Content uploaded by Akhmad Habibi
Author content
All content in this area was uploaded by Akhmad Habibi on Dec 03, 2020
Content may be subject to copyright.
271
PROBLEMATIKA DUNIA PENDIDIKAN ISLAM ABAD 21
DAN TANTANGAN PONDOK PESANTREN DI JAMBI
Muhammad Sofwan dan Akhmad Habibi
Universitas Jambi
email: muhammad.sofwan@unja.ac.id
Abstrak
Penelitian ini bertujuan menganalisis masalah yang dihadapi oleh pondok-pondok pesantren
yang ada di Kota Seberang Jambi dan peran aktif mereka berpartisipasi dalam pelaksanaan
tujuan pendidikan nasional Indonesia. Penelitian ini menggunakan studi kasus dengan
pendekatan kualitatif. Jumlah partisipan dalam penelitian ini meliputi kepala pesantren, guru,
dan pengelola yang bekerja di dua Pesantren di Kota Seberang, Jambi. Pengumpulan data
dilakukan dengan teknik observasi, wawancara, dan teknik diskusi kelompok. Hasil observasi
disajikan secara deskriptif. Analisis data hasil wawancara dimulai dengan mentranskrip
hasil, melakukan pengecekan ulang, menghilangkan bagian yang tidak diperlukan, dan
mengodifi kasi hasil untuk dijadikan tema-tema. Data hasil diskusi kelompok disajikan untuk
memperkuat data hasil wawancara, dikodifi kasi, dan dianalisis. Pemeriksaan keabsahan
data menggunakan triangulasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa
problematika yaitu kurangnya tenaga pengajar yang berkualitas, metode pengajaran yang
masih bersifat tradisional dan belum banyak variasi, kebijakan kurikulum yang berubah-
ubah, fasilitas pendidikan yang belum memadai, dan keuangan pesantren yang belum dapat
mencukupi.
Kata kunci:problematika, dunia pendidikan Islam, pondok pesantren
ISLAMIC EDUCATIONAL ISSUES
AND ISLAMIC BOARDING SCHOOL CHALLENGES IN 21ST CENTURY
Abstract
This study was aimed at analyzing the problems faced by Islamic boarding schools in
Seberang, Jambi and the active role they participate in the implementation of national
education goals of Indonesia. This study was a case study with a qualitative approach.
participants in this study were the headmasters, teachers, and managers who work in two
boarding schools in Seberang, Jambi. The data were collected by observation, interview and
group discussion techniques. The observation results were presented descriptively. Analysis
ofthe interview data began with transcribing the results, re-checking, eliminating the parts that
are not needed, and codify the results to be used as themes. The data from group discussions
served to reinforce the interview data, codifi ed, and analyzed. The examination of data
validity was using triangulation. The results show that there are some problems namely the
lack of qualifi ed teaching staff, traditional teaching methods, inconsistent curriculum policy,
inadequate educational facilities, and insuffi cient school fi nance.
Keywords:problems, Islamic education, Islamic Boarding School
272
PENDAHULUAN
Pendidikan di abad ke-21 menunjuk-
kan terjadinya dikotomi antara pendidikan
barat yang cenderung sekuler danpendidikan
Islam yang terkungkung dalam dogma yang
kaku. Menyadari kekeliruan tersebut, muncul
paham yang berusaha mengintegrasikan
Islam dan pengetahuan atau biasa disebut
Islamisasi ilmu pengetahuan yang berujung
pada internalisasi nilai-nilai Islam dalam
ilmu modern (Kurniawan & Mahrus, 2011,
p. 284).
Pendidikan Islam menurut Zakiah
Daradjat merupakan pendidikan yang
lebih banyak ditujukan kepada perbaikan
sikap mental yang akan terwujud dalam
perbuatan, baik bagi keperluan diri sendiri
maupun orang lain yang bersifat teoretis dan
praktis (Daradjat, 1996, p. 25). Pesantren
sebagai lembaga resmi pendidikan Islam
di Indonesia mempunyai peranan penting
dalam membangun pendidikan Indonesia
secara kesuluruhan.
Di abad ke-21, era globalisasi, pen-
didikan Islam menemukan berbagai
macam problematika seperti: (1) relasi
kekuasaan dan orientasi pendidikan Islam,
(2) profesionalitas dan kualitas SDM, dan
(3) masalah kurikulum. Rembangy (2010,
p. 21) berpendapat bahwa pendidikan
cenderung berpijak pada kebutuhan prag-
matis, atau kebutuhan pasar, lapangan,
dan kerja. Ruh pendidikan Islam sebagai
pondasi budaya, moralitas, dan social
movement (gerakan sosial) menjadi hilang.
