Content uploaded by Jumal Ahmad
Author content
All content in this area was uploaded by Jumal Ahmad on Dec 27, 2017
Content may be subject to copyright.
ISLAM ASIA TENGGARA:
DINAMIKA HISTORIS DAN DISTINGSI
Disusun guna memenuhi Tugas Mata Kuliah History of Islamic
Civilization
Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA., Prof. Dr. Didin Saepudin, MA.,
Prof. Dr. Amany B. Lubis, Prof. Dr. Budi Sulistiono,
Dr. Abd. Chaer
Disusun Oleh:
Jumal Ahmad
NIM: 21171200000008
SEKOLAH PASCASARJANA
PROGRAM MAGISTER PENGKAJIAN ISLAM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2017
----------------------------------------------------------------------------------------------
2
----------------------------------------------------------------------------------------------
3
Ucapan Terima Kasih
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ilmiah tentang Islam Asia Tenggara: Akar Historis dan
Distingsi.
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dengan bahan
rujukan baik buku, jurnal, majalah atau makalah dari internet yang bisa kami akses
yang tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak sehingga dapat memperlancar
pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada
semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Tak lupa kami ucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada para dosen
mata kuliah History of Islamic Civilization, khususnya Bapak. Prof. Azyumardi
Azra yang kajian di kelas dan tulisan-tulisannya sangat menginspirasi penulisan
makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik agar kami dapat
memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang Islam Asia
Tenggara: Akar Historis dan Distingsi ini dapat memberikan manfaat maupun
inpirasi terhadap pembaca.
Jakarta, 24 Desember 2017
Jumal Ahmad
----------------------------------------------------------------------------------------------
4
Islam Asia Tenggara: Dinamika Historis dan Distingsi
Oleh: Jumal Ahmad
Sekolah Pascasarjana UIN Jakarta
ahmadbinhanbal@gmail.com
Pedahuluan
Kian banyak kalangan yang berusaha memahami Islam di Asia Tenggara
dalam pengejawantahan kehidupan sosial budaya Islaminya Indonesia memiliki
distingsi tersendiri, yang tidak ditemukan di tempat-tempat lain di Dunia Muslim.
Kaum Muslimin Indonesia memang memiliki sistem dan tradisi sosial budaya yang
khas dan distingtif jika dibandingkan dengan umat Islam di tempat-tempat lain.
Karena itulahlah Islam Indonesia memiliki wilayah budaya Islamnya sendiridari
delapan Islamic cultural spheres yang ada di muka bumi.
Islam datang ke Asia Tenggara dengan jalan damai, tanpa kekerasan dan
peperangan, namun dalam hal teori masuknya Islam di Asia Tenggara masih
menjadi polemik yang belum menemui titik temu, sebagian mengatakan Islam Asia
Tenggara berasal dari Gujarat, sebagian dari Makkah, sebagian lagi dari Persia dan
ada peneliti yang mengkompromikan itu semua.
Penyebar Islam di Nusantara adalah para sufi pengembara sekaligus
berprofesi sebagai pedagang yang berperan utama dalam syiar Islam. Keberhasilan
para sufi dalam syiar Islam lebih disebabkan dalam menyajikan Islam menggunakan
kemasan yang atraktif, yaitu menekankan kesesuaian Islam dengan tradisi lama atau
kontinuitas, ketimbang perubahan drastis dalam kepercayaan dan praktik
keagamaan lokal (Hindu dan Buddha).
Peradaban Melayu-Indonesia atau sekarang disebut Asia Tenggara
merupakan bagian integral dari peradaban Islam secara keseluruhan. Integralisme
ini terlihat pada kesatuan akidah, ibadah dan muamalah pokok yang wajib diimani
dan diamalkan kaum muslimin (Great Culture).
----------------------------------------------------------------------------------------------
5
peradaban Islam Asia Tenggara pada saat yang sama menampilkan ciri-ciri dan
karakter yang distingtif dan khas yang berbeda dengan peradaban Islam di wilayah-
wilayah lainnya (Little Culture). Karakter distingtif ini bisa kita temukan pada
penampilan fisik Melayu dan budaya materialnya dipengaruhi oleh lingkungan
alam, geografi dan bahkan cuaca Nusantara. Semua kenyataan ini memunculkan
gaya hidup, adat istiadat dan tradisi yang khas pula.
Pembahasan
A. Pengertian Islam Asia Tenggara
Islam Asia Tenggara mengacu pada Islam di gugusan kepulauan atau benua
maritim (nusantara) yang mencakup tidak hanya kawasan yang sekarang menjadi
negara Indonesia, tetapi juga wilayah Muslim Malaysia, Thailand Selatan (Patani),
Singapura, Filipina Selatan (Moro), dan juga Champa (Kampuchea). Islam Asia
Tenggara (Southeast Asian Islam) sering digunakan secara bergantian dengan 'Islam
Melayu-Indonesia' (Malay-Indonesian Islam).
1
l itu dimaklumi karena
Indonesia kian dikenal sebagai negara dengan penduduk beragama Islam terbanyak
karena sekitar 88,7 % dari total 235 juta penduduk Indonesia beragama Islam.
Harry J. Benda membagi wilayah Nusantara/ Asia Tenggara ke dalam tiga
wilayah kultural, yaitu : Pertama, Kawasan yang disebut Indianized Southeast Asia,
yaitu Asia Tenggara yang telah di Indiakan (Indonesia), Kedua, Kawasan yang
disebut Sinicized Southeast Asia, yaitu Asia Tenggara yang telah di Cinakan
1
Azyumardi Azra, Islam Nusantara. Link:
http://republika.co.id/berita/kolom/resonansi/15/06/17/nq3f9n-islam-nusantara-1 ( diakses
06 November 2017)
----------------------------------------------------------------------------------------------
6
(Vietnam), Ketiga, Kawasan yang disebut Hispanized Southeast Asia, yaitu Asia
Tenggara yang telah di Spanyolkan (Philipina).
B. Dinamika Historis Islam Asia Tenggara
Kehadiran Islam di bumi Nusantara berlangsung secara sistematis,
terencana, dan tanpa kekuatan militer, dibawa oleh para ulama-alim yang memang
membawa misi khusus menyebarkan Islam. Berbeda dengan kedatangan agama
Kristen pertama kali yang dibawa oleh kolonialis, khususnya dari Belanda. Para dai
membawa misi kedamaian, bukan peperangan. Yang dibawa adalah ilmu, bukan
senjata.
Islamisasi dengan damai dilukiskan Thomas W. Arnold sebagai berikut:
kepulauan Nusant -bukti yang menunjukkan adanya
pelaksanaan dakwah Islam yang berjalan dengan penuh damai selama 600 tahun
2
Teori Masuknys Islam ke Asia Tenggara
Menurut beberapa ahli sejarah, ada beberapa teori tentang masuknya Islam
ke kawasan Asia Tenggara, seperti teori kedatangan teori Gujarat, teori Mekkah,
dan teori Persia.
