua pertemuan memperoleh rata-rata 85,45%, fase 2 mengorganisasikan peserta
didik dari pertemuan kedua memperoleh 82,29%, fase 3 membimbing penyelidikan individu
dan kelompok memperoleh 78,13%, fase 4 mengembangkan dan menyajikan hasil karya rata-
rata 80,21%, dan fase 5 menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah 80,21%.
Artinya siswa mampu menggunakan strategi pemecahan masalah dengan menggunakan PBL
dalam penyelesaiannya.
Ruslan Ridwan, Zulkardi, & Darmawijoyo
111
Kemampuan pemecahan masalah dalam pembelajaran menggunakan PBL berfokus
pada kemampuan siswa untuk menerapkan pengetahuan dan skiil dalam pemecahan masalah.
Maka dari observasi pembelajaran desain produk yang dilakukan secara berkelompok namun
dalam hal ini kemampuan (skill) atau penilaian psikomotor siswa dalam pembelajaran
kelompok yang dinilai. Menurut Glasgow dalam Seameo (2004) mengkategorikan strategi
penilaian dalam tiga bidang konten, proses dan hasil. penawaran konten dengan pengetahuan
dan siswa memperoleh, dari saat proses berfokus pada kemampuan siswa untuk menerapkan
pengetahuan dan skiil dalam pemecahan masalah. hasil penilaian melibatkan desain produk
siswa yang menunjukkan kombinasi mereka dari konten sebuah aplikasi baru pengetahuan.
Dari hasil kemampuan penilaian kognitif bahwa hasil belajar siswa 48,4% dengan kategori
kurang dan 29% ketegori sangat kurang dengan rata-rata kemampuan pemecahan masalahnya
48 dengan kategori cukup, hal ini dikarenakan sebagian besar siswa belum tahu cara
memecahkan masalah, sehingga siswa banyak merasa kesulitan. Untuk hasil post test 45,16
jategori sangat baik, 32,26 kategori hasil belajar baik dan kemampuan pemecahan masalah
sangat baik karena nilai rata-rata 80. Sebagian besar siswa mampu menyelesaikan soal-soal
yang diberikan berdasarkan langkah-langkah pemecahan masalah.
Dari hasil observasi penilaian psikomotor dengan mengembangkan empat indikator dan
4 kriteria penilaian berdasarkan langkah-langkah operasional PBL menurut Kemendiknas
(2014). Adapun hasil observasi penilaian psikomotor adalah sebagai mana terlihat bahwa
pada pertemuan didapat indikator pertama kemampuan mengungkapkan pendapat dan ide dan
tanggapan tetang konsep mendapat nilai 86,29 dengan kategori sangat baik artinya siswa sangat aktif
mengunkapkan pendapat dan ide dengan tepat dan mampu memberkan tanggapandengan
konsep dasar materi yang sedang diajarkan, pada indikator kedua Kemampuan membuat
pertanyaan dalam menentukan konsep dasas rata-rata 78,6 artinya siswa aktif membuat
pertanyaan tetapi belum mengarah pada konsep. Pada indikator ketiga Kemampuan
menggembangkan pengetahuan dasar yang dimiliki dan mampu menggunakan langkah-langkah PBL
dalam menyelesaikan tiap permasalahan dasar rata-rata 75,81 artinya siswa sudah terampil dalam
mengembangkan pengetahuan dasar yang dimiliki tetapi ada kesalahan dalam menyelesaikan
setiap permasalahan. Sedangkan pada indikator keempat yaitu 4 Kemampuan mempresentasikan
tiap permasalahan rata-rata 79 artinya Mampu mempresentasikan tiap tetapi dalam penyampaiannya
bahasa yang kurang dimengerti. Dan rata-rata hasil belajar siswa pada aspek penilaian
psikomotor mencapai rata-rata 83,3 kategori baik. Untuk kemampuan afektif (attitude) untuk
sikap kerjasama dan inisiatif sebagian besar mendapatkan kategori baik dan sangat baik
artinya pada pembelajaran siswa mempuyai sikap yang baik dalam proses pembelajaran. Dan
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Aritmatika Sosial Berbasis
Problem Based Learning
112
untuk penilaian psikomotor dan penilaian afektif mencapai kategori baik dan sangat baik
karena respon siswa pada saat belajar sangat positif . dan penilaian diri mereka berdasarkan
kemampuan pemahaman materi, kemampuan proses,kemampuan penalaran, pembelajaran
mandiri mempuyai kemampuan yang baik yaitu rata-rata mencapai 79,9.
Hasil penelitian yang telah dilaksanakan berdasarkan observasi menghasilkan bahwa
perangkat pembelajaran berbasis PBL dengan Lembar Aktivitas Siswa (LAS) sebagai
aktivitas belajar dapat melatih kemampuan pemecahan masalah dengan belajar secara
berkelompok dengan mengembangkan kerjasama. Hal ini sesuai pendapat Hmelo-Silver
(2004: 240-241) mengatakan kompetensi siswa menjadi tujuan pembelajaran PBL
diantaranya adalah membangun keterampilan memecakan masalah secara efektif. Masalah
dalam kehidupan nyata yang dibawa kedalam kelas pada strategi PBL harus dicari solusi
dengan cara karya ilmiah, membangun keterampilan belajar berkelanjutan, strategi
metakognitif untuk membangun keterampilan belajar secara berkelanjutan , yaitu belajar
secara mandiri untuk memecah masalah dalam kehidupan sehari-hari, menumbuhkan
kemampuan berkolaborasi, salah satu karakteristik strategi PBL adalah adanya siswa yang
bekerjasama dengan yang lainnya, bisa secara berpasangan atau dalam kelompok kecil,
bekerjasama dalam melatih keterampilan sosial, menumbuhkan motivasi intrinsik. Motivasi
intrinsik akan tumbuh dalam diri siswa bila apa yang dia pelajari siswa berkaitan dengan apa
yang disukai dan terkait dalam kehidupan sehari-hari.
