ArticlePDF Available

Kawasan Puja Mandala Wujud Kearifan Lokal dan Destinasi Wisata Spiritual dalam Pengembangan Model Toleransi di Indonesia

Authors:

Abstract

Indonesia region is famous for the diversity of ethnicity, religions, races, and groups. SARA nuanced conflict ever hit Indonesia, and communities lost properties, casualities and it impact their psychological health. Law seemed powerless to stem the anarchy of a few. The prohibition and destruction of places of worship injure the values of Pancasila, the 1945 Constitution, national unity, and the Homeland. It is worth giving appreciation to the people who are predominantly Hindu Bali is precisely respect for diversity over the years. Puja Mandala region is a local wisdom and the manifestation of tolerance in Bali because it has five places of worship side by side, which is: the Great Mosque of Agung Ibnu Batutah, the Catholic Church of Maria Bunda Segala Bangsa, the Church of Gereja Kristen Protestan di Bali jemaat Bukit Doa, Vihara Buddha Guna, and Jagatnatha Temple. Puja Mandala Region become spiritual travel during this time. Therefore, the model can be replicated by regional other areas, so that people can appreciate individual differences and future generations to live in peace. Wilayah Indonesia terkenal dengan keberagaman suku, agama, ras, dan antar golongan. Konflik bernuansa SARA pernah melanda Indonesia, sehingga masyarakatnya kehilangan harta benda dan korban jiwa serta mengalami trauma psikologis. Hukum seakan tak berdaya membendung tindakan anarkis segelintir orang. Pelarangan dan pengrusakan tempat ibadah mencederai nilai-nilai Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, dan NKRI. Patut memberi apresiasi kepada masyarakat Bali yang mayoritas beragama Hindu justru menghargai keberagaman selama ini. Kawasan Puja Mandala merupakan kearifan lokal dan wujud toleransi di Bali karena memiliki 5 tempat ibadah saling berdampingan, yaitu: Masjid Agung wisata spiritual selama ini. Oleh sebab itu, model kawasan ini dapat ditiru oleh daerah lain, sehingga masyarakat dapat menghargai setiap perbedaan dan generasi mendatang hidup dalam kedamaian.
15
Kawasan Puja Mandala Wujud Kearifan Lokal ..........(Dermawan Waruwu, hal 15 - 25)
Vidya Samhita
Jurnal Penelitian Agama, III (1) 2017
p-ISSN: 2460-3376, e-ISSN: 2460-4445
KAWASAN PUJA MANDALA WUJUD KEARIFAN LOKAL DAN
DESTINASI WISATA SPIRITUAL DALAM PENGEMBANGAN MODEL
TOLERANSI DI INDONESIA
Oleh :
Dermawan Waruwu
Universitas Dhyana Pura Bali
E-mail: waruwu28@ymail.com
ABSTRACT
Indonesia region is famous for the diversity of ethnicity, religions, races, and
groups.SARAnuancedconicteverhitIndonesia,andcommunitieslostproperties,casualities
and it impact their psychological health. Law seemed powerless to stem the anarchy of a
few. The prohibition and destruction of places of worship injure the values of Pancasila, the
1945 Constitution, national unity, and the Homeland. It is worth giving appreciation to the
people who are predominantly Hindu Bali is precisely respect for diversity over the years. Puja
Mandala region is a local wisdom and the manifestation of tolerance in Bali because it has
veplacesof worship sidebyside, which is:theGreatMosqueofAgung Ibnu Batutah, the
Catholic Church of Maria Bunda Segala Bangsa, the Church of GerejaKristenProtestandi
Bali jemaat Bukit Doa, Vihara BuddhaGuna,and Jagatnatha Temple. Puja Mandala Region
become spiritual travel during this time. Therefore, the model can be replicated by regional
other areas, so that people can appreciate individual differences and future generations to live
in peace.
Keywords: Puja Mandala, Tolerance, Local Wisdom, and Spiritual Tourism.
ABSTRAK
Wilayah Indonesia terkenal dengan keberagaman suku, agama, ras, dan antar golongan.
Konik bernuansa SARA pernah melanda Indonesia, sehingga masyarakatnya kehilangan
harta benda dan korban jiwa serta mengalami trauma psikologis. Hukum seakan tak berdaya
membendung tindakan anarkis segelintir orang. Pelarangan dan pengrusakan tempat ibadah
mencederai nilai-nilai Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, dan NKRI. Patut memberi
apresiasi kepada masyarakat Bali yang mayoritas beragama Hindu justru menghargai
keberagaman selama ini. Kawasan Puja Mandala merupakan kearifan lokal dan wujud
toleransi di Bali karena memiliki 5 tempat ibadah saling berdampingan, yaitu: Masjid Agung
Ibnu Batutah, Gereja Katolik Maria Bunda Segala Bangsa, Gereja Kristen Protestan di Bali
jemaat Bukit Doa, Vihara Buddha Guna, dan Pura Jagatnatha. Kawasan Puja Mandala menjadi
wisata spiritual selama ini. Oleh sebab itu, model kawasan ini dapat ditiru oleh daerah lain,
sehingga masyarakat dapat menghargai setiap perbedaan dan generasi mendatang hidup dalam
kedamaian.
Kata kunci: Puja Mandala, Toleransi, Kearifan Lokal, dan Wisata Spiritual.
16
Kawasan Puja Mandala Wujud Kearifan Lokal ..........(Dermawan Waruwu, hal 15 - 25)
Vidya Samhita
Jurnal Penelitian Agama, III (1) 2017
p-ISSN: 2460-3376, e-ISSN: 2460-4445
masyarakat mudah sekali menjadi sumber
konik selama ini. Pemahaman tentang
mayoritas kadangkala dijadikan dasar untuk
menghegemoni yang minoritas. Toleransi
antar umat beragama pun sering terabaikan
karena prinsip mayoritas dan minoritas
tersebut. Oleh sebab itu, kita sebagai warga
negara yang masih menjunjung tinggi nilai-
nilai Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal
Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) memiliki keyakinan bahwa konik
bernuansa keberagaman (agama) pasti ada
solusinya.
Masyarakat Bali yang mayoritas
penduduknya beragama Hindu justru belajar
memahami betapa pentingnya toleransi dalam
kebaragaman tersebut. Semua agama yang
telah diakui oleh pemerintah, yaitu: Hindu,
Kristen, Katolik, Islam, Budha, dan Kong Hu
Chu hidup rukun di Pulau Seribu Pura ini. Salah
satu bentuk kerukunan dan keharmonisan ini
diwujudkan melalui keberadaan kawasan
Puja Mandala yang terdapat 5 (lima) tempat
ibadah saling berdampingan. Dengan
demikian, miniatur keberagaman yang
berdasarkan Pancasila, UUD 1945, Bhineka
Tunggal Ika, dan NKRI terdapat di Pulau Bali
dengan pariwisatanya yang terkenal dengan
bernafaskan kebudayaan Hindu.
Konsep, Teori, dan Metode
Konsep yang digunakan dalam artikel ini
adalah: Puja Mandala, Toleransi di Bali, Wisata
Spiritual, dan Bhineka Tunggal Ika. Teori
yang digunakan antara lain: Teori Hegemoni,
Teori Mediasi, dan Teori Negosiasi. Teori ini
digunakan untuk membedah permasalahan
yang terjadi pada konik bernuansa agama
atau keberagaman lainnya, sehingga toleransi
di Bali pada khususnya dan Indonesia
pada umumnya dapat terwujud melalui
pengenalan model kawasan Puja Mandala
di Kabupaten Badung, Provinsi Bali. Artikel
Pendahuluan
Wilayah Indonesia terkenal dengan
keberagaman suku, agama, ras, budaya, dan
seni. Keberagaman ini menjadi kearifan lokal
masyarakat Indonesia yang tidak dimiliki
oleh bangsa lain. Namun wilayah Indonesia
pernah dilanda oleh konik yang bernuansa
keberagaman tersebut. Pelarangan maupun
pengrusakan tempat ibadah menjadi senjata
ampuh untuk membinasakan sesamanya.
Anggota masyarakat kehilangan harta benda
dan bahkan korban jiwa. Sebagian anggota
masyarakat mengalami trauma psikologis
sampai saat ini akibat dari konik tersebut.
Keberagaman yang menjadi keunikan dan
kearifan lokal bangsa Indonesia telah dijadikan
oleh individu atau kelompok tertenntu sebagai
sumber konik selama ini. Makna toleransi
yang terdapat dalam semboyan Bhineka
Tunggal Ika seakan-akan tinggal kenangan.