1. Teori Gujarat : Pijnepel (1872 M) adalah orang yang mengemukakan
pertama kali, ini berdasarkan perjalanan Sulaiman, Markopolo dan Ibn
Batutah, dilanjutkan dengan dukungan Snouck Hurgronye dengan alasan :
pertama, kurangnya fakta yang menjelaskan peranan bangsa Arab dalam
penyebaran agama Islam ke Nusantara; kedua, hubungan dagang antara
Indonesia-India telah lama terjalin; ketiga, Inskripsi tertua tentang Islam
2
Thomas W. Arnold, Sejarah Dakwah Islam, terj. A. Nawawi Rambe (Jakarta:
Widjaya, 1985), 352 dalam Toto Suharto, Gagasan Pendidikan Muhammadiyah dan NU
sebagai Potret Pendidikan Islam Moderat di Indonesia, Jurnal Islamica, Vol. 9, No.1
September 2014, hal. 82
----------------------------------------------------------------------------------------------
7
yang terdapat di Sumatra memberikan gambaran hubungan dagang antara
Sumatra dan Gujarat. Sejarawan pendukung teori ini antara lain
Stutterheim, Schriekie (Indonesian Sociological Studies), Clifford Geertz
(The Religion of Java), Harry J.Benda (A History of Modern South East
Asia) Van Leur (Indonesian Trade and society), T.W. Arnold (The
Preaching of Islam).
2. Teori Mekkah : Tahun 1958 M, muncul kritikan terhadap teori pertama,
seperti tokoh Hamka dalam acara Dies Natalis IAIN ke-8 di Yogyakarta.
Kemudian mendapat kritikan juga dalam seminar di IAIN medan, tentang
sama di Aceh 10-16 Juli 1978 M, yang diikuti oleh Indonesia, Malaysia,
India, Australia dan Prancis. Sejarawan Barat yang sependapat teori ini
adalah Crawfurd (1820 M), Keyzer (1859 M), Veth (1878 M).
Alasan kuat teori ini menurut Hamka adalah bahwa Gujarat hanya sebagai
tempat singgah, sedangkan Mekkah atau Mesir adalah sebagai tempat
pengambilan ajaran Islam. Ia juga mendasarkan bahwa mazhab terbesar
yang dianut sebagian umat Islam Nusantara adalah Mazhab Syafii dan
mazhab yang sama dianut di Mekkah masa itu, alasan ini jarang diungkap
sejarawan Barat masa awal.
Alasan lain dikemukakan oleh S.M.N. al-Attas bahwa sebelum abad ke-17
M. seluruh literatur keagamaan yang relevan tidak mencatat satu pengarang
pun muslim India atau berasal dari India. Penulis yang dipandang Barat
sebagai berasal dari India terbukti berasal dari Arab atau Persia. Termasuk
penggunaan gelar Syarif, Said, Muhammad, Maulana juga identik dengan
asal Mekah. Kemudian bukti lain adalah pada tahun 1297 M Gujarat masih
berada dibawah naungan kerajaan Hindu, setahun kemudian baru
ditaklukkan tentara muslim.
3. Teori Persia : Teori ini dipelopori oleh Hoesin Djajaningrat dari Indonesia,
bahwa Islam yang masuk ke Indonesia berasal dari Persia abad ke-7 M.
----------------------------------------------------------------------------------------------
8
Teori ini memfokuskan tinjauannya pada sosio-kultural di kalangan
masyarakat Islam Indonesia yang ada kesamaan dengan di Persia.
Diantaranya adalah perayaan Tabut di beberapa tempat di Indonesia, dan
berkembangnya ajaran Syekh Siti Jenar, ada kesamaan dengan ajaran Sufi
al-Hallaj dari Iran Persia.
Hamka menolak teori ini dengan alasan, bila Islam masuk abad ke-7 M.
yang ketika itu kekuasaan dipimpin Khalifah Umayyah (Arab), sedangkan
Persia belum menduduki kepemimpinan dunia Islam. Dan masuknya Islam
salam suatu wilayah, bukankah identik langsung berdirinya kekuasaan
politik Islam.
4. Sarjana Muslim kontemporer seperti Taufik Abdullah mengkompromikan
pendapat di atas dengan menyebutkan memang benar Islam sudah datang
ke Indonesia sejak abad pertama Hijriyah atau abad ke -7 atau 8 Masehi,
tetapi baru dianut oleh para pedagang Timur Tengah di pelabuhan-
pelabuhan. Barulah Islam masuk secara besar-besaran dan mempunyai
kekuatan politik pada abad ke-13 dengan berdirinya kerajaan Samudra
Pasai. Hal ini terjadi akibat arus balik kehancuran Baghdad ibukota
Abbasiyah oleh Hulagu. Kehancuran Baghdad menyebabkan pedagang
Muslim mengalihkan aktivitas perdagangan ke arah Asia Selatan, Asia
Timur, dan Asia Tenggara.
3
Siapa yang Berperan Menyebarkan Islam
Siapa yang memainkan peran penting utama dalam menyebarkan Islam di
Nusantara masjh menjadi perdebatan. Van Leur berpandangan bahwa para
pedagang Arab-lah yang memiliki peran penting dalam menyebarkan Islam di
Indonesia. Sementara Anthony Johns menilai bahwa proses islamisasi lebih banyak
dilakukan oleh agen-agen sufi.
4
3
Prof. Dr. Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, Raja Grafindo
Persada, 2005, hal. 9
4
Uka Tjandrasasmita, Arkeologi Islam Nusantara, Kepustakaan Populer Gramedia
(KPG), Jakarta, 2009, hal. 21-28
----------------------------------------------------------------------------------------------
9
t ini dengan
menyatakan cukup beralasan bahwa antara saudagar dan sufi terdapat dalam diri
seorang individu. Sunan kudus misalnya, saah seorang dari Walisongo yang sangat
dihormati, seorang alim, sufi sekaligus saudagar yang kaya raya.
5
Menurut Alwi Shihab berdasarkan disertasinya bahwa pandangan yang
paling luas diterima menyatakan Islam berhasil diterima secara damai oleh
masyarakat Indonesia lewat ajaran-ajaran para sufi. Jika dibandingkan dengan
cabang-cabang disiplin Islam yang lain, tasawuf pada umumnya diakui sebagai
disiplin yang paling besar perannya dalam penyebaran Islam di Indonesia.
6
Azyumardi Azra sependapat dan menyebutkan bahwa penyebar Islam
adalah para sufi pengembara sekaligus berprofesi sebagai pedagang yang berperan
utama dalam syiar Islam. Keberhasilan para sufi dalam syiar Islam lebih disebabkan
dalam menyajikan Islam menggunakan kemasan yang atraktif, yaitu menekankan
kesesuaian Islam dengan tradisi lama atau kontinuitas, ketimbang perubahan drastis
dalam kepercayaan dan praktik keagamaan lokal (Hindu dan Buddha). Di samping
itu para sufi suka menawarkan pertolongan, misalnya menyembuhkan berbagai
penyakit yang diderita rakyat dan mengimbangi ilmu magis yang berkembang
dalam masyarakat.