Banyak guru dan tenaga kependidikan
masih belum berkualitas sehingga mereka
tidak atau kurang mampu menyajikan dan
menyelenggarakan pendidikan yang benar-
benar berkualitas (Rembangy, 2010, p. 28).
Dalam realitas sejarah, pengembangan
kurikulum pendidikan Islam tersebut
mengalami perubahan-perubahan paradig-
ma, walaupun paradigma sebelumnya tetap
dipertahankan (Muhaimin, 2007, p. 86).
Di Indonesia, secara etimologis
pendidikan diterjemahkan ke dalam bahasa
Arab “tarbiyah” dengan kata kerjanya
“rabba” yang berarti mengasuh, mendidik,
memelihara (Daradjat, 1996, p. 24). Ki Hajar
Dewantara menyatakan bahwa pendidikan
adalah tuntutan di dalam hidup tumbuhnya
anak-anak, maksudnya pendidikan adalah
menuntun segala kekuatan kodrat yang
ada pada anak-anak itu agar mereka
sebagai manusia dan sebagai anggota
masyarakat dapat mencapai keselamatan
dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya
(Ismail, 2008, p. 34).
Defi nisi umum pendidikan Islam adalah
pendidikan yang bertujuan membimbing
anak didik dalam perkembangan dirinya,
baik jasmani maupun rohani menuju
terbentuknya kepribadian yang utama
pada anak didik nantinya yang didasarkan
pada hukum-hukum Islam (Ismail, 2008,
p. 34). Pendidikan Islam harus mampu
menyesuaikan sistem dan pengelolaannya
sesuai dengan perkembangan zaman. Hal
ini ditujukan demi kepentigan tidak hanya
guru dan murid tetapi semua pihak yang
terkait demi meningkatkan tata kelola dunia
pendidikan Islam di Indonesia.
Pelaksanaan pendidikan Islam
harus senantiasa mengacu pada sumber
yang termuat dalam Al Quran. Dengan
berpegang pada nilai-nilai tertentu dalam
Al Quran, terutama dalam pelaksanaan
pendidikan Islam, umat Islam akan mampu
mengarahkan dan mengantarkan umat
manusia menjadi kreatif dan dinamis
serta mampu mencapai esensi nilai-nilai
ubudiyah kepada khaliknya (Tantowi,
2009).
Pendidikan Islam diakui keberadaan-
nya dalam sistem pendidikan nasional
yang terbagi menjadi tiga hal. Pertama,
pendidikan Islam sebagai lembaga yakni
dengan diakuinya keberadaan lembaga
pendidikan Islam secara eksplisit. Kedua,
JURNAL KEPENDIDIKAN, Volume 46, Nomor 2, November 2016, Halaman 271-280
273
pendidikan Islam sebagai mata pelajaran,
yakni dengan diakuinya pendidikan
agama Islam sebagai salah satu mata
pelajaran yang wajib diberikan pada satuan
pendidikan tingkat dasar sampai perguruan
tinggi. Ketiga, pendidikan Islam sebagai
nilai-nilai, yakni dengan ditemukannya
nilai-nilai Islami dalam sistem pendidikan
(Daulay, 2009, p. 25).
Secara historis, pesantren telah men-
dokumentasikan berbagai sejarah bangsa
Indonesia, baik sejarah sosial budaya
masyarakat Islam, ekonomi, maupun politik
bangsa Indonesia. Sejak awal penyebaran
Islam, pesantren menjadi saksi utama bagi
penyebaran Islam di Indonesia (Rizal, 2009).
Pesantren mampu membawa perubahan
besar terhadap persepsi khalayak nusantara
tentang arti penting agama dan pendidikan
(Daulay, 2009: 30). Artinya, sejak itu
orang mulai memahami bahwa dalam
rangka penyempurnaan keberagamaan,
mutlak diperlukan prosesi pendalaman dan
pengkajian secara matang pengetahuan
agama mereka di pesantren. Sejak awal
pertumbuhannya, fungsi utama pesantren
adalah menyiapkan santri mendalami dan
menguasai ilmu agama Islam atau lebih
dikenal tafaqquh fi -al-din.