Pada dasarnya, semboyan Bhineka
Tunggal Ika telah memberikan tempat yang
strategis dalam bertoleransi di negeri ini.
Akan tetapi, semangat toleransi ternyata
terkoyak oleh kebengisan moral seseorang
yang ingin menggantikan Pancasila sebagai
dasar negara. Dangkalnya pemahaman agama
dan berkembangnya paham radikalis yang
sedang mengglobal saat ini semakin sulit
untuk mewujudkan toleransi di negeri tercinta
ini. Hukum seolah tak berdaya membendung
tindakan anarkis segelintir orang yang tidak
menghargai kebhinekaan bangsa Indonesia.
Intimidasi terhadap kelompok minoritas
seakan-akan dilegalkan di tengah masyarakat
plural. Aspek agama sebagai lumbung-
lumbung nilai spiritual digunakan oleh
segelintir elit politik untuk membinasakan
sesamanya demi meraih kekuasaan yang tidak
bermoral. Hampir seluruh lini kehidupan
masyarakat sedang terinfeksi virus intoleransi
yang seakan tiada hentinya sampai hari
ini. Setiap perbedaan yang ada di tengah
17
Kawasan Puja Mandala Wujud Kearifan Lokal ..........(Dermawan Waruwu, hal 15 - 25)
Vidya Samhita
Jurnal Penelitian Agama, III (1) 2017
p-ISSN: 2460-3376, e-ISSN: 2460-4445
ini ditulis dengan menggunakkan sumber-
sumber yang berdasarkan pada wawancara,
studi dokumentasi, dan observasi langsung
di kawasan Puja Mandala. Teknik analisis
data menggunakan analisis data kualitatif
yang didukung dengan data kuantitatif. Unit
pengamatan berupa orang, benda, dokumen,
proses kegiatan peribadatan dan reaksi
masyarakat di kawasan Puja Mandala tersebut.
Penentuan informan dilakukan dengan teknik
purposive sampling, yaitu teknik penentuan
informan berdasarkan ketokohan seseorang
dan umat yang beribadah serta wisatawan yang
berdoa maupun berwisata di kawasan ini. Data
kualitatif dan kuantitatif selanjutnya dianalisis
dan dideskripsikan sehingga menghasilkan
artikel yang berkualitas. Artikel ini diharapkan
dapat dipakai sebagai model atau rujukan bagi
masyarakat demi terciptanya toleransi dan
kerukunan umat beragama di seluruh wilayah
Indonesia.
Pembahasan
Segala konik yang terjadi di wilayah
Indonesia selama ini tidak sesuai dengan spirit
nilai-nilai Pancasila, UUD 1945, Bhineka
Tunggal Ika, dan NKRI. Bangsa Indonesia
merdeka dari penjajah serta mengalami
kemajuan sampai saat ini merupakan hasil
jerih lelah semua elemen bangsa. Kunci
kesuksesan bangsa Indonesia pada masa lalu
menuju ke masa depan dengan menjunjung
tinggi nilai-nilai toleransi pada setiap lini
kehidupan sosial masyarakatnya. Keberadaan
kawasan Puja Mandala menjadi bukti bahwa
masyarakat Bali yang mayoritas beragama
Hindu telah menghargai keberagaman
di daerahnya selama ini. Dalam artikel
ini diuraikan beberapa hal penting dalam
mewujudkan toleransi di wilayah Indonesia
dengan berpedoman pada kawasan Puja
Mandala tersebut.
Kawasan Puja Mandala
Istilah Puja Mandala terdiri dari
dua suku kata, yaitu: Puja dan Mandala.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(Poerwadarminta, 2005), kata puja berarti
upacara penghormatan kepada dewa-dewa,
sedangkan mandala berarti lingkaran dan
lingkungan. Puja Mandala dapat diartikan
sebagai tempat beribadah dan penghormatan
kepada Tuhan sesuai agama dan kepercayaan
masyarakat yang beribadah di kawasan
tersebut. Dalam kawasan ini terdapat 5 (lima)
tempat ibadah yang saling berdampingan.
Sekitar tahun 1990an, masyarakat yang
beragama Islam di Nusa Dua mengalami
kesulitan melaksanakan ibadah karena tidak
ada masjid di daerah ini. Sementara kebijakan
pemerintah tentang pendirian tempat ibadah
harus mendapat persetujuan dari masyarakat
di sekitarnya. Dalam mengatasi persoalan itu,
maka Joop Ave selaku Menteri Pariwisata
dan Kebudayaan berkoordinasi dengan
pemerintah daerah Bali serta tokoh-tokoh
masyarakat untuk membangun satu kawasan
tempat ibadah yang saling berdampingan.
Pemerintah daerah dan tokoh masyarakat
Bali mendukung tujuan mulia ini dalam
memberikan contoh nyata tentang toleransi
di tengah masyarakat plural di Bali. Dalam
konteks ini, kedudukan pemimpin sangat
strategis dalam membuat sebuah perubahan
di daerahnya masing-masing (Junaedi dan
Waruwu, 2016).
Kawasan Puja Mandala mulai
dibangun tahun 1994 atas bantuan PT. Bali
Tourism Development Center (BTDC) yang
memberikan tanah 2 hektar untuk dijadikan
sebagai kawasan tempat ibadah. Lokasi ini
terletak di Desa Bualu, sekitar 12 km dari
bandara internasional Ngurah Rai Bali.
Pembangunan tempat ibadah diserahkan
kepada umat beragama dengan luas tanah dan
tinggi bangunan harus sama. Tempat ibadah
18
Kawasan Puja Mandala Wujud Kearifan Lokal ..........(Dermawan Waruwu, hal 15 - 25)
Vidya Samhita
Jurnal Penelitian Agama, III (1) 2017
p-ISSN: 2460-3376, e-ISSN: 2460-4445
yang pertama sekali selesai pembangunannya,
yaitu: Masjid Agung Ibnu Batutah (Islam),
Gereja Maria Bunda Segala Bangsa (Katolik),
dan Gereja Kristen Protestan di Bali jemaat
Bukit Doa (Kristen). Pada tahun 1997
diresmikan oleh menteri agama pada waktu
itu bernama Tarmidzi Taher. Sementara
Wihara Buddha Guna (Buddha) selesai sekitar
tahun 2003 dan Pura Jagatnatha (Hindu)
selesai tahun 2005 (Nadifa, 2016). Klenteng
belum ada karena agama Kong Hu Chu baru
disahkan oleh pemerintah Indonesia setelah
pembangunan kawasan tersebut. Bentuk dan
posisi kelima tempat ibadah ini dapat dilihat
pada gambar di bawah ini.
Gambar: Kawasan Puja Mandala
(Dokumen: Dermawan Waruwu, 2016)
Sejarah keberadaan kawasan Puja
Mandala tentunya tidak terlepas dari sikap
kesahajaan dan toleransi yang ditanamkan
oleh masyarakat Hindu di Bali selama ini. Hal
ini sejalan dengan nasihat yang disampaikan
oleh Suhardana bahwa umat Hindu hendaknya
dapat mengembangkan sifat-sifat manis,
lemah lembut, dan ramah tamah. Dengan
berbicara manis kita akan memperoleh berkah
dan simpati dari orang lain. Jadikanlah semua
manusia itu saudara (Suhardana, 2011).
Kehadiran Puja Mandala dapat dikatakan
sebagai miniatur keberagaman Indonesia dan
satu-satunya kawasan di dunia yang memiliki
lima tempat ibadah yang saling berdampingan.
Model Toleransi Ala Bali
Bali dikenal dengan julukan Pulau
Seribu Pura dan Pulau Dewata menunjukkan
bahwa daerah ini penduduknya mayoritas
beragama Hindu. Kondisi mayoritas ini tidak
menghalangi mereka untuk mewujudkan
sikap toleransi sebagai perekat sosial
19
Kawasan Puja Mandala Wujud Kearifan Lokal ..........(Dermawan Waruwu, hal 15 - 25)
Vidya Samhita
Jurnal Penelitian Agama, III (1) 2017
p-ISSN: 2460-3376, e-ISSN: 2460-4445
masyarakatnya. Istilah toleransi berasal dari
bahasa latin “tolerare” yang artinya menahan
diri, bersikap sabar, membiarkan individu
lain berpendapat, berlapang dada, tenggang
rasa terhadap individu yang berlainan
pandangan, keyakinan, dan juga agama
(Roswidyaningsih, 2014). Dalam Kamus
Umum Bahasa Indonesia (Poerwadarminta,
2005) menjelaskan bahwa toleransi merupakan
sifat atau sikap menghargai, membiarkan, dan
membolehkan orang lain memiliki perbedaan
pendapat, kepercayaan, kebiasaan, dan
sebagainya dari kebiasaannya sendiri. Dengan
demikian, toleransi adalah sikap membiarkan
dan menghormati perbedaan individu atau
kelompok masyarakat dalam menjalankan
agamanya tanpa mengganggu kepentingan
orang lain di sekitarnya.