SIMPULAN DAN SARAN
Penelitian ini telah menghasilkan suatu produk perangkat pembalajaran matematika
berbasis Problem Based Learning yang dapat melatih kemampuan pemecahan masalah siswa.
Berdasarkan hasil penelitan maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Perangkat pembelajaran berbasis Problem Based Learning pada materi aritmatika sosial
yang dikembangkan dalam penelitian ini, dikategorikan valid, praktis. Prototype
perangkat pembelajaran dikategori valid dan praktis. Valid tergambar dari hasil penilaian
validator, dimana semua validator menyatakan baik berdasarkan konten, sesuai dengan
standar kompetensi menggunakan bentuk aljabar, persamaan dan pertidaksamaan linear
satu variabel, dan perbandingan dalam pemecahan masalah dan kompetensi dasar
menggunakan konsep aljabar dalam menyelesaikan masalah aritmatika sosial sederhana.
Konstruk sesuai dengan langkah-langkah pembalajaran berbasis Problem Based Learning
dan bahasa sesuai denga kaidah bahasa yang berlaku/EYD. Praktis tergambar dari hasil
uji coba, dimana siswa dapat menggunakan perangkat pembelajaran dengan baik.
Ruslan Ridwan, Zulkardi, & Darmawijoyo
113
2. Berdasarkan proses pengemabangan diperoleh juga bahwa prototipe perangkat
pembealajaran yang dikembangkan memiliki efek potensial terhadap kemampuan
pemecahan masalah, dimana hasil tes kemampuan pemecahan masalah siswa untuk
kategori sangat baik 45,16%, kategori baik 32,26% dan kategori cukup 22,58%.
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan, maka peneliti dapat menyarankan hal-hal
sebagai berikut:
1. bagi siswa dalam belajar dengan menggunakan perangkat pembelajaran matematika
berbasis PBL diharapkan dapat memberikan suasana baru, memperkaya pengalaman
belajar, dan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dalam pembelajaran
matematika.
2. Bagi guru matematika, dapat menggunakan perangkat pembelajaran berbasis PBL yang
telah dibuat pada materi aritmatika sosial, sebagai alternatif pembelajaran sehingga dapat
digunakan untuk melatih kemampuan pemecahan masalah siswa terhadap pembelajaran
matematika, dan dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran matematika disekolah
3. Bagi sekolah, hendaknya lebih mengapresiasi dan memperkaya variasi pembelajaran
khususnya untuk melatih kemampuan pemecahan masalah siswa yang mengacu pada
prinsip belajar PBL sesuai dengan tuntutan KTSP karena dapat memotivasi siswa untuk
belajar memecahkan masalah dengan strategi sendiri sehingga menimbulkan kepercayaan
diri.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2009). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Azimi & Edi. (2013). Upaya Meningkatkan Tahap Berpikir Siswa pada Materi Garis
Singgung Persekutuan Dua Lingkaran Melalui Pembelajaran Geometri Van-Hiele Kelas
VIII di NW Lepak. (Online) http://jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel14D4BFEC
1BF62FD345DDDEE0D92C16B8.pdf, diakses tanggal 5 Maret 2015.
Beckmann, A. (2010). Learning Mathematic Through Scientific Contents and Methods.
Germany: University of Education Schwabisch Gmund.
Betz, F. (2011). Origin of Scientific Method. LLC: Springer.
Depdiknas. (2008). Panduan Pengembangan Bahan Ajar. Direktorat Jenderal Manajemen
Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas.
Djaali & Pudji Muljono. (20080. Pengukuran dalam Bidang Pendidikan. Jakarta : PT.
Grasindo.
Fauziah, R., Abdullah, A. G., & Hakim, D. L. (2013). Pembelajaran Saintifik Elektronika
Dasar Berorientasi Pembelajaran Berbasis Masalah. INVOTEC, 165-178
Fitriasari, P. (2013). Pengembangan LKS Berbasis Konstrukvivisme Materi Garis Singgung
Lingkaran Berbantuan Geogebra untuk Kelas VIII SMP. Tesis Pendidikan Matematika
Pps UNSRI.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Aritmatika Sosial Berbasis
Problem Based Learning
114
Gunawan (Widyaiswara PPPPTK BOE Malang). (online). http:// www.
vedcmalang.com/pppptkboemlg/index.php/artikel-coba-2/edukasi/472 pendidikan -
matematika-realistik-di-sekolah-dasar-sd.
Handayani. S. (2013). Pengembangan Lembar Kerja Siswa (LKS) untuk Pembelajaran
Berbasis Masalah Pokok Bahasan Barisan dan Deret Pada Siswa Kelas XII Sekolah
Menengah Atas. Tesis Pendidikan Matematika. Pps Unsri.
Hayat & Yusuf. (2010). Mutu pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Hasratuddin. (2013). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP Melalui
Pendekatan Matematika Realistik. Jurnal Pendidikan Matematika (JPM), Volume 4, No
2, Desember 2010.
Husamah & Setyaningrum. (2013). Desain Pembelajaran Berbasis Pencapaian Kompetensi
Panduan Merancang Pembelajaran untuk Mendukung Implementasi Kurikulum 2013.
Jakarta. Prestasi Pustakaraya.
Kemendikbud. (2013). Rembuknas Arahan Menteri Pendidikan Nasional dan Kebudyaan
RI. (PPT).Sawangan.
Kemdikbud. (20130. Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013.
Kesumawati, N. (2008). Pemahaman Konsep Matematik dalam Pembelajaran Matematika.
Tersedia: http://eprints.uny.ac.id/6928/1/P-18%20Pendidikan(Nila%20K).pdf. Diakses
pada tanggal 8 Desember 2013
Kurnik, Z. (2008). The Scientific Approach to Teaching Math. Metodika, 17(2): 421-432.
Manfaat, B. (2010). Membumikan Matematika Dari Kampus ke Kampung. Cirebon:
Eduvision Publishing.