Terdapat dua tipe pesantren di Indonesia
yang didasarkan pada pengembangan
kurikulum: (1) pesantren tradisional
yang tetap mempertahankan kurikulum
tradisional dengan mengkaji kitab-kitab
klasik abad ke-15 dan (2) pesantren modern
yang menerapkan kurikulum nasional
(Ghazali, 2001, p. 15). Seperti pendidikan
pada umumnya, pesantren juga menghadapi
problematika yang harus terus diupayakan
penyelesaiannya dengan sinergi semua
pihak terkait (Mardjun, 2007, p. 28).
Jambi sebagai salah satu provinsi
di Indonesia mempunyai 164 pesantren.
Pendidikan Islam di Jambi, khususnya
pesantren di Kota Seberang, telah ber-
kembang dengan pesat. Di Kota Jambi
terdapat sebelas pesantren yaitu Nurul
Iman, Assad, Al-Jauharen, Saa’daturen,
Al-Mubarak, Al-Riyyad, Al-Hidayah, Al-
Mu’tadin, PKP Al-Hidayah, Ainul Yakin,
dan Tahfiz Darul Hikmah (Kemenag,
2015). Di Kota Seberang yang dikenal
sebagai Kota Santri di Jambi, terdapat
enam pesantren yaitu: Nurul Iman, Assad,
Al-Jauharen, Saa’daturen, Al-Mubarak,
Al-Riyyad (Kemenag, 2015). Wawancara
awal yang dilakukan dengan beberapa guru
pesantren mengindikasikan bahwa terdapat
masalah-masalah atau tantangan yang
dihadapi baik oleh pihak yayasan maupun
sekolah dalam mengembangkan pendidikan
Islam di Jambi dalam keterkaitannya dengan
pendidikan di abad ke-21 antara lain:
masalah sosial ekonomi, metode penga-
jaran, dan kekurangan sarana prasarana.
Berdasarkan latar belakang masalah
di atas, perlu dikaji secara mendalam
problematika dunia pendidikan Islam
yang dihadapi pesantren modern yang
menerapkan kurikulum nasional Indonesia
di Kota Seberang Jambi. Pemilihan
pesantren modern dipertimbangkan karena
menerapkan kurikulum yang dikaitkan
dengan metode pengajaran abad ke-21.
METODE
Penelitian ini menggunakan me-
tode kualitatif dengan pendekatan
studi kasus. Studi kasus adalah jenis
penelitian yang fokus penelitiannya ada
pada sudut pandang partisipan penelitian
(Christensen & Johnson, 2008, p. 124).
Penarikan sampel dilaksanakan dengan
teknik purposif. Penarikan sampel secara
purposif merupakan cara penarikan sampel
yang dilakukan dengan memiih subjek
berdasarkan kriteria spesifi k yang dietapkan
peneliti (Patton, 1990, p. 51). Penelitian ini
menetapkan dua pesantren yang berlokasi
di Kota Seberang, Jambi yaitu: Pesantren
Muhammad S. dan Akhmad H.: Problematika Dunia Pendidikan Islam ...
274
Assa’ad Olak Kemang dan Pesantren Al
Jauharen Tanjung Johor.
Partisipan dalam penelitian ini terdiri
atas: ketua, petinggi pada yayasan, dan
guru senior yang mempunyai pengalaman
lebih dari sepuluh tahun mengajar pada
dua pesantren yang ada di Kota Seberang
tersebut. Tabel 1 menjelaskan secara rinci
tentang pekerjaan, jenis kelamin, dan
pengalaman partisipan penelitian.
Etika dalam penelitian ini dijaga
dengan merahasiakan identitas para par-
tisipan dengan hanya menyisipkan inisial
dan nama pesantren tempat mereka bekerja.
Setiap penelitian harus menjaga kredibilitas
partisipan yang terlibat dengan menjaga
nama para partisipan supaya tidak menjadi
objek eksploitasi dalam penelitian (Patton,
1990, p. 556).
Pengumpulan data menggunakan
teknik observasi, wawancara, dan diskusi
kelompok. Observasi dilakukan untuk
mendapatkan data di lapangan terhadap dua
pesantren tersebut. Wawancara dilakukan
dengan mudir dan pengelola yayasan
sebagai partisipan dalam penelitian ini
selama lebih kurang 30-40 menit. Diskusi
kelompok dilaksanakan di dua tempat yang
berlangsung dalam waktu 40-60 menit.