Kawasan Puja Mandala menjadi
model toleransi ala Bali. Model toleransi
ini merupakan satu-satunya di Indonesia
bahkan dunia sampai saat ini. Setiap
anggota masyarakat di daerah ini tidak
terlalu mementingkan prinsip mayoritas
dan minoritas. Masyarakat Bali menjamin
kebebasan untuk menjalankan agama dan
keyakinan orang lain karena dilekatkan
dengan nilai-nilai toleransi yang tepat. Nilai
toleransi yang tepat artinya setiap orang yang
berada di Bali tetap menghormati agama dan
budaya masyarakat Hindu yang telah menjadi
kearifan lokal masyarakatnya selama ini.
Setiap agama pasti memiliki ajaran
moral yang menjadi pegangan bagi perilaku
penganutnya. Tidak ada satupun agama di
dunia ini yang mengharapkan pemeluknya
berbuat kejahatan atau pun menyakiti
sesamanya. Semua agama mengajarkan
tentang kebenaran, keadilan, dan sikap saling
mengasihi satu sama lain (Sairini, 2006).
Semua manusia merindukan kedamaian pada
tempatnya berada. Masyarakat Bali yang
memiliki sikap toleransi menunjukkan bahwa
mereka telah memelihara nilai-nilai warisan
leluhur bangsa Indonesia (Roswidyaningsih,
2014).
Toleransi yang dipahami oleh masyarakat
Bali serta penduduk pendatang selama ini
bermuara pada sikap saling menghargai
setiap agama serta perbedaan antara anggota
masyarakat. Selama masyarakat menghargai
berbagai perbedaan yang ada di sekitarnya,
maka keharmonisan dan kedamaian dapat
terwujud dengan baik. Sistem kebersamaan
inilah yang melahirkan sebuah kebudayaan
baru karena setiap anggota kelompok merasa
dirinya terikat satu dengan yang lainnya.
Sikap toleransi antar umat beragama
yang terjalin di kawasan Puja Mandala
menunjukkan bahwa kebebasan dalam
menjalankan keyakinan agamanya masing-
masing merupakan hak dasar yang dimiliki
oleh setiap umat manusia di dunia ini. Dengan
memberikan kebebasan bagi orang lain dalam
menjalankan agamanya merupakan amanat
yang terkandung dalam Pancasila, UUD 1945,
Bhineka Tunggal Ika, dan semangat NKRI.
Kerukunan dan keharmonisan yang terjalin
di kawasan Puja Mandala selama ini sangat
dirasakan oleh semua anggota masyarakat
yang berada di daerah tersebut.
Berdasarkan hasil wawancara kepada
anggota masyarakat yang beribadah maupun
yang tinggal di sekitar kawasan Puja Mandala
mengungkapkan bahwa selama ini tidak
konik yang terjadi antar umat beragama.
Kawasan Puja Mandala justru menjadi sarana
atau model untuk mempererat hubungan
sosial antar anggota masyarakat maupun umat
beragama di daerah ini. Setiap umat diajak
untuk bekerjasama dalam menjaga keamanan
maupun dalam kegiatan keagamaan. Hal ini
ditegaskan oleh Liana (2014) bahwa jika ada
kegiatan keagamaan dalam waktu bersamaan,
umat beragama saling berinteraksi satu sama
lain untuk mempererat kerukunan tersebut.
20
Kawasan Puja Mandala Wujud Kearifan Lokal ..........(Dermawan Waruwu, hal 15 - 25)
Vidya Samhita
Jurnal Penelitian Agama, III (1) 2017
p-ISSN: 2460-3376, e-ISSN: 2460-4445
Pemerintah dan masyarakat Bali
merupakan kunci utama terwujudnya
toleransi antar umat beragama di Bali selama
ini. Peran pemerintah sangat strategis dalam
membuat setiap kebijakan sehingga tetap
tercipta kerukunan dan keharmonisan anggota
masyarakatnya. Oleh sebab itu, pemerintah
pusat hendaknya mengevaluasi kembali
tentang persyaratan pendirian tempat ibadah
di seluruh Indonesia, sehingga tidak menjadi
alat bagi individu atau kelompok tertentu
dalam memecah belah bangsa Indonesia
tercinta ini (Waruwu dan Gaurifa, 2015).
Apabila pemerintah salah dalam kebijakannya
maka masyarakat pasti mengalami konik
yang berkepanjangan seperti saat ini.
Peraturan pemerintah tentang
pembatasan penderian tempat ibadah dengan
segala persyaratannya dapat menjadi alat
bagi sekelompok masyarakat mayoritas pada
suatu daerah untuk menindas umat minoritas.
Fakta ini bukan rahasia lagi dalam kehidupan
keagamaan dan keberagaman di Indonesia
selama ini. Oleh sebab itu, marilah kita belajar
dari pemerintah daerah dan masyarakat Bali
yang memberi contoh tentang sikap hidup
yang menghargai agama orang lain. Dengan
demikian, sikap toleransi ala Bali ini sangat
penting untuk terus diwujudkan dalam segala
lini kehidupan bermasyarakat di seluruh
wilayah Indonesia.
Filosos Tri Hita Karana Memperkuat
Toleransi di Bali
Masyarakat Bali yang mayoritas
beragama Hindu memiliki losos hidup
yaitu Tri Hita Karana. Dalam losos ini
mengandung makna tentang sikap damai
dengan Tuhan, damai dengan sesama, dan
damai dengan alam di sekitarnya. Nilai-nilai
losos inilah yang tetap dipegang oleh
masyarakat Bali sampai saat ini (Wiweka,
2014). Setiap anggota masyarakat harus
tetap menjaga kedamaian antar sesama
manusia sebagai wujud umat yang percaya
kepada Tuhan. Keunikan seni dan budaya ini
menggambarkan tentang simbol keindahan
alam yang terdapat di daerah ini. Oleh
sebab itu, losos Tri Hita Karana semakin
menguatkan kearifan lokal masyarakatnya
sampai saat ini.
Konsep Tri Hita Karana ini
diimplementasikan melalui keberadaan
kawasan Puja Mandala tersebut. Hubungan
harmonis yang terjalin antara anggota
masyarakat Desa Bualu pada khususnya dan
masyarakat Bali pada umumnya menunjukkan
bahwa konsep kedamaian dengan sesama
telah diwujudkan di kawasan ini. Kendati
masyarakatnya mayoritas beragama Hindu,
tetapi prinsip berdamai dan menerima
sesamanya yang berbeda suku, agama, dan
etnis dapat terlihat dalam keharmonisan di
kawasan Puja Mandala selama ini. Seseorang
yang telah mendalami ajaran agama Hindu
secara benar pasti tidak membenci dan berkata
kasar kepada orang lain, sehingga menjadi
teladan di masyarakat (Suhardana, 2011).
Masyarakat Bali yang mayoritas
beragama Hindu justru menjadi kekuatan
untuk bertoleransi kepada semua orang.
Apalagi daerah ini sebagai daerah pariwisata
semakin mengasihi orang lain yang berasal
dari berbagai penjuru dunia. Menurut Tauq
(2007: 155) sebagai penganjur teori negosiasi
menjelaskan bahwa agar sebuah konik
dapat diselesaikan, maka para pelaku harus
mampu memisahkan perasaan pribadinya
dengan masalah-masalah umum berdasarkan
kepentingan dan bukan pada posisi yang sudah
tetap. Oleh sebab itu, prinsip mayoritas yang
dianut oleh masyarakat Bali sangat berbeda
dengan keberadaan mayoritas dari daerah
lain di seluruh Indonesia. Keberadaan agama,
suku, ras, atau golongan yang mayoritas pada
suatu daerah justru memungkinkan terjadinya
21
Kawasan Puja Mandala Wujud Kearifan Lokal ..........(Dermawan Waruwu, hal 15 - 25)
Vidya Samhita
Jurnal Penelitian Agama, III (1) 2017
p-ISSN: 2460-3376, e-ISSN: 2460-4445
konik di tengah-tengah masyarakatnya.
Mereka melakukan hegemoni kepada
kelompok minoritas (Barker, 2005). Prinsip
mayoritas di daerah Bali bukanlah sesuatu
yang dijadikan lebih berkuasa atau lebih hebat
dari yang lain, tetapi justru masyarakatnya
melindungi kelompok minoritas pada setiap
wilayahnya, termasuk pendirian tempat
ibadah di kawasan Puja Mandala tersebut.