Marhamah. (2009). Pengembangan materi ajar pecahan dengan pendekatan PMRI. Tesis.
Palembang: Universitas Sriwijaya
Mulbasari, Septiani, dkk. (2013). Pengembangan Bahan Ajar Matematika Bangun Ruang Sisi
Datar Berbasi Inquiry untuk Siswa SMP. Jurnal Edukasi Matematika (EDUMAT),
Volume 4, No 8, November 2013.
Nurhayati. (2013). Pengembangan Bahan Ajar Turunan Fungsi Melalui Pendekatan
Konstruktivisme Di Sekolah Menengah Atas. Jurnal Edukasi Matematika (EDUMAT),
Volume 4, No 8, November 2013.
OECD. (2013). PISA 2013 Assesment and Analytical Fremwork Mathematics Reading
Science Problem Solving And Financial Literacy. Paris: OECD.
Permendikbud. (2013). Lampiran IV Implementasi Kurikulum Pedoman Umum
Pembelajaran.
Prastowo, A. (2011). Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif. Jogjakarta. DIVA.
Press.
Rezeki. (2012). Pengembangan Bahan Ajar Pokok Bahasan Garis Singung Lingkaran
Berbasis Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI). Tesis
Pendidikan Matematika Pps UNSRI.
Ridwan. (2010). Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian. Bandung: Alfabeta
Rohani, S. (2010). Analisis Kesalahan Siswa Dalam Menyelesaikan Soal-soal Pokok Bahasan
Garis Singgung Lingkaran Pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP MTA
Gemolong Tahun Ajaran 2008/2009. FKIP UNS. (online)
http://library.uns.ac.id/dglib/pengguna.php?mn=showview&id=13118.
Septaliana. T. (2012). Pengembangan Bahan Ajar Bangun Datar Segiempat Menggunakan
Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Siswa Sekolah Menengah Pertama.
Tesis Pendidikan Matematika. Pps Unsri.
Stacey, K. (2010). The PISA View of Mathematical Literacy in Indonesia . Journal on
Mathematics Education (Indo MS-JME).July 2011. Volume 2.
Ruslan Ridwan, Zulkardi, & Darmawijoyo
115
Sembiring, R. K. (2010). Pendidikan Matematika Realistik Perkembangan dan Tantangan.
Journal on Mathematic Education (IndoMS-JME). July 2010, Volume 1.
Sepdoni, R. (2013). Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) untuk Meningkatkan
Prestasi Belajar Siswa Kelas VIII-E SMP Negeri 3 Malinau Barat Pada Materi Garis
Singgung Lingkaran. FMIPA UNM. http://jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelF
A4B198A440531A3C2763A D4209669EF.pdf, diakses tanggal 27 Maret 2015.
Sumarno. (2007). Pengembangan Bahan Ajar. Modul Diklat Widyaiswara Lembaga
Administrasi Negara: Jakarta.
SISDIKNAS. (2003). Tentang Tujuaan Pendidikan Nasional. Republik Indonesia.
Tesmer, M. (1993). Planing And Conducting Formative Evaluations: Improving The Quality
of Education And Training. London: Kogan page.
Wardhani, S. (2005). Pembelajaran dan Penilaian Hasil Belajar Matetika SMP Aspek
Pemahaman Konsep, Penalaran dan Komunikasi Pemecahan Masalah. PPPG
Matematika. Yogyakarta.
Wulandari, S. (2012). Refleksi Pengajaran Matematika Di Sekolah. LIMAS. PPPPTK
Yogyakarta. Edisi No 30, November 2012.
Zulkardi. (2002). Developing A Learning Environment on RME for Indonesian Student
Teachers. Doctoral Dissertation. Enschede: University of twente.
Tersedia:http://projects.edte.utwente.nl/cascade/imei/dissertation/disertasi.html.
... (Source: Ridwan et al., 2016;Tessmer, 1993) Expert review is an expert test that provides assessments and recommendations from specialists regarding the accuracy of the game, content, and history. The scope addressed at this stage included content, design, and technical quality (Hamdunah et al., 2016;Tessmer, 1993). ...
Article
Full-text available
Abstrak:Secara umum pembelajaran Matematika dan Fisika masih dirasakan sulit bagi mahasiswa. Hal ini karena minat belajar mahasiswa pada kedua mata kuliah tersebut masih rendah. Hal ini dikarenakan metode pembelajaran yang monoton, dan penggunaan media yang terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan minat belajar mahasiswa pada mata kuliah matematika dan fisika dengan mengembangkan media pembelajaran berbasis game edukasi yang bertemakan kearifan lokal "orang Lom," yaitu "Lom’s Ethnic Journey". Metode penelitian yang digunakan adalah design research meliputi expert review, one-to-one, small group, dan field test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa game edukasi ini telah terbukti valid, praktis, dan memiliki efek potensial. Dari hasil efek potensial diperoleh user acceptance sebesar 86 persen dapat diterima dengan baik tanpa kendala saat digunakan di banyak jenis smartphone dan applicability organizational acceptance dalam peningkatan minat belajar mahasiswa sebesar 44 persen. Urutan minat belajar yang peningkatannya dari tertinggi ke terendah antara lain, adanya kemauan belajar, adanya pemusatan perhatian dan pikiran terhadap pembelajaran, adanya upaya yang dilakukan untuk merealisasikan keinginan untuk belajar, dan adanya perasaan senang mahasiswa dalam belajar.Abstract:Learning Mathematics and Physics is generally perceived as difficult for students, primarily due to low interest in these subjects. This is due to monotonous learning methods and limited use of media. This research aims to increase students' interest in mathematics and physics courses by developing educational game-based learning media with the theme of local wisdom "Lom people," namely "Lom's Ethnic Journey." The research method used was design research, which includes expert review, one-to-one, small group, and field tests. The study results show that this educational game has been proven valid and practical and has potential effects. The result of the potential effect is 86 percent of user acceptance, meaning it can be well received without problems when used in many types of smartphones. The implementation of organizational acceptance increased student interest in learning by 44 percent. The order of learning interest that increased from the highest to the lowest included the willingness to learn, the concentration of attention and mind on learning, the efforts made to realize the desire to learn, and the feeling of student happiness in learning.