Para Sufi menyebarkan Islam melalui dua cara: 1) Dengan membentuk
kader mubalig agar mampu mengajajarkan serta menyebarkan agama Islam di
daerah asalnya. 2) Melalui karya tulis yang tersebar dan dibaca di berbagai tempat.
Misalnya Hamzah Fanshuri menulis antara lain Asrar al-Arifin fi Bayan ila al-Suluk
wal Tauhid, juga Syair Perahu yang merupakan syair Sufi.
7
5
Dari Haramain ke Nusantara, Jejak
Intelektual Arsitek Pesantren, Jakarta, Kencana, 2006, hal. 54
6
The Muhammadiyah Movement and Its Controversy with Christian
Mission in Indonesia--Temple University, 1995), 18-19.
7
Prof. Dr. Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, Raja Grafindo
Persada, 2005, hal. 12
----------------------------------------------------------------------------------------------
10
Jasa para sufi dalam mengislamkan wilayah Melayu cukup besar, hal ini
ditandai berkembangnya tarekat-tarekat di Indonesia pada abad ke-6 dan ke-7.
Mukti Ali menegaskan bahwa keberhasilan pengembangan Islam di Indonesia
adalah melalui tarekat dan tasawuf. Kartodirdjo menjelaskan bahwa faktor yang
turut mendorong proses Islamisasi di Indonesia ialah aliran sufisme atau mistik
yang melembaga dalam tarekat-tarekat. Beberapa wali mencampurkan ajaran Islam
dengan mistik, sehingga timbul suatu sinkretisme. Mereka bersedia memakai unsur-
unsur kultur pra-Islam dalam menyebarkan agama Islam.
Titik Awal Islam di Nusantara
Titk Islam pertama kali masuk masih menjadi perdebatan. Berdasarkan
Seminar Internasional Masuknya Islam di Nusantara tanggal 5 Desember 2017 di
Asrama Haji, Banda Aceh bahwa titik awal masuknya Islam adalah di Aceh.
Azyumardi Azra menyebut Pasai sebagai tempat pertama masuknya Islam ke
Nusantara. Menurut Farid Wajdi, Peureulak di Aceh Timur adalah titik nol
masuknya Islam ke Nusantara. Sedangkan Husaini Ibrahim meyakini berdasarkan
penelitiannya terhadap batu-batu nisan Aceh bahwa titik nol masuknya Islam ke
Nusantara justru Lamuri di Aceh Besar. Semuanya berkesimpulan Aceh sebagai
titik awal masuknya Islam.
8
Berbeda dengan para peneliti sejarah di atas. Pemerintah Indonesia
memasukkan Barus
9
sebagai titik awal Islam di Nusantara. Meskipun terkesan
bersifat politis, Barus pernah besar dan bahkan konon telah menjadi kota
perdagangan sebelum kedatangan Islam. Berita-berita dari Prapanca (Majapahit),
8
Islam Masuk Pertama Kali di Barus. Link:
http://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/17/12/03/p0dnbm385-islam-
masuk-ke-nusantara-pertama-kali-di-barus (diakses 10 Des. 2017). Lihat juga Titik Nol
Peradaban Islam di Nusantara: Kritik Ilmiah dari Ujung Paling Barat Nusantara. Link:
http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbaceh/2017/05/16/titik-nol-peradaban-islam-di-
nusantara-kritik-ilmiah-dari-ujung-paling-barat-nusantara/ (diakses: 14 Desember 2017)
9
Barus dalam buku Negarakertagama merujuk pada sebuah lokasi yang disebut
Poluosuo/Polu/Polushi/Polu/Balus. Selama periode yang panjang disebut Fansur oleh orang
Arab, Varocu oleh masyarakat Tamil dan Barus oleh penduduk setempat. Lihat: Lobu Tua
Sejarah Awal Barus oleh Claude Gelliot, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia dan Pusat
Arkeologi Nasional, Cet. II, 2014), hal. 153
----------------------------------------------------------------------------------------------
11
Tome Pires (Portugis), Sulaiman Al-Muhri (Arab), dan Sidi Ali Syalabi (Turki)
mencatat bahwa Barus adalah kerajaan kecil yang merdeka dan makmur, yang
diramaikan oleh perdagangan.
Selain itu, di Barus masih ditemukan artefak-artefak sejarah kejayaan Islam
sama lalu dan makam-makam besar para ulama dan wali (seperti Makam Syekh
Mahligai dan Makam Tangga Seribu). Penemuan makam-makan besar tersebut
mengindikasikan bahwa Barus memiliki banyak ulama-ulama besar. Beberapa nama
Ulama Nusantara seperti Hamzah Fansuri, Abdul Murad dan Burhanpuri terlahir di
tanah Barus.
10
Pola Masuknya Islam
Penerimaan Islam pada beberapa tempat di nusantara memperlihatkan dua
pola yang berbeda, pertama, Islam diterima terlebih dahulu oleh masyarakat lapisan
bawah, kemudian berkembang dan diterima oleh masyarakat lapisan atas, elite,
penguasa kerajaan, pola in disebut dengan bottom up, banyak dilakukan di
Sumatera.
Kedua, Islam diterima langsung oleh elite, penguassa kerajaan kemudian
disoialiasikan kepada masyarakat bawah atau disebut dengan ( top up), banyak
dilakukan di jawa dan daerah timur Indonesia. Pola tersebut dijelaskan secara
ringkas sebagai berikut:
1. Pulau Sumatera
Pada abad ke-7 Masehi daerah Sumatra bagian utara adalah pusat
perdagangan rempah-rempah dan pedagang Arab banyak berlabuh dari daerah lain.
Letak pelabuhan yang berada di ujung Pulau Sumatra, menyebabkan daerah ini
menjadikan tempat yang strategis.
10
Titik Nol Islam Mengapa bukan Aceh. Link:
http://aceh.tribunnews.com/2017/03/31/titik-nol-islam-nusantara-mengapa-bukan-aceh
(diakses 10 Desember)
----------------------------------------------------------------------------------------------
12
Bukti tentang agama Islam masuk di Sumatra berasal dari makam Sultan
Malik Ibrahim As-Saleh, raja pertama Kerajaan Samudera Pasai tahun 1270 - 1297
Masehi dan makam seorang muslimah Tuhar Amisuri tahun 602 Hijriyah di Barus,
pantai barat pulau Sumatra. Di Sumatra bagian selatan kemunduran Kerajaan
Sriwijaya dimanfaatkan oleh Kerajaan Samudera Pasai untuk muncul sebagai
kekuatan ekonomi baru.
Daerah Sumatera yang dikenal menjadi tempat pertama masuknya Islam di
Asia Tenggara, mengalami konversi masal masyarakat kepada Islam, mereka
dikenal memiliki keyakinan yang kuat, ketika mereka masuk Islam, agama
sebelumnya ditinggalkan. Azyumardi Azra menyebutkan sebab-sebab konversi
masal masyarakat Sumatera sebagai berikut:
a. Portabilitas (siap pakai) sistem keimanan Islam. Sebelum Islam datang,
sistem kepercayaan lokal berpusat pada penyembahan arwah nenek moyang
yang tidak portable (siap pakai di mana pun dan berlaku kapan pun). Oleh
karena itu, para penganut kepercayaan ini mencari sistem keimanan yang
berlaku universal, sistem kepercayaan kepada Tuhan yang berada di mana-
mana dan siap memberikan perlindungan di mana pun mereka berada dan
mereka temukan dalam Islam. Hasilnya ketika wilayah Arab Melayu
terekrut ke dalam perdagangan internasional, para pedagang Muslim
mancanegara memainkan peranan penting mendorong konversi masal yang
terjadi di pelabuhan yang kemudian berkembang menjadi entitas politik
Muslim.