Wawancara direkam dan mencatat dan
merekan semua hasil diskusi. Wawancara
dan diskusi kelompok dilakukan dengan
menggunakan bahasa Seberang (bahasa
Melayu Jambi) sebagai bahasa yang
digunakan oleh partisipan dan disajikan
dalam bahasa Indonesia baku pada hasil
penelitian.
Dalam menjaga validitas penelitian,
digunakan teknik triangulasi, pengecekan
ulang, dan refl eksi diri. Triangulasi adalah
teknik yang digunakan pada penelitian
kualitatif untuk mengecek dan membangun
validitas dengan menganalisis data dari
berbagai instrumen (Patton, 1990, p. 554).
Data hasil observasi dicatat dengan
catatan lapangan dan disajikan dalam
bentuk deskripsi. Hasil wawancara kepada
mudir dan pengelola yayasan ditanskripkan,
selanjutnya mengembalikan transkrip
tersebut ke partisipan untuk di-reviewuntuk
meyakinkan bahwa yang mereka katakan
sesuai dengan transkrip adalah langkah
dalam metode pengecekan ulang (Creswell,
1994, p. 110). Refl eksi diri dimaksudkan
untuk mengkritisi secara aktif dan berulang-
ulang tentang yang ditulis peneliti (Patton,
1990, p. 555).
Hasil observasi yang didapatkan dari
dua pesantren tersebut disajikan secara
deskriptif. Analisis data hasil wawancara
Tabel 1
Daftar Partisipan Penelitian
No Inisial Pekerjaan Jenis
Kelamin Pengalaman
(tahun)
1 SA Mudir Pria 20
2 MR Mudir Pria 23
3 TU Pengelola Pria 15
4 AK Pengelola Pria 10
5 MS Guru Pria 13
6 AH Guru Pria 16
7 MI Guru Pria 11
8 SY Guru Pria 12,5
JURNAL KEPENDIDIKAN, Volume 46, Nomor 2, November 2016, Halaman 271-280
275
dimulai dengan mentranskrip hasil wawan-
cara, melakukan proses pengecekan ulang,
menghilangkan beberapa bagian yang tidak
diperlukan, dan mengodifi kasi hasil untuk
dijadikan tema dan subtema. Data hasil
diskusi kelompok yang dibagi menjadi
dua kelompok diskusi dan disajikan
untuk memperkuat data hasil wawancara,
dikodifi kasi, dan dianalisis (Patton, 1990,
p. 552). Hasil dari ketiga instrumen tersebut
disajikan secara deskriptif.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini diklasifi kasikan men-
jadi dua tema: Problematika akademis dan
Problematika nonakedemis. Problematika
akademis mengafi liasi beberapa subtema
guru, metode pengajaran, dan kurikulum.
Problematik nonakademis meliputi
fasilitas pendidikan dan keuangan. Tabel
2 menunjukkan pembagian tema dan sub-
tema penelitian ini.
Table 2
Pembagian Tema dan Subtema Hasil
Penelitian
Tema Sub-tema
Akademis Tenaga pengajar
Metode pengajaran
Kurikulum
Nonakademis Fasilitas pendidikan
Keuangan
Dunia pendidikan Islam pesantren yang
dinamis tidak terlepas dari faktor akademis
yang terus bergerak dan berkembang. Hal-
hal yang berkenaan dengan proses belajar
mengajar di kelas harus selalu dievaluasi
problematikanya. Di antara banyak hal yang
menjadi faktor yang berpengaruh dalam hal
akademis dunia pesantren, terdapat tiga hal
yang disajikan dalam penelitian ini yaitu
tenaga pengajar, metode pengajaran, dan
kurikulum.
Tenaga pengajar yang dikenal dengan
istilah ustaz danustazah di dunia pesantren
memegang peranan penting terhadap
kualitas anak didik di dunia pendidikan
(Permendikbud, 2013). Peran guru dalam
dunia kependidikan pesantren tidak hanya
berpengaruh di pondok pesantren tetapi juga
pada masyarakat sekitar. Guru pesantren
dipandang tinggi oleh masyarakat sekitar
(Sarbiran, 2004, p. 99). Perencanaan sumber
daya manusia untuk melakukan perubahan
dalam mencapai tujuan organisasi yang juga
selalu disesuaikan dengan perkembangan
masyarakat (Mukminan, 2010). Di
dunia pendidikan Islam pesantren, guru
mempunyai keterbatasan-keterbatasan
yang harus dilihat sebagai problematika
yang hadir untuk menjadi cerminan bagi
dunia pendidikan Islam Indonesia. Kutipan
wawancara berikut bisa merefleksikan
masalah terkait guru dalam dunia pendidikan
pesantren di Jambi.