... Vol. 11(2) (Retnawati, 2016). ...
Article
Soal olimpiade matematika merupakan jenis soal dalam ranah Higher Order Thinking Skill (HOTS). Di era sekarang peserta didik bukan hanya difokuskan untuk mampu berpikir kritis, tetapi juga harus mempunyai kemampuan literasi yang baik. Kemampuan literasi terkait budaya sekitar sangat diperlukan agar peserta didik dapat mengenal dan melestarikan budaya tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini ditujukan untuk; (1) Menghasilkan soal olimpiade matematika jenjang SMP sederajat materi kombinatorika dan peluang terintegrasi kebudayaan lokal Kudus yang valid untuk mengukur tingkat pemahaman peserta didik; (2) Menganalisis kesalahan umum peserta didik dalam menyelesaikan soal yang dikembangkan peneliti. Penelitian ini memakai metode pengembangan dengan model formative research yang meliputi empat tahapan, yakni tahap preliminary, self-evaluation, prototyping, dan field test. Subjek uji coba pada penelitian ini ialah 38 peserta didik SMP 1 Kudus kelas IX, dengan teknik pengumpulan datanya berupa tes tertulis serta wawancara. Hasil penelitian menunjukkan adanya respon yang baik terhadap soal yang dikembangkan peneliti, akan tetapi masih terdapat beberapa kesalahan umum peserta didik dalam menyelesaikan soal tersebut. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh simpulan bahwa: (1) Diperoleh 4 butir soal olimpiade matematika yang dinyatakan valid, dimana nilai V Aiken secara keseluruhan sama dengan 0,8; (2) Kesalahan umum peserta didik saat menyelesaikan soal yang dikembangkan peneliti meliputi kesalahan dalam memahami maksud dari soal, kesalahan dalam memahami rumus, dan kesalahan konsep.AbstractThe math olympiad question is one of the questions in the HOTS domain. In this era, students are not only focused on being able to think critically, but are also required to have good literacy skills. Literacy skills related to surrounding culture are needed so that students can recognize and preserve the culture. Therefore, the existence of this research is intended to; (1) Produce mathematics olympiad questions at the junior high school level equivalent to combinatorics and opportunities integrated with Kudus local culture that are valid to measure the level of understanding of students; (2) Analyzing students' common errors in solving researcher-developed questions. This study uses a development research method with a formative research model consisting of four stages, namely the preliminary, self-evaluation, prototyping, and field test. The test subjects in this study were 38 ninth grade students at SMP 1 Kudus, with data collection techniques in the form of written tests and interviews. The results showed a good response to the problem developed by the researcher, but there were still some common mistakes of students in solving the problem. Based on these results it can be concluded that: (1) There are 4 items of math olympiad questions that are declared valid, where the overall value of V Aiken is equal to 0.8; (2) Common errors of students when solving problems developed by researchers include errors in understanding the meaning of the problem, errors in understanding formulas, and concept errors.
... To refine each student's problem-solving abilities, it is essential to implement effective and appropriate teaching strategies (Setiawan et al., 2024). Such strategies not only address individual learning differences but also enhance students' understanding and retention of knowledge (Ridwan et al., 2016). ...
Article
Full-text available
Learning style is one of the critical factors influencing the development of problem-solving skill. This study aims to examine mathematical problem-solving abilities in relation to students' learning styles. The research involved 32 eleventh-grade students from SMAN Banyuasin III. Data were collected through problem-solving tests and learning style questionnaires. A qualitative analysis was conducted to evaluate the students' problem-solving skills based on their learning styles. The findings revealed significant variations in problem-solving skills among the different learning style groups. Students with a visual learning style performed better on geometry problem-solving tasks, particularly when aided by visual elements. Conversely, auditory learners faced difficulties in comprehending the problems and often required additional verbal explanations from the teacher. Kinesthetic learners, however, struggled the most, exhibiting very low problem-solving abilities. These results underscore the importance of tailoring instructional strategies to accommodate diverse learning styles
... Moreover, the research conducted by Anjarsari et al. (2022) suggests that context-based teaching materials in thematic learning effectively improve elementary school students' critical thinking skills. The study's results by Ridwan et al. (2016) also indicate that developing context-based teaching materials for social arithmetic material can improve students' critical thinking skills in retrospect learning assisted by information and communication technology. ...
Article
Full-text available
This research aims to produce a valid, practical, and effective cartoon concept teaching book based on a contextual approach for training students' reflective abstraction skills. This research method usesd research and development with the 4-D model, namely define, design, develop, and disseminate. Instruments used in this study include a validation sheet for the teaching book using the cartoon concept based on a contextual approach, a student response questionnaire, and pretest and posttest assessments of students' reflective abstraction skills. The descriptive-quantitative technique was used to analyze the research data. Data on product-developed validity and practicality were analyzed descriptively. In contrast, the product's effectiveness was analyzed descriptively using the n-gain formula and quantitatively using pretest-posttest control group design. The results of the study indicated that (1) the validity of the teaching book using the cartoon concept based on a contextual approach was valid (3.43) and reliable (85.71), (2) the practicality of the teaching book was considered practical with an average of 65.96, categorized as excellent, (3) statistical test results showed that the teaching book using the cartoon concept based on a contextual approach had a significant effect (sig. 2-tailed < 0.05) on students' reflective abstraction abilities. The average improvement in pretest and posttest reflective abstraction skills was indicated by the N-Gain value in the experimental group (0.58 - moderate) and the control group (0.25 - low). Students in the control class performed reflective abstraction up to the process stage, while students in the experimental class engaged in reflective abstraction up to the object stage. Thus, the teaching book using the cartoon concept based on a contextual approach is valid, practical, and effective in training students' reflective abstraction skills.