11
b. Asosiasi Islam dengan kekayaan. Ketika penduduk pribumi Nusantara
bertemu dan berinteraksi dengan orang Muslim pendatang di pelabuhan,
mereka adalah pedagang kaya. Seperti dicatat seorang Spanyol yang
11
Azyumardi Azra, Renaisans Islam Asia Tenggara: Sejarah Wacana &
Kekuasaan, hal. 62
----------------------------------------------------------------------------------------------
13
memainkan peranan penting dalam bidang politik entitas lokal dan bidang
diplomatik.
12
c. Kejayaan Militer. Orang Muslim dipandang perkasa dan tangguh dalam
peperangan. Majapahit dipercaya telah dikalahkan para pejuang Muslim
yang tidak bisa ditundukkan secara magis. Penduduk setempat percaya
bahwa mereka yang perkasa dan tangguh itu karena memiliki kekuatan-
kekuatan adikodrati.
d. Memperkenalkan Tulisan. Agama Islam memperkenalkan tulisan ke
berbagai wilayah Asian Tenggara yang sebagian bersar belum mengenal
tulisan, sedangkan sebagian yang lain sudah mengenal huruf Sanskrit.
Pengenalan tulisan Arab memberikan kesempatan lebih besar untuk
mempunyai kemampuan membaca (literacy).
e. Mengajarkan Penghapalan. Para penyebar Islam menyandarkan otoritas
sakral. Mereka membuat teks-teks yang ditulis untuk menyampaikan
kebenaran yang dapat dipahami dan dihapalkan.
f. Kepandaian dalam penyembuhan. Di jawa terdapat legenda yang
mengaitkan penyebaran Islam dengan epidemi yang melanda penduduk.
Sebagai contoh Raja Patani menjadi muslim setelah disembuhkan dari
penyakitnya oleh seorang syaikh dari Pasai.
g. Pengajaran tentang moral. Islam menawarkan keselamatan dari berbagai
kekuatan jahat. Misalnya, orang yang taat akan diberi balasan surga di
akhirat. Pandangan lama tentang dunia akhirat penuh dengan kemungkinan
yang menakutkan, sebaliknya Islam memperkenalkan janji surga yang
menyenangkan.
13
12
Ibid, hal. 72
13
Ibid, hal. 63-64
----------------------------------------------------------------------------------------------
14
2. Pulau Jawa
Penyebaran Agama Islam di Pulau Jawa diperkirakan berasal dari Malaka.
Bukti tentang agama Islam di pulau Jawa berasal dari batu nisan Fatimah binti
Maimum di Leran, Gresik yang berangka tahun 1082 Masehi.Namun, hal ini belum
berarti bahwa saat itu Islam sudah masuk di daerah Jawa Timur. Demikian pula
dengan adanya komunitas Arab yang hidup di Sumatra pada awal abad ke-12
Masehi belum tentu berarti berlangsung Islamisasi.
Setelah akhir abad ke-13 M, bukti-bukti Islamisasi sudah banyak ditemukan
di Pulau Jawa. Hal ini dapat dilihat dari penemuan beberapa batu nisan di Troloyo,
Trowulan, dan Gresik. Dalam berita Ma-huan (1416) terdapat keterangan tentang
adanya orang-orang muslim yang tinggal di kota pelabuhan Gresik. Hal ini
membuktikan bahwa masyarakat muslim mulai berkembang baik di Jawa Timur,
terutama di kota-kota pelabuhan.
Pada saat Kerajaan Majapahit mengalami masa kemunduran, diawal abad
ke-15 Masehi kota-kota seperti Tuban dan Gresik muncul sebagai pusat penyebaran
agama Islam, yang mempunyai pengaruh penyebaran ke Indonesia bagian timur
seperti Maluku. Kota pelabuhan lain seperti Demak juga menjadi pusat penyebaran
agama Islam. Pengaruh Demak menyebar ke kota-kota pelabuhan Cirebon, Sunda
Kelapa dan Banten.
Di Jawa, peran Islamisasi tidak dilakukan dengan masal seperti di
Sumatera, tetapi dengan cara perlahan-lahan dan akulturasi budaya setempat,
dilakukan oleh sembilan orang suci yang lebih dikenal sebagai Wali Sanga.
Pelopor-pelopor Islamisasi tersebut yaitu Sunan Ampel (Sunan Rahmat), Sunan
Giri, Sunan Bonang, Sunan Gunung Jati, Sunan Muria, Sunan Kali Jaga, Sunan
Drajat, Sunan Kudus dan Syaikh Lemah Abang atau Syaikh Siti Jenar.
----------------------------------------------------------------------------------------------
15
Kegiatan-kegiatan mereka dalam mengislamkan raja-raja atau penguasa dan
masyarakat Jawa, khususnya di wilayah pantai utara, seringkali dituturkan oleh
hikayat, sejarah dan tradisi lokal. Di antara kesembilan wali, Sunan Kali Jaga selalu
disebut peranannya dalam proses Islamisasi lewat perangainya yang terpuji dengan
pendekatan budaya yang dia lakukan. Merujuk pada legenda, dia memperkenalkan
Islam dengan pertunjukan wayang, memainkan gamelan dan sebagainya.
14
Walisongo melakukan penyebaran Islam dengan pendekatan tradisi,
kultural dan tasawuf. Islam yang dibawa oleh para penyeru tersebut bercorak Sunni
Dan ternyata pendekatan ini berhasil. Prosesnya berlangsung secara gradual
dan bertahap mampu mengislamkan kepulauan Nusantara, hingga zaman itu berdiri
kerajaan-kerajaan Islam yang menerapkan hukum Islam berdasarkan madzhab
15
Penyebaran Islam di Jawa juga menemukan jalannya melalui lembaga-
lembaga pendidikan yang dikenal di Indonesia sebagai pesantren. Siswa agama
disebut santri, sementara gurunya disebut guru ngaji, kiai, atau ajengan. Merujuk
pada tradisi setempat, Sunan Giri mendirikan pesantren di Giri, Gresik, yang mana
murid-muridnya datang juga dari Maluku. Syaikh Abdul Kahfi membangun
pesantrennya di Gunung Jati di Cirebon. Syaikh Kuro mendirikan pesantren di
Karawang. Murid diambil dari berbagai tempat dan setelah menyelesaikan studi
mereka kembali ke tempat masing-masing untuk menjadi kiai dan mendirikan
pesantren baru. Jadi, pesantren sebagai pusat pendidikan tradisional dianggap
sebagai salah satu saluran bagi proses islamisasi. Ia memiliki peran yang lebih luas
14
Uka Tjandrasasmita, Arkeologi Islam Nusantara, Kepustakaan Populer Gramedia
(KPG), Jakarta, 2009, hal. 28
15
Jasa Walisongo dalam Islamisasi Tradisi di Bumi Ahlussunnah, link:
http://inpasonline.com/jasa-walisongo-dalam-islamisasi-tradisi-di-bumi-ahlussunnah/
(diakses 06 November 2017)
----------------------------------------------------------------------------------------------
16
dan jangkauan geografis yang lebih besar saat siswa atau santrinya berasal dari
tempat-tempat jauh terpencil.