“Saya melihat faktor kualitas guru
kita masih kurang jika dibandingkan
dengan sekolah-sekolah umum atau
khusus yang ada di Kota Jambi. Mereka
tidak cukup informasi dan pengetahuan
untuk megikuti perkembangan dunia
pendidikan. Kekurangan ini harus
ditutupi penguasa dengan memberikan
banyak pelatihan terhadap guru-guru
di pesantren” (SA).
“Saya kira Ustaz itu sangat penting
ya, semua hal yang berkaitan dengan
guru adalah penting. Tantangannya
adalah bagaimana terus meningkatkan
kualitas guru di dunia pendidikan
Islam kita” (MR).
Dari hasil wawancara dan observasi
di atas, dapat dilihat ada kesadaran dari
para mudir pondok pesantren yang ada
di Kota Seberang, Jambi bahwa kualitas
dari sebagian tenaga pengajar di pondok
pesantren masih harus terus ditingkatkan
Muhammad S. dan Akhmad H.: Problematika Dunia Pendidikan Islam ...
276
untuk meningkatkan mutu pendidikan
Islam di Jambi. Hal itu dapat dilakukan
dengan cara memberikan banyak pelatihan
bagi guru untuk memberi penguatan ter-
hadap semua aspek yang terkait dalam
dunia pengajaran.
Tidak hanya kualitas guru secara
keseluruhan, jumlah guru juga menjadi
perhatian para mudir dalam meningkatkan
dunia pendidikan Islam di pesantren Kota
Seberang, Jambi. Hal tersebut dapat dilihat
dari kutipan hasil wawancara berikut.
“Saya melihat bahwa jumlah guru di
sini masih kurang. Kami hanya punya
dua guru bahasa Inggris untuk semua
kelas. Ini menjadi faktor penting bagi
dunia pendidikan kita supaya bisa lebih
memperhatikan hal ini. Sebenarnya
kita bisa dengan mudah mencari guru.
Tapi kita juga harus melihat apa yang
ditawarkan pesantren kita tidak selalu
menarik bagi para lulusan perguruan
tinggi untuk membaktikan ilmu mereka
di pesantern kita ini. Jadi, ya ada
juga keterkaitannya dengan masalah
keuangan pesantren” (AK).
“Benar bahwa guru-guru adalah faktor
penting. Di sini saya cuma sendiri
mengajar hapalan Al Quran. Sangat
susah mencari yang bersedia mengajar
dan menemani saya di sini. Saya kira
harus ada keaktifan dari semua pihak
untuk mencari guru yang berkualitas
untuk mengajar di sini” (SY).
Dua faktor yang seharusnya diper-
hatikan dalam dunia pendidikan Islam
Pesantren di Kota Seberang Jambi
adalah kualitas guru dan keterbatasan
jumlah tenaga pengajar. Pemberian
pelatihan terhadap guru-guru pesantren
dan penerimaan guru-guru baru yang
berkualitas dan mengajar sesuai bidang
keilmuan mereka sangat mendukung
program pemerintah untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa.
Di samping faktor tenaga pengajar,
metode pengajaran guru juga harus terus
ditingkatkan dalam memajukan dunia pen-
didikan Islam di Jambi. Metode pengajaran
yang bervariasi seharusnya dapat menjadi-
kan anak didik lebih dapat menyerap
ilmu pengetahuan yang diberikan oleh
para tenaga pendidik. Metode pengajaran
yang kekinian yang dimaksud oleh para
partisipan dari hasil wawancara adalah
metode pengajaran secara umum yang dapat
menarik para anak didik untuk menghadiri
kegiatan proses belajar mengajar dengan
lebih baik. Hal tersebut dapat dilihat dari
kutipan wawancara berikut ini.
“Saya terus terang aja. Metode penga-
jaran saya masih bersifat tradisional.
Itulah tantangan yang harus saya atasi
dalam memajukan dunia pendidikan
kita ini. Saya berpikir bahwa semua
hal yang menjadi perhatian kita adalah
menciptakan suasana yang kondusif di
dalam kelas guna menciptakan kelas
yang penuh dengan tawa. He he...”
(AH).