... Pokok bahasan ini memuat materi cukup banyak diantaranya harga penjualan, harga pembelian, untuk, rugi, persentase untung dan rugi, diskon, pajak, bruto, tara, neto. Selain itu, Aritmetika Sosial merupakan pokok bahasan yang sulit dan menimbulkan masalah meskipun dijumpai dalam kehidupan sehari-hari (Ridwan, Zulkardi, & Darmawijoyo, 2016). Beberapa peneilitian menunjukkan bahwa siswa mengalami kesulitan pada aspek bahasa yaitu menafsirkan soal (Dila & Zanthy, 2020;Sapitri, Fitriani, & Kadarisma, 2020). ...
Article
Full-text available
This study aims to improve student learning outcomes by implementing PBL (Project Based Learning). This research is a class action research (PTK) which consists of two cycles. Each cycle includes the stages of planning, implementing, observing, and reflecting. The subjects of this study were students of class VII H at SMP Negeri 1 Piyungan with a total of 30 students consisting of 12 male students and 18 female students. The data analysis technique used is descriptive qualitative. Based on the results and discussion, it can be concluded that the application of the PBL (Problem Based Learning) model to social arithmetic material can improve student learning outcomes in class VII H of SMP Negeri 1 Piyungan. In cycle I, the average student learning outcomes is 78.50. A total of 23 students met the KKM (Minimum Completeness Criteria) with a percentage of 76.67%. Meanwhile, there were 7 students who did not fulfill the KKM with a percentage of 23.33%. average student learning outcomes to 78.50 with a percentage of 76.67% completeness. so it is necessary to proceed with the action in cycle II. In cycle II, the average score was 86.50, which increased when compared to the average score in cycle I. The scores achieved by students in this knowledge assessment were 4 students whose scores were below the KKM or 13.33% of students who had not completed. Completeness of the new class reached 86.67%. ABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa dengan menerapkan PBL (Project Based Learning). Penelitian ini merupakan penelitian Tindakan kelas (PTK) yang mana terdiri dari dua siklus. Setiap siklus meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VII H SMP Negeri 1 Piyungan dengan jumlah 30 siswa yang terdiri dari 12 siswa laki-laki dan 18 siswa perempuan. Teknik analisis data yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa penerapan model PBL (Problem Based Learning) pada materi aritmetika sosial dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VII H SMP Negeri 1 Piyungan. Pada siklus I, rata-rata hasil belajar siswa 78,50. Sebanyak 23 siswa memenuhi KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) dengan persentase 76,67%. Sedangkan siswa yang tidak memenuhi KKM ada sebanyak 7 dengan persentase 23,33%. rata-rata hasil belajar siswa menjadi 78,50 dengan persentase ketuntasan 76,67%. sehingga perlu dilanjutkan dengan tindakan pada siklus II. Pada siklus II hasil nilai rata-rata adalah 86,50 mengalami peningkata jika dibandingkan dengan rata-rata nilai siklus I. Nilai yang dicapai siswa pada penilaian pengetahuan ini terdapat 4 siswa nilainya berada di bawah KKM atau 13,33% siswa yang belum tuntas. Ketuntasan kelas baru mencapai 86,67%.
Article
Full-text available
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kurangnya kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada saat proses pembelajaran menjadi pengaruh besar teradap keaktifan siswa di dalam kelas. Tujuan penelitian ini untuk menghasilkan perangkat pembelajaran dengan meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Produk yang dihasilkan berupa silabus, RPP dan LKPD. Model pengembangan yang digunakan adalah 4-D dengan tahapan define, design, develop dan disseminat.. Teknik yang digunakan adalah teknik pengumpulan data dan analisis data. Subjek uji siswa kelas VII SMPN 4 Logas tanah Darat. Instrumen pengumpulan data berupa lembar validasi dan angket respon siswa. Hasil validasi perangkat yang dihasilkan memenuhi syarat valid dengan nilai rata-rata total untuk Silabus 3,87, RPP 3,77 dan LKPD 3,77 dan kategori “sangat valid”. LKPD yang sudah divalidasi kemudian diujicobakan kepada enam siswa SMPN 4 Logas Tanah Darat. Artinya perangkat pembelajaran yang dikembangkan dapat diujicobakan. Hasil uji coba kelompok kecil disimpulkan bahwa perangkat pembelajaran memenuhi syarat praktis dengan rata-rata hasil angket respon siswa 3,52 dengan kategori sangat praktis. Selanjutnya dilakukan uji coba kelompok besar yang dihasilkan memenuhi syarat praktis dengan rata-rata kepraktisan akhir sebanyak 3,50 dengan kategori “sangat praktis”. Berdasarkan hal ini dinyatakan bahwasanya perangkat pembelajaran berbasis PBL materi artimatika sosial valid dan praktis untuk diterapkan di kelas.