16
3. Pulau Kalimantan, Sulawesi dan Maluku
Berbeda dengan pulau Sumatera dan Jawa, Pulau Kalimantan dan daerah
timur Indonesia mengalami proses Islamisasi melalui konversi pusat kekuasaan
(istana/keraton) yang dijalankan dengan pusat kekuasaan yang telah ada, misalnya
disebutkan orang Arab yang menikahi putri raja, kemudian raja masuk Islam dan
rakyat pun ikut serta masuk Islam.
Penyebaran Islam di Pulau Kalimantan dapat diketahui dari Hikayat Banjar
milik Kerajaan Banjar. Islamisasi ini dilatarbelakangi oleh kepentingan politik
Kerajaan Demak dan konflik antara Kerajaan Banjar dan Kerajaan Daha.
Penyebaran di Maluku dan Sulawesi berjalan dengan damai. Hal ini tidak terlepas
dari terjalinnya jalur hubungan dan pelayaran internasional di Malaka-Jawa-
Maluku. Pengaruh Islam di Maluku diperkirakan masuk pada abad ke-14 Masehi.
Di Sulawesi, terutama bagian selatan, diperkirakan Islam masuk pada abad ke-16
Masehi.
17
C. Distingsi Islam Asia Tenggara
Sebagaimana disebutkan di atas tetntang sumber data dan teori mengenai
munculnya islam di Indonesia, penyebaran islam di Indonesia juga memiliki
karakteristik yang berbeda-beda di tiap daerahnya. Islam di Indonesia dikenal
moderat, karena islam di Indonesia masuk pertama kali dengan cara yang damai
bukan dengan jalan kekerasan. Islam di Indonesia dikenal fleksibel, cenderung
beradaptasi dan terbuka dengan dengan budaya-budaya yang ada.
16
Uka Tjandrasasmita, Arkeologi Islam Nusantara, hal. 32
17
Pola Masuknya Islam ke Sumatera dan Jawa. Link: http://www.sejarah-
negara.com/2014/08/masuknya-islam-ke-sumatra-jawa.html (diakses: 10 Desember 2017)
----------------------------------------------------------------------------------------------
17
Bangsa pedagang yang menyebarkan Islam ke berbagai penjuru nusantara
menerima budaya-budaya yang ada di nusantara dan cenderung mengikuti atau
beradabtasi terhadap kebudayaan serta lingkungan yang ada di nusantara dalam
menyebarkan agama islam,utamanya di daerah-daerah pesisir. Begitupun
masyarakat di pesisir, mereka cenderung mudah menerima segala kebudayan-
kebudayaan bahkan ajaran-ajaran agama yang di bawa oleh para pedagang ini.
Inilah yang membuat ajaran-ajaran islam dan proses islamisasi di nusantara berjalan
damai serta efektif tanpa cara kekerasan.
Hal ini sesuai dengan Azyumardi Azra yang menyebutkan Islam Indonesia
adalah Islam Flowery atau Islam yang berbunga-bunga alias beragam. Wajah Islam
Indonesia adalah wajah Islam yang tersenyum, toleran, akomodatif dan inklusif.
Islam Indonesia melekat dalam budaya, sehingga tak bisa dipisahkan. Dia juga
memandang Islam with a smiling face
dan moderat, sehingga tidak ada masalah dengan modernitas, demokrasi, HAM dan
kecenderungan-kecenderungan lain di dunia modern.
18
Islam Indonesia adalah
Islam yang melekat dengan budaya. Sementara budaya Indonesia adalah toleran,
tenggang rasa, mengalah dan sebagainya.
19
Azyumardi Azra juga menyebut kedatangan Islam ke Asia Tenggara
melalui proses vernakularisasi yaitu pembahasan kata-kata atau konsep kunci dari
bahasa Arab ke bahasa lokal yaitu bahasa Melayu, Jawa, Sunda dan bahasa
Indonesia. Kemudian proses ini diikuti pribumisasi (indigenisasi), sehingga Islam
menjadi tertanam (embedded) dalam budaya Indonesia.
20
18
Bali and Southeast Asian Islam: Debunking the Myths
Kumar Ramakrishna dan See Seng Tan (eds.), After Bali: The Threat of Terrorism in
Southeast Asia (Singapore: World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd, 2003), 45.
19
Azyumardi Azra: Islam di Indonesia Terlalu Besar untuk Bisa Gagal, Link:
http://nasional.kompas.com/read/2017/06/04/21360011/azyumardi.azra.islam.di.indonesia.te
rlalu.besar.untuk.bisa.gagal (diakses 06 November 2017)
20
Polemik dibalik istilah Islam Nusantara. Link:
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/06/150614_indonesia_islam_nusantar
a (diakses 14 Desember 2017)
----------------------------------------------------------------------------------------------
18
Oman Fathurrahman menguatkan pernyataan Azyumardi Azra di atas
dengan menyebut Islam Indonesia atau Islam Nusantara adalah Islam yang empirik
dan distingtif sebagai hasil interaksi, kontekstualisasi, indigenisasi, penerjemahan,
vernakularisasi Islam universal dengan realitas sosial, budaya, dan sastra di
Indonesia. Islam Nusantara ada namun minim pada thabaqat (biografi) yang
komprehensif para tokoh muslim Nusantara setidaknya sejak abad ke-16. Hal ini
berbeda dari fakta yang ada di Arab dan Persia, yang mengakibatkan bangunan
sejarah keduanya sangat kokoh lantaran kekayaan sumber literasi tentang itu.
21
Istilah lain yang ummatan
wasathan
22
. Istilah ini di Indonesia pertama kali diperkenalkan sejak Menteri
Agama Tarmizi Taher (1992-Aspiring for the
Middle Path Islam: Religious Harmony in Indonesia disinggung pula dalam
berbagai karya pemikir di dunia Arab semacam Muhammad Rasyid Ridha,
Muhammad al-Madani, Muhammad Syaltut, Yusuf al-Qaradhawi dan Wahbah al-
Zuhayli.
Tradisi umat Islam Indonesia sebagai ummatan wasathan terbentuk melalui
perjalanan sejarah panjang. Tradisi ini dimulai dengan proses Islamisasi yang
berlangsung damai dengan melibatkan banyak inklusivisme, akomodasi dan
akulturasi dengan budaya lokal. Proses seperti ini di masa awal memunculkan
gejala sinkretisme dengan kepercayaan dan praktek agama lokal. Tetapi sepanjang
sejarah pula berlangsung gelombang demi gelombang pembaharuan Islam, yang
pada intinya bertujuan membawa pemikiran dan praktek kaum Muslimin Indonesia
kian lebih dekat dan menjadi lebih sesuai dengan ortodoksi Islam.