Setiap tempat ibadah di daerah ini
terdapat perpaduan antara arsitektur seni dan
budaya Bali dengan nilai agamanya masing-
masing. Perpaduan inilah yang menjadi ciri
khas kawasan Puja Mandala sampai hari ini.
Kearifan lokal masyarakat Bali diwujudkan
melalui seni dan budaya yang berciri khas
agama Hindu. Takwin (2009) mengatakan
bahwa Hindu selain sebagai agama, merupakan
satu pola pemikiran dan juga menjadi dasar
aturan dalam pembentukan masyarakat. Oleh
sebab itu, keharmonisan antara penganut umat
beragama yang berbeda-beda telah menjadi
spirit bagi setiap umat manusia di dunia ini
dalam menjaga kerukunan dan keharmonisan
dalam masyarakatnya. Interaksi sosial yang
terjalin antara semua elemen masyarakat
di kawasan Puja Mandala menjadi sumber
inspirasi bagi kehidupan dan peradaban
generasi berikutnya.
Kawasan Puja Mandala Ibarat Keluarga
Kawasan Puja Mandala ibarat satu
keluarga atau satu rumah yang anggotanya
terdiri dari berbagai karakter dan kepribadian.
Kendati anggota keluarga memiliki perbedaan
karakter dan kepribadian, namun setiap
anggota keluarga tidak mungkin dipisahkan
satu dengan lainnya. Sesungguhnya dunia
ini adalah satu keluarga besar (Suhardana,
2011). Dalam keluarga tentu memiliki
caranya masing-masing dalam bergerak,
berekspresi, maupun berkomunikasi. Semua
perbedaan ini dapat kuatkan dengan nilai-nilai
kebersamaan seperti sopan santun, etika, dan
adat istiadat yang harus dipatuhi oleh semua
anggota keluarga tersebut. Dengan demikian,
keberadaan kawasan Puja Mandala ibarat
satu keluarga yang saling menghormati serta
menyayangi dalam segala bentuk perbedaan
yang ada.
Keberadaan kawasan Puja Mandala
memberikan kontribusi positif bagi
masyarakat Bali pada khususnya dan
masyarakat Indonesia pada umumnya dalam
menghargai agama orang lain. Setiap orang
yang berkunjung di kawasan Puja Mandala ini
semakin memiliki wawasan dan pengetahuan
baru tentang pentingnya nilai-nilai toleransi
tersebut. Berdasarkan hasil wawancara yang
dilakukan oleh penulis pada bulan Nopember
2016 kepada beberapa tokoh agama,
pengunjung, dan masyarakat di kawasan ini
mengatakan bahwa keberadaan Puja Mandala
adalah contoh nyata toleransi di Bali dan satu-
satunya di dunia. Hal ini dikatakan oleh Jro
Mangku Bajra selaku tokoh agama Hindu
mengatakan bahwa Puja Mandala terbentuk
atas dasar rasa toleransi antar umat beragama,
sehingga tidak ada kendala-kendala yang
dihadapi oleh umat selama ini. Hal senada
juga ditegaskan oleh Bapak Anton pengurus
agama Budha mengatakan bahwa toleransi di
sini sangat tinggi dan masing-masing umat
tetap menjaga suasana yang tenang dan damai.
Begitu pula pengurus Masjid
mengungkapkan pengalamannya di kawasan
ini ketika bersiap untuk shalat Dzuhur
sekitar jam 12.05. Pada saat itu bukan
bedug yang dibunyikan melainkan lonceng
gereja yang berdentang hingga puluhan kali.
Setelah selesai bunyi lonceng gereja barulah
petugas muadzin mengaktifkan microphone
untuk mengumandangkan adzan. Sikap ini
merupakan kesepakatan antara tokoh agama
di daerah ini. Hal ini diakui oleh Suster
Margaret yang mengatakan bahwa pada saat
22
Kawasan Puja Mandala Wujud Kearifan Lokal ..........(Dermawan Waruwu, hal 15 - 25)
Vidya Samhita
Jurnal Penelitian Agama, III (1) 2017
p-ISSN: 2460-3376, e-ISSN: 2460-4445
umat Islam melaksanakan sholat Jumat bukan
bedug yang dibunyikan melainkan lonceng
gereja karena pada jam yang sama umat
Katolik mengadakan doa angelus.
Pada perayaan Nyepi pernah bertepatan
pada hari Jum’at. Pada saat Nyepi ini terdapat
empat hal (catur brata penyepian) yang
tidak bisa dilakukan oleh umat Hindu, yaitu:
tidak menyalakan api, tidak bekerja, tidak
berpergian, dan tidak bersenang-senang.
Semua umat Hindu diharuskan untuk berdiam
diri serta berdoa seraya menginstropeksi diri
selama penyepian itu berlangsung. Begitu
pula semua orang yang berada di Bali dilarang
keluar selama penyepian itu berlangsung.
Setiap hari raya Nyepi semua orang
yang berada di Bali tidak diperbolehkan
melakukan aktivitas di luar rumah selama 24
jam serta malam harinya tidak diperbolehkan
menyalakan lampu atau pun televisi.
Kendati demikian, masyarakat Hindu di Bali
memberikan kebebasan kepada umat Islam
untuk melaksanakan ibadahnya (sholat Jum’at)
di masjid tanpa harus menggunakan pengeras
suara pada waktu itu. Selama peribadatan
berlangsung pecalang (petugas keamanan
adat) membantu menjaga keamanan agar
umat Islam dapat beribadah dengan tenang.
Sikap toleransi masyarakat Bali ini terhadap
umat lain selama ini telah menunjukkan sikap
kepedulian dan toleransi antar sesamanya.
Oleh sebab itu, sikap toleransi yang sudah
diterapkan oleh masyarakat Bali atau
Puja Mandala selama ini dapat ditiru oleh
masyarakat di seluruh Indonesia.
Menurut Bapak Kristian selaku anggota
Gereja Kristen Protestan di Bali jemaat
Bukit Doa menjelaskan bahwa pada hari
raya Paskah yang diperingati oleh agama
Katolik dan Kristen, biasanya kawasan ini
dijaga oleh petugas keamanan desa adat.
Begitu pula pengurus masjid ikut membantu
mengatur kelancaran lalulintas di jalan raya.
Sebaliknya, ketika saudara-saudara kita
yang beragama Islam, Hindu, dan Budha
melaksanakan hari rayanya, maka umat
Kristen dan Katolik bergantian membantu
serta menjaga keamanan. Hal ini dilakukan
sebagai komitmen dalam bertoleransi yang
sudah terjalin bersama umat selama ini. Hal
ini sejalan dengan pendapat Waruwu (2017:
89) bahwa kawasan Puja Mandala sebagai
simbol dari berbagai keberagaman yang ada
di Indonesia, namun tetap hidup harmonis
antara umat lainnya.
Setiap pengurus rumah ibadah di daerah
selalu kompak serta mengadakan pertemuan
secara berkala untuk mengintensifkan
komunikasi antar umat beragama. Pertemuan
ini dilakukan sebagai langkah awal untuk
menghindari adanya kemungkinan konik
yang terjadi di tengah-tengah umatnya.
Hal ini sejalan dengan teori mediasi yang
dikemukakan oleh Muslih (2007: 108) bahwa
ada empat model mediasi, yaitu: mediasi
kompromi (settlement mediation), mediasi
fasilitasi (fasilitative mediation), mediasi
terapi dan rekonsiliasi (transformative and
mediation), dan mediasi normatif (normative/
evaluative mediation). Menurut Kahane
(2004) masalah yang kompleks hanya dapat
dipecahkan secara damai, jika orang-orang
yang menjadi bagian dari masalah tersebut
bekerja sama secara kreatif untuk memahami
situasi mereka dan memperbaikinya. Oleh
sebab itu, setiap perbedaan atau pun konik
dapat menjadikan masyarakat semakin
dewasa apabila adanya mediasi dan kerjasama
yang baik.
Puja Mandala Kawasan Wisata Spiritual
Kawasan Puja Mandala selama ini telah
menjadi miniatur toleransi umat beragama
di Indonesia maupun dunia. Beberapa tokoh
agama serta pemerintah dari berbagai daerah
pernah mengunjungi kawasan Puja Mandala
23
Kawasan Puja Mandala Wujud Kearifan Lokal ..........(Dermawan Waruwu, hal 15 - 25)
Vidya Samhita
Jurnal Penelitian Agama, III (1) 2017
p-ISSN: 2460-3376, e-ISSN: 2460-4445
tersebut. Pada tahun 2010 delegasi FKUB
Provinsi Kalimantan Selatan melakukan
studi banding yang sekaligus mengadaan
pertemuan dengan FKUB Provinsi Bali
pada waktu itu. Pada tahun 2015 peserta
Parliamentary Event on Interfaith Dialog dari
17 negara menjadikan kawasan Puja Mandala
sebagai model toleransi yang patut ditiru oleh
negaranya masing-masing.