Metode pengajaran di pesantren se-
bagian besar adalah metode pengajaran
tradisional dengan perkuliahan dan
penghapalan. Metode diskusi, presentasi,
pengajaran berbasis projek, dan integrasi
antarmata pelajaran yang dituangkan
dalam Kurikulum 2013 (Permendikbud,
2013) adalah contoh metode yang jarang
digunakan dalam dunia pendidikan
Islam khususnya di pesantren di Kota
Seberang Jambi. Hasil diskusi kelompok
mengemukakan:
“Tantangan terbesar yang saya hadapi
adalah tentang metode pengajaran
dalam kelas. Saya melihat sebagian
besar kita di sini masih menerapkan
ceramah dan menghapal dalam
kegiatan mengajar kita. Ya begitulah,
itu yang juga kita dapatkan dan
akhirnya kita terapkan di sini. Saya
JURNAL KEPENDIDIKAN, Volume 46, Nomor 2, November 2016, Halaman 271-280
277
membaca peraturan sekilas tentang
berbagai metode pengajaran di dunia
pendidikan sekarang ini dan tujuannya
adalah menciptakan suasana yang
menarik di kelas. Saya berharap kami
bisa diberi pelatihan untuk diikuti
dalam rangka meningkatkan mutu
pendidikan Islam di Indonesia” (MI).
Tantangan akan penggunaan yang
lebih variatif dalam pendidikan Islam
di pesantren sangat diperlukan. Hal ini
dapat dilaksanakan dengan mengirimkan
guru-guru mengikuti pelatihan-pelatihan
pengajaran dan memberikan guru bacaan-
bacaan yang bermanfaat bagi pengembangan
metode pengajaran di pesantren.
Perubahan kurikulum di Indonesia
sangatlah dinamis, dari kurikulum
pasca-Indonesia merdeka sampai
sekarang diterapkannya Kurikulum 2013
(Permendikbud, 2013). Hal ini juga
mempengaruhi kedinamisan dan mencipta-
kan problematika tersendiri bagi pesantren
modern yang ada di Kota Seberang, Jambi.
Problematika tersebut adalah kurangnya
kemampuan manajerial para penyelenggara
untuk menyesuaikan perubahan kurikulum
dan ketertinggalan guru dalam mem-
persiapkan diri menyambut kurikulum
yang baru. Hasil diskusi menunjukkan akan
pentingnya pelatihan tentang kurikulum
yang diterapkan oleh pemerintah. Hal
ini penting mengingat pesantren modern
sebagai salah satu aset dalam mencerdaskan
kehidupan bangsa sedapatnya menyesuai-
kan diri dalam menghadapi kurikulum
terbaru. Kurikulum yang digunakan
pesantren tempat penelitian ini adalah
Kurikulum 2006. Hasil wawancara dengan
pengelola yayasan menyatakan,
“Saya pikir kurikulum sangat penting
ya, kita punya tenaga terbatas untuk
mendiskusikan apa-apa saja yang
perlu diperhatikan dalam manajemen
kurikulum. Saya sendiri kurang
mengerti akan perbaikan kurikulum
yang tepat. Saya kira solusi yang
ditawarkan adalah pihak pemerintah
memberi perhatian lebih akan hal ini
dengan menginformasikan semua hal
yang berkaitan dengan kurikulum
secara berkala” (TU).
Terkait dengan problematika pendidik-
an Islam di pesantren yang berkaitan dengan
kurikulum, guru, dan pengelola pesantren
Kota Seberang Jambi menyarankan pihak
terkait untuk terus memberikan pelatihan
penerapan kurikulum bagi guru dan
pengelola. Selain itu, penginformasian
yang baik akan semua hal yang berkaitan
dengan kurikulum secara konsisten harus
juga dilakukan oleh pemerintah dalam hal
ini Kemenag RI.
Selain problematika akedemis, pro-
blematika nonakademis juga ditemukan
dalam penelitian ini. Dari hasil wawancara
dan diskusi, terdapat dua hal yang
dipertimbangkan sebagai problematika
nonakademis dalam penelitian ini yaitu
fasilitas pendidikan dan keuangan.