Article
Full-text available
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: 1) keterampilan aritmetika sosial; 2) sama-tidaknya keterampilan aritmetika sosial; 3) keterampilan membaca paragraf faktual; 4) sama-tidaknya keterampilan membaca paragraf faktual; 5) hubungan antara keterampilan menyelesaikan soal aritmetika sosial dan keterampilan membaca paragraf faktual. Penelitian dilaksanakan di semester genap 2022/2023. Populasi penelitian adalah para siswa kelas 7 SMP Negeri 63 Batam, Provinsi Kepulauan Riau. Populasi berjumlah 237 siswa yakni para siswa yang mengikuti 2 jenis tes. Jumlah ini terbagi dari 40 siswa kelas 7.1, 39 siswa kelas 7.2, 40 siswa kelas 7.3, 39 siswa kelas 7.4, 39 siswa kelas 7.5, dan 40 siswa kelas 7.6. Sampel ditetapkan 144 yang ditarik secara random dari setiap kelompok populasi; setiap kelas berjumlah sampel yang sama yakni 24 siswa yang ditarik secara random sederhana dari setiap anggota populasi. Instrumen penelitian berbentuk tes esai untuk data keterampilan arimatika sosial dan tes kloz untuk data keterampilan membaca paragraf faktual. Data dianalisis menggunakan prosedur statistik inferensial yakni uji t satu sampel untuk menjawab rumusan masalah-1 dan rumusan masalah-3, uji Anova searah untuk menjawab rumusan masalah-2 dan rumusan masalah-4, dan uji korelasi product-moment untuk menjawab rumusan masalah-5. Semua penghitungan statistik inferensial parametrik menggunakan aplikasi SPSS. Penelitian ini menghasilkan: 1) keterampilan aritmatika sosial tuntas mencapai KKM 70,00; 2) tidak terdapat perbedaan keterampilan aritmetika sosial per kelompok sampel; 3) keterampilan membaca paragraf faktual mencapai KKM 70,00; 4) tidak terdapat perbedaan keterampilan membaca paragraf faktual per kelompok sampel; 5) hubungan antara keterampilan menyelesaikan soal aritmetika sosial dan keterampilan membaca paragraf faktual menghasilkan nilai r = 0,823 (hubungan tinggi).
Article
Full-text available
Pembelajaran matematika sebagai upaya dilakukan oleh pendidik kepada peserta didik untuk keterampilan menulis sebagai penambahan pengetahuan, pembentukan sikap dan pengembangan keterampilan. Kemampuan pemahaman matematis sebagai aspek sangat penting dalam pembelajaran matematika. Keberhasilan belajar matematika, tidak hanya ditentukan oleh kemampuan pemahaman matematis peserta didik, perhatian dan minat dalam pembelajaran, sikap ulet dan percaya diri dalam dalam memecahkan masalah matematika. Pengembangan aspek sikap dalam matematika ini, pada dasarnya adalah untuk menumbuhkembangkan disposisi matematika. Metode penelitian ini menggunakan sistematika literature review. Sebanyak 30 jurnal direview, dari empat database dicari untuk pembelajaran matematika di sekolah menengah pertama, kemampuan pemahaman matematis, disposisi matematis dan model pembelajaran Problem Based Learning. Hasil review ini akan memberikan informasi tentang kemampuan pemahaman matematis dan disposisi matematis peserta didik, sehingga dapat mengembangkan pembelajaran apa saja dapat dikembangkan dalam konteks pembelajaran matematika di sekolah menengah pertama.
Article
Full-text available
The aim of the research is to improve student learning outcomes in Maritime Economics and Agriculture through the application of the Problem Based Learning learning model. This research was conducted at Piyungan 1 Public Middle School in the Even semester of the 2021/2022 Academic Year. The subjects of this study were students of class VIIIG, totaling 30 students consisting of 14 girls and 16 boys. This research is a classroom action research (PTK) which consists of 2 cycles, Cycle I, and Cycle II, each cycle consisting of two meetings. The stages of this research include the stages of planning, implementing, observing, and reflecting. Data collection techniques include observation and learning achievement tests. Data analysis used quantitative descriptive data analysis. The results showed an increase in knowledge test results, the average value in the first cycle of 76.67 increased to 84.00 in the second cycle. The number of students who achieved completeness was 22 (73.33%) students in cycle I increased to 27 (90%) students in cycle II, there were still 3 students in cycle II who had not completed. The results of the learning test achievement of class VIIIG students in maritime economics and agriculture material, the minimum class average score is ?77, the classical completeness has exceeded 85%. The results of the knowledge assessment reach the Minimum Completeness Criteria of 90%. The conclusion in this study is that the application of the Problem Based Learning learning model can improve social studies learning outcomes. ABSTRAKTujuan dari penelitian adalah meningkatkan hasil belajar siswa pada materi Ekonomi Maritim dan Agrikultur melalui penerapan model pembelajaran Problem Based Learning. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 1 Piyungan pada semester Genap Tahun Pelajaran 2021/2022. Adapun subjek dari penelitian ini adalah siswa kelas VIIIG yang berjumlah 30 siswa terdiri 14 perempuan dan 16 laki-laki. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) yang terdiri dari 2 Siklus, Siklus I, dan Siklus II setiap siklus terdiri dari dua pertemuan. Adapun tahapan penelitian ini meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Teknik pengumpulan data meliputi observasi dan tes hasil belajar. Analisis data menggunakan analisis data deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan hasil tes pengetahuan, nilai rata- rata pada siklus I sebesar 76,67 meningkat menjadi 84,00 pada siklus II. Jumlah siswa yang mencapai ketuntasan 22(73,33%) siswa pada siklus I naik menjadi 27(90%) siswa pada siklus II, masih ada 3 siswa pada siklus II yang belum tuntas. Hasil pencapaian tes belajar siswa kelas VIIIG pada materi ekonomi maritim dan agrikultur nilai rata-rata kelas minimal ?77, ketuntasan klasikal telah melampaui 85%. Hasil penilaian pengetahuan mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal sebesar 90%.Kesimpulan dalam penelitian ini penerapan model pembelajaran Problem Based Learning dapat meningkatkan hasil belajar IPS.
Article
Mismatches between teacher-created learning tools and 2013 curriculum requirements affect students' level of understanding of learning materials, primarily linear equations and inequalities of one variable. This study aims to create a learning tool based on problem-based learning of linear equation materials and one-variable inequalities that is valid and practical for class VII SMP/MTs. The resulting learning tools are a syllabus, a learning implementation plan (RPP), and a student activity sheet (LAS). This learning tool is a development study using a 4D model that consists of four stages: definition, design, development, and dissemination. The means of this research were verification sheets and student response questionnaires. The data analysis performed is a validity analysis and a utility analysis. The syllabus, lesson, and LAS validation results show very valid criteria with average validation values of 3.64, 3.60, and 3.61, respectively. The results of limited LAS testing showed that LAS met very practical criteria with an average utility value of 3.61. A problem-based learning tool for linear equations and inequalities in one variable class VII SMP / MT meets valid and practical criteria based on validation and limited test results. It can be used in the learning process.