Keberadaan Puja Mandala bukan saja
sebagai wujud toleransi umat beragama di
Bali, tetapi kawasan ini telah menjadi daya
tarik bagi wisatawan domestik maupun
mancanegara selama ini. Hal ini diungkapkan
oleh Ibu Tuti bersama keluarganya yang
berasal dari Jawa Timur sangat terkesan
dengan keberadaan tempat ibadah yang saling
berdampingan ini. Kawasan ini menjadi
salah satu destinasi pariwisata spiritual
karena masyarakat dapat berdoa, beribadah,
dan sekaligus menikmati keunikan tempat
ibadah yang saling berdampingan tersebut
(Widyastuti dan Waruwu, 2017: 10). Oleh
sebab itu, hampir semua wisatawan belajar
tentang kearifan lokal masyarakat Bali yang
tetap menghormati agama lain. Kawasan
Puja Mandala merupakan sebuah model dan
langkah strategis untuk mengurangi konik
antar umat beragama yang pernah terjadi
selama ini.
Dengan adanya daya tahan sosial
yang tangguh melalui sikap toleransi,
maka masyarakat mampu mengatasi setiap
perubahan sosial, ekonomi, politik, dan segala
konik yang terjadi selama ini (Koswara,
2009). Dalam konteks ini, nilai-nilai toleransi
sangat penting untuk dikembangkan di
seluruh wilayah Indonesia agar masyarakat
mampu menghadapi berbagai dinamika sosial
dan pluralisme di sekitarnya (Abdullah,
2010). Pluralisme merupakan gagasan tentang
kemajemukan serta kesadaran timbul sebagai
anggota masyarakat yang hidup dalam
kedamaian dan kesejahteraan (Penyusun
Karakter Undhira, 2016).
Kawasan Puja Mandala merupakan
lokasi yang biasa dilalui oleh wisatawan selama
ini. Kawasan ini berada di pinggir jalan menuju
destinasi wisata seperti Nusa Dua, Uluwatu,
Garuda Wisnu Kencana, Dreamland, dan lain-
lain. Sebagian besar wisatawan yang melalui
kawasan Puja Mandala ini biasanya berhenti
untuk beribadah atau berdoa serta menikmati
keunikan kawasan tersebut. Hampir semua
wisatawan kagum melihat kerukunan umat
beragama yang terjalin di Pulau Bali selama
ini. Oleh sebab itu, kawasan Puja Mandala
bukan saja sebagai tempat ibadah, tetapi
menjadi kawasan wisata spiritual bagi setiap
orang yang mengunjunginya.
Penutup
Kawasan Puja Mandala sebagai wujud
toleransi ala Bali. Dalam mewujudkan toleransi
di wilayah Indonesia, maka setiap orang harus
belajar dari masyarakat Bali. Setiap perbedaan
dapat menjadi keindahan apabila setiap orang
senantiasa menghargainya. Ungkapan Unity
in Diversity berimplikasi bagi seluruh
masyarakat Indonesia agar semakin kuat dan
bersatu di tengah-tengah perubahan global
saat ini. Setiap perbedaan suku, agama, ras,
dan antargolongan agar semakin harmonis,
sehingga tidak menjadi alat bagi elit politik
atau kelompok tertentu untuk memecah belah
bangsa ini. Toleransi antar umat beragama
sangat didambakan oleh masyarakat Bali,
Indonesia, dan dunia secara keseluruhan.
Dengan sikap toleransi yang tinggi ini dapat
membangun peradaban bangsa Indonesia dan
menjadi modal dalam pembangunan nasional.
Setiap perbedaan dapat disikapi dengan
prinsip kekeluargaan, sehingga mampu
menginspirasi anggota masyarakat lainnya
untuk menciptakan keharmonisan pada setiap
level kehidupan sosialnya.
24
Kawasan Puja Mandala Wujud Kearifan Lokal ..........(Dermawan Waruwu, hal 15 - 25)
Vidya Samhita
Jurnal Penelitian Agama, III (1) 2017
p-ISSN: 2460-3376, e-ISSN: 2460-4445
Dengan demikian, keberadaan kawasan
Puja Mandala telah mencerminkan sikap
toleransi yang sesuai dengan nilai-nilai
Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika,
dan NKRI. Kawasan Puja Mandala telah
membuat keunikan tersendiri bagi wisatawan
selama ini. Kawasan ini menjadi model bagi
setiap daerah untuk membangun tempat ibadah
yang saling berdampingan, sehingga konik
bernuasa SARA dapat dicegah sejak dini.
Pemerintah, tokoh agama, tokoh masyarakat,
dan masyarakat diharapkan terlibat aktif dalam
mewujudkan toleransi di daerahnya masing-
massing. Oleh sebab itu, seluruh masyarakat
Indonesia dapat mewujudkan semangat
kebhinekaan ini demi terciptanya kedamaian
dan keharmonisan generasi mendatang.
Daftar Pustaka
Abdullah, Masykuri. 2010. Pluralisme Agama
dan Kerukunan Dalam Keragaman
Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Barker, Chris. 2005. Cultural Studies: Teori
dan Praktik. Yogyakarta: Bentang.
Junaedi, I Wayan Ruspendi dan Dermawan
Waruwu. 2016. Kepemimpinan dan
Transformasi Ekonomi: Kajian Desa
Blimbingsari. Denpasar: Pustaka
Larasan.
Kahane, Adam. 2004. Menuntaskan Masalah
PelikTanpaKoni. Jakarta: PT. Bhuana
Ilmu Populer.
Koswara, Vemmie D. 2009. Sains dan
Teknologi 2: Berbagai Ide untuk
Menjawab Tantangan & Kebutuhan
oleh Ristek. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Liana, Luta Rachma. 2014. http://iphtml5.
com/rfhh/toey/basic (diakses, 23 Pebruari
2017).
Muslih, M.Z. 2007. Pengantar Mediasi Teori
dan Praktek. Dalam M. Mukhsin Jamil
(ed). Mengelola Konik Membangun
Damai. Semarang: WMC (Walisongo
Mediation Centre), pp. 107-124.
Nadifa, Shinta. 2016. http://indahnyaberbeda.
blogspot.co.id/2016/07/puja-mandala-
sebagai-perwujudan (diakses, 4
Pebruari 2017).
Poerwadarminta, W.J.S. 2005. Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Roswidyaningsih, L. 2014. Pengaruh
Tingkat Toleransi Beragama Terhadap
Interaksi Sosial di Desa Sampetan
KecamatanAmpelKabupatenBoyolali.
Salatiga: Unpublished undergraduate
of SekolahTinggi Agama Islam Negeri
Salatiga.
Sairini, Weineta, dkk. 2006. KerukukanUmat
BeragamaPilarUtamaKerukunan
Berbangsa. Jakarta: PT. BPK Gunung
Mulia.
Suhardana, K.M. 2011. Intropeksi Diri:
BahanKajianKoreksiDiriUmatHindu.
Surabaya: Paramita.
Takwin, Bagus. 2009. FilsafatTimur:Sebuah
Pengantar ke Pemikiran-pemikiran
Timur. Yogyakarta: Jalasutra.
Tauq, Imam. 2007. Relasi Negara dan
Masyarakat Dalam Diskursus Konik
di Indonesia. Dalam M. Mukhsin Jamil
(ed). Mengelola Konik Membangun
Damai. Semarang: WMC (Walisongo
Mediation Centre), pp. 61-84.
25
Kawasan Puja Mandala Wujud Kearifan Lokal ..........(Dermawan Waruwu, hal 15 - 25)
Vidya Samhita
Jurnal Penelitian Agama, III (1) 2017
p-ISSN: 2460-3376, e-ISSN: 2460-4445
Tim Penyusun Tujuh Karakter. 2016. Tujuh
Karakter Universitas Dhyana Pura.
Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia.
Widyastuti, Ni Kadek dan Dermawan Waruwu.
2017. Pariwisata Spiritual:DayaTarik
Wisata Palasari Bali. Denpasar: Pustaka
Larasan.
Waruwu, Dermawan dan Suardin Gaurifa.
2015. GerejaPecah:PerspektifKajian
Budaya. Yogyakarta: Sunrise.