21
Prof. Oman Fathurraman dalam Muktamar NU ke-33 di Makasar, Link:
http://www.nu.or.id/post/read/59035/apa-yang-dimaksud-dengan-islam-nusantara (diakses
05 November 2017)
22
Paradigma Islam wasathiyah berlandaskan ayat al- ah al-Baqarah (2):
143 tentang ummatan wasathan
ummatan wasathan agar kamu menjadi saksi [atas[ perbuatan manusia dan agar Rasul
----------------------------------------------------------------------------------------------
19
Pada level kemasyarakatan, Islam Washtiyyah terwujud dalam berbagai
organisasi besar Islam, yang umumnya berdiri jauh sebelum kemerdekaan RI.
Daftar organisasi Islam Washatiyyah itu bisa sangat panjang mulai dari
Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU), Al-
PUI, Persis, Nahdlatul Wathan, Al-Khairat, DIII, dan banyak lagi.
Organisasiorganisasi ini mengambil jalan tengahbukan hanya dalam pemahaman
dan praksis keagamaannya, tetapi juga dalam sikap sosial, budaya dan politiknya.
23
Menurut catatan Tim PUSHAM UII, Proses Islamisasi dengan damai itu
segera berubah ketika Indonesia memasuki era reformasi 1998 dengan munculnya
berbagai kelompok Islam Radikal. Kemudian untuk pertama kali diadakanlah
konferensi ulama se-ASEAN, yaitu The Jakarta International Islamic Conference,
Dan gagasan
Washatiyyah kembali menemukan momentumnya setelah Peristiwa 11 September
2001 di Amerika, ketika kaum Muslimin dan Islam menjadi terdakwa dalam aksi-
aksi kekerasan dan terorisme yang dilakukan individu dan kelompok Muslim
tertentu.
Konferensi ini diselenggarakan atas prakarsa Majelis Tabligh dan Dakwah
Muhammadiyah bekerjasama dengan Lembaga Dakwah NU, pada tanggal 13-15
Oktober 2003 di Gedung JCC Jakarta. Konferensi inilah yang mengilhami
kehadiran Center for Moderate Moslem (CMM) yang dikomandoi Muhammadiyah
kerasnya tarik-menarik antara kelompok atau gerakan Islam radikal dengan Jaringan
Islam Liberal (JIL).
24
23
Azyumardi Azra, Islam Indonesia: Kontribusi pada Peradaban Global Link:
http://www.uinsgd.ac.id/_multimedia/document/20121220/20121220133459_makalah-
azra.pdf (diakses 06 November 2017)
24
Toto Suharto, Gagasan Pendidikan Muhammadiyah dan NU sebagai Potret
Pendidikan Islam Moderat di Indonesia, Jurnal Islamica, Vol. 9, No.1 September 2014, hal.
82
----------------------------------------------------------------------------------------------
20
Keputusan untuk mengembangakn Islam Wasathiyah di Indonesia diperkuat
kembali dalam MUNAS MUI ke 9 di Surabaya tanggal 25 Agustus 2015 yang
. Pada acara tersebut Din Syamsudin dalam pidatonya
menyebutkan bahwa konsep jalan tengah tidak sama dengan konsep the middle way/
the middle path di bidang ekonomi konvensional. Wasathiyah dalam Islam
bertumpu pada tauhid sebagai ajaran Islam yang mendasar dan juga sekaligus
menegakkan keseimbangan dalam penciptaan dan kesatuan segala dari segala
lingkaran kesadaran manusia. Hal ini membawa pemahaman tentang adanya
korespondensi antara pencipta dan ciptaan (al-‘alaqah baina al-khaliq wal
makhluq) sekaligus analogi antara makrokosmos dan mikrokosmos (al-qiyas baina
al-alam al-kabir wa al-alam as-shaghir) menuju satu spot, titik tengah (median
position). Maka sesuatu filosofi wasathiyah itu, Islam menolak segala bentuk
ekstrimitas, menentang berbagai macam penyimpangan pemikiran, baik dalam
sosial, ekonomi, politik dan budaya, karena bertentangan dengan watak Islam yang
sejati.
25
Menurut Azyumardi Azra, Peradaban Melayu-Indonesia atau sekarang
disebut Asia Tenggara merupakan bagian integral dari peradaban Islam secara
keseluruhan. Integralisme ini terlihat pada kesatuan akidah, ibadah dan muamalah
pokok yang wajib diimani dan diamalkan kaum muslimin (Great Culture). Selain
kesatuan keimanan dan pengamalan ajaran pokok, kaum Muslimin juga terintegrasi
dalam berbagai jaringan (netwokrs) dengan masyarakat kawasan lain, khususnya
semenanjung Arabia. Jaringan ini mencakup bidang politik, keilmuan, keulamaan,
ekonomi, perdagangan, dan kebudayaan. Berbagai jaringan ini memiliki peran
signifikan dalam pembentukan dinamika historis dan peradaban Islam di Asia
Tenggara. Maka, peradaban Islam Asia Tenggara tidak pernah terlepas dari
dinamika Islam di kawasan lain. Oleh karena itu, pandangan yang menganggap
25
MUI, Majalah Mimbar Ulama: Islam Wasathiyah Ruh Gerak MUI edisi 372, hal.
6-7
----------------------------------------------------------------------------------------------
21
seolah-olah Islam Asia Tenggara berkembang secara tersendiri serta terisolasi dari
perkembangan dan dinamika Islam di tempat lain adalah keliru.
peradaban Islam Asia Tenggara pada saat yang sama menampilkan ciri-ciri dan
karakter yang distingtif dan khas yang berbeda dengan peradaban Islam di wilayah-
wilayah lainnya (Little Culture). Karakter distingtif ini bisa kita temukan pada
penampilan fisik Melayu dan budaya materialnya dipengaruhi oleh lingkungan
alam, geografi dan bahkan cuaca Nusantara. Semua kenyataan ini memunculkan
gaya hidup, adat istiadat dan tradisi yang khas pula.
Wilayah Nusantara sendiri terbentuk menjadi ranah budaya Islam (Islamic
cultural spheres) distingtif. Wilayah Muslim Nusantara adalah salah satu dari
delapan ranah budaya Islam yang memiliki distingsi masing-masing. Kedelapan
ranah budaya Islam tersebut adalah; Arab; Persia atau Iran; Turki, Anak Benua
India; Nusantara; Sino-Islamic atau Asia Timur; Sudanic Afrika atau Afrika Hitam
atau Afrika sub-Sahara; dan Belahan Dunia Barat (Western Hemisphere). Masing-
masing ranah budaya Islam memiliki faktor pemersatu seperti bahasa, budaya dan
tradisi sosial khas, sehingga ekspresi sosial-budaya dan politiknya pun berbeda-
beda.