Standar fasilitas sendiri telah di-
kemukakan dalam pembentukan dasar
kurikulum Indonesia (Permendikbud,
2013). Pesantren di Kota Seberang Jambi
mempunyai keterbatasan dalam hal
memfasilitasi kegiatan belajar mengajar baik
di dalam maupun di luar kelas. Keterbatasan
tersebut misalnya berupa keterbatasan media
pembelajaran (komputer, akses internet,
proyektor, dan media lainnya), keterbatasan
gedung kelas dan fasilitas pendukung lainnya
(lapangan olahraga, perpustakaan yang baik,
laboratorium bahasa, laboratoriumscience,
dan lainnya). Hasil wawancara dengan salah
satu mudir dan pengelola yayasan pesantren
mengungkapkan bahwa,
“Saya tahu bawah pondok [pesantren]
ini masih baru. Kamu bisa lihat
Muhammad S. dan Akhmad H.: Problematika Dunia Pendidikan Islam ...
278
kalau kami kekurangan gedung dan
lapangan olahraga. Saya kira itu
juga bisa disebut sebagai masalah
yang kami belum dapat selesaikan di
tempat ini. Jadi, kami mohonlah ke
pemerintah agar terus memperhatikan
apa-apa yang dianggap kurang di
pondok ini” (SA).
“Saya bisa bilang kalau kami masih
kekurangan gedung, tidak ada
laborotarium bahasa, IPA, dll. Ya
begitulah. Pelajaran sekarang kan?
Lebih kepada belajar menggunakan
internet dan fasilitas itu terbatas,
komputer saja hanya ada beberapa
di sini, proyektor cuma satu buah
bagaimana bisa mengakomodir
seluruh kelas. Beda sekali dengan
sekolah negeri di mana banyak
komputer dan perlengkapan lainnya.
Saya pikir sikap raja [pemimpin] kita
yang harus terus memperhatikan hal
ini” (AK).
Dengan adanya permasalahan ini,
para partisipan mengusulkan kepada
pihak terkait agar dapat terus membantu
mereka dalam membangun pesantren
tempat mereka mengajar. Hal wajar dalam
sebuah sistem pendidikan tentang adanya
kelemahan-kelemahan dalam hal fasilitas
penunjang. Akan tetapi, pemerataan
pembangunan pendidikan adalah hal
mutlak yang sesuai dengan Undang-
Undang Dasar 1945.
Keuangan merupakan hal berikutnya
yang dapat dilihat sebagai problematika
dalam pendidikan Islam di Pesantren Kota
Seberang Jambi. Kendala fi nansial yang
diungkap dalam wawancara dan diskusi
kelompok berdampak kepada berbagai
hal: (1) kurangnya kesejahteraan guru
dan pengelola, (2) terhambatnya proses
administrasi manajerial pesantren, dan
(3) terhambatnya pembangunan fasilitas
pendidikan. Hasil wawancara dengan
seorang mudir dan pengelola pesantren
mengungkapkan,
“Keuangan tentunya adalah muara
dari semua masalah yang kita hadapi.
Hal ini yang menyebabkan segala
sesuatu bisa atau tidak bisa. Masalah
kualitas guru, input dan outputnya.
Kalau kita tidak punya masalah
fi nansial maka kita bisa mencari guru
yan berkualitas untuk bisa bekerja di
sini. Saya pikir pemerintah mungkin
tidak akan banyak membantu karena
mungkin sebagai bangsa kita juga
kekurangan” (MR).
“Saya setuju keuangan adalah faktor
utama, kita tidak punya banyak
donatur untuk berkontribusi lebih
dalam keuangan kita. Kita tidak
boleh juga meminta yang terlalu
berlebihan kepada pemerintah.
Hal itu menghambat administrasi,
pembangunann fasilitas dan gaji kami
sebagai pengelola. Mungkin solusi
yang terbaik adalah kita punya usaha
sendiri dalam mengelola keuangan
pesantren kita” (TU).
Tidak hanya pengelola dan kepala
mudir yang berpendapat bahwa keuangan
adalah problematika utama dalam dunia
pendidikan Islam di Kota Seberang Jambi
tetapi juga hal tersebut dirasakan oleh para
tenaga pengajar. Mereka mengemukakan,
“Saya bukanlah orang yang munafi k
ya. Tapi kita juga perlu kesejahteraan
dalam hidup. Saya mengajar sambil
mengojek; memang kadang terasa
sedikit malu tetapi saya tidak bisa
menghindari. Saya punya mulut untuk
diberi makan, anak tiga dan semua
bersekolah. Gaji di sini tentu tidak
cukup, saya sudah mengabdi cukup
lama. Tapi ya mau bilang apa” (MI).