Waruwu, Dermawan. 2017. Kawasan Puja
Mandala Wujud Toleransi di Bali. Dalam
Proseding Seminar Nasional. Menggali
Kearifan Lokal Untuk Merawat
Kebhinekaan Menghadapi Tantangan
Intoleransi. Denpasar: Institut Hindu
Dharma Negeri, pp. 84-95.
Wiweka, Kadek. 2014. Analisis Konsep Tri
Hita Karana Pada Daya Tarik Warisan
Budaya: Studi Kasus Puri Agung
Karangasem, Bali. Dalam JUMPA
(Jurnal Master Pariwisata). Denpasar:
Program Studi Magister Kajian
Pariwisata dan Program Pascasarjana
Universitas Udayana. Vol. 1, No. 1, Juli
2014, pp. 139-160.
View publication statsView publication stats
... Pariwisata spiritual merupakan salah satu pariwisata alternatif yang mulai digalakkan oleh pemerintah. World Travel & Tourism Review menyatakan pariwisata alternatif merupakan upaya menjauh dari pendekatan pariwisata massal ke pendekatan di mana pengalaman wisata yang lebih khusus ditawarkan dengan cara yang lebih pribadi dan peka secara budaya (Kusuma & Suryasih, 2016;Sukadi, 2013;Waruwu, 2017). Rencana pengembangan wisata spiritual sempat merebak di banyak kawasan, baik itu Kabupaten Badung, Karangasem, Bangli, Buleleng, atau yang lainnya. ...
... Di tempat ini wisatawan bisa membersihkan diri melalui penyucian diri (melukat). Melalui penyucian diri (melukat) dipercaya mampu menghilangkan segala pikiran kotor, jenuh, dan pengaruh black magic sehingga mereka dalam menjalani kehidupan bisa dengan tenang, nyaman, damai, dan bahagia (Mahardika, 2018;Seniwati & Ngurah, 2020;Waruwu, 2017). Dalam pengembangan daya tarik wisata "Penglukatan Pancoran Solas Taman Beji Paluh" ini perlu dilakukan evaluasi berdasarkan kriteria atau komponen yang harus dimiliki dalam pengembangan daya tarik wisata. ...
Article
Full-text available
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kelayakan dari Penglukatan Pancoran Solas Taman Beji Paluh untuk dikembangkan menjadi daya tarik wisata berdasarkan aspek komponen destinasi pariwisata, seperti attraction, accessibilites, amenities, dan ancillary service. Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi, wawancara, dan studi pustaka dengan analisis deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa “Penglukatan Pancoran Solas Taman Beji Paluh” layak untuk dikembangkan menjadi daya tarik wisata guna menjadi alternatif bagi wisatawan dalam memilih destinasi yang dikunjungi. Kelayakan ini dilihat dari fasilitas komponen pariwisata yang dimiliki, seperti: Pura tempat sembahyang, tempat suci untuk melukat, tempat parkir, restoran, ruang ganti pakaian, toilet, tempat penjualan sarana sembayang, dan puskesmas di wilayah desa. Wisatawan yang berkunjung ke destinasi wisata ini tidak hanya sekedar untuk melihat keindahan panorama alam maupun keunikan budaya lokal tetapi mereka cenderung untuk terlibat langsung dalam kegiatan pariwisata spiritual. Untuk itu disarankan agar daya tarik wisata ini dikelola secara profesional dan berkelanjutan sehingga dapat bersaing secara kompetitif dengan daya tarik wisata lain.
... Kegiatan peribadatan bersama ini terjalin melalui sikap saling pengertian dan menghormati. Dengan adanya tempat ibadah yang saling berdampingan seperti ini dapat mengurangi dan bahkan meniadakan konflik yang pernah terjadi selama ini di Indonesia (Waruwu, 2017). Apabila kegiatan ibadah berlangsung secara bersamaan maka umat beragama saling mengarti dan menjaga keamanan di sekitar kawasan Puja Mandala tersebut. ...
... Sesungguhnya dunia ini adalah satu keluarga besar (Suhardana, 2011). Dalam keluarga tentu memiliki caranya masing-masing dalam bergerak, berekspresi, dan berkomunikasi, namun mereka pasti memiliki tujuan yang disepakati bersama (Waruwu, 2017 Keunikan inilah salah satu daya tarik bagi wisatawan. Budaya tidak bertentangan dengan nilai-nilai kekristenan (Widyastuti, 2017). ...
Article
Full-text available
Konflik bernuansa suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) pernah terjadi di Indonesia. Salah satu penyebab konflik ini adalah pertentangan antara kelompok agama mayoritas dan minoritas. Masyarakat Bali yang mayoritas beragama Hindu menghargai keberagaman dan toleransi antara umat beragama. Toleransi ini terlihat pada keberadaan kawasan Puja Mandala di Nusa Dua Bali. Masalah yang dikaji pada artikel ini adalah bagaimana cara pemanfaatan kawasan Puja Mandala sebagai model toleransi di Provinsi Bali? Penelitian ini dianalisis menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan kajian budaya serta dikaji menggunakan teori praktik sosial. Hasil penelitian menunjukkan: (1) Kawasan Puja Mandala memiliki 5 tempat ibadah yang saling berdampingan, yaitu Masjid, Gereja Katolik, Vihara, Gereja Kristen, dan Pura; (2) Umat beragama hidup harmonis dan saling membantu dalam kegiatan keagamaan; dan (3) Kawasan Puja Mandala menjadi destinasi wisata spiritual. Sikap toleransi merupakan modal sosial dalam mempersatukan masyarakat yang plural. Kawasan Puja Mandala menjadi model toleransi bagi umat beragama di Bali, Indonesia, dan bahkan dunia. Kata Kunci: Puja Mandala, Tempat Ibadah, Tokoh Agama, Toleransi, Bali Conflicts with nuances of ethnicity, religion, race, and intergroup (SARA) have occurred in Indonesia. One of the causes of this conflict is the conflict between the majority and minority religious groups. The majority of Balinese people who are Hindu respect diversity and tolerance between religious people. This tolerance can be seen in the existence of the Puja Mandala area in Nusa Dua Bali. The problem examined in this article is how to use the Mandala Puja area as a model of tolerance in the Province of Bali? This study was analyzed using qualitative methods with a cultural study approach and studied using social practice theory. The results of the study showed: (1) the Puja Mandala area has 5 places of worship side by side, namely the Mosque, the Catholic Church, the Vihara, the Christian Church, and the Temple; (2) Religious people live in harmony and help each other in religious activities; and (3) Puja Mandala area becomes a spiritual tourist destination. The attitude of tolerance is social capital in uniting pluralism society. The Puja Mandala area is a model of tolerance for religious people in Bali, Indonesia, and even the world. Keywords: Puja Mandala, Places of Worship, Religious Leaders, Tolerance, Bali
... The persons living in the Puja Mandala possess a predisposition of acceptance based on the principles of Pancasila, the 1945 Constitution, Bhinneka Tunggal Ika, and the Unitary State of the Republic of Indonesia. Religious institutions in this region exist near each other to prevent any confrontations arising from racial nuances (Waruwu 2017). FKUB is recognized as a prominent actor in promoting religious unity and preserving the positive customs of Balinese society. ...
Article
Full-text available
Women's involvement in the Forum of Religious Harmony (Forum Kerukunan Umat Beragama - FKUB) is still rare. However, some FKUBs exhibit openness to women’s engagement. This study examines whether women’s involvement in the FKUB challenges the dominant beliefs and behaviors within religious groups and whether their involvement creates possibilities for change and contestation. Using a case study on the FKUB Bali and Sidoarjo and leveraging the theory from gender and masculinity studies to help frame the analysis, the study revealed two strategies used to involve women, which included forming a separate entity exclusively for women and developing an expanded familial framework inside FKUB. The findings also show that women's involvement is encouraged without altering the current structures. However, this study also discovered that the transformative masculinity exhibited by certain chairpersons contributed to the implementation of these strategies. They were strongly dedicated to gender equality, advocated for women's empowerment and involvement, and prioritized sustainable dispute resolution development. This study highlights the potential to expand research to include more cases, providing deeper insight into inclusion strategies and the role of transformative masculinity in progress toward gender equality._______________The original draft of this article has been presented at the 23rd Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS), February 1-4, 2024, at Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang, Indonesia.
... Sesungguhnya dunia ini adalah satu keluarga besar (Suhardana, 2011). Dalam keluarga tentu memiliki caranya masing-masing dalam bergerak, berekspresi, dan berkomunikasi, namun mereka pasti memiliki tujuan yang disepakati bersama (Waruwu, 2017). Kehidupan umat beragama yang berbedabeda ini seperti satu tubuh yang terdiri dari banyak anggota dan fungsi yang berbeda-beda. ...