Article
Full-text available
One of mathematic lesson which is used in our daily life is fraction. Reside that fraction is Basic of mathematic learning. But it still difficult by students. Therefore, it is hended to develop the lesson by using PMRI-based to improve student’s achievment. These research objectives are: (1) to find out the valid and practical lesson for fraction which is Developer by PMRI-based. (2) to know the potencial effect which is come up from developing the fraction lesson through students’ achievement and their activity. Research methodology was used is development research which is included from analisis, design, evaluation and revision. In collecting the data was applied by using observation and test. Observation was done in order to see students’ activity in process of learning by using PMRI-based and the best was used to measure their ability. The sample of this research was the third year students (35 Students) Primary Scholl 0f 21 Palembang in second semestre. The conclusions are (1) Prototype of the lesson which was Developer is valid, practical and had a potencial effect, (2) there was one ineffective aspect in process of learning that is finishing the problem solving or finding answer of the problem, comparing their solutions or discussing with friends and in asking aspect or in finding the questions/answers of friends/teacher and (3) the test result to measure students’ ability (87,0). It showed that the level of students’ ability is categorized as very good ability. Therefore, learning realistic mathematic can be used to improve students’ achievement. Key words : RME, research development, fraction material.
Book
Full-text available
Matematika adalah lukisan tentang alam raya ini. Keindahannya bisa memesona mata siapapun. Kesederhanaannya, keteraturannya, juga formula-formulanya yang menakjubkan, menjadikan matematika tampil kian menawan. Seolah matematika adalah buku besar tentang semesta ini. Sangat beralasan, jika Matematika menjadi pelajaran wajib di sekolah, sejajar dengan pelajaran baca-tulis dan bahasa. Belajar Matematika memang layaknya belajar baca-tulis dan bahasa. Setelah kita mahir baca-tulis dan bahasa, maka kita akan mampu mengarungi samudera pengetahuan yang tak hanya luas tapi juga dalam. Alam raya ini menyimpan misteri yang tak pernah kering untuk dikaji. Dan yang menakjubkan adalah ternyata sebagian misteri itu ‘tertulis’ dengan bahasa matematika. Pendeknya, Matematika bukanlah pulau asing dan terpencil yang hanya menarik dilabuhi orang-orang tertentu, tapi adalah pulau kita sendiri yang setiap hari kita singgahi. Membaca buku matematika sesungguhnya sama halnya membaca realitas kehidupan kita. Sementara itu, masih sangat langka buku-buku matematika dengan tema populer. Yang banyak dijumpai adalah dalam bentuk buku ajar (textbook) yang tentu saja sengaja dirancang untuk proses belajar-mengajar dalam kelas. Padahal, saya yakin tidak sedikit yang mendambakan hadirnya buku penunjang selain buku yang mereka pegang di sekolah ataupun di kampus. Yaitu buku matematika yang mencerahkan, yang bisa dibaca sambil tiduran, yang bisa dijadikan pelengkap buku-buku ajar, yang dengan membacanya mereka akan menjadi kian semangat untuk mendalaminya. Ada banyak pertanyaan seputar Matematika, baik itu dari kalangan yang barangkali masih awam dengan matematika maupun dari mereka yang notabene sudah sekian lama belajar matematika. Beberapa pertanyaan itu misalnya adalah: Kenapa banyak orang alergi dengan Matematika? Apakah saya punya bakat Matematik? Kenapa saya harus belajar Matematika? Bagaimana belajar Matematika 100x lebih bermakna? Pertanyaan-pertanyaan itu sungguh sangat menantang untuk dijawab. Dan jawaban itu kemudian dikemas dalam sebuah buku yang relatif tipis ini. Categories: Buku Populer Post a Comment Name Already a member? Sign InEmail Message 0 Comments Categories Buku Populer (4) Buku Teks Perguruan Tinggi (10) NOVEL (3)
Article
Full-text available
PISA, the OECD’s international program of assessment of reading,scientific and mathematical literacy (www.oecd.org/pisa), aims to assess the ability of 15 year olds to use the knowledge and skills that have acquired at school in real world tasks and challenges. It also uses questionnaires to gather data on students’ attitudes to learning and the conditions of schooling. Since 2000, PISA has tested the mathematical literacy of 15 year old students from many countries around the world. This paper describes the design of the PISA assessments, discusses mathematical literacy and reports on a selection of results from the PISA assessments, associated surveys and related analyses to give a flavour of the information that has resulted from this major international initiative. Results for Indonesia are compared with the OECD average and with a selection of countries, addressing issues of overall achievement, equity, and classroom environment.Keyword: PISA View, Mathematical Literacy, Indonesia DOI: http://dx.doi.org/10.22342/jme.2.2.746.95-126
Article
Full-text available
This paper is about PMRI, the Indonesian version of realisticmathematics education developed in the Netherlands. It is a movement toreform mathematics education in Indonesia. What and why PMRI andthe problems and challenges it faces in its development. It began as asmall experiment ten years ago, now becomes a national movement.Keywords: PMRI, realistic mathematics education DOI: http://dx.doi.org/10.22342/jme.1.1.791.11-16
Article
Full-text available
The basic idea of this paper is to outline a cross-curricular approach between mathematics and science. The aim is to close the often perceived gap between formal maths and authentic experience and to increase the students' versatility in the use of mathematical terms. Students are to experience maths as logical, interesting and relevant through extra-mathematical references. Concrete physical or biologi-cal correlations may initiate mathematical activities, and mathematical terms are to be understood in logical contexts. Examples: physical experiments can lead to a comprehensive understanding of the concept of functions and of the intersection of medians in triangles. Biological topics can lead to the concepts of similarity and proportion as well as to the construction of pie charts. In the European ScienceMath Project a variety of teaching modules was developed and tested in secondary schools. Background The European ScienceMath Project is a co-operative project between universities and schools in Ger-many, Denmark, Finland and Slovenia (coordination: University of Education Schwäbisch Gmünd, Germany; www.sciencemath.ph-gmuend.de). Its central objective is the development and testing of teaching modules for the promotion of mathematical literacy. A cross-curricular approach is used in the natural sciences, in particular in physics, but also in biology and