Ada beberapa alasan yang menjadikan Islam di Asia Tenggara berbeda
dengan Islam di kawasan lain. Pertama, pembentukan distingsi Islam berkaitan
dengan watak penyebaran Islam ketika pertama kali datang ke kawasan ini.
Kedatangan Islam dan proses Islamisasi pada umumnya berlangsung dengan damai.
Kedua, Islam yang datang pertama kali adalah Islam yang umunya dibawa para
guru sufi yang mengembara dari satu tempat ke tempat lain untuk menyebarkan
Islam. Islam sufistik ini memiliki kecenderungan kuat untuk lebih akomodatif dan
inklusif terhadap tradisi dan praktik keagamaan lokal. Ketiga, sosiologi masyarakat
Asia Tenggara umumnya berbeda dengan kaum muslimin di kawasan Arab atau
tempat lainnya. Masyarakat Asia Tenggara umumnya adalah pesisir yang
kehidupannya bergantung pada perdagangan antar pulau dan antar benua.
----------------------------------------------------------------------------------------------
22
Sedangkan mereka yang berada di pedalaman adalah masyarakat agraris yang
kehidupannya bergantung pada pertanian. Masyarakat agraris banyak dipengaruhi
pandangan dunia mistis. Sosiologi masyarakat ini sedikit banyak mempengaruhi
pandangan Islam di kalangan masyarakat Asia Tenggara.
26
Azyumardi Azra dalam Distinguishing Indonesian Islam: Some Lessons to
Learn menyebutkan 7 distingsi lain yang membedakan Islam di Indonesia dengan
daerah lainnya yaitu: 1). Islam dibawa dengan kedamaian, bukan dengan senjata
dan peperangan. 2). Masuk lewat budaya, 3. Kaya akan budaya.4. Indonesia
berasaskan Pancasila. 5). Peran wanita. 6). Organisasi Masa, seperti NU,
Muhammadiyah, Persis dan lainnya dan 7). Kelompok radikal seperti NII dan
DI/TII.
27
Agama Islam adalah salah satu faktor terpenting pemersatu Islam Asia
Tenggara. Islam mengatasi perbedaan-perbedaan yang terdapat di antara berbagai
suku bangsa dan menjadi supra identity yang mengatasi batas-batas geografis,
sentimen etnis, identits kesukuan, adat istiadat dan tradisi lokal lainnya.
Selain itu, Bahasa juga menjadi faktor penting pemersatu Islam Asia
Tenggara. Azyumardi Azra menyebutkan bahwa bahasa ini sebelum kedatangan
Islam digunakan hanya di lingkungan terbatas, yakni suku bangsa Melayu di
Palembang, Riau, Deli dan Semenanjung Malaya. Terdapat bahasa-bahasa lain di
Dunia Melayu, seperti bahasa Jawa dan bahasa Sunda. Tetapi bahasa Melayu yang
lebih egaliter dibanding bahasa Jawa, diadopsi sebagai lingua franca oleh para
penyair Islam, ulama dan pedagang.
Kedudukan bahasa Melayu sebagai lingua franca Islam di Nusantara
bertambah kuat ketika bahasa Melayu ditulis dengan huruf Arab. Bersamaan dengan
adopsi huruf Arab, maka dilakukan pula pengenalan dan penyesuaian tanda-tanda
26
Ahmad Choirul Rofiq, Menelaah Historiografi Nasional Indonesia: Kajian Kritis
terhadap Buku Indonesia dalam Arus Sejarah, (Jogjakarta: Deeppublish, 2016), hal. 84-86
27
Distinguishing Indonesian Islam: Some Lessons to Learn
dalam Jajat Burhanudin dan Kees van Dijk (eds.), Islam in Indonesia:Contrasting Images
and Interpretations (Amsterdam: Amsterdam University Press, 2013), hal. 63-74
----------------------------------------------------------------------------------------------
23
pada aksara Arab tertentu untuk kepentingan bahasa lokal di Nusantara, sehingga
bahasa Melayu ini menjadi
semakin lebih kuat lagi ketika para ulama menulis banyak karya mereka dengan
bahasa Melayu huruf Jawi.
Pada masa inilah bahasa Melayu memainkan peranan yang penting dalam
kegiatan perdagangan dan dakwah Islamiyah, sehingga menjadikan bahasa Melayu
sebagai bahasa lingua franca di nusantara. Azyumardi Azra menyebutkan bahwa
masa-masa ini tidak hanya mengantarkan wilayah Melayu ke dalam
internasionalisasi perdagangan, tetapi juga kosmopolitanisme kebudayaan yang
tidak pernah dialami masyarakat kawasan ini pada masa sebelumnya.
28
Selanjutnya Azyumardi Azra menyebutkan sejak abad ke-16 intelektualitas
di Nusantara semakin solid karena beberapa alasan. Pertama, sejak masa ini mulai
meningkatkan perjalanan menuntut ilmu yang dilakukan murid-murid dari
Nusantara ke Arabia, khususnya Makkah dan Madinah. Kedua, sejak masa ini
murid-murid Jawi yang kembali ke Nusantara dan menjadi ulama terkemuka
menghasilkan karya-karya intelektual yang monumental dalam bahasa Melayu yang
dengan cepat tersebar ke berbagai wilayah Nusantara. Ketiga, sejak masa ini pula
berlangsung perdebatan-perdebatan intelektual di kalangan para ulama Nusantara
mengenai subjek-subjek tertentu. Contohnya perdebatan doktrin dan penafsiran
29
Azyumardi Azra menyebutkan Ortodoksi Islam Nusantara sederhananya
memiliki tiga unsur utama, pertama, kalam (teologi) Asy'ariyah; kedua, fiqh Syafi'i-
-meski juga menerima tiga mazhab fiqh Sunni lain; ketiga, tasawuf al-Ghazali, baik
dipraktikkan secara individual atau komunal maupun melalui tarekat Sufi yang
lebih terorganisasi lengkap dengan mursyid, khalifah dan murid, dan tata cara zikir
28
Azyumardi Azra, Intelektualitas Dunia Melayu-Indonesia: Refleksi Masa Lalu,
Menyongsong Masa Depan. Kata pengantar buku: Reformasi Islam Dunia Melayu-
Indonesia: Studi Pemikiran, Gerakan dan Pengaruh Syaikh Muhammad Thahir Jalal al-Din
(1869-1956), oleh Dr. Mafri Amir, MA, CV Sejahtera, 2008, hal. X
29
Ibid, hal. xii-xiii
----------------------------------------------------------------------------------------------
24
terentu.
30
Ketiga aspek ortodoksi ini terbentuk khususnya sejak abad 17-18 berkat
- -Singkili, Syekh
Muhammad Yusuf al-Makassari, Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari, Syekh Abd
al-Samad al-Palimbani dan banyak lagi.