Article
ABSTRAKKonflik bernuansa agama pernah terjadi di Indonesia. Salah satu penyebab konflik agama ini adalah pertentangan antara mayoritas - minoritas. Penduduk Bali yang mayoritas beragama Hindu justru toleran terhadap agama lain. Wujud toleransi ini terlihat di kawasan Puja Mandala Nusa Dua Bali yang memiliki 5 tempat ibadah saling berdampingan yaitu Masjid, Gereja Katolik, Vihara, Gereja Kristen, dan Pura. Masalah yang dikaji pada artikel ini adalah bagaimana bentuk toleransi di kawasan Puja Mandala Nusa Dua Bali? Penelitian ini dianalisis secara kualitatif dengan pendekatan kajian budaya. Bentuk toleransi di kawasan Puja Mandala yaitu beribadah bersama dalam satu kawasan dan kawasan Puja Mandala terbuka bagi semua agama. Toleransi yang terbina di kawasan Puja Mandala menjadi modal sosial dan modal spiritual dalam mempersatukan masyarakat Indonesia yang majemuk. Wujud toleransi di kawasan Puja Mandala menjadi contoh bagi masyarakat Indonesia maupun dunia untuk menghadirkan kedamaian di lingkungannya masing-masingKata kunci: Toleransi, Puja Mandala, Lima Tempat Ibadah, Tokoh Agama, Nusa Dua Bali.ABSTRACTReligious conflicts have occurred in Indonesia. One of the causes of this religion conflict was opposition to the majority-minority. The majority of Balinese people who are Hindus are tolerant of other religions. This form of tolerance can be seen in the Puja Mandala Nusa Dua area of Bali which has 5 places of worship side by side, namely mosques, Catholic churches, temples, Christian churches, and temples. The problem examined in this article is what is the form of tolerance in the Bali Puja Mandala Nusa Dua area? This study was analyzed qualitatively with a cultural study approach. The form of tolerance in the Puja Mandala area is to worship together in one area and the Puja Mandala area is open to all religions. The built-in tolerance in the Puja Mandala region becomes social capital and spiritual capital in uniting a pluralistic Indonesian society. The form of tolerance in the Puja Mandala area is an example for the people of Indonesia and the world to bring peace to their respective environmentsKeywords: Tolerance, Mandala Puja, Places of Worship, Religious Leaders, Nusa Dua Bali
... Ideologi dan persaingan hidup menjadi penggerak yang dapat merusak hubungan antara umat manusia. Aspek agama sebagai lumbung nilai spiritual digunakan oleh segelintir orang untuk membinasakan sesamanya (Waruwu, 2017). Persaingan yang tidak hanya pada aspek yang bersifat penghasilan dan kenyamanan hidup, tetapi persaingan yang melibatkan pamor agama, etnis, suku dan kepercayaan. ...
Article
Full-text available
Penyebaran radikalisme telah merusak tatanan kehidupan sosial, budaya, ekonomi, dan keharmonisan antarumat beragama di Bali. Pelaku pengeboman di Bali tahun 2002 dan 2005 dilakukan oleh orang-orang yang terpapar radikalisme, dan tindakannya tidak saja membunuh orang-orang tak berdosa tetapi juga menghancurkan hubungan inter-etnik yang harmonis di Bali. Artikel ini menganalisis bagaimana bentuk pemberdayaan modal sosial sebagai model pencegahan paham radikal untuk menciptakan harmoni sosial di Bali. Data diambil kepada tokoh agama dan masyarakat melalui observasi, wawancara, dan dokumen terkait radikalisme, terorisme, dan intoleransi di Bali. Data dianalisis secara kualitatif dan dikaji menggunakan teori praktik sosial. Hasil kajian ini menunjukkan modal sosial dalam peningkatan solidaritas keberagaman, modal sosial dalam peningkatan relasi sosial, dan modal sosial dalam peningkatan nilai spiritual. Modal sosial ini sebagai model dalam pencegahan radikalisme di Bali.
... As long as people respect the differences around them, harmony and peace can be well realized. It is this togetherness system that grows to a new culture because each group member feels bound to one another (Waruwu, 2017). The tolerance between religious people shows the freedom to practice their respective beliefs is a basic right of every human being. ...
Conference Paper
Full-text available
The study of peace tourism explores the possibility of bridging mutual appreciation, respect, and friendship to most travelers who seek for new experiences in their global neighbors. The ideals are implemented today in the form of consuming local identity and posting it through Instagram as a public display of acceptance to the different cultures. Through purposive sampling and critical analysis, the research case takes Najat, a Moslem Morrocan exchange student studying in Politeknik Negeri Jember, when posting her pictures on Instagram wearing Kebaya, a Javanese traditional clothe and Hanbok, Korean traditional clothe during her travel in Indonesia and Korea. The study employs the notion that every traveler is potentially an ‘‘Ambassador for Peace’’ as it is coined by International Institute for Peace Through Tourism (IIPT) to mobilize the travel as life-enrichment experience. Najat’s behavior is indicated as mode of negotiating cultural expressions and identities. The practices of covering her head in hijab as a moslem while wearing Kebaya and Hanbok are process of consuming new kind of selfenrichment. Hence, the result shows that consuming more identities and showing them on Instagram are significant for producing a more peaceful public display to the global world. Keywords : Peace, Identity,Life-Enrichment, Kebaya, Hanbok, Instagram
... A spiritual leader means a leader who is able to act as a thinker, planner, and encourage the millennial generation to have an entrepreneurial spirit. The community of Blimbingsari initially did not have abundant natural resources and human resources, but through the leadership of I Made Runggu who implemented a model of spiritual leadership, the village generation finally had the spirit of entrepreneurship and developing the natural potential around it.Develop spiritual tourism attractions such as a blend of Balinese culture with Christianity in places of worship and worship [15], [16]. Natural potential and plantations in Blimbingsari Village became a medium of innovation and creative leaders and communities at that time. ...
Article
Full-text available
Negara Kesatuan Republik Indonesia atau yang disebut NKRI merupakan suatu negara yang terdiri dari beberapa pulau besar yang mempunyai banyak suku budaya dan agama. Dalam hal kepercayaan Indonesia mempunyai 6 agama yang diakui oleh Negara dan mempunyai aliran kepercayaan yang tidak diakui oleh Negara. Indonesia mempunyai enam agama yang berbeda perbedaan tersebut seringkali terjadi perselisihan yang menyangkut tentang Agama. Arsitek merupakan suatu bidang profesi yang mempelajari tentang proses perancangan dan perencanaan suatu bangunann dan kawasan. kawasan multi agama merupakan suatu kawasan yang terdiri dari area tempat beribadah dan area berpariwisata khususnya wisata religius. Suatu kawasan dimana semua Masyarakat atau umat yang beragama di Indonesia bisa saling berinteraksi, selain untuk beribadah kawasan ini nantinya juga akan berfungsi untuk tempat wisata. Proses perencanaan ini tak lepas dari proses proses yang harus dilewati oleh seorang arsitek, proses tersebut terdiri dari analisa existing, analisa mikro, analisa konsep perancangan.
Article
Full-text available
p>The diversity of race, religion, ethnicity, art and culture in a nation is a potential for intolerance in the form of conflicts with nuances of diversity. In fact, diversity creates the value of local wisdom in the sense of diversity. The motto puts tolerance in a strategic domain. Incomplete understanding of religion and radical attitudes that are developing globally make tolerance difficult to materialize. Various studies on the development of a tolerance model have been carried out, but this model is only based on religious, educational, and cultural perspectives. Philosopische grondslag in this study is used to expose community harmony to solve problems of intolerance and radicalism. This study used a qualitative approach, beginning with collecting information from literature studies, collecting data using observation techniques, interviews, as well as documentation, reduction, presentation, and drawing conclusions or data verification. The objectives of this study are (a) to examine the praxis of tolerance based on the philosopische grondslag that has been applied in society, (b) to develop a tolerance model to prevent intolerance and religious deradicalization based on practice to increase peace in society. The results of the study found the values of the Pancasila philosopische grondslag as a habit adopted by a pluralistic society. The case study of the implementation of philosopische grondslag in Sampetan village Boyolali is manifested in the spirit of tolerance and working together to avoid anarchism and radicalism. All of these aspects are the basis for increasing order in society in general.</p
Article
Full-text available
[Bagi masyarakat Jawa, ritual merupakan aktivitas yang sangat penting. Ritual Jawa meliputi nyadran (perayaan desa); procotan (kelahiran bayi); mantenan (upacara pernikahan); dan methil (panen). Masyarakat Tlasih 87 merupakan salah satu dari masyarakat Jawa yang senantiasa melestarikan dan menyelenggarakan ritual-ritual tersebut. Warga masyarakat Tlasih 87 memiliki latar belakang keagamaan yang berbeda, seperti Islam, Kristen, Hindu, dan aliran kepercayaan. Penelitian ini bertujuan menganalisis interaksi antar-anggota kelompok keagamaan berbeda, terutama dalam masyarakat Tlasih 87, dan praktif partisipatif mereka dalam pelaksanaan ritual Jawa. Melalui wawancara, observasi, dokumentasi, dan analisis data, penelitian ini menyimpulkan bahwa masyarakat Tlasih 87 memiliki pola perilaku yang harmonis dan memiliki upaya menyatukan sikap kebersamaan yang baik, saling mendukung satu sama lain. Hal tersebut bisa dilihat dari keterlibatan aktif mereka dalam pelaksanaan ritual Jawa.]