chemistry. Through extra-mathematical references, students are to experience maths as appropriate, meaningful and interesting. The learning in meaningful contexts is designed to contribute to an intuitive mathematical understand-ing. The idea is, on the one hand, to close the gap between formal maths and authentic experience through the use of contexts and methods taken from the natural sciences (Kaput 1994), and, on the other hand, to allow students to experience the versatility of mathematical terms (Michelsen & Beck-mann 2007). That way, mathematical content can be learned in realistic and meaningful contexts and the students' sense of reality can be increased through mathematical insight. In the following, four teaching modules will be presented that were developed at the University of Education Schwaebisch Gmuend. These are concerned with promoting the acquisition of mathematical terms through physical experiments in the fields of the function and the intersection of the median in triangles (centre of grav-ity) as well as promoting students' competences in the fields of similarity/geometrical proportions and in the construction of pie charts in biological contexts. Promoting the acquisition of the Term Function through Physical Experiments Experiments are well known as methods used in the natural sciences. In maths teaching, they can be-come part of a new form of instruction. Due to my own extensive experiences and trials in teaching, they are recommendable here, too. There is a lot to be said for experiments in connection with func-tions because • the activities in an experiment correspond to the respective aspects of the functional concept: Collecting the individual data equals the aspect of correspondence; collecting the data of a complete series of measurements corresponds to the discrete co-variation, respectively the process level, and transferring the data to a graph leads to continuous co-variation and the object level (Malle 2000, Vollrath 1978, Dubinsky & Harel 1992, Swan 1982, cf. also House of Functional Thinking, Hoefer 2008). • in carrying out experiments, essential aspects of functional terms are actively experienced. Example: the idea of continual co-variation is experienced, when observing an experimental car that is in motion and continually increases the distance travelled (with stop watch). The object idea, such as anti-proportionality, can be experienced by pumping up a tire with a closed bicycle pump: in reducing the air volume inside the pump, one simultaneously notices an increase in the air pressure. • experimenting addresses various objectives simultaneously (data collection, functional context, model-ling) and allows students to gain experience in various relations to reality (cross-curricular context, every-day experience and concrete quantities, instead of x and y). Using physical experiments, to promote the understanding of functions, was once again motivated by the results of numerous tests and international comparative studies in the past years and decades, all showing that many students have only a limited understanding of the term function (i.e. Vinner & Dreyfus 1989, PISA-consortium 2004, Beckmann 1999). A special deficit here concerns the inability to interpret graphs correctly and to recognize the functional connection between two variables. It is here that experiments offer a particular opportunity to demonstrate, experience and talk about this functional connection in a concrete way (Beckmann 2006).
Article
Full-text available
The CASCADE-IMEI study was started to explore the role of a learning environment (LE) in assisting mathematics student teachers learning Realistic Mathematics Education (RME) as a new instructional approach in mathematics education in Indonesia. The LE for this study has been developed and evaluated using a development research approach.
Article
Full-text available
We have emphasized that scientific method is a methodological approach to the process of inquiry – in which empirically grounded theory of nature is constructed and verified. To understand this statement, it is useful to go back in time to see how the method evolved. The origin of modern scientific method occurred in Europe in the 1600s: involving (1) a chain of research events from Copernicus to Newton, which resulted (2) in the gravitational model of the solar system, and (3) the theory of Newtonian physics to express the model.
Article
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh masalah, masih rendahnya tingkat kemampuan berpikir kreatif siswa. Salah satu alternatif pembelajaran yang dapat diterapkan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa adalah pendekatan matematika realistik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa dengan pendekatan matematika realistik dalam pembelajaran matematika, serta mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran matematika dengan penggunaan pendekatan matematika realistik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuasi eksperimen, dengan desain penelitian Control group pretes-postes. Penelitian dilaksanakan di SMP Swasta Al-Ulum Medan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Swasta Al-Ulum Medan. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII 3 sebagai kelas eksperimen dan kelas VII 5 sebagai kelas kontrol yang dipilih secara random kelas. Kelas eksperimen diberikan perlakuan dengan pendekatan matematika realistik dan kelas kontrol diberikan perlakuan pembelajaran konvensional. Adapun instrumen yang digunakan adalah berupa tes berpikir kreatif untuk melihat kemampuan berpikir kreatif yang telah diujicobakan dan angket untuk melihat respon siswa. Dalam penelitian ini diperoleh data kualitatif dan data kuantitatif. Data kuantitatif dianalisis menggunakan analisis statistik uji t untuk melihat peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa dengan pendekatan matematika realistik dalam pembelajaran matematika. Data kualitatif dianalisis menggunakan skala sikap Likert untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran matematika dengan penggunaan pendekatan matematika realistik. Berdasarkan analisis hasil tes berpikir kreatif diperoleh kesimpulan yaitu terdapat peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa pendekatan matematika realistik.
Upaya Meningkatkan Tahap Berpikir Siswa pada Materi Garis Singgung Persekutuan Dua Lingkaran Melalui Pembelajaran Geometri Van-Hiele Kelas VIII di NW Lepak
  • S Arikunto
Arikunto, S. (2009). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara Azimi & Edi. (2013). Upaya Meningkatkan Tahap Berpikir Siswa pada Materi Garis Singgung Persekutuan Dua Lingkaran Melalui Pembelajaran Geometri Van-Hiele Kelas VIII di NW Lepak. (Online) http://jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel14D4BFEC 1BF62FD345DDDEE0D92C16B8.pdf, diakses tanggal 5 Maret 2015.