“Saya setuju, keuangan di sini sangat
sulit, gaji saya hanya cukup untuk
memberi makan bulanan kepada
JURNAL KEPENDIDIKAN, Volume 46, Nomor 2, November 2016, Halaman 271-280
279
keluarga saya. Ya itulah tantangan
yang harus kami hadapi. Kami
juga haru memikirkan dunia selain
keikhlasan kami untuk mengajar di
sini” (SY).
Keterbatasan gaji guru menjadi fokus
penting dalam peningkatan kualitas guru
pesantren yang harus menjadi perhatian
segala pihak. Guru di pesantren membawa
uang saku yang tidaklah cukup besar untuk
dibawa ke rumah. Oleh karenanya, para
guru mencari pekerjaan sampingan untuk
memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Kendala keuangan di pendidikan
Islam pesantren di Kota Seberang Jambi
tidak dapat dilepaskan dari faktor ekonomi
Indonesia secara keseluruhan. Hal ini
membuat sebagian guru tidak fokus dalam
megajar karena harus mencari penghasilan
lainnya untuk memenuhi kebutuhan hidup
mereka, menghambat pembangunan fasilitas
pendidikan di pesantren, mengahambat
proses administrasi, dan juga kecilnya
penghasilan pengelola pesantren.
SIMPULAN
Berdasarkan temuan dari hasil
penelitian disimpulkan bahwa terdapat
beberapa problematika yang dihadapi
pesantren di Kota Seberang Jambi yaitu
kurangnya tenaga pengajar yang berkualitas,
metode pengajaran yang masih bersifat
tradisional dan belum banyak variasi,
kebijakan kurikulum yang berubah-ubah,
fasilitas pendidikan yang belum memadai,
dan keuangan pesantren yang belum bisa
mencukupi.
DAFTAR PUSTAKA
Christensen, L., & Johnson, B. (2008).
Education research: Quantitative,
qualitative, and mixed approach. New
York: Sage.
Creswell, J. W. (1994). Research design:
Qualitative and quantitative approach-
es. Thousand Oaks, CA: Sage.
Daradjat, Z. (1996). Pendidikan Islam
dalam keluarga dan sekolah. Jakarta:
Ruhama.
Daulay, H. P. (2009). Dinamika pendidikan
Islam di Asia Tenggara. Jakarta:
Rineka Cipta.
Ghazali, M. B. (2001). Pendidikan
pesantren berwawasan lingkungan:
Kasus pondok pesantren An Nuqayah
Guluk-Guluk Sumenep, Madura.
Jakarta: Pedoman Ilmu.
Ismail, S. M. (2008).Strategi pembelajaran
Islam berbasis PAIKEM: Pembelajaran
aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan
menyenangkan. Semarang: Rasail.
Kurniawan, & Mahrus, E. (2011). Jejak
pemikiran tokoh pendidikan Islam.
Yogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Kementerian Agama [Kemenag].
(2015, Februari). Data pesantren
Jambi. Diunduh dari http://www.
kemenagjambi.com.
Mardjun, A. (2007). Tantangan pendidikan
Islam abad 21. Jurnal Hanafa, IV(1),
23-30.
Muhaimin. (2007). Pengembangan
kurikulum pendidikan agama Islam
di sekolah, madrasah, dan perguruan
tinggi. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Mukminan. (2010). Analisis kecukupan
guru pendidikan agama Islam sekolah
dasar di Kabupaten Bantul. Jurnal
Kependidikan, 40(2), 165-174.
Patton, M. (1990). Qualitative evaluation
and research methods. Beverly Hills,
CA: Sage.
Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan [Permendikbud] Nomor
69 Tahun 2013 tentang Kerangka
Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah
Menengah Atas/Madrasah Aliyah.
Muhammad S. dan Akhmad H.: Problematika Dunia Pendidikan Islam ...
280
Rembangy, M. (2010). Pendidikan trans-
formatif: Pergulatan kritis merumuskan
pendidikan di tengah pusaran arus
globalisasi. Yogyakarta: Teras.
Rizal, S. A. (2011). Transformasi corak
edukasi dalam sistem pendidikan
pesantren, dari pola tradisi ke pola
modern. Jurnal Pendidikan Agama
Islam-Ta’lim, IX(2), 95-112.
Sarbiran. (2004). A comperative sudy
of gurukula and pondok pesantren
educational system. Jurnal Kepen-
didikan, 34(1), 91-102.
Tantowi, A. (2009). Pendidikan Islam di
era transformasi. Semarang: Pustaka
Rizki Putra.
JURNAL KEPENDIDIKAN, Volume 46, Nomor 2, November 2016, Halaman 271-280