Conference Paper
Full-text available
Wilayah Indonesia terkenal dengan keberagaman agamanya. Keberagaman ini menjadi keunikan serta kearifan lokal masyarakatnya. Namun konflik bernuansa agama pernah melanda Indonesia, sehingga anggota masyarakat mengalami trauma psikologis. Pelarangan maupun pengrusakan tempat ibadah menjadi senjata ampuh membinasakan sesamanya. Semboyan Bhineka Tunggal Ika tinggal kenangan karena hukum tak berdaya membendung tindakan anarkis segelintir orang. Kita patut memberi apresiasi kepada masyarakat Bali yang mayoritas beragama Hindu justru menghargai agama orang lain. Kawasan Puja Mandala wujud toleransi di Bali karena memiliki 5 tempat ibadah yang saling berdampingan, yaitu: Masjid Agung Ibnu Batutah, Gereja Katolik Maria Bunda Segala Bangsa, Gereja Kristen Protestan di Bali jemaat Bukit Doa, Vihara Buddha Guna, dan Pura Jagatnatha. Oleh sebab itu, keberadaan Puja Mandala dapat ditiru oleh daerah lain demi menghindari konflik agama tersebut. Masyarakat harus belajar menghargai setiap perbedaan, sehingga generasi mendatang hidup dalam kedamaian yang penuh rasa kekeluargaan. Kata kunci: Puja Mandala, Toleransi di Bali, Toleransi di Indonesia, Wisata Spiritual. The territory of Indonesia is famous for its religious diversity. This diversity becomes the uniqueness and local wisdom of its people. However, religious conflicts once hit Indonesia, so that members of the community experienced psychological trauma. The prohibition or destruction of places of worship becomes a powerful weapon to destroy each other. The motto of Bhineka Tunggal Ika remains a memory because the law is powerless to stem the anarchist actions of a handful of people. We should give appreciation to the Balinese people who are Hindu majority actually appreciate the religion of others. The Puja Mandala area is a form of tolerance in Bali because it has 5 places of worship that coexist, namely: Masjid Agung Ibnu Batutah, Gereja Katolik Maria Bunda Segala Bangsa, Gereja Kristen Protestan di Bali jemaat Bukit Doa, Vihara Buddha Guna, dan Pura Jagatnatha. Therefore, the existence of Puja Mandala can be imitated by other regions in order to avoid the religious conflict. People must learn to appreciate every difference, so that future generations live in a sense of kinship. Keywords: Puja Mandala, Tolerance in Bali, Tolerance in Indonesia, Spiritual Tourism.
Book
Full-text available
Desa Blimbingsari menjadi desa wisata bukanlah tanpa perjuangan. Dahulu desa ini dijuluki sebagai desa angker, miskin, sekarat, dan desa yang tidak berpengharapan justru berbalik menjadi sebuah desa yang makmur dan maju dalam berbagai aspek. Perkembangan pembangunan infrastruktur, atraksi seni budaya, dan keindahan alamnya membuat wisatawan semakin senang berwisata di desa ini. Ketertarikan wisatawan tentu tidak terlepas dari transformasi dari desa miskin menjadi sebuah “desa hidup” (a living village). Transformasi ini dapat dilihat melalui keberadaan gereja yang unik, home stay, tarian, gamelan, dan berbagai wirausaha yang terus dikembangkan di desa ini. Dampak pertumbuhan dan peningkatan ekonomi anggota masyarakat membuat pemerintah Bali menetapkan Desa Blimbingsari sebagai satu-satunya desa wisata di Jembrana. Keberadaan desa ini bukan saja meningkatkan ekonomi anggota masyarakatnya, tetapi juga meningkatkan devisa bagi daerah setempat. Blimbingsari village being a tourist village is not without struggle. Formerly this village dubbed as haunted village, Poor, dying, and hopeless villages Turned into a prosperous and deeply prosperous village Various aspects. Development of infrastructure development, Cultural arts attractions, and its natural beauty makes Tourists are more happy to travel in this village. Interest Tourists certainly can not be separated from the transformation of the village Poor into a "living village". This transformation can be seen through the existence of a unique church, home stay, dance, gamelan, and various entrepreneurs Which continues to be developed in this village. Impact of growth And the economic improvements the members of the community make The Bali government designated Blimbingsari Village as the only one Tourist village in Jembrana. The existence of this village is not Just improve the economics of its members, but Also increase foreign exchange for the local area.
Book
Full-text available
Buku ini berisi tentang fenomena yang terjadi dalam gereja dan kehidupan orang Kristen di Bali dan dunia. Dalam faktanya gereja telah mengalami perpecahan yang signifikan dalam berbagai aliran dan denominasi. Buku ini menguraikan sebab-sebab terjadinya perpecahan dalam gereja yang sudah berlangsung lama serta beberapa strategi untuk mencegah berlanjutnya perpecahan tersebut.
Article
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) is an official Indonesian defining/monolingual dictionary. In the KBBI V offline language features, there are 27 German entries have been absorbed into Indonesian. Hence, this research focuses to analyse which German entries contained in KBBI V, does the lexical meaning of those entries in KBBI V differ from the German defining dictionary, and what characters of Germany is represented in those entries. This research applies qualitative method, and the lexical meaning of the 27 German entries in the KBBI V are compared to the German defining dictionary as the ground to analyse the experience alteration. Furthermore, this paper examines the characters of the Germany appear in those entries and what their importance to Indonesian. The results of the research demonstrate that there are semantics shifting and narrowing of those German entries in KBBI V compared to the German monolingual dictionary, caused by a change in the concept of words related to the meaning of the words in a reference, associative, and contextual manner. Another result indicates a change occurs in the fields of German history, politics, and philosophy strengthening the characters of Germany which grow and widely known in Indonesia.
Cultural Studies: Teori dan Praktik
  • Chris Barker
Barker, Chris. 2005. Cultural Studies: Teori dan Praktik. Yogyakarta: Bentang.
Menuntaskan Masalah Pelik Tanpa Konfli
  • Adam Kahane
Kahane, Adam. 2004. Menuntaskan Masalah Pelik Tanpa Konfli. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer.
Sains dan Teknologi 2: Berbagai Ide untuk Menjawab Tantangan & Kebutuhan oleh Ristek
  • Vemmie D Koswara
Koswara, Vemmie D. 2009. Sains dan Teknologi 2: Berbagai Ide untuk Menjawab Tantangan & Kebutuhan oleh Ristek. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Pengantar Mediasi Teori dan Praktek
  • M Z Muslih
Muslih, M.Z. 2007. Pengantar Mediasi Teori dan Praktek. Dalam M. Mukhsin Jamil (ed). Mengelola Konflik Membangun Damai. Semarang: WMC (Walisongo Mediation Centre), pp. 107-124.
Pengaruh Tingkat Toleransi Beragama Terhadap Interaksi Sosial di Desa Sampetan Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali. Salatiga: Unpublished undergraduate of SekolahTinggi Agama Islam Negeri Salatiga
  • L Roswidyaningsih
Roswidyaningsih, L. 2014. Pengaruh Tingkat Toleransi Beragama Terhadap Interaksi Sosial di Desa Sampetan Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali. Salatiga: Unpublished undergraduate of SekolahTinggi Agama Islam Negeri Salatiga.
Filsafat Timur: Sebuah Pengantar ke Pemikiran-pemikiran Timur
  • Bagus Takwin
Takwin, Bagus. 2009. Filsafat Timur: Sebuah Pengantar ke Pemikiran-pemikiran Timur. Yogyakarta: Jalasutra.