31
Mohd Farid Mohd Shahran, seorang sarjana Malaysia, dalam artikel nya
berjudul Kerangka Teologi Islam di Alam Melayu: Kekuatan dan Cabaran
berpendapat:
ini pada awalnya dipelopori oleh
Imam Abu Hasan al- -tokoh
besar seperti Abu Bakar al-Baqillani, Abu al- -Juwaini, Abu Hamid al-
Ghazali, Fakhr al-Din al-Razi, Abu al-Fath al-Syahrastani, Abd Qahir al-Baghdadi,
Abu Ishaq al-Isfarayini dan Muhammad Yusuf al-Sanusi. Aliran ini dicirikan
dengan keutamaan dalil wahyu dalam penghujahan disamping memperkukuhnya
dengan kehujahan akal dan pengambilan jalan tengah antara pendekatan
g mengutamakan pandangan akal dan juga pendekatan
sempit sebahagian ahli Hadis yang terlalu
32
Penutup
Dari pembahasan yang singkat ini kita bisa mengetahui bahwa penyebar
ajaran Islam di Indonesia adalah pedagang yang sekaligus juga seorang sufi,
kemudian mereka membentuk pesantren yang menerima murid dari seluruh
Nusantara kemudian mereka menyebarkan Islam di daerah mereka sendiri.
30
Pengantar Sejarah Islam oleh Prof. Azyumardi Azra, kelas perdana SPs UIN
Jakarta
31
Azyumardi Azra, Islam Indonesia Inklusif Vs Eksklusif: Dinamika Keberagaman
Umat Muslimin, Makalah untuk Pengajian Ramadhan PP Muhammadiyah Kampus
Universitas Muhammadiyah Jakarta 6 Juni 2017, hal. 7
32
Mohd Farid Mohd Shahran, Akidah dan Pemikiran Islam: Isu dan Cabaran, hal. 6
dalam http://inpasonline.com/sunni-asyari-dan-identitas-muslim-nusantara/ (diakses 06
November 2017)
----------------------------------------------------------------------------------------------
25
Bahan Rujukan
Buku dan Jurnal
Abdurrahman
Arsitek Pesantren, Jakarta, Kencana, 2006
Ahmad Choirul Rofiq, Menelaah Historiografi Nasional Indonesia: Kajian Kritis
terhadap Buku Indonesia dalam Arus Sejarah, Jogjakarta: Deeppublish,
2016
The Muhammadiyah Movement and Its Controversy with Christian
Mission in Indonesia--Temple University, 1995)
Kumar Ramakrishna dan See Seng Tan (eds.), After Bali: The Threat of
Terrorism in Southeast Asia (Singapore: World Scientific Publishing Co.
Pte. Ltd, 2003
Azyumardi Azra, Islam Indonesia: Kontribusi pada Peradaban Global (artikel)
Azyumardi Azra, Islam Indonesia Inklusif Vs Eksklusif: Dinamika Keberagaman
Umat Muslimin, Makalah untuk Pengajian Ramadhan PP Muhammadiyah
Kampus Universitas Muhammadiyah Jakarta 6 Juni 2017
Burhanudin, Jajat., dan Dijk, Kees van (eds.). Islam in Indonesia: Contrasting
Images and Interpretations. Amsterdam: Amsterdam University Press,
2013.
Claude Gelliot Lobu Tua Sejarah Awal Barus, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia dan
Pusat Arkeologi Nasional, Cet. II, 2014
Mafri Amir, Reformasi Islam Dunia Melayu-Indonesia: Studi Pemikiran, Gerakan
dan Pengaruh Syaikh Muhammad Thahir Jalal al-Din (1869-1956),
CV Sejahtera, 2008
Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, Raja Grafindo
Persada, 2005
MUI, Majalah Mimbar Ulama: Islam Wasathiyah Ruh Gerak MUI edisi 372
Uka Tjandrasasmita, Arkeologi Islam Nusantara, Kepustakaan Populer Gramedia
(KPG), Jakarta, 2009
Tarmizi Taher, Aspiring for the Middle Path Islam: Religious Harmony in
Indonesia, Center for The Study of Islam and Society (CENSIS), IAIN
Jakarta, 1997
Toto Suharto, Gagasan Pendidikan Muhammadiyah dan NU sebagai Potret
Pendidikan Islam Moderat di Indonesia, Jurnal Islamica, Vol. 9, No.1
September 2014
----------------------------------------------------------------------------------------------
26
Website
Azyumardi Azra, Islam Indonesia: Kontribusi pada Peradaban Global
http://www.uinsgd.ac.id/_multimedia/document/20121220/2012122013345
9_makalah-azra.pdf (diakses 06 November 2017)
Azyumardi Azra, Islam Nusantara. Link:
http://republika.co.id/berita/kolom/resonansi/15/06/17/nq3f9n-islam-
nusantara-1 ( diakses 06 November 2017)
Azyumardi Azra, Polemik dibalik istilah Islam Nusantara. Link:
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/06/150614_indonesia
_ islam_nusantara (diakses 14 Desember 2017)
Azyumardi Azra: Islam di Indonesia Terlalu Besar untuk Bisa Gagal, Link:
http://nasional.kompas.com/read/2017/06/04/21360011/azyumardi.azra.isla
m.di.indonesia.terlalu.besar.untuk.bisa.gagal (diakses 06 November 2017)
Azyumardi Azra: Istilah Islam Nusantara Tak Valid, link:
http://www.dakta.com/news/1895/dakta-promosi (diakses 06 November 17
Indonesia Diharapkan Jadi Barometer Islam Moderat dalam http://www.nu.or.id/
(diakses pada 05 November 2017).
Islam Nusantara: Islam Indonesia, Link:
http://www.republika.co.id/berita/kolom/resonansi/15/06/25/nqgl54-islam-
nusantara-islam-indonesia-2 (diakses: 06 November 2017)
Islam Masuk Pertama Kali di Barus. Link:
http://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-
Islam/khazanah/17/12/03/p0dnbm385-islam-masuk-ke-nusantara-pertama-
kali-di-barus (diakses 10 Des. 2017).
Jasa Walisongo dalam Islamisasi Tradisi di Bumi Ahlussunnah, link:
http://inpasonline.com/jasa-walisongo-dalam-islamisasi-tradisi-di-bumi-
ahlussunnah/ (diakses 06 November 2017)
Kemenag Dorong UIN Jadi Kampus Riset dalam http://m.koran-
sindo.com/node/325385, (diakses pada 05 November 2017).
Prof. Oman Fathurraman dalam Muktamar NU ke-33 di Makasar, Link:
http://www.nu.or.id/post/read/59035/apa-yang-dimaksud-dengan-islam-
nusantara (diakses 05 November 2017)
Pola Masuknya Islam ke Sumatera dan Jawa. Link: http://www.sejarah-
negara.com/2014/08/masuknya-islam-ke-sumatra-jawa.html (diakses: 10
Desember 2017)
Titik Nol Peradaban Islam di Nusantara: Kritik Ilmiah dari Ujung Paling Barat
Nusantara. Link:
http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbaceh/2017/05/16/titik-nol-
peradaban-islam-di-nusantara-kritik-ilmiah-dari-ujung-paling-barat-
nusantara/ (diakses: 14 Desember 2017)
Titik Nol Islam Mengapa bukan Aceh. Link:
http://aceh.tribunnews.com/2017/03/31/titik-nol-islam-nusantara-mengapa-
bukan-aceh (diakses 10 